Analisis Kandungan Logam Besi (Fe), Tembaga (Cu), Dan Zinkum (Zn) Didalam Obat Tradisional Param

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Obat Tradisional

Obat tradisional adalah ramuan bahan yang bisa berasal dari tumbuhan, hewan,
mineral, sediaan sarian atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang secara
turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (UU
kesehatan No.23/1992). Istilah obat herbal sendiri mengacu pada kata herb yang
berarti tanaman, yaitu obat yang berasal dari tanaman atau tumbuhan. Obat herbal
dapat berasal dari akar, batang, daun, buah, atau biji suatu tanaman. Terdapat tiga
kategori obat herbal yaitu jamu, herbal terstandar, dan fitofarmaka. (Sari et al.
2008). Param termasuk dalam kategori obat herbal jamu.

2.2. Jenis obat tradisional

Berdasarkan keputuan Kepala Badan POM RI No.HK.00.05.4.2411. tentang
ketentuan pokok pengelompokan dan penandaan obat bahan alam Indonesia, obat
tradisional dikelompokkan menjadi tiga yaitu jamu, herbal terstandar, dan
fitofarmaka.


a.jamu (Emphirical Based Herbal Medicine)

Jamu adalah obat tradisional yang berisi seluruh bahan tanaman yang
menjadi penyusun jamu tersebut. Jamu disajikan secara tradisional dalam bentuk
serbuk seduhan, pil, atau cairan. Umumnya obat tradisional ini dibuat dengan
mengacu pada resep peninggalan leluhur. Satu jenis jamu disusun dari berbagai
tanaman obat yang jumlahnya antara 5-10 macam,bahkan bisa lebih. Jamu tidak

Universitas Sumatera Utara

memerlukan pembuktian ilmiah sampai uji klinis, tetapi cukup dengan bukti
empiris, jamu juga harus memenuhi persyaratan keamanan dan standar mutu.
Jamu yang telah digunakan secara turun-temurun selama berpuluh-puluh tahun
bahkan ratusan tahun telah membuktikan keamanan dan maanfaat secara langsung
untuk tujuan kesehatan tertentu.

b. Obat Herbat Terstandar (Standarized Based Herbal Medicine)

Merupakan obat tradisional yang disajikan dari hasil ekstraksi atau

penyarian bahan alam, baik tanaman obat, binatang, maupun mineral. Dalam
proses pembuatannya, dibutuhkan peralatan yang tidak sederhana dan lebih mahal
dari pada jamu. Tenaga kerjanya pun harus didukung oleh pengetahuan dan
keterampilan membuat ekstrak. Obat herbal ini umumnya ditunjang oleh
pembuktian
standardisasi

ilmiah

berupa

kandungan

penelitian praklinis.

senyawa

berkhasiat

Penelitian


didalam

ini

bahan

meliputi
penyusun,

standardisasi pembuatan ekstrak yang higienis, serta uji toksisitas yang akut
maupun kronis.

c. Fitofarmaka (Clinical Based Herbal Medicine)

Merupakan obat tradisional yang dapat disejajarkan dengan obat modern.
Proses pembuatannya telah terstandar dan ditunjang oleh bukti ilmiah sampai uji
klinis pada manusia. Karena itu, dalam pembuatannya diperlukan peralatan
bertehnologi modern, tenaga ahli, dan biaya yang tidak sedikit.(Suharmiati at
al.2000). Pengobatan tradisional adalah salah satu upaya pengobatan dan

perawatan, diluar kedokteran dan ilmu keperawatan. Pengobatan secara
tradisional ini mencakup cara dan obat yang digunakan mengacu pada
pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang diperoleh secara turun-temurun.

Karakteristik pengobatan tradisional merupakan upaya kesehatan (pengobatan
dan atau perawatan) dengan cara lain diluar ilmu kedokteran. Berdasarkan
pengetahuan dan pengalam praktik yang diwariskan secara turun temurun.

Universitas Sumatera Utara

Diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat dengan cara yang
tidak bertentangan dengan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dilakukan
untuk mencapai kesembuhan, pencegahan penyakit, pemulihan, dan peningkatan
kesehatan jasmani, rohani, dan sosial masyarakat.(Noorkasiani.2007)

2.3. Obat Tradisional Karo

Obat atau tambar (dalam bahasa karo) adalah obat-obatan karo sebagai suatu
sejarah yang terus berkembang dan berasal dari banyak sumber. Ada obat-obatan
yang diturunkan dari nenek moyang, ada dari mimpi, dan hasil dari pengamatan

sendiri

dalam kehidupan sehari-hari. Ada juga obat yang dituliskan nenek

moyang dalam kulit kayu yang disebut dengan pustaka najati.(Ginting. 1999)

Bagian dari tanaman obat yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan dalam
pembuatan obat-obatan tradisional adalah akar, batang, daun, bunga, dan buah.
Obat-obatan tradisional yang terdapat pada masyarakat karo yaitu: kuning
(param), tawar, minak alun atau minyak urut, sembur, dan oukup atau mandi uap.
Diantara sekian banyak obat tradisional karo ini param adalah menjadi fokus
dalam penelitian ini.

Param adalah obat tradisional karo yang terbuat dari campuran tepung dan
ramuan yang berkhasiat sebagai obat. Tepung yang biasa digunakan adalah
tepung beras

dan ramuan yang

berkhasiat sebagai obat adalah bahan atau


campuran dari tanaman seperti akar, batang, daun, bunga, buah, dan lemak hewan
dan juga air. Cara pembuatan param tersebut adalah semua bahan umbi umbian
yang digunakan misalnya jahe, bawang merah, bawang putih, lada, kencur dan
bahan daun-daunan serta bunga tumbuhan dicuci terlebih dahulu kemudian
digiling hingga lumat kemudian bahan yang telah lumat tersebut dicampur dengan
tepung beras kemudian diaduk hingga merata keseluruhannya setelah semua

Universitas Sumatera Utara

campuran merata kemudian dicetak bulat-bulat dan dikeringkan cara penggunaan
param ini adalah dioleskan ke seluruh tubuh dan dimakan (Bangun. 2010)

2.4. Mineral

Kandungan logam dalam tanah sangat berpengaruh terhadap kandungan logam
dalam tanaman yang tumbuh diatasnya, sehingga kandungan logam yang
berkurang atau berlebihan dalam jaringan tanaman akan mencerminkan
kandungan logam dalam tanah (Darmono. 1995). Dari dalam tanah tumbuhan
hijau menghisap zat-zat tertentu melalui akarnya. Zat-zat ini masuk kedalam

tumbuhan dalam bentuk terlarut didalam air. Zat-zat ini biasanya berupa garamgaraman dan dinamakan mineral. Mineral ini berlainan halnya dengan bahan
organik seperti karbohidrat, protein, dan lemak tidak dapat dibuat oleh tumbuhtumbuhan. Karena itu mineral tergolong bahan tak-organik, yaitu tidak berasal
dari mahluk hidup.

Kalau bahan tumbuhan seperti kayu bakar atau arang kita bakar, akan tersisa
abu. Abu ini terdiri atas bahan mineral yang telah diserap oleh tumbuhan kedalam
bagian tubuhnya. Sewaktu pembakaran, semua bahan organik habis terbakar
menjadi karbon dioksida dan air. Tetapi bahan tak-organik tersisa sebagai garamgaraman yang bentuknya berupa abu. Didalam abu ini dapat ditemukan antara lain
logam Natrium (Na), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Seng (Zn), Besi (Fe),
Mangan (Mn), dan Molibden (Mo). Logam-logam ini ada dalam bentuk senyawa
garam Fosfat yang mengandung Fosfor (P), Klorida yang mengandung Klor (Cl),
Yodida yang mengandung Yod (J), Fluorida yang mengandung Fluor (F), atau
Sulfat yang mengandung Sulfur (S).
Kalau kita makan tumbuh-tumbuhan, sudah tentu garam-garam inipun akan
memasuki tubuh kita. Didalam tubuh kita mineral seperti kalsium fosfat terdapat
didalam bagian tubuh seperti tulang dan gigi. Demikian pula mineral seperti besi
menjadi bagian hemoglobin, atau juga disebut butir darah merah. Hemoglobin

Universitas Sumatera Utara


adalah suatu protein yang kerjanya mengangkut oksigen di dalam darah ke
seluruh bagian tubuh kita.

Di dalam daun-daunan hijau juga ada protein yang bentuknya hampir sama
dengan hemoglobin, yaitu klorofil. Klorofil atau hijau daun tidak mengandung
logam besi, tetapi logam Magnesium. Selain itu mineral seperti natrium dalam
bentuk garam natrium klorida, kalsium dalam bentuk kalsium hidrofosfat, serta
magnesium, dapat terlarut didalam cairan sel tubuh kita. Perananya mengatur
berbagai proses kehidupan. Kalsium misalnya diperlukan sedikit agar darah dapat
mengggumpal. Demikian pula kalsium berperan dalam peristiwa menegang dan
melemasnya otot seperti otot jantung. Sedangkan magnesium diperlukan sebagai
bahan pembentuk enzim. Natrium dan kalium diperlukan untuk mengatur tekanan
cairan tubuh di dalam sel-sel tubuh.

Jadi, mineral-mineral didalam tubuh kita mempunyai dua macam tugas. Yang
pertama ialah sebagai bahan pembentuk bagian-bagian tubuh, seperti tulang dan
gigi. Yang kedua ialah sebagai zat pengatur kelangsungan hidup. Mineral yang
diperlukan oleh manusia ialah kalsium, fosfor, magnesium, kalium, natrium,
mangan, besi, tembaga, kobalt, yodium, belerang, dan seng. Ada mineral yang
diperlukan dalam jumlah yang cukup banyak, yaitu pada kadar 100 g atau lebih

sehari bagi setiap orang dewasa. Mineral seperti ini disebut unsur hara makro.
Termasuk kedalam golongan ini ialah kalium, natrium, kalsium, fosfor,
magnesium, dan klor. Ada pula mineral yang kita perlukan dalam kadar yang
lebih rendah, yaitu tidak lebih dari beberapa mg setiap hari untuk orang dewasa.
Mineral seperti ini disebut unsur hara mikro. Termasuk kedalam golongan ini
ialah besi, yodium, seng, krom dan flour.(Nasoetion. 1995)

Mineral sangat penting bagi metabolisme tubuh. Mineral dapat diibaratkan
sebagai “busi” dari kehidupan karena mineral diperlukan untuk mengaktifkan
ribuan reaksi enzimatis dalam tubuh. Masing-masing mineral tidak bekerja
sendiri, tetapi bekerja secara seimbang satu sama lainnya. Oleh karena itu, bila
kita kelebihan satu mineral akan berakibat defisiensi (kekurangan) mineral

Universitas Sumatera Utara

lainnya. Misalnya, kelebihan kalsium akan berakibat hilangnya magnesium dan
seng. Kelebihan natrium dan kalium akan berakibat defisiensi kalsium dan
magnesium. Kelebihan kalsium dan magnesium akan menyebabkan defisiensi
natrium dan kalium. Kelebihan natrium akan menyebabkan kehilangan kalium.
Kelebihan kalium akan berakibat hilangnya natrium. Kelebihan tembaga akan

mengakibatkan kehilangan seng. Kelebihan seng akan berakibat hilangnya
tembaga dan besi. Kelebihan fosfat akan mengakibatkan hilangnya kalsium.
Semuanya itu disebut reaksi berantai defisiensi.(Sembiring. 2000). Disamping
logam-logam yang dijelaskan diatas terdapat juga logam berat.

2.5. Logam Berat

Logam berat adalah unsur alami yang terdapat di kerak bumi dengan densitas
lebih besar dari 5 g/cm3 stabil dan tidak bisa hancur sehingga logam berat
cenderung menumpuk dalam tanah. Beberapa diantaranya berperan penting dalam
kehidupan mahluk hidup dan disebut sebagai hara mikro esensial. Secara biologis
beberapa logam dibutuhkan oleh mahluk hidup pada konsentrasi tertentu dan
dapat berakibat fatal apabila tidak dipenuhi. Oleh karena itu logam-logam tersebut
dinamakan logam-logam atau mineral-mineral esensial tubuh tetapi jika logamlogam esensial tersebut masuk kedalam tubuh dalam jumlah berlebihan akan
berubah fungsi menjadi racun bagi tubuh. Bahwa semua logam berat dapat
menjadi racun yang akan meracuni tubuh mahluk hidup. Logam berat masuk
kedalam jaringan tubuh mahluk hidup melalui beberapa jalan, yaitu saluran
pernapasan, pencernaan, dan penetrasi melalui kulit.
http://kesmas-unsoed.info/2011/01/mekanisme-toksisitas-logam-seng-zn.html
Beberap logam berat diantaranya adalah zinkum (Zn), besi (Fe), tembaga (Cu),

nikel (Ni), mangan (Mn), titanium (Ti), tungsten (W), vanadium (V), timah (Sn),
Arsenik (As), kobalt (Co).

Uraian berikut ini adalah mengenai Fe, Cu, dan Zn

yang merupakan analit dalam penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara

2.6. Logam Besi

Analisa logam besi secara kualitatif menggunakan reaksi warna yang terkenal
adalah reaksi dengan CNS- reaksi ini sensitif dan digunakan sebagai reaksi
pengenal Fe, secara kuantitatif Fe dapat ditentukan dengan spektrometri, zat besi
adalah gizi penting bagi tubuh manusia. Seorang pria dewasa yang sehat memiliki
zat besi sebanyak 40 -50 mg per kilogram berat badan. Wanita dewasa yang sehat
memiliki zat besi sebanyak 35-50 mg per kilogram berat badan. Dalam hal
tertentu, wanita lebih rentan saat mengalami kekurangan zat besi. Zat besi
berfungsi membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh. Zat besi
menyatu dengan oksigen didalam paru-paru dan melepaskan oksigen pada
jaringan-jaringan yang memerlukan. Zat besi juga berperan dalam fungsi normal
kekebalan tubuh.

Besi dalam daging berada dalam bentuk hem yang mudah diserap. Besi
non hem dalam tumbuhan tidak mudah diserap, sebagian karena tumbuhan sering
kali mengandung oksalat, fitat, tanin, dan senyawa fenolik lain yang membentuk
kelat atau presifitat dengan besi yang tidak mudah larut. Besi diserap dalam
bentuk fero ( Fe2+). Karena bersifat toksik, di dalam tubuh besi bebas biasanya
terikat ke protein. Besi diangkut didalam darah (sebagai Fe3+) oleh
protein,apotransferin. Besi membentuk kompleks dengan apotransferin menjadi
transferin. Besi dioksidasi dari Fe2+ menjadi Fe3+ oleh feroksidase yang dikenal
sebagai seruloplasmin (enzim yang mengandung tembaga). Tingkat saturasi
transferin oleh besi biasanya hanya sepertiga. Kapasitas total darah mengikat besi,
yang terutama disebabkan oleh kandungan transferinnya adalah sekitar 300
µg/dL.(Marks. 1996)

Zat besi heme berasal dari hemoglobin dan mioglobin yang terdapat dalam
darah bahan makanan hewani. Sementara itu, umumnya, zat besi non heme
terdapat dalam bahan makanan tumbuh-tumbuhan. Zat besi non-heme, terdapat
dalam bentuk kompleks anorganik (Fe3+). Absorpsi besi non-heme sangat
dipengaruhu oleh faktor yang mempermudah dan faktor yang menghambat, yang

Universitas Sumatera Utara

terdapat didalam bahan makanan yang dikonsumsi. Sementara itu zat besi heme
tidak dipengaruhi oleh faktor penghambat. Karena itu jumlah zat besi heme yang
dapat diabsorpsi lebih banyak dari pada zat besi dalam betuk non-heme. Dari
berbagai penelitian, dibuktikan bahwa besi heme yang dapat diserap hampir 30%,
sedangkan besi non heme hanya dapat diserap sekitar 5%. (Anwar. 2009)

Kekurangan zat besi akan membuat badan kita mudah terkena penyakit.
Selain,itu karena zat gizi besi (Fe) merupakan inti molekul hemoglobin yang
merupakan unsur utama dalam sel darah merah, maka kekurangan pasokan zat
gizi

besi

menyebabkan

menurunnya

produksi

hemoglobin.

Akibatnya

menyebabkan pengecilan ukuran (microcytic), rendahnya kandungan hemoglobin
(hypocromic), serta berkurangnya sel darah merah. Penderita mengalami gejala
umum berupa “5L” disertai pucat, kesemutan, mata berkunang-kunang, jantung
berdegup kencang, kurang bergairah. Gejala-gejala orang yang mengalami anemia
defisiensi zat besi adalah kelelahan, lemas, pucat, kurang bergairah, nyeri dada
dan mudah berdebar, pada anemia yang kronis menentukan bentuk kuku seperti
sendok dan rapuh, pecah-pecah pada sudut mulut, lidah lunak dan sulit menelan,
sakit kepala dan mudah marah,sulit bernapas, tidak mampu berkonsentrasi dan
rentan terhadap infeksi.(Atkins.2007)

Tubuh cenderung sebisa mungkin menyimpan kelebihan zat besi. Sangat
sedikit zat besi yang dibuang atau diekskresikan oleh tubuh. Kelebihan zat besi
akan terus disimpan di dalam jaringan dan bagian tubuh dan berakumulasi
meningkatkan kadar racun. Pada jangka panjang akan meningkatkan resiko
terjadinya diabetes, sakit jantung, kerusakan hati, artritis, alzhaimer, kanker limpa,
dan kematian mendadak pada bayi, serta juga beberapa gejala kelainan seperti
konstipasi, rambut rontok, hipotiroid, hiperaktif, meningkatkan resiko terjadinya
leukimia.http://sumansutra.wordpress.com/kekurangan-zat-besi/

Universitas Sumatera Utara

2.7. Logam Tembaga

Tembaga merupakan logam berat yang dijumpai pada perairan alami dan
merupakan esesensial bagi tumbuhan dan hewan. Pada tumbuhan tembaga
berperan sebagai penyusun plastocyanin yang berfungsi dalam transfor elektron
dalam proses fotosintesis,kadar tembaga dalam kerak bumi kira-kira 50
mg/kg.(Effendi.2003). Tubuh manusia mengandung 1,5-2,5 mg tembaga (Cu) per
kilogram berat badan bebas lemak mineral ini tersebar diseluruh jaringan tubuh,
namun hati, otak, jantung, dan ginjal mengandung Cu dalam jumlah yang lebih
banyak. Dalam darah, tembaga terdapat dalam jumlah yang kira-kira sama pada
plasma dan eritrosit. Plasma mengandung sekitar 110 mcg/100ml dan eritrosit 115
mcg/100ml.(Suhardjo et al. 1992)

Tembaga berperan khususnya dalam beberapa kegiatan enzim pernapasan
sebagai kofaktor bagi enzim tirosinase dan sitokhrom oksidase. Tirosinase
mengkatalisis reaksi oksidasi tirosin menjadi pigmen melanin (pigmen gelap pada
kulit dan rambut). Tembaga juga diperlukan dalam proses pertumbuhan sel-sel
darah merah yang masih muda. Bila kekurangan tembaga, sel darah merah yang
dihasilkan akan berkurang. Tembaga diserap dari usus kecil kedalam saluran
darah, tempat sebagian besar jaringan bergabung pada seruplasmin, yaitu protein
yang berfungsi dalam penggunaan besi.(Winarno. 1995)

Kebutuhan tembaga sehari minimal adalah rendah (ditaksir 1-2 mg),
sedangkan makanan manusia umumnya memberikan 2-4 mg Cu sehari. Tembaga
ditemukan bersama dengan unsur-unsur lainnya dikebanyakan bahan makanan.
Kadar tembaga dalam serum yang rendah dapat berkaitan dengan adanya
defisiensi protein seperti kwashiorkor, nefrotik sindron, dan disproteinemia.
Jarang sekali defisiensi tembaga karena konsumsi makanannya, meskipun
dilaporkan sementara peneliti adanya anemia pada anak-anak karena kekurangan
tembaga.( Suhardjo et al. 1992)

Universitas Sumatera Utara

Kelebihan tembaga mengakibatkan penyakit wilson yang merupakan kelainan
metabolisme tembaga yang paling penting. Ini diturunkan sebagai autosomal
resesif; tembaga terakumulasi dalam hati, ginjal, mata, dan ganglia basalis otak.
Akumulasi tembaga didalam hati dihubungkan dengan hepatitis kronis yang
sering berakhir sebagai sirosis.(Underwood.1996)

2.8.. Logam Seng

Seng diperlukan oleh tubuh untuk proses metabolisme tetapi dalam kadar tinggi
dapat bersifat sebagai racun. Dalam tubuh manusia terkandung 2 gram seng,
terutama terdapat pada rambut, tulang, mata, dan kelenjar alat kelamin pria. Seng
merupakan komponen penting dari berbagai enzim. Paling sedikit 15-20 metaloenzim yang mengandung seng telah diisolasi dan dimurnikan. Salah satu
contohnya adalah enzim karbonat anhidrase yang terdapat dalam sel darah merah.
Disamping itu seng juga terdapat dalam karboksi peptidase dan dehidrogenase
dalam hati. Sebagai kofaktor, seng dapat meningkatkan keaktifan enzim
lainnya.(Winarno. 1995)

Jumlah mineral Zn dalam tubuh kira-kira 20 mg per kilogram berat badan
bebas lemak. Hampir semua seng darah berada dalam eritrosit yaitu 1200-1300
mcg/100ml sedangkan dalam serum hanya 120 mcg/100ml. Anhidrase karbonik
yang berpusat dalam darah merah mengandung sekitar 0,33 persen seng,
sementara itu insulin kristal mengandung seng dengan persentase kurang lebih
sama. Kekurangan atau defisiensi seng menyebabkan gangguan pertumbuhan,
terhambatnya pematangan seksual, mudah terkena infeksi, diare, gangguan kulit,
anemia, kehilangan nafsu makan, serta menurunnya kemampuan indra perasa dan
pencium.(Devi. 2010)

Universitas Sumatera Utara

2.9.Metode Destruksi

Destruksi merupakan suatu cara perlakuan (perombakan) senyawa menjadi unsurunsur sehingga dapat dianalisis. Metode destruksi materi organik dapat dilakukan
dengan dua cara yang selama ini dikenal yaitu metode destruksi basah dan metode
destruksi kering. Pada dasarnya pemilihan metode destruksi tersebut adalah
berdasarkan sifat organik dalam bahan, mineral yang akan dianalisa serta
sensitivitas yang digunakan. Berdasarkan kedua metode destruksi ini, sudah tentu
memiliki tehnik pengerjaan yang berbeda pula. Penguraian sampel dengan asamasam kuat baik tunggal maupun campuran dikenal dengan metode destruksi basah
sedangkan penguraian sampel dengan cara pengabuan sampel dalam tanur dikenal
sebagai metode destruksi kering. (Aprianto. 1989)

2.9.1. Destruksi Basah

Metode destruksi basah dilakukan dengan memanaskan sampel (sampel organik
dan biologis) dengan adanya asam-asam pekat atau bahkan campuran dari asamasam tersebut. Jika asam yang digunakan cukup untuk mengoksidasi, maka
sampel dipanaskan dalam suhu yang cukup tinggi, dan jika pemanasan dilanjutkan
dalam waktu yang lama, maka sebagian besar sampel telah teroksidasi dengan
sempurna. (Almatsier.1987)

Destruksi basah digunakan untuk sampel dalam usaha penentuan trace
elemen dan logam-logam beracun. Prinsip dari destruksi basah ini adalah
menambahkan reagen kimia tertentu ke dalam sampel sebelum dilakukan
pengabuan. Berbagai reagen kimia yang sering digunakan untuk destruksi basah
ini adalah sebagai berikut :
1. Asam sulfat sering ditambahkan ke dalam sampel untuk membantu
mempercepat terjadinya reaksi oksidasi. Asam sulfat adalah bahan
pengoksidasi yang kuat, meskipun demikian waktu yang diperlukan untuk
pengabuan masih cukup lama.

Universitas Sumatera Utara

2. Campuran H2SO4 dan K2SO4 dapat digunakan untuk mempercepat
dekomposisi sampel. K2SO4 akan menaikkan titik didih H2SO4 sehingga
suhu pengabuan dapat dipertinggi dan proses pengabuan dapat lebih cepat.
3. Campuran H2SO4 dan HNO3 banyak digunakan untuk mempercepat proses
pengabuan. Kedua asam ini merupakan oksidator yang kuat. Dengan
penambahan oksidator ini akan menurunkan suhu destruksi sampel yaitu
pada suhu 350oC, sehingga komponen yang dapat menguap pada suhu
yang tinggi dapat tetap dipertahankan dalam abu yang berarti penentuan
kadar abu lebih baik.
4. Penggunaan HClO dan HNO3 dapat digunakan untuk sampel yang sangat
sulit mengalami oksidasi. Dengan HClO yang merupakan oksidator yang
sangat baik memungkinkan pengabuan dapat dipercepat. Kelemahan
HClO ini adalah mudah meledak sehingga cukup berbahaya, untuk itu
harus

sangat

hati-hati

dalam

pengguaannya.

Pengabuan

dengan

menggunakan HClO dan HNO3 dapat berlangsung sangat cepat yaitu
dalam 10 menitsudah dapat selesai.(Sudarmadji et al. 1989)

2.9.2. Destruksi Kering

Penentuan kadar abu adalah dengan mengoksidasikan semua zat organik pada
suhu yang tinggi, yaitu sekitar 500-600oC dan kemudian ditimbang zat yang
tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. Bahan yang mempunyai kadar air
tinggi sebelum pengabuan harus dikeringkan terlebih dahulu. Bahan yang
mempunyai kandungan zat yang mudah menguap dan berlemak banyak
pengabuan dilakukan dengan suhu mula-mula rendah sampai asap hilang, baru
kemudian dinaikkan suhunya sesuai dengan yang dikehendaki. Untuk bahan yang
membentuk buih waktu dipanaskan harus dikeringkan dulu dalam oven dan
ditambahkan zat anti buih misalnya olive atau parafin. Bahan yang akan diabukan
ditempatkan dalam wadah khusus yang disebut krusibel yang dapat terbuat dari
porselin, silika, quartz, nikel, platina dengan berbagai kapasitas (25-100 ml) dan
pemilihan wadah ini disesuaikan dengan bahan yang akan diabukan. Temperatur

Universitas Sumatera Utara

pengabuan harus diperhatikan sungguh-sungguh karena banyak element abu yang
dapat menguap pada suhu yang tinggi.

Lama pengabuan tiap bahan berbeda-beda dan berkisar antara 2-8 jam.
Pengabuan dianggap selesai apabila diperoleh sisa pengabuan yang umumnya
berwarna putih abu-abu dan beratnya konstan dengan selang waktu pengabuan 30
menit. Penimbangan terhadap bahan dilakukan dalam keadaan dingin, untuk itu
maka cawan krusibel yang berisi abu yang diambil dari dalam alat pengabuan
(muffle) harus lebih dahulu dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105oC agar
suhunya turun, baru kemudian dimasukkan ke dalam desikator sampai dingin.
Desikator yang digunakan harus dilengkapi dengan zat penyerap uap air misalnya
silika gel atau kalsium klorida, natrium hidroksida. Penentuan abu yang tidak larut
dalam asam dilakukan dengan mencampurkan abu dalam asam klorida 10%.
Setelah diaduk kemudian dipanaskan selanjutnya disaring dengan kertas whatman
no.42. Residu merupakan abu yang tidak larut dalam asam yang terdiri atas pasir
dan silika. Apabila abu banyak mengandung bahan jenis ini maka dapat
diperkirakan proses pencucian bahan tidak sempurna ataupun terjadinya
kontaminasi dari tanah selama proses pengolahan bahan tersebut.

Penentuan abu yang larut dalam air dilakukan dengan melarutkan abu ke
dalam akuades kemudian disaring. Filtrat kemudian dikeringkan dan ditimbang
residunya. Abu yang larut dalam air ini kadang-kadang digunakan sebagai indeks
kandungan buah didalam jelly dan buah-buahan yang diawetkan. Cara yang
umum dalam penentuan abu yang larut adalah dengan mengabukan residu yang
terdapat dalam kertas saring bebas abu pada perlakuan diatas. Penentuan tahap
kedua adalah penentuan individu mineral yang ada di dalam abu. Banyak cara
yang dapat dipakai dalam penentuan mineral ini yaitu antara lain secara kimia dan
secara spektrofotometri. Untuk cara kimia memerlukan waktu yang cukup lama
sedangkan cara spektrofotometri cukup cepat dan memiliki ketelitian yang
besar.(Sudarmadji et al. 1989)

Universitas Sumatera Utara

2.10. Spektrofotometri Serapan Atom

Spektrofotometri Serapan Atom merupakan suatu metode analisa kuantitatif
dimana metode ini sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah dimana
metode Spektrofotometri Serapan Atom ini berprinsip pada absorpsi cahaya oleh
atom yaitu jika suatu larutan yang mengandung suatu garam logam (suatu
senyawa logam) dihembuskan kedalam suatu nyala (misalnya asetilena yang
terbakar di udara), dapatlah terbentuk uap yang mengandung atom-atom logam
ini. Beberapa atom logam dalam gas ini dapat dieksitasi ke tingkatan energi yang
cukup tinggi untuk memungkinkan pemancaran radiasi yang karakteristik dari
logam tersebut, atom logam bentuk gas itu normalnya tetap berada dalam keadaan
tak tereksitasi, atau dengan perkataan lain,dalam keadaan dasar. Atom-atom
keadaan dasar ini mampu menyerap energi cahaya yang panjang gelombang
resonansinya khas dengannya, yang pada umumnya adalah panjang gelombang
radiasi yang akan dipancarkan atom-atom itu bila tereksitasi dari keadaan dasar.
Jadi jika cahaya dengan panjang gelombang resonansi itu dilewatkan nyala yang
mengandung atom-atom yang bersangkutan, maka sebagian cahaya itu akan
diserap, dan jauhnya penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom
keadaan dasar yang berada dalam nyala.(Basset.1994)

Gambar 1: bagan alat spektrofotometer serapan atom secara umum

Universitas Sumatera Utara

Suatu spektrofotometer serapan atom terdiri atas komponen-komponen berikut ini
:
1. Sumber cahaya.
Lampu katoda berongga yang dilapisi dengan unsur yang sedang
dianalisa.

2. Nyala.
Nyala biasanya berupa udara/asetilen, menghasilkan suhu ± 2500oC.
Dinitrogen oksida/asetilena dapat digunakan untuk menghasilkan suhu
sampai 3000oC, yang diperlukan untuk menguapkan garam-garam dari
unsur-unsur.
3. Monokromator.
Monokromator digunakan untuk mnyempitkan lebat pita radiasi yang
sedang dipancarkan oleh lampu katoda berongga . Ini menghilangkan
interferensi oleh radiasi yang dipancarkan dari nyala tersebut, dari gas
pengisi didalam lampu katoda berongga, dan dari unsur-unsur lain di
dalam sampel tersebut.
4. Detektor.
Berupa sel fotosensitif (Watson,D.G.2007)

Keuntungan yang diperoleh dalam menggunakan spektrofotometri serapan atom
adalah bahwa metode ini dapat menentukan hampir semua unsur logam dan dapat
melakukan analisa logam walaupun sampel dalam bentuk campuran. Sedangkan
kerugian dari metode tersebut adalah bahwa lampu katoda harus selalu diganti
tiap kali suatu unsur yang berbeda sedang dianalisis pada sewaktu-waktu.

Universitas Sumatera Utara

2.11. Inductively Couple Plasma

Inductively Couple Plasma-Optical Emission (ICP-OES) adalah sebuah metode
analisa renik, dengan sensitivitas mulai dari sub-ppb sampai 100 ppb, dengan
ketepatan yang mencapai 10%. Lebih baik dari ketepatan 1% yang dapat
diperoleh dengan menggunakan metode kalibrasi.(Holloway.2010). Prinsip umum
pada pengukuran ini adalah mengukur intensitas energi atau radiasi yang
dipancarkan oleh unsur-unsur yang mengalami perubahan tingkat energi atom
(eksitasi atau ionisasi), metode ICP-OES telah digunakan secara luas dan sangat
terkenal karena alat tersebut dapat menganalisa multi-element. Dasar dari
pengukuran ICP-OES adalah dari cahaya yang ditransmisikan oleh unsur yang ada
didalam sampel yang dimasukkan ke plasma yang akan dihasilkan sebagai aerosol
didalam sebuah nebulizer atau spray chamber. Suhu yang tinggi didalam plasma
merupakan persediaan energi untuk menguapkan pelarut, menghilangkan bagian
matrik sampel, dan menaikkan atom kedalam bentuk eksitasinya. Intensitas
cahaya yang ditransmisikan berhubungan dengan nomor atom dalam plasma dan
konsentrasi analit dalam sampel. (Postawa.2012)

Keuntungan lain dari ICP karena menggunakan gas argon dengan tekanan
atmospher untuk proses atomisasi sampel dan efisiensi dari eksitasi atom. Plasma
ini memiliki energi tinggi yang terdiri dari ionisasi gas inert. Temperaturnya kirakira (7000-10.000 K) yang dapat menghasilkan proses atomisasi yang luar biasa
(misalnya untuk penguraian senyawa kompleks dalam sampel menjadi individu
atom) diikuti dengan eksitasi atom yang efisien. Karakteristik dari plasma ini
menghasilkan kemampuan untuk mengnalisa senyawa yang sulit terurai (sulit
mengalami atomisasi) dan dengan potensial eksitasi yang sulit tereksitasi dengan
sumber emisi atom yang berbeda.(Taylor.2010)

Universitas Sumatera Utara