Analisis Kandungan Logam Besi (Fe), Tembaga (Cu), Dan Zinkum (Zn) Didalam Obat Tradisional Param
LAMPIRAN
(2)
Lampiran 1. Kondisi alat Spektrofotometer Serapan Atom merek Perkinelmer pada pengukuran konsentrasi logam Fe
No Parameter Logam Besi
1 Panjang gelombang (nm) 248,33
2 Tipe nyala Udara-C2H2
3 Kecepatan aliran gas pembakar (L/min) 2,50 4 Kecepatan aliran udara (L/min) 10
5 Lebar celah (nm) 0,2
6 Ketinggian tungku 7,5
Lampiran 2. Data Hasil Pengukuran absorbansi Larutan Standar Besi dengan Spektrofotometer Serapan atom
No. Sampel A1 A2 A3 �̅
1 0,00 ppm 0,0000 0,0000 0,000 0,000 2 0,50 ppm 0,0100 0,0095 0,0100 0,0098 3 1,00 ppm 0,0204 0,0211 0,0213 0,0209 4 1,50 ppm 0,0308 0,0311 0,0301 0,0307 5 2,00 ppm 0,0417 0,0423 0,0420 0,0420 6 2,50 ppm 0,0511 0,0507 0,0511 0,0510
Lampiran 3. Data kadar Besi pada param yang dikonsumsi dan digunakan sebagai obat luar
No. Kode Sampel Kadar (mg/L) Kadar (mg/kg)
1 A 0,5907 11,814
2 B 1,27 25,4
3 C 1,468 29,36
Keterangan :
A : Param yang dikonsumsi B : Param yang dikonsumsi
(3)
Lampiran 4. Kondisi alat Spektrofotometer Serapan Atom merek
Perkinelmer padapengukuran Konsentrasi logam Tembaga
No. Parameter Logam Tembaga
1 Panjang gelombang (nm) 324,75
2 Tipe nyala Udara-C2H2
3 Kecepatan aliran gas pembawa (L/min) 2,50 4 Kecepatan aliran Udara (L/min) 10
5 Lebar celah (nm) 0,7
6 Ketinggian tungku (mm) 7,5
Lampiran 5. Data Absorbansi Larutan Standar Tembaga (Cu)
No. Sampel A1 A2 A3 �̅
1 0,00 ppm 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 2 0,50 ppm 0,0153 0,0149 0,0158 0,0153 3 1,00 ppm 0,0334 0,0338 0,0343 0,0338 4 1,50 ppm 0,0519 0,0528 0,0523 0,0523 5 2,00 ppm 0,0708 0,0704 0,0713 0,0708 6 2,50 ppm 0,0889 0,0893 0,0898 0,0893
Lampiran 6. Data kadar tembaga pada param yang dikonsumsi dan yang digunakan sebagai obat luar
No. Kode Sampel Kadar (mg/L) Kadar (mg/kg)
1 A 0,0384 0,768
2 B 0,2869 5,7380
3 C 1,626 32,52
Keterangan :
A : Sampel param yang dikonsumsi B : Sampel param yang dikonsumsi
(4)
Lampiran 7. Kondisi Alat Spektrofotometer Serapan Atom merek perkinelmer pada pengukuran Konsentrasi Zinkum
No. Parameter Logam Seng
1 Panjang Gelombang (nm) 213,86
2 Tipe nyala Udara-C2H2
3 Kecepatan aliran gas pembawa (L/min) 2,50 4 Kecepatan aliran udara (L/min) 10
5 Lebar celah (nm) 0,7
6 Ketinggian tungku (mm) 7,5
Lampiran 8. Data Absorbansi Larutan Standar Zinkum (Zn)
No. Sampel A1 A2 A3 �̅
1 0,00 ppm 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 2 0,50 ppm 0,0796 0,0792 0,0801 0,0796 3 1,00 ppm 0,1539 0,1535 0,1538 0,1537 4 1,50 ppm 0,2392 0,2393 0,2382 0,2389 5 2,00 ppm 0,3222 0,3222 0,3225 0,3223 6 2,50 ppm 0,3803 0,3825 0,3812 0,3813
Lampiran 9. Data kadar Zinkum pada param yang dikonsumsi dan yang digunakan sebagai obat luar
No. Kode Sampel Kadar (mg/L) Kadar (mg/kg)
1 A 0,6364 12,728
2 B 0,7592 15,184
3 C 0,1384 27,688
Keterangan :
A : Sampel param yang dikonsumsi B : Sampel param yang dikonsumsi
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, R. 1987. Sample Pretreatment and Separation. New York : John wiley and sons.
Anwar, F. 2009.Makan Tepat Badan Sehat. Jakarta : PT. Mizan Publika. Aprianto, A. 1989. Analisis Pangan. Bogor : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi.
Atkins, D. 2007.Seri Diet Korektif. Jakarta : PT. Alex Media Komputindo.
Bangun, R. S. 2010. Kuning pada Masyarakat Karo. Skripsi. Medan : Departemen Antropologi Sosial FISIP Universitas Sumatera Utara.
Basset,J.1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Edisi Keempat. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran
Devi, N. 2010. Nutrition and Foot. Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara. Darmono.1995. Logam Dalam Sistem Biologi Mahluk Hidup. Jakarta : UI-Press Effendi,H.2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta : Penerbit Kanisisun
Ginting, E. P. 1999. Religi Karo. Kabanjahe : Abdi Karya.
Holloway, P. H dan Vaidyanathan,P.N.2010.Characterization of Metal and Alloys. New
York: Momentum Press.
Diakses
Tanggal 13 Agustus, 2013.
Agustus, 2013.
Marks, D. B. 1996. Biokimia Kedokteran Dasar. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
(6)
Noorkasiani dan Heryati. 2007. Sosiologi Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.
Postawa, A. 2012. Best Practice Quide on Sampling and Monitoring of Metal in Dringking
Water. London : IWA Publishing.
Raimon. 1992. Perbandingan Metode Destruksi Basah dan Kering Terhadap Penentuan Fe,
Cu, dan Zn. Edisi Khusus. Palembang : BIPA.
Sari, W dan Indrawati, L. 2008. Care You Self Hepatitis. Jakarta : Penerbit Penebar Plus.
Sembiring, N. 2010.Terapi Sari Air Laut. Jakarta : Penerbit Penebar Plus. Sudarmadji,S, Haryono, B dan Suhardi. 1989. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian.
Jakarta : Erlangga.
Suhardjo dan Kusharto, C.M.1992. Prinsip-Prinsip Ilmu Gizi. Yogyakarta : Kanisius.
Taylor,H.E.2001. Inductively Coupled Plasma Mass Spektrometry. New York : Academic
Press.
Underwood, J. C. E. 1996. Patologi Umum dan Sistematik. Edisi Kedua. Volume I. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran.
Watson,G.D.2007. Analisis Farmasi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran Winarno, F. G. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia.
(7)
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Alat-alat
- Neraca Analitik Mettler PM 400
- Bola karet - Pipet tetes
- Hot plate Fisher
- Peralatan gelas Pyrex
- Cawan krusible
- Oven Fisher
- Tanur Fisher
- Spatula
- Botol Akuades - Matt pipet
- Kertas saring Whatman No.42
- Alu dan Lumpang - Desikator
- Cawan penguap
-Spektrofotometer Serapan Atom Perkinelmer
3.2. Bahan
- HNO3 p.a (E.Merck)
- H2SO4 p.a (E.Merck)
- KMnO4 p.a (E.Merck)
- H2O2 p.a (E.Merck)
(8)
- Akuades
- Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O p.a (E.Merck)
-CuSO4.5H2O p.a (E.Merck)
-ZnSO4.5H2O P.a (E.Merck
3.3. Prosedur Penelitian
3.3.1. Penyediaan Reagen
3.3.1.1. Pembuatan larutan standar Fe3+
a. Larutan standar Fe3+ 1000 mg/L
Sebanyak 50 mL akuades dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer, ditambahkan 20 mL H2SO4(p) secara perlahan, kemudian sebanyak 7,022 g Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer yang telah berisi campuran akuades dan H2SO4 (p), diaduk hingga seluruh kristal larut sempurna, dimasukkan ke dalam labu ukur 1000 mL, ditambahkan KMnO4 0,1 N setetes demi setetes sampai diperoleh warna merah muda kemudian diencerkan dalam labu ukur 1000 mL sampai garis tanda dan dihomogenkan.
b. Larutan Standar Fe3+ 100 mg/L
Dipipet sebanyak 10 mL larutan induk Fe 1000 mg/L dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, ditambahkan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan.
c. Larutan Standar Fe3+ 10 mg/L
Dipipet sebanyak 10 mL larutan standar Fe 100 mg/L dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, ditambahkan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan.
(9)
d. Larutan Standar Fe3+ 0,5; 1,0; 1,5; 2,0; dan 2,5 mg/L
Dipipet sebanyak 2,5; 5,0; 7,5; 10 dan 12,5 mL larutan standar Fe 10 mg/L dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, ditambahkan akuades sampai garis tanda dan dihomogenkan.
e. KMnO4 0,1 N
Sebanyak 0,32 g KMnO4 dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, ditambahkan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan.
3.3.1.2. Pembuatan Larutan Standar Cu2+
a. Larutan Standar Cu2+ 1000 mg/L
Sebanyak 3,929 g CuSO4.5H2O dilarutkan ke dalam akuades kemudian diencerkan dalam labu ukur 1000 mL sampai garis tanda dan dihomogenkan.
b. Larutan standar Cu2+ 100 mg/L
Dipipet sebanyak 10 mL larutan induk Cu 1000 mg/L dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, diencerkan dengan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan.
c. Larutan standar Cu2+ 10 mg/L
Dipipet sebanyak 10 mL larutan induk Cu 100 mg/L dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, diencerkan dengan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan.
(10)
d. Larutan seri standar Cu2+ 0,5; 1,0; 1,5; 2,0; dan 2,5 mg/L
Dipipet masing-masing sebanyak 2,5; 5; 7,5; 10 dan 12,5 mL larutan standar Cu 10 mg/L dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, diencerkan dengan akuades sampai garis tanda dan dihomogenkan.
3.3.1.3. Pembuatan larutan standar Zn2+
a. Pembuatan larutan standar Zn2+ 1000 mg/L
Sebanyak 4,3973 g ZnSO4.5H2O dilarutkan kedalam akuades kemudian diencerkan dalam labu ukur 1000 mL sampai garis tanda dan dihomogenkan.
b. Pembuatan larutan standar Zn2+ 100 mg/L
Dipipet sebanyak 10 mL larutan induk Zn 1000 mg/L dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, diencerkan dengan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan.
c. Larutan standar Zn2+ 10 mg/L
Dipipet sebanyak 10 mL larutan induk Zn 100 mg/L dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, diencerkan dengan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan
d. Larutan seri standar Zn2+ 0,5; 1,0; 1,5 ;2,0 ;2,5 mg/L
Dipipet masing-masing sebanyak 2,5; 5; 7,5; 10 dan 12,5 mL larutan standar Zn 10 mg/L dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, diencerkan dengan akuades sampai garis tanda dan dihomogenkan.
(11)
3.3.2. Pengediaan sampel
Param dihaluskan dengan alu dan lumpang kemudian dipindahkan kedalam cawan penguap lalu dimasukkan kedalam oven dengan suhu ± 105oC selama 5 jam dan dimasukkan kedalam desikator, kemudian sebanyak 5 g serbuk param dimasukkan kedalam cawan crusibel, diabukan pada suhu ± 550oC, dipindahkan abu kedalam gelas beaker 250 mL kemudian ditambahkan 10 mL HNO3 pekat dan 2 mL H2SO4 pekat dicampur ratakan sehingga diperoleh larutan sampel.
Larutan sampel tersebut ditambahkan 5 mL HNO3 pekat dan 3 mL H2O2 30% kemudian dipanaskan diatas hot plate selama 30 menit lalu dinginkan. Hasil destruksi disaring dengan kertas saring Whatman No.42 kemudian filtrat diencerkan dengan akuades sampai garis tanda dalam labu takar 100 mL dan diatur pH=3. Kemudian dianalisa kualitatif dengan menggunakan ICP dan analisa kuantitatif dengan menggunakan alat spektrofotometer serapan atom.
3.3.3. Pembuatan Kurva Larutan Standar Cu2+
Larutan Cu 0,5 mg/L ditentukan absorbansinya dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom pada λ = 324,75 nm dan dilakukan hal yang sama untuk larutan seri standar Cu 1,0; 1,5; 2,0; 2,5 mg/L.
3.3.4. Pembuatan Kurva Larutan Standar Fe 3+
Larutan Fe 0,5 mg/L ditentukan absorbansinya dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom pada λ = 248,33 nm dan dilakukan hal yang sama untuk larutan seri standar Fe 1,0; 1,5; 2,0; 2,5 mg/L.
(12)
3.3.5. Pembuatan Kurva Larutan Standar Zn2+
Larutan Zn 0,5 mg/L ditentukan absorbansinya dengan menggunakan
Spektrofotometri Serapan Atom pada λ = 213,86 nm dan dilakukan hal yang sama
untuk larutan seri standar Zn 1,0; 1,5; 2,0; 2,5 mg/L.
3.3.6. Penentuan kadar Cu pada sampel dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom.
Larutan sampel yang telah didestruksi ditentukan absorbansinya pada λ= 324,75 nm dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom.
3.3.7. Penentuan kadar Fe pada sampel dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom.
Larutan sampel yang telah didestruksi ditentukan absorbansinya pada λ= 248,33 nm dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom.
3.3.8. Penentuan kadar Zn pada sampel dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom.
Larutan sampel yang telah didestruksi ditentukan ansorbansinya pada λ= 213,86 nm dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom.
(13)
3.4. Bagan Penelitian
3.4.1. Pembuatan kurva kalibrasi Tembaga (Cu) Larutan Seri Standar Cu 0,5 mg/l
Ditentukan absorbansinya pada panjang gelombang 324,75 dengan menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom
Hasil
NB : dilakukan prosedur yang sama untuk larutan seri standar Tembaga (Cu) 1,0 ;1,5 ;2,0 ;2,5 mg/L
3.4.2. Pembuatan kurva kalibrasi Besi Fe
Larutan Seri Standar Fe 0,5 mg/l
Ditentukan absorbansinya pada panjang gelombang 248,33 dengan menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom
Hasil
NB : dilakukan prosedur yang sama untuk larutan seri standar Besi
(Fe)1,0;1,5;2,0;2,5mg/L.
3.4.3. Pembuatan kurva kalibrasi Zinkum (Zn) Larutan Seri Standar Zn 0,5 mg/l
Ditentukan absorbansinya pada panjang gelombang 213,86 dengan menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom
Hasil
NB : dilakukan prosedur yang sama untuk larutan seri standar Seng (Zn) 1,0 ;1,5 ;2,0 ; 2,5 mg/L.
(14)
3.4.4. Preparasi sampel
Sampel Param
Dihaluskan
Dimasukkan kedalam cawan penguap
Dikeringkan didalam oven pada suhu105oC selama 5 jam Dimasukkan kedalam desikator
Sampel Kering Homogen
Abu Param
Ditimbang sebanyak 5 g
Dimasukkan kedalam cawan crusibel Diabukan pada suhu 550oC
(15)
3.4.5. Penyediaan larutan sampel
5 g sampel param kering
Dimasukkan kedalam beaker glass 250 mL
Ditambahkan 10 mL HNO3 pekat
Ditambahkan 2 mL H2SO4 pekat
Dipanaskan diatas hot plate selama 30 menit Didinginkan
Larutan Sampel
Ditambahkan 5 mL HNO3 pekat
Ditambahkan 3 mL H2O2 30%
Larutan Kuning Jernih
Dipanaskan diatas hot plate selama 30 menit Didinginkan
Disaring dengan kertas saring Whatman No.42
Filtrat Residu
Dibilas dengan akuades
Dikumpulkan dalam labu takar 100 mL Diatur pH hingga mencapai pH=3
Diencerkan dengan akuades sampai garis tanda
Hasil
Dianalisa kualitatif dengan ICP dan analisa kuantitatif dengan SSA
(16)
3.4.6. Penentuan kadar Cu dengan menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom.
Larutan Cu
Hasil
Ditentukan absorbansinya pada panjang gelombang =324,75 nm dengan menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom.
NB:dilakukan prosedur yang sama untuk sampel B dan C
3.4.7. Penentuan kadar Fe dengan menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom
Larutan Fe
Hasil
Ditentukan absorbansinya pada panjang gelombang = 248,33 nm dengan menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom.
NB:dilakukan prosedur yang sama untuk sampel B dan C
3.4.8. Penentuan kadar Zn dengan menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom
Larutan Zn
Hasil
Ditentukan absorbansinya pada panjang gelombang = 213,86 nm dengan menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom.
(17)
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1. Uji Kualitatif
Untuk uji kualitatif logam dalam param dilakukan dengan menggunakan alat ICP-OES dengan hasil yang ditunjukkan pada tabel 4.1
Tabel 4.1. Data hasil analisa kualitatif dengan ICP-OES
No. Logam Sampel
A B C
1 B 3,2741 5,4743 4,8162
2 Ba 3,1234 1,6976 1,6280
3 Cd 0,0208 0,1626 0,0766
4 Cr 0,3495 0,7686 0,4183
5 Cu 11,4430 22,5985 9,5998
6 Fe 20,6666 47,3277 79,7422
7 Mn 14,7812 19,0716 20,5328
8 Ni 0,5489 0,8074 2,2406
9 Pb 0,2047 0,1711 0,1475
(18)
4.1.2. Logam Besi
Tabel 4.2. Data pengukuran absorbansi larutan seri standar Besi
No. Sampel (ppm) Absorbansi
1 0,00 0,0000
2 0,50 0,0098
3 1,00 0,0209
4 1,50 0,0307
5 2,00 0,0420
6 2,50 0,0510
4.1.2.1. Penurunan persamaan garis regresi
Data absorbansi yang diperoleh untuk suatu seri larutan standar Fe diplotkan terhadap konsentrasi larutan standar sehingga diperoleh kurva kalibrasi berupa garis linear seperti pada gambar 4.1. Persamaan garis regresi ini diturunkan dengan metode least square, dimana konsentrasi dari larutan standar dinyatakan sebagai Xi dan Absorbansi dinyatakan sebagai Yi seperti pada tabel berikut:
No. Xi Yi Xi-�� Yi-�� (Xi-��)2 (Yi-��)2 (Xi-��)(Yi-��) 1 0,0000 0,0000 -1,2500 -0,0257 1,5625 0,00066 0,0321 2 0,5000 0,0098 -0,7500 -0,0159 0,5625 0,00025 0,0119 3 1,0000 0,0209 -0,2500 -0,0048 0,0625 0,00002 0,0012 4 1,5000 0,0307 0,2500 0,0050 0,0625 0,000025 0,0012 5 2,0000 0,0420 0,7500 0,0163 0,5625 0,00026 0,0122 6 2,5000 0,0510 1,2500 0,0253 1,5625 0,00064 0,0316
∑ 7,5000 0,1544 0,0000 0,0002 4,3750 0,000186 0,0883
��= ∑��
� =
7,50
6 = 1,25
��= ∑��
� =
0,1544
(19)
Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan garis :
Y = aX + b Dimana :
a = slope b = intersept
Selanjutnya harga slope dapat ditentukan dengan menggunakan metode least square sebagai berikut :
�= ∑(�� − ��)(�� − ��)
∑(�� − ��)2
b = Y – aX
Dengan mensubstitusikan harga-harga yang tercantum pada tabel pada persamaan maka diperoleh :
�= 0,0883
4,3750= 0,0202
b = 0,0257 – (0,0202) (1,2500) = 0,0257 – 0,025
= 0,0007
Maka persamaan garis yang diperoleh adalah : Y = 0,0202X + 0,0007
4.1.2.2. Penentuan koefisien korelasi untuk logam besi (Fe)
Koefisien korelasi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
�= ∑(�� − ��)(�� − ��)
�(�� − ��)2(�� − ��)2
Koefisien korelasi untuk logam Besi (Fe) adalah :
�= 0,0883
(20)
Selanjutnya absorbansi diplotkan terhadap konsentrasi larutan seri standar sehingga diperoleh suatu kurva kalibrasi berupa garis linear seperti pada gambar berikut :
Gambar 4.1 Kurva Kalibrasi Larutan Seri Standart Fe
4.1.2.3. Penentuan Kadar Besi dalam sampel
Kadar Besi dapat ditentukan dengan menggunakan metode kurva kalibrasi dengan mensubstitusikan nilai Y (absorbansi) yang diperoleh dari hasil pengukuran terhadap persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.
4.1.2.3.1. Penentuan kadar Besi (Fe) yang terkandung dalam Param dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom dalam mg/L.
Dari data pengukuran absorbansi Besi untuk sampel yang dikonsumsi diperoleh serapan (A) sebagai berikut :
A1 = 0,0126 A2 = 0,0127 A3 = 0,0126
y = 0,0202x + 0,0007 r = 0,9987
0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3
A
bs
o
rba
ns
i
Konsentrasi Larutan Seri Standar Fe (mg/L)
Y-Values
(21)
Dengan mensubstitusikan nilai Y (Absorbansi) ke persamaan garis regresi Y = 0,0202X + 0,0007, maka diperoleh:
X1 = 0,5891 X2 = 0,5940 X3 = 0,5891
Dengan demikian kadar Besi pada Param yang dikonsumsi adalah :
��= ∑��
� =
1,7722
3 = 0,5907
(X1-��)2 = (0,5891 – 0,5907 )2 = 2,56 X 10-6 (X2-��)2 = (0,5940 – 0,5907 )2 = 1,089 X 10-5 (X3-��)2 = (0,5891 – 0,5907 )2 = 2,56 X 10-6
∑(Xi - ��)2 = 1,601 X 10-5
����,�= �∑(�� − ��)
2
� −1 = �
1,601 � 10−5
2 = 0,0028
����������ℎ����,�� = �
√� =
0,0028
√3 =
0,0028
1,7320= 0,0016
Dari data hasil distribusi student untuk n = 3, derajat kebebasan (dk) = n- 1 = 2 untuk derajat kepercayaan 95% (p=0,05), t= 4,30
Maka, d = t(0,05 x n-1)Sx
d = 4,30 x 0,1 x 0,0016 = 0,0006
Dari data hasil pengukuran kadar Besi pada param yang dikonsumsi adalah sebesar :
0,5907 ± 0,0006 mg/L
Hasil perhitungan untuk kadar Besi pada param yang digunakan sebagai obat luar seperti pada tabel dalam lampiran 3.
(22)
4.1.2.3.2 Penentuan Kadar Besi (Fe) yang Terkandung dalam Param dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom dalam mg/Kg.
��������������= ����������������
����������ℎ �106 ��/��
Dengan mengkalikan hasil penentuan Besi dari sampel di atas, maka diperoleh hasil pengukuran kadar Besi dari 5 gram sampel sebesar :
Kadar Besi pada 5 gram sampel dapat dihitung sebagai berikut :
�����= 0,5907 ��/��0,1�
5 �� � 10
6��/��
= 11,814 mg/kg
4.1.3. Logam Tembaga
Tabel 4.3. Data Absorbansi Larutan Standar Tembaga (Cu)
No. Sampel (ppm) Absorbansi
1 0,00 ppm 0,0000
2 0,50 ppm 0,0153
3 1,00 ppm 0,0338
4 1,50 ppm 0,0523
5 2,00 ppm 0,0708
6 2,50 ppm 0,0893
4.1.3.1. Penurunan persamaan garis regresi
Data absorbansi yang diperoleh untuk suatu seri larutan standar Cu diplotkan terhadap konsentrasi larutan standar sehingga diperoleh kurva kalibrasi berupa garis linear seperti pada gambar 4.2. Persamaan garis regresi ini diturunkan dengan metode least square, dimana konsentrasi dari larutan standar dinyatakan sebagai Xi dan Absorbansi dinyatakan sebagai Yi seperti pada tabel berikut:
(23)
No Xi Yi (Xi - ��) (Yi - ��) (Xi - ��)2 (Yi - ��)2 (Xi –��)(Yi- ��) 1 0,0000 0,0000 -1,2500 -0,0435 1,5625 0,0018 0,0543
2 0,5000 0,0153 -0,7500 -0,0282 0,5625 0,00079 0,0211 3 1,0000 0,0338 -0,2500 -0,0009 0,0625 0,0000008 0,00022 4 1,5000 0,0523 0,2500 0,0008 0,0625 0,0000006 0,0002 5 2,0000 0,0708 0,7500 0,0273 0,5625 0,00074 0,0204 6 2,5000 0,0893 1,2500 0,0458 1,5625 0,0020 0,0572 ∑ 7,5000 0,2871 0,0000 -0,0003 4,3750 0,0006 0,01668
��= ∑��
� =
7,5
6 = 1,25
��=∑��
� =
0,2871
6 = 0,0479
Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan garis :
Y = aX + b
Dimana : a = slope b = intersept
�= ∑(�� − ��)(�� − ��)
∑(�� − ��)2 =
0,0166
4,3750= 0,0381
b = Y – a X
b = 0,0479 – (0,0381)(1,25) = 0,0003
Maka persamaan garis yang diperoleh adalah : Y = 0,0381X+ 0,0003
4.1.3.2. Penentuan Koefisien Korelasi
Koefisien korelasi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
(24)
�= ∑(�� − ��)(�� − ��)
�(�� − ��)2(�� − ��)2
Koefisien korelasi untuk logam Tembaga adalah :
�= 0,0166
�(4,3750)(0,0053)= 0,9998
Selanjutnya absorbansi diplotkan terhadap konsentrasi larutan seri standar sehingga diperoleh suatu kurva kalibrasi berupa garis linear seperti pada gambar berikut :
Gambar 4.2. Kurva Kalibrasi Larutan Seri standar Cu (mg/L)
4.1.3.3. Penentuan Kadar Tembaga dalam sampel
Kadar Tembaga dapat ditentukan dengan menggunakan metode kurva kalibrasi dengan mensubstitusikan nilai Y (absorbansi) yang diperoleh dari hasil pengukuran terhadap persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.
y = 0,0381x + 0,0003 r = 0,9998
0 0,02 0,04 0,06 0,08 0,1 0,12
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3
A
bs
o
rba
ns
i
Konsentrasi Larutan Seri Standar Cu (mg/L)
Y-Values
(25)
4.1.3.3.1. Penentuan kadar Tembaga (Cu) yang terkandung dalam Param dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom dalam mg/L.
Dari data pengukuran absorbansi Tembaga untuk sampel yang dikonsumsi diperoleh serapan (A) sebagai berikut :
A1 = 0,0019 A2 = 0,0015 A3 = 0,0019
Dengan mensubstitusikan nilai Y (Absorbansi) ke persamaan garis regresi Y = 0,0381X + 0,0003, maka diperoleh:
X1 = 0,0419 X2 = 0,0314 X3 = 0,0419
Dengan demikian kadar Tembaga pada Param yang dikonsumsi adalah :
��= ∑��
� =
0,1152
3 = 0,0384
(X1-��)2 = (0,0419 – 0,0384 )2 = 1,225 X 10-5 (X2-��)2 = (0,0314 – 0,0384 )2 = 4,9 X 10-5 (X3-��)2 = (0,0419 – 0,0384 )2 = 3,5 X 10-3
∑(Xi - ��)2 = 3,561 X 10-3
����,�=�∑(�� − ��)
2
� −1 = �
3,561 � 10−3
2 = 0,0421
����������ℎ����,�� = �
√�=
0,0421
√3 =
0,0421
1,7320= 0,0243
Dari data hasil distribusi student untuk n = 3, derajat kebebasan (dk) = n- 1 = 2 untuk derajat kepercayaan 95% (p=0,05), t= 4,30
Maka, d = t(0,05 x n-1)Sx
d = 4,30 x 0,1 x 0,0243 = 0,0104
Dari data hasil pengukuran kadar Tembaga pada param yang dikonsumsi adalah sebesar :
(26)
0,0384 ± 0,0104 mg/L
Hasil perhitungan untuk kadar Tembaga pada param yang digunakan sebagai obat luar seperti pada tabel dalam lampiran 6.
4.1.3.3.2 Penentuan Kadar Tembaga (Cu) yang Terkandung dalam Param dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom dalam mg/kg.
�����������������= �� ��������������
����������ℎ � 106��/��
Kadar Tembaga pada 5 gram sampel dapat dihitung sebagai berikut :
�����= 0,0384��/��0,1�
5�� �10
6��/��
= 0,768 mg/kg
4.1.4. Logam Zinkum
Tabel. 4.4. Data Absorbansi Larutan Standar Zinkum (Zn)
No. Sampel (ppm) Absorbansi
1 0,00 ppm 0,0000
2 0,50 ppm 0,0796
3 1,00 ppm 0,1537
4 1,50 ppm 0,2389
5 2,00 ppm 0,3223
6 2,50 ppm 0,3813
4.1.4.1. Penurunan persamaan garis regresi
Data absorbansi yang diperoleh untuk suatu seri larutan standar Zn diplotkan terhadap konsentrasi larutan standar sehingga diperoleh kurva kalibrasi berupa garis linear seperti pada gambar 4.3. Persamaan garis regresi ini diturunkan
(27)
dengan metode least square, dimana konsentrasi dari larutan standar dinyatakan sebagai Xi dan Absorbansi dinyatakan sebagai Yi seperti pada tabel berikut:
No. Xi Yi Xi-�� Yi-�� (Xi-��)2 (Yi-��)2 (Xi-��)(Yi-��) 1 0,0000 0,0000 -1,2500 -0,1959 1,5625 0,0383 0,2448 2 0,5000 0,0796 -0,7500 -0,1163 0,5625 0,0135 0.0872 3 1,0000 0,1537 -0,2500 -0,0422 0,0625 0,0017 0,0105 4 1,5000 0,2389 0,2500 0,0430 0,0625 0,0018 0,0107 5 2,0000 0,3223 0,7500 0,1264 0,5625 0,0159 0,0948 6 2,5000 0,3813 1,2500 0,1854 1,5625 0,0343 0,2317
∑ 7,5000 1,1731 0,0000 0,0001 4,3750 0,1486 0,0689
��= ∑��
� =
7,50
6 = 1,25
��= ∑��
� =
1,1731
6 = 0,1955
Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan garis :
Y = aX + b Dimana :
a = slope b = intersept
Selanjutnya harga slope dapat ditentukan dengan menggunakan metode least square sebagai berikut :
�= ∑(�� − ��)(�� − ��)
∑(�� − ��)2
b = y – ax
Dengan mensubstitusikan harga-harga yang tercantum pada tabel pada persamaan maka diperoleh :
�= 0,0681
4,3750= 0,1558
(28)
= 0,1955 – 0,1941 = 0,0008
Maka persamaan garis yang diperoleh adalah : Y = 0,1558X + 0,0008
4.1.4.2. Penentuan koefisien korelasi untuk logam Zinkum (Zn)
Koefisien korelasi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
�= ∑(�� − ��)(�� − ��)
�(�� − ��)2(�� − ��)2
Koefisien korelasi untuk logam Zinkum (Zn) adalah :
�= 0,0681
�(4,3750)(0,0001)= 0,9980
Selanjutnya absorbansi diplotkan terhadap konsentrasi larutan seri standar sehingga diperoleh suatu kurva kalibrasi berupa garis linear seperti pada gambar berikut :
Gambar 4.3 kurva Kalibrasi Larutan Seri Standar Zn
y = 0,1558x + 0,0008 r = 0,9980
0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0,45
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3
A bs o rba ns i
Konsentrasi Larutan Seri Standar Zn (mg/L)
Y-Values
(29)
4.1.4.3. Penentuan Kadar Zinkum dalam sampel
Kadar Zinkum dapat ditentukan dengan menggunakan metode kurva kalibrasi dengan mensubstitusikan nilai Y (absorbansi) yang diperoleh dari hasil pengukuran terhadap persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.
4.1.4.3.1. Penentuan kadar Zinkum (Zn) yang terkandung dalam Param dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom dalam mg/L.
Dari data pengukuran absorbansi Zinkum untuk sampel yang dikonsumsi diperoleh serapan (A) sebagai berikut :
A1 = 0,1012 A2 = 0,0997 A3 = 0,0990
Dengan mensubstitusikan nilai Y (Absorbansi) ke persamaan garis regresi Y = 0,1558x + 0,0008, maka diperoleh:
X1 = 0,6444 X2 = 0,6347 X3 = 0,6302
Dengan demikian kadar zinkum pada Param yang dikonsumsi adalah :
��= ∑��
� =
1,9093
3 = 0,6364
(X1-��)2 = (0,6444 – 0,6364)2 = 6,4 X 10-5 (X2-��)2 = (0,6347 – 0,6364)2 = 2,89 X 10-6 (X3-��)2 = (0,6302 – 0,6364)2 = 3,844 X 10-5
∑(Xi - ��)2 = 1,0533 X 10-4
����,�= �∑(�� − ��)
2
� −1 = �
1,0533 � 10−4
2 = 0,0072
����������ℎ����,�� = �
√� =
0,0072
√3 =
0,0072
(30)
Didapatkan harga,
Dari data hasil distribusi student untuk n = 3, derajat kebebasan (dk) = n- 1 = 2 untuk derajat kepercayaan 95% (p=0,05), t= 4,30
Maka, d = t(0,05 x n-1)Sx
d = 4,30 x 0,1 x 0,0041 = 0,0017
Dari data hasil pengukuran kadar Zinkum dalam param yang dikonsumsi adalah sebesar :
0,6364 ± 0,0017 mg/L
Hasil perhitungan untuk kadar Zinkum pada param yang digunakan sebagai obat luar seperti pada tabel dalam lampiran 9.
4.1.3.3.2 Penentuan Kadar Zinkum yang Terkandung dalam Param dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom dalam mg/Kg.
����������������= ����������������
����������ℎ �106��/��
Kadar Zinku pada 5 gram sampel dapat dihitung sebagai berikut :
�����= 0,6364��/��0,1�
5�� �10
6��/��
= 12,728 mg/kg
4.2.Pembahasan
Telah dilakukan analisis logam berat Besi, Tembaga, dan Zinkum didalam param. Dimana sampel diambil dari daerah yang berbeda berdasarkan ketinggiannya dari permukaan laut dimana diharapkan sampel yang berasal dari daerah yang paling tinggi dari permukaan laut memiliki kandungan logam yang paling sedikit dan sampel yang berasal dari daerah yang lebih rendah dari permukaan laut memiliki kandungan logam yang lebih tinggi hal ini disebabkan karena hujan mengikis dan membawa tanah yang mengandung logam kedaerah yang lebih rendah. Kadar Besi (Fe), Tembaga (Cu), dan Zinkum (Zn) dari param dipreparasi dengan metode
(31)
destruksi kering kemudian diikuti dengan pelarutan abunya dengan penambahan HNO3(p) dan H2SO4(p). Sebelumnya dianalisa kualitatif dengan menggunakan Inductively Coupled Plasma, kemudian ditentukan nilai absorbansinya dan konsentrasi dari sampel menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom pada panjang gelombang untuk Besi (Fe)=248,33 nm, Tembaga (Cu)=324,75 nm, dan Zinkum (Zn)=213,86 nm.
Kurva standar larutan seri standar logam Besi (Fe), Tembaga (Cu), dan Zinkum (Zn) dibuat dengan memvariasikan konsentrasi larutan seri standar dengan menggunakan metode least square sehingga diperoleh persamaan garis linear untuk logam Besi (Fe) Y=0,0202X+0,0007; Tembaga (Cu) Y=0,0381X+0,0003; dan Zinkum (Zn)Y=0,1558X+0,0008
Dalam penelitian ini diperoleh koefisien korelasi untuk logam Besi (Fe)=0,9987; Tembaga (Cu)=0,9998; dan Zinkum(Zn)=0,9980. Hal ini menunjukkan adanya hubungan atau korelasi positif antara konsentrasi dengan absorbansi. Pada penelitian analitik,grafik kurva standar yang baik ditunjukkan dengan harga ≥ 0,99.
Adanya logam Besi, Tembaga, dan Zinkum di dalam param tersebut berasal tanah tempat tumbuh tumbuhan yang digunakan untuk membuat param tersebut. Dimana tanaman menyerap logam dari tanah tempatnya tumbuh sehingga logam tersebut terakumulasi dalam tanaman, akumulasi logam dalam tumbuhan tidak hanya tergantung pada kandungan logam dalam tanah, tetapi juga tergantung pada letak geografis tanah, unsur kimia tanah, jenis logam, pH tanah dan spesies tanaman yangn sensitif terhadap logam berat tertentu. Tanah tempat tumbuhan berkasiat yang digunakan untuk membuat param tersebut tidak diketahui mengandung pupuk atau pestisida karena sampel tersebut diperoleh dalam bentuk jadi.
Dari penelitian yang dilakukan diperoleh kadar logam Besi (Fe) dalam param yang dikonsumsi masing-masing adalah 11,814 mg/kg; 25,4 mg/kg. Kadar
(32)
logam Tembaga (Cu) dalam param yang dikonsumsi masing-masing adalah 5,738 mg/kg; 0,786 mg/kg. Kadar Zinkum (Zn) dalam param yang dikonsumsi masing-masing adalah 12,728 mg/kg; 15,184 mg/kg. Sedangkan kadar Besi (Fe), Tembaga (Cu), dan Zinkum dalam Param yang digunakan sebagai obat luar masing-masing adalah 29,36 mg/kg, 32,52 mg/kg, 27,688 mg/kg dan berdasarkan standar yang ditetapkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) maka kadar Fe, Cu, dan Zn dalam param yang digunakan sebagai obat luar dan yang dikonsumsi masih sesuai dengan standar BPOM tersebut.
(33)
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Dari hasil analisis diperoleh kadar Besi didalam param yang dikonsumsi adalah 11,814 mg/kg; 25,4 mg/kg, kadar Tembaga didalam param yang dikonsumsi adalah 0,768 mg/kg; 5,738 mg/kg, kadar Zinkum didalam param yang dikonsumsi adalah 12,728 mg/kg; 15,184 mg/kg. Dan kadar Besi, Tembaga, Zinkum didalam param yang digunakan sebagai obat luar ad alah 29,36 mg/kg; 32,52 mg/kg; 27,688 mg/kg.
2. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa kadar Besi, Tembaga, dan Zinkum dalam param yang digunakan sebagai obat luar dan yang dikonsumsi masih memenuhi standar yang ditetapkan oleh BPOM.
5.2. Saran
1. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan analisa residu pestisida, aflatoksin, dan cemaran mikroorganisme yang terkandung didalam param tersebut.
2. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk menentukan kadar logam berat lainnya Ni, Pb, Cd,dan Cr.
(34)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Obat Tradisional
Obat tradisional adalah ramuan bahan yang bisa berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (UU kesehatan No.23/1992). Istilah obat herbal sendiri mengacu pada kata herb yang berarti tanaman, yaitu obat yang berasal dari tanaman atau tumbuhan. Obat herbal dapat berasal dari akar, batang, daun, buah, atau biji suatu tanaman. Terdapat tiga kategori obat herbal yaitu jamu, herbal terstandar, dan fitofarmaka. (Sari et al. 2008). Param termasuk dalam kategori obat herbal jamu.
2.2. Jenis obat tradisional
Berdasarkan keputuan Kepala Badan POM RI No.HK.00.05.4.2411. tentang ketentuan pokok pengelompokan dan penandaan obat bahan alam Indonesia, obat tradisional dikelompokkan menjadi tiga yaitu jamu, herbal terstandar, dan fitofarmaka.
a.jamu (Emphirical Based Herbal Medicine)
Jamu adalah obat tradisional yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut. Jamu disajikan secara tradisional dalam bentuk serbuk seduhan, pil, atau cairan. Umumnya obat tradisional ini dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan leluhur. Satu jenis jamu disusun dari berbagai tanaman obat yang jumlahnya antara 5-10 macam,bahkan bisa lebih. Jamu tidak
(35)
memerlukan pembuktian ilmiah sampai uji klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris, jamu juga harus memenuhi persyaratan keamanan dan standar mutu. Jamu yang telah digunakan secara turun-temurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan ratusan tahun telah membuktikan keamanan dan maanfaat secara langsung untuk tujuan kesehatan tertentu.
b. Obat Herbat Terstandar (Standarized Based Herbal Medicine)
Merupakan obat tradisional yang disajikan dari hasil ekstraksi atau penyarian bahan alam, baik tanaman obat, binatang, maupun mineral. Dalam proses pembuatannya, dibutuhkan peralatan yang tidak sederhana dan lebih mahal dari pada jamu. Tenaga kerjanya pun harus didukung oleh pengetahuan dan keterampilan membuat ekstrak. Obat herbal ini umumnya ditunjang oleh pembuktian ilmiah berupa penelitian praklinis. Penelitian ini meliput i standardisasi kandungan senyawa berkhasiat didalam bahan penyusun, standardisasi pembuatan ekstrak yang higienis, serta uji toksisitas yang akut maupun kronis.
c. Fitofarmaka (Clinical Based Herbal Medicine)
Merupakan obat tradisional yang dapat disejajarkan dengan obat modern. Proses pembuatannya telah terstandar dan ditunjang oleh bukti ilmiah sampai uji klinis pada manusia. Karena itu, dalam pembuatannya diperlukan peralatan bertehnologi modern, tenaga ahli, dan biaya yang tidak sedikit.(Suharmiati at al.2000). Pengobatan tradisional adalah salah satu upaya pengobatan dan perawatan, diluar kedokteran dan ilmu keperawatan. Pengobatan secara tradisional ini mencakup cara dan obat yang digunakan mengacu pada pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang diperoleh secara turun-temurun.
Karakteristik pengobatan tradisional merupakan upaya kesehatan (pengobatan dan atau perawatan) dengan cara lain diluar ilmu kedokteran. Berdasarkan pengetahuan dan pengalam praktik yang diwariskan secara turun temurun.
(36)
Diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat dengan cara yang tidak bertentangan dengan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dilakukan untuk mencapai kesembuhan, pencegahan penyakit, pemulihan, dan peningkatan kesehatan jasmani, rohani, dan sosial masyarakat.(Noorkasiani.2007)
2.3. Obat Tradisional Karo
Obat atau tambar (dalam bahasa karo) adalah obat-obatan karo sebagai suatu sejarah yang terus berkembang dan berasal dari banyak sumber. Ada obat-obatan yang diturunkan dari nenek moyang, ada dari mimpi, dan hasil dari pengamatan sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Ada juga obat yang dituliskan nenek moyang dalam kulit kayu yang disebut dengan pustaka najati.(Ginting. 1999)
Bagian dari tanaman obat yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan dalam pembuatan obat-obatan tradisional adalah akar, batang, daun, bunga, dan buah. Obat-obatan tradisional yang terdapat pada masyarakat karo yaitu: kuning (param), tawar, minak alun atau minyak urut, sembur, dan oukup atau mandi uap. Diantara sekian banyak obat tradisional karo ini param adalah menjadi fokus dalam penelitian ini.
Param adalah obat tradisional karo yang terbuat dari campuran tepung dan ramuan yang berkhasiat sebagai obat. Tepung yang biasa digunakan adalah tepung beras dan ramuan yang berkhasiat sebagai obat adalah bahan atau campuran dari tanaman seperti akar, batang, daun, bunga, buah, dan lemak hewan dan juga air. Cara pembuatan param tersebut adalah semua bahan umbi umbian yang digunakan misalnya jahe, bawang merah, bawang putih, lada, kencur dan bahan daun-daunan serta bunga tumbuhan dicuci terlebih dahulu kemudian digiling hingga lumat kemudian bahan yang telah lumat tersebut dicampur dengan tepung beras kemudian diaduk hingga merata keseluruhannya setelah semua
(37)
campuran merata kemudian dicetak bulat-bulat dan dikeringkan cara penggunaan param ini adalah dioleskan ke seluruh tubuh dan dimakan (Bangun. 2010)
2.4. Mineral
Kandungan logam dalam tanah sangat berpengaruh terhadap kandungan logam dalam tanaman yang tumbuh diatasnya, sehingga kandungan logam yang berkurang atau berlebihan dalam jaringan tanaman akan mencerminkan kandungan logam dalam tanah (Darmono. 1995). Dari dalam tanah tumbuhan hijau menghisap zat-zat tertentu melalui akarnya. Zat-zat ini masuk kedalam tumbuhan dalam bentuk terlarut didalam air. Zat-zat ini biasanya berupa garam-garaman dan dinamakan mineral. Mineral ini berlainan halnya dengan bahan organik seperti karbohidrat, protein, dan lemak tidak dapat dibuat oleh tumbuh-tumbuhan. Karena itu mineral tergolong bahan tak-organik, yaitu tidak berasal dari mahluk hidup.
Kalau bahan tumbuhan seperti kayu bakar atau arang kita bakar, akan tersisa abu. Abu ini terdiri atas bahan mineral yang telah diserap oleh tumbuhan kedalam bagian tubuhnya. Sewaktu pembakaran, semua bahan organik habis terbakar menjadi karbon dioksida dan air. Tetapi bahan tak-organik tersisa sebagai garam-garaman yang bentuknya berupa abu. Didalam abu ini dapat ditemukan antara lain logam Natrium (Na), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Seng (Zn), Besi (Fe), Mangan (Mn), dan Molibden (Mo). Logam-logam ini ada dalam bentuk senyawa garam Fosfat yang mengandung Fosfor (P), Klorida yang mengandung Klor (Cl), Yodida yang mengandung Yod (J), Fluorida yang mengandung Fluor (F), atau Sulfat yang mengandung Sulfur (S).
Kalau kita makan tumbuh-tumbuhan, sudah tentu garam-garam inipun akan memasuki tubuh kita. Didalam tubuh kita mineral seperti kalsium fosfat terdapat didalam bagian tubuh seperti tulang dan gigi. Demikian pula mineral seperti besi menjadi bagian hemoglobin, atau juga disebut butir darah merah. Hemoglobin
(38)
adalah suatu protein yang kerjanya mengangkut oksigen di dalam darah ke seluruh bagian tubuh kita.
Di dalam daun-daunan hijau juga ada protein yang bentuknya hampir sama dengan hemoglobin, yaitu klorofil. Klorofil atau hijau daun tidak mengandung logam besi, tetapi logam Magnesium. Selain itu mineral seperti natrium dalam bentuk garam natrium klorida, kalsium dalam bentuk kalsium hidrofosfat, serta magnesium, dapat terlarut didalam cairan sel tubuh kita. Perananya mengatur berbagai proses kehidupan. Kalsium misalnya diperlukan sedikit agar darah dapat mengggumpal. Demikian pula kalsium berperan dalam peristiwa menegang dan melemasnya otot seperti otot jantung. Sedangkan magnesium diperlukan sebagai bahan pembentuk enzim. Natrium dan kalium diperlukan untuk mengatur tekanan cairan tubuh di dalam sel-sel tubuh.
Jadi, mineral-mineral didalam tubuh kita mempunyai dua macam tugas. Yang pertama ialah sebagai bahan pembentuk bagian-bagian tubuh, seperti tulang dan gigi. Yang kedua ialah sebagai zat pengatur kelangsungan hidup. Mineral yang diperlukan oleh manusia ialah kalsium, fosfor, magnesium, kalium, natrium, mangan, besi, tembaga, kobalt, yodium, belerang, dan seng. Ada mineral yang diperlukan dalam jumlah yang cukup banyak, yaitu pada kadar 100 g atau lebih sehari bagi setiap orang dewasa. Mineral seperti ini disebut unsur hara makro. Termasuk kedalam golongan ini ialah kalium, natrium, kalsium, fosfor, magnesium, dan klor. Ada pula mineral yang kita perlukan dalam kadar yang lebih rendah, yaitu tidak lebih dari beberapa mg setiap hari untuk orang dewasa. Mineral seperti ini disebut unsur hara mikro. Termasuk kedalam golongan ini ialah besi, yodium, seng, krom dan flour.(Nasoetion. 1995)
Mineral sangat penting bagi metabolisme tubuh. Mineral dapat diibaratkan sebagai “busi” dari kehidupan karena mineral diperlukan untuk mengaktifkan ribuan reaksi enzimatis dalam tubuh. Masing-masing mineral tidak bekerja sendiri, tetapi bekerja secara seimbang satu sama lainnya. Oleh karena itu, bila kita kelebihan satu mineral akan berakibat defisiensi (kekurangan) mineral
(39)
lainnya. Misalnya, kelebihan kalsium akan berakibat hilangnya magnesium dan seng. Kelebihan natrium dan kalium akan berakibat defisiensi kalsium dan magnesium. Kelebihan kalsium dan magnesium akan menyebabkan defisiensi natrium dan kalium. Kelebihan natrium akan menyebabkan kehilangan kalium. Kelebihan kalium akan berakibat hilangnya natrium. Kelebihan tembaga akan mengakibatkan kehilangan seng. Kelebihan seng akan berakibat hilangnya tembaga dan besi. Kelebihan fosfat akan mengakibatkan hilangnya kalsium. Semuanya itu disebut reaksi berantai defisiensi.(Sembiring. 2000). Disamping logam-logam yang dijelaskan diatas terdapat juga logam berat.
2.5. Logam Berat
Logam berat adalah unsur alami yang terdapat di kerak bumi dengan densitas lebih besar dari 5 g/cm3 stabil dan tidak bisa hancur sehingga logam berat cenderung menumpuk dalam tanah. Beberapa diantaranya berperan penting dalam kehidupan mahluk hidup dan disebut sebagai hara mikro esensial. Secara biologis beberapa logam dibutuhkan oleh mahluk hidup pada konsentrasi tertentu dan dapat berakibat fatal apabila tidak dipenuhi. Oleh karena itu logam-logam tersebut dinamakan logam atau mineral-mineral esensial tubuh tetapi jika logam-logam esensial tersebut masuk kedalam tubuh dalam jumlah berlebihan akan berubah fungsi menjadi racun bagi tubuh. Bahwa semua logam berat dapat menjadi racun yang akan meracuni tubuh mahluk hidup. Logam berat masuk kedalam jaringan tubuh mahluk hidup melalui beberapa jalan, yaitu saluran pernapasan, pencernaan, dan penetrasi melalui kulit.
Beberap logam berat diantaranya adalah zinkum (Zn), besi (Fe), tembaga (Cu), nikel (Ni), mangan (Mn), titanium (Ti), tungsten (W), vanadium (V), timah (Sn), Arsenik (As), kobalt (Co). Uraian berikut ini adalah mengenai Fe, Cu, dan Zn yang merupakan analit dalam penelitian ini.
(40)
2.6. Logam Besi
Analisa logam besi secara kualitatif menggunakan reaksi warna yang terkenal adalah reaksi dengan CNS- reaksi ini sensitif dan digunakan sebagai reaksi pengenal Fe, secara kuantitatif Fe dapat ditentukan dengan spektrometri, zat besi adalah gizi penting bagi tubuh manusia. Seorang pria dewasa yang sehat memiliki zat besi sebanyak 40 -50 mg per kilogram berat badan. Wanita dewasa yang sehat memiliki zat besi sebanyak 35-50 mg per kilogram berat badan. Dalam hal tertentu, wanita lebih rentan saat mengalami kekurangan zat besi. Zat besi berfungsi membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh. Zat besi menyatu dengan oksigen didalam paru-paru dan melepaskan oksigen pada jaringan-jaringan yang memerlukan. Zat besi juga berperan dalam fungsi normal kekebalan tubuh.
Besi dalam daging berada dalam bentuk hem yang mudah diserap. Besi non hem dalam tumbuhan tidak mudah diserap, sebagian karena tumbuhan sering kali mengandung oksalat, fitat, tanin, dan senyawa fenolik lain yang membentuk kelat atau presifitat dengan besi yang tidak mudah larut. Besi diserap dalam bentuk fero ( Fe2+). Karena bersifat toksik, di dalam tubuh besi bebas biasanya terikat ke protein. Besi diangkut didalam darah (sebagai Fe3+) oleh protein,apotransferin. Besi membentuk kompleks dengan apotransferin menjadi transferin. Besi dioksidasi dari Fe2+ menjadi Fe3+ oleh feroksidase yang dikenal sebagai seruloplasmin (enzim yang mengandung tembaga). Tingkat saturasi transferin oleh besi biasanya hanya sepertiga. Kapasitas total darah mengikat besi, yang terutama disebabkan oleh kandungan transferinnya adalah sekitar 300 µg/dL.(Marks. 1996)
Zat besi heme berasal dari hemoglobin dan mioglobin yang terdapat dalam darah bahan makanan hewani. Sementara itu, umumnya, zat besi non heme terdapat dalam bahan makanan tumbuh-tumbuhan. Zat besi non-heme, terdapat dalam bentuk kompleks anorganik (Fe3+). Absorpsi besi non-heme sangat dipengaruhu oleh faktor yang mempermudah dan faktor yang menghambat, yang
(41)
terdapat didalam bahan makanan yang dikonsumsi. Sementara itu zat besi heme tidak dipengaruhi oleh faktor penghambat. Karena itu jumlah zat besi heme yang dapat diabsorpsi lebih banyak dari pada zat besi dalam betuk non-heme. Dari berbagai penelitian, dibuktikan bahwa besi heme yang dapat diserap hampir 30%, sedangkan besi non heme hanya dapat diserap sekitar 5%. (Anwar. 2009)
Kekurangan zat besi akan membuat badan kita mudah terkena penyakit. Selain,itu karena zat gizi besi (Fe) merupakan inti molekul hemoglobin yang merupakan unsur utama dalam sel darah merah, maka kekurangan pasokan zat gizi besi menyebabkan menurunnya produksi hemoglobin. Akibatnya menyebabkan pengecilan ukuran (microcytic), rendahnya kandungan hemoglobin (hypocromic), serta berkurangnya sel darah merah. Penderita mengalami gejala umum berupa “5L” disertai pucat, kesemutan, mata berkunang-kunang, jantung berdegup kencang, kurang bergairah. Gejala-gejala orang yang mengalami anemia defisiensi zat besi adalah kelelahan, lemas, pucat, kurang bergairah, nyeri dada dan mudah berdebar, pada anemia yang kronis menentukan bentuk kuku seperti sendok dan rapuh, pecah-pecah pada sudut mulut, lidah lunak dan sulit menelan, sakit kepala dan mudah marah,sulit bernapas, tidak mampu berkonsentrasi dan rentan terhadap infeksi.(Atkins.2007)
Tubuh cenderung sebisa mungkin menyimpan kelebihan zat besi. Sangat sedikit zat besi yang dibuang atau diekskresikan oleh tubuh. Kelebihan zat besi akan terus disimpan di dalam jaringan dan bagian tubuh dan berakumulasi meningkatkan kadar racun. Pada jangka panjang akan meningkatkan resiko terjadinya diabetes, sakit jantung, kerusakan hati, artritis, alzhaimer, kanker limpa, dan kematian mendadak pada bayi, serta juga beberapa gejala kelainan seperti konstipasi, rambut rontok, hipotiroid, hiperaktif, meningkatkan resiko terjadinya
(42)
2.7. Logam Tembaga
Tembaga merupakan logam berat yang dijumpai pada perairan alami dan merupakan esesensial bagi tumbuhan dan hewan. Pada tumbuhan tembaga berperan sebagai penyusun plastocyanin yang berfungsi dalam transfor elektron dalam proses fotosintesis,kadar tembaga dalam kerak bumi kira-kira 50 mg/kg.(Effendi.2003). Tubuh manusia mengandung 1,5-2,5 mg tembaga (Cu) per kilogram berat badan bebas lemak mineral ini tersebar diseluruh jaringan tubuh, namun hati, otak, jantung, dan ginjal mengandung Cu dalam jumlah yang lebih banyak. Dalam darah, tembaga terdapat dalam jumlah yang kira-kira sama pada plasma dan eritrosit. Plasma mengandung sekitar 110 mcg/100ml dan eritrosit 115 mcg/100ml.(Suhardjo et al. 1992)
Tembaga berperan khususnya dalam beberapa kegiatan enzim pernapasan sebagai kofaktor bagi enzim tirosinase dan sitokhrom oksidase. Tirosinase mengkatalisis reaksi oksidasi tirosin menjadi pigmen melanin (pigmen gelap pada kulit dan rambut). Tembaga juga diperlukan dalam proses pertumbuhan sel-sel darah merah yang masih muda. Bila kekurangan tembaga, sel darah merah yang dihasilkan akan berkurang. Tembaga diserap dari usus kecil kedalam saluran darah, tempat sebagian besar jaringan bergabung pada seruplasmin, yaitu protein yang berfungsi dalam penggunaan besi.(Winarno. 1995)
Kebutuhan tembaga sehari minimal adalah rendah (ditaksir 1-2 mg), sedangkan makanan manusia umumnya memberikan 2-4 mg Cu sehari. Tembaga ditemukan bersama dengan unsur-unsur lainnya dikebanyakan bahan makanan. Kadar tembaga dalam serum yang rendah dapat berkaitan dengan adanya defisiensi protein seperti kwashiorkor, nefrotik sindron, dan disproteinemia. Jarang sekali defisiensi tembaga karena konsumsi makanannya, meskipun dilaporkan sementara peneliti adanya anemia pada anak-anak karena kekurangan tembaga.( Suhardjo et al. 1992)
(43)
Kelebihan tembaga mengakibatkan penyakit wilson yang merupakan kelainan metabolisme tembaga yang paling penting. Ini diturunkan sebagai autosomal resesif; tembaga terakumulasi dalam hati, ginjal, mata, dan ganglia basalis otak. Akumulasi tembaga didalam hati dihubungkan dengan hepatitis kronis yang sering berakhir sebagai sirosis.(Underwood.1996)
2.8.. Logam Seng
Seng diperlukan oleh tubuh untuk proses metabolisme tetapi dalam kadar tinggi dapat bersifat sebagai racun. Dalam tubuh manusia terkandung 2 gram seng, terutama terdapat pada rambut, tulang, mata, dan kelenjar alat kelamin pria. Seng merupakan komponen penting dari berbagai enzim. Paling sedikit 15-20 metalo-enzim yang mengandung seng telah diisolasi dan dimurnikan. Salah satu contohnya adalah enzim karbonat anhidrase yang terdapat dalam sel darah merah. Disamping itu seng juga terdapat dalam karboksi peptidase dan dehidrogenase dalam hati. Sebagai kofaktor, seng dapat meningkatkan keaktifan enzim lainnya.(Winarno. 1995)
Jumlah mineral Zn dalam tubuh kira-kira 20 mg per kilogram berat badan bebas lemak. Hampir semua seng darah berada dalam eritrosit yaitu 1200-1300 mcg/100ml sedangkan dalam serum hanya 120 mcg/100ml. Anhidrase karbonik yang berpusat dalam darah merah mengandung sekitar 0,33 persen seng, sementara itu insulin kristal mengandung seng dengan persentase kurang lebih sama. Kekurangan atau defisiensi seng menyebabkan gangguan pertumbuhan, terhambatnya pematangan seksual, mudah terkena infeksi, diare, gangguan kulit, anemia, kehilangan nafsu makan, serta menurunnya kemampuan indra perasa dan pencium.(Devi. 2010)
(44)
2.9.Metode Destruksi
Destruksi merupakan suatu cara perlakuan (perombakan) senyawa menjadi unsur-unsur sehingga dapat dianalisis. Metode destruksi materi organik dapat dilakukan dengan dua cara yang selama ini dikenal yaitu metode destruksi basah dan metode destruksi kering. Pada dasarnya pemilihan metode destruksi tersebut adalah berdasarkan sifat organik dalam bahan, mineral yang akan dianalisa serta sensitivitas yang digunakan. Berdasarkan kedua metode destruksi ini, sudah tentu memiliki tehnik pengerjaan yang berbeda pula. Penguraian sampel dengan asam-asam kuat baik tunggal maupun campuran dikenal dengan metode destruksi basah sedangkan penguraian sampel dengan cara pengabuan sampel dalam tanur dikenal sebagai metode destruksi kering. (Aprianto. 1989)
2.9.1. Destruksi Basah
Metode destruksi basah dilakukan dengan memanaskan sampel (sampel organik dan biologis) dengan adanya asam pekat atau bahkan campuran dari asam-asam tersebut. Jika asam-asam yang digunakan cukup untuk mengoksidasi, maka sampel dipanaskan dalam suhu yang cukup tinggi, dan jika pemanasan dilanjutkan dalam waktu yang lama, maka sebagian besar sampel telah teroksidasi dengan sempurna. (Almatsier.1987)
Destruksi basah digunakan untuk sampel dalam usaha penentuan trace elemen dan logam-logam beracun. Prinsip dari destruksi basah ini adalah menambahkan reagen kimia tertentu ke dalam sampel sebelum dilakukan pengabuan. Berbagai reagen kimia yang sering digunakan untuk destruksi basah ini adalah sebagai berikut :
1. Asam sulfat sering ditambahkan ke dalam sampel untuk membantu mempercepat terjadinya reaksi oksidasi. Asam sulfat adalah bahan pengoksidasi yang kuat, meskipun demikian waktu yang diperlukan untuk pengabuan masih cukup lama.
(45)
2. Campuran H2SO4 dan K2SO4 dapat digunakan untuk mempercepat dekomposisi sampel. K2SO4 akan menaikkan titik didih H2SO4 sehingga suhu pengabuan dapat dipertinggi dan proses pengabuan dapat lebih cepat. 3. Campuran H2SO4 dan HNO3 banyak digunakan untuk mempercepat proses
pengabuan. Kedua asam ini merupakan oksidator yang kuat. Dengan penambahan oksidator ini akan menurunkan suhu destruksi sampel yaitu pada suhu 350oC, sehingga komponen yang dapat menguap pada suhu yang tinggi dapat tetap dipertahankan dalam abu yang berarti penentuan kadar abu lebih baik.
4. Penggunaan HClO dan HNO3 dapat digunakan untuk sampel yang sangat sulit mengalami oksidasi. Dengan HClO yang merupakan oksidator yang sangat baik memungkinkan pengabuan dapat dipercepat. Kelemahan HClO ini adalah mudah meledak sehingga cukup berbahaya, untuk itu harus sangat hati-hati dalam pengguaannya. Pengabuan dengan menggunakan HClO dan HNO3 dapat berlangsung sangat cepat yaitu dalam 10 menitsudah dapat selesai.(Sudarmadji et al. 1989)
2.9.2. Destruksi Kering
Penentuan kadar abu adalah dengan mengoksidasikan semua zat organik pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 500-600oC dan kemudian ditimbang zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. Bahan yang mempunyai kadar air tinggi sebelum pengabuan harus dikeringkan terlebih dahulu. Bahan yang mempunyai kandungan zat yang mudah menguap dan berlemak banyak pengabuan dilakukan dengan suhu mula-mula rendah sampai asap hilang, baru kemudian dinaikkan suhunya sesuai dengan yang dikehendaki. Untuk bahan yang membentuk buih waktu dipanaskan harus dikeringkan dulu dalam oven dan ditambahkan zat anti buih misalnya olive atau parafin. Bahan yang akan diabukan ditempatkan dalam wadah khusus yang disebut krusibel yang dapat terbuat dari porselin, silika, quartz, nikel, platina dengan berbagai kapasitas (25-100 ml) dan pemilihan wadah ini disesuaikan dengan bahan yang akan diabukan. Temperatur
(46)
pengabuan harus diperhatikan sungguh-sungguh karena banyak element abu yang dapat menguap pada suhu yang tinggi.
Lama pengabuan tiap bahan berbeda-beda dan berkisar antara 2-8 jam. Pengabuan dianggap selesai apabila diperoleh sisa pengabuan yang umumnya berwarna putih abu-abu dan beratnya konstan dengan selang waktu pengabuan 30 menit. Penimbangan terhadap bahan dilakukan dalam keadaan dingin, untuk itu maka cawan krusibel yang berisi abu yang diambil dari dalam alat pengabuan (muffle) harus lebih dahulu dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105oC agar suhunya turun, baru kemudian dimasukkan ke dalam desikator sampai dingin. Desikator yang digunakan harus dilengkapi dengan zat penyerap uap air misalnya silika gel atau kalsium klorida, natrium hidroksida. Penentuan abu yang tidak larut dalam asam dilakukan dengan mencampurkan abu dalam asam klorida 10%. Setelah diaduk kemudian dipanaskan selanjutnya disaring dengan kertas whatman no.42. Residu merupakan abu yang tidak larut dalam asam yang terdiri atas pasir dan silika. Apabila abu banyak mengandung bahan jenis ini maka dapat diperkirakan proses pencucian bahan tidak sempurna ataupun terjadinya kontaminasi dari tanah selama proses pengolahan bahan tersebut.
Penentuan abu yang larut dalam air dilakukan dengan melarutkan abu ke dalam akuades kemudian disaring. Filtrat kemudian dikeringkan dan ditimbang residunya. Abu yang larut dalam air ini kadang-kadang digunakan sebagai indeks kandungan buah didalam jelly dan buah-buahan yang diawetkan. Cara yang umum dalam penentuan abu yang larut adalah dengan mengabukan residu yang terdapat dalam kertas saring bebas abu pada perlakuan diatas. Penentuan tahap kedua adalah penentuan individu mineral yang ada di dalam abu. Banyak cara yang dapat dipakai dalam penentuan mineral ini yaitu antara lain secara kimia dan secara spektrofotometri. Untuk cara kimia memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan cara spektrofotometri cukup cepat dan memiliki ketelitian yang besar.(Sudarmadji et al. 1989)
(47)
2.10. Spektrofotometri Serapan Atom
Spektrofotometri Serapan Atom merupakan suatu metode analisa kuantitatif dimana metode ini sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah dimana metode Spektrofotometri Serapan Atom ini berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom yaitu jika suatu larutan yang mengandung suatu garam logam (suatu senyawa logam) dihembuskan kedalam suatu nyala (misalnya asetilena yang terbakar di udara), dapatlah terbentuk uap yang mengandung atom-atom logam ini. Beberapa atom logam dalam gas ini dapat dieksitasi ke tingkatan energi yang cukup tinggi untuk memungkinkan pemancaran radiasi yang karakteristik dari logam tersebut, atom logam bentuk gas itu normalnya tetap berada dalam keadaan tak tereksitasi, atau dengan perkataan lain,dalam keadaan dasar. Atom-atom keadaan dasar ini mampu menyerap energi cahaya yang panjang gelombang resonansinya khas dengannya, yang pada umumnya adalah panjang gelombang radiasi yang akan dipancarkan atom-atom itu bila tereksitasi dari keadaan dasar. Jadi jika cahaya dengan panjang gelombang resonansi itu dilewatkan nyala yang mengandung atom-atom yang bersangkutan, maka sebagian cahaya itu akan diserap, dan jauhnya penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom keadaan dasar yang berada dalam nyala.(Basset.1994)
(48)
Suatu spektrofotometer serapan atom terdiri atas komponen-komponen berikut ini :
1. Sumber cahaya.
Lampu katoda berongga yang dilapisi dengan unsur yang sedang dianalisa.
2. Nyala.
Nyala biasanya berupa udara/asetilen, menghasilkan suhu ± 2500oC. Dinitrogen oksida/asetilena dapat digunakan untuk menghasilkan suhu sampai 3000oC, yang diperlukan untuk menguapkan garam-garam dari unsur-unsur.
3. Monokromator.
Monokromator digunakan untuk mnyempitkan lebat pita radiasi yang sedang dipancarkan oleh lampu katoda berongga . Ini menghilangkan interferensi oleh radiasi yang dipancarkan dari nyala tersebut, dari gas pengisi didalam lampu katoda berongga, dan dari unsur-unsur lain di dalam sampel tersebut.
4. Detektor.
Berupa sel fotosensitif (Watson,D.G.2007)
Keuntungan yang diperoleh dalam menggunakan spektrofotometri serapan atom adalah bahwa metode ini dapat menentukan hampir semua unsur logam dan dapat melakukan analisa logam walaupun sampel dalam bentuk campuran. Sedangkan kerugian dari metode tersebut adalah bahwa lampu katoda harus selalu diganti tiap kali suatu unsur yang berbeda sedang dianalisis pada sewaktu-waktu.
(49)
2.11. Inductively Couple Plasma
Inductively Couple Plasma-Optical Emission (ICP-OES) adalah sebuah metode analisa renik, dengan sensitivitas mulai dari sub-ppb sampai 100 ppb, dengan ketepatan yang mencapai 10%. Lebih baik dari ketepatan 1% yang dapat diperoleh dengan menggunakan metode kalibrasi.(Holloway.2010). Prinsip umum pada pengukuran ini adalah mengukur intensitas energi atau radiasi yang dipancarkan oleh unsur-unsur yang mengalami perubahan tingkat energi atom (eksitasi atau ionisasi), metode ICP-OES telah digunakan secara luas dan sangat terkenal karena alat tersebut dapat menganalisa multi-element. Dasar dari pengukuran ICP-OES adalah dari cahaya yang ditransmisikan oleh unsur yang ada didalam sampel yang dimasukkan ke plasma yang akan dihasilkan sebagai aerosol didalam sebuah nebulizer atau spray chamber. Suhu yang tinggi didalam plasma merupakan persediaan energi untuk menguapkan pelarut, menghilangkan bagian matrik sampel, dan menaikkan atom kedalam bentuk eksitasinya. Intensitas cahaya yang ditransmisikan berhubungan dengan nomor atom dalam plasma dan konsentrasi analit dalam sampel. (Postawa.2012)
Keuntungan lain dari ICP karena menggunakan gas argon dengan tekanan atmospher untuk proses atomisasi sampel dan efisiensi dari eksitasi atom. Plasma ini memiliki energi tinggi yang terdiri dari ionisasi gas inert. Temperaturnya kira-kira (7000-10.000 K) yang dapat menghasilkan proses atomisasi yang luar biasa (misalnya untuk penguraian senyawa kompleks dalam sampel menjadi individu atom) diikuti dengan eksitasi atom yang efisien. Karakteristik dari plasma ini menghasilkan kemampuan untuk mengnalisa senyawa yang sulit terurai (sulit mengalami atomisasi) dan dengan potensial eksitasi yang sulit tereksitasi dengan sumber emisi atom yang berbeda.(Taylor.2010)
(50)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan berbagai spesies tanaman. Dari 40.000 jenis tanaman yang tumbuh didunia, 30.000 jenis diantaranya tumbuh di Indonesia dan 26% telah dibudidayakan, sementara sisanya masih tumbuh liar. Kurang lebih terdapat sekitar 940 jenis tumbuhan yang mempunyai khasiat obat dari tanaman yang telah dibudidayakan dan baru sekitar 250 jenis yang sudah dimanfaatkan sebagai obat. Kandungan dan komposisi zat aktif setiap tanaman dapat berbeda-beda sehingga antara tanaman obat yang satu dengan yang lainnya mempunyai efek yang berbeda pula. (Sari. 2008)
Kekayaan spesies tanaman ini termasuk kekayaan keanekaragaman obat tradisional atau lebih sering dikenal tanaman herbal. Obat tradisional telah dikenal dan banyak digunakan secara turun-temurun oleh masyarakat. Umumnya, pemanfaatan obat tradisional lebih diutamakan sebagai upaya untuk menjaga kesehatan.
Popularitas dan perkembangan obat tradisional kian meningkat seiring dengan slogan “kembali ke alam” yang kian menggema. Dalam penggunaan obat tradisional ada beberapa aspek mutu yang perlu diperhatikan dalam membuat ataupun mengkonsumsi obat tradisional menurut keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor : HK.00.05.4.2411 Tahun 2004 antara lain cemaran logam berat, residu pestisida, aflatoksin, dan cemaran mikroorganisme. Di masyarakat karo obat tradisional juga digunakan masyarakat diantaranya adalah param, param digunakan untuk menjaga kesehatan dan mengobati penyakit dan pemakaian param tersebut digunakan sebagai obat
(51)
luar dan dapat dikonsumsi juga. Param tersebut dibuat dari daun, bunga, buah dan biji tumbuh-tumbuhan. Dimana didalam tumbuh-tumbuhan selain terkandung zat aktif organik juga terkandung logam dimana logam tersebut ada yang termasuk logam-logam berbahaya yaitu logam berat yang berasal dari tanah yang diserap oleh tumbuhan apabila param tersebut digunakan dalam waktu yang cukup lama maka logam tersebut dapat terakumulasi didalam tubuh manusia dan dapat menimbulkan efek samping walaupun efek yang ditimbulkannya tersebut tidak langsung dirasakan karena logam yang terakumulasi tersebut pelan-pelan dapat menimbulkan penyakit dan merusak organ tubuh. Param yang digunakan sebagai obat oleh masyarakat Karo ini ada dua macam yaitu pertama hanya digunakan sebagai obat luar dan yang kedua dapat dikonsumsi. Analisis dan penentuan logam dapat dilakukan dengan metode Spektroskopi Nyala antara lain Spektroskopi Serapan Atom dan Inductively Coupled Plasma Spektrometry (ICP). ICP dapat melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif logam dalam jumlah sampai 45 unsur sekali analisis atau penentuan tetapi alat ini mahal, operasionalnya agak sulit dibandingkan SSA. SSA adalah metode penentuan logam yang paling banyak digunakan karena operasi alat tersebut lebih mudah, cepat dan sensitif dan dapat menentukan logam berat dalam kisaran ppm. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk menganalisis kandungan logam dalam param. Analisa kandungan logam didalam param secara kualitatif dilakukan dengan ICP dan penentuan logam dalam param dengan menggunakan metode Spektrofotometri Serapan Atom karena metode ini lebih sensitif dan spesifik dalam menentukan kadar logam dalam sampel yang berisi berbagai macam senyawa.
1.2.Permasalahan
1. Apakah param yang dikonsumsi dan yang digunakan sebagai obat luar mengandung logam Fe, Cu dan Zn ?
(52)
3. Apakah kadar logam yang terkandung di dalam param tersebut masih memenuhi standar ambang batas menurut BPOM ?
1.3.Pembatasan Masalah
1. Param yang dijadikan sampel didalam penelitian ini adalah param yang digunakan sebagai obat luar dan yang dikonsumsi, diambil dari tiga daerah yang berbeda di Tanah Karo Yaitu Desa Serdang, Seribujandi, dan Tigapanah.
2. Penentuan kandungan logam Fe, Cu, dan Zn dilakukan dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom.
1.4.Tujuan Penelitian
1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar logam berat Fe, Cu, dan Zn dari param yang digunakan sebagai obat luar dan yang dikonsumsi. 2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar Fe, Cu, dan Zn dari param
tersebut masih sesuai dengan standart yang ditetapakan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi ilmiah yang bermanfaat bagi masyarakat khususnya masyarakat Karo mengenai kadar kandungan logam Fe, Cu, dan Zn yang ada didalam param juga penelitian ini dapat menjadi data dasar untuk standarisasi kandungan logam dalam param.
(53)
1.6. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakuka n di Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara dan di Laboratorium Terpadu Universitas Sumatera Utara.
1.7. Metodologi Penelitian
1. Penelitian ini merupakan eksperimen laboratorium.
2. Sampel param yang digunakan diambil secara purposif dari Desa Tigapanah, Desa Serdang, dan Desa Seribujandi.
3. Untuk penentuan Fe, Cu, dan Zn sampel terlebih dahulu didestruksi kering. 4. Kandungan Fe, Cu, dan Zn di dalam sampel ditentukan dengan menggunakan SSA dengan panjang gelombang untuk Fe=248,3 nm, Cu=324.75 nm, dan Zn=213.86 nm dengan menggunakan kurva kalibrasi.
(54)
ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BESI (Fe), TEMBAGA (Cu), DAN ZINKUM (Zn) DIDALAM OBAT TRADISIONAL PARAM
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian analisis logam berat Besi (Fe), Tembaga (Cu), dan Zinkum (Zn) didalam obat tradisional param yang digunakan sebagai obat luar dan yang dikonsumsi. Preparasi sampel dilakukan dengan metode destruksi kering pada suhu ± 550 oC diikuti dengan pelarutan abunya dengan HNO3(p) dan H2SO4(p). Kemudian dianalisa kualitatif dengan Inductively Couple Plasma dan analisa kuantitatif dari Fe, Cu, dan Zn dilakukan dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa kandungan Fe didalam param yang dikonsumsi masing-masing adalah 11,814 mg/kg; 38,6 mg/kg, kandungan Cu didalam param yang dikonsumsi masing-masing adalah 0,768 mg/kg; 5,738 mg/kg, kandungan Zn didalam param yang dikonsumsi masing-masing adalah 12,728 mg/kg; 15,184 mg/kg. Dan kandungan Fe, Cu, Zn didalam param yang digunakan sebagai obat luar masing-masing adalah 68,62 mg/kg; 32,52 mg/kg; 27,688 mg/kg. Dari hasil penelitian yang diperoleh maka untuk kandungan Fe, Cu dan Zn didalam param yang digunakan sebagai obat luar dan yang dikonsumsi masih memenuhi standar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
(55)
THE ANALYSIS OF CONTENT IRON (Fe), CUPRUM (Cu), AND ZINK (Zn) IN TRADITIONAL MEDICINE
ABSTRACT
It has been carried out the analysis heavy metal Iron (Fe), Cuprum (Cu), and Zink (Zn) in traditional medicine that used as external and taken . Preparing sampel were carried out with dry digestion at ± 550oC followed by dissolution of the ash by addition of HNO3(p) and H2SO4(p). Firstly qualitatif analysis were carried out by Inductively Couple Plasma and qualitatif analysis of Fe, Cu, and Zn were carried out by atomic absorption spechtrophotometry method. The result obtained showed that the analysed of two sampel were 11,814 mg/kg and 25,4 mg/kg for Fe, and 0,768 mg/kg and 5,738 mg/kg for Cu and 12,728 mg/kg and 15,184 Zn respectively. For param used as eksternal medicine the result of the analysed sampel the content of Fe was 29,36 mg/kg, Cu was of 32,52 mg/kg, and Zn was of 27,688 mg/kg. The result obtained this research for content of Fe, Cu and Zn in param that used as eksternal and taken still to fit standart dirjen POM.
(56)
ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BESI (Fe), TEMBAGA (Cu),
DAN ZINKUM (Zn) DIDALAM OBAT TRADISIONAL PARAM
SKRIPSI
DESTARIA BRAHMANA
090802044
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGEAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2014
(57)
ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BESI (Fe), TEMBAGA (Cu), DAN ZINKUM (Zn) DIDALAM OBAT TRADISIONAL PARAM
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar sarjana sains
DESTARIA BRAHMANA 090802044
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGEAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(58)
PERNYATAAN
ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BESI (Fe), TEMBAGA (Cu), DAN ZINKUM (Zn) DIDALAM OBAT TRADISIONAL PARAM
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Januari 2014
Destaria Brahmana 090802044
(59)
PERSETUJUAN
Judul : ANALISIS KANDUNGAN BESI (Fe), TEMBAGA (Cu), DAN ZINKUM (Zn) DIDALAM OBAT TRADISIONAL PARAM
Kategori : SKRIPSI
Nama : DESTARIA BRAHMANA NIM : 090802044
Program Studi : SARJANA ( S1 ) KIMIA Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Disetujui di, Medan, Januari 2014
Komisi Pembimbing
Dosen Pembimbing II Dosen Pembimbing I
Prof.Dr.Zul Alfian Prof.Dr.Harlem Marpaung NIP 195504051983031002 NIP194804141974031001
Diketahui / disetujui oleh
Departemen Kimia FMIPA USU Ketua
NIP 195408301985032001 Dr.Rumondang Bulan,MS
(60)
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus untuk setiap kasih karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Saya juga mengucapkan terimakasih yang terdalam kepada ibunda H. Br Barus atas pengorbanan semangat dan dukungannya selama ini kepada penulis. Kepada Adnan Perdinanta Brahmana dan Lepi Pebrina Brahmana terimakasih untuk semangat dan dukungannya kepada penulis. Dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Bapak Prof.Dr. Harlem Marpaung selaku dosen pembimbing I dan sekaligus Kepala Laboratorium Kimia Analitik dan Bapak Prof.Dr. Zul Alfian selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, waktu, saran, dan menolong penulis. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Ketua dan Sekertaris Departemen Kimia FMIPA USU, Ibu Dr. Rumondang Bulan Nasution, Ms dan Bapak Dr. Albert Pasaribu, M.Sc, Dekan dan pembantu Dekan FMIPA USU, seluruh staf pengajar Departemen Kimia FMIPA USU, terkhusus kepada Bapak Drs. Amir Hamzah Siregar M.Si selaku dosen wali yang telah memberikan bimbingan selama masa perkuliahan di FMIPA USU. Kepada Laboran Kimia Analitik FMIPA USU Kak Sri Pratiwi Aritonang Msi, dan teman-teman asisten Kak Bella Kresensia Tambunan, Kak Indah Simanjuntak, Emilia Yolanda Hutapea, Juliana Galingging, Reh Malem Br Karo, Roiman Tulus Nababan,serta adik-adik Zulfrandri, Benni, Dorkas, Andi,Wiwi, Emi, Fatiah, Enabellia, Roberta dan juga kepada teman-teman stambuk 2009 terkhusus untuk Junita D.Simanjuntak yang telah memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.
(61)
ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BESI (Fe), TEMBAGA (Cu), DAN ZINKUM (Zn) DIDALAM OBAT TRADISIONAL PARAM
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian analisis logam berat Besi (Fe), Tembaga (Cu), dan Zinkum (Zn) didalam obat tradisional param yang digunakan sebagai obat luar dan yang dikonsumsi. Preparasi sampel dilakukan dengan metode destruksi kering pada suhu ± 550 oC diikuti dengan pelarutan abunya dengan HNO3(p) dan H2SO4(p). Kemudian dianalisa kualitatif dengan Inductively Couple Plasma dan analisa kuantitatif dari Fe, Cu, dan Zn dilakukan dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa kandungan Fe didalam param yang dikonsumsi masing-masing adalah 11,814 mg/kg; 38,6 mg/kg, kandungan Cu didalam param yang dikonsumsi masing-masing adalah 0,768 mg/kg; 5,738 mg/kg, kandungan Zn didalam param yang dikonsumsi masing-masing adalah 12,728 mg/kg; 15,184 mg/kg. Dan kandungan Fe, Cu, Zn didalam param yang digunakan sebagai obat luar masing-masing adalah 68,62 mg/kg; 32,52 mg/kg; 27,688 mg/kg. Dari hasil penelitian yang diperoleh maka untuk kandungan Fe, Cu dan Zn didalam param yang digunakan sebagai obat luar dan yang dikonsumsi masih memenuhi standar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
(62)
THE ANALYSIS OF CONTENT IRON (Fe), CUPRUM (Cu), AND ZINK (Zn) IN TRADITIONAL MEDICINE
ABSTRACT
It has been carried out the analysis heavy metal Iron (Fe), Cuprum (Cu), and Zink (Zn) in traditional medicine that used as external and taken . Preparing sampel were carried out with dry digestion at ± 550oC followed by dissolution of the ash by addition of HNO3(p) and H2SO4(p). Firstly qualitatif analysis were carried out by Inductively Couple Plasma and qualitatif analysis of Fe, Cu, and Zn were carried out by atomic absorption spechtrophotometry method. The result obtained showed that the analysed of two sampel were 11,814 mg/kg and 25,4 mg/kg for Fe, and 0,768 mg/kg and 5,738 mg/kg for Cu and 12,728 mg/kg and 15,184 Zn respectively. For param used as eksternal medicine the result of the analysed sampel the content of Fe was 29,36 mg/kg, Cu was of 32,52 mg/kg, and Zn was of 27,688 mg/kg. The result obtained this research for content of Fe, Cu and Zn in param that used as eksternal and taken still to fit standart dirjen POM.
(63)
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan i
Pernyataan ii
Penghargaan iii
Abstrak iv
Abstract v
Daftar Isi vi
Daftar Tabel ix
Daftar Gambar x
Daftar Lampiran xi
Bab 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang 1
1.2. Permasalahan 2
1.3. Pembatasan Masalah 3
1.4. Tujuan Penelitian 3
1.5. Manfaat Penelitian 3
1.6. Lokasi Penelitian 4
1.7. Metodologi Penelitian 4
Bab 2. Tinjauan Pustaka 2.1. Definisi Obat Tradisional 5
2.2. Jenis Obat Tradisional 5
2.3. Obat Tradisional Karo 7
2.4. Mineral 8
2.5. Logam Berat 10
2.6. Logam Besi 11
2.7. Logam Tembaga 13
2.8. Logam Seng 14
2.9. Metode Destruksi 15
2.9.1. Destruksi Basah 15
2.9.2. Destruksi Kering 16
2.10. Spektrofotometri Serapan Atom 18
2.11. Inductively Coupled Plasma 20
Bab 3. Metode Penelitian 3.1. Alat-alat 21
3.2. Bahan 21
3.3. Prosedur Penelitian 22
3.3.1. Penyediaan Reagen 22
3.3.1.1. Pembuatan Larutan Standar Fe3+ 22 a. Larutan Standar Fe3+ 1000 mg/L
b. Larutan Standar Fe3+ 100 mg/L c. Larutan Standar Fe3+ 10 mg/l
(64)
e. Larutan KMnO4 0,1 N
3.3.1.2. Pembuatan Larutan Standar Cu2+ 23
a. Larutan Standar Cu2+ 1000 mg/L b. Larutan Standar Cu2+ 100 mg/L c. Larutan Standar Cu2+ 10 mg/L d. Larutan Standar Cu2+ 0,5;1,0;1,5;2,0;dan2,5 3.3.1.3. Pembuatan Larutan Standar Zn2+ 24
a. Larutan Standar Zn2+ 1000 mg/L b. Larutan Standar Zn2+ 100 mg/L c. Larutan Standar Zn2+ 10 mg/L d. Larutan Standar Zn2+ 0,5;1,0;1,5;2,0;dan2,5 3.3.2. Penyediaan Sampel 25
3.3.3. Pembuatan Kurva Larutan Standar Cu2+ 25
3.3.4. Pembuatan Kurva Larutan Standar Fe3+ 26
3.3.5. Pembuatan Kurva Larutan Standar Zn2+ 26
3.3.6. Penentuan kadar Cu Pada Sampel Dengan Menggunakan 26
Spektrofotometer Serapan Atom 3.3.7. Penentuan Kadar Fe Pada Sampel Dengan Menggunakan 26
Spektrofotometer Serapan Atom 3.3.8. Penentuan Kadar Zn Pada Sampel dengan menggunakan 26
Spektrofotometer Seapan Atom 3.4. Bagan Penelitian 27
3.4.1. Pembuatan Kurva Kalibrasi Tembaga 27
3.4.2. Pembuatan Kurva Kalibrasi Besi 27
3.4.3. Pembuatan Kurva Kalibrasi Seng 27
3.4.4. Preparasi Sampel 28
3.4.5. Penyediaan Larutan Sampel 29
3.4.6. Penentuan Kadar Cu Menggunakan Alat SSA 30
3.4.7. Penentuan Kadar Fe Menggunakan Alat SSA 30
3.4.8. Penentuan Kadar Zn Menggunakan Alat SSA 30
Bab 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Uji kualitatif sampel dengan ICP-OES 31
4.1.2. Logam Besi 31
4.1.2.1. Penurunan Persamaan Garis Regresi 32
4.1.2.2. Penentuan Koefisien Korelasi Besi 33
4.1.2.3. Penentuan Kadar Besi Dalam Sampel 34
4.1.2.3.1. Penentuan Kadar Fe Metode SSA 34
dalam mg/L 4.1.2.3.2. Penentuan Kadar Fe Metode SSA 36
dalam mg/kg 4.1.3. Logam Tembaga 36
4.1.3.1. Penurunan Persamaan Garis Regresi 36
4.1.3.2. Penentuan Koefisien Korelasi Tembaga 37
(65)
4.1.3..3.1. Penentuan Kadar Cu Metode SSA 39 dalam mg/L
4.1.3.3.2. Penentuan Kadar Cu Metode SSA 40 dalam mg/kg
4.1.4. Logam Zinkum 40
4.1.4.1. Penurunan Persamaan Garis Regresi 40 4.1.4.2. Penentuan Koefisien Korelasi Zn 42 4.1.4.3. Penentuan Kadar Zn Dalam Sampel 43 4.1.4.3.1. Penentuan Kadar Zn Metode SSA 43
dalam mg/L
4.1.4.3.2. Penentuan Kadar Zn Metode SSA 44 dalam mg/kg
4.2. Pembahasan 44 Bab 5. Kesimpulan dan Saran
5.1. Kesimpulan 47
5.2. Saran 47
(66)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman Tabel
4.1. Data hasil analisa kualitatif sampel dengan ICP-OES 31
4.2. Data pengukuran absorbansi larutan seri standar Besi 32
4.3. Data pengukuran absorbansi larutan seri standar tembaga 36
(67)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman Gambar
2.1. Bagan Alat Spektrofotometer Serapan Atom 18
4.1. Kurva Kalibrasi Larutan Seri Standar Fe 34
4.2. Kurva Kalibrasi Larutan Seri Standar Cu 38
(68)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman Lamp
1. Kondisi Alat SSA Pada Pengukuran Konsentrasi Fe 51 2. Data Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Seri Standar Fe 51
dengan Spektrofotometer Serapan Atom
3. Data kadar Fe dalam param yang digunakan sebagai obat 51 luar dan yang dikonsumsi
4. Kondisi Alat SSA Pada Pengukuran Konsentrasi Cu 52 5. Data Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Seri Standar Cu 52
dengan Spektrofotometer Serapan Atom
6. Data Kadar Cu dalam yang digunakan sebagai obat 52 luar dan yang dikonsumsi
7. Kondisi Alat SSA Pada Pengukuran Konsentrasi Zn 53 8. Data Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Seri Standar Zn 53
Dengan Spektrofotometer Serapan Atom
9. Data Kadar Zn dalam param yang digunakan sebagai obat 53 Luar dan yang dikonsumsi
(1)
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan i
Pernyataan ii
Penghargaan iii
Abstrak iv
Abstract v
Daftar Isi vi
Daftar Tabel ix
Daftar Gambar x
Daftar Lampiran xi
Bab 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang 1
1.2. Permasalahan 2
1.3. Pembatasan Masalah 3
1.4. Tujuan Penelitian 3
1.5. Manfaat Penelitian 3
1.6. Lokasi Penelitian 4
1.7. Metodologi Penelitian 4
Bab 2. Tinjauan Pustaka 2.1. Definisi Obat Tradisional 5
2.2. Jenis Obat Tradisional 5
2.3. Obat Tradisional Karo 7
2.4. Mineral 8
2.5. Logam Berat 10
2.6. Logam Besi 11
2.7. Logam Tembaga 13
2.8. Logam Seng 14
2.9. Metode Destruksi 15
2.9.1. Destruksi Basah 15
2.9.2. Destruksi Kering 16
2.10. Spektrofotometri Serapan Atom 18
2.11. Inductively Coupled Plasma 20
Bab 3. Metode Penelitian 3.1. Alat-alat 21
3.2. Bahan 21
3.3. Prosedur Penelitian 22
3.3.1. Penyediaan Reagen 22
3.3.1.1. Pembuatan Larutan Standar Fe3+ 22 a. Larutan Standar Fe3+ 1000 mg/L
b. Larutan Standar Fe3+ 100 mg/L c. Larutan Standar Fe3+ 10 mg/l
(2)
e. Larutan KMnO4 0,1 N
3.3.1.2. Pembuatan Larutan Standar Cu2+ 23
a. Larutan Standar Cu2+ 1000 mg/L b. Larutan Standar Cu2+ 100 mg/L c. Larutan Standar Cu2+ 10 mg/L d. Larutan Standar Cu2+ 0,5;1,0;1,5;2,0;dan2,5 3.3.1.3. Pembuatan Larutan Standar Zn2+ 24
a. Larutan Standar Zn2+ 1000 mg/L b. Larutan Standar Zn2+ 100 mg/L c. Larutan Standar Zn2+ 10 mg/L d. Larutan Standar Zn2+ 0,5;1,0;1,5;2,0;dan2,5 3.3.2. Penyediaan Sampel 25
3.3.3. Pembuatan Kurva Larutan Standar Cu2+ 25
3.3.4. Pembuatan Kurva Larutan Standar Fe3+ 26
3.3.5. Pembuatan Kurva Larutan Standar Zn2+ 26
3.3.6. Penentuan kadar Cu Pada Sampel Dengan Menggunakan 26
Spektrofotometer Serapan Atom 3.3.7. Penentuan Kadar Fe Pada Sampel Dengan Menggunakan 26
Spektrofotometer Serapan Atom 3.3.8. Penentuan Kadar Zn Pada Sampel dengan menggunakan 26
Spektrofotometer Seapan Atom 3.4. Bagan Penelitian 27
3.4.1. Pembuatan Kurva Kalibrasi Tembaga 27
3.4.2. Pembuatan Kurva Kalibrasi Besi 27
3.4.3. Pembuatan Kurva Kalibrasi Seng 27
3.4.4. Preparasi Sampel 28
3.4.5. Penyediaan Larutan Sampel 29
3.4.6. Penentuan Kadar Cu Menggunakan Alat SSA 30
3.4.7. Penentuan Kadar Fe Menggunakan Alat SSA 30
3.4.8. Penentuan Kadar Zn Menggunakan Alat SSA 30
Bab 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Uji kualitatif sampel dengan ICP-OES 31
4.1.2. Logam Besi 31
4.1.2.1. Penurunan Persamaan Garis Regresi 32
4.1.2.2. Penentuan Koefisien Korelasi Besi 33
4.1.2.3. Penentuan Kadar Besi Dalam Sampel 34
4.1.2.3.1. Penentuan Kadar Fe Metode SSA 34
dalam mg/L 4.1.2.3.2. Penentuan Kadar Fe Metode SSA 36
dalam mg/kg 4.1.3. Logam Tembaga 36
4.1.3.1. Penurunan Persamaan Garis Regresi 36
4.1.3.2. Penentuan Koefisien Korelasi Tembaga 37
(3)
4.1.3..3.1. Penentuan Kadar Cu Metode SSA 39 dalam mg/L
4.1.3.3.2. Penentuan Kadar Cu Metode SSA 40 dalam mg/kg
4.1.4. Logam Zinkum 40
4.1.4.1. Penurunan Persamaan Garis Regresi 40 4.1.4.2. Penentuan Koefisien Korelasi Zn 42 4.1.4.3. Penentuan Kadar Zn Dalam Sampel 43 4.1.4.3.1. Penentuan Kadar Zn Metode SSA 43
dalam mg/L
4.1.4.3.2. Penentuan Kadar Zn Metode SSA 44 dalam mg/kg
4.2. Pembahasan 44 Bab 5. Kesimpulan dan Saran
5.1. Kesimpulan 47
5.2. Saran 47
(4)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman Tabel
4.1. Data hasil analisa kualitatif sampel dengan ICP-OES 31
4.2. Data pengukuran absorbansi larutan seri standar Besi 32
4.3. Data pengukuran absorbansi larutan seri standar tembaga 36
(5)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman Gambar
2.1. Bagan Alat Spektrofotometer Serapan Atom 18
4.1. Kurva Kalibrasi Larutan Seri Standar Fe 34
4.2. Kurva Kalibrasi Larutan Seri Standar Cu 38
(6)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman Lamp
1. Kondisi Alat SSA Pada Pengukuran Konsentrasi Fe 51 2. Data Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Seri Standar Fe 51
dengan Spektrofotometer Serapan Atom
3. Data kadar Fe dalam param yang digunakan sebagai obat 51 luar dan yang dikonsumsi
4. Kondisi Alat SSA Pada Pengukuran Konsentrasi Cu 52 5. Data Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Seri Standar Cu 52
dengan Spektrofotometer Serapan Atom
6. Data Kadar Cu dalam yang digunakan sebagai obat 52 luar dan yang dikonsumsi
7. Kondisi Alat SSA Pada Pengukuran Konsentrasi Zn 53 8. Data Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Seri Standar Zn 53
Dengan Spektrofotometer Serapan Atom
9. Data Kadar Zn dalam param yang digunakan sebagai obat 53 Luar dan yang dikonsumsi