Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Benalu Duku (Loranthus Sp)

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Benalu Duku
Buah duku rasanya manis, enak dimakan, dan bernilai ekonomi cukup tinggi.
Tanaman duku umumnya ditanam secara tumpang sari di pekarangan dan tegalan.
Sebagian dari tanaman tersebut ada yang kurang terawat.
Benalu yang sering memarasit tanaman duku antara lain dendrophthoe,
scurula, dan elytranthe. Benalu hidup pada ranting-ranting tanaman dan tumbuh ke

arah luar dari tajuk tanaman. Umumnya, benalu hidup subur dan membentuk cabang
serta ranting banyak. Keberadaan benalu mudah dikenali dari kejauhan, terutama
benalu scurrula yang warna daunnya kusam kecokelatan tidak hijau seperti daun
duku. Hingga kini belum diketahui pengaruh benalu terhadap buah duku yang berada
pada cabang dekat batang tanaman. Secara teoritis, akumulasi serangan benalu yang
sangat

tinggi

akan


berdampak

terhadap

pertumbuhan

tanaman,

termasuk

pembentukan buahnya (Pitojo, 1996).

2.1.1 Kandungan Ekstrak Daun Benalu Duku
Senyawa kimia sebagai hasil metabolit sekunder telah banyak digunakan sebagai zat
warna, racun, aroma makanan, obat-obatan dan sebagainya serta sangat banyak jenis

Universitas Sumatera Utara

7


tumbuh-tumbuhan yang digunakan sebagai obat tradisional sehingga diperlukan
penelitian tentang penggunaan tumbuhan berkhasiat dan mengetahui senyawa kimia
yang berfungsi sebagai obat. Senyawa kimia yang merupakan hasil metabolisme
sekunder pada tumbuhan sangat beragam dan dapat diklasifikasikan dalam beberapa
golongan senyawa bahan alam yaitu alkaloid, flavonoid, terpenoid, saponin dan tanin
(Lenny, 2006).
Tumbuhan segar merupakan bahan awal yang ideal untuk menganalisis
flavonoid, walaupun cuplikan kering yang telah disimpan hati-hati selama bertahuntahun mungkin masih tetap dapat memberikan hasil yang memuaskan. Contoh
herbarium yang telah disimpan dari 100 tahun ternyata masih digunakan untuk
menganalisis flavonoid (Harborne, 1976b), bahkan flavonoid telah di isolasi dari fosil
yang berumur 25 juta tahun (Niklas & Gianassi, 1978).
Tumbuhan daun benalu merupakan salah satu jenis benalu yang digunakan
sebagai tanaman obat tradisional yang tersebar luas di Indonesia. Perbedaan inang
benalu diperkirakan menghasilkan metabolit sekunder yang berbeda, maka perlu
dilakukan penelitian untuk melihat kandungan yang terdapat pada tanaman daun
benalu duku yang mempunyai khasiat dalam mengatasi berbagai penyakit yang di
timbulkan khususnya pada bakteri patogen seperti eschericia coli dan staphylococcus
aureus.

Universitas Sumatera Utara


8

2.1.1.1 Flavonoid
Menurut perkiraan, kira-kira 2% dari seluruh karbon yang di fotosintesis oleh
tumbuhan (atau kira-kira 1 x 109 ton/tahun ) diubah menjadi flavonoid atau senyawa
yang berkaitan erat dengannya , sebagian besar tannin pun berasal dari flavonoid.
Jadi, flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar. Sebenarnya,
flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan hijau sehingga pastilah ditemukan pula
pada setiap telaah ekstrak tumbuhan ( Markham. K. R.,1988 ).
Flavonoid mencakup banyak pigmen yang paling umum dan terdapat pada
seluruh dunia tumbuhan dari fungus sampai angiosperma. Kita mengenal hampir 500
aglikon, dan lebih dari 4000 flavonoid, jika glikosida di perhatikan juga , pada
tumbuhan tinggi flavonoid terdapat baik dalam bagian vegetatif maupun dalam
bunga.

Beberapa

kemungkinan


fungsi

flavonoid

untuk

tumbuhan

yang

mengandungnya ialah pengaturan tumbuh, pengaturan fotosintesis, kerja antimikroba
dan antivirus, dan kerja terhadap serangga, beberapa flavonoid, seperti jenis
fitoakleksin lain, merupakan komponen abnormal yang hanya dibentuk sebagai
tanggapan terhadap infeksi atau luka atau kemudian menghambat fungus
menyerangnya (Robinson, 1991 )
2.1.1.2 Tanin
Polifenol tanaman, juga dikenal sebagai tanin sayuran, adalah kelompok heterogen
produk alami didistribusikan secara luas di kingdom tanaman. tanin selalu hadir
dalam buah-buahan mentah, tapi hilang selama pemasakan. diyakini bahwa tanin


Universitas Sumatera Utara

9

tersedia dengan perlindungan terhadap resiko serangan mikroba. tanin dari dua jenis
struktur yang dihasilkan luas; proantosianidin kental di mana unit struktural yang
mendasar

adalah

fenolik

flavan-3-ol

(katekin)

inti,

dan


galloyl

dan

heksahidroksidipenoil ester dan turunannya.
Tanin adalah zat amorf, yang menghasilkan koloid larutan asam dengan rasa
astringent.Dengan garam besi (FeCl3) mereka membentuk senyawa larut dalam air
hitam biru atau kehijauan gelap. Tanin membentuk senyawa tidak larut dan dicerna
dengan protein, dan ini adalah dasar dari penggunaan luas mereka dalam (proses
tanin) industri kulit, dan untuk pengobatan diare, gusi berdarah dan luka kulit (Sarker,
2007).

2.2 Bakteri
Bakteri merupakan jasad renik yang sangat kecil, walaupun demikian metabolisme
bakteri sangat kompleks dan membutuhkan reaksi yang panjang, di dalam
metabolisme bakteri dilibatkan banyak faktor pendukung untuk mempertahankan
kelangsungan sel bakteri untuk dapat terus hidup. Di dalam pelaksanaan
metabolismenya, bakteri memerlukan bahan-bahan metabolisme dan mengeluarkan
hasil metabolisme yang tidak diperlukan lagi oleh bakteri. Metabolisme bakteri juga
tidak terlepas dari reaksi biokimiawi.

Prinsip-prinsip dasar metabolisme dan pengaturannya dapat menentukan jalur
metabolisme bahwa bakteri dapat mengatur tipe-tipe reaksi biokimia yang relatif

Universitas Sumatera Utara

10

sedikit dengan urutan yang spesifik. Jalur biosintetik dapat menguji struktur kimia
bahan awal, produk akhir, dan mungkin satu atau dua metabolik perantara. (Nasution,
2014)
Nama bakteri itu berasal dari kata ‘bakterion’ (bahasa yunani) yang berarti
tongkat atau batang, berdasarkan morfologinya, maka bakteri itu di bagi atas tiga
golongan, yaitu golongan basil, golongan kokus, golongan spiril
Basil (dari bacillus) berbentuk serupa tongkat pendek, silindris.Sebagian besar
dari bakteri itu berupa basil. Basil dapat bergandengan panjang disebut streptobasil,
bergandengan dua-dua disebut diplobasil atau lepas satu sama lain.
Kokus (dari coccus) adalah bakteri yang bentuknya serupa bola-bola
kecil.Kokus ada yang bergandengan panjang disebut streptokokus, ada yang
bergandengan dua disebut diplokokus, ada yang kelompok berempat ini disebut
tetrakokus, kokus yang mengelompokan merupakan suatu untaian disebut

stafilokokus, sedangkan kokus yang mengelompok serupa kubus disebut sarsina.
Spiril (dari spirilium) ialah bakteri yang bengkok atau serupa spiral
(Dwijoseputo, 1978).

Universitas Sumatera Utara

11

2.2.1 Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif
Berdasarkan perbedaan respons terhadap prosedur pewarnaan gram (klasifikasi ini
dilakukan oleh ahli histology Hans Christian Gram) dan struktur dinding bakteri,
bakteri diklasifikasikan menjadi bakteri gram negatif dan bakteri gram positif.
Bakteri gram positif :
1. Dinding sel mengandung peptidoglikan yang tebal serta diikuti pula dengan
adanya ikatan benang-benang teicholic acid dan teichronic acid, yang
merupakan 50% dari berat kering dinding sel dan 10% dari berat kering
seluruh sel.
2. Pada umumnya berbentuk coccus.
3. Pada pewarnaan Gram, bakteri jenis ini berikatan dengan zat warna utama
(primary strain) yaitu gentian violet dan tidak luntur bila dilarutkan kedalam

alkohol.
4. Dibawah mikroskop tampak berwarna ungu.
Bakteri gram negatif:
1. Mengandung “sedikit sekali” ikatan peptidoglikan dan tidak terdapat ikatan
benang-benang teichoic acid dan teichoronic acid.
2. Pada umumnya berbentuk batang (basil), kecuali bacillus anthrasis dan
bacillus cereus.

Universitas Sumatera Utara

12

3. Pada pewarnaan Gram, bakteri jenis ini tidak mampu berikatan dengan zat
warna utama yaitu gentian violet dan luntur bila di celupkan kedalam larutan
alkohol.
4. Dibawah mikroskop tampak berwarna merah, apabila diberi zat warna
safranin/fusin (Nasution, 2014).

2.2.2. Karakteristik Eschericia coli
Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang pendek dan


bersifat anaerob fakultatif. E.coli adalah anggota flora normal usus dan termasuk
bakteri heterotrof yang memperoleh makanan berupa zat organik dari lingkungan
karena tidak dapat menyusun sendiri zat organik yang dibutuhkan (Smith-keary,
1988).
Sejak 1885, ketika pertama kali diisolasi dari feses anak-anak dan dijelaskan
oleh bakteriologi Jerman. Theodor Esherich, perhatian ilmiah telah dicurahkan pada
Escherichia coli sedemikian rupa bahwa itu adalah hari mungkin dipahami terbaik

organisme hidup bebas.E.coli merupakan penduduk hampir universal usus manusia
dan hewan berdarah panas lain di mana itu adalah anaerob fakultatif dominan
meskipun hanya komponen kecil dari total mikroflora.
Bakteri koli merupakan salah satu jenis kelompok bakteri yang kehadirannya
sangat dihindari pada suatu benda yang berhubungan dengan manusia.Sejak diketahui
bahwa jasad renik tersebar pada semua individu.Walaupun adanya jasad renik

Universitas Sumatera Utara

13


tersebut tidak memastikan adanya jasad renik patogen secara langsung, tetapi dari
hasil yang didapat memberikan kesimpulan bahwa bakteri koli penyebab kematian
pada bayi.Frekuensinya menjadi lebih tinggi pada daerah padat penduduk dan
keadaan hygiene kurang baik (Waluyo, 2009).
E. coli menjadi patogen jika jumlah bakteri ini dalam saluran pencernaan

meningkat atau berada di luar usus.E.coli menghasilkan enterotoksin yang
menyebabkan beberapa kasus diare (Jawetz et al., 1995).

2.2.3. Karakteristik Staphylococcus aureus
Staphylococcus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat, biasanya tersusun dalam

rangkain tak beraturan seperti anggur.Bakteri ini mudah tumbuh pada berbagai
perbenihan dan mempunyai metabolisme aktif, meragikan karbohidrat, serta
menghasilkan pigmen yang bervariasi dari putih sampai kuning tua. Beberapa
diantaranya tergolong flora normal pada kulit dan selaput mukosa pada manusia,
spesies lain dapat menyebabkan abses, infeksi pyogens dan septikemia
Staphylococcus aureus merupakan bakteri koagulase positif dan katalase

positif, bersifat aerob dan anaerob fakultatif hal ini membedakannya dari spesies lain.
Staphylococcus aureuspatogen utama bagi manusia, hampir setiap orang mengalami

beberapa tipe infeksi S. aureus sepanjang hidupnya, beratnya mulai dari keracunan
makanan atau infeksi kulit ringan, sampai infeksi berat yang mengancam jiwa.

Universitas Sumatera Utara

14

Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif, tidak bergerak, tidak

berspora dan mampu membentuk kapsul, berbentuk kokus, dan tersusun seperti buah
anggur (Nasution, 2014).
2.2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri
1. Nutrient
Jasad renik heterotrof membutuhkan nutrient untuk kehidupan dan
pertumbuhannya, yakni sebagai: (1) sumber karbon, (2) sumber nitrogen, (3)
sumber energy, (4) dan faktor pertumbuhan, yakni mineral dan vitamin.
Nutrient tersebut dibutuhkan untuk membentuk energi dan menyususn
komponen-komponen sel.
2. Tersedianya air
Sel jasad renik memerlukan air untuk hidup dan berkembang biak.
Pertumbuhan jasad renik di dalam suatu bahan sangat dipengaruhi akanjumlah
air yang tersedia. Selain merupakan bagian terbesar komponen sel (70-80%),
air juga dibutuhkan sebagai rektan dalam berbagai reaksi biokimia.Tidak
semua air yang tersedia dapat digunakan oleh jasad renik.
3. Nilai pH
Nilai pH medium sangat berpengaruh pada jenis mikroba yang tumbuh.Jasad
renik pada umumnya dapat tumbuh pada kisaran pH 3-6 uni. Kebanyakan
bakteri mempunyai pH optimum, yakni pH dimana pertumbuhannya
optimum, sekitar pH 6,5 – 7,5. Pada pH di bawah 5,0 dan di atas 8,5, bakteri

Universitas Sumatera Utara

15

tidak dapat tumbuh dengan baik, kecuali bakteri asam asetat (Acetobacter
suboxydans)dan bakteri yang mengoksidasi sulfur.

4. Suhu
Masing-masing jasad renik mempunyai suhu optimum, minimum, dan
maksimum untuk pertumbuhannya. Hal ini disebabkan di bawah suhu
minimum dan di atas suhu maksimum, aktivitas enzim akan berhenti, bahkan
pada suhu yang terlalu tinggi akan terjadi denaturasi enzim
5. Tersedianya oksigen
Konsentrasi oksigen di alam mempengaruhi jenis mikroba yang dapat
tumbuh. Jasad renik dapat dibedakan menjadi 4 kelompok berdasarkan
kebutuhannya akan oksigen untuk pertumbuhannya, yakni jasad renik bersifat
aerob, anaerob, anaerob fakultatif, dan mikroaerofil (Waluyo, 2007).
2.2.5 Anti Bakteri
Banyak zat kimia dapat menghambat atau mematikan mikroorganisme berkisar dari
unsur logam berat seperti perak dan tembaga sampai kepada molekul organik yang
kompleks seperti persenyawaan ammonium kuartener. Berbagai substansi tersebut
menunjukan efek antimikrobialnya dalam berbagai cara dan terhadap berbagai
macam mikroorganisme.
Aktivitas antimikrobial persyaratan yang pertama ialah kemampuan substansi
untuk mematikan mikroorganisme.Pada konsentrasi rendah, zat tersebut harus

Universitas Sumatera Utara

16

mempunyai aktivitas antimikrobial dengan spektrum luas, artinya harus dapat
mematikan berbagai macam mikroba.
Salah satu bahan utama antimikrobial kimiawi yaitu fenol dan persenyawaan
fenolat. Fenol (asam karbolat), yang digunakan untuk pertama kalinya oleh Lister
sekitar tahun 1860-an di dalam pekerjaannya untuk mengembangkan teknik-teknik
pembedaan aseptik. Persenyawaan ini boleh jadi bekerja terutama dengan cara
mendenaturasi protein sel dan merusak membran sel. Beberapa persenyawaan fenolat
bersifat sangat fungsidal, pH alkalin dan bahan organik dapat mengurangi aktivitas
antimikrobial fenolat. Suhu rendah dan sabun juga mengurangi aktivitas
antimikrobial fenolat (Pelczar, 1988). Pengaruh zat-zat kimia yang lain lagi belumlah
diketahui. Pada umumnya kerusakan bakteri itu dapat dibagi atas 3 golongan, yaitu
oksidasi, koagulasi, depresi dan keteganggan permukaan (Dwidjoseputro, 1978).
2.2.6 Uji Kepekaan Antimikroba
Untuk menguji kekuatan disinfektan dalam menghambat pertumbuhan mikroba dapat
digunakan cakram kertas (paper disk). Pada kertas cakram ini dibasahi dengan
disinfektan, kemudian diletakkan pada lempengan agar yang telah diinokulasi
mikroba. Cara pengerjaan ini sama dengan teknik pengujian antibiotika. Lempengan
agar kemudian diinkubasikan selama 48 jam. Bila disinfektan menghambat
pertumbuhan mikroba, maka akan terlihat zona (daerah) jernih di sekeliling cakram
kertas, atau juga dinamakan zona hambat. Luas daerah terang ini menjadi ukuran
kekuatan daya kerja disinfektan (Waluyo, 2010).

Universitas Sumatera Utara