Pancasila dalam Pandangan Islam studi hu

PANCASILA DALAM PANDANGAN ISLAM
(Studi Hukum Islam di Indonesia)

DISUSUN OLEH :
ERNI KURNIATI
NIM : 132301464

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
IAIN SULTAN MAULANA HASANUDIN
BANTEN

KATA PENGANTAR
Pancasila Dalam Pandangan Islam (Studi Hukum Islam di
Indonesia)

1

Bismillahirohmanirohim.
Tiada kata yang dapat saya ucapkan selain rasa syukur kepada Tuhan
semesta alam, karna limpahan karunia-Nya lah saya mampu memyelesaikan

Karya Tulis Ilmiah ini. Kata-kata indah apapun yang saya ucapkan tak mungkin
sebanding dengan nikmat yang sudah Tuhan berikan kepada saya. Sholawat serta
salam saya limpahkan kepada pemimpin dua dunia yakni Nabi Muhammad saw,
keluarganya, dan para sahabatnya. Dengan perjuangan mereka serta kehendak
Allah Islam masih berdiri tegak sebagai agama yang kuat dan kokoh.
Al-Qur’an adalah pedoman hidup umat islam yang paling sempurna dan
kekal hingga akhir kiamat nanti. Dan hadist adalah pedoman kedua umat islam
serta ijma’ para ulama, dalam menjalani setiap segi permasalahan kehidupan.
Semua sudah terkonsep rapi dalam sistem hukum Islam. Islam tidak membatasi
ilmu pengetahuan dan hasil-hasil pemikiran manusia serta karya-karya manusia,
asalkan tidak melenceng dari ajaran Islam sendiri.
Indonesia adalah salah satu negara yang mayoritas penduduknya beragama
Islam, dan di Indonesia memiliki beragam agama, budaya, ras serta bahasa yang
berbeda-beda. Pancasila adalah sebagai dasar negara dan dasar hukum negara di
Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah beragama islam, lalu bagaimana
hukum islam sendiri ikut berperan dalam kehidupan umat islam di Indonesia ?.
Dalam tulisan ini insyAllah akan sedikit banyaknya membahas tentang
pertanyaan-pertanyaan yang sering terlintas dalam benak para muslim, mengapa
Indonesia menjadikan Pancasila sebagai dasar negara bagi penduduknya yang
mayoritas muslim? Dan bagaimana hukum islam itu? Serta bagaimana

perkembangan hukum islam di Indonesia?.
Terimakasih kepada Bapak Drs. Sabri, M.Pd yang telah mengajak
mahasiswanya membuat karya tulis ilmiah hingga saya dapat belajar menuangkan
pemikiran saya dalam sebuah tulisan. Bukan hanya itu saya pun dapat
mengembangankan pengetahuan saya dalam proses pembuatan karya tulis ilmiah.
Saya juga berharap karya tulis ilmiah ini bisa bermanfaat untuk para
pembaca dan dapat mengambil hikmah dari karya tulis ilmiah ini apapun itu, baik
kekurangan dan kelebihannya.

Pancasila Dalam Pandangan Islam (Studi Hukum Islam di
Indonesia)

2

Bagi para pembaca, saya berharap dapat memberikan kritik dan sarannya,
karna itu sangat saya butuhkan untuk kedepannya saya dapat menulis dengan
lebih baik lagi. Dan saya berterimakasih kepada orang-orang yang telah
memberikan inspirasi serta sumbangan pemikirannya dalam karya tulis ilmiah ini,
semoga Allah memberikan rahmat_Nya untuk kalian semua. Amiin.


Penyusun

Pancasila Dalam Pandangan Islam (Studi Hukum Islam di
Indonesia)

3

BAB 1
PENDAHULUAN
I.

Latar Belakang
Dengan maraknya ormas-ormas yang mendorong untuk mendirikan negara

Islam di Indonesia ini yang telah memiliki dasar hukum tersendiri yaitu negara
yang berasaskan Pancasila, sehingga perpecahan dan saling tidak percayanya
masyarakat dengan pemerintah untuk memimpin negara Indonesia terjadi
dikalangan masyarakat baik rakyat yang terpelajar maupun rakyat awam. Serta
para pelajar dan santri yang masih bimbang akan hukum di negara Indonesia,
memiliki masalah tersendiri bagi mereka untuk menyikapi hubungan agama dan

hukum yang ada di Indonesia. Banyak permasalahan dengan pemikiran
bahwasanya 95% masyarakat Indonesia adalah muslim, namun mengapa sistem
pemerintahannya bukanlah hukum Islam dan mengapa dasar negaranya adalah
Pancasila bukan al-Qur’an.
Saya mengutip perkataan Dr. Rusli Hasbi, Lc. MA salah satu pemateri
seminar yang diselenggarakan di IAIN Sultan Maulana Hasanudin Banten dengan
tema “Saatnya Umat Berkarakter Qur’ani” yang menjawab pertanyaan salah satu
peserta seminar mengenai hubungan Pancasila dengan agama Islam, beliau
mengatakan bahwasanya Islam tidak mengenal Pancasila, tapi jika Islam
mengakui Pancasila jawabannya “iya” selama Pancasila tidak melenceng dari
hukum Islam. Namun sebaliknya apakah Pancasila mengakui hukum Islam? Jika
tidak maka itu bertentangan dengan Islam dan jika Pancasila tidak bertentangan
dengan hukum Islam maka, Islam pun mengakui Pancasila.
Pancasila sebagai dasar ideologi Indonesia yaitu : 1. Ketuhanan Yang Maha
Esa. 2. Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab. 3. Persatuan Indonesia. 4.
Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan
/ Perwakilan. 5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Kita lihat dan pahami Pancasila, apakah di dalam lima dasar Indonesia yang
tercantum dalam Pancasila itu bertentangan dengan ajaran Islam?
Lagi pula Islam adalah agama yang ciptakan oleh Tuhan, sedangkan Pancasila itu

adalah buatan manusia, maka tidak pantaslah jika Islam dibandingkan dengan
Pancasila.
Ketabuan ini akhirnya mendorong saya untuk membuat sebuah karya tulis
ilmiah yang insyAllah akan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang banyak
Pancasila Dalam Pandangan Islam (Studi Hukum Islam di
Indonesia)

4

terlintas dalam pikiran para pelajar dan diperdebatkan dalam diskusi dikalangan
pelajar. Namun, selayaknya saya adalah pelajar pula maka dalam karya tulis
ilmiah ini akan masih banyak kekurangan-kekurangannya baik itu dalam segi
penulisan dan sistematisnya maupun dalam segi materi yang akan disampaikan.
II. Rumusan Masalah
1. Apa itu Hukum Islam, Syari’ah, Fikih dan Hukum?
2. Bagaimana hubungan antara Hukum dan Agama?
3. Bagaimana Konsep Negara Hukum Pancasila?
III. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui hakikatnya hukum Islam di Indonesia
b. Untuk mengetahui apa itu hukum Islam, Fikih, Syari’ah dan Hukum

c. Untuk mengetahui perkembangan hukum Islam di Nusantara
d. Untuk mengetahui Pancasila dalam pandangan Islam
IV. Metode Penelitian
1. Kajian Pustaka

BAB 2
PEMBAHASAN
A. Hukum, Syari’at, Fikih, dan Hukum Islam
1.

Definisi Hukum
Definisi hukum yang dipakai dalam bahasa Indonesia adalah “hukum” yang

berasal dari bahasa Arab. Kata hukum yang berasal dari kata Arab hukm
Pancasila Dalam Pandangan Islam (Studi Hukum Islam di
Indonesia)

5

(jamaknya ahkam) berarti putusan (judgment, verdict, decision), ketetapan

(provision), perintah (command), pemerintahan (government), kekuasaan
(authority, power), hukuman (sentence), dan lain-lain.1 Kata kerjanya, hakama
yahkumu

berarti

memutuskan,

mengadili,

menetapkan,

memerintahkan,

memerintah, menghukum, mengendalikan, dan lain-lain. Asal usul kata hakama
berarti mengendalikan dengan satu pengendalian.2
Hukum dalam kajian Ushul Fikih berarti : “titah Allah yang menyangkut amal
perbuatan manusia, baik berupa tuntunan untuk melakukan, maupun tuntunan
untuk meninggalkan, dan baik berupa sebab, syarat, maupun berupa mani’
penghalang”.3 Hukum adalah titah Allah (dan juga titah Rasul_Nya) yang

berkaitan dengan masalah hukum. Titah Allah yang terdapat dalam ayat-ayat AlQur’an, ketika menjelaskan hukum adakalanya tegas dan jelas secara harfiyah,
dan ada pula penunjukannya dipahami dari isyarat, atau dari kandungan makna
secara subtansial. Apa yang disebut hukum mencakup segala apa yang ditunjukan
oleh titah Allah baik tegas, maupun tidak tegas, dan secara harfiyah, maupun
secara subtansial.4

1

Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic, London: Machdonald & Evans Ltd, 1980,
hlm.196.
2

Ar-Raghib al-Ashfahani, Mu’jam Mufradat Alfazh al-Qur’an, Beirut: Dar al-Fikr, tt., hlm. 126.

3

Abdul Wahhab Khallaf, Ushul Fiqh, Beirut: Dar al-Fikr

4


Satria Effendi M. Zein, “Aliran-aliran Pemikiran Hukum Islam,” Diktat Pada Program
Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatulloh Jakarta, tidak diterbitkan, hlm. 6.

2.

Definisi Syari’ah
Kata syari’ah dan pecahannya lima kali ditemukan dalam Al-Qur’an. Dalam

bentuk kata kerja (syara’ dan syara’a) terdapat pada ayat 42:21, 5:48, dan 45:18. 5
Ayat terakhir inilah yang terpenting dan sering menjadi salah satu konsep kunci
dalam Islam, yaitu syari’ah.
Syari’ah secara lughawi berarti jalan menuju sumber air yang tak pernah
kering. Kata syari’ah juga diartikan sebagai jalan yang terbentang lurus. Hal ini
sangat relevan dengan makna syari’ah bagi kehidupan manusia, yakni membawa
hamba_Nya ke jalan yang lurus menuju kesenangan dunia akhirat.
Pancasila Dalam Pandangan Islam (Studi Hukum Islam di
Indonesia)

6


Menurut istilah, kata syari’ah dalam Islam mencakup seluruh ajaran Islam,
baik yang menyangkut dengan akidah, etika, dan hukum-hukum yang mengatur
amal perbuatan manusia. Dalam pengertian ini dipahami sebagian sahabat, seperti
Ibnu Abbas sebagaimana dinukil Qurthubi dalam tafsirnya, menafsirkan kata
syari’ah yang terdapat dalam surat al-Jatsiyah6 sebagai hudan (petunjuk agama)7.
Petunjuk agama meliputi seluruh aspek kehidupan baik akidah, etika, dan aturanaturan hukum.
Atas dasar ini, pengertian kata syari’ah lebih luas cakupannya dibanding
dengan pengertian hukum seperti dalam rumusan sebelumnya. Dalam konteks ini
syari’at berarti aturan, jalan, tuntunan, pedoman dan sumber kehidupan. Sumber
kehidupan bagi umat Islam tertulis sempurna dalam nash-nash yang terkandung
dalam Al-Qur’an dan Sunnah baik tentang aqidah, hukum perseorangan,
hubungan manusia dengan Tuhan, maupun hubungan manusia dengan sesamanya,
yang harus diikuti umat Islam untuk meraih kebahagiaan hidup di dunia dan
akhirat. Secara tegas hukum Islam adalah bagian dari syari’at Islam.

5

Muhammad Fuad Abd al-Baqi, al-Mujam al-Mufahras li Alfazh al-Quran al-Karim, Indonesia
maktab Dahlan. Tt.
6


Surat al-Jatsiyah ayat 18.

7

Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi.

3.

Definisi Fikih
Fikih adalah salah satu bidang ilmu dalam syariat Islam yang secara khusus

membahas persoalan hukum yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia,
baik kehidupan pribadi, bermasyarakat maupun kehidupan manusia dengan
Tuhannya. Kata fikih secara etimologis berarti pemahaman mendalam. Ar-Raghib
al-Asfahani menjelaskan pengertian fikih sebagai ketajaman pemahaman sampai
inti persoalan dan mendalam.
4.

Pengertian Hukum Islam

Pancasila Dalam Pandangan Islam (Studi Hukum Islam di
Indonesia)

7

Hukum Islam dalam khazanah fiqh Islam, dalam Al-Qur’an dan Sunnah tidak
ditemui, kecuali secara terpisah, hukum dan Islam. Al-Qur’an hanya menyebut
kata syari’at, fiqh, hukum Allah dan yang seakar dengannya.
Sebutan Hukum Islam hanya ditemui dalam bahasa Indonesia dan menjadi
bahasa sehari-hari dalam masyarakat.8 Sementara dalam literatur berbahasa
Inggris untuk menyebut hukum Islam mereka menggunakan Islamic Law dan
bahasa Belanda Islamisches recht yang secara harfiyah sebagai terjemahan dari
hukum Islam.
Secara sederhana hukum adalah “seperangkat peraturan tentang tingkah laku
manusia yang diakui sekelompok masyarakat; disusun orang-orang yang diberi
wewenang oleh masyarakat itu; berlaku mengikat untuk seluruh anggotanya”. Bila
dikaitkan definisi ini dengan Islam atau syara’, maka hukum Islam berarti;
“seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan Sunnah Rasul tentang
tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan diyakini mengikat semua yang
beragama Islam”.9 Kata “seperangkat peraturan” menjelaskan, hukum Islam
adalah peraturan yang dirumuskan secara terperinci dan mempunyai kekuatan
yang mengikat baik di dunia maupun di akhirat. Kata yang “berdasarkan wahyu
dan sunnah Rasul” menjelaskan bahwa peraturan itu digali dari wahyu Allah dan
sunnah Rasul; atau yang populer disebut dengan syari’at. Kata tentang tingkah
laku manusia mukallaf mengandung arti bahwa hukum Islam itu hanya mengatur
tingkah laku lahir manusia yang dikenai hukum.
8

Amir Syarifuddin, Pembaharuan Pemikiran dalam Hukum Islam, Padang: Angkasa Raya, 1993, cet. II,
hlm. 17-18
9

Abdul Halim, Peradilan Agama dalam Politik Hukum di Indonesia dari Konservatif menuju Konfigurasi
Demokratis-Responsif, Jakarta: Rajawali Perss, 2000, hlm. xiii.

Hukum seperti yang dijelaskan Philip K. Hitti adalah dalam pengertian
syari’at Islam:
“The shari’ah according to the traditional view, is eternal, universal
perfect, fit for all men at all times in all places. It proceded the state and society.
It recognizes no difference between the sacred and the secular. It sets forth and
regulates man’s relations with and obligations to as well as his relations wit his
fellow man”.10

[syari’at itu menurut pandangan tradisional bersifat abadi,

universal, sempurna dan cocok untuk semua orang dalam semua tempat dan
waktu. Ia mendahului negara dan masyarakat. Ia mengakui tidak ada perbedaan
Pancasila Dalam Pandangan Islam (Studi Hukum Islam di
Indonesia)

8

antara yang bersifat kudus dan keduniaan. Ia memberikan dan mengatur hubungan
manusia dengan Tuhan serta kewajiban kepada-Nya dan juga hubungan antara
sesama manusia].
Secara khusus dalam bahasa Arab tidak terdapat peristilahan “hukum Islam”
secara teknis, oleh karena itu, sulit ditemukan artinya secara definitif. Karena
kesulitan memberikan definisi ini menyebabkan terdapat perbedaan versi antara
pakar hukum Islam dengan sarjana hukum yang mendalami hukum Islam. Pakar
hukum Islam sering menganggap dan menamakan hukum Islam itu dengan segala
aturan agama yang mengatur segenap kegiatan manusia di dunia ini, yang biasa
disebut fikih, baik yang berlaku dan dijalankan oleh negara melalui lembaga
peradilan atau yang sama sekali tidak diurus oleh lembaga peradilan. Namun,
pengertian hukum dalam Islam tidak hanya menyangkut aturan-aturan yang
membutuhkan kekuasaan negara, tetapi semua perbuatan yang dilakukan oleh
warga masyarakat, baik yang berhubungan secara langsung atau tidak langsung
dengan negara.
Berbeda halnya dalam persepsi sarjana hukum yang mempelajari hukum
Islam, hukum Islam itu dianggap sebagai hukum yang diberlakukan oleh negara
melalui lembaga peradilan yang bersifat mengingat. Ruang lingkup hukum Islam
bagi Sarjana Hukum tidak seluas apa yang dilihat oleh pakar hukum Islam.
Bahkan dalam persepsi Barat, yang disebut hukum Islam hanya yang berlaku di
pengadilan, di luar kompentesi pengadilan tidak dapat disebut hukum Islam.

10

Philip K. Hitti, Islam A Way of Life, Minnesota: University of Minnesota, 1970, hlm. 42. Lihat
juga Rifyal Ka’bah, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Universitas Yarsi Jakarta, 1999, hlm. 3.

Suatu hal yang perlu digaris bawahi bahwa pengertian hukum Islam di sini
tidak lagi terbatas kepada teks-teks hukum seperti dalam Al-Qur’an dan sunnah,
tetapi juga mencakup hukum-hukum fikih ijtihadi, sebagai hasil pengembangan
dari Al-Qur’an dan sunnah. Pengertian inilah yang dimaksud hukum Islam dalam
kajian ini.
B. Hubungan Agama dan Hukum
Agama adalah kebenaran yang datang dari Tuhan, maka agama memiliki nilai
kemutlakan. Apa yang dapat dilakukan manusia adalah mencoba mendekati
kebenaran itu dengan kemungkinan berhasil atau gagal. Sedangkan yang
Pancasila Dalam Pandangan Islam (Studi Hukum Islam di
Indonesia)

9

sesungguhnya tahu yang benar mutlak hanya Allah semata. Mengatasi setiap
orang yang berpengetahuan adalah Tuhan Yang Maha Berpengetahuan.
Boleh dikatakan secara umum dalam pemikiran Barat agama telah dilepaskan
dari “wilayah hukum” karena pengaruh rasionalisme dan Aufklarung yang sangat
dominan. Tetapi, Friedrich Julius Stahl masih mengakui adanya pengaruh agama
terhadap hukum. Ia berpendapat bahwa hukum juga memperoleh kekuatan
mengikat dari ordonansi Ketuhanan yang menjadi sandaran negara. Sekalipun
hukum

produk

manusia,

tetapi

hukum

digunakan

“untuk

membantu

mempertahankan tata tertib dunia Ketuhanan. Karena tak ada hukum yang tak
membantu ke arah itu, maka hukum yang terburuk pun masih mempunyai sanksi
Ketuhanan.11
Salah satu argumen yang paling kuat yang mendukung pendapat bahwa
dalam Islam hukum dan agama tidak dapat dipisahkan ialah sumber hukum islam
itu sendiri. Dalam kepustakaan hukum islam selalu disebutkan bahwa sumbersumber hukum islam adalah al-Qur’an yang terutama, kemudian Sunnah Rasul
dan al-Ra’yu.12 Agama Islam pun bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
Dengan demikian, baik agama Islam maupun hukum islam, kedua-duanya
bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Adapun al-Ra’yu sebagai hasil
ijtihad (manusia) merupakan sumber ketiga bagi hukum Islam.

11

L.J. van Apeldoorn, op. cit,. H. 445.

12

Berdasarkan ketentuan dalam al-Qur’an, surah an-Nisa/4:59 dan hadist Muadz bin Jabal.

Seorang ahli hukum adat dan hukum Islam yang semasa hidupnya menjabat
Guru Besar untuk kedua mata kuliah itu di Universitas Indonesia, Hazairin telah
menyanggah pandangan Barat yang memisahkan hukum dari agama dengan
argumen sebagai berikut:13
“....hukum bukanlah hanya satu segi dari penjelmaan hidup kemasyarakatan
saja, yang semata-mata hanya bertakluk kepada unsur-unsur yang ada dalam
pergaulan manusia dengan manusia saja dalam masyarakat itu. Selain dari
hubungan antar manusia dengan manusia yang dengan demikian merupakan
masyarakat sesama manusia, setiap manusia yang menjadi anggota masyarakat itu
mempunyai pula – mau tak mau – perhubungan roh dengan Roh Akbar, yakni

Pancasila Dalam Pandangan Islam (Studi Hukum Islam di
Indonesia)

10

perhubungan dengan Tuhannya Yang Maha Esa kepada siapa tergantung hidup
matinya, demikian juga keselamatan hidup kemasyarakatan.
Menurut paham ini masyarakat manusia itu bukan urusan manusia saja, tetapi
juga menjadi urusan Sang Penjelma manusia itu sendiri, sehingga pergaulan hidup
sesama manusia itu bukanlah merupakan perhubungan antar – tiga, yaitu antara
manusia dan manusia dan Tuhannya bersama itu”.
Sangat berbeda dengan pendekatan Barat yang telah mengasingkan agama
dari “wilayah hukum”, Hazairin berpendirian bahwa urusan hukum bukan sematamata urusan manusia, tetapi juga urusan Allah yang menciptakan manusia itu
sendiri. Menurut Hazairin, paham inilah yang dianut oleh para nabi dan Rasul,
“terakhir oleh Muhammad dalam al-Qur’an”.14
Hazairin menegaskan mengapa al-Qur’an melalui surat al-Nisa (4) : 59
memerintahkan kepada manusia untuk menaati (mematuhi) ketetapan-ketetapan
Allah, Rasulullah dan ulil amri yaitu “penyelenggara negara” atau “pengelola
negara”. Dalam konteks ini, antara lain dapat diamati betapa eratnya hubungan
antara hukum dan al-din al-islami.

13

Hazairin, Tujuh Serangkai tentang Hukum, op. cit,. h. 67-68.

14

Ibid., h. 68.

Dalam sebuah kaedah fiqh disebutkan: “berubahnya hukum disebabkan oleh
berubahnya waktu dan tempat.”15 Kaedah ini menyiratkan arti bahwa hukum
Islam senantiasa berintegrasi dengan situasi dan lingkungan yang mengitarinya.
Hukum Islam yang lahir dan berkembang disuatu tempat dan waktu tertentu akan
mempunyai ciri dan karakter tersendiri sesuai dengan situasi dan tempat hukum
Islam itu berkembang sebagaimana diantaranya dikenal seperti qaul qadim16 dan
qaul jadid17 Imam Syafe’i, fiqh Hijaz, dan fiqh Irak serta dalam konteks pemikiran
hukum Islam di Indonesia dikenal dengan Fiqh Indonesia sebagaimana yang
dikemukakan Hasby Ash-Shieddieqy18 dan Prof. Dr. Hazairin. Hazairin adalah
seorang pemikir hukum Islam yang menyuarakan perlunya dibentuk Mazhab
Nasional, mazhab baru yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia dan
keperluan zaman, dengan selalu merujuk kepada al-Qur’an dan Sunnah. Mazhab
Pancasila Dalam Pandangan Islam (Studi Hukum Islam di
Indonesia)

11

ini tidak hanya merujuk kepada mazhab Syafe’i, tetapi merujuk juga kepada
mazhab-mazhab lain. Mazhab Nasional ini kemudian lebih dipopulerkan menjadi
mazhab Islam Indonesia.19 Perbedaan lingkungan budaya dan struktur masyarakat
serta sosio-historis menyebabkan hukum Islam menampilkan ciri dan karakternya
di masing-masing wilayah budaya dan disetiap offshoot sejarah yang ia lalui,
seperti hukum Islam di wilayah belahan dunia lainnya.

15

Ibnu Qayyim al-Jauziyah,

16

Istilah ini untuk menunjukan bahwa Imam Syafi’i mempunyai corak pemikiran yang disebut
pendapat lama (qaul qadim) ketika ia berada di Mesir. Pendapat ini mempunyai ciri dan karakter
sendiri. Lihat Disertasi Lahmuddin Nasution, Qaul Qadim dan Qaul Jadid.
17

Qaul jadid adalah pendapat terbaru Imam Syafi’i ketika ia sudah pindah ke Irak.

18

Nourrouzzaman Shiddiqi, Fiqh Indonesia Penggagas dan Gagasannnya, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1997, hlm. 236
19

Gagasan ini disampaikan Hazairin pada pidato Pembukaan Perguruan Tinggi Islam -Universitas
Islam Jakarta-tanggal 14 November 1951 dengan judul Ilmu Pengetahuan Islam dan Masyarakat.
Lihat juga dalam Tujuh Serangkai tentang Hukum, hlm. 153. Mengenai perubahan nama dari
madzhab nasional menjadi madzhab Indonesia dapat dilihat dalam Hazairin, Hukum Kekeluargaan
Nasional, Jakarta: Tintamas, Cet. III, 1982, hlm. 5-6.

C. Hukum Islam Masa Kerajaan Islam Nusantara
Proses Islamisasi kepulauan Indonesia yang dilakukan melalui jalur
perdagangan dan perkawinan, secara tidak langsung memberikan andil bagi
tersosialisasinya hukum Islam di tengah-tengah masyarakat.20 Interaksi dan
asimilasi antara para saudagar yang beragama Islam dengan penduduk asli
Indonesia merupakan proses awal atau nukhtah keberhasilan pembumian hukum
Islam. Kontak perdagangan menjadi sangat efektif, karena pendekatan ini dapat
mengakses seluruh warga yang secara ekonomis membutuhkan bahan pokok
seperti sandang pangan atau kebutuhan sekunder. Jalur dagang sangat efektif
karena kegiatan ini sebagai madona kehidupan setiap suku dan bangsa. Bahkan,
sebagian penduduk pribumi beranggapan bahwa para saudagar termasuk
kelompok masyarakat strata elite dibanding penduduk biasa, karena kekayaan dan
harta yang dimilikinya dapat menjadikan seseorang terpandang dan dihormati.
Pancasila Dalam Pandangan Islam (Studi Hukum Islam di
Indonesia)

12

Suatu kebanggaan bagi penduduk tertentu bilamana berhasil menjalin hubungan
dengan para pedagang muslim yang datang, apalagi jika berhasil merajut tali
perkawinan.
Bersamaan dengan menguatnya komunitas muslim yang ditandai dengan
hadirnya kerajaan-kerajaan Islam, maka kebijakan dari sultan dalam implementasi
hukum dilimpahkan kepada pembantu urusan agama, seperti para hakim atau
ulama yang telah diangkat. Pada tingkat desa jabatan agama yang disebut Kaum,
Kayim, Modin, dan Amil. Di tingkat kecamatan disebut Penghulu Naib. Ditingkat
kabupaten Penghulu Seda dan tingkat kerajaan disebut Penghulu Agung yang
berfungsi sebagai hakim atau qadhi yang dibantu beberapa penasehat yang
kemudian disebut Pengadilan Surambi.

21

Bila disimak dari gelar-gelar yang

diberikan kepada raja Islam seperti adipati ing alogo sayyidin panotogomo serta
gelar-gelar pelaksana hukum ditingkat kerajaan sampai ke desa-desa, dapat
dipastikan bahwa peranan hukum Islam cukup besar dalam setiap kerajaankerajaan itu.22
20

Naquib al-Attas, Islam Sekularisme, Bandung: Pustaka, 1981, hlm. 247.

21

Lihat Zuffran Sabri (ed), Peradilan Agama di Indonesia. 1999, hlm. 2.

22

Rifyal Ka’bah, Hukum Islam di Indonesia, hlm. 71.

Hukum Islam dalam masa ini merupakan sebuah fase penting dalam sejarah
hukum Islam di Indonesia. Dengan adanya kerajaan-kerajaan Islam menggantikan
kerajaan Hindu/Buddha berarti untuk pertama kalinya hukum Islam telah ada di
Indonesia sebagai hukum positif. Para penguasa ketika itu memposisikan hukum
Islam sebagai hukum negara.
Islam menjadi pilihan bagi masyarakat karena secara teologis ajarannya
memberikan keyakinan dan kedamaian bagi penganutnya. Masyarakat pada
periode ini dengan rela dan patuh, tunduk dan mengikuti ajaran-ajaran Islam
dalam berbagai dimensi kehidupan. Namun, keadaan itu kemudian menjadi
terganggu dengan datangnya kolonialisme Barat yang membawa misi tertentu,
mulai dari misi dagang, politik bahkan sampai misi kristenisasi.
D. Hukum Islam di bawah Intervensi Politik Kolonialisme
Intervensi kolonial Belanda di akhir abad ke-16 ditandai dengan kedatangan
organisasi dagang Belanda VOC (Vereenigde Ooost-Indische Compagnie)23 tahun
Pancasila Dalam Pandangan Islam (Studi Hukum Islam di
Indonesia)

13

1596 di Banten. Ketertarikan pihak kolonial terhadap kawasan nusantara, bukan
saja disebabkan semakin terdesaknya posisi Belanda dalam percaturan politik
internasional, tetapi juga secara ekonomis nusantara ketika itu menjadi kawasan
yang menjanjikan terutama bahan-bahan rempah-rempahan. Secara sosiologis
kolonialisme cenderung menjalankan misi ganda; ekonomi dan agama. Indonesia
khususnya dan kawasan dunia Melayu umumnya adalah komunitas muslim yang
secara teologis dalam persepsi kolonial yang nota benenya dianggap penyimpang
dan perlu diluruskan. Kepentingan agama jauh lebih besar bobotnya, meskipun
misi tersebut dibungkus dengan kegiatan ekonomi dan ini telah terbukti melalui
perjalanan sejarah Indonesia. Setiap misi dagang dan ekonominya kolonial
Belanda senantiasa melibatkan pastor-pastor agama Kristen.
Misi VOC sebagai misi perpanjangan tangan pemerintah Belanda mempunyai
dua fungsi, pertama sebagai pedagang dan kedua sebagai badan pemerintah.
Sebagai upaya pemantapan pelaksanaan kedua fungsi tersebut, digunakan hukum
peraturan perundang-undangan Belanda. Di daerah-daerah yang kemudian satu
persatu dapat dikuasai kolonial akhirnya membentuk badan-badan peradilan.
23

Lihat Supomo dan Djokosoetomo, Sejarah Politik Hukum Adat 1609-1848,Jakarta:
Djambatan, 1955, hlm.1.

Bahkan pada pertengahan abad ke-18 pemerintah Belanda berusaha
menyusun buku-buku hukum Islam sebagai pegangan hakim-hakim pengadilan
(landraad) dan pejabat pemerintahan. Dalam statuta Jakarta 1642 bahkan hukum
kekeluargaan diakui dan diterapkan dengan peraturan Resolutie der Indieshe
Regeering pada 25 Mei 1760, sebagai aturan hukum perkawinan dan hukum
kewarisan Islam. Atas perkembangan ini maka dikenal beberapa compendium
yang disusun oleh pejabat-pejabat Belanda dari pakar hukum, misalnya
compendium van Clookwijck, Gubernur Sulawesi waktu (1752-1755), dan
compendium Freijer yang dilakukan oleh Gubernur Jenderal Jacob Mossel (17501761).24
Selain itu, pemerintah kolonial menjalankan politik hukum yang sadar
terhadap Indonesia. Politik hukum yang dengan sadar hendak menata, mengubah
dan mengganti kehidupan hukum di Indonesia dengan hukum Belanda. Kebijakan
ini diambil karena Belanda beranggapan bahwa hukum dan perundangundangannya lebih baik dari sistem hukum daerah jajahan. Rasa supersioritas
kebangsaan ini mendorong mereka untuk mengeksploitasi bangsa yang berbeda.
Dalam aspek hukum misalnya, adanya keinginan untuk melaksanakan kodifikasi
Pancasila Dalam Pandangan Islam (Studi Hukum Islam di
Indonesia)

14

hukum sebagaimana dilakukan Belanda tahun 1838, karena hukum Eropa
dianggap lebih superior daripada hukum yang ada di Indonesia. Ironisnya,
penilaian yang berlebihan menyebutkan bahwa hukum yang terdapat di Indonesia
adalah hukum warisan jahiliyah karena hukum Islam yang diamalkan itu adalah
warisan bangsa Arab yang sudah kuno dan terbelakang. Bahkan disebut hukum
yang yang tidak berkemanusiaan dan berperadaban. Maka menjadi tugas mulia
menurut mereka, jika dapat menukarkannya dengan hukum Belanda yang modern
dan menjunjung hak asasi manusia.

24

Ismail Sunny, “Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Kenegaraan Indonesia”, dalam
Amrullah Ahmad SF (Penyunting), Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional
Indonesia Mengenang 65 Tahun Prof. Dr. HLM. Busthanul Arifin dalam Budaya Hukum , hlm. 5.

Dalam aspek perkembangan hukum, masa penjajahan Jepang (1942-1945)
tidak terjadi perubahan yang mendasar. Perkembangan hukum Islam masa ini
setidaknya dapat dilihat dari keberadaan pengadilan agama. Berdasarkan
peraturan yang dikeluarkan Pemerintah Bala Tentara Jepang melalui dekritnya No.
1 tahun 1942 menyatakan, semua badan pemerintahan beserta wewenangnya,
semua undang-undang, tata hukum dan semua peraturan dari pemerintahan yang
lama dianggap masih tetap berlaku dalam waktu yang tidak ditentukan selama
tidak bertentangan dengan peraturan Pemerintah Bala Tentara Jepang.
Masa pendudukan Jepang ini alih-alih hukum Indonesia memikirkan untuk
menghapus pengadilan agama. Pemikiran ini muncul dari Soepomo, penasehat
departmen Kehakiman ketika itu dan ahli hukum adat. Ia setuju agar hukum Islam
tidak berlaku dan ingin menegakkan hukum adat. Dalam hal ini ia setuju dengan
pendapat kalangan ahli hukum Belanda. Tetapi usul Soepomo dalam suatu laporan
tentang pengadilan agama itu diabaikan oleh Jepang saja, karena khawatir akan
menimbulkan protes dari umat Islam.25 kebijakan Pemerintah Bala Tentara Jepang
untuk tidak mengganggu gugat persoalan agama, sebab tindakan itu dapat
merusak ketentraman konsentrasi Jepang. Oleh sebab itu Jepang memilih untuk
tidak ikut campur soal urusan agama umat, termasuk hukum Islam.

Pancasila Dalam Pandangan Islam (Studi Hukum Islam di
Indonesia)

15

25

Deilar Noer, Administrasi Islam, hlm. 87.

E. Konsep Negara Hukum Pancasila
Oemar Senoadji berpendapat bahwa Negara Hukum Indonesia memiliki ciriciri khas Indonesia. Karena Pancasila harus diangkat sebagai dasar pokok dan
sumber hukum, maka Negara Hukum Indonesia dapat pula dinamakan Negara
Hukum Pancasila. Salah satu ciri pokok dalam Negara Hukum Pancasila ialah
adanya jaminan terhadap freedom of religion atau kebebasan beragama. Tetapi,
kebebasan beragama di Negara Hukum Pancasila selalu dalam konotasi yang
positif, artinya tiada tempat bagi ateisme atau propaganda anti agama di Bumi
Indonesia.
Hal ini sangat berbeda dengan misalnya di Amerika Serikat yang memahami
konsep freedom of religion baik dalam arti positif maupun dalam arti negatif,
sebagaimana dirumuskan oleh Sir Alfred Denning yang dikutip Senoadji sebagai
berikut :
“Freedom of religion means that we are free to worship or not to worship,
to affirm the existence of God or to deny it, to believe in Christian religion
or many other religion or in none, as wewenang choose”.

Penjelasan UUD 1945 digunakan istilah rechtsstaat, namun konsep
reschtsstaat yang dianut oleh Negara Indonesia bukan konsep negara hukum Barat
(Eropa Kontinental) dan bukan pula konsep rule of law dari Anglo-Saxon,
melainkan konsep Negara Hukum Pancasila sendiri dengan ciri-ciri: (1) ada
hubungan yang erat antara agama dan negara; (2) bertumpu pada Ketuhanan Yang
Maha Esa; (3) kebebasan beragama dalam arti positif; (4) ateisme tidak
Pancasila Dalam Pandangan Islam (Studi Hukum Islam di
Indonesia)

16

dibenarkan dan komunisme dilarang; serta (5) asas kekeluargaan dan kerukunan.
Adapun unsur-unsur pokok Negara Hukum RI: (1) Pancasila; (2) MPR; (3) sistem
konstitusi; (4) persamaan; dan (5) peradilan bebas. Dalam Negara Hukum
Pancasila ada dua hal yang perlu diperhatikan: (1) kebebasan beragama harus
mengacu pada makna yang positif sehingga pengingkaran terhadap Tuhan Yang
Maha Esa (ateisme) ataupun sikap yang memusuhi Tuhan Yang Maha Esa tidak
dibenarkan, seperti terjadi di negara-negara komunis yang membenarkan
propaganda anti agama; dan (2) ada hubungan yang erat antara negara dan agama,
karena itu baik secara rigid atau mutlak ataupun secara longgar atau nisbi Negara
Republik Indonesia tidak mengenal doktrin pemisahan antara agama dan negara.
Karena doktrin semacam ini sangat bertentangan dengan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945. Adapun lima unsur utama itu, sebagaimana telah dijelaskan
di atas bertumpu pada suatu prinsip yang sangat mendasar bagi segenap Bangsa
Indonesia yaitu sila pertama dari Pancasila Ketuhanan Yang Maha Esa. Karena
sila pertama ini menurut Hazairin mempunyai “posisi yang istimewa”, ia “terletak
di luar ciptaan akal budi manusia”. 26
Dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, inilah maka dalam pandangan
penulis Negara Hukum Pancasila memiliki bukan hanya suatu ciri tertentu tetapi
ciri yang paling khusus dari semua konsep negara hukum baik konsep Barat
(rechtsstaat dan rule of law) maupun apa yang disebut sebagai socialist legality.
Sila pertama dari Pancasila itu mencerminkan konsep monoteisme atau tauhid
(unitas). Hal ini sesuai dengan doktrin al-Qur’an antara lain dalam surah alKahfi/18:10 yang mengajarkan bahwa Tuhan bagi seluruh manusia adalah Allah
Yang Maha Esa. Sila pertama merupakan pula dasar kerohanian dan dasar moral
bagi

Bangsa

Indonesia

dalam

bernegara

dan

bermasyarakat,

artinya,

penyelenggaraan kehidupan bernegara dan bermasyarakat wajib memperhatikan
dan mengimplementasikan petunjuk-petunjuk Tuhan Yang Maha Esa. 27 Karena
itu, dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa itu dan dengan empat sila lainnya
setiap orang yang arif dan bijaksana akan melihat banyak persamaan antara
konsep nonmokrasi Islam dengan konsep Negara Hukum Pancasila. Persamaan itu
antara lain tercermin dari lima sila atau Pancasila yang sudah menjadi Asas
Bangsa dan Negara Indonesia.
Pancasila Dalam Pandangan Islam (Studi Hukum Islam di
Indonesia)

17

26

Hazairin, Demokrasi Pancasila (Jakarta: Tintamas, 1973), h. 5.

27

Ahmad Azhar Basyir, Hubungan Agama dan Pancasila (Yogyakarta: Universitas Islam
Indonesia, 1985), h. 9-10.

F.

Kembali Kepada Al-Qur’an dan Sunah
“wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Muhammad), dan Ulul Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu.kemudian
jika kamu berselisih dalam sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan
Rasul-Nya jika kamu beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Itu adalah
pilihan yang baik dan penyelesaian yang lebih bagus.(Annisa:59)
Perintah yang terkandung dalam permulaan ayat adalah perintah mentaati

Allah, Rasul-Nya dan Ulil Amri. Ini berarti ayat tersebut menghendaki adanya
suatu disiplin, baik terhadap hukum Allah yang terkandung dalam al-Qur’an dan
Sunah Rasulullah dan juga terhadap hukum perundang-undangan yang dibuat oleh
Ulil Amri. Karena jenis hukum terakhir ini diisyaratkan memiliki konsistensi
dengan hukum-hukum Allah, maka pada hakikatnya ketaatan masyarakat
merupakan disiplin tunggal, yakni ketaatan kepada hukum Allah, dan ini
merupakan faktor integritas umat yang berkualitas tinggi dan sangat diperlukan
dalam pembinaan dan pemeliharaan kesatuan sistem politik.
Rakyat mempunyai hak untuk bersikap kritis terhadap penyelenggaraan
kekuasaan politik oleh ulil amr sebagai imbangan terhadap kewajiban taat rakyat
pada aturan-aturan hukum dan kebijaksanaan politik. Dalam hal ini keduanya
berada dalam wawasan al-Qur’an dan Sunah dan tidak bertentangan dengan
ajaran-ajarannya.

Pancasila Dalam Pandangan Islam (Studi Hukum Islam di
Indonesia)

18

Ketaatan kepada pemerintah tidaklah mutlak, tetapi terkait pada sifat aturanaturan hukum dan kebijakan-kebijakan politik yang dibuat pemerintah. Jika
kebijakan dan hukum yang dibuat pemerintah menyimpang dari ajaran dan hukum
agama, maka rakyat tidak wajib mentaatinya, bahkan jika aktivitas pemerintahan
menjurus dan bersifat menutupi atau mengingat kebenaran agama Allah,

28

maka

rakyat berhak memakzulkan Ulil amr dengan menarik baiat mereka.29
28

Secara etimologi, kufr bermakna “menutup” (Ibnu Faris, op., cit. V, hlm. 191; Ibn Manzhur, op.
cit. VI, hlm. 461).
29
Lihat Dhiya’ al-Din al-Rayis, op.cit. hlm. 294-7; di sini al-Rayis mengemukakan adanya hak
koreksi dan hak memakzulkan yang dimiliki rakyat, seperti yang dikemukakan oleh para ulama.

Ini berarti rakyat dapat bersikap dengan salah satu dari tiga politik ini: (1)
mendukung pemerintahan yang sesuai dengan kehendak dan hukum Allah, (2)
bersikap diam, tidak menuruti aturan dan kebijaksanaan politik yang berupa dan
bersifat kemaksiatan, dan (3) memakzulkan pemerintah yang aktivitasnya bukan
hanya tidak sesuai dengan ajaran agama, tetapi juga bersifat menutupi dan
mengancam eksistensi agama.
Seperti yang kita ketahui, al-Qur’an tidak menetapkan cara hidup tertentu
masyarakat muslim dalam bernegara. Secara umum al-Qur’an hanya menetapkan
untuk mentaati Allah dan Rasul-Nya beserta orang-orang yang berkuasa di antara
mereka. Seperti yang sudah saya kemukakan pada ayat diatas bahwa ayat ini
mengindikasikan kepada kaum muslimin untuk menaati pemegang kekuasaan atas
mereka, namun demikian mereka dilarang mentaatinya apabila hal itu
bertentangan dengan ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Di samping itu terdapat
berbagai ayat yang merupakan tuntunan bagi masyarakat muslim dalam
berinteraksi sosial.
Syekh Dr. Muhammad Al-Ghazali menjelaskan:
Islam tidak memberikan bentuk dan teknis tertentu untuk
pemerintahan. Tapi Islam hanyalah memberikan nilai moral yang
digunakan untuk mengontrol dan nilai-nilai untuk melindungi.
Bagaimana cara mengangkat pemimpin? Bagaimana
menurunkannya? Bagaimana sistem pengontrolan dan
pengawasannya? Apa saja perangkat untuk menerapkan syura?
Bagaimana memutuskan perdebatan argumen yang sama-sama
Pancasila Dalam Pandangan Islam (Studi Hukum Islam di
Indonesia)

19

kuat? Bagaimana prosesi pelaksanaan syura agar berjalan tanpa
kekerasan dan permusuhan? Di sinilah kesempatan setiap umat
untuk berijtihad. Untuk membuat sistem yang merealisasikannya
dengan bebas.30

30

Muhammad Al-Ghazali, Dusturu Wihdah Ats-Tsaqafah baina Al-Muslimin (cet. II; Kairo: Dar
al-Shuruq, 2005), h.37.

Inilah perbedaan mendasar antara sistem, perangkat bentuk dengan
maksud atau tujuan dan referensi. Sistem lain selain sistem politikpun tidak ada
standar bakunya dalam Islam. Sistem ekonomi, sistem sosial, dan sistem militer
bukanlah hal sakral yang tidak menerima perubahan. Sistem-sistem tersebut
bukanlah ciptaan Allah yang perlu disucikan, tapi mereka semua sekedar rekaan
manusia, produk peradaban dan kebudayaan, yang selalu bisa diganti dan
diperbarui.
Standar yang Allah ajarkan itu ada pada esensi dan prinsip. Keduanya berasal dari
sumber yang disucikan dari intervensi peradaban dan kebudayaan, yaitu wahyu
Ilahi yang suci. Esensi dan prinsip politik yang tidak boleh berubah itu adalah
nilai Islam, bukan sistem dan bentuknya.

Pancasila Dalam Pandangan Islam (Studi Hukum Islam di
Indonesia)

20

BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan

Hukum Islam adalah aturan-aturan yang berdasarkan al-Qur’an dan hadist
yang mengatur seluruh kegiatan manusia baik perorangan maupun masyarakat
dalam suatu negara. Indonesia bukanlah negara Islam namun Indonesia adalah
negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Pancasila adalah dasar
negara Islam, bukan berarti mengesampingkan hukum Islam namun, karna
Pancasila suatu bentuk hukum negara Indonesia yang tepat sesuai kondisi bangsa
Indonesia sendiri yang memiliki beragam suku, budaya, bahasa, dan agama.
Kisah sejarah panjang terbentuknya negara Indonesia hingga saat ini.
Memiliki para pahlawan serta para pejuang yang berbeda suku dan agama. Jika
lah Indonesia ini harus menjadi negara Islam, adil kah kita umat muslim kepada
pahlawan lainnya yang telah gugur atas nama Indonesia yang berbeda agama. Jika
melihat zaman Rasulullah yang dimana di Madinah agama lain tunduk terhadap
aturan Islam dan atas negara Islam, itu karena saat itu yang berjuang atas wilayah
tersebut adalah umat Islam. Jadi umat Islam berhak sepenuhnya menjadikan
wilayah kekuasaannya sebagai wilayah Islam.

Pancasila Dalam Pandangan Islam (Studi Hukum Islam di
Indonesia)

21

Namun, bukan berarti umat Islam di Indonesia harus melepaskan hukum
Islam dan mengikuti aturan-aturan yang bertentangan dengan hukum Islam.
Pancasila dasar ideologi Indonesia yang memiliki dasar hukum Islam tetapi
menggunakan kalimat-kalimat umum, sehingga dengan umat beragama yang
lainnya tidak berselisih paham. Jadi islam adalah agama yang adil.
Di dalam isi Pancasila sendiri tidak lah bertentangan dalam hukum Islam,
maka sepantasnya para muslim yang ada di Indonesia harus mengikuti hukum
pemerintahan yang ada di Indonesia. Sesuai perintah Allah kita diwajibkan
sebagai masyarakat yang baik serta sebagai muslim yang mematuhi perintah
Tuhannya harus mematuhi ulil amri (pemerintah) juga, selama pemimpin bangsa
ini tidak melarang masyarakatnya untuk beragama dan beribadah.

B. Saran

Setelah membaca karya tulis ilmiah ini, semoga para pembaca dapat
meningkatkan sifat saling toleransinya antar umat beragama dan dengan orang
lain yang memiliki pendapat yang berbeda. Dan menjadi warga negara yang baik
serta menjadi umat beragama yang patuh akan titah Tuhannya.

Pancasila Dalam Pandangan Islam (Studi Hukum Islam di
Indonesia)

22

Pancasila Dalam Pandangan Islam (Studi Hukum Islam di
Indonesia)

23

DAFTAR PUSTAKA
Halim, Abdul. 2005. Politik Islam di Indonesia. Jakarta: Ciputat Press
Azhary, Tahir, Muhammad. 2010. Negara Hukum : Studi Tentang PrinsipPrinsipnya Dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode
Negara Madinah dan Masa Kini. Jakarta: Kencana
Salim, Muin, Abdul. 2002. Fiqh Siyasah. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Syafuri, H.B. 2010. Pemikiran Politik dalam Islam. Banten: FEEI PRESS (Fak.
Syari’ah dan Ekonomi Islam Press)
Elvandi, Muhammad. 2011. Inilah Politikku. Solo: Era Adicitra Intermedia

Pancasila Dalam Pandangan Islam (Studi Hukum Islam di
Indonesia)

24

Dokumen yang terkait

OPTIMASI FORMULASI dan UJI EFEKTIVITAS ANTIOKSIDAN SEDIAAN KRIM EKSTRAK DAUN KEMANGI (Ocimum sanctum L) dalam BASIS VANISHING CREAM (Emulgator Asam Stearat, TEA, Tween 80, dan Span 20)

97 464 23

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Diskriminasi Perempuan Muslim dalam Implementasi Civil Right Act 1964 di Amerika Serikat

3 55 15

Kekerasan rumah tangga terhadap anak dalam prespektif islam

7 74 74

Analisa studi komparatif tentang penerapan traditional costing concept dengan activity based costing : studi kasus pada Rumah Sakit Prikasih

56 889 147

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Upaya mengurangi kecemasan belajar matematika siswa dengan penerapan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya: sebuah studi penelitian tindakan di SMP Negeri 21 Tangerang

26 227 88

Kesesuaian konsep islam dalam praktik kerjasama bagi hasil petani desa Tenggulun Kecamatan Solokuro Kabupaten Lamongan Jawa Timur

0 86 111

Upaya guru PAI dalam mengembangkan kreativitas siswa pada mata pelajaran pendidikan agama islam Kelas VIII SMP Nusantara Plus Ciputat

48 349 84

Citra IAIN dan Fakultas Dakwah pada komunitas publiknya: studi FGD terhadap sepuluh komunitas sekitar IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3 53 125