Gambaran Pengetahuan Ibu Paritas tentang Preeklamsia di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015

(1)

5

TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan

1. Pengertian

Notoatmodjo (2007) mengatakan pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, penginderaan ini terjadi melalui pancaindra manusia meliputi penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan dan perabaan. Pengetahuan manusia diperoleh sebagian besar melalui pendidikan, pengalaman pribadi ataupun melalui pengalaman orang lain, media massa dan melalui lingkungan sekitar kita.

2. Cara Memperoleh Pengetahuan

Cara memperoleh pengetahuan dapat dilakukan dengan berbagai macam cara guna memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, cara memperoleh pengetahuan dapat dikelompokkan menjadi dua cara yaitu:

a. Cara Tradisional

Yang termasuk cara memperoleh pengetahuan dengan tradisional adalah: 1. Trial and Error (cara coba-coba salah)

Cara ini dilakukan dengan cara coba-coba dengan menggunakan kemungkinan, jika percobaan pertama tidak tepat, dicoba lagi mungkin yang berikutnya akan benar, sehimgga ditemukan yang benar pada akhirnya.

2. Cara Otoritas (Kekuasaan)

Cara ini diperoleh karena adanya suatu unsur paksaan karena kekuasaan baik dari pemerintah, pemimpin agama, mapun ahli pengetahuan.


(2)

3. Berdasarkan Pengalaman Pribadi

Cara ini diperoleh dengan pernah mengalami sendiri, dan diulang pengalaman pribadi tersebut untuk menetapkan yang benar, umumnya dalam hal ini seseorang mempunyai masalah dan berusaha memecahkan masalahnya sendiri.

4. Melalui Jalan Pikiran

Manusia memiliki jalan pemikiran dengan menggunakan penalarannya sehingga memperoleh pengetahuan.

b. Cara Modern

Pengetahuan dapat diperoleh dengan cara modern yaitu dimana pengetahuan itu dipelajari secara sistematis, logis, cara ini sering kita kenal dengan metode ilmiah.

3. Tingkat Pengetahuan a. Tahu (Know)

Tahu adalah mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh badan yang dipelajari atau diterima. Tahu merupakan tingkatan pengatahuan yang paling rendah.

b. Memahami (comphehention)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara jelas suatu objek.

c. Aplikasi ( aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan suatu materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi nyata ialah mampu menggunakan rumus-rumus, metode, prinsip, dalam suatu situasi yang lain misalnya menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah kasus yang diberikan, memilah dan menerapkan suatu ilmu kedalam keadaan secara nyata.


(3)

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek didalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu dengan yang lainnya. Kemampuan analisis dapat dilihat dari penggunaan kata-kata seperti menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan lain sebagainya.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dengan kata lain sintesis adalah kemampuan unutk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang sudah ada sebelumnya.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan pengetahuan untuk melakukan penelitian terhadap suatu materi atau objek.

4. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Pengetahuan yang ditentukan oleh faktor internal yakni berasal dari dalam diri manusia, sedangkan faktor eksternal adalah dorongan yang berasal dari luar berupa tuntutan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupannya. (Suparlan, 2005)

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah:

1. Pendidikan adalah suatu proses penyampaian bahan atau materi pendidikan oleh pendidikan oleh pendidik kepada sasaran pendidikan guna mencapai perubahan tingkah laku.pada umumnya pendidikan mempertinggi intelegensi.


(4)

2. Usia sangat mempengaruhi perkembangan seseorang dalam memahami sesuatu. Menurut beberapapenelitian pengetahuan seseorang bertambah sesuai dengan pertambahan usia.

3. Pengalaman adalah sesuatu yang pernah dialami, dilihat atau didengar sesorang yang menjadi acuan. Semakin banyak pengalaman seseorang, maka semakin banyak usaha seseorang untuk mengatasi suatu masalah. Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain.

4. Sumber informasi adalah data yang diproses kedalamsuatu bentuk dan mempunyai nilai nyata.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan menurut Notoatmodjo (2007), diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Pendidikan

Pendidikan adalah upaya yang memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat. Pendidikan digolongkan sebagai berikut:

1) SD 2) SMP 3) SMA

4) Perguruan Tinggi b. Pengalaman

Sesuatu yang pernah dialami seeorang akan menambah pengetahuan dan dapat menjadi sumber pengetahuan yang bersifat informal.


(5)

c. Informasi

Informai yang diperoleh melalui kenyataan (melihat dan mendengar sendiri), serta melalui surat kabar, radio, TV dapat menambah pengetahuan yang lebih luas.

d. Budaya

Budaya yang ada dimasyarakat dan kondisi politik juga mempengaruhi terhadap tingkat pengetahuan seseorang.

e. Sosial ekonomi

Pekerjaan berhubungan dengan social ekonomi seseorang. Semakin tinggi tingkat social ekonomi seseorang akan menambah tingkat pengetahuan. Lingkungan social akan mendukung tingginya pengetahuan seseorang. Apabila tingkat ekonomi baik tingkat pendidikan juga akan tinggi dan diiringi oleh tingkat pengetahuan.

B. Melahirkan 1. Pengertian

Melahirkan adalah suatu proses pengeluaran hasil konspsi yang dapat dari dalam uterus melalui vagina kedunia luar (Prawirohardjo, 1999).

Melahirkan adalah suatu tindakan dalam melahirkan anak. Terdapat tiga tahap persalinan yang dapat disebut kala I adalah tahap persalinan dari permulaan terjadinya kontraksi atau his sampai adanya pembukaan lengkap, kala II adalah tahap dari saat terjadi pembukaan lengkap sampai dilakukannya pelahiran bayi, dank ala III yaiti tahap persalinan dimana plasenta dan selaput ketuban dikeluaran disertai control perdarahan.


(6)

Melahirkan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri), dan dapat hidup kedunia luar, dari rahim melalui jalan lahir (Rustam, 1998).

C. Preeklamsia

1. Pengertian Preeklamsia

Preeklamsia merupakan hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai proteinuria (Prawirohardjo,2012)

Prawirohardjo (2005, dalam Rukiyah dan Yulianti, 2010) mengatakan bahwa preeklamsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, proteinuria dan edema yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke 3 pada kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya misalnya pada mola hidatidosa.

Muchtar (1998, dalam Rukiyah dan Yulianti, 2010) mengatakan bahwa preeklamsia adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias yaitu hipertensi, proteinuria dan edema yang kadang-kadang disertai konvulsi sampai koma. Ibu tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan vascular atau hipertensi sebelumnya.

Preeklamsia adalah hipertensi disertai proteinuria dan atau edema patologik, biasanya terjadi setelah minggu ke-20 (atau lebih awal pada adanya kasus penyakit trofoblastik seperti mola atau hidrops). Terbagi atas preeklamsia ringan dan berat (Dewi dan Sunarsih, 2011).

Kejadian preeklamsia dan eklampsia bervariasi di setiap negara bahkan pada setiap daerah. Dijumpai berbagai faktor yang mempengaruhi di antaranya jumlah primigravida, terutama primigravida muda, distensi rahim berlebihan: hidramnion, hamil kembar, molahidatidosa, penyakit yang menyertai hamil: diabetes melitus,


(7)

kegemukan, jumlah usia ibu lebih dari 35 tahun, preeklamsia berkisar antara 3 sampai 5% dari kehamilan yang dirawat.

2. Etiologi Preeklamsia

Penyebab preeklamsia belum diketahui secara jelas. Penyakit ini dianggap sebagai “maladaptation syndrome” akibat vasospasmae general dengan segala akibatnya (Sujiyanti, 2009).

Penyebab preeklamsia saat ini tidak bisa diketahui dengan pasti, walaupun penelitian yang dilakukan terhadap penyakit ini sudah sedemikian maju. Semuanya baru didasarkan pada teori yang dihubung-hubungkan dengan kejadian Itulah sebab preeklamsia disebut juga “disease of theory”, gangguan kesehatan yang berasumsi pada teori. Adapun teori-teori tersebut antara lain:

a. Peran prostasiklin dan tromboksan

Pada preeklamsia dan eklamsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.

b. Peran faktor imunologi

Preeklamsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya. Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem imun pada penderita


(8)

preeklamsia-eklamsi. Beberapa wanita dengan preeklamsia-eklamsia mempunyai komplek imun dan serum, beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem komplemen pada preeklamsia-eklamsia diikuti proteinuria. Stirat (1996) menyimpulkan meskipun ada beberapa pendapat menyebutkan bahwa sistem imun humoral dan aktivasi komplemen terjadi pada preeklamsia-eklamsia, tetapi tidak ada bukti bahwa sistem imunologi bisa menyebabkan preeklamsia-eklamsia.

c. Faktor genetik

Beberapa bukti menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian preeklamsia-eklamsia antara lain: 1) Preeklamsia hanya terjadi pada manusia; 2) Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi preeklamsia-eklamsia pada anak-anak dari ibu yang menderita preeklamsia-eklamsia; 3) Kecenderungan meningkatnya frekwensi preeklamsia-eklamsia pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat preeklamsia-eklamsia dan bukan pada ipar mereka; 4) Peran Renin-Angiotensi-Aldosteron sistem (RAAS).

Beberapa penelitian menyebutkan ada beberapa faktor yang dapat menunjang terjadinya preeklamsia dan eklamsia. Faktor-faktor tersebut antara lain, gizi buruk, kegemukan dan gangguan alira darah ke rahim. Fakrot resiko terjadinya preeklamsia, Preeklamsia umumnya terjadi pada kehamilan yang pertama kali, kehamilan di usia remaja dan kehamilan pada wanita diatas 40 tahun. Faktor resiko yang lain adalah: riwayat tekanan darah tinggi yang kronis sebelum kehamilan, riwayat mengalami preeklamsia sebelumnya, riwayat preeklamsia pada ibu atau saudara perempuan, kegemukan, mengandung lebih dari satu orang bayi, riwayat kencing manis, kelainan ginjal, lupus atau ramatoid arthritis (Rukiyah dan Yulianti, 2010)


(9)

3. Gambaran Klinis Preeklamsia

Gejala klinis preeklamsia ringan meliputi : (1) kenaikan tekanan darah sistol 30 mmHg atau lebih, diastol 15 mmHg atau lebih dari tekanan darah sebelum hamil pada kehamilan 20 minggu atau lebih atau sistol 140 mmHg sampai kurang 160 mmHg, diastol 90 mmHg sampai 110 mmHg; (2) proteinuria : secara kuantitatif lebih 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau secara kualitatif positif 2 (+2); (3) edema pada pada pretibia, dinding abdomen, lumbosakral, wajah atau tangan.

Gejala dan tanda preeklamsia berat : tekanan darah sistolik > 160 mmHg; tekanan darah diastolik > 110 mmHg; peningkatan kadar enzim hati/ dan ikterus; trombosit <100.000/mm3; Oligouria <400 ml/24 jam; Proteinuria lebih dari 3 g/ liter; nyeri epigastrium; skotoma dan gangguan visus lain atau nyeri frontal yang berat; perdarahan retina; odem pulmonum.

Penyulit lain juga bisa terjadi, yaitu kerusakan organ-organ tubuh seperti gagal jantung, gagal ginjal, gangguan fungsi hati, gangguan pembekuan darah, sindroma HELLP, bahkan dapat terjadi kematian pada janin, ibu atau keduanya bila preeklamsia tidak segera diatasi dengan baik dan benar.(Rukiyah, dkk 2010)

Gambaran klinis mulai dengan kenaikan berat badan diikuti edema kaki atau tangan, peningkatan tekanan darah, dan terakhir terjadi proteinuria. Pada preeklamsia ringan, gejala subjektif belum dijumpai, tetapi pada preeklamsia serta diikuti keluhan subjektif berupa sakit kepala terutama daerah frontalis, rasa nyeri di daerah epigastrium, gangguan mata, penglihatan menjadi kabur, terdapat mual sampai muntah, gangguan pernapasan sampai sianosis, dan terjadi gangguan kesadaran. Dengan pengeluaran proteinuria, keadaan penyakit semakin berat, karena terjadi gangguan fungsi ginjal.


(10)

4. Dasar Diagnosis Preeklamsia

Pemeriksaan dan diagnosis untuk menunjang keyakinan bidan atas kemungkinan ibu mengalami preeklamsia ringan jika ditandai dengan: kehamilan lebih 20 minggu; kenaikan tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih dengan pemeriksaan 2 kali selang 6 jam dalam keadaan istirahat (untuk pemeriksaan pertama dilakukan 2 kali setelah istirahat 10 menit); edema tekan pada tungakai (pretibia), dinding perut, lumbosakral, wajah atau tangan; proteinuria lebih 0,3 gr/liter/24 jam, kualitatif +2 (Rukiyah, Ai Yeyeh dan Yulianti, Lia. 2010).

Pemeriksaan dan diagnosis pada preeklamsia ringan adalah sebagai berikut: 1) Kehamilan lebih 20 minggu; 2) Kenaikan tekanan darah 140/190 mmHg atau lebih dengan pemeriksaan 2 kali selama 6 jam dalam keadaan istirahat (untuk pemeriksaan pertama dilakukan 2 kali setelah istirahat 10 menit); 3) Edema tekan pada tungkai (pretibial), dinding perut, lumbosakral, wajah atau tungkai; 4) Proteinuria lebih 0,3 gram/liter/24 jam, kuantitatif ++ (Sujiyatini, dkk. 2009).

Kejadian preeklamsia dan eklamsia sulit dicegah, tetapi diagnosis dini sangat menentukan prognosis janin. Pengawasan hamil sangat penting karena preeklamsia berat dan eklamsia merupakan penyebab kematian yang cukup tinggi terutama dinegara berkembang. Diagnosis ditetapkan dengan dua dari trias preeklamsia yaitu kenaikan berta badan-edema, kenaikan tekanan darah, dan terdapat proteinuria. Preeklamsia digolongkan ke dalam preeklamsia ringan dan berat dengan gejala dan tanda sebagai berikut. Peningkatan gejala dan tanda preeklamsia berat memberikan petunjuk akan menjadi eklamsia, yang mempunyai prognosis buruk dengan angka kematian maternal janin tinggi.


(11)

5. Klasifikasi Preeklamsia a. Preeklamsia Ringan

Preeklamsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas (Sujiyatini,dkk. 2009).

Preeklamsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah kehamilan. Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas. Penyebab preeklamsia ringan belum diketahui secara jelas. Penyakit ini dianggap sebagai “maladaptation syndrome” akibat vasospasme general dengan segala akibatnya.

b. Preeklamsia Berat

Preeklamsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Sujiyantini, dkk. 2009)

6. Pencegahan Kejadian Preeklamsia

Preeklamsia dan eklamsia merupakan komplikasi kehamilan yang berkelanjutan dengan penyebab yang sama. Oleh karena itu, pencegahan atau diagnosis dini dapat mengurangi kejadian dan menurunkan angka kesakitan dan kematian. Untuk dapat menegakkan diagnosis dini diperlukan pengawasan hamil yang teratur dengan memperhatikan kenaikan berat badan, kenaikan tekanan darah, dan pemeriksaan urine untuk menentukan proteinuria.

Untuk mencegah kejadian preeklamsia ringan dapat diberikan nasihat tentang: 1) Diet-makanan. Makanan tertinggi protein, tinggi karbohidrat, cukup


(12)

vitamin, dan rendah lemak, kurangi garam apabila berat badan bertambah atau edema; makanan berorientasi pada empat sehat lima sempurna; untuk meningkatkan jumlah protein dengan tambahan satu butir telur setiap hari; 2) Cukup istirahat. Istirahat yang cukup sesuai pertambahan usia kehamilan berarti bekerja seperlunya dan disesuaikan dengan kemampuan; lebih banyak duduk atau berbaring kearah punggung janin sehingga aliran darah menuju plasenta tidak mengalami gangguan; 3) Pengawasan antenatal (hamil).

Bila terjadi perubahan perasaan dan gerak janin dalam rahim segera datang ke tempat pemeriksaan. Keadaan yang memerlukan perhatian: 1) Uji kemungkinan preklamsia, yaitu: Pemeriksaan tekanan darah atau kenaikannya, Pemeriksaan tinggi fundus uteri, Pemeriksaan kenaikan berat badan atau edema, Pemeriksaan protein dalam urine, Jika mungkin dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal, fungsi hati, gambaran darah umum, dan pemeriksaan retina mata; 2) Penilaian kondisi janin dalam rahim, yaitu: Pemantauan tinggi fundus uteri, Pemeriksaan janin: gerakan janin dalam rahim, denyut jantung janin, pemantauan air ketuban, Usulkan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografi. Dalam keadaan yang meragukan, maka merujuk penderita merupakan sikap yang terpilih dan teruji.

7. Penanganan Preeklamsia

Penanganan preeklamsia bertujuan untuk menghindari kelanjutan menjadi eklamsia dan pertolongan kebidanan dengan melahirkan janin dalam keadaan optimal dan bentuk pertolongan dengan trauma minimal.

Pada preeklamsia ringan, penanganan simtomatis dan berobat jalan dengan memberikan: 1) Sedatif ringan (phenobarbital 3 x 30 mg, valium 3 x 10 mg); 2) Obat penunjang (vitamin B kompleks, vitamin c atau vitamin E, zat besi); 3) Nasihat


(13)

(garam dalam makanan dikurangi, lebih banyak istirahat baring ke arah punggung janin, segera datang memeriksakan diri, bila terdapat gejala sakit kepala, mata kabur, edema mendadak atau berat badan naik, pernapasan semakin sesak, nyeri pada epigastrium, kesadaran makin berkurang, gerakan jani melemah-berkurang, pengeluaran urine berkurang); 4) Jadwal pemeriksaan hamil dipercepat dan diperketat. Petunjuk untuk segera memasukkan penderita kerumah sakit atau merujuk penderita perlu memerhatikan hal berikut: Bila tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih, protein dalam urine 1 plus atau lebih, kenaikan berat badan 1,5 kg atau lebih dalam seminggu, edema bertambah dengan mendadak, tardapat gejala dan keluhan subjektif.

Bidan yang mempunyai polindes dapat merawat penderita preeklamsia berat untuk sementara, sampai menunggu kesempatan melakukan rujukan sehingga penderita mendapat pertolongan yang sebaik-baiknya. Penderita diusahakan agar terisolasi sehingga tidak mendapat rangsanagn udara ataupun sinar, dipasang infus glukosa 5%, dilakukan pemeriksaan umum (pemeriksaan tekanan darah, nadi, suhu dan perapasan), pemeriksaan kebidanan (pemeriksaan leopold, denyut jantung janin), pemeriksaan dalam (evalusai pembukaan dan keadaan janin dalam rahim), pemasangan kateter, evaluasi keseimbangan cairan, pengobatan (sedatif: phenobarbita 3 x 100 mg, valium 3x 20 mg), menghindari kejang: magnesium sulfat (dosis awal 8 g IM, dosis ikutan 4 g/6 jam, obsevasi pernapasan tidak kurang 16 menit, refleks patela positif, urine tidak kurang dari 600 cc/ 24 jam), valium (dosis awal 20 mg IV, dosis ikutan 20 mg / drip 20 tetes/ menit; dosis maksimal 120 mg/ 24 jam), kombinasi pengobatan (pethidine 50 mg IM, klorpromazin 50 mg IM, diazepam [valium] 20 mg IM), bila terjadi oligouria diberikan glukosa 40% IV untuk menarik cairan dari jaringan, sehingga dapat merangsang diuresis.


(14)

Setelah keadaan preeklamsia berat dapat diatasi, pertimbangan mengakhiri kehamilan berdasarkan: kehamilan cukup bulan, mempertahankan kehamilan sampai mendekati cukup bulan, kegagalan mengobati preeklamsia berat kehamilan diakhiri tanpa memandang umur, merujuk penderita ke rumah sakit untuk pengobatan yang adekuat, mengakhiri kehamilan merupakan pengobatan utama untuk memutuskan kelanjutkan preeklamsia menjadi eklamsia. Dengan perawatan sementara dipolindes, maka melakukan rujukan penderita merupakan sikap yang paling tepat. (Manuaba, dkk, 2010).

Penanganan preeklamsia ringan dapat dilakukan dengan dua cara tergantung gejala yang timbul yakni: 1) Penatalaksanaan rawat jalan pasien preeklamsia ringan, dengan cara: ibu dianjurkan banyak istirahat (berbaring tidur/miring), diet: cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam; pemberian sedativa ringan: tablet phenobarbital 3x30 mg atau diazepam 3x2 mg peroral selama 7 hari (atas instruksi dokter); roborantia; kunjungan ulang setiap 1 minggu; pemeriksaan laboratorium: hemoglobin, hemotokrit, trombosit, urin lengkap, asam urat darah, fungsi hati, fungsi ginjal; 2) Penatalaksanaan rawat tinggal pasien preeklamsia ringan berdasarkan kriteria: setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukkan adanya perbaikan dari gejala-gejala preeklamsia; kenaikan berat badan ibu 1 kg atau lebih perminggu selama 2 kali berturut-turut (2 minggu); timbul salah satu atau lebih gejala atau tanda-tanda preeklamsia berat.

Bila setelah 1 minggu perawatan diatas tidak ada perbaikan maka preeklamsia ringan dianggap sebagai preeklamsia berat. Jika dalam perawatan dirumah sudah ada perbaikan sebelum 1 minggu dan kehamilan masih preterm maka penderita tetap dirawat selama 2 hari lagi baru dipulangkan. Perawatan lalu disesuaikan dengan perawatan rawat jalan.


(15)

Perawatan obstetri pasien preeklamsia ringan meliputi: 1) Kehamilan preterm (kurang 37 minggu); bila desakan darah mencapai normotensif selama perawatan, peralinan ditunggu sampai preterm; bila desakan darah turun tetapi belum mencapai normotensif selama perawatan maka kehamilan dapat diakhiri pada umur kehamilan 37 minggu atau lebih; 2)Kehamilan aterm (37 minggu atau lebih); persalinan di tunggu sampai terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan persalinan pada taksiran tanggal persalinan; 3) Cara persalinan: persalinan dapat dilakukan secara spontan bila perlu memperpendek kala II.

Untuk penanganan preeklamsia berat dapat ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklamsia berat selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi: 1) perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan medicinal; 2) perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan medicinal.

Perawatan aktif, sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap penderita dilakukan pemeriksaan fetal assesment yakni pemeriksaan Nonstress Test (NST) dan ultrasonografi (USG), dengan indikasi (salah satu atau lebih) yakni: 1) Ibu: usia kehamilan 37 minggu atau lebih; adanya tanda-tanda atau gejala impending eklamsia, kegagalan terapi konservatif yaitu selama 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan darah atau setelah 24 jam perawatan medicinal, ada gejala-gejala status quo (tidak ada perbaikan); 2) Janin: hasil fetal assesment jelek (NST dan USG): adanya tanda-tanda Intra Uterin Growt Retardation (IUGR); 3) Hasil laboratorium: adanya “HELP Syndrome” (hemolisis dan peningkatan fungsi hepar, trombositopenia).

Perawatan konservatif atau Pengobatan medicinal pasien preeklamsia berat (dilakukan dirumah sakit dan atas instruksi dokter) yaitu: segera masuk rumah sakit;


(16)

tirah baring miring kesatu sisi. Tanda vital diperiksa setiap 30 menit, refleks patella setiap jam; infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-125 cc/jam) 500 cc; berikan antasida; diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam; pemberian obat anti kejang MgSO4: deuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung kongesif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg/IM.

Antihipertensi diberikan bila: tekanan darah sistolik lebih 180 mmHg, diastolik lebih 110 mmHg atau MAP lebih 125 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan sistolis kurang 105 mmHg (bukan kurang 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta, dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya. Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat diberikan obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang bisa dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah.

Bakri (1997 dalam Rukiyah dan Yulianti, 2010) mengatakan bahwa Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet anti hipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali. Bersamaan dengan awal pemberian sublingual maka obat yang sama mulai diberikan secara oral. Pengobatan jantung jika ada indikasinya yakni ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan digitalisasi cepat dengan cedilanid D. Lain-lain: konsul bagian penyakit dalam/jantung, mata; obat-obat antipiretik diberikan jika suhu rectal lebih 38,50C dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau xylomidon 2cc IM; antibiotik diberikan atas indikasi. Diberikan ampisilin 1gr/6jam/IV/hari; anti nyeri bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus. Dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja, selambat-lambatnya 2 jam sebelum janin lahir.


(1)

5. Klasifikasi Preeklamsia a. Preeklamsia Ringan

Preeklamsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas (Sujiyatini,dkk. 2009).

Preeklamsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah kehamilan. Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas. Penyebab preeklamsia ringan belum diketahui secara jelas. Penyakit ini dianggap sebagai “maladaptation syndrome” akibat vasospasme general dengan segala akibatnya.

b. Preeklamsia Berat

Preeklamsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Sujiyantini, dkk. 2009)

6. Pencegahan Kejadian Preeklamsia

Preeklamsia dan eklamsia merupakan komplikasi kehamilan yang berkelanjutan dengan penyebab yang sama. Oleh karena itu, pencegahan atau diagnosis dini dapat mengurangi kejadian dan menurunkan angka kesakitan dan kematian. Untuk dapat menegakkan diagnosis dini diperlukan pengawasan hamil yang teratur dengan memperhatikan kenaikan berat badan, kenaikan tekanan darah, dan pemeriksaan urine untuk menentukan proteinuria.

Untuk mencegah kejadian preeklamsia ringan dapat diberikan nasihat tentang: 1) Diet-makanan. Makanan tertinggi protein, tinggi karbohidrat, cukup


(2)

vitamin, dan rendah lemak, kurangi garam apabila berat badan bertambah atau edema; makanan berorientasi pada empat sehat lima sempurna; untuk meningkatkan jumlah protein dengan tambahan satu butir telur setiap hari; 2) Cukup istirahat. Istirahat yang cukup sesuai pertambahan usia kehamilan berarti bekerja seperlunya dan disesuaikan dengan kemampuan; lebih banyak duduk atau berbaring kearah punggung janin sehingga aliran darah menuju plasenta tidak mengalami gangguan; 3) Pengawasan antenatal (hamil).

Bila terjadi perubahan perasaan dan gerak janin dalam rahim segera datang ke tempat pemeriksaan. Keadaan yang memerlukan perhatian: 1) Uji kemungkinan preklamsia, yaitu: Pemeriksaan tekanan darah atau kenaikannya, Pemeriksaan tinggi fundus uteri, Pemeriksaan kenaikan berat badan atau edema, Pemeriksaan protein dalam urine, Jika mungkin dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal, fungsi hati, gambaran darah umum, dan pemeriksaan retina mata; 2) Penilaian kondisi janin dalam rahim, yaitu: Pemantauan tinggi fundus uteri, Pemeriksaan janin: gerakan janin dalam rahim, denyut jantung janin, pemantauan air ketuban, Usulkan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografi. Dalam keadaan yang meragukan, maka merujuk penderita merupakan sikap yang terpilih dan teruji.

7. Penanganan Preeklamsia

Penanganan preeklamsia bertujuan untuk menghindari kelanjutan menjadi eklamsia dan pertolongan kebidanan dengan melahirkan janin dalam keadaan optimal dan bentuk pertolongan dengan trauma minimal.

Pada preeklamsia ringan, penanganan simtomatis dan berobat jalan dengan memberikan: 1) Sedatif ringan (phenobarbital 3 x 30 mg, valium 3 x 10 mg); 2) Obat penunjang (vitamin B kompleks, vitamin c atau vitamin E, zat besi); 3) Nasihat


(3)

(garam dalam makanan dikurangi, lebih banyak istirahat baring ke arah punggung janin, segera datang memeriksakan diri, bila terdapat gejala sakit kepala, mata kabur, edema mendadak atau berat badan naik, pernapasan semakin sesak, nyeri pada epigastrium, kesadaran makin berkurang, gerakan jani melemah-berkurang, pengeluaran urine berkurang); 4) Jadwal pemeriksaan hamil dipercepat dan diperketat. Petunjuk untuk segera memasukkan penderita kerumah sakit atau merujuk penderita perlu memerhatikan hal berikut: Bila tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih, protein dalam urine 1 plus atau lebih, kenaikan berat badan 1,5 kg atau lebih dalam seminggu, edema bertambah dengan mendadak, tardapat gejala dan keluhan subjektif.

Bidan yang mempunyai polindes dapat merawat penderita preeklamsia berat untuk sementara, sampai menunggu kesempatan melakukan rujukan sehingga penderita mendapat pertolongan yang sebaik-baiknya. Penderita diusahakan agar terisolasi sehingga tidak mendapat rangsanagn udara ataupun sinar, dipasang infus glukosa 5%, dilakukan pemeriksaan umum (pemeriksaan tekanan darah, nadi, suhu dan perapasan), pemeriksaan kebidanan (pemeriksaan leopold, denyut jantung janin), pemeriksaan dalam (evalusai pembukaan dan keadaan janin dalam rahim), pemasangan kateter, evaluasi keseimbangan cairan, pengobatan (sedatif: phenobarbita 3 x 100 mg, valium 3x 20 mg), menghindari kejang: magnesium sulfat (dosis awal 8 g IM, dosis ikutan 4 g/6 jam, obsevasi pernapasan tidak kurang 16 menit, refleks patela positif, urine tidak kurang dari 600 cc/ 24 jam), valium (dosis awal 20 mg IV, dosis ikutan 20 mg / drip 20 tetes/ menit; dosis maksimal 120 mg/ 24 jam), kombinasi pengobatan (pethidine 50 mg IM, klorpromazin 50 mg IM, diazepam [valium] 20 mg IM), bila terjadi oligouria diberikan glukosa 40% IV untuk menarik cairan dari jaringan, sehingga dapat merangsang diuresis.


(4)

Setelah keadaan preeklamsia berat dapat diatasi, pertimbangan mengakhiri kehamilan berdasarkan: kehamilan cukup bulan, mempertahankan kehamilan sampai mendekati cukup bulan, kegagalan mengobati preeklamsia berat kehamilan diakhiri tanpa memandang umur, merujuk penderita ke rumah sakit untuk pengobatan yang adekuat, mengakhiri kehamilan merupakan pengobatan utama untuk memutuskan kelanjutkan preeklamsia menjadi eklamsia. Dengan perawatan sementara dipolindes, maka melakukan rujukan penderita merupakan sikap yang paling tepat. (Manuaba, dkk, 2010).

Penanganan preeklamsia ringan dapat dilakukan dengan dua cara tergantung gejala yang timbul yakni: 1) Penatalaksanaan rawat jalan pasien preeklamsia ringan, dengan cara: ibu dianjurkan banyak istirahat (berbaring tidur/miring), diet: cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam; pemberian sedativa ringan: tablet phenobarbital 3x30 mg atau diazepam 3x2 mg peroral selama 7 hari (atas instruksi dokter); roborantia; kunjungan ulang setiap 1 minggu; pemeriksaan laboratorium: hemoglobin, hemotokrit, trombosit, urin lengkap, asam urat darah, fungsi hati, fungsi ginjal; 2) Penatalaksanaan rawat tinggal pasien preeklamsia ringan berdasarkan kriteria: setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukkan adanya perbaikan dari gejala-gejala preeklamsia; kenaikan berat badan ibu 1 kg atau lebih perminggu selama 2 kali berturut-turut (2 minggu); timbul salah satu atau lebih gejala atau tanda-tanda preeklamsia berat.

Bila setelah 1 minggu perawatan diatas tidak ada perbaikan maka preeklamsia ringan dianggap sebagai preeklamsia berat. Jika dalam perawatan dirumah sudah ada perbaikan sebelum 1 minggu dan kehamilan masih preterm maka penderita tetap dirawat selama 2 hari lagi baru dipulangkan. Perawatan lalu disesuaikan dengan perawatan rawat jalan.


(5)

Perawatan obstetri pasien preeklamsia ringan meliputi: 1) Kehamilan preterm (kurang 37 minggu); bila desakan darah mencapai normotensif selama perawatan, peralinan ditunggu sampai preterm; bila desakan darah turun tetapi belum mencapai normotensif selama perawatan maka kehamilan dapat diakhiri pada umur kehamilan 37 minggu atau lebih; 2)Kehamilan aterm (37 minggu atau lebih); persalinan di tunggu sampai terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan persalinan pada taksiran tanggal persalinan; 3) Cara persalinan: persalinan dapat dilakukan secara spontan bila perlu memperpendek kala II.

Untuk penanganan preeklamsia berat dapat ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklamsia berat selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi: 1) perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan medicinal; 2) perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan medicinal.

Perawatan aktif, sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap penderita dilakukan pemeriksaan fetal assesment yakni pemeriksaan Nonstress Test (NST) dan ultrasonografi (USG), dengan indikasi (salah satu atau lebih) yakni: 1) Ibu: usia kehamilan 37 minggu atau lebih; adanya tanda-tanda atau gejala impending eklamsia, kegagalan terapi konservatif yaitu selama 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan darah atau setelah 24 jam perawatan medicinal, ada gejala-gejala status quo (tidak ada perbaikan); 2) Janin: hasil fetal assesment jelek (NST dan USG): adanya tanda-tanda Intra Uterin Growt Retardation (IUGR); 3) Hasil laboratorium: adanya “HELP Syndrome” (hemolisis dan peningkatan fungsi hepar, trombositopenia).

Perawatan konservatif atau Pengobatan medicinal pasien preeklamsia berat (dilakukan dirumah sakit dan atas instruksi dokter) yaitu: segera masuk rumah sakit;


(6)

tirah baring miring kesatu sisi. Tanda vital diperiksa setiap 30 menit, refleks patella setiap jam; infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-125 cc/jam) 500 cc; berikan antasida; diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam; pemberian obat anti kejang MgSO4: deuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung kongesif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg/IM.

Antihipertensi diberikan bila: tekanan darah sistolik lebih 180 mmHg, diastolik lebih 110 mmHg atau MAP lebih 125 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan sistolis kurang 105 mmHg (bukan kurang 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta, dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya. Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat diberikan obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang bisa dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah.

Bakri (1997 dalam Rukiyah dan Yulianti, 2010) mengatakan bahwa Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet anti hipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali. Bersamaan dengan awal pemberian sublingual maka obat yang sama mulai diberikan secara oral. Pengobatan jantung jika ada indikasinya yakni ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan digitalisasi cepat dengan cedilanid D. Lain-lain: konsul bagian penyakit dalam/jantung, mata; obat-obat antipiretik diberikan jika suhu rectal lebih 38,50C dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau xylomidon 2cc IM; antibiotik diberikan atas indikasi. Diberikan ampisilin 1gr/6jam/IV/hari; anti nyeri bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus. Dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja, selambat-lambatnya 2 jam sebelum janin lahir.