Formulasi dan Evaluasi Secara In Vitro Emulsi Virgin Coconut Oil (VCO) Dengan Menggunakan Emulgator Xanthan Gum dan Tween 80

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Emulsi
2.1.1 Pengertian emulsi
Emulsi merupakan sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan
obat yang terdispersi dalam cairan pembawa dan distabilkan dengan zat
pengemulsi atau surfaktan yang cocok. Biasanya emulsi mengandung dua zat atau
lebih yang tidak dapat bercampur, misalnya minyak dan air. Zat pengemulsi
(emulgator) merupakan komponen yang paling penting agar memperoleh emulsi
yang stabil (Anief, 1996).
2.1.2 Jenis emulsi
Salah satu fase cair dalam suatu emulsi terutama bersifat polar (contoh:
air), sedangkan lainnya relatif nonpolar (contoh: minyak). Emulsi obat untuk
pemberian oral biasanya dari tipe emulsi minyak dalam air(m/a) dan
membutuhkan penggunaan suatu zat pengemulsi m/a. Tetapi tidak semua emulsi
yang dipergunakan termasuk tipe m/a. Makanan tertentu seperti mentega dan
beberapa saus salad merupakan emulsi tipe air dalam minyak(a/m)(Martin, et al.,
1993). Berdasarkan jenisnya, emulsi dibagi dalam empat golongan, yaitu emulsi
minyak dalam air (m/a), emulsi air dalam minyak(a/m), emulsi minyak dalam air
dalam minyak(m/a/m), dan emulsi air dalam minyak air(a/m/a).
a. Emulsi jenis minyak dalam air (m/a)

Bila fase minyak didispersikan sebagai bola-bola ke seluruh fase kontinu
air, sistem tersebut dikenal sebagai suatu emulsi minyak dalam air (m/a)(Martin,
et al., 1993).

6
Universitas Sumatera Utara

b. Emulsi jenis air dalam minyak (a/m)
Bila fase minyak bertindak sebagai fase kontinu, emulsi tersebut dikenal
sebagai produk air dalam minyak (a/m) (Martin, et al., 1993).
c. Emulsi jenis minyak dalam air dalam minyak (m/a/m)
Emulsi minyak dalam air dalam minyak (m/a/m), juga dikenal sebagai
emulsi ganda, dapat dibuat dengan mencampurkan suatu pengemulsi m/a dengan
suatu fase air dalam suatu mikser dan perlahan-lahan menambahkan fase minyak
untuk membentuk suatu emulsi minyak dalam air (Martin, et al., 1993).
d.Emulsi jenis air dalam minyak dalam air(a/m/a)
Emulsi a/m/a juga dikenal sebagai emulsi ganda, dapat dibuat dengan
mencampurkan suatu pengemulsi a/m dengan suatu fase minyak dalam suatu
mikser dan perlahan-lahan menambahkan fase air untuk membentuk suatu emulsi
air dalam minyak. Emulsi a/m tersebut kemudian didispersikan dalam suatu

larutan air dari suatu zat pengemulsi m/a, seperti polisorbat 80 (Tween 80),
sehingga membentuk emulsi air dalam minyak dalam air. Pembuatan emulsi a/m/a
ini untuk obat yang ditempatkan dalam tubuh serta untuk memperpanjang kerja
obat, untuk makanan-makanan serta untuk kosmetik (Martin, et al., 1993).
Tipe emulsi (a) m/a; (b) a/m; (c) a/m/a; (d) m/a/m dapat dilihat pada
Gambar 2.1 (Martin, et al., 1993).
a

(a)

m

m

a

a

(b)


ma

(c)

m a

m

(d)

Gambar 2.1 Tipe emulsi (a) m/a; (b) a/m; (c) a/m/a; (d) m/a/m
7
Universitas Sumatera Utara

Beberapa metode yang biasa digunakan untuk menentukan tipe dari suatu
emulsi meliputi metode pewarnaan, metode pengenceran fase, metode
konduktivitas listrik, dan metode fluoresensi.
a. Metode pewarnaan
Sejumlah kecil zat warna yang larut dalam air, seperti metilen biru atau
briliant blue FCF bisa ditaburkan pada permukaan suspensi. Jika air merupakan

fase luar, yakni jika emulsi tersebut bertipe m/a, zat warna tersebut akan melarut
didalamnya dan berdifusi merata ke seluruh bagian dari air tersebut. Jika emulsi
tersebut bertipe a/m, partikel-partikel zat warna akan tinggal bergerombol pada
permukaan (Martin, et al., 1993).
b. Metode pengenceran fase
Jika emulsi tersebut bercampur dengan sempurna dengan air, maka ia
termasuk bertipe m/a dan apabila tidak dapat diencerkan adalah tipe a/m(Anief,
1994).
c. Metode konduktivitas listrik
Pengujian ini menggunakan sepasang elektroda yang dihubungkan dengan
suatu sumber listrik luar dan dicelupkan dalam emulsi. Lampu akan menyala bila
elektroda dicelupkan dalam cairan emulsi bila tipenya m/a dan lampu akan mati
bila emulsi tipenya a/m (Martin, et al., 1993).
d. Metode fluoresensi
Minyak dapat berfluoresensi di bawah sinar UV, emulsi m/a menunjukkan
pola titik-titik, sedangkan emulsi a/m berfluoresensi seluruhnya (Lachman et al.,
1994).

8
Universitas Sumatera Utara


2.1.3 Tujuan pembuatan emulsi
Secara farmasetik, proses emulsifikasi memungkinkan ahli farmasi dapat
membuat suatu preparat yang stabil dan rata dari campuran dua cairan yang tidak
saling bisa bercampur. Untuk emulsi yang diberikan secara oral, tipe emulsi m/a
memungkinkan pemberian obat yang harus dimakan tersebut mempunyai rasa
yang lebih enak walaupun yang diberikan sebenarnya minyak yang tidak enak
rasanya, dengan menambahkan pemanis dan pemberi rasa pada pembawa airnya,
sehingga mudah dimakan dan ditelan sampai ke lambung. Ukuran partikel yang
diperkecil dari bola-bola minyak dapat mempertahankan minyak tersebut agar
lebih dapat dicernakan dan lebih mudah diabsorpsi (Ansel, 1989).
2.1.4

Teori emulsifikasi
Tidak ada teori emulsifikasi yang umum, karena emulsi dapat dibuat

dengan menggunakan beberapa tipe zat pengemulsi yang masing-masing berbeda
tergantung pada cara kerjanya dengan prinsip yang berbeda untuk mencapai suatu
produk yang stabil. Adanya kegagalan dari dua cairan yang tidak dapat bercampur
untuk tetap bercampur diterangkan dengan kenyataan bahwa gaya kohesif antara

molekul-molekul dari tiap cairan yang memisah lebih besar daripada gaya adhesif
antara kedua cairan.Gaya kohesif dari tiap-tiap fase dinyatakan sebagai suatu
energi antarmuka atau tegangan pada batas antara cairan-cairan tersebut. Faktor
yang umum untuk zat pengemulsi adalah pembentukan suatu lapisan, apakah itu
monomolekular, multimolekular atau partikel(Martin, et al., 1993).
Ada beberapa teori emulsifikasi yang menjelaskan bagaimana zat
pengemulsi bekerja dalam menjaga stabilitas dari dua zat yang tidak saling
bercampur, yaitu adsorpsi monomolekuler,adsorpsi multimolekuler, dan adsorpsi
partikel padat.
9
Universitas Sumatera Utara

a.

Adsorpsi Monomolekuler
Zat yang aktif pada permukaan dapat mengurangi tegangan antarmuka

karena

adsorpsinya


monomolekuler(Martin,

pada
et

al.,

batas

m/a

1993).Hal

membentuk
ini

dianggap

lapisan-lapisan

bahwa

lapisan

monomolekular dari zat pengemulsi melingkari suatu tetesan dari fase dalam pada
emulsi.Teori tersebut berdasarkan anggapan bahwa zat pengemulsi tertentu
mengarahkan dirinya di sekitar dan dalam suatu cairan yang merupakan gambaran
kelarutannya pada cairan tertentu(Ansel, 1989).
Penggunaan emulsi kombinasi dalam pembuatan emulsi saat ini lebih
sering dibandingkan penggunaan zat tunggal. Kemampuan campuran pengemulsi
untuk mengemas lebih kuat menambah kekuatan lapisan itu, dan karenanya
menambah

kestabilan

emulsi

tersebut.

Umumnya


pengemulsi

mungkin

membentuk struktur gel yang agak rapat pada antarmuka, dan menghasilkan suatu
lapisan antarmuka yang stabil. Kombinasi dari natrium setil sulfat dan kolesterol
mengakibatkan suatu lapisan yang kompleks yang menghasilkan emulsi yang
sangat baik. Natrium setil sulfat dan oleil alkohol tidak membentuk lapisan yang
tersusun dekat atau lapisan yang kompak dan akibatnya kombinasi tersebut
menghasilkan suatu emulsi yang jelek. Pada setil alkohol dan natrium oleat
menghasilkan lapisan yang tertutup erat, tetapi kekompleksan diabaikan sehingga
menghasilkan suatu emulsi yang jelek. Pengertian dari suatu lapisan tipis
monomolekular yang terarah dari zat pengemulsi tersebut pada permukaan fase
dalam dari suatu emulsi, adalah dasar paling penting untuk mengerti sebagian
besar teori emulsifikasi (Martin, et al., 1993).
Gambaran kombinasi zat pengemulsi pada batas minyak-air suatu emulsi
digambarkan pada Gambar 2.2. Dan gambaran tetesan air dalam suatu emulsi
10
Universitas Sumatera Utara


minyak-air, terlihat arah dari sebuah molekul Tween dan sebuah molekul Span
pada batas antarmuka suatu emulsi minyak-air dapat dilihat pada Gambar 2.3.

natrium setil sulfat
kolesterol

minyak

air
natrium setil sulfat
oleil alkohol

minyak

air
setil alkohololeil
natrium oleat

minyak


Gambar 2.2 Gambaran kombinasi dari zat pengemulsi pada batas minyak-air dari
suatu emulsi (Schulman dan Cockbain (1940) diambil dari Martin,
et al., 1993).

minyak

air

rantai polioksietilen

minyak

Cincin sorbitan

Gambar 2.3 Gambaran tetesan air dalam suatu emulsi minyak-air, terlihat arah
dari sebuah molekul Tween dan sebuah molekul Span pada batas
antarmukasuatu emulsi minyak-air (Boyd dan Colloid (1972)
diambil dari Martin, et al., 1993).

11
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3 diatas menunjukkangambaran skematis dari tetesan air dalam
suatu emulsi minyak-air, terlihat arah dari sebuah molekul Tween dan sebuah
molekul Span pada batas antarmuka suatu emulsi minyak-air. Pengemulsi
campuran seringkali lebih efektif daripada pengemulsi tunggal. Kemampuan
campuran pengemulsi untuk mengemas lebih kuat menambah kekuatan lapisan
itu, dan karenanya menambah kestabilan emulsi tersebut. Umumnya pengemulsi
mungkin membentuk struktur gel yang rapat pada antarmuka, dan menghasilkan
suatu lapisan antarmuka yang stabil. Atlas–ICI (1976)merekomendasikanbahwa
Tween hidrofilik dikombinasi dengan Span lipofilik menghasilkan emulsi m/a
atau a/m yang diinginkan. Pada bagian hidrokarbon dari molekul Span 80
(Sorbitan mono-oleat) berada dalam air dan radikal sorbitan berada dalam bola
minyak. Bila Tween 40 (polioksietilen sorbitan monopalmitat) ditambahkan, ia
mengarah pada batas sedemikian rupasehingga sebagian dari ekor Tween 40 ada
dalam fase minyak, dan dari rantai tersebut, bersama-sama dengan cincin sorbitan
dan rantai polioksietilen, berada dalam fase air. Diselidiki bahwa rantai
hidrokarbon dari molekul Tween 40 berada dalam bola minyak antara rantairantai Span 80, dan penyusunan ini menghasilkan atraksi (gaya tarik-menarik)Van
Der Waals yang efektif. Dalam cara ini, lapisan antarmuka diperkuat dan
kestabilan dari emulsi m/a ditingkatkan melawanpengelompokkan partikel
(Martin, et al., 1993).
Tipe emulsi yang dihasilkan, m/a atau a/m, terutama bergantung pada sifat
zat pengemulsi. Karakteristik ini dikenal sebagai kesimbangan hidrofil-lipofil
(hydrophile-lipophile balance, HLB), yakni sifat polar-nonpolar dari pengemulsi.
Kenyataannya, apakah suatu surfaktan adalah suatu pengemulsi, zat pembasah,

12
Universitas Sumatera Utara

detergen, atau zat penstabil dapat diperkirakan dari harga kesimbangan hidrofillipofil (Martin, et al., 1993).
b.

Adsorpsi Multimolekuler
Koloid lipofilik ini dapat dianggap seperti zat aktif permukaan karena

tampak pada batas antarmuka minyak-air. Tetapi zat ini berbeda dari zat aktif
permukaan sintetis dalam dua hal, yaitu tidak menyebabkan penurunan tegangan
antarmuka dan membentuk suatu lapisan multimolekuler pada antarmuka dan
bukan suatu lapisan monomolekuler. Zat ini bekerja sebagai bahan pengemulsi
terutama karena efek yang kedua, karena lapisan-lapisan yang terbentuk tersebut
kuat dan mencegah terjadinya penggabungan. Efek tambahan yang mendorong
emulsi tersebut menjadi stabil adalah meningkatnya viskositas dari medium
dispers. Karena zat pengemulsi yang terbentuk akan membentuk lapisan-lapisan
multilayer di sekeliling tetesan yang bersifat hidrofilik, maka zat pengemulsi ini
cenderung untuk membentuk emulsi m/a (Martin, et al., 1993).
c. Adsorpsi Partikel Padat
Partikel-partikel padat yang terbagi halus yang dibasahi sampai derajat
tertentu oleh minyak dan air dapat bekerja sebagai zat pengemulsi. Ini diakibatkan
oleh keadaannya yang pekat antarmuka dimana dihasilkan suatu lapisan
berpartikel sekitar tetesan dispers sehingga dapat mencegah terjadinya
penggabungan. Serbuk yang mudah dibasahi oleh air akan membentuk emulsi
tipem/a, sedangkan serbuk yang mudah dibasahi dengan minyak membentuk
emulsi a/m (Martin, et al., 1993).
2.1.5 Penggunaan emulsi
Penggunaan emulsi dibagi menjadi dua golongan, yaitu emulsi pemakaian
dalam dan emulsi pemakaian luar.
13
Universitas Sumatera Utara

a. Emulsi untuk pemakaian dalam
Emulsi untuk pemakaian dalam meliputi pemakaian per oral. Emulsi untuk
penggunaan oral biasanya mempunyai tipe m/a. Emulgator merupakan film
penutup dari minyak obat agar menutupi rasa tidak enak. Flavor ditambahkan
pada fase ekstern agar rasanya lebih enak. Emulsi juga berguna untuk menaikkan
absorpsi lemak melalui dinding usus (Anief, 1994).
b. Emulsi untuk pemakaian luar
Emulsi untuk pemakaian luar meliputi pemakaian pada injeksi intravena
yang digunakan pada kulit atau membran mukosa yaitu lotion, krim dan salep.
Produk ini secara luas digunakan dalam farmasi dan kosmetik untuk penggunaan
luar.Emulsi parenteral banyak digunakan pada makanan dan minyak obat untuk
hewan dan manusia (Anief, 1994). Misalnya, vitamin A diserap cepat melalui
jaringan, bila diinjeksikan dalam bentuk emulsi. Terutama untuk lotion
dermatologi dan lotion kosmetik serta krim karena dikehendaki produk yang dapat
menyebar dengan mudah dan dan sempurna pada daerah dimana produk ini
digunakan(Martin, et al., 1993).
2.1.6 Pembuatan emulsi
Dalam membuat emulsi dapat dilakukan dengan metode gom kering,
metode gom basah dan metode botol.
a. Metode gom kering
Korpus emulsi mula-mula dibuat dengan empat bagian lemak, dua bagian
air dan satu bagian gom, selanjutnya sisa air dan bahan lain ditambahkan. Metode
ini juga disebut metode 4:2:1. Cara mencampurnya adalah empat bagian minyak
dan satu bagian gom diaduk dan dicampur dalam mortir yang kering dan bersih
sampai tercampur benar, lalu ditambahkan dua bagian air sampai terjadi korpus
14
Universitas Sumatera Utara

emulsi. Tambahkan sirup dan tambahkan sisa air sedikit demi sedikit. Bila ada
cairan alkohol sebaiknya ditambahkan setelah diencerkan sebab alkohol dapat
merusak emulsi (Anief, 1994).
b. Metode gom basah
Cara ini dilakukan sebagai berikut, dibuat musilago yang kental dengan
sedikit air lalu ditambahkan minyak sedikit demi sedikit dengan diaduk cepat.
Bila emulsi terlalu kental, tambahkan air sedikti demi sedikit agar mudah diaduk
dan diaduk lagi ditambah sisa minyak. Bila semua minyak sudah masuk ditambah
air sambil diaduk sampai volume yang dikehendaki. Cara ini digunakan terutama
bila emulgator yang akan dipakai berupa cairan atau harus dilarutkan dulu dalam
air (Anief, 1994).
c. Metode botol
Untuk membuat emulsi dari minyak-minyak menguap dan mempunyai
viskositas rendah. Caranya, serbuk gom arab dimasukkan ke dalam botol kering,
lalu ditambahkan dua bagian air kemudian air campuran tersebut dikocok dengan
kuat dalam keadaan wadah tertutup. Suatu volume air yang sama dengan minyak
kemudian ditambahkan sedikit demi sedikit, terus mengocok campuran tersebut
setiap kali ditambahkan air. Jika semua air telah ditambahkan, emulsi utama yang
terbentuk bisa diencerkan sampai mencapai volume yang tepat dengan air atau
larutan zat formulatif lain dalam air (Ansel, 1989).
2.1.7 Zat pengemulsi
Tahap awal dalam pembuatan suatu emulsi adalah pemilihan zat
pengemulsi. Zat pengemulsi harus mempuyai kualitas tertentu. Salah satunya, ia
harus dapat dicampurkan dengan bahan formulatif lainnya dan tidak boleh terurai
dalam preparat (Ansel, 1989). Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen
15
Universitas Sumatera Utara

yang paling penting agar memperoleh emulsa yang stabil. Semua emulgator
bekerja dengan membentuk film (lapisan) di sekeliling butir-butir tetesan yang
terdispersi dan film ini berfungsi agar mencegah terjadinya koalesen dan
terpisahnya cairan dispers sebagai fase terpisah(Anief, 1996). Daya kerja
emulsifier (zat pengemulsi) terutama disebabkan oleh bentuk molekulnya yang
dapat terikat baik padaminyak maupun air (Winarno, 1992).
Zat pengemulsi dapat dibagi menjadi duagolongan, yaitu emulsifier alami
dan emulsifier buatan.
a. Emulsifier alami
Umumnya dapat diperoleh dari tanaman, hewan atau mikroba yang
diperoleh dengan cara eksudat, ekstraksi dan fermentasi. Eksudat diperoleh dari
cairan atau getah pada tanaman. Misalnya gum arab, gum pati, dan gum tragakan.
Hasil ekstraksi biasanya paling banyak diperoleh dari rumput laut. Sedangkan
hasil fermentasi banyak diperoleh dari mikroorganisme baik. Salah satu gum yang
penting dari hasil fermentasi ini adalah xanthangum. Dimana xanthan gum
merupakan polisakarida dengan bobot molekul tinggi hasil fermentasi karbohidrat
dari Xanthomonas campetris yang dimurnikan, dikeringkan dan digiling. Bakteri
ini secara alami hidup di tanaman kubis (Sufi, 2012).
b. Emulsifier buatan
Di samping emulsifier alami telah dilakukan sintesis elmusifier buatan
seperti ester dari polioksietilena sorbitan dengan asam lemak yang dikenal sebagai
Tween yang dapat membentuk emulsi m/a. Sabun juga merupakan emulsifier
buatan yang terdiri dari garam natrium dengan asam lemak. Sabun dapat
menurunkan tegangan permukaan air dan meningkatkan daya pembersih
air(Winarno, 1992).
16
Universitas Sumatera Utara

2.1.7.1 Tween 80
Tween 80 adalah ester asam lemak polioksietilen sorbitan.Rumus bangun
Tween 90 dapat dilihat pada Gambar 2.4.

polyoxyethylene 20 sorbitan monooleate
Gambar 2.4 Rumus bangun Tween 80(Rowe, et al., 2009).
Rumus molekul:C64H124O26
Bobot molekul: 1310
Pemerian:Pada suhu 25 ˚C Tween 80 berwujud cair, berwarna kekuningan
danberminyak memiliki aroma yang khas dan berasa pahit
(Rowe, et al., 2009).
2.1.7.2 Xanthan gum
Xanthan gum merupakan rangkaian polisakarida yang tersusun atas tiga
macam rantai panjang gula sederhana. Rumus bangun xanthan gum dapat dilihat
pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Rumus bangun xanthan gum(Rowe, et al., 2009).

17
Universitas Sumatera Utara

Rumus molekul :(C35H49O29)n
Pemerian

: Berupa bubuk berwarna krem atau putih, tidak berbau, memiliki
sifat aliran yang baik dan merupakan serbuk halus

Kelarutan

: Larut dalam air panas atau air dingin(Rowe, et al., 2009).

2.1.8 Sistem kesimbangan hidrofil-lipofil (hydrophile-lipophile balance, HLB)
Surfaktan atau amfifil, menurunkan tegangan antarmuka minyak-air dan
membentuk film monomolekuler. Sifat-sifat aktif dari molekul surfaktan disebut
kesimbangan hidrofil-lipofil (hydrophile-lipophile balance, HLB). Keseimbangan
dari sifat hidrofilik dan sifat lipofilik dari suatu pengemulsi menentukan apakah
akan dihasilkan suatu emulsi m/a atau a/m. Umumnya emulsi m/a terbentuk jika
kesimbangan hidrofil-lipofil dari pengemulsi berkisar antara 9-12, dan terbentuk
emulsi a/m jika jaraknya berkisar antara 3-6.. Fase dimana zat aktif permukaan itu
lebih larut adalah fase kontinu. Jenis zat pengemulsi dengan harga kesimbangan
hidrofil-lipofil yang tinggi lebih suka larut di dalam air dan menghasilkan
terbentuknya suatu emulsi m/a. Keadaan sebaliknya terjadi dengan surfaktan yang
memiliki

kesimbangan

hidrofil-lipofil

rendah,

yang

cenderung

untuk

membentukemulsi a/m (Martin, et al., 1993).Aktivitas dan harga kesimbangan
hidrofil-lipofilpada surfaktan terlihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Aktivitas dan harga keseimbangan hidrofil-lipofil pada surfaktan
Aktivitas
Pengemulsi (a/m)
Zat pembasah (wetting agent)
Pengemulsi (m/a)
Detergen (zat pembersih)
Pelarut (solubilizer)
Sumber: Anief, 1996

Kesimbangan Hidrofil-Lipofil
3 sampai 6
7 sampai 9
8 sampai 18
13 sampai 15
15 sampai 18

18
Universitas Sumatera Utara

2.1.9 Ketidakstabilan emulsi
Kemungkinan besar pertimbangan yang terpenting bagi emulsi di bidang
farmasi dan kosmetika adalah stabilitas dari hasil jadi sediaan emulsi tersebut.
Kestabilan dari sediaan emulsi ditandai dengan tidak adanya penggabungan fase
dalam, tidak terjadi creaming, dan memiliki penampilan, bau, warna dan sifatsifat fisik lainnya yang baik (Martin, et al., 1993).Ketidakstabilan dalam emulsi
farmasi dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu flokulasi dan creaming,
penggabungan dan pemecahan, dan inversi.
a. Flokulasi dan creaming
Pengkriman (creaming) mengakibatkan ketidakrataan dari distribusi obat
dan tanpa pengocokan yang sempurna sebelum digunakan, berakibat terjadinya
pemberian dosis yang berbeda. Tentunya bentuk penampilan dari suatu emulsi
dipengaruhi oleh creaming, dan ini benar-benar merupakan suatu masalah bagi
pembuatannya jika terjadi pemisahan dari fase dalam(Martin, et al., 1993).
b. Penggabungan dan Pemecahan
Creaming adalah proses yang bersifat dapat kembali, berbeda dengan
proses cracking (pecahnya emulsi) yang bersifat tidak dapat kembali. Pada
creaming, flokul fase dispers mudah didispersi kembali dan terjadi campuran
homogen bila dikocok perlahan-lahan, karena bola-bola minyak masih dikelilingi
oleh suatu lapisan pelindung dari zat pengemulsi(Anief, 1994). Sedang pada
cracking, pengocokan sederhana akan gagal untuk membentuk kembali butir-butir
tetesan dalam bentuk emulsi yang stabil, karena lapisan yang mengelilingi
partikel-partikel tersebut telah dirusak dan minyak cenderung untuk bergabung
(Martin, et al., 1993).

19
Universitas Sumatera Utara

c. Inversi
Fenomena penting lainnya dalam pembuatan dan penstabilan dari emulsi
adalah inversi fase yang meliputi perubahan tipe emulsi dari m/a menjadi a/m atau
sebaliknya (Martin, et al., 1993).
2.2 Minyak Kelapa
Minyak kelapa berdasarkan kandungan asam lemak jenuhmemiliki
kandungan asam laurat yang paling besar jika dibandingkan dengan asam lemak
lainnya. Sedangkan pada asam lemak tidak jenuh minyak kelapa memiliki asam
oleat yang paling besar. Komposisi asam lemak minyak kelapa dapat dilihat pada
Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Komposisi asam lemak minyak kelapa
Asam Lemak
Asam lemak jenuh:
Asam kaproat
Asam kaprilat
Asam kaprat
Asam laurat
Asam miristat
Asam palmitat
Asam stearat
Asam lemak tidak jenuh:
Asam palmitoleat
Asam oleat
Asam linoleat

Rumus Kimia

Jumlah (%)

C5H11COOH
C7H17COOH
C9H19COOH
C11H23COOH
C13H27COOH
C15H31COOH
C17H35COOH

0,0-0,8
5,5-9,5
4,5-9,5
44-52
13-19
7,5-10,5
1-3

C15H29COOH
C17H33COOH
C17H31COOH

0,0-1,3
5-8
1,5-2,5

Sumber: Ketaren, 2005
Dari Tabel 2.2 dapat dilihat bahwa kandungan asam lemak jenuh minyak
kelapa lebih kurang 90% dan asam lemak tidak jenuhlebih kurang 10%.
Kandungan asam laurat dalam minyak kelapa sangat tinggi, yaitu mencapai 52%,
asam miristat mencapai 19% dan asam palmitat mencapai 10%. Pada asam lemak
tidak jenuh kandungan asam oleat mencapai 8% lebih tinggi dibandingkan asam
lemak tidak jenuh lainnya (Ketaren, 2005).

20
Universitas Sumatera Utara

Untuk mendapatkan minyak kelapa yang banyak sebaiknya memanen
buah kelapa yang sudah tua karenakandungan lemaknya yang tinggi. (Sutarmi dan
Rozaline, 2005). Komposisi kimia daging buah kelapa pada berbagai tingkat
kematangan dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Komposisi kimia daging buah kelapa pada berbagai tingkat kematangan
Analisis (dalam 100 g)
Kalori (kal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidart (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Besi (mg)
Vitamin A (IU)
Thiamin (mg)
Asam askorbat (mg)
Air (g)

Buah muda
68,0
1,0
0,9
14,0
17,0
30,0
1,0
0,0
0,0
4,0
83,3

Buah setengah muda
180,0
4,0
13,09
10,0
8,0
35,0
1,3
10,0
0,5
4,0
70,0

Buah tua
359,0
3,4
34,7
14,0
21,0
21,0
2,0
0,0
0,1
2,0
46,9

Sumber: Sutarmi dan Rozaline, 2005
Dari Tabel 2.3 dapat dilihat bahwa semakin tua umur buah kelapa maka
kandungan lemaknya semakin tinggi, sehingga buah kelapa yang sudah tua
menghasilkan minyak yang lebih banyak. Buah kelapa yang sudah tua berumur
11-12 bulan. Kelapa muda memiliki kandungan air yang lebih besar yang dapat
digunakan sebagai minuman segar (Sutarmi dan Rozaline, 2005).
2.3Minyak Kelapa Murni
Minyak kelapa murni atau minyak kelapa virgin(VCO) merupakan minyak
yang diperoleh dari daging buah kelapa (Cocos nucifera L.) tua yang segar dan
diproses dengan diperas dengan atau tanpa penambahan air, tanpa pemanasan atau
pemanasan tidak lebih dari 60
˚C

dan aman dikonsumsi manusia (SNI, 2008).

Sedangkan menurutAsian Pacific Coconut Community(APCC)Virgin coconut oil
(VCO)diperoleh dari inti buah kelapa yang segar dan matang (berusia 12 bulan)

21
Universitas Sumatera Utara

dengan cara mekanik atau alami, dengan atau tanpa pemanasan, dan tidak
mengubah komposisi alami yang terkandung dalam minyak kelapa.
2.4 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Murni
Minyak kelapa murni menjadi populer karena manfaatnya untuk kesehatan
tubuh. Komponen minyak kelapa terdiri dari asam lemak jenuh sebanyak 90% dan
minyak tak jenuh 10%. Dalam minyak kelapa murni terdapat asam lemak rantai
medium (medium chain fatty acid, MCFA) seperti asam laurat, asam kaprat,
kaprilat, dan miristat yang terkandung dalam minyak kelapa murni yang dapat
berperan positif dalam proses pembakaran nutrisi makanan menjadi energi.
MCFA juga memiliki banyak fungsi, antara lain bermanfaat dalam mengubah
protein menjadi sumber energi, sebagai antivirus, antibakteri, dan antiprotozoa
(Sutarmi dan Rozaline, 2005).
Minyak kelapa murni berdasarkan kandungan asam lemak jenuh memiliki
kandungan asam laurat yang paling besar. Dalam tubuh, asam laurat diubah
menjadi monolaurin yang mengandung antibiotik alami sehingga mampu
membunuh berbagai jenis kuman, virus, mikroorganisme dengan cara merusak
membran yang membungkus sel yang terdiri dari asam lemak. Selain asam lemak
jenuh, minyak kelapa juga mengandung asam lemak tidak jenuh. Namun,
persentasenya sangat kecil.Pada asam lemak tidak jenuh kandungan asam oleat
mencapai 8% lebih tinggi dibandingkan asam lemak tidak jenuh lainnya. Sifat
yang istimewa inilah yang membuat minyak kelapa menjadi lain dari minyak
lainnya. Asam lemak jenuh rantai sedang pada minyak kelapa tidak menimbulkan
berbagai penyakit. Hal ini dikarenakan asam lemak jenuh rantai sedang mudah
diserap tubuh atau usus karena ukuran molekulnya tidak terlalu besar seperti asam

22
Universitas Sumatera Utara

lemak rantai panjang (jumlah atom karbon lebih dari 17). Di dalam peredaran
darah, lemak rantai sedang segera masuk dalam metabolisme energi dan tidak
ditimbun menjadi jaringan lemak atau kolesterol. Didalam pencernaan, lemaklemak tidak membebani kerja pankreas seperti pada gula sehingga tidak
menyebabkan penyakit, misalnya diabetes (Sutarmi dan Rozaline, 2005).
2.5Teknologi Pengolahan Minyak Kelapa Murni
Pengolahan minyak kelapa murni dapat dilakukan dengan cara sederhana,
tidak memerlukan keahlian khusus dan alat-alat tertentu. Pemanasan, fermentasi,
dan pancingan adalah cara pembuatan minyak kelapa murni yang banyak
dilakukan di Indonesia.
a. Pemanasan
Pada tahap awal kelapa diparut, lalu dibuat santan. Krim yang diperoleh
dipisahkan dari air, kemudian dipanaskan sampai dihasilkan minyak. Selanjutnya,
minyak dipisahkan dari air melalui penguapan (dipanaskan di atas kompor dengan
api kecil) hingga dihasilkan minyak kelapa murni (Sutarmi dan Rozaline, 2005).
b. Fermentasi
Pada tahap awal kelapa segar diparut, lalu diperas hingga menghasilkan
santan. Kemudian santan yang diperoleh dibiarkan beberapa saat (1-2 jam) hingga
terbentuk gumpalan krim. Selanjutnya gumpalan krim tersebut diambil dan
difermentasi selama satu sampai dua hari. Caranya, dengan menggunakan enzim
secara langsung (mikroba penghasil enzim)(Sutarmi dan Rozaline, 2005). Dapat
juga dengan menambahkan ragi secukupnya. Bisa ragi tempe, ragi tape, atau ragi
roti(Darmoyuwono, 2006). Hal ini dimaksudkan untuk mencegah protein
berikatan dengan minyak dan karbohidrat sehingga minyak dapat terpisah dengan

23
Universitas Sumatera Utara

baik. Proses fermentasi dikatakan berhasil jika dari campuran tersebut terbentuk
tiga lapisan, yaitu lapisan atas berupa minyak murni, lapisan tengah berupa blondo
(warna putih), dan lapisan bawah berupa air. Selanjutnya lapisan atas berupa
minyak kelapa murni dipisahkan secara hati-hati menggunakan sendok (Sutarmi
dan Rozaline, 2005).
c. Pancingan
Tahapan metode pancingan dilakukan dengan kelapa diparut dan dibuat
santan. Lalu didiamkan selama satu jam sampai terbentuk krim dan air. Krim
tersebut dicampur dengan minyak pancingan (minyak kelapa murni) dengan
perbandingan dua bagian krim dan satu bagian minyak kelapa murni, sambil
diaduk lalu diamkan selama 7-8 jam (Darmoyuwono, 2006). Campuran tersebut
akan menghasilkan tiga lapisan, yaitu air bagian bawah, blondo lapisan tengah,
dan minyak murni pada lapisan paling atas (Sutarmi dan Rozaline, 2005).
2.6 Mutu Minyak Kelapa Murni
Mutu minyak kelapa murni ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya
adalahkadar air, bilangan asam, dan bobot jenis.
2.6.1 Kadar air
Dengan adanya air, lemak dapat terhidrolisis menjadi gliserol dan asam
lemak. Reaksi ini dipercepat oleh basa, asam, dan enzim-enzim. Hidrolisis sangat
mudah terjadi dalam lemak dengan asam lemak rendah (lebih kecil dari C14)
seperti pada mentega, kelapa sawit, dan minyak kelapa. Hidrolisis sangat
menentukan mutu minyak (Winarno, 1992).
2.6.2 Bilangan asam
Bilangan asam adalah jumlah miligram KOH 0,1 N yang dibutuhkan
untuk menetralkan asam-asam lemak bebas dari satu gram minyak atau lemak.
24
Universitas Sumatera Utara

Bilangan asam dipergunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang
terdapat dalam minyak atau lemak (Ketaren, 2005).
2.6.3 Bobot jenis
Bobot jenis dari minyak biasanya ditentukan pada temperatur 25˚C . Bobot
jenis adalah perbandingan berat dari suatu volume contoh dengan berat air pada
volume dan suhu yang sama. Cara ini dapat digunakan untuk semua minyak dan
lemak yang di cairkan. Alat yang digunakan untuk penentuan ini adalah
piknometer (Ketaren, 2005).
2.7 Manfaat Minyak Kelapa Murni
Minyak kelapa murni dapat mengatasi berbagai penyakit degeneratif
seperti penyakit jantung, penyakit yang disebabkan oleh mikroba, virus dan jamur,
diabetes melitus, dan kegemukan/obesitas.
a. Penyakit Jantung
Salah satu penyebab penyakit jantung adalah kadar kolesterol darah yang
tinggi. Dalam minyak kelapa murni terdapat asam lemak rantai medium (medium
chain fatty acid, MCFA) yang mudah untuk menghasilkan energi, tidak ditimbun
sebagai lemak tubuh (Sutarmi dan Rozaline, 2005).
Dalam minyak kelapa hanya sedikit mengandung asam lemak jenuh rantai
panjang. Sedangkan asam lemak rantai pendek dan sedang tidak bersifat
aterogenik karena dengan cepat diserap ke hati dan segera dimetabolisme. Asam
lemak jenuh rantai panjang harus melalui proses emulsifikasi di usus sebelum
diserap dan diangkut dengan bantuan lipoprotein dan dapat membentuk endapan
di berbagai organ termasuk pembuluh darah koroner. Minyak kelapa sangat
mudah dicerna dan diserap serta cepat dimetabolisme, sehingga tidak berada

25
Universitas Sumatera Utara

dalam sirkulasi darah. Keunggulan minyak kelapa adalah dapat meningkatkan
lemak baik yaitu high density lipoprotein (HDL), menghasilkan sangat sedikit
radikal bebas dibandingkan minyak lainnya, cepat diserap dan juga dioksidasi
serta tidak menyebabkan adanya endapan jaringan lemak di arteri (Silalahi, et al.,
2011).
b. Penyakit yang disebabkan oleh mikroba, virus dan jamur
Kemampuan lain minyak kelapa murni adalah antivirus, antibakteri,
antijamur, dan antiprotozoa. Hal tersebut dikarenakan kandungan asam lauratnya
yang tinggi. Asam laurat akan diubah menjadi senyawa monolaurin. Senyawa
inidapat melarutkan membran virus berupa lipid sehingga akan mengganggu
kekebalan virus. Hal ini akan membuat virus inaktivasi(Sutarmi dan Rozaline,
2005). Sementara itu, asam kaprilat yang terdapat pada minyak kelapa murni
sangat potensi untuk mematikan jamur penyebab penyakit kelamin, yaitu Candida
albicans yang menjadipenyebab keputihan (Darmoyuwono, 2006).
c. Diabetes melitus
Untuk diabetes melitus tipe satu (penderita yang disebabkan oleh
kerusakan pada sel beta pankreas sehingga harus menjalani terapi injeksi insulin
secara teratur) minyak kelapa murni masih berguna dalam hal penundaan atau
pencegahan komplikasi diabetes. Untuk diabetes melitus tipe dua (tidak
tergantung insulin)kandungan MCFA dalam minyak kelapa murni mampu
merangsang produksi insulin (Subroto, 2006). Selain itu, minyak kelapa murni
juga dapat menembus dinding usus tanpa bantuan enzim sehingga sel
menghasilkan energi lebih cepat(Sutarmi dan Rozaline, 2005).

26
Universitas Sumatera Utara

d. Kegemukan/obesitas
MCFA merupakan komponen asam lemak terbesar dalam minyak kelapa.
Namun, asam lemak ini tidak digunakan dalam bentuk lipoprotein dan tidak
diedarkan dalam aliran darah, tetapi dikirim langsung ke hati, lalu diubah menjadi
energi. Asam lemak ini juga mudah dicerna dan diserap oleh dinding usus karena
ukuran molekulnya relatif kecil. Dengan demikian, dapat mengurangi kerja
pankreas, saluran pencernaan, serta tidak membuat lemak menumpuk didalam
tubuh. Saat mengonsumsi minyak kelapa murni, tubuh langsung menggunakannya
untuk memproduksi energi, bukan menimbunnya sebagai lemak tubuh (Sutarmi
dan Rozaline, 2005).
2.8 Sediaan Minyak Kelapa Murni
2.8.1Minyak kelapa murnidalam bentuk cairan
Minyak kelapa murni yang baik adalah jernih, tidak ada endapan, dan
tidak berwarna (Subroto, 2006).Minyak kelapa murni ada yang bentuk cairan
minyak langsung, namun tidak memiliki rasa dan hambar sehingga kurang
diminati untuk diminum secara langsung (Darmoyuwono, 2006). Sediaan yang
ada dipasaran yaitu VCO (Optima), AVCOL (PT. Ikot Alfisalam VCO),Neo VCO
(Muaro), Vico Bagoes (Herba Bagoes) dan POVCO (PT. Tropica Nucifera
Industry).
2.8.2Minyak kelapa murni dalam bentuk kapsul lunak
Beberapa produsen minyak kelapa murni sudah ada yang menjual
produknya dalam bentuk kapsul lunak (softcapsule). Secara teknis minyak kelapa
murni memang bisa dikemas dalam bentuk kapsul lunak. Sebenarnya tujuan
utama mengemas suatu produk dengan kapsul lunak supaya bahan aktifnya lebih

27
Universitas Sumatera Utara

mudah diserap ke dalam tubuh karena berbentuk larutan, suspensi, atau emulsi
jika dibandingkan dengan sediaan lain dalam bentuk puyer, tablet, kaplet maupun
kapsul. Namun, untuk produk yang sudah dalam bentuk cairan seperti minyak
kelapa murni, tujuan utama ini tidak tercapai karena mengemasnya dalam bentuk
kapsul lunak justru akan memperlambat penyerapannya didalam tubuh karena
tubuh memerlukan waktu ekstra untuk menghancurkan kemasan kapsul lunak
sebelum cairan minyak kelapa murni diserap ke dalam tubuh. Kelemahan lainnya
adalah harganya yang relatif lebih mahal dibandingkan dengan bentuk cairannya
karena produsen harus mengeluarkan investasi tambahan untuk pembelian bahan,
peralatan, serta pembayaran royalti dan lisensi paten teknologi pembuatan kapsul
lunak. Meskipun demikian, kemasan minyak kelapa murni dalam bentuk kapsul
lunak juga masih memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan bentuk
cairan, yaitu sebagai berikut:
a.

Lebih praktis, mudah dibawa ke mana-mana terutama bagi mereka yang
sangat aktif beraktivitas dan bepergian.

b.

Lebih tahan lama dalam penyimpanan karena terbungkus rapat dalam kapsul
sehingga terhindar dari cahaya dan oksidasi.

c.

Lebih cocok bagi mereka yang tidak menyukai rasa dan bau minyak kelapa.

d.

Tidak mudah dipasulkan.

Sediaan yang ada di pasaran yaitu: Cosvoil (PT. Cocos Coconut), Laurico (PT.
Palmanaturasanatco) (Subroto, 2006).
2.9 Emulsi MinyakKelapa Murni
Ada beberapa penelitian yang menggunakan minyak kelapa murni sebagai
emulsi dan menggunakan emulgator xanthan gum yang kemudian dilakukan uji

28
Universitas Sumatera Utara

stabilitas fisik pada sediaan emulsi untuk menentukan kualitas dari emulsi.
Stabilitas fisik emulsi minyak dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Stabilitas fisik emulsi minyak
Bahan
Tween 80 1% dan
gum arab 20%

Stabilitas Fisik
Pembentukan
creaming

Redispersibilitas
(pengocokan)
Viskositas
Ukuran
partikel
terdispersi
Organoleptis

Tipe emulsi

pH
Xanthan gum 0,50%
Xanthan gum 0,75%
Xanthan gum 1,00%
(krim ekstrak etanol
kulit buah manggis)

Hasil
0,1
(hasil
dari
perbandingan volume
fase
air
terhadap
volume total emulsi)
5
174 cps
22,6 µm
Bentuk : cairan kental
Rasa
: manis
Bau
: khas
Warna
: putih
Konsistensi: homogen
Tidak
mengalami
perubahan selama 8
minggu penyimpanan.
Tipe m/a
3,6

Viskositas

Viskositas semakin
besar dengan
penambahan
konsentrasi xanthan
gum

Daya lekat

minyak kelapa
murni -madu

Viskositas

Daya lekat semakin
besar dengan
penambahan
konsentrasi xanthan
gum
Tidak mempengaruhi
Stabil dengan adanya
penambahan
konsentrasi xanthan
gum
24 cps

(10-50%)

Diameter droplet

5 µm

Organoleptis
Homogenitas

Sumber
Silaban, 2015

Setyaningrum, 2013

Fatimah, et al.,
2012

Dari Tabel 2.4 dapat dilihat ada tiga penelitian yang memformulasikan
minyak kelapa murni menjadi sediaan emulsi dengan menggunakan berbagai
emulgator. Penelitian yang dilakukan oleh Silaban (2015), menggunakan
emulgator Tween 80 1% dan gum arab 20%. Dari hasil stabilitas fisik
29
Universitas Sumatera Utara

yangdiperoleh pada pembentukan creaming, viskositas, dan ukuran partikel
terdispersi masih kurang stabil dibandingkan stabilitas fisik yang dilakukan oleh
peneliti sebelumnya yang menggunakan campuran emulgator xanthan gum dan
Tween 80 yang diperoleh hasil stabilitas fisik dengan tidak adanya pembentukan
creaming, nilai viskositas 166 cps, dan ukuran partikel terdispersi 20,5 µm dalam
penyimpanan selama delapan minggu. Hal ini menunjukkan bahwa emulgator
campuran Tween 80 dan gum arab masih kurang stabil.
Penelitian yang dilakukan oleh Setyaningrum (2013) menggunakan
xanthan gumpada konsentrasi 0,5%, 0,75% dan 1% dalam sediaan krim
ekstrakkulit buah manggis. Ketiga formula krimkulit buah manggis dengan variasi
konsentrasixanthan gummenunjukkan bahwa semakin besar nilai viskositas
dengan semakin meningkatnya konsentrasi pada xanthan gum. Konsentrasi 1%
merupakan konsentrasi optimum pada penggunaan krim kulit buah manggis.
Dalam penelitian yang dilakukan olehFatimah, et al., (2012), menunjukkan
adanya pengaruh konsentrasiminyak kelapa murni dan madu terhadap viskositas
dan diameter droplet emulsi.Dengan meningkatnya konsentrasi minyak kelapa
murni dan madu dapat meningkatkan viskositas dan menurunkan ukuran diameter
droplet emulsi. Kombinasi minyak kelapa murni dan madu juga menghasilkan
sediaan emulsi dengan rasa yang lebih baik. Untuk menghasilkan sediaan
campuran emulsi yang baik antara minyak kelapa murni dan madu harus
menggunakan alat homogenizer, yaitu WiseTis homogenizer.

30
Universitas Sumatera Utara