Tingkat Kenaikan Suku Bunga Terhadap Kin (1)

Tingkat Kenaikan Suku Bunga Terhadap Kinerja Bank Syariah
Makalah ini Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Bahasa Indonesia
Dosen Pembimbing : Zein Muttaqin, S.E.I.,M.A.

Disusun Oleh :
Prasetia Kusuma Wulandari (14423079)

PRODI EKONOMI ISLAM
FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2016

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita berbagai macam
nikmat, sehingga aktivitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa keberkahan, baik
kehidupan di alam dunia ini, lebih-lebih lagi pada kehidupan akhirat kelak, sehingga semua
cita-cita serta harapan yang ingin kita capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.
Terima kasih sebelum dan sesudahnya kami ucapkan kepada Dosen serta temanteman sekalian yang telah membantu, baik bantuan berupa moril maupun materil, sehingga
makalah ini dapat terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan, dan makalah ini dibuat

agar dapat memenuhi tugas pada mata kuliah Bahasa Indonesia.
Kami menyadari sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan serta banyak kekurangan-kekurangnya, baik dari segi tata bahasa maupun
dalam hal pengkonsolidasian. Kepada dosen serta teman-teman sekalian kami mohon maaf
yang kadangkala kami hanya menturuti egoisme pribadi, untuk itu besar harapan kami jika
ada kritik dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah-makalah kami
dilain waktu. Semoga makalah yang sederhana ini dapat memberi wawasan dan pemahaman
yang luas kepada pembaca.
Yogyakarta, 22 Desember 2016

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam
negeri menyebabkan perubahan perekonomian dalam negeri yang drastis. Kenaikan harga
BBM akan diikuti oleh kenaikan harga jasa dan barang-barang yang lain di masyarakat. Hal
ini menyebabkan tingkat inflasi di Indonesia mengalami kenaikan dan semakin mempersulit

kondisi ekonomi masyarakat terutama mereka yang berpenghasilan tetap. Untuk mengatasi
hal tersebut maka pemerintah mengambil langkah-langkah kebijakan untuk menstabilkan
kembali kondisi perekonomian yang sempat bergejolak.
Bank Indonesia selaku otoritas moneter bertugas untuk mengatur jumlah peredaran
uang di masyarakat. Tingkat inflasi juga sangat berhubungan dengan jumlah uang yang
beredar di masyarakat. Karena tingkat inflasi mengalami peningkatan akibat kebijakan
pemerintah menaikkan harga BBM maka salah satu langkah yang dilakukan oleh Bank
Indonesia untuk mengendalikan laju inflasi adalah dengan menaikkan tingkat suku bunga.
Kebijakan menaikkan atau menurunkan tingkat suku bunga oleh Bank Indonesia ini dikenal
dengan istilah politik diskonto yang merupakan salah satu instrumen dari kebijakan moneter.
Eksistensi lembaga keuangan khususnya sektor perbankan menempati posisi sangat strategis
dalam menjembatani kebutuhan modal kerja dan investasi di sektor riil dengan pemilik dana.
Dengan demikian, fungsi utama sektor perbankan dalam infrastruktur kebijakan makro
ekonomi memang diarahkan dalam konteks bagaimana menjadikan uang efektif untuk
meningkatkan nilai tambah ekonomi.
Bank merupakan lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan
jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang dalam masyarakat. Oleh karena
itu, usaha bank akan selalu dikaitkan dengan masalah uang yang merupakan barang dagangan
utama. Dalam melaksanakan fungsinya, bank membeli uang dari masyarakat dengan harga
tertentu yang lazim disebut bunga kredit. Sebaliknya bank akan menjual uang dalam bentuk

pemberian uang pinjaman dengan harga tertentu yang lazim disebut bunga debet. Dengan
demikian, bank akan mendapatkan keuntungan dari selisih antara harga jual dengan harga
beli uang tersebut. Padahal para ulama berpendapat bahwa dalam syariat Islam bunga
tersebut dinilai sebagai riba yang dilarang oleh agama. Untuk menghindari pengoperasian
bank dengan sistem bunga, Islam memperkenalkan prinsip-prinsip muamalat sebagai
alternatif perbankan dalam bentuk kegiatan usaha bank syariah. Sehingga dapat dikatakan
bahwa Bank Syariah adalah sistem perbankan yang sesuai dengan syariat Islam. Adanya
kenaikan tingkat suku bunga pada bank-bank umum akan mempengaruhi peran intermediasi
dunia perbankan dalam perekonomian Indonesia. Bank-bank umum (konvensional) dalam
operasionalnya sangat tergantung pada tingkat suku bunga yang berlaku, karena keuntungan
bank konvensional berasal dari selisih antara bunga pinjam dengan bunga simpan. Sedangkan
dalam bank syariah tidak mengenal sistem bunga, yang ada adalah prinsip bagi hasil (profit
sharing) antara bank dengan nasabah dalam pengelolaan dananya. Walaupun demikian,
dengan adanya kenaikan tingkat suku bunga pada bank-bank umum baik langsung maupun
tidak langsung akan membawa dampak terhadap kinerja bank syariah. Dengan naiknya
tingkat suku bunga maka akan diikuti oleh naiknya suku bunga simpanan dan suku bunga
pinjaman pada bank konvensional. Sehingga orang akan cenderung untuk menyimpan
dananya di bank konvensional daripada di bank syariah karena bunga simpanan di bank
konvensional naik yang pada akhirnya tingkat pengembalian yang akan diperoleh oleh
nasabah penyimpan dana akan mengalami peningkatan.


Kenaikan tingkat suku bunga inilah yang menjadi dilema dunia perbankan syariah
saat ini, karena dikhawatirkan akan ada perpindahan dana dari bank syariah ke bank
konvensional. Tetapi ada juga keuntungan yang diperoleh bank syariah dengan naiknya suku
bunga yakni permohonan pembiayaan (kredit) di bank syariah oleh nasabah diperkirakan
akan mengalami peningkatan seiring dengan naiknya bunga pinjaman pada bank
konvensional atau bank umum.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka dapat disusun rumusan masalah penelitian
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah sistem operasional kerja pada bank syariah?
2. Bagaimanakah dampak kenaikan tingkat suku bunga terhadap peran intermediasi perbankan
syariah?
D. Tujuan
Berdasarkan pada rumusan masalah di atas, maka dapat ditetapkan tujuan dari penelitian ini
adalah untuk:
1. Menjelaskan sistem operasional kerja pada bank syariah.
2. Memaparkan dampak kenaikan tingkat suku bunga terhadap peran intermediasi perbankan
syariah.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Bunga Bank
Bunga bank dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank yang
berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual produknya.
Bunga juga dapat diartikan sebagai harga yang harus dibayar kepada nasabah (yang memiliki
simpanan) dengan yang harus dibayar oleh nasabah kepada bank (nasabah yang memperoleh
pinjaman). Dalam kegiatan perbankan sehari-hari ada 2 macam bunga yang diberikan kepada
nasabahnya yaitu:
1. Bunga Simpanan
Bunga yang diberikan sebagai rangsangan atau balas jasa bagi nasabah yang
menyimpan uangnya di bank. Bunga simpanan merupakan harga yang harus dibayar
bank kepada nasabahnya. Sebagai contoh jasa giro, bunga tabungan dan bunga
deposito.
2. Bunga Pinjaman
Adalah bunga yang diberikan kepada para peminjam atau harga yang harus dibayar
oleh nasabah peminjam kepada bank. Sebagai cotoh bunga kredit.
Kedua macam bunga ini merupakan komponen utama faktor biaya dan pendapatan
bagi bank konvensional. Bunga simpanan merupakan biaya dana yang harus

dikeluarkan kepada nasabah sedangkan bunga pinjaman merupakan pendapatan yang
diterima dari nasabah. Baik bunga simpanan maupun bunga pinjaman masing-masing
saling mempengaruhi satu sama lainnya. Sebagai contoh seandainya bunga simpanan
tinggi, maka secara otomatis bunga pinjaman juga terpengaruh ikut naik dan demikian
pula sebaliknya.
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Suku Bunga
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi besar kecilnya penetapan suku bunga adalah:
1. Kebutuhan dana, apabila bank kekurangan dana sementara permohonan pinjaman meningkat,
maka yang dilakukan oleh bank agar kebutuhan dana tersebut cepat terpenuhi dengan
meningkatkan suku bunga simpanan.
2. Persaingan, dalam memperebutkan dana simpanan, maka disamping faktor promosi, yang
paling utama pihak perbankan harus memperhatikan pesaing.
3. Kebijakan pemerintah, dalam arti baik untuk bunga simpanan maupun bunga pinjaman kita,
tidak boleh melebihi bunga yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
4. Jangka waktu, semakin panjang jangka waktu pinjaman, maka akan semakin tinggi tinggi
bunganya, hal ini disebabkan besarnya kemungkinan resiko di masa mendatang. Serta faktorfaktor yang lain.
C. Pengertian Bank Syariah dan Tujuan Pendirian Bank Syariah
1. Pengertian Bank Syariah
Bank adalah badan usaha yang memberikan jasa pada penyimpanan uang, pengiriman
uang serta permintaan dan penawaran kredit. Menurut Undang-undang Nomor 21 Tahun

2008 tentang Perbankan menyebutkan bahwa Bank adalah badan usaha yang menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk Simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.
Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan
fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di

bidang syariah. Sehingga Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah.
2. Tujuan Pendirian Bank Syariah
Adalah meningkatkan usaha menuju kesejahteraan umat dengan mengaitkan
pembangunan ekonomi dan sosial serta menyelamatkan umat Islam dari membayar dan
menerima bunga yang termasuk perbuatan riba serta dampak sampingnya yang tidak
dikehendaki oleh Islam.
D. Karakteristik Bank Syariah
Bank ini didirikan dengan aktivitas yang dibenarkan oleh syariat Islam, dimana segala
aktivitasnya memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Bersifat produktif, ekonomi Islam memandang bahwa semua aktivitas ekonomi harus
produktif sehingga kegiatannya lebih ditekankan pada ekonomi riil. Sedangkan bunga
merupakan pendapatan yang tidak produktif.

2. Tidak eksploitatif, kegiatan ekonomi tidak boleh ditujukan demi keuntungan satu pihak
dengan megorbankan pihak lain (sama-sama untung).
3. Berkeadilan, tidak boleh ada transaksi ekonomi yang merugikan pihak-pihak yang terlibat,
baik secara langsung maupun tidak langsung.
4. Tidak bersifat spekulatif, hal ini dianggap sebagai perjudian dan dapat mengakibatkan orang
yang melakukannya terancam kemiskinan serta menyebabkan uang atau barang yang
dispekulasikan menjadi tidak bermanfaat.
5. Anti riba, riba sebenarnya adalah tambahan yang ditetapkan dalam perjanjian atas suatu
barang yang dipinjam, ketika barang dikembalikan. Sehingga pemilik barang berharap bahwa
ia bisa meraih keuntungan dari transaksi pinjam-meminjam tersebut.
E. Sejarah Berdirinya Bank Syariah di Indonesia
Menurut sejarah, awal mula kegiatan Bank Syariah pertama kali dilakukan di
Pakistan dan Malaysia pada tahun 1940-an. Di Kairo Mesir pada tahun 1963 berdiri Islamic
Rural Bank di desa Mit Ghamr. Bank ini beroperasi di pedesaan Mesir dan masih berskala
kecil. Sekalipun masyarakat Indonesia merupakan masyarakat muslim terbesar di dunia,
kehadiran bank yang berdasarkan Syariah masih relatif baru, yaitu pada awal tahun 1990-an.
Prakarsa untuk mendirikan Bank Syariah di Indonesia dilakukan oleh Majelis Ulama
Indonesia (MUI) pada tanggal 18-20 Agustus 1990.
Lahirnya Bank Syariah pertama di Indonesia yang merupakan hasil kerja tim
perbankan MUI adalah dengan dibentuknya PT. Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang akte

pendiriannya ditandatangani tanggal 1 November 1991. Saat ini BMI sudah memiliki puluhan
cabang yang tersebar di beberapa kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Malang,
Makassar dan kota-kota lainnya. Disamping BMI, saat ini juga telah lahir Bank Syariah milik
pemerintah seperti Bank Syariah Mandiri (BSM). Kemudian berikutnya berdiri Bank Syariah
sebagai cabang dari Bank Konvensional yang sudah ada, seperti BNI Syariah.
F. Produk-Produk Bank Syariah
Bank Syariah menyediakan berbagai macam produk perbankan. Produk yang
ditawarkan sudah tentu sangat islami, termasuk dalam hal memberikan pelayanan kepada
para nasabahnya. Berikut ini adalah berbagai jenis produk Bank Syariah yang ditawarkan
kepada masyarakat luas adalah sebagai berikut:
1. Al-Wadi’ah (Titipan)

2.

3.

4.

5.


6.

7.

8.

9.

Al-Wadi’ah adalah perjanjian simpan-menyimpan atau penitipan barang ber-harga antara
pihak yang mempunyai barang dan pihak yang diberi kepercayaan (bank syariah). Tujuan
perjanjian ini adalah untuk menjaga keamanan, keselamatan, dan keutuhan barang tersebut.
Barang-barang yang telah dititipkan sewaktu-waktu dapat diambil kembali sebagian atau
seluruhnya oleh pemilik barang tersebut.
Pembiayaan dengan bagi hasil
Dalam bank konvensional untuk penyaluran dananya kita mengenal istilah kredit atau
pinjaman. Sedangkan dalam bank syariah untuk penyaluran dananya kita kenal dengan istilah
pembiayaan. Jika dalam bank konvensional keuntungan bank diperoleh dari bunga yang
dibebankan, maka dalam bank syariah tidak ada istilah bunga bank akan tetapi bank syariah
menerapkan sistem bagi hasil. Prinsip bagi hasil dalam bank syariah yang diterapkan dalam
pembiayaan dapat dilakukan dalam empat akad utama yaitu:

Al-Musyarakah
Al-Musyarakah adalah perjanjian kesepakatan bersama antar pemilik modal untuk
menyertakan modal sahamnya pada suatu proyek, yang biasanya berjangka waktu panjang.
Masing-masing pihak memberikan dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan atau resiko
akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Al-Mudharabah
Al-Mudharabah adalah akad kerja sama antara dua pihak, di mana pihak pertama
menyediakan seluruh modal dan pihak lain menjadi pengelola. Keuntungan dibagi menurut
kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Apabila rugi maka akan ditanggung pemilik
modal selama kerugian itu bukan akibat dari kelalaian pengelola. Apabila kerugian
diakibatkan kelalaian pengelola, maka si pengelolalah yang harus bertanggung jawab atas
kerugian tersebut.
Al-Muzara’ah
Al-Muzara’ah adalah kerjasama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan
penggarap. Pemilik lahan menyediakan lahan kepada penggarap untuk ditanami produk
pertanian dengan imbalan bagian tertentu dari hasil panen. Dalam dunia perbankan kasus ini
diaplikasikan untuk pembiayaan bidang plantation atas dasar bagi hasil dari panennya.
Al-Musaqah
Al-Musaqah merupakan bagian dari Al-muzara’ah yaitu penggarap hanya bertanggung jawab
atas penyiraman dan pemeliharaan dengan menggunakan dana dan peralatan mereka sendiri.
Imbalan tetap diperoleh dari persentase hasil panennya.
Bai’al-Murabahah
Bai’al-Murabahah adalah menjual suatu barang dengan harga pokok ditambah keuntungan
yang disetujui bersama untuk dibayar pada waktu yang ditentukan atau dibayar secara cicilan.
Dengan cara ini pembeli dapat mengetahui harga sebenarnya dari barang yang dibeli dan
dikehendaki penjual. Perjanjian murabahah bermanfaat bagi orang yang membutuhkan suatu
barang, tetapi belum mempunyai uang.
Bai’as-Salam
Bai’as-Salam artinya pembelian barang yang diserahkan kemudian hari, tetapi
pembayarannya dilakukan di muka. Prinsip yang harus dianut adalah harus diketahui terlebih
dulu jenis, kualitas dan jumlah barang dan hukum awal pembayaran harus dalam bentuk
uang.
Bai’al-Istishna’
Bai’al-Istishna’ adalah kontrak penjualan antara pembeli dengan produsen (pembuat barang).
Kedua belah pihak harus saling menyetujui atau sepakat lebih dulu tentang harga dan sistem
pembayaran. Kesepakatan harga dapat dilakukan dengan tawar-menawar dan sistem
pembayaran dapat dilakukan di muka atau diangsur.
Al-Ijarah

Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah
sewa, tanpa diikuti pemindahan kepemilikan atas barang tersebut.. Dalam praktiknya
kegiatan ini dilakukan oleh perusahaan leasing, baik untuk kegiatan operating lease maupun
financial lease.
11. Al-Wakalah (Amanat)
Al-Wakalah artinya penyerahan atau pemberian suatu mandat dari satu pihak kepada pihak
lain. Mandat ini harus dilakukan sesuai dengan apa yang telah disepakati oleh si pemberi
mandat.
12. Al-Kafalah (Garansi)
Al-Kafalah merupakan jaminan yang diberikan penanggung kepada pihak ketiga untuk
memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dapat pula diartikan sebagai
pengalihan tanggung jawab dari satu pihak kepada pihak lain.
13. Al-Hawalah
Al-Hawalah merupakan pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang
wajib menanggungnya. Atau dengan kata lain pemindahan beban utang dari satu pihak
kepada lain pihak.
14. Ar-Rahn
Ar-Rahn merupakan kegiatan menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan
atas pinjaman yang diterimanya. Kegiatan seperti ini dilakukan seperti jaminan utang atau
gadai.
G. Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional
Bank syariah berbeda dari bank konvensional adalah secara konsepsional. Konsep
dasarnya adalah adanya keseimbangan antara kehidupan dunia dan persiapan menuju
kehidupan akhirat. Berbisnis atau melakukan tindak ekonomi juga harus mengikuti konsep
tersebut, yaitu menjaga keseimbangan. Bukan sekedar memaksi-malkan kekayaan, tetapi
harus seimbang dengan memperhatikan apakah cara bisnis-nya sudah sesuai dengan syariah
atau belum. Dengan demikian menjadi nasabah bank syariah niat dan tujuannya adalah
berekonomi dengan cara yang diridhoi Allah SWT, sehingga bukan hanya mencari tingginya
tingkat pengembalian ekonomi. Namun memang menjadi keharusan bagi bank syariah agar
secara ekonomis dapat bersaing dengan bank konvensional sehingga diharapkan juga mampu
mampu menciptakan pengembalian investasi atau bagi hasil yang lebih menguntungkan
dibandingkan dengan bank konvensional.
Nasabah (masyarakat) yang kelebihan dana akan menyimpan uangnya di bank dalam
berbagai bentuk. Nasabah penyimpan akan memperoleh balas jasa dari bank berupa bunga
bagi bank konvensional. Berbeda bila masyarakat menyimpan uangnya di bank syariah, maka
bukan bunga yang akan dipeorleh melainkan sistem bagi hasil yang berdasarkan Prinsip
Syariah. Besarnya jasa bunga dan bagi hasil tergantung dari besar kecilnya dana yang
disimpan dan faktor lainnya.
Bagi masyarakat yang memperoleh pinjaman atau kredit dari bank konven-sional,
diwajibkan untuk mengembalikan pinjaman tersebut beserta bunga yang telah ditetapkan
sesuai perjanjian antara bank dengan nasabah. Sedangkan di bank syariah pengembalian
pinjaman disertai dengan sistem bagi hasil yang sesuai hukum Islam. Sebagai perantara
keuangan, bank akan memperoleh keuntungan dari selisih bunga yang diberikan kepada
penyimpan (bunga simpanan) dengan bunga yang diterima dari peminjam (bunga kredit).
Keuntungan ini dikenal dengan istilah Spread Based. Jenis keuntungan ini diperoleh dari
bank konvensional. Sedangkan bagi bank syariah tidak dikenal istilah bunga, karena bank
syariah mengharamkan bunga. Pada bank syariah keuntungan yang diperoleh dikenal dengan
istilah bagi hasil.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Antonio, Muh. Syafi’i. 2001. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani
Press.
Bank Indonesia. 2003. Bank Indonesia Bank Sentral Republik Indonesia: Tinjauan
Kelembagaan, Kebijakan, dan Organisasi. Jakarta: Pusat Pendidikan dan studi
Kebanksentralan.
Kasmir. 2002. Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Kasmir. 2004. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Edisi Keenam. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Muhamad. 2002. Manajemen Bank Syari’ah. Yogyakarta: Penerbit AMP YKPN.
Rachbini, D.J. dan Tono, Suwidi. 2000. Bank Indonesia Menuju Independensi Bank Sentral.
Jakarta: PT Mardi Mulya.
Tim Penyusun Ensiklopedi Islam. 2003. Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT Ichtiar Baru Van
Hoeve