Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya dilihat Dari Aspek Sistem Hukum

(1)

PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA :

HAMBATANNYA DILIHAT DARI ASPEK SISTEM

HUKUM

TESIS

Oleh

EKO YUDHISTIRA

067011031/MKn

S

E K O L A H

P A

S C

A S A R JA

NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2008


(2)

PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA :

HAMBATANNYA DILIHAT DARI ASPEK SISTEM

HUKUM

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan

dalam Program Studi Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

EKO YUDHISTIRA

067011031/MKn

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2008


(3)

Judul Tesis : PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA : HAMBATANNYA DILIHAT DARI ASPEK SISTEM HUKUM

Nama Mahasiswa : Eko Yudhistira

Nomor Pokok : 067011031

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS) Ketua

(Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Chairani Bustami, SH, SpN, MKn)

Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B,MSc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal 16 Desember 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS

Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

2. Chairani Bustami, SH, SpN, MKn

3. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, MHum


(5)

Judul Tesis : PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA : HAMBATANNYA DILIHAT DARI ASPEK SISTEM HUKUM

Nama Mahasiswa : Eko Yudhistira

Nomor Pokok : 067011031

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS) Ketua

(Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Chairani Bustami, SH, SpN, MKn)

Anggota Anggota

Ketua Program Studi,

(Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH, MS, CN)


(6)

ABSTRAK

Dalam UUJF dan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 terdapat tata cara pendaftaran jaminan fidusia dan biaya pembuatan akta jaminan fidusia. Pendaftaran fidusia tidak dapat dipisahkan dari jaminan fidusia karena pendaftaran fidusia mengakibatkan terjaminnya kepastian hukum bagi kreditur dan pihak lain yang berkepentingan. Sampai saat ini, masih banyak jaminan fidusia yang tidak didaftarkan karena banyak hal yang menjadi hambatan dalam proses pendaftaran jaminan fidusia. Untuk mengetahui hambatan pendaftaran jaminan fidusia dan mengetahui cara mengatasi hambatan tersebut maka penulis berminat melakukan penelitian dengan judul “Pendaftaran Jaminan Fidusia ; Hambatannya Dilihat Dari Aspek Sistem Hukum”.

Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian Deskriptif Analitis yaitu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan serta menganalisa permasalahan dalam pendaftaran jaminan fidusia, yang dihubungkan dengan peraturan perundang-undangan. Metode pendekatan dlakukan dengan pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan terhadap permasalahan yang dilakukan dengan mengkaji berbagai aspek hukum dari segi peraturan yang berlaku mengenai hukum jaminan, jaminan fidusia dan pendaftaran jaminan fidusia, sehingga dapat mengimplementasikan dalam praktik dilapangan mengenai pendaftaran jaminan fidusia.

Upaya-upaya mengatasi hambatan pendaftaran fidusia yang berasal dari kreditur, kantor pendaftaran fidusia dan pihak lainnya dapat dilakukan dengan cara merevisi UUJF, melakukan perubahan sturuktural dalam proses pendaftaran, melakukan penyuluhan hukum untuk membangun kesadaran pentingnya pendaftaran jaminan fidusia. Dengan demikian diharapkan seluruh pihak yang berkepentingan didalam jaminan fidusia tidak lagi mengalami hambatan dalan proses pendaftaran jaminan fidusia.


(7)

ABSTRACT

In Fiduciary Guarantee Act and Government Regulation No. 86/2000, it is found the procedure of fiduciary guarantee registration and the cost of making fiduciary guarantee certificate. The registration of fiduciary can not be separated from fiduciary guarantee because it will give law protection to creditors and others parties having interest ini it. Up to now, there are many fiduciary guarantee which have not been registrated yet since there are many things becoming barriers in the process of fiduciary guarantee registration. In order to find out the barriers in fiduciary guarantee registration and to find out the way how overcome the barriers, the writers of this thesis wants to conduct a study on Fiduciary Guarantee Registration ; Its Barriers Seen From Law System Aspects.

This study uses analytical descriptive method, that is to describe, to study, to explain and to analyze the problems in fiduciary guarantee registration related to the regulation. The approach method used in this study is normative juridical approach that is by studying various law aspects from the valid rules of the regulations on guarantee, fiduciary guarantee and fiduciary guarantee registration that caan be implemented in practise in the field about fiduciary guarantee registration.

The efforts in overcoming the barriers of fiduciary guarantee coming from creditor, fiduciary registration office and other parties can be done by revising Fiduciary Guarantee Act, to do structural changes in registration process, to conduct law extention to build the awareness of the importance of fiduciary guarantee registration. By doing so, it is expected all parties which have interest in fiduciary guarantee will not face the barriers in the process of fiduciary guarantee registration anymore.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian Tesis ini dengan judul ”PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA :

HAMBATANNYA DILIHAT DARI ASPEK SISTEM HUKUM”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam menyelesaikan Program Studi Magister Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Dalam penyusunan tesis ini telah banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Terima kasih yang mendalam dan tulus saya ucapkan secara khusus kepada yang terhormat dan amat terpelajar Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing serta Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN dan Ibu Hj. Chairani Bustami, SH, SpN, MKn masing-masing selaku anggota Komisi Pembimbing, yang telah memberikan pengarahan, nasehat serta bimbingan kepada saya, dalam penulisan proposal penelitian tesis ini.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih secara khusus kepada Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, MHum dan Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum selaku dosen yang selama ini telah membimbing dan membina penulis dan pada kesempatan ini dipercayakan menjadi dosen penguji sekaligus sebagai panitia penguji tesis.


(9)

Selanjutnya ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada :

1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM & H, Sp.A (K), selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, selaku Direktur Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, dan Ibu Dr. T. Keizerina

Devi Azwar, SH, CN, M.Hum selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak-bapak dan Ibu-ibu Guru Besar dan Staf Pengajar diantaranya Bapak

Prof. Dr M. Solly Lubis, SH, Prof. Dr.Budiman Ginting, SH, MHum, Notaris Syahril Sofyan, SH, MKn, Notaris Syafnil Gani, SH, MKn, Dr.Pendastaren Tarigan, SH, MS, dan lain lain serta para karyawan pada Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara diantaranya Ibu Fatimah, SH, Mbak Sari, Mbak Lisa, Mbak Afni, Mas Adi, Mas Rizal dan lain-lain yang telah banyak membantu dalam penulisan ini dari awal hingga selesai.

5. Secara khusus, penulis menghaturkan sembah dan sujud dan ucapan terima

kasih yang tak terhingga, kepada yang tercinta Ayahanda Prof. Dr. H. Syafruddin Kalo, SH. MHum dan Ibunda Hj. Nurlela yang telah bersusah payah melahirkan, membesarkan dengan penuh pengorbanan, kesabaran, ketulusan dan kasih sayang, serta memberikan doa restu, sehingga penulis dapat melanjutkan dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Magister


(10)

Kenotariatan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan Adik-adikku Gita Amalia, SS dan M. Din’al Fajar juga turut mendukung saya atas penulisan Tesis ini. Saya berharap agar adik-adik juga dapat melanjutkan pendidikan sampai ke jenjang S-2.

6. Secara khusus penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya

kepada Om Alexander Ketaren, SH yang telah banyak memberi dukungan baik moril maupun meteril.

7. Thanks to: Marianne Magda Ketaren, SH, MKn, Mirvan SH, Evasari Hutajulu,

SH, MKn, Nyak Raja ”Gordon”, SH, MKn, Amelia, SH, MKn, Hasnah, SH. MKn, Winston, SH, MKn, Pachrullaili, SH, MKn, serta teman-teman tercinta yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara di Program Magister Kenotariatan yang selalu memberikan semangat, memberikan dorongan, bantuan pikiran serta mengingatkan dikala lupa kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis ini dalam rangka untuk menyelesaikan studi.

8. Tidak lupa juga buat teman-teman spesial saya : Febby Andina, Budi Asiah

Harahap, Anggie dan Ivan yang juga memberikan semangat serta dorongan bagi saya dalam menyelesaikan Tesis ini.

Penulis berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis, mendapat rahmat dari Allah SWT, agar selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan dan rejeki yang melimpah kepada kita semua.


(11)

Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, terutama kepada penulis dan kalangan yang mengembangkan ilmu hukum, khususnya dalam bidang ilmu Kenotariatan.

Medan, 07 Desember 2008 Penulis,


(12)

RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

Nama : Eko Yudhistira, S.H.

Tempat Tanggal Lahir : Medan, 07 Desember 1982

II. ORANG TUA

Nama Ayah : Prof. Dr. H. Syafruddin Kalo, S.H. M.Hum

Nama Ibu : Hj. Nurlela

III. PEKERJAAN

Advocad

IV. PENDIDIKAN

1. SD : SD Swasta Harapan 2 Medan

2. SMP : SMP Swasta Harapan 1 Medan

3. SMA : SMU Negeri I Medan

4. S – 1 : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan

5. Pendidikan Khusus Profesi Advocad Ikadin Medan Sumatera Utara 6. S-2 : SPs USU Program Magister Kenotariatan (M.Kn)


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP... ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 13

E. Keaslian Penelitian ... 13

F. Kerangka Teori dan Konsepsional ... 17

1. Kerangka Teori ... 17

2. Konsepsional ... 33

G. Metode Penelitian ... 37

1. Sifat Penelitian ... 37

2. Jenis Penelitian ... 37

3. Bahan Penelitian ... 38

4. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 39


(14)

BAB II : HAMBATAN-HAMBATAN YANG TERJADI DALAM

PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA ... 41

A. Momentum Yuridis Lahirnya Jaminan Fidusia ... 41

B. Jaminan Fidusia Adalah Perjanjian Jaminan Secara Tertulis ... 44

C. Asas-asas Hukum Jaminan Fidusia ... 47

D. Fungsi dan Peranan Kantor Pendaftaran Fidusia ... 54

E. Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia ... 67

F. Hambatan-hambatan Dalam Pendaftaran Jaminan Fidusia ... 70

1. Hambatan Substantif ... 70

2. Hambatan Struktural ... 75

3. Hambatan Budaya ... 82

BAB III : UPAYA MENGATASI HAMBATAN PENDAFTARAN FIDUSIA ... 86

A. Upaya Mengatasi Hambatan Substantif ... 86

B. Upaya Mengatasi Hambatan Stuktural ... 91

C. Upaya Mengatasi Hambatan Kultural ... 94

BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN ... 99

A. Kesimpulan ... 99

B. Saran ... 100

DAFTAR PUSTAKA ... 101 LAMPIRAN


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Surat Keterangan Penelitian Dari Kantor Pendaftaran

Jaminan Fidusia, Departemen Hukum dan Hak Asasi

Manusia Republik Indonesia Provinsi Sumatera Utara .. 105

2 Akta Jaminan Fidusia ... 106

3 Surat Pengantar Pendaftaran Fidusia dari Notaris ... 118

4 Surat Kuasa Pendaftaran Fidusia dari Notaris ... 119

5 Surat Kuasa Pendaftaran Fidusia dari Bank kepada

Notaris ... 120


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan nasional adalah rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara sebagaimana disebut di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Salah satunya ialah pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan yang berkesinambungan, para pelaku pembangunan baik pemerintah maupun masyarakat, baik perseorangan maupun badan hukum, memerlukan dana yang besar. Seiring dengan meningkatnya kegiatan pembangunan, meningkat pula kebutuhan terhadap pendanaan, yang sebagian besar dana yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan

diperoleh melalui kegiatan pinjam-meminjam.1

1

Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.


(18)

Perolehan pendanaan tersebut salah satunya adalah melalui jasa Perbankan, yaitu melalui kredit yang diberikan oleh pihak Bank atau melalui jasa lembaga pembiayaan lainnya. Sarana kredit dalam pembangunan adalah mutlak, karena kredit

merupakan urat nadi dalam kehidupan para pengusaha.2 Pemberian kredit selama ini

menggunakan lembaga jaminan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jaminan secara garis besar ada 2 macam, yakni jaminan perorangan dan jaminan kebendaan. Pada saat ini jaminan yang sering digunakan di dalam praktek adalah Jaminan Fidusia, oleh karena Lembaga Jaminan Fidusia adalah jaminan atas benda bergerak yang banyak diminati oleh masyarakat bisnis.

Lembaga Jaminan Fidusia itu sendiri sesungguhnya sudah sangat tua dan dikenal serta digunakan dalam masyarakat Romawi. Dalam hukum Romawi, lembaga jaminan ini dikenal dengan nama Fiducia Cum Creditore Contracta (janji kepercayaan yang dibuat dengan kreditur). Isi janji yang dibuat oleh debitur dengan krediturnya adalah bahwa debitur akan mengalihkan kepemilikan atas suatu benda sebagai jaminan untuk utangnya dengan kesepakatan bahwa debitur tetap akan menguasai secara fisik benda tersebut dan bahwa kreditur akan mengalihkan kembali kepemilikan tersebut kepada debitur bilamana utangnya sudah dibayar lunas. Dengan demikian berbeda dari Pand (Gadai) yang mengharuskan penyerahan secara fisik benda yang digadaikan, dalam hal Fiducia Cum Creditore pemberi fidusia tetap menguasai benda yang

2

Djuhaenah Hasan, ”Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain Yang

Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horizontal, (Suatu Konsep Dalam Menyongsong Lahirnya Lembaga Hak Tanggungan)”, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 6.


(19)

menjadi objek fidusia. Dengan tetap menguasai benda tersebut, pemberi fidusia dapat

menggunakan benda dimaksud dalam menjalankan usahanya.3

Di samping Lembaga Jaminan Fidusia yang dimaksud, hukum Romawi juga mengenal suatu Lembaga Titipan yang dikenal dengan nama Fiducia cum amico

contracta (Janji kepercayaan yang dibuat dengan teman). Lembaga Fidusia ini sering

digunakan dalam hal seorang pemilik benda harus mengadakan perjalanan keluar kota dan sehubungan dengan itu menitipkan kepada temannya kepemilikan benda dimaksud dengan janji bahwa teman tersebut akan mengembalikan kepemilikan benda tersebut bilamana si pemilik benda sudah kembali dari perjalanannya. Pada dasarnya lembaga

Fiducia cum amino sama dengan lembaga Trust, sebagaimana itu dikenal dalam sistem

hukum Anglo-Amerika (Common Law).4

Trust adalah hubungan kepercayaan (fiduciary) yang di dalamnya satu orang adalah sebagai pemegang hak atas harta kekayaan berdasarkan hukum (Legal Title) tunduk pada kewajiban berdasarkan equity untuk memelihara atau mempergunakan

milik itu untuk kepentingan orang lain.5

Jaminan Fidusia muncul di Negeri Belanda pada pertengahan hingga akhir abad ke-19 ketika terjadi krisis dalam bidang pertanian di negara-negara Eropa, karena untuk usaha pertanian memberikan gadai dan hipotik sekaligus dapat memberhentikan usahanya karena tidak dapat mengolah tanah pertaniannya dengan tidak adanya alat

3

Fred B.G Tumbuan, ”Mencermati Pokok-Pokok Undang-Undang Fidusia”, Jakarta: Media

Notariat, Nomor VII, 2000, hal 18. 4

Ratnawati W. Prasodjo, dalam Arie Sukanti Hutagalung, ”Transaksi Berjamin (Secured

Transaction) Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia”, (Jakarta: tanpa penerbit, 2006), hal. 720-721.

5

Tan Kamelo, ”Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan”, (Bandung:


(20)

pertanian. Dengan keadaan yang demikian memang sulit pemecahannya, kreditur menghendaki jaminan yang pasti sedang debitur selain menghendaki kredit juga ingin meneruskan usahanya. Mereka tidak dapat mengadakan gadai tanpa penguasaan untuk mengatasi keadaan ini, karena bentuk gadai yang demikian ini dilarang. Akhirnya praktek menggunakan konstruksi hukum yang ada yaitu jual beli dengan hak membeli kembali secara tidak benar. Akan tetapi karena bukan merupakan bentuk jaminan yang sebenarnya tentu mempunyai kekurangan antara debitur dan kreditur. Keadaan tersebut disebabkan tidak adanya bentuk jaminan yang memadai dan berakhir dengan keluarnya keputusan Hoge Raad 29 Januari1929 yang dikenal dengan Bier Brouwerij

Arrest.6

Di Indonesia, Jaminan Fidusia telah digunakan sejak zaman penjajahan Belanda sebagai suatu bentuk jaminan yang lahir berdasarkan Arrest hoggerechtshof 18 Agustus 1932 (BPM-Clynet Arrest). Lahirnya Arrest ini karena pengaruh dari konkordansi. Lahirnya Arrest ini dipengaruhi oleh kebutuhan-kebutuhan yang mendesak dari pengusaha-pengusaha kecil, pengecer, pedagang menengah dan

pedagang grosir yang memerlukan fasilitas kredit untuk usahanya.7

Seperti halnya di Belanda, keberadaan fidusia di Indonesia, diakui oleh yurisprudensi berdasarkan keputusan Hoogge-rechtshof (HGH) tanggal 18 Agustus 1932. Salah satu contoh kasusnya adalah bahwa Pedro Clignett meminjam uang dari Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM) dengan jaminan hak milik atas sebuah

6

Oey Hoey Tiong, ”Fidusia SebagaiJaminan Unsur-Unsur Perikatan”, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), hal. 39.

7

H. Salim HS, ”Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia”, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 60.


(21)

mobil secara kepercayaan. Clignett tetap menguasai mobil itu atas dasar perjanjian pinjam pakai yang akan berakhir jika Clignett lalai membayar utangnya dan mobil tersebut akan diambil oleh BPM. Ketika Clignett benar-benar tidak melunasi utangnya pada waktu yang ditentukan, BPM menuntut penyerahan mobil dari Clignett, namun ditolaknya dengan alasan bahwa perjanjian yang dibuat itu tidak sah. Menurut Clignett jaminan yang ada adalah gadai, tetapi karena barang gadai dibiarkan tetap berada dalam kekuasaan debitor maka gadai tersebut tidak sah sesuai dengan Pasal 1152 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam putusannya HGH menolak alasan Clignett karena menurut HGH jaminan yang dibuat antara BPM dan Clignett bukanlah gadai, melainkan penyerahan hak milik secara kepercayaan atau fidusia yang telah diakui oleh Hoge Raad dalam Bierbrouwerij Arrest. Clignett diwajibkan untuk menyerahkan jaminan itu kepada BPM.

Pada waktu itu, karena sudah terbiasa dengan hukum adat, penyerahan secara

constitutum possessorium sulit dibayangkan apalagi dimengerti dan dipahami oleh

orang Indonesia. Dalam prakteknya, dalam perjanjian Jaminan Fidusia diberi penjelasan bahwa barang itu diterima pihak penerima fidusia pada tempat barang-barang itu terletak dan pada saat itu juga kreditor menyerahkan barang-barang-barang-barang itu kepada pemberi fidusia yang atas kekuasaan penerima fidusia telah menerimanya dengan baik untuk dan atas nama penerima fidusia sebagai penyimpan.

Walaupun demikian, sebenarnya konsep constitutum possessorium ini bukan hanya monopoli hukum barat saja. Kalau kita teliti dan cermati, hukum adat di Indonesia pun mengenal konstruksi yang demikian. Misalnya tentang gadai tanah


(22)

menurut hukum adat. Penerima gadai biasanya bukan petani penggarap, dan untuk itu ia mengadakan perjanjian bagi hasil dengan petani penggarap (pemberi gadai). Dengan demikian, pemberi gadai tetap menguasai tanah yang digadaikan itu tetapi bukan sebagai pemilik melainkan sebagai penggarap.

Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus berkembang dan agar terciptanya suatu peraturan perundangan-undangan secara lengkap dan komprehensif yang tidak berdasarkan kepada yurisprudensi lagi, maka lahirlah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (selanjutnya disingkat dengan UUJF).

Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 (BN.No.5847 hal 1B-3B) tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada

penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.8

Dalam hal ini dapat diuraikan antara lain:

a. Dalam Jaminan Fidusia terjadi pengalihan hak kepemilikan, dimana pengalihan

hak kepemilikan atas benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dilakukan dengan cara “Constitutum Possessorium (Verklaring van Houderscahp)”, dengan pengertian pengalihan hak kepemilikan atas suatu benda dengan melanjutkan penguasaan atas benda tersebut yang berakibat bahwa pemberi fidusia seterusnya akan menguasai benda dimaksud untuk kepentingan penerima fidusia.

8

Pasal 1angka 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.


(23)

Pengalihan hak kepemilikan tersebut berbeda dan pengalihan hak milik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 584 juncto Pasal 612 ayat (1) KUHPerdata. Dalam hal Jaminan Fidusia, pengalihan hak kepemilikan dimaksudkan semata-mata sebagai jaminan/agunan bagi pelunasan hutang, bukan untuk seterusnya dimiliki oleh penerima fidusia.

b. Sifat Jaminan Fidusia.

Dalam pengertian yang diberikan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia telah ditegaskan bahwa Jaminan Fidusia adalah agunan atas kebendaan atau jaminan kebendaan (Zaakelijke Zekerheid,

Security right in rem) yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada

penerima fidusia, yaitu hak yang didahulukan terhadap kreditor lainnya. Hak ini tidak hapus karena adanya kepailitan dan atau likuidasi pemberi fidusia (Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999)

Dalam Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 dinyatakan bahwa Jaminan Fidusia merupakan perjanjian asesoir dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi, maka perjanjian Jaminan Fidusia memiliki sifat:

1. Ketergantungan terhadap perjanjian pokok.

2. Keabsahannya semata-mata ditentukan oleh sah tidaknya perjanjian pokok.

3. Sebagai perjanjian bersyarat, yang hanya dapat dilaksanakan jika ketentuan

yang diisyaratkan dalam perjanjian pokok telah atau tidak dipenuhi.9

UUJF mengatur bahwa yang dapat dibebani dengan Jaminan Fidusia adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dialihkan, dalam hal ini dapat berupa benda berwujud maupun tidak berwujud yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar,yang bergerak maupun yang tidak bergerak dan yang tidak dapat dibebani oleh Hak

Tanggungan.10

Apabila kita memperhatikan pengertian benda yang dapat menjadi objek Jaminan Fidusia tersebut maka yang dimaksud benda adalah termasuk juga piutang (Receiables). Khusus mengenai hasil dari benda yang menjadi Jaminan Fidusia,

9

Arie Sukanti Hutagalung, Op.cit, hal. 784. 10


(24)

undang-undang mengatur bahwa Jaminan Fidusia meliputi hasil tersebut dan juga

klaim asuransi kecuali diperjanjikan lain.11

Uraian mengenai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia harus jelas dalam akta Jaminan fidusia baik identifikasi benda tersebut, maupun penjelasan surat bukti kepemilikannya dan bagi benda inventory yang selalu berubah-ubah dan atau tetap

harus dijelaskan jenis bendanya, merk bendanya dan kualitasnya.12

Perjanjian fidusia adalah bersifat asesoir, adanya perjanjian ini tergantung pada perjanjian pokok yang biasanya berupa perjanjian peminjaman uang pada Bank. Di dalam praktek Perbankan perjanjian fidusia ini sering diadakan sebagai tambahan jaminan pokok manakala jaminan pokok itu dianggap kurang bagi pemenuhan jaminan atas kredit yang dicairkan.

Adakalanya fidusia juga diadakan secara tersendiri dalam arti tidak sebagai tambahan jaminan pokok, yaitu sebagaimana sering dipakai oleh para pegawai kecil, pedagang kecil, pengecer, dan lain-lain sebagai jaminan kredit mereka yang

dimintakan pada Bank.13

Konsekwensi dari perjanjian Asesoir ini adalah bahwa jika perjanjian pokok tidak sah, atau karena sebab apapun hilang berlakunya atau dinyatakan tidak berlaku, maka secara hukum perjanjian fidusia sebagai perjanjian asesoir juga ikut menjadi

batal.14

11

Ratnawati W. Prasodjo, Op.cit, hal. 722. 12

Ibid, hal. 722. 13

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, ”Beberapa Masalah pelaksanaan lembaga Jaminan

Khususnya Fidusia di dalam Praktek dan Pelaksanaanya di Indonesia”, (Yogyakarta: Fakultas Hukum

Universitas Gadjah Mada,1997), hal. 21. 14

Munir Fuady, ”Jaminan Fidusia Cetakan Kedua Revisi”, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), hal. 19.


(25)

Konstruksi yuridis dari fidusia ini adalah penyerahan hak milik secara

kepercayaan atas benda milik debitur yang menjadi objek Jaminan Fidusia kepada kreditur, dengan penguasaan atas benda tersebut tetap ada pada debitur dengan ketentuan bahwa apabila debitur telah melunasi hutangnya tepat pada waktu yang telah diperjanjikan maka kreditur wajib mengembalikan hak milik atas benda tersebut kepada debitur.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, diatur mengenai tata cara pendaftaran jaminan fidusia. Pendaftaran ini adalah merupakan untuk pertama sekali dalam sejarah hukum di Indonesia karena sebelum adanya UUJF. Fidusia tidak sampai mengatur tentang prosedural dan proses pendaftaran, sehingga tidak ada kewajiban pendaftaran tersebut bagi jaminan fidusia.

Ketidakadaan kewajiban pendaftaran tersebut sangat dirasakan dalam praktek sebagai kekurangan dan kelemahan bagi pranata Hukum Fidusia. Sebab di samping menimbulkan ketidakpastian hukum, absennya kewajiban pendaftaran Jaminan Fidusia tersebut menyebabkan Jaminan Fidusia tidak memenuhi unsur publisitas, sehingga susah dikontrol.

Hal ini dapat menimbulkan hal-hal yang tidak sehat dalam praktek, seperti adanya fidusia dua kali tanpa sepengetahuan krediturnya, adanya pengalihan barang

fidusia tanpa sepengetahuan kreditur, dan lain-lain.15

Pendaftaran Jaminan Fidusia memberikan jaminan kepastian hukum kepada pihak yang berkepentingan dan pendaftaran Jaminan Fidusia memberikan hak yang

15


(26)

didahulukan (Preferen) kepada penerima fidusia terhadap kreditur lain. Di samping itu pendaftaran Jaminan Fidusia merupakan salah satu wujud dari asas publisitas. Dengan pendaftaran, diharapkan agar pihak debitur terutama yang nakal, tidak lagi dapat memfidusiakan sekali lagi atau bahkan menjual ataupun mengalihkan objek Jaminan Fidusia kepihak ketiga tanpa sepengetahuan kreditur.

Pendaftaran fidusia wajib didaftarkan di kantor pendaftaran fidusia, untuk pertama kali pendaftaran fidusia didirikan di Jakarta, kemudian secara bertahap, sesuai keperluan, didirikan di ibukota propinsi di seluruh wilayah Indonesia, dan dapat juga didirikan di setiap Daerah Tingkat II yang harus dapat disesuaikan dengan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.16

Sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 139 Tahun 2000 jo. Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.03.PR.07.10 Tahun 2001 jo. Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.07.10 Tahun 2002. Sejak tanggal 1 April 2001 Kantor Pendaftaran Fidusia Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum sudah tidak lagi melakukan Pendaftaran Sertifikat Jaminan Fidusia dan pendaftaran dilaksanakan di Kantor Pendaftaran Fidusia pada Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia di tempat kedudukan pemberi fidusia.

Pada saat ini pendaftaran fidusia didaftarkan oleh penerima Jaminan Fidusia ke kantor pendaftaran fidusia di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia yang letaknya di ibukota propinsi. Permohonan diajukan

16


(27)

kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia melalui Kantor Pendaftaran Fidusia di tempat kedudukan pemberi fidusia secara tertulis dalam bahasa Indonesia oleh penerima fidusia, kuasa atau wakilnya, dengan melampirkan pernyataan Pendaftaran Jaminan Fidusia dan mengisi formulir yang bentuk dan isinya ditetapkan dengan Lampiran I Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M-01.UM.01.06 Tahun 2000, yang isinya:

1. Identitas pihak pemberi dan penerima yang meliputi:

Nama lengkap;

Tempat tinggal/tempat kedudukan; Pekerjaan.

2. Tanggal dan nomor akta Jaminan Fidusia, nama dan tempat kedudukan Notaris

yang membuat akta jaminan fidusia

3. Perjanjian pokok yaitu mengenai macam perjanjian dan utang yang dijamin

dengan fidusia.

4. Uraian mengenai benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia (Lihat penjelasan

Pasal 6 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999).

5. Nilai penjamin

6. Nilai benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia

Setelah keluarnya UUJF dan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia, maka pendaftaran fidusia adalah merupakan suatu hal yang yang tidak dapat dipisahkan dari Jaminan Fidusia itu sendiri. Dengan pendaftaran, maka akan


(28)

memberikan suatu kepastian hukum bagi kreditur dan pihak lain yang berkepentingan. Akan tetapi di dalam kenyataannya dalam praktik, masih saja banyak kita jumpai Jaminan Fidusia itu tidak didaftarkan, disebabkan oleh berbagai macam alasan-alasan dan masih banyaknya permasalahan mengenai Pendaftaran Jaminan Fidusia itu sendiri. Permasalahan itu antara lain mengenai hambatan-hambatan yang dijumpai di dalam pendafaran jaminan fidusia dan bagaimana upaya untuk mengatasi hambatan di dalam pendaftaran jaminan fidusia. Maka berdasarkan latar belakang itu penulis tertarik untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai ”PENDAFTARAN JAMINAN

FIDUSIA : HAMBATANNYA DILIHAT DARI ASPEK SITEM HUKUM.”

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan suatu persoalan yang harus dicari penyelesaiannya, maka permasalahan yang akan dibahas dalam tinjauan yuridis pendaftaran fidusia dan permasalahannya adalah:

1. Hambatan-hambatan apa sajakah yang terjadi dalam Pendaftaran Jaminan

Fidusia?

2. Bagaimanakah upaya untuk mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi dalam

Pendaftaran Jaminan Fidusia?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan tesis ini adalah untuk mendapatkan jawaban dari rumusan masalah yang diajukan. Adapun yang menjadi tujuan yang ingin dicapai dari penulisan ini adalah :


(29)

1. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang ditemui dalam Pendaftaran Jaminan Fidusia.

2. Untuk mengetahui upaya-upaya untuk mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi

dalam Pendaftaran Jaminan Fidusia.

D. Manfaaat Penelitian

Penelitan ini diharapkan dapat memberikan sumbang saran, manfaat, dan kontribusi di bidang ilmu hukum baik teoritis maupun praktis sebagai berikut:

1. Secara teoritis.

Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangsih pemikiran bagi perkembangan hukum khususnya mengenai Lembaga Jaminan di Indonesia, terutama Lembaga Jaminan Fidusia khususnya mengenai Pendaftaran Jaminan Fidusia.

2. Secara Praktis.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para praktisi, maupun bagi pihak yang terkait mengenai Pendaftaran Jaminan Fidusia.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara menunjukkan bahwa penelitian dengan judul Pendaftaran Jaminan Fidusia ; Hambatannya Dilihat Dari Aspek Sistem Hukum belum ada yang membahasnya, sehingga tesis ini dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan keasliannya.


(30)

Namun ada beberapa penelitian yang berkaitan dengan jaminan fidusia yang pernah dilakukan oleh alumni mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara yakni:

1. Nama : Amelia Kosasih

NIM : 017011072

Program Studi : Magister Kenotariatan

Judul tesis : Perlindungan Hak Kreditur Dengan Jaminan Fidusia,

Berdasarkan UU No.42/1999 tentang Jaminan Fidusia Permasalahan yang dikemukakan:

a. Bagaimana akibat hukumnya apabila akte Jaminan Fidusia tidak didaftarkan

ke kantor pendaftaran fidusia sebagai kewajiban kreditur?

b. Kendala-kendala apa saja yang dijumpai dalam pelaksanaan eksekusi

Jaminan Fidusia?

c. Bagaimana perlindungan hak kreditur dengan Jaminan Fidusia berdasarkan

UUJF?

2. Nama : Emi Rahmiwita Nst

Nim : 027005007

Program studi : Magister ilmu hukum

Judul tesis : Eksekusi Barang Jaminan Fidusia Yang Lahir Dari

Perjanjian Kredit Bank (Studi Pada Bank Pemerintah di Kota Medan)


(31)

Permasalahan yang dikemukakan:

a. Bagaimana upaya-upaya yang dilakukan oleh Bank dalam mengatasi kredit

macet jaminan hutang fidusia sebelum dilakukan eksekusi?

b. Bagaimanakah eksekusi terhadap barang jaminan barang yang diikat dengan

jaminan fidusia?

c. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap pembeli barang hasil lelang

eksekusi?

3. Nama : Isnaini

Nim : 037005017

Program studi : Magister ilmu hukum

Judul tesis : Tinjauan Terhadap Lembaga Jaminan Fidusia Dalam

Pengembangan Usaha Kecil Menengah. Permasalahan yang dikemukakan:

a. Bagaimana proses pemberian kredit melalui jaminan fidusia dalam

pengembangan usaha kecil?

b. Bagaimana manfaat lembaga jaminan fidusia bagi pengusaha kecil dalam

mendapatkan kredit bagi kemajuan usahanya?

c. Bagaimana cara penyelesaian hukum atas objek jaminan fidusia yang tidak

merugikan debitur fidusia?

4. Nama : Juraini Sulaiman

Nim : 047005035


(32)

Judul tesis : Analisis Yuridis Fungsi dan Peran Kantor Pendaftaran Fidusia Ditinjau Dari UU No.42/1999 tentang Jaminan Fidusia (Suatu Penelitian di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Sumatera Utara)

Permasalahan yang dikemukakan:

a. Bagaimana fungsi dan peranan kantor pendaftaran fidusia ditinjau dari UU

No.42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia?

b. Bagaimana prosedur yang ditempuh pihak kantor pendaftaran fidusia dalam

memberikan kepastian hukum kepada para pihak?

Penelitian ini apabila dipertentangkan dengan penelitan yang terdahulu, maka baik, judul dan permasalahan maupun substansi pembahasannya sangat berbeda. Ada beberapa penelitian yang sepintas permasalahannya hampir sama, seperti yang diteliti oleh sdri Amelia Kosasih dan Juraini Sulaiman. Akan tetapi kalau kita lihat kembali secara cermat permasalahannya sangatlah berbeda. Sdri Amelia Kosasih membahas mengenai perlindungan kreditur pemegang Jaminan Fidusia dan hambatan yang dijumpai dalam pelaksanaan eksekusi Jaminan Fidusia. Sdri Juraini Sulaiman memfokuskan penelitian tentang fungsi dan peranan daripada Kantor Pendaftaran Fidusia. Sedangkan pada penelitian ini lebih difokuskan kepada permasalahan pendaftaran fidusia.Oleh karena itu, penelitian ini memiliki pembahasan yang asli dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara akademis.


(33)

F. Kerangka Teori dan Konsepsional

1. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis. Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis,

sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui.17

Teori berguna untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. Menurut Soerjono Soekanto, bahwa “kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi,

aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.18

Snelbecker mendefenisikan teori sebagai perangkat proposisi yang terintegrasi secara sintaksis (yaitu yang mengikuti aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara logis satu dengan lainnya dengan tata dasar yang dapat diamati) dan berfungsi sebagai

wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati.19

Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati, dan dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, maka kerangka teori diarahkan secara khas ilmu hukum. Maksudnya penelitian ini berusaha untuk memahami

17

M. Solly Lubis, ”Filsafat Ilmu dan Penelitian”, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hal. 80. 18

Soerjono Soekanto, ”Pengantar Penelitian Hukun”, (Jakarta: UI Press, 1986), hal. 6. 19

Snelbecker dalam Lexy J Moleong, ”Metodologi Penelitian Kualitatif”, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993), hal. 34-35.


(34)

mengenai Jaminan Fidusia dan Pendaftaran Jaminan Fidusia, dan mengenai permasalahan dari pendafataran itu sendiri.

Teori dalam penulisan tesis ini menggunakan teori sistem yang di dalamnya terdapat asas-asas hukum yang terpadu yang membentuk tertib hukum terhadap hukum jaminan. Asas-asas hukum itu terdapat dalam hukum benda dan hukum perjanjian. Salah satu asas hukum dalam hukum jaminan kebendaan adalah asas publisitas yang artinya bahwa semua hak yang dijadikan sebagai jaminan harus didaftarkan, yang maksudnya agar pihak ketiga dapat mengetahui bahwa benda yang dijadikan jaminan tersebut sedang dilakukan pembebanan jaminan. Sedangkan dalam hukum jaminan adalah asas konsensualisme, asas kebebasan berkontrak, kepastian hukum dan asas kekuatan mengikat. Asas hukum ini menjadi fundamen dan akar hukum jaminan.

Mengenai Pendaftaran Jaminan Fidusia dalam penulisan tesis ini juga

menggunakan kerangka teori sebagai pisau analitis yakni asas publisitas dan kepastian hukum. Radburch menyatakan tentang kepastian hukum guna mewujudkan Legal

order sebagai berikut:

“The existence of a legal orders is more important than it’s justice and

expediency, which constitute the second great task of the law, while the first, equally approved by all, is legal certainly, that is order or peace”.20

(eksistensi suatu legal order adalah lebih penting dari pada keadilan dan kelayakan itu sendiri, yang menetapkan tugas besar kedua dari hukum, sementara yang pertama sama-sama diakui oleh seluruhnya adalah kepastian hukum, yakni ketertiban dan ketentraman).

20

Lihat Radbruch, “Legal Philosophy” dalam Wilk Kurt, ”The legal Philosophies of lask”, (Radbruch and Dabin, USA: Harvard University Press, 1950), dikutip dalam Endang Purwaningsih, ”Perkembangan Hukum Intellectua Property Rights Kajian Hukum Terhadap Hak Atas Kekayaan


(35)

Selanjutnya Radbruch menyatakan bahwa:

“Legal certainty not only requires the validity of legal rules laid down by

power, it also makes demand on their contents, it demands that the law be capable of being administered with certainy, that it be practicable”.21

(kepastian hukum tidak hanya mensyaratkan keabsahan peraturan hukum yang dibuat melalui kekuasaan, melainkan juga menuntut pada seluruh isinya, dapat diadministrasikan dengan pasti sehingga dapat dilaksanakan)

Menurut Award, sistem diartikan sebagai hubungan yang berlangsung di antara satuan-satuan atau komponen secara teratur (an organized,functioning

relationship among units or components)22 selanjutnya menurut Mariam Darus suatu sistem adalah kumpulan asas-asas yang terpadu, yang merupakan landasan, di atas

mana dibangun tertib hukum.23

Sebagaimana perjanjian hutang lainnya, seperti perjanjian gadai, hipotik, hak tanggungan, maka perjanjian fidusia juga merupakan suatu perjanjian assesoir (perjanjian buntutan). Maksudnya adalah perjanjian assesoir itu tidak mungkin berdiri sendiri, tetapi mengikuti/membuntuti perjanjian lainnya yang merupakan perjanjian pokok. Dalam hal ini, yang merupakan perjanjian pokok adalah perjanjian hutang

piutang.24

Menurut Pasal 1313 KUHPerdata “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau lebih”.

21

Ibid, hal. 206. 22

Award,Elis M, dalam Ok. Saidin, ”Aspek Hukum Haki”, (Jakarta: Raja Grafindo Perkasa, 2004), hal. 19.

23

Mariam Darus Badrulzaman, ”Mencari Sistem Hukum Benda Nasional”, (Bandung: Alumni, 1983), hal. 15.

24


(36)

Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada seseorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan

suatu hal.25

Dilihat dari pendekatan sistem, menurut Mariam Darus Badrulzaman kerangka dasar hukum perjanjian adalah merupakan sub-sistem dari hukum perdata dan menjadi

ampuh dan bulat didukung oleh sejumlah asas.26 Asas-asas yang terdapat dalam

hukum perjanjian adalah sebagai berikut:

1. Asas kebebasan mengadakan perjanjian, (Pasal 1320 dan 1338 KUHPerdata).

Asas kebebasan berkontrak ini dibatasi oleh Pasal 1337 KUHPerdata yang menyatakan bahwa ”suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum.

2. Asas konsensualisme, (Pasal 1320 KUHPerdata). Asas ini berkaitan dengan

adanya keinginan atau kemauan para pihak untuk saling mengikatkan diri dalam perjanjian yang dibuat.

3. Asas kebiasaan (Pasal 1339 jo Pasal 1347 KUHPerdata). Suatu perjanjian tidak

hanya mengikat untuk hal-hal yang diatur secara tegas dalam perjanjian tersebut, akan tetapi juga hal-hal yang dalam keadaan dan kebiasaan diikuti.

4. Asas kepercayaan (Pasal 1338 jo Pasal 1334 KUHPerdata). Tanpa adanya

kepercayaan, maka perjanjian itu tidak mungkin akan diadakan oleh para pihak. Dengan kepercayaan ini kedua pihak mengikatkan dirinya kepada perjanjian yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-undang.

25

R. Subekti, ”Hukum Perjanjian”, (Jakarta: Intermasa, 1976), hal. 1. 26


(37)

5. Asas kekuatan mengikat (Pasal 1338 jo Pasal 1339 KUHPerdata). Terikatnya para pihak dengan apa yang diperjanjikan dan juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki oleh kepatutan dan kebiasaan akan mengikat para pihak.

6. Asas persamaan hak (Pasal 1341 KUHPerdata). Asas ini menempatkan para

pihak kepada persamaan derajat, tidak ada perbedaan walaupun ada perbedaan kulit, bangsa, kepercayaan, kekuasaan, jabatan dan lain-lain.

7. Asas keseimbangan (Pasal 1338 jo Pasal 1244 KUHPerdata). Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur namun kreditur memikul beban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik, sehingga kedudukan kreditur dan debitur seimbang.

8. Asas kepentingan umum, asas ini menghendaki kedua pihak untuk memperhatikan kepentingan umum yang berhubungan dengan perjanjian yang dibuat. Jadi unsur kepentingan umum harus benar-benar diutamakan oleh kedua pihak.

9. Asas moral, asas ini terlihat dalam perikatan wajar, seperti didalam “Zaakwaarneming”, yaitu seseorang yang melakukan sesuatu perbuatan suka rela (moral), yang bersangkutan mempunyai kewajiban (hukum) untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya. Asas ini terdapat dalam Pasal 1339 KUHPerdata. Faktor-faktor yang memberi motivasi pada yang bersangkutan untuk melakukan perbuatan hukum adalah berdasarkan pada kesusilaan (moral) dan sebagai panggilan dari hati nuraninya.


(38)

10. Asas kepatutan (Pasal 1339 KUHPerdata). Asas kepatutan ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian. Asas kepatutan harus dipertahankan karena melalui asas ini ukuran tentang hubungan ditentukan juga oleh rasa keadilan

dalam masyrakat.27

Jaminan Fidusia adalah sub sistem hukum jaminan kebendaaan. Jaminan kebendaan tidak dapat terlepas dari hukum benda karena kaitannya sangat erat, terutama dalam jaminan kebendaan. Di dalam literatur jaminan selalu dikaitkan dengan hak kebendaan, karena di dalam KUHPerdata jaminan merupakan hak kebendaaan dan merupakan bagian dari hukum benda yang diatur dalam BUKU II KUHPerdata. Apabila melihat sistematika KUHPerdata, maka akan terlihat seolah-olah jaminan hanya merupakan jaminan kebendaan saja, karena pengaturan jaminan kebendaan tersebut terdapat dalam Buku II tentang benda, sedangkan perjanjian jaminan perorangan (Persoonlijke zekerheidsrechten,personal guaranty) seperti perjanjian penanggungan (Bortoght) di dalam KUHPerdata merupakan suatu jenis

perjanjian yang diatur dalam Buku III tentang perikatan.28

Dalam keanekaragaman bidang hukum yang mengatur mengenai hukum benda terdapat beberapa asas umum yang melandasinya. Asas umum dalam KUHPerdata

antara lain:29

27

Ibid, hal. 42-44. 28

Djuhendah Hasan, Op.cit, hal. 230. 29


(39)

1. Asas tertutup, dengan ini dimaksudkan bahwa tidak dapat dibuat hak kebendaan

baru selain yang telah disebut secara limitatif dalam undang-undang. Asas ini dimaksudkan agar ada kepastian hukum dalam hak kebendaan.

2. Asas absolute, bahwa hak kebendaan dapat dipertahankan terhadap siapapun,

setiap orang harus menghormati hak tersebut.

3. Asas dapat diserahkan, bahwa pemilikan benda mengandung wewenang untuk

menyerahkan bendanya.

4. Asas mengikuti (Droit de suite), bahwa hak kebendaan akan mengikuti bendanya

di tangan siapapun berada.

5. Asas publisitas, bahwa pendaftaran benda merupakan kepemilikan

6. Asas individual, bahwa objek hak kebendaan hanya terhadap benda yang dapat

ditentukan.

7. Asas totalitas, bahwa hak milik hanya dapat diletakkan terhadap benda secara

totalitas atau secara keseluruhan dan tidak dapat pada bagian-bagian benda. 8. Asas pelekatan (asesi), yaitu asas yang melekatkan benda pelengkap pada benda

pokoknya.

9. Asas besit merupakan title sempurna, asas ini berlaku bagi benda bergerak dan

terdapat dalam Pasal 1977 KUHPerdata. Asas ini hanya berlaku bagi benda bergerak tidak atas nama ataupun tidak terdaftar.

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, menyebutkan asas-asas umum itu sebagai

berikut:30

30


(40)

1. Asas pemaksa, berarti berlakunya ketentuan hukum benda merupakan hukum

pemaksa (Dwingend recht) jadi tidak dapat disampingi.

2. Asas dapat dipindahkan, kecuali hak pakai dan hak mendiami hak benda dapat

dipindahkan.

3. Asas individual, objek hak kebendaan selalu benda tertentu, artinya orang hanya

dapat menjadi milik dari barang berwujud yang merupakan kesatuan. 4. Asas totalitas, hak kebendaan selalu terletak pada keseluruhan objek.

5. Asas tidak dapat dipisahkan (Onsplitbaarheid), yang berhak tidak dapat

memindahtangankan sebagian wewenangnya termasuk hak kebendaan yang ada padanya.

6. Asas prioritas, semua hak kebendaan memberi wewenang yang sejenis dengan

wewenang-wewenang dari egeindom meskipun luasnya berbeda.

7. Asas percampuran, hak kebendaan yang terbatas hanya mungkin terhadap benda

milik orang lain, tidak dapat seseorang untuk kepentingannya memperoleh hak gadai atas barang miliknya sendiri.

8. Perlakuan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak adalah berlainan.

Aturan mengenai pemindahan, pembebanan, bezit dan verjaring.

9. Asas publisitas, mengenai benda tidak bergerak pembebanan dan penyerahannya

harus dengan pendaftaran di dalam register umum.

10. Sifat perjanjian zakelijk, yaitu perjanjian untuk mengadakan benda hak kebendaan. Pengertian hukum jaminan sendiri tidak dapat ditemukan dalam peraturan yang ada namun untuk menemukan rumusan hukum jaminan harus menelaahnya dari arti dan fungsi jaminan itu sendiri. Oleh karena tidak dapat menemukan rumusan tentang


(41)

arti hukum jaminan di dalam literatur, maka hukum jaminan kiranya dirumuskan sebagai berikut:

“Perangkat hukum yang mengatur tentang jaminan dari pihak debitur atau dari pihak ketiga bagi kepastian pelunasan piutang kreditur atau pelaksanaan suatu

prestasi”.31

Dalam rumusan ini tercakup pengertian jaminan kebendaan dan jaminan perorangan (jaminan pihak ketiga). Satrio juga memberikan rumusan tentang hukum jaminan yaitu:

“Peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan-jaminan piutang seorang

kreditur terhadap seorang debitur.”32

Jadi hukum jaminan mengatur tentang jaminan piutang seseorang. Mariam Darus juga mengemukakan pengertian jaminan adalah:

“Suatu tanggungan yang dibebankan oleh seorang debitur dan atau pihak ketiga

kepada kreditur untuk menjamin kewajibannya dalam suatu perikatan.”33

Lembaga jaminan ini diberikan untuk kepentingan kreditur guna menjamin dananya melalui suatu perikatan khusus yang bersifat assesoir dari perjanjian pokok (perjanjian kredit atau pembiayaan) oleh debitur dan kreditur.

Hukum jaminan dewasa ini masih bersifat dualistis, yaitu di samping masih berlaku ketentuan jaminan yang mengacu kepada KUHPerdata yang berlaku sebagai hukum positif, juga berlaku ketentuan hukum jaminan adat yang biasanya dijumpai di pedesaan. Politik Perbankan Indonesia mengacu pada ketentuan KUHPerdata dan tidak

31

Djuhaendah Hasan, Op.cit, hal. 231. 32

J Satrio, ”Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan”, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 3.

33

Mariam Darus Badrulzaman, “Beberapa Permasalahan Hukum Hak Jaminan”, Hukum Bisnis, volume 11. 2000.


(42)

pada hukum adat, karena ketentuan hukum adat kurang memadai dan tidak tegas.34 Dengan demikian dikenalnya lembaga perbankan dan pembiayaan, maka masyrakat adat semakin mengenal pula hukum jaminan yang mengacu kepada KUHPerdata.

Jaminan adalah sarana perlindungan bagi keamanan kreditur, yaitu kepastian akan pelunasan hutang debitur atau pelaksanaan suatu prestasi oleh debitur atau oleh

penjamin debitur.35 Jelas bahwa jaminan berfungsi untuk memberikan perlindungan

bagi kreditur yang meminjamkan uangnya, perlindungan yang dimaksud adalah adanya kepastian hukum dan rasa aman bagi kreditur bahwa uang yang dipinjamkannya akan dilunasi oleh debitur, apabila ternyata tidak dilunasi oleh debitur, maka kreditur dapat menjual barang jaminan tersebut sebagai upaya pelunasan hutang.

Undang-undang sebenarnya telah memberikan fungsi jaminan sebagai sarana perlindungan bagi kreditur. Perlindungan terdapat dalam Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata sebagai berikut:

Pasal 1131:

“Segala kebendaan si berhutang baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak,baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.”

Pasal 1132:

“Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi menurut

34

Djuhaendah Hasan, Op.cit, hal. 231. 35


(43)

keseimbangan, yaitu menurut besar kecil piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan.”

Ketentuan Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata merupakan jaminan secara umum, dikatakan demikian oleh karena di sini undang-undang memberikan perlindungan yang sama bagi semua kreditur dalam hak dan kedudukan yang sama. Di sini berlaku asas paritas creditorum, di mana pelunasan hutang kepada kreditur dilakukan secara proporsional sesuai dengan besar atau kecilnya piutang. Dikatakan jaminan secara umum juga oleh karena tidak ada perikatan secara khusus yang dibuat antara kreditur dan debitur untuk mengikat suatu benda sebagai jaminan. Tanggungan atas segala perikatan seseorang disebut jaminan secara umum sedangkan tanggungan

atas perikatan tertentu dari seseorang disebut sebagai jaminan secara khusus.36

Dalam Pasal 1 butir 1 UUJF telah disebutkan bahwa yang dimaksud dengan fidusia adalah “pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda”.

Sedangkan pengertian jaminan fidusia menurut UUJF Pasal 1 butir 2 adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan

36


(44)

Pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya.

Pada prinsipnya, sistem hukum jaminan terdiri dari jaminan kebendaan (Zakelijkezekerheids) dan jaminan perorangan (Persoonlijkezekerheids). Jaminan kebendaan termasuk jaminan fidusia mempunyai ciri-ciri kebendaan dalam arti memberikan hak mendahului di atas benda-benda tertentu dan mempunyai sifat melekat serta mengikuti benda-benda yang bersangkutan. Karakter kebendaan pada Jaminan Fidusia dapat dilihat dalam Pasal 1 ayat (2), Pasal 20, Pasal 27 UUJF. Dengan karakter kebendaan yang dimiliki Jaminan Fidusia, penerima fidusia merupakan kreditur yang preferen dan memiliki sifat zaaksgevolg. Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa Jaminan Fidusia memiliki identitas sebagai lembaga jaminan yang

kuat dan akan digemari oleh para pemakainya.37

Jaminan Fidusia juga menganut asas droit de suite, yaitu jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi objek Jaminan Fidusia. Menurut teori fidusia, pemberi fidusia menyerahkan secara kepercayaan hak miliknya sebagai jaminan hutang kepada penerima fidusia. Penyerahan hak milik atas benda Jaminan Fidusia tidaklah sempurna sebagaimana pengalihan hak milik dalam perjanjian jual beli. Yang ditonjolkan dalam penyerahan yuridis sudah terjadi.

Sebagai hak kebendaan, Jaminan Fidusia mempunyai hak didahulukan terhadap kreditur lain (Droit de Preference) untuk mengambil pelunasan piutangnya

37


(45)

atas hasil eksekusi benda jaminan. Hak tersebut tidak hapus walaupun terjadi kepailitan pada debitur. Pemegang fidusia merupakan kreditur separatis sebagaimana yang dicantumkan dalam Pasal 56 Undang-Undang Kepailitan. Pengakuan hak

separatis akan memberikan perlindungan hukum bagi kreditur pemegang fidusia.38

Ruang lingkup Jaminan Fidusia adalah jaminan terhadap benda apapun yang dapat dimiliki dan dialihkan kepemilikannya secara hukum baik bergerak maupun tidak bergerak, berwujud maupun tidak berwujud, terdaftar maupun tidak terdaftar

yang tidak termasuk dalam lingkup jaminan Hak Tanggungan atau Hipotik.39

Beberapa prinsip utama dalam Jaminan Fidusia yakni:

a. Pemegang fidusia berfungsi sebagai jaminan bukan sebagai pemilik sebenarnya;

b. Pemegang fidusia berhak untuk mengeksekusi barang jaminan jika ada

wanpestasi dari debitor;

c. Objek jaminan fidusia wajib dikembalikan kepada pemberi fidusia jika hutang

sudah dilunasi;

d. Jika hasil eksekusi barang fidusia melebihi jumlah hutang, maka sisanya harus

dikembalikan kepada pemberi fidusia.40

Pemberi fidusia dilakukan dengan Constitutum Possessorium yang artinya penyerahan kepemilikan benda tanpa menyerahkan fisik benda sama sekali.

Dengan demikian, dari apa yang telah disampaikan di atas, maka Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari perjanjian pokok yakni perjanjian piutang dan hal ini juga sebagaimana yang disebutkan di dalam Pasal 4 UUJF yaitu ”Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi”. Perjanjian yang dapat

38

Ibid, hal. 29. 39

Bernadette Waluyo, ”Jaminan Fidusia UU No.42/1999”, Pro Justitia, Th XVIII No.3, Juli 2000, hal. 87.

40


(46)

menimbulkan hutang-piutang dapat berupa perjanjian pinjam-meminjam maupun perjanjian lainnya.

Berkaitan dengan asas dari Jaminan Fidusia tersebut, bahwa objek Jaminan Fidusia mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya jika debitor cidera janji.

Obyek yang terdapat di dalam jaminan fidusia meliputi:

a. Benda dapat dimiliki dan dapat dialihkan;

b. Benda berwujud dan tidak berwujud;

c. Benda bergerak dan tidak bergerak (yang tidak dapat diikat dengan Hak

Tanggungan, Hipotik);

d. Benda yang sudah ada maupun benda yang akan ada;

e. Benda persediaan (inventory, stok barang dagangan).41

Berdasarkan Pasal 1131 KUHPerdata, maka semua benda milik debitur, bergerak atau tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. Sebenarnya ketentuan ini sudah merupakan suatu jaminan terhadap pembayaran hutang-hutang debitur, tanpa diperjanjikan dan tanpa menunjuk benda khusus dari si debitor.

Akan tetapi, pihak kreditor umumnya tidak puas dengan jaminan umum berdasarkan Pasal 1131 KUHPerdata tersebut, dengan alasan sebagai berikut:

1. Benda tidak khusus.

Dalam hal ini di dalam Pasal 1131 KUHPerdata tidak menunjuk terhadap suatu barang khusus tertentu, tetapi menunjuk terhadap semua barang milik debitor 2. Benda tidak diblokir.

Jika dibuat jaminan hutang khusus, maka dapat ditentukan bahwa benda tersebut tidak dapat dialihkan kecuali dengan izin pihak kreditor.

41


(47)

3. Jaminan tidak mengikuti benda.

Apabila benda obyek jaminan hutang dialihkan kepada pihak lain oleh debitor, maka hak kreditor tetap melekat pada benda tersebut, terlepas di tangan siapa pun benda tersebut berada.

4. Tidak ada kedudukan preferens dari kreditor.

Berbeda dengan jaminan umum yang didasarkan atas Pasal 1131 KUHPerdata, maka terhadap pemegang jaminan hutang yang khusus (yang bersifat kebendaan), oleh hukum diberikan hak preferens. Artinya, kreditornya diberikan kedudukan yang lebih tinggi (didahulukan) pembayaran hutangnya yang diambil

dari hasil penjualan benda jaminan hutang.42

Untuk memberikan kepastian hukum Pasal 11 UUJF mewajibkan benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia yang terletak di Indonesia. Pendaftaran itu memiliki arti yuridis sebagai suatu rangkaian yang tidak terpisah dari proses terjadinya perjanjian jaminan fidusia. Selain itu, Pendaftaran Jaminan Fidusia merupakan perwujudan dari asas publisitas dan kepastian

hukum.43

Melalui sistem pendaftaran ini diatur ciri-ciri yang sempurna dari Jaminan Fidusia, sehingga memperoleh sifat sebagai hak kebendaan (right in rem) yang menyandang asas droit de suite, yang berdasarkan ketentuan pada Pasal 20 UUJF.

42

Munir Fuady, “Pengantar Hukum Bisnis”, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005), hal. 138. 43


(48)

Hak kebendaan dari Jaminan Fidusia baru lahir sejak dilakukan pendaftaran pada Kantor Pendaftaran Fidusia dan sebagai buktinya adalah diterbitkannya Sertifikat Jaminan Fidusia.

Pendaftaran Jaminan Fidusia yang bisa didaftarkan adalah Jaminan Fidusia yang mana pembebanan benda yang dijadikan Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaril. Pendaftaran Jaminan Fidusia yang mana Jaminan Fidusianya tidak dibuat dengan akta notaril akan mengakibatkan Jaminan Fidusia itu tidak dapat didaftarkan.

Secara teoritis fungsi akta adalah untuk kesempurnaan perbuatan hukum

(formalitas causa) dan sebagai alat bukti. (probationis causa).44

Dengan demikian, Akta Jaminan Fidusia yang dibuat di bawah tangan akan mengakibatkan Jaminan Fidusia itu tidak bisa didaftarkan karena Akta Jaminan Fidusia di bawah tangan tidak mempunyai kekuatan pembuktian lahir karena tanda tangan pada akta dibawah tangan masih dapat dipungkiri. Akta di bawah tangan juga tidak mempunyai kekuatan hukum dan kepastian hukum.

Konsekwensi yuridis dari tidak didaftarkannya Jaminan Fidusia adalah

perjanjian jaminan fidusia bersifat perorangan (Persoonlijke karakter).45

Jaminan Fidusia bersifat perorangan maksudnya adalah jaminan itu tidak memiliki hak kebendaan, tidak memiliki hak mendahului atas benda-benda tertentu. Jaminan itu hanya menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat

dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap kekayaan debitur seumumnya.46

44

Sudikno Mertukusumo, “Hukun Acara Perdat”, (Yogjakarta: Liberty ,1982), hal. 121-122. 45

Tan Kamello, Op.cit, hal. 30. 46

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, ”Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok-Pokok Hukum


(49)

Pendaftaran dilakukan setelah Akta Jaminan Fidusia telah ditandatangani oleh para pihak pada Kantor Pendaftaran Fidusia di tempat kedudukan pihak pemberi fidusia. Terhadap objek Jaminan Fidusia yang berada di luar wilayah Indonesia pendaftaran tetap dilakukan di mana kedudukan pemberi fidusia.

2. Konsepsional

Konsepsi adalah salah satu bagian yang terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstraksi dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang

digeneralisasikan dari hal-hal khusus yang disebut defenisi operasional.47

Maka dalam penelitian ini disusun berberapa defenisi operasional dari konsep-konsep yang akan digunakan agar tidak terjadi perbedaan pengertian yakni:

Jaminan adalah suatu hak atas suatu benda debitur yang hak kepemilikannya dipegang oleh kreditur sebagai sarana perlindungan bagi keamanan kreditur,untuk kepastian akan pelunasan hutang debitur atau pelaksanaan suatu prestasi oleh debitur atau oleh penjamin debitur.

Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan atas suatu benda atas dasar kepercayaan yang mana hak kepemilikan dipegang oleh kreditur, sedangkan bendanya masih dikuasai oleh debitur.

Jaminan Fidusia adalah hak jaminan kebendaan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan .


(50)

Benda Jaminan Fidusia adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun yang tidak bergerak yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan atau Hipotik.

Benda terdaftar adalah benda yang didaftarkan kepada instansi tertentu yang memiliki tanda bukti kepemilikan bisa berupa sertifikat ataupun tanda bukti lain yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna.

Benda bergerak adalah benda yang karena sifatnya dapat dipindahkan atau karena ditentukan undang-undang

Benda tidak bergerak adalah benda yang karena sifatnya tidak dapat dipindahkan atau karena peruntukannya atau karena ditentukan undang-undang.

Benda bukan tanah adalah benda selain tanah baik yang sifatnya bergerak maupun tidak bergerak, berwujud maupun tidak berwujud, baik terdaftar maupun tidak terdaftar.

Hutang adalah kewajiban debitur yang harus dibayar kepada kreditur dalam bentuk mata uang rupiah atau mata uang lainnya sebagai pelunasan kredit akibat perjanjian kredit dengan Jaminan Fidusia.

Piutang adalah hak yang dimiliki oleh kreditur untuk menerima pembayaran atas pelunasan hutang debitur.

47

Samadi Suryabrata, ”Metodelogi Penelitian”, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,1998), hal. 3.


(51)

Pemberi Jaminan Fidusia adalah orang atau badan usaha baik yang berbadan hukum atau tidak yang memiliki benda yang akan dijadikan sebagai benda jaminan dalam Perjanjian Jaminan Fidusia.

Penerima Jaminan Fidusia adalah perorangan, Bank atau Lembaga Pembiayaan lainnya yang mempunyai piutang untuk sebagai pelunasan hutang pemberi fidusia kepada penerima fidusia yang mana pembayarannya dijamin dengan benda Jaminan Fidusia dan harta kekayaan lainnya dari pemberi Jaminan Fidusia.

Debitur adalah orang pribadi atau badan usaha yang memiliki hutang kepada Bank atau Lembaga Pembiayaan lainnya karena perjanjian atau undang-undang.

Kreditur adalah orang pribadi, pihak bank atau lembaga pembiayaan lainnya yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang.

Setiap orang adalah orang-perseorangan atau koorporasi.

Akta Jaminan Fidusia adalah akta Notaris yang berisikan pemberian Jaminan Fidusia kepada kreditur tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan piutangnya.

Jaminan kebendaan merupakan hak mutlak atas suatu benda tertentu yang dijadikan objek jaminan untuk suatu ketika dapat diuangkan bagi pelunasan atau pembayan hutang apabila debitur melakukan cidera janji.

Kreditur preferen adalah kreditur yang mempunyai hak yang didahulukan terhadap kreditur lainnya untuk mendapatkan pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang dijadikan objek Jaminan Fidusia.

Kreditur separatis adalah kreditur yang tidak mempunyai hak untuk didahulukan terhadap piutangnya.


(52)

Asas publisitas adalah asas bahwa semua hak, baik Hak Tanggungan, Hak Fidusia, dan Hipotik harus didaftarkan, hal ini bertujuan agar pihak ketiga dapat mengetahui bahwa benda yang yang dijaminkan sedang dilakukan pembebanan jaminan.

Asas droit de suite, yaitu Jaminan Fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi

objek Jaminan Fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi objek Jaminan Fidusia.

Pendaftaran Jaminan Fidusia adalah Pendaftaran Jaminan Fidusia yang dilakukan dikantor pendaftaran fidusia di tempat kedudukan pemberi fidusia.

Kantor Pendaftaran Fidusia merupakan bagian dalam lingkungan Departemen Kehakiman dan bukan merupakan institusi yang mandiri atau pelaksana teknis. Kantor Pendaftaran Fidusia untuk pertama kali didirikan di Jakarta dan secara bertahap, sesuai keperluan, didirikan di ibukota propinsi di seluruh wilayah Republik Indonesia. Pendirian Kantor Pendaftaran Fidusia di Daerah Tingkat II, dapat disesuaikan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

Sertifikat Jaminan Fidusia adalah Sertifikat Jaminan Fidusia yang mencantumkan irah-irah ”Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” mempunyai kekuatan eksekutorial yang kekuatannya sama dengan keputusan hakim.


(53)

G. Metode Penelitian

1. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis,48 maksudnya adalah penelitian ini

merupakan penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan serta menganalisa permasalahan dalam Pendaftaran Jaminan Fidusia, yang dihubungkan dengan peraturan perundang-undangan yang kemudian dilakukan analisis.

Penelitian ini merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari suatu hukum

tertentu dengan jalan menganalisanya.49

Analisis terhadap aspek hukum baik dari segi ketentuan peraturan-peraturan yang berlaku mengenai Hukum Perjanjian, Hukum Jaminan Kebendaan, Hukum Jaminan Fidusia dan Pendaftaran Fidusia, serta meneliti dan menelaah penerapan dan pelaksanaan peraturan-peraturan tersebut dalam hubungannya dengan fidusia dan pendaftaran fidusia.

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif,50 yaitu

pendekatan terhadap permasalahan, dilakukan dengan mengkaji berbagai aspek hukum dari segi peraturan-peraturan yang berlaku mengenai Hukum Jaminan, Jaminan Fidusia dan Pendaftaran Jaminan Fidusia, sehingga dapat mengimplementasikan dalam praktik di lapangan mengenai pendataran fidusia.

48

Bandingkan dengan Bambang Waluyo, yang menyatakan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk menuliskan tentang sesuatu hal didaerah tertentu dan pada saat tertentu. Bambang Waluyo, ”Penelitian Hukum Dalam Praktek”, (Jakarta: Sinar Grafika,1996), hal. 8.

49

Soerjono Soekanto, Loc.cit, hal. 43. 50


(54)

Mengambil istilah Ronald Dworkin, penelitian semacam ini juga disebut dengan penelitian doctrinal (doctrine research) yaitu penelitian yang menganalisis hukum, baik yang tertulis maupun tidak tertulis di dalam buku maupun hukum yang

diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan.51

3. Bahan Penelitian

Penelitian ini menggunakan bahan yang diperoleh dari hasil penelitian kepustakaan. Dari penelitian kepustakaan dikumpulkan data sekunder yang meliputi

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.52

Dalam penelitian normatif, data yang diperlukan adalah data sekunder. Data sekunder tersebut mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, sehingga meliputi surat-surat pribadi, buku-buku harian, sampai pada dokumen-dokumen resmi yang

dikeluarkan oleh pemerintah.53

Data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat yakni norma (dasar), peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan perjanjian, jaminan kebendaan, jaminan fidusia, dan tata cara pendaftaran fidusia.

51

Bismar Nasution, “Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum”, makalah disampaikan pada dialog interaktif tentang penelitian hukum dan hasil penulisan hukum pada majalah akreditasi, Medan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 18 Februari2003, hal.1.

52

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, ”Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat”, (Jakarta: Rajawali Press,1995), hal. 39.

53

Abdul Kadir Muhammad, “Hukum dan Penelitian Hukum”, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004), hal. 122.


(55)

2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer antara lain: tulisan atau pendapat para ahli hukum yang berkaitan dengan perjanjian, hukum jaminan, dan fidusia.

3. Bahan hukum tertier adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan tentang

bahan hukum primer dan sekunder.

4. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggungjawabkan hasilnya, maka data dalam penelitian ini diperoleh dengan alat pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan cara yaitu:

a. Studi kepustakaan (Library research).

Yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara pengumpulan data dengan melakukan penelaahan kepada bahan pustaka atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

b. Wawancara.

Pedoman wawancara dengan nara sumber yang hanya berperan sebagai informan. Wawancara dilakukan dengan berpedoman pada pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu sehingga diperoleh data yang diperlukan sebagai pendukung penelitian hukum normatif dalam penulisan tesis ini.


(56)

5. Analisis Data

Analisis data menurut Payton adalah ”sebuah proses mengatur urutan data,

mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan kesatuan uraian dasar”.54

Data sekunder yang telah diperoleh kemudian disistemasikan, diolah dan diteliti dan dianalisis dengan metode deskriptif melalui pendekatan kualitatif.

Menurut Lexy J Moleong, analsis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan

pola, menemukan apa yang dapat diceritakan pada orang lain.55 Sehingga dapat

menggambarkan secara menyeluruh dan sistematis tentang hasil dari penelitian ini. Dengan demikian kegiatan analisis ini diharapkan dapat menghasilkan kesimpulan sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian.

54

Patton, dalam Lexy J. Moleong, Op.cit, hal. 103. 55


(57)

BAB II

HAMBATAN-HAMBATAN YANG TERJADI DALAM

PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA

A. Momentum Yuridis Lahirnya Jaminan Fidusia

Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 (BN.No.5847 hal 1B-3B) tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan uang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada

penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.56

Jaminan Fidusia adalah merupakan Lembaga Jaminan yang bersifat hak kebendaan. Hal ini dapat kita lihat dari pengertian jaminan fidusia yang menyebutkan bahwa Jaminan Fidusia itu memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia.

Jaminan dapat dibedakan yakni jaminan kebendaan dan jaminan perseorangan. Hak kebendaan memberikan kekuasaan yang langsung terhadap bendanya. Sedangkan hak perorangan menimbulkan hubungan langsung antara perorangan yang satu dengan yang lain. Tujuan dari jaminan yang bersifat kebendaan bermaksud memberikan hak

verhaal (hak untuk meminta pemenuhan piutangnya) kepada kreditur, terhadap hasil

56

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.


(58)

penjualan benda-benda tertentu dari debitur untuk pemenuhan piutangnya. Jaminan yang bersifat perorangan memberikan hak verhaal kepada kreditur, terhadap benda keseluruhan dari debitur untuk memperoleh pemenuhan dari piutangnya. Ciri khas dari jaminan kebendaan ialah dapat dipertahankan (dimintakan pemenuhan) terhadap siapapun juga, yaitu terhadap mereka yang memperoleh hak baik berdasarkan atas hak yang umum maupun yang khusus, juga terhadap para kreditur dan pihak lawannya. Hak tersebut selalu mengikuti bendanya (droit de suite; zaaksgevolg), dalam arti bahwa yang mengikuti bendanya itu tidak hanya haknya tetapi juga kewenangan untuk

menjual bendanya dan hak eksekusi.57

Sifat jaminan kebendaan dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu perjanjian pokok dan perjanjian asesoir. Perjanjian pokok merupakan perjanjian untuk mendapatkan fasilitas kredit dari lembaga perbankan atau lembaga keuangan non bank. Contoh perjanjian pokok adalah perjanjian kredit bank. Perjanjian asesoir adalah perjanjian yang bersifat tambahan dan dikaitkan dengan perjanjian pokok. Fidusia merupakan contoh dari perjanjian yang bersifat asesoir. Fidusia adalah sifat jaminan yang mengikuti perjanjian pokok.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, diatur mengenai Pendaftaran Jaminan Fidusia. Pendaftaran ini adalah merupakan untuk pertama sekali dalam sejarah hukum di Indonesia, karena sebelum adanya Undang-Undang Jaminan Fidusia, fidusia tidak sampai mengatur tentang prosedural dan proses pendaftaran, sehingga tidak ada kewajiban pendaftaran.

57


(1)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. UUJF adalah merupakan Sistem hukum dalam Lembaga Jaminan. Sistem hukum memiliki unsur-unsur yakni substansi, struktur dan budaya. Ketentuan-ketentuan dan aturan-aturan mengenai Pendaftaran Jaminan Fidusia yang diatur di dalam UUJF masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan, yang mana kekurangan itu akan mengakibatkan timbulnya hambatan dalam pendaftaran.

2. Hambatan dalam pendaftaran fidusia antara lain adanya perbedaan penafsiran mengenai apa yang akan didaftarkan, apakah objek jaminannya yang didaftarkan atau Jaminan Fidusianya. Masih banyak penerima fidusia yang belum mendaftarkan jaminan fidusia dan masih ada akta jaminan fidusia yang tidak dibuat didalam akta notaril. Belum adanya ketentuan yang jelas mengatur kapan batas waktu pendaftaran jaminan fidusia, dan sanksi yang tegas jika tidak mendaftarkan jaminan fidusia. Dalam melakukan proses pendaftaran, Kantor Fidusia masih belum bisa melakukan proses pendaftaran dengan satu hari masa kerja seperti yang telah ditentukan undang-undang Adanya Notaris yang mengenakan biaya Akta Jaminan Fidusia yang tidak mengikuti ketentuan yang sudah ditetapkan oleh undang-undang serta adanya budaya hukum yang kurang kondusif yang diciptakan oleh petugas Kantor Pendaftaran Fidusia yakni dengan cara meminta biaya tambahan biaya pendaftaran jaminan fidusia yang secara


(2)

tidak terang-terangan , juga dalam kenyataanya Notaris ikut menciptakan budaya yang tidak sehat ini dengan cara memberikan sesuatu kepada petugas pendaftaran agar proses pendaftaran jaminan fidusia dapat selesai lebih cepat.

B. Saran

1. Upaya mengatasi hambatan dalam pendaftaran yakni pembuat undang-undang harus segera merevisi UUJF dengan mengatur secara tegas batas waktu pendaftaran jaminan fidusia dan saksi yang tegas jika tidak mendaftarkan jaminan fidusia.. Pemerintah harus melakukan perubahan-perubahan struktur-struktur yang terkait di dalam pendaftaran yakni dengan cara meningkatkan sarana dan fasilitas kantor pelayanan fidusia sehingga memudahkan petugas pendaftaran untuk melakukan pendaftaran fidusia dan pembukaan kantor cabang pendaftaran fidusia disetiap kotamadya/kabupaten atau membuat kemudahan dalam Pendaftaran Jaminan Fidusia dengan sistem on-line, agar memudahkan penerima fidusia untuk mendaftarkan Jaminan Fidusia.

2. Melakukan upaya penyuluhan hukum, membangun kesadaran hukum, melakukan komunikasi hukum dengan cara memberikan informasi ataupun berita-berita mengenai pentingnya Pendaftaran Fidusia dan akibat hukumnya dan membangun serta merubah tata perilaku aparat yang terkait di dalam Pendaftaran Jaminan Fidusia agar menjadi lebih baik.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku

Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004.

Adam Podgorecki, Christoper J. Whelan, Pendekatan Sosiologis Terhadap Hukum, Jakarta: Bina Aksara, 1987.

Algra & K. Van Duyvendijk, Rechtsaanvaang (Enkele hoofdstukken over recht en

rechtswetenschaap voor het onderwijs in de inleiding tot de rechtswetwnschaap), Alphen aan de rijn: Tjeenk Willink, 1981.

Arie Sukanti Hutagalung, Transaksi Berjamin (Secured Transaction) Hak Tanggungan

dan Jaminan Fidusia, Jakarta: tanpa penerbit, 2006.

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo,1997. Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta: Sinar Grafika,1996. Djuhaenah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain Yang

Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horizontal,

(Suatu Konsep Dalam Menyongsong Lahirnya Lembaga Hak Tanggungan), Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996.

Endang Purwaningsih, Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights Kajian

Hukum Terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual dan Kajian Komperatif Hukum Paten, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005.

H. Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.

J Satrio, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996.

Jurani Sulaiman, Analisis Yuridis Fungsi dan Peran Kantor Pendaftaran Fidusia

Ditinjau Dari UU No.42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia (Suatu Penelitian Di Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara), Tesis, Medan: Magister Ilmu Hukum,Universitas Sumatera Utara,


(4)

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cetakan ke-4, Jakarta: Balai Pustaka, 1990.

Lawrence M Friedman, American Law An Introduction Second Edition, (Hukum

Amerika Sebuah Pengantar), Penerjemah Wishnu Bakti, Jakarta:

Tatanusa,2001.

Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993.

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung: Mandar Maju, 1994.

Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Bandung: Alumni, 1983.

, Aneka Hukum Bisnis, Bandung: Alumni, 1994.

Mariam Darus Badrulzaman, dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001.

Munir Fuady, Jaminan Fidusia Cetakan Kedua Revisi, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003.

Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005.

Oey Hoey Tiong, Fidusia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985.

Ok. Saidin, Aspek Hukum Haki, Jakarta: Raja Grafindo Perkasa, 2004. R. Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 1976.

Samadi Suryabrata, Metodelogi Penelitian, Jakarta: Raja Grafindo Persada,1998. Samidjo, Ilmu Negara, Bandung: Armico, 2002.

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung: Alumni, 1986.

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat, Jakarta: Rajawali Press,1995.

Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum Paradigma, Metode dan Dinamika Masalah, Jakarta: Elsam dan Huma, 2002.


(5)

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok-Pokok Hukum

Jaminan dan Jaminan Perorangan, Jakarta: BPHN Departemen Kehakiman

R.I, 1980.

, Hukum Benda, Yogyakarta: Liberty, 1981.

, Beberapa Masalah pelaksanaan lembaga Jaminan

Khususnya Fidusia di dalam Praktek dan Pelaksanaanya di Indonesia,

Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada,1997. Sudikno Mertukusumo, Hukum Acara Perdata, Yogjakarta: Liberty ,1982.

Syamsul Arifin, Falsafah Hukum, Medan: Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum, 1992.

Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Bandung: Alumni, 2006.

WJS Poerwardaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1983.

B. Makalah-makalah, Majalah dan Website

Bernadette Waluyo, Jaminan Fidusia UU No.42/1999”, Pro Justitia, Th XVIII No.3, Juli 2000.

Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, makalah disampaikan pada dialog interaktif tentang penelitian hukum dan hasil penulisan hukum pada majalah akreditasi, Medan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 18 Februari2003.

Fred B.G Tumbuan, Mencermati Pokok-Pokok Undang-Undang Fidusia, Jakarta: Media Notariat, Nomor VII, 2000.

Grace P Nugroho, dikutip dari Http://www.audit-me weblog (the ledger).htm, diakses pada tanggal 31 Juli 2008.

Mariam Darus Badrulzaman, Beberapa Permasalahan Hukum Hak Jaminan, Hukum Bisnis, volume 11. 2000.

Ratnawati W Prasodjo, Pokok-Pokok Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang

Jaminan Fidusia, Majalah Hukum Trisakti, Nomor 33 Tahun XXIV Oktober


(6)

104

C. Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Republik Indonesia, Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah No 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara

Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia.

Republik Indonesia, Keputusan Presiden Nomor 139 Tahun 2000.

Republik Indonesia, Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M-01.

UM.01.06 Tahun 2000

Republik Indonesia, Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor

M.03.PR.07.10 Tahun 2001

Republik Indonesia, Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor