Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja Pembuatan Dodol di Tanjung Pura Kabupaten Langkat Tahun 2016

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Perkembangan industri di Indonesia memberikan berbagai keuntungan

dalam bidang ekonomi, baik untuk perusahaan, pekerja ataupun Negara. Menteri
Perindustrian mengatakan, sektor industri yang tumbuh pada triwulan I tahun
2015 antara lain pada sektor Industri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisional sebesar
9,05%; Industri Logam Dasar sebesar 8,66%; Industri Makanan dan Minuman
sebesar 8,16%; serta Industri Barang Logam, Komputer, Barang Elektronik, dan
Optik sebesar 8,14%.
Perkembangan industri yang pesat juga diiringi dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin membaik. Dampak yang paling
umum dari perkembangan industri yaitu meningkatnya jumlah permintaan
berdasarkan kebutuhan konsumen terhadap produk yang dihasilkan. Keadaan ini
membuat pengusaha membutuhkan sumber daya yang lebih untuk menghasilkan
produk sesuai permintaan.
Salah satu sumber daya yang dapat mempengaruhi produksi suatu

perusahaan adalah manusia. Manusia melakukan suatu pekerjaan untuk memenuhi
kebutuhannya, baik kebutuhan pangan, sandang dan papan. Berdasarkan data
ketenagakerjaan yang diolah BPS, Indonesia mengalami kenaikan jumlah
angkatan kerja yaitu pada Agustus 2014 dari 121,9 juta angkatan kerja terdapat
114,6 juta orang bekerja, pekerjaan utama penduduk bekerja pada sektor industri

1
Universitas Sumatera Utara

sebesar 13,31% dan berdasarkan status pekerjaan, mayoritas bekerja
sebagai buruh/karyawan (42,38%) (BPS, 2014).
Peran tenaga manusia masih sangat diperhitungkan dan ikut ambil-alih
dalam proses produksi, meskipun perkembangan teknologi telah menciptakan
mesin-mesin produksi yang lebih canggih. Dalam sistem manusia-mesin, faktor
manusia merupakan pengendalian dari mesin seberapapun canggihnya suatu
mesin. Sebagian besar industri melakukan produksi dengan mesin-mesin canggih,
tetapi tidak sedikit juga proses produksi yang masih menggunakan alat-alat
manual yang melibatkan manusia dalam pekerjaannya. Pada pekerjaan yang
dilakukan secara manual, manusia dituntut untuk memiliki kemampuan yang lebih
agar mencapai target produksi yang telah ditentukan, terutama pada bagian otot

dan tulang karena otot dan tulang merupakan bagian penting dalam bekerja fisik.
Hal ini mendorong pengusaha untuk menerapkan kebijakan yang mampu
meningkatkan produktivitas serta menjamin keselamatan tenaga kerjanya
(Suma’mur, 2009).
Salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas dan jaminan
keselamatan tenaga kerja adalah dengan menerapkan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) di tempat kerja. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan
suatu upaya untuk menciptakan suasana bekerja yang aman, nyaman, dan tujuan
akhirnya adalah mencapai produktivitas setinggi-tingginya. Maka dari itu K3
wajib diterapkan pada setiap jenis bidang pekerjaan tanpa terkecuali. Upaya K3
diharapkan dapat mencegah dan mengurangi risiko terjadinya kecelakaan maupun
penyakit akibat kerja (Zaenal, 2008).

2
Universitas Sumatera Utara

3

Meskipun K3 merupakan aspek penting dalam melakukan suatu kegiatan
kerja, namun kenyataannya masih banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia

yang belum menerapkan dan mengadopsi budaya kerja K3 dalam kebijakan
perusahaannya. Hal ini terlihat dari tingginya angka kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja oleh tenaga kerja di Indonesia. Penyakit akibat kerja berbeda dengan
penyakit-penyakit pada umumnya. Penyakit akibat kerja tidak bisa terdeteksi
secara langsung seperti penyakit pada umumnya, bersifat kronis dan dalam waktu
yang lama penyakit tersebut membawa kerugian yang sangat fatal.
Hal berbeda pada sektor industri formal yang mewajibkan pengusaha
untuk menjamin perlindungan kesehatan dan keselamatan pekerjanya, sektor
industri informal tidak memiliki pihak yang bertanggung jawab atas keselamatan
dalam proses kerjanya. Pekerja dituntut untuk selalu berhati-hati dalam
melakukan aktivitas kerja dengan mempertimbangkan risiko pekerjaan yang
mungkin dapat terjadi selama proses kerja berlangsung. Jumlah pekerja yang
masih mendapatkan upah rendah sekitar 32,19% dan pekerjaan berisiko sekitar
10,03% (BPS, 2014).
Meskipun pemerintah telah membentuk suatu badan khusus untuk
melayani kebutuhan pekerja sektor informal seperti Pos Unit Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (POS UKK), tetapi jumlahnya sangat sedikit dan hanya pada
daerah tertentu.
Musculoskeletal Disorders (MSDs) merupakan sekumpulan gejala yang


berkaitan dengan jaringan otot, tendon, ligamen, kartilago, sistem saraf, struktur
tulang, dan pembuluh darah. Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada

3
Universitas Sumatera Utara

4

bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan
ringan sampai yang sangat fatal. Pada awalnya, keluhan MSDS berupa rasa sakit,
nyeri, mati rasa, kesemutan, bengkak, kekakuan, gemetar, gangguan tidur, dan
rasa terbakar yang berakibat pada ketidakmampuan seseorang untuk melakukan
pergerakan dan koordinasi gerakan anggota tubuh atau ekstrimitas sehingga
mengurangi efisiensi kerja dan kehilangan waktu kerja sehingga produktivitas
kerja menurun (Tarwaka, 2004).
Peter vi (2000) menjelaskan bahwa faktor pekerjaan seperti sikap kerja
tidak alamiah, aktivitas berulang dan peregangan otot yang berlebihan merupakan
penyebab utama terjadinya MSDs. Faktor lain seperti tekanan, getaran dan
mikroklimat dikategorikan sebagai penyebab sekunder dan jika terjadi secara
bersamaan akan meningkatkan risiko terjadinya MSDs. Selain beberapa faktor

diatas, karakteristik individu seperti umur, jenis kelamin, kebiasaan merokok,
kekuatan fisik dan antropometri diyakini oleh para ahli dapat mempengaruhi
risiko terjadinya keluhan otot skeletal (Tarwaka, 2004).
Beberapa penelitian menemakan bahwa MSDs terjadi akibat dari
kombinasi berbagai faktor sehingga Kuntodi (2008) menyimpulkan bahwa faktor
risiko yang biasanya muncul memberikan kontribusi terhadap terjadinya
gangguan MSDs dapat dikategorikan dalam tiga kategori yaitu faktor pekerjaan,
faktor individu dan faktor lingkungan. Faktor pekerjaan adalah faktor yang berasal
dari pekerjaan itu sendiri seperti postur janggal, postur statis, gerakan repetitif,
penggunaan tenaga berlebihan, beban/force, durasi. Faktor individu seperti umur,
jenis kelamin, kebiasaan merokok, kesegaran jasmani, kekuatan fisik, masa kerja,

4
Universitas Sumatera Utara

5

dan indeks masa tubuh. Sedangkan faktor lingkungan terdiri dari getaran dan
mikroklimat.
Data dari BLS (Bureau of Labour Statistics) Amerika menunjukkan bahwa

terdapat 335.390 kasus berupa gangguan pada sistem otot rangka (MSDs) pada
2007 di industri Amerika Serikat. Kasus yang tercatat tersebut hanya
menunjukkan kejadian yang mengakibatkan pekerja tidak masuk kerja satu hari
atau lebih. Kasus MSDs tersebut dengan rata-rata 35 kasus untuk setiap 10.000
pekerja permanen dan berkontribusi sebesar 29% dari total kasus kecelakaan kerja
di industri. Beberapa pekerja lain yang memiliki kasus MSDs tinggi adalah
perawat pekerja kargo, gudang atau penanganan barang, sopir truk trailer , sopir
truk delivery, pekerja cleaning service , dan pekerja konstruksi (BLS News, 2008
atau www.bls.gov dalam Iridiastadi, 2014)
Laporan statistik 2006 yang dilakukan di Swedia menyatakan bahwa
bagian tubuh ekstremitas atas adalah bagian tubuh yang paling sering dirasakan
tidak nyaman seperti nyeri pada bahu, lengan atas, pergelangan dan jari-jari
sebanyak 56%, nyeri leher 18%, nyeri punggung 15%, lalu pergelangan kaki 11%
(Swedish Statistic, 2006).
Data EODS (Eurostat figures on recognised occupational diseases) tentang
penyakit akibat kerja di Eropa pada tahun 2005, MSDs menempati urutan pertama
sebesar 38,1 %. Selain itu, sebuah survey yang juga dilakukan pada pekerja di
Eropa menyebutkan bahwa 24,7% pekerja mengeluh sakit punggung, 22,8% nyeri
otot,dan 45,5% dilaporkan bekerja pada keadaan nyeri dan lelah dimana 35%


5
Universitas Sumatera Utara

6

diantaranya bekerja dengan beban berat (European Agency for Safety and Health
at Work, 2010).
Hasil survei Departemen Kesehatan RI dalam profil masalah kesehatan
tahun 2005 menunjukkan bahwa sekitar 40,5% penyakit yang diderita pekerja
berhubungan dengan pekerjaannya, gangguan kesehatan yang dialami pekerja
menurut studi yang dilakukan terhadap 482 pekerja di 12 kabupaten/kota di
Indonesia, umumnya berupa gangguan MSDs (16,0%), kardiovaskuler (8,0%) ,
gangguan syaraf (6,0%), gangguan pernafasan (3,0%) dan gangguan THT (1,5%)
(Depkes, 2005).
Ni Ketut (2013) melakukan penelitian pada pekerja tukang suun di pasar
Badung kota Denpasar didapatkan hasil dari 52 orang responden, sebanyak 45
(86,5%) responden yang mengangkut beban lebih dari 25 kg mengalami beberapa
keluhan diantaranya pusing (62,3%) yang selanjutnya diikuti dengan keluhan sakit
pada bagian leher dan pinggang (88,5%).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Maijunidah (2010) pada

pekerja assembling di PT X Bogor tahun 2010 dengan sampel penelitian
berjumlah 70 orang didapatkan hasil sebanyak 65 pekerja (92,9%) mengalami
keluhan muskuloskeletal.
Data

tahunan

Puskesmas

Tanjung

Pura

menunjukkan,

kasus

Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada tahun 2014 berjumlah 38 orang dengan

keluhan nyeri pada punggung bawah, kaki, pinggang dan bagian tubuh lainnya.

Salah satu jenis industri informal yang sedang mulai berkembang adalah
industri makanan ringan, dodol. Dodol adalah cemilan manis berwarna hitam

6
Universitas Sumatera Utara

7

pekat yang terbuat dari tepung pulut, kelapa dan gula. Tanjung Pura merupakan
salah satu kecamata di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, yang merupakan
penghasil dan pembuatan dodol. Hampir 40% masyarakat kota Tanjung Pura
memiliki usaha dagang/toko yang menjual dodol.
Proses pembuatan dodol dilakukan melalui beberapa tahap. Tahap pertama
yaitu mempersiapkan bahan baku pembuatan dodol seperti gula, tepung dan
santan kelapa. Bahan baku yang telah disediakan kemudian dicampur dan dituang
ke dalam kuali besar (kancah) dan dimasak dengan menggunakan kayu bakar
sebagai sumber panas. Proses memasak adonan menjadi dodol memerlukan waktu
selama 3 – 4 jam. Selama adonan dodol dimasak akan dilakukan pengadukan
dengan menggunakan sudip kayu besar hingga adonan menjadi tanak. Adonan
dodol dikatakan tanak apabila warna berubah menjadi coklat kehitaman,

kekentalan dan kekenyalan yang pas. Setelah dodol masak dipindahkan ke tampah
yang dilapisi daun pisang kemudian dodol dicetak dan dibungkus.
Berdasarkan survei awal dengan melakukan wawancara kepada beberapa
pekerja diketahui bahwa pekerja mengalami keluhan seperti pegal, nyeri, dan
kaku otot pada bagian punggung, bahu, tangan, leher dan kaki setelah selesai
bekerja. Berdasarkan urutan tahap-tahap pembuatan dodol tersebut, diketahui
bahwa pekerja banyak melakukan sikap kerja statis seperti berdiri selama 4 jam,
gerakan berulang seperti mengaduk terutama untuk mengaduk adonan dodol yang
mengental memerlukan tenaga lebih, sikap kerja yang tidak ergonomi seperti
tubuh mengikuti pergerakan memutar ketika dilakukan pengadukan dodol. Hal
inilah yang menjadi latar belakang sehingga peneliti tertarik untuk meneliti

7
Universitas Sumatera Utara

8

mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya Musculoskeletal
Disorders (MSDs) pada pekerja pembuatan dodol di Tanjung Pura, Kabupaten


Langkat.

1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan survei pendahuluan dan latar belakang di atas, dapat

dirumuskan faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya Musculoskeletal
Disorders (MSDs) pada pekerja pembuatan dodol di Tanjung Pura, Kabupaten

Langkat 2016.

1.3

Tujuan Penelitian

1.3.1

Tujuan Umum
Mengetahui

faktor-faktor

yang

berhubungan

dengan

terjadinya

Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja pembuatan dodol di Tanjung

Pura, Kabupaten Langkat 2016.

1.3.2

Tujuan Khusus

1. Mengetahui gambaran Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja
pembuatan dodol di Tanjung Pura, Kabupaten Langkat tahun 2016.
2. Mengetahui gambaran faktor individu pekerja pembuatan dodol di
Tanjung Pura, Kabupaten Langkat tahun 2016.
3. Mengetahui gambaran faktor pekerjaan pada pembuatan dodol di Tanjung
Pura, Kabupaten Langkat tahun 2016.

8
Universitas Sumatera Utara

9

1.4

Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan antara umur dengan Musculoskeletal Disorders (MSDs)
2. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan Musculoskeletal Disorders
(MSDs)
3. Ada hubungan antara masa kerja dengan Musculoskeletal Disorders
(MSDs)
4. Ada hubungan antara lama kerja dengan Musculoskeletal Disorders
(MSDs)
5. Ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan Musculoskeletal
Disorders (MSDs)

6. Ada hubungan antara sikap kerja dengan Musculoskeletal Disorders
(MSDs)

1.5

Manfaat Penelitian

1.5.1

Pekerja
Memberi

gambaran

tentang

risiko

pekerjaan

dengan

terjadinya

Musculoskeletal Disorders (MSDs) serta memberi masukan bagi pekerja

mengenai posisi kerja yang ergonomis serta memotivasi pekerja kearah yang
lebih baik.
1.5.2

Peneliti
Menambah pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti tentang faktor

risiko pekerjaan yang berhubungan dengan terjadinya Musculoskeletal Disorders
(MSDs).

9
Universitas Sumatera Utara

10

1.5.3

Institusi Pendidikan
Menambah referensi mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan

risiko musculoskeletal disorders (MSDs) dalam bidang keilmuan K3 dan
mahasiswa peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).

10
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Sales Promotion Girl (SPG) Pengguna Sepatu Hak Tinggi di Suzuya Medan Plaza pada Tahun 2015

33 205 129

Faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan musculosletal disorders pada welder di bagian fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia

2 14 120

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang Tahun 2011

0 15 205

Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung Tahun 2013

2 28 147

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja Pembuatan Dodol di Tanjung Pura Kabupaten Langkat Tahun 2016

0 15 199

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja Pembuatan Dodol di Tanjung Pura Kabupaten Langkat Tahun 2016

1 1 20

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja Pembuatan Dodol di Tanjung Pura Kabupaten Langkat Tahun 2016

0 0 2

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja Pembuatan Dodol di Tanjung Pura Kabupaten Langkat Tahun 2016

1 1 36

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja Pembuatan Dodol di Tanjung Pura Kabupaten Langkat Tahun 2016

1 2 3

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja Pembuatan Dodol di Tanjung Pura Kabupaten Langkat Tahun 2016

0 0 60