Identifikasi Gulma Resisten Herbisida Paraquat Pada Lahanjagung Di Kecamatan Tigabinanga Kabupaten Karo

19

TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Gulma Resisten Herbisida
Tidak semua gulma di lahan pertanian mempunyai susunan genetik yang
sama. Keragaman genetik tersebut memungkinkan spesis gulma tertentu untuk
bertahan dan beradaptasi pada berbagai keadaan lingkungan sehingga paling
sedikit beberapa individu gulma tertentu hidup dan bereproduksi setiap tahun.
Keragaman genetik tersebut tidak sama untuk setiap spesis gulma. Suatu populasi
gulma yang mempunyai karakter khusus yang membuatnya mampu bertahan pada
tekanan seleksi yang diberikan disebut biotip (Gaussoin et al, 2012).
Konsekuensi dari pemakaian herbisida yang sama (sama jenis bahan
aktifatau sama cara kerja) secara berulang-ulang dalam periode yang lama
padasuatu areal maka ada dua kemungkinan masalah yang timbul pada
arealtersebut

yaitu terjadi dominansi populasi gulma resisten-herbisida

ataudominansi gulma toleran herbisida(Purba, 2009).
Resisten herbisida didefinisikan sebagai kemampuan dari suatu gulma
yang dapat diwariskan untuk bertahan hidup dan bereproduksi pada dosis

herbisida yang biasanya efektif mengendalikan gulma tersebut. Aspek utama
dalam konteks ini adalah bahwa resistensi merupakan sebuah proses evolusi,
dimana satu populasi gulma berubah dari sensitif menjadi resisten. Individu gulma
tidak berubah dari sensitif menjadi resisten melainkan proporsi dari individu
resisten yang meningkat dalam populasi setelah beberapa waktu (Cobb dan
Reade, 2010; Moss, 2002; Prather et al, 2000).

Universitas Sumatera Utara

20

Toleran herbisida adalah kemampuan dari satu spesis yang dapat
diwariskan untuk bertahan hidup dan bereproduksi setelah aplikasi herbisida.Hal
ini secara tidak langsung menyatakan bahwa toleransi terjadi secara alami tanpa
ada seleksi atau manipulasi genetik sebelumnya yang membuat spesis tersebut
toleran herbisida (Vencill et al, 2012).
Resistensi gulma terhadap herbisida pertama kali dilaporkan oleh Hilton
(1957) terhadap herbisida 2,4-D (golongan phenoxy) pada tahun 1957 di Hawai.
Pada tahun 1968, laporan pertama tentang resistensi herbisida pada Senecio
vulgaris terhadap herbisida triazine ditetapkan(Chaudhry, 2008).Pada tahun 1980,

Conyza canadensis, Erigeron philadelphicus L., E. sumatrensis dan Youngia
japonica DC.diidentifikasi resisten terhadap paraquat pada kebun buah-buahan di
Jepang (Heap, 1997).
Evolusi Resistensi
Peranan evolusi dalam keberagaman genetik pada populasi-populasi besar
menjelaskan bagaimana organisme biologi bertahan hidup dari peristiwa bencana
alam yang besar.Diawali dengan pengetahuan cemerlang dari ilmuan alam abad
19 seperti Darwin, Lamarck, Mendel, Wallace yang mengembangkan pemahaman
bahwa seleksi alam memainkan peranan dalam keragaman genetik yang
memungkinkannya tetap hidup dalam keadaan lingkungan yang berubah
(Powles dan Yu, 2010).
Tingkat

evolusi

resistensi

terhadap

herbisida


dipengaruhi

oleh

karakteristik gulma dan herbisida. Karakteristik gulma yang penting meliputi
frekuensi gen, ukuran dan viabilitas simpanan biji gulma dalam tanah dan

Universitas Sumatera Utara

21

ketahanan gulma sementara faktor herbisida meliputi potensi, dosis, frekuensi
aplikasi, dan persistensi herbisida dalam tanah (Valverde, 2000).
Dua karakter penting gulma yang lainnya yang berhubungan dengan
evolusi resistensi terhadap herbisida yaitu ukuran dan viabilitas dari simpanan biji
gulma dalam tanah dan kemampuan gulma. Hal ini karena sudah bertahun-tahun
simpanan biji gulma dalam tanah diperkaya oleh biji yang berasal dari individu
utama yang sensitif. Dalam beberapa kejadian, individu yang membawa mutasi
tertentu (seperti membawa sifat resistensi terhadap herbisida) ditiadakan oleh

gulma yang kurang adaptif atau kurang kuat pada ketidakhadiran herbisida.
Berkurangnya kemampuan tersebut sulit untuk diukur tetapi itu dapat
dihubungkan dengan terganggunya proses fisiologi utama seperti proses
fotosintesis atau seluruh karakteristik tumbuhan seperti berkurangnya produksi
biji atau berkurangnya kemampuan untuk bersaing. Sering sekali biotip yang
resisten tidak lebih kuat daripada gulma yang normal (sensitif) (Valverde, 2003).
Resistensi gulma terhadap herbisida bukan karena mutasi melainkan
karena herbisida. Ilmuan mengungkapkan bahwa gulma tidak berubah menjadi
resisten melainkan populasi dari gulma tersebutlah yang berubah. Populasi gulma
sangat beranekaragam, walaupun kelihatan sama tetapi sangat berbeda pada level
genetik(Santhakumar, 2003).
Walaupun demikian, jika sebuah herbisida dari grup yang sama
diaplikasikan secara berulang-ulang pada populasi gulma tertentu, seluruh
keadaan bisa berubah. Sebagian besar biotip gulma yang peka akan mati setelah
aplikasi herbisida secara berulang, sementara disisi lain beberapa biotip gulma
yang resisten mendapat kesempatan khusus untuk memperbanyak diri. Oleh

Universitas Sumatera Utara

22


karena itu, penggunaan herbisida tertentu secara terus-menerus selama beberapa
tahun dapat secara drastis mengurangi jumlah biotip gulma yang peka di dalam
populasi gulma alami dan secara dramastis juga meningkatkan jumlah biotip
gulma yang resisten (Jasieniuk et al (1996) dalam Ashigh dan Sterling, 2010).
Karakteristik Gulma Eleusine indica
E. indica (L.) Gaertn., rumput tahunan yang dikenal dengan nama rumput
gajah merupakan gulma yang umum pada lahan sayuran, kebun buah-buahan,
perkebunan kelapa sawit dan perkebunan karet serta di tanah kosong dan tepi
jalan. Penelitian menunjukkan bahwa gulma rumput gajah dapat menurunkan
produksi kebun buah-buahan dan sayur-sayuran juga mempunyai toleransi yang
tinggi terhadap kekeringan dan sangat subur. Satu gulma rumput gajah dapat
memproduksi 140.000 biji (Chuah et al, 2005).
Rumput gajah (E. indica) merupakan gulma tahunan yang menyerbuk
sendiri, spesis gulma diploid yang mempunyai ukuran genom yang relatif kecil
sekitar 8.03 x 108 bp. Meskipun gulma rumput gajah digunakan sebagai makanan
ternak dan sumber dari biji padi-padian di beberapa daerah, gulma ini termasuk
satu dari lima gulma dunia yang berbahaya dan dilaporkan menjadi masalah
gulma di 46 jenis tanaman budidaya yang berbeda di lebih dari 60 negara
(Baerson et al, 2002).

Gulma E. indica tumbuh dengan baik di tempat yang mendapat cahaya
penuh atau agak ternaungi, tanah rawa, gurun, tepi jalan, disepanjang tepi lahan
yang beririgasi dan kanal, di halaman rumput dan padang rumput, dan secara
khusus menjadi masalah di lahan yang dapat ditanami. Gulma ini dapat tumbuh
mulai dari bibir pantai sampai ketinggian paling sedikit 2000 meter di atas

Universitas Sumatera Utara

23

permukaan laut dan merupakan masalah utama pada hampir semua bidang
pertanian di daerah tropis ( Waterhouse, 1994).
Rumput gajah mempunyai sejarah perkembangan menjadi biotip gulma
yang resisten terhadap herbisida di seluruh dunia. Resistensi rumput gajah
terhadap bidang sasaran herbisida dinitroaniline paling disoroti. Dari awal tahun
1980 sampai awal tahun 2000 biotip rumput gajah dilaporkan resisten terhadap
trifluralin di Alabama, Arkansas, Florida, Georgia, Mississippi, Carolina Utara,
dan Tennessee (Mueller et al, 2011).
Buker et al (2002) melaporkan bahwa pengendalian gulma E. indica yang
berkurang di lahan tomat Negara Bagian Manatee Florida setelah penggunaan

paraquat secara berulang dalam beberapa tahun. Biotip E. indica dari lokasi
tersebut sudah 30 kali lebih resisten terhadap herbisida paraquat.
Pada tahun 2010, Seng et al melaporkan terjadinya multiple-resistens
gulma

E.

indica

biotip

Malaysia

terhadap

herbisida

glufosinat

dan


paraquat.Gulma tersebut diambil dari lahan yang disemprot herbisida glufosinat
dan paraquat baik secara tunggal maupun digabungkan selama 6 kali per tahun
dalam lebih dari 4 tahun secara terus-menerus. Berdasarkan penelitiannya
diketahui bahwa E. indica biotip Malaysia sudah 3,4 kali lebih resisten terhadap
herbisida glufosinat dan sudah 3,6 kali lebih resisten terhadap herbisida paraquat.
Pada beberapa tahun terakhir, gulma rumput gajah dilaporkan menjadi
resisten terhadap acetyl coenzyme A carboxilase dan penghambat photosistem II
di Brazil, Bolivia, Malaysia, and Hawaii. Brosnan et al (2008) dalam Mueller et
al(2011)melaporkan bahwa dua biotip gulma rumput gajah memperlihatkan 100
sampai 200 kali lebih resisten terhadap metribuzin. Pada tahun 2010, Lee dan

Universitas Sumatera Utara

24

Ngim melaporkan

bahwa tingkat resistensi gulma E. indica biotip malaysia


terhadap glyphosat dilaporkan menjadi 8 sampai 12 kali. Jalaludin et al (2010)
melaporkan bahwa gulma E. indica memperlihatkan 8 kali lebih resisten terhadap
herbisida glufosinate-ammonium.
Data dari International Survey of Herbicide Resistant Weeds (2014)
memperlihatkan bahwa gulma E. indica sudah resisten terhadap herbisida
berbahan aktif paraquat, glyphosat, clethodim, cyhalofop-butyl, fluazifop-P-butyl,
haloxyfop-methyl, fenoxaprop-P-ethyl, sethoxydim, imazapyr, propaquizafop,
glufosinate-ammonium, trifluralin, pendimethalin, prodiamine, dan metribuzin.
Karakteristik Gulma Echinochloa colonum
E. colonumadalah rumput semusim yang tumbuh pada tanah agak kering
dan lembab tapi tidak lama tergenang, situasi terbuka atau sedikit ternaungi,
daerah penyebarannya meliputi 0—1100 m di atas permukaan laut, berbunga
sepanjang tahun (Nasution, 1986).
Jajagoan leutik tumbuh lebih cepat daripada tanaman padi karena gulma
ini mempunyai tingkat efisiensi fotosintesis yang lebih tinggi (tumbuhan C4). Bila
dibandingkan antara empat spesis gulma Echinochloa termasukE. colona dengan
dua

kultivar


padi,

Krishnamurthy

et

al

(1989)

dalam

Valverde

et

al(2000)menemukan bahwa gulma tersebut mempunyai pertumbuhan dan
kemampuan menangkap cahaya yang lebih tinggi daripada tanaman padi.
Tambahan pula, semua spesis Echinochloa menunjukkan penggantian CO2 yang
rendah dan stomata resisten tinggi yang memberi keuntungan lebih kompetitif

daripada tanaman padi sebagai spesis C3.

Universitas Sumatera Utara

25

Kebanyakan spesis Echinochloa menyerbuk sendiri. Persilangan antara
jajagoan leutik dengan jajagoan menghasilkan keturunan yang steril. Spesis
Echinochloa dapat memproduksi biji yang banyak dalam waktu yang singkat. Biji
Echinochloa mempunyai masa dormansi yang singkat hanya beberapa bulan.
Meskipun termasuk gulma tahunan, jajagoan leutik dapat memperbanyak diri
secara vegetatif dengan memproduksi akar-akar baru dan buku pada batang ketika
gulma mulai rebah karena sudah tua (Valverde et al, 2000).
Pengendalian E. colonum dalam jangka pendek bisa dengan menggunakan
herbisida pre-emergent garam sodium 2,4-D. Pengendalian gulma tersebut untuk
jangka yang lebih lama bisa menggunakan trifluralin. E. colonum yang muda
dapat dikendalikan dengan menggunakan herbisida parquat. Di Australia, gulma
E. colona dikendalikan dengan Stam F-34 (3,4dichloropropionanilide) pada 2-3
setelah tumbuh (FAO, 2014).
Berdasarkan data dari International Survey of Herbicide Resistant Weeds
(2014), gulma E. colonum dilaporkan sudah resisten terhadap herbisida berbahan
aktif glyphosat, atrazine, cyhalofop-butyl, fenoxaprop-P-ethyl, fluazifop-P-butyl,
haloxyfop-P-methyl, bispyribac-sodium, propanil, quinclorac, azimsulfuron,
imazapic, imazapyr, dan metribuzin.
Herbisida Paraquat
Nama umum

: paraquat, paraquat diclorida

Nama kimia

: 1,1-dimethyl-4,4-bipyridinium

Kelompok kimia

: bipyridyl

Universitas Sumatera Utara

26

Bentuk

: kristal padat berwarna putih, larutan cair atau butiran, tersedia khusus dalam

Rumus

molekuler
:

Paraquat

(C12H14N2), paraquat
diclorida (C12H14N2Cl2)

Struktur molekuler :

Paraquat merupakan salah satu herbisida yang paling luas penggunaannya
di dunia, dan di kebanyakan negara dimana herbisida paraquat tersebut terdaftar
dapat digunakan tanpa pembatasan. Paraquat digunakan pada lebih dari 100
tanaman budidaya di sekitar 100 negara. Gramoxone, produksi Syngenta,
merupakan nama dagang utama herbisida paraquat, tetapi herbisida paraquat juga
dijual dengan nama dagang yang berbeda oleh beberapa perusahaan yang berbeda
pula. Saat ini, Republik Rakyat Cina merupakan negara yang memproduksi
paraquat terbesar di dunia dengan produksi lebih dari 100.000 ton per tahun
(Watts, 2011).
Mekanisme kerja paraquat melalui reduksi mediasi fotosistem I oleh
dikation paraquat. Hal ini menyebabkan terbentuknya monokation radikal.
Monokation radikal mereduksi O2 menjadi O2- (anion superoksida radikal)
mengakibatkan terbentuknya kembali paraquat dikation. Sesudah itu, H2O2 dan
hidroksil radikal terbentuk dari berbagai reaksi. Hidroksil radikal diketahui
menyebabkan peroksidasi asam lemak. Hal ini rupanya menyebabkan hilangnya
integritas membran sel (Fuerst et al, 1985).

Universitas Sumatera Utara