Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Benalu Duku (Loranthus Sp)

(1)

(2)

(3)

Lampiran 2. Hasil identifikasi/Determinasi Tumbuhan Daun Benalu Duku ( Loranthus Sp)


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Adler, L. 2002. Host Effect On Herbivory And Polination In A Hemaparisitic Plant. Jurnal Biologi. Vol 83.Hal 2071.

Artanti, N.,M., Hanafi, M.Y. 2006. Isolation and Identificaion of Active Antioxidant Compound From Star Fruit Mistletoe Dendrophthoe Petandra (Ethanol Extract,Journal of Aplied Sciences 6(8) 1659-1663) (online), diakses 10 september 2013.

Dewi, F. 2016. Uji Skrining Fitokimia, Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi. Medan. Universitas Sumatera Utara

Dwijoseputro, D. 1978. Dasar-Dasar Mikrobiologi.Jakarta : Penerbit Djambatan Erlyani, 2012. Identifikasi Kandungan Metabolit Sekunder Dan Uji Antioksidan

Ekstrak Metanol Tandan Bunga Jantan Enau (Arenga Pinnata Merr). Jurnal Skripsi Jurusan FMIPA FKIP Unhalu , Halaman 5.

Harborne, J., B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Moderen Menganalisis Tumbuhan. Penerjamah Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Edisi Ketiga. Bandung. ITB Press.,

Jawetz. E., Melnick, E., Adelberg, G., Brooks, J., Butel, L. And Omston. 1995. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi ke-20, Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Lenny, S. 2006. Senyawa Terponoida dan Steroida. Karya Ilmiah. Medan. Universitas Sumatera Utara.

Markham, R, K. 1998. Cara Mengidentifikasi flavonoid. Bandung. Penerbit ITB. Nasution, M. 2014. Pengantar Mikrobiologi. Medan. USU Press.

Pelczar, j., M. 1998.Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta. Penerbit Universitas Indonesia.

Pitojo, S. 1996. Benalu Hortikultura Pengendalian dan Pemanfaatan.Ungaran. Trubus Agriwidya.


(5)

Sarker, D., S. 2007.Chemistry for Pharmacay Students General, Organik and Natural Product Chemistry.USE.John Wiley & Sons, Ltd.

Soejono, 1995.Inventarisasi Pohon Inang Benalu di Kebun Raya Purwodadi. Makalah Seminar Kelompok Kerja Nasional Tumbuhan Obat Indonesia IX 21-22 September 1995. Universitas Gadjah Mada.

Waluyo, L. 2007. Mikrobiologi Umum. Malang. UMM Press. Waluyo, L. 2009. Mikrobiologi Lingkunngan. Malang. UMM Press.

Waluyo, L. 2010. Teknik dan Metode Dasar Dalam Mikroiologi. Malang. UMM Press.


(6)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Alat-alat Yang Digunakan Dalam Percobaan

1. Labu takar Pyrex

2. Tabung reaksi Pyrex

3. Gelas ukur Pyrex

4. Beaker glass Pyrex 5. Gelas Erlenmeyer Pyrex

6. Pipet volum Pyrex

7. Hot plate Cimarex

8. Autoklaf Yamato SN 201

9. Neraca Ohaus

10. Oven Gallenkamp

11. Inkubator Fisher Scientific 12. Batang pengaduk

13. Pipet tetes 14. Cawan petri 15. Bunsen 16. Jarum ose 17. Cotton bud


(7)

18

18. Bola karet 19. Spatula 20. Corong 21. Corong pisah 22. Aluminium foil 23. Botol vial

24. Lemari pendingin 25. Kapas

26. Vortex 27. Jangka sorong 28. Raktabung reaksi 29. Blender

30. Sarung tangan 31. Masker

3.2Bahan-bahan Yang Digunakan Dalam Percobaan

1. Daun benalu duku

2. Metanol

3. Etil asetat


(8)

5. FeCl3 5%

6. Pereaksi Bouchardart

7. Pereaksi Mayer

8. Pereaksi Dragendorf

9. Aquadest

10. Biakan Eschericia coli

11. Biakan Staphylococcus aureus

12. Media Nutrient Agar (NA) Merck

13. Media Muller Hinton (MHA) Oxoid

14. Media Nutrient Broth

15. DMSO (dimetilsulfoksida)

16. Metanol

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Penyediaan Sampel


(9)

20

2. Dikering anginkan selama 5 hari

3. Dihaluskan dengan blender

4. Ditimbang sebanyak 200 g

3.3.2 Uji Skrining Fitokima

1. Uji Flavonoida

1. Diiris tipis daunbenaludukusegar

2. Dimasukkan kedalam beaker glass

3. Ditambahkan dengan pelarut metanol

4. Dimasukkan kedalam tabung reaksi

5. Ditambahkan dengan pereaksi FeCl35%

6. Diamati perubahan yang terjadi

2. Uji Terpenoid/Steroid

1. Diiris tipis daun benalu duku segar

2. Dimasukkan kedalam beaker glass


(10)

4. Dimasukkan kedalam tabung reaksi

5. Ditambahkan dengan CeSO4 1% dalam H2SO4 10%

6. Diamati perubahan yang terjadi

3. Uji Alkaloid

1. Diiris tipis daun benalu duku segar

2. Dimasukkan kedalam beaker glass

3. Ditambahkan dengan perlarut metanol

4. Dimasukkan kedalam 3 tabung reaksi

Tabung I

1. Ditambahkan pereaksi Bouchardat 2. Diamati perubahan yang terjadi

Tabung II

1. Ditambahkan pereaksi Meyer 2. Diamati perubahan yang terjadi

Tabung III

1. Ditambahkan pereaksi Dragendorf 2. Diamati perubahan yang terjadi


(11)

22

4. Uji Saponin

1. Diiris tipis daun benalu duku segar

2. Dimasukkan kedalam beaker glass

3. Ditambahkan dengan pelarut metanol

4. Dimasukkan kedalam tabung reaksi

5. Ditambahkan dengan aquadest

6. Dikocok kuat-kuat

7. Diamati perubahan yang terjadi

5. Uji Tanin

1. Diiris tipis daun benalu duku segar

2. Dimasukkan kedalam beaker glass

3. Ditambahkan dengan pelarut metanol

4. Dimasukkan kedalam tabung reaksi

5. Ditambahkan dengan pereaksi FeCl3


(12)

3.3.3 Pembuatan Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Duku

1. Ditimbang sebanyak 200 g serbuk daun benalu duku

2. Dimaserasi dengan 2 liter pelarutmetanol

3. Didiamkan selama 3x24 jam

4. Disaring

5. Dilakukan pengulangan hingga filtrat berwarna jernih

6. Dipekatkan ekstrak metanol pada penangas air

7. Diperoleh ekstrak kering metanol benalu duku

8. Ditimbang

9. Dilarutkan ekstrak kering metanol dengan pelarut etil asetat

10. Disaring

11. Dilakukan pengulangan hingga filtrat berwarna jernih

12. Dipekatkan ekstrak pekat etil asetat pada penangas air

13. Diperoleh ekstrak kering etil asetat

14. Ditimbang


(13)

24

16. Didapatkan fraksi metanol

17. Diuapkan pada penangas air

18. Diperoleh ekstrak kering flavonoid total

19. Ditimbang

3.3.4 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etil Asetat Daun Benalu duku

1. Pembuatan Media Nutrien Agar

1. Ditimbang sebanyak 7 g Nutrient Agar

2. Dimasukkan kedalam Erlenmeyer

3. Dilarutkan dalam 250 ml aquadest

4. Dipanaskan hingga mendidih

5. Disterilkan di autoklafpadasuhu 121oC selama 15 menit

2. Pembuatan Media Agar Miring dan Stok Kultur Bakteri

Staphylococcus aureus

1. Dimasukkan 3 ml media nutrient agar kedalam tabung reaksi steril


(14)

3. Dibiarkan memadat pada posisi miring membentuk sudut 30-45o

4. Diambil dengan jarum ose steril biakan bakteri Staphylococcus aureus

5. Diinokulasikan masing-masing pada permukaan media nutrient agar miring dengan cara menggores

6. Diinkubasi pada biakan bakteri

7. Dilakukan perlakuan yang sama pada bakteri Escherichia coli

3. Pembuatan media Mueller Hinton Agar (MHA)

1. Ditimbang sebanyak 19 g serbuk Mueller Hinton Agar

2. Dimasukkan kedalam Erlenmeyer

3. Dilarutkan dalam 500 ml aquadest

4. Dipanaskan hingga mendidih

5. Disterilkan di autoklafpadasuhu 1210C selama 15 menit

4. Penyiapan Inokulum Bakteri

Staphylococcus aureus

1. Ditimbang sebanyak 3,25 g Nutrient Broth

2. Dimasukkan kedalam erlenmeyer


(15)

26

4. Dipanaskan hingga larut dan mendidih

5. Disterilkan diautoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit

6. Didinginkan

7. Diambil koloni Staphylococcus aureus dari stok kultur dengan menggunakan jarum ose steril

8. Disuspensikan kedalam 10 ml media nutrient broth dalam tabung reaksi

9. Diinkubasikan pada suhu 35 ± 20oC selama ± 3 jam

10. Dibandingkan kekeruhannya dengan standar mcfarland

11. Dilakukan perlakuan yang sama untuk bakteri Escherichia coli

5. Pembuatan Variasi Konsentrasi Ekstrak Etil asetat Daun Benalu Duku

Konsentrasi 10%

1. Dipipet sebanyak 0,1 ml ekstrak etil asetat daun benalu duku 2. Dimasukkan kedalam gelas ukur

3. Ditambahkan 0,9 ml pelarut DMSO 4. Dihomogenkan

5. Dilakukan perlakuan yang sama untuk konsentrasi 20%, 30%, 40% dengan penambahan pelarut DMSO sebanyak 0,8 ml, 0,7 ml, 0,6 ml


(16)

a. Diukur sebanyak 0,1 ml b. Diteteskan pada kertas cakram

6. Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etil Asetat Daun benalu duku

Staphylococcus aureus

1. Dimasukkan inokulum Staphylococcus aureus sebayak 10 ml kedalam cawan petri

2. Dituang media Mueller Hinton Agar sebanyak 15 ml dengansuhu 40-50oC

3. Dihomogenkan hingga bercampur

4. Dibiarkan hingga memadat

5. Dimasukkan kertas cakram kedalam cawan petri

6. Ditetesi kertas cakram dengan ekstrak etil asetat benalu duku dengan berbagai variasi konsentrasi yang telah dibuat

7. Diinkubasi padasuhu ± 35oC Selama 18 jam

8. Diukur diameter zona hambat disekitar cakram dengan jangka sorong


(17)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Ekstraksi Daun Benalu Duku

Ekstraksi daun benalu duku dilakukan secara maserasi menggunakan pelarut metanol dan etil asetat sehingga diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut :

-Kadar Ekstrak Metanol Daun Benalu Duku Berat serbuk = 200 g Berat ekstrak = 50

= � %

= 50 �

200 � � % = , %

-kadar Ekstrak Etil Asetat Daun Benalu Duku Berat ekstrak metanol kering = 30 g Berat ekstrak etil asetat = 20 g


(18)

� = � ��� � � � � %

= 5 �

20 � � % = %

-kadar flavonoid total

Berat ekstrak kering etil asetat = 20 g Berat ekstrak flavonoid total = 5 g

� = � %

= 5 �

20 � x 100% = 25%

4.1.2 Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Duku

Ekstrak metanol daun benalu duku yang diperoleh diuji skrining fitokimia untuk mengetahui adanya golongan senyawa alkaloida, flavonoida, terpenoida dan tanin sedangkan ekstrak etil asetat daun benalu duku mengandung golongan senyawa flavonoida, yang ditunjukan pada tabel 4.1


(19)

30

Tabel 4.1. Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Duku

No Sampel

Parameter Pereaksi Ekstrak

Metanol

Ekstrak

Etil Asetat

1 Alkaloida Dragendorf - -

Bouchardart - -

Meyer - -

Wagner - -

2 Flavonoida FeCl3 5% ++++ +++

3 Tanin FeCl3 5% ++++ -

4 Terpenoid CeSO4 1% dalam H2SO4 10%

+++ -

5 Saponin Aquadest - -

Keterangan : - = tidak terdeteksinya adanya senyawa metabolit sekunder


(20)

4.1.3 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etil Asetat Daun Benalu Duku

Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etil Asetat Daun Benalu Duku

Sifat antibakteri ekstrak etil asetat daun benalu duku menunjukan zona hambat pada pertumbuhan beberapa bakteri yaitu Escherichia coli dan Staphylococcus aureus seperti yang ditunjukan pada tabel 4.2 dibawah ini :

Tabel 4.2 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etil Asetat Daun Benalu Duku.

No Bakteri Konsentrasi

(%)

Diameter Zona Hambatan

Gram-positif Gram-negatif Ekstrak Etil Asetat 1 Staphylococcus

aureus

Blanko -

10 -

20 9,3

30 10,3

40 10.7

2 Escherichia coli

Blanko -

10 -

20 -

30 -


(21)

32

Keterangan : Blanko = kertas cakram ditetesi dengan pelarut DMSO

Gambar 4.1 Zona hambat bakteri Staphylococcus aureus


(22)

4.2 Pembahasan

4.2.1 Ekstrak Etil Asetat Daun Benalu Duku

Dari hasil penelitian yang diperoleh kadar ekstrak etil asetat daun benalu duku lebih rendah dibandingkan dengan ekstrak metanol yaitu masing-masing sebesar 25% dan 66,6%. Kadar ekstrak etil asetat daun benalu duku lebih rendah dibandingkan ekstrak metanol kemungkinan karena didalam daun benalu duku memiliki kadar tanin yang lebih besar dibandingkan dengan senyawa metabolit sekunder lainnya.

4.2.2 Skrining Fitokima Kandungan Senyawa Metabolit Sekunder Ekstrak Metanol dan Ekstrak Etil Asetat Daun Benalu Duku.

Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dari suatu penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang golongan senyawa yang terkandung dalam tumbuhan. Berdasarkan hasil skrining fitokimia, golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak metanol adalah alkaloid, flavonoid, tanin dan terpenoid, sedangkan ekstrak etil asetat adalah flavonoid yang dapat dilihat dari table 4.1

Ekstrak metanol daun benalu duku positif pada golongan flavonoida, flavonoid adalah turunan fenolat, sehingga untuk identifikasi awal dapat digunakan pereaksi FeCl3.Pereaksi FeCl3, bereaksi dengan ion fenolat membentuk ion kompleks

Fe(Oar)63-. Test fenolat memberikan hasil positif jika setelah beberapa saat berbentuk warna hijau, merah, ungu, biru atau hitam kuat (Harborne et al., 1975). Gambar 4.3 dibawah ini menunjukkan reaksi flavonoid dengan FeCl3.


(23)

34 FeCl3 O OFe Cl Cl HCl Koloid Hitam O OH O

Pengujian tanin dilakukan dengan penambahan larutan FeCl3 5% pada ekstrak metanol daun benalu duku sehingga menghasilkan hasil yang positif dan terbentuk warna biru kehitaman.Pada penambahan larutan FeCl3 5% diperkirakan larutan ini bereaksi dengan salah satu gugus hidroksil yang ada pada senyawa tanin.Pereaksi FeCl3 dipergunakan secara luas untuk mengidentifikasi senyawa fenol termasuk tanin (Robinson, 1995). Gambar 4.4 menunjukkan reaksi tanin dengan FeCl3

FeCl3 O Biru Kehitaman OH O OH OH HO OH OH O O Fe 2HCl Tanin Cl


(24)

4.2.3 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etil Asetat Benalu Duku

Pengujian aktivitas antibakteri bertujuan untuk mengetahui aktivitas bakteri terhadap sampel uji. Metode pengujian aktivitas antibakteri yang digunakan pada penelitian ini adalah metode difusi agar. Pada metode ini aktivitas bakteri terhadap sampel uji ditunjukkan dengan terbentuknya zona hambat disekitar kertas cakram yang menandakan daerah pertumbuhan bakteri.

Pada penelitian ini menggunakan bakteri patogen yang berasal dari gram positif dan gram negatif. Bakteri patogen yang digunakan adalah Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

Hasil uji aktivitas antbakteri dari ekstrak etil asetat benalu duku pada konsentrasi 40% memberikan zona bening sebesar 7,8 mm untuk bakteri Staphylococcus aureus untuk bakteri Escherichia coli tidak menunjukkan adanya daya hambat bakteri. Adanya perbedaan hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan terdapat perbedaan sensitivitas ekstrak pada mikroba uji tersebut senyawa yang bersifat antimikroba dapat menyebabkan kerusakan pada dinding sel pada membran sel berupa denaturasi protein dan lemak penyusun membran sel.

Bakteri yang menunjukan zona bening yaitu Staphylococcus aureus , bakteri Staphylococcus aureus merupakan satu genus sebagai sampel mewakili bakteri gram positif. Adanya aktivitas antibakteri pada ekstrak etil asetat benalu duku terhadap bakteri Staphylococcus aureus ditandai dengan terbentuknya zona hambatan yang tampak berupa daerah yang bening tanpa terlihat pertumbuhan mikroba uji.


(25)

36

Uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri Escherichia colitidak menimbulkan daya hambat pada kosentrasi yang kecil bahkan yang besar sekalipun.Hal ini disebabkan oleh dinding sel gram negatif mempunyai susunan kimiawi yang lebih rumit atau kompleks dibandingkan dengan dinding sel bakteri gram positif.Hal ini menimbulkan rintangan yang lebih besar bagi bahan antimikroba untuk dapat menembusnya. Walaupun mengandung lebih sedikit peptidoglikan, tetapi diluar lapisan tersebut masih ada tiga polimer yaitu lipoprotein selaput luar dan lipopolisakarida selaput luar berfungsi mencegah kebocoran dari protein periplasma dan melindungi sel dari garam empedu dan enzim-enzim hidrolisa lingkungan sel. Pori protein di selaput luar menyebabkan selaput tersebut permeable bagi zat terlarut dengan berat molekul rendah, tetapi bagi zat yang mempunyai berat molekul besar seperti antibiotik relatif lambat unuk menembusnya (Jawetz et al., 2005).

Berdasarkan hasil skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun benalu duku mengandung golongan senyawa metabolit sekunder berupa alkaloid, flavonoida, terpenoida dan tanin, sedangkan ekstrak etil asetat mengandung senyawa flavonoida.Adanya senyawa flavonoida pada ekstrak metanol dan etil asetat daun benalu duku mempunyai aktivitas antibakteri karena flavonoida merupakan golongan senyawa fenol (Robinson, 1995).

Senyawa fenol bekerja dengan cara mendenaturasi protein sel sehingga sel bakteri menjadi kehilangan aktivitas biologinya. Akibatnya fungsi permeabilitas sel bakteri terganggu dan sel bakteri akan mengalami lisis yang berakibat pada kematian


(26)

sel bakteri (Harborne. 1987). Selain itu senyawa fenol juga dapat merusak senyawa lipid pada membran sel melalui mekanisme penurunan tegangan permukaan membrane sel (Pelczar dan Chan, 1988).

Senyawa flavonoid merupakan kelompok senyawa fenol terbesar di alam.Senyawa ini adalah senyawa zat warna yang terjadi secara alami dan terdistribusi secara luas.Flavonoid ditemukan dalam tanaman sebagai glikosida dengan satu atau lebih kelompok hidroksil fenolik bergabung bersama-sama gula.Banyaknya flavonoid memperlihatkan aktivitas biologis yang berbeda, misalnya sebagai penceghan demam, memiliki aktivitas sitoksik, anti jamur dan anti virus.Sintesis flavonoid awalnya diketahui sebagai respon dari infeksi mikroba, sehingga sangat memungkinkan apabila efektif sebagai anti mikroba terhadap sebagian besar mikroorganisme, flavonoida dapat mendenaturasi dan mengkoagulasi protein serta merusak membran dinding sel. Oleh karena itu flavonoid dapat digunakan sebagai antibakteri (Harborne, 1998).

Hasil penelitian uji aktivitas antibakti ekstrak etil asetat benalu duku menunjukkan bahwa aktivitas daya hambat pada bakteri Staphylococcus aureus lebih tinggi dibandingkan aktivitas daya hambat pada bakteri Escherichia coli yang tidak menunjukkan adanya aktivitas daya hambat bakteri.


(27)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Berdasarkan uji skrining fitokima ekstrak metanol daun benalu duku mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, terpenoida dan tanin, sedangkan ekstrak etil asetat daun benalu duku mengandung senyawa flavonoida.

2. Berdasarkan hasil peniltian diperoleh bahwa ekstrak etil asetat dari tumbuhan daun benalu duku memiliki aktivitas antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureuspada konsentrasi 20%, 30%, 40% sebesar 9,3 mm, 10,3 mm, 10,7 mm dan pada bakteri Escherichia coli tidak menunjukkan adanya aktivitas daya hambat bakteri pada konsentrasi kecil bahkan besar.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan bakteri gram negatif untuk melihat perbandingan aktivitas antibakteri antara gram positif dan gram negatif


(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Benalu Duku

Buah duku rasanya manis, enak dimakan, dan bernilai ekonomi cukup tinggi. Tanaman duku umumnya ditanam secara tumpang sari di pekarangan dan tegalan. Sebagian dari tanaman tersebut ada yang kurang terawat.

Benalu yang sering memarasit tanaman duku antara lain dendrophthoe, scurula, dan elytranthe. Benalu hidup pada ranting-ranting tanaman dan tumbuh ke arah luar dari tajuk tanaman. Umumnya, benalu hidup subur dan membentuk cabang serta ranting banyak. Keberadaan benalu mudah dikenali dari kejauhan, terutama benalu scurrula yang warna daunnya kusam kecokelatan tidak hijau seperti daun duku. Hingga kini belum diketahui pengaruh benalu terhadap buah duku yang berada pada cabang dekat batang tanaman. Secara teoritis, akumulasi serangan benalu yang sangat tinggi akan berdampak terhadap pertumbuhan tanaman, termasuk pembentukan buahnya (Pitojo, 1996).

2.1.1 Kandungan Ekstrak Daun Benalu Duku

Senyawa kimia sebagai hasil metabolit sekunder telah banyak digunakan sebagai zat warna, racun, aroma makanan, obat-obatan dan sebagainya serta sangat banyak jenis


(29)

7

tumbuh-tumbuhan yang digunakan sebagai obat tradisional sehingga diperlukan penelitian tentang penggunaan tumbuhan berkhasiat dan mengetahui senyawa kimia yang berfungsi sebagai obat. Senyawa kimia yang merupakan hasil metabolisme sekunder pada tumbuhan sangat beragam dan dapat diklasifikasikan dalam beberapa golongan senyawa bahan alam yaitu alkaloid, flavonoid, terpenoid, saponin dan tanin (Lenny, 2006).

Tumbuhan segar merupakan bahan awal yang ideal untuk menganalisis flavonoid, walaupun cuplikan kering yang telah disimpan hati-hati selama bertahun-tahun mungkin masih tetap dapat memberikan hasil yang memuaskan. Contoh herbarium yang telah disimpan dari 100 tahun ternyata masih digunakan untuk menganalisis flavonoid (Harborne, 1976b), bahkan flavonoid telah di isolasi dari fosil yang berumur 25 juta tahun (Niklas & Gianassi, 1978).

Tumbuhan daun benalu merupakan salah satu jenis benalu yang digunakan sebagai tanaman obat tradisional yang tersebar luas di Indonesia. Perbedaan inang benalu diperkirakan menghasilkan metabolit sekunder yang berbeda, maka perlu dilakukan penelitian untuk melihat kandungan yang terdapat pada tanaman daun benalu duku yang mempunyai khasiat dalam mengatasi berbagai penyakit yang di timbulkan khususnya pada bakteri patogen seperti eschericia coli dan staphylococcus aureus.


(30)

2.1.1.1 Flavonoid

Menurut perkiraan, kira-kira 2% dari seluruh karbon yang di fotosintesis oleh tumbuhan (atau kira-kira 1 x 109 ton/tahun ) diubah menjadi flavonoid atau senyawa yang berkaitan erat dengannya , sebagian besar tannin pun berasal dari flavonoid. Jadi, flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar. Sebenarnya, flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan hijau sehingga pastilah ditemukan pula pada setiap telaah ekstrak tumbuhan ( Markham. K. R.,1988 ).

Flavonoid mencakup banyak pigmen yang paling umum dan terdapat pada seluruh dunia tumbuhan dari fungus sampai angiosperma. Kita mengenal hampir 500 aglikon, dan lebih dari 4000 flavonoid, jika glikosida di perhatikan juga , pada tumbuhan tinggi flavonoid terdapat baik dalam bagian vegetatif maupun dalam bunga. Beberapa kemungkinan fungsi flavonoid untuk tumbuhan yang mengandungnya ialah pengaturan tumbuh, pengaturan fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus, dan kerja terhadap serangga, beberapa flavonoid, seperti jenis fitoakleksin lain, merupakan komponen abnormal yang hanya dibentuk sebagai tanggapan terhadap infeksi atau luka atau kemudian menghambat fungus menyerangnya (Robinson, 1991 )

2.1.1.2 Tanin

Polifenol tanaman, juga dikenal sebagai tanin sayuran, adalah kelompok heterogen produk alami didistribusikan secara luas di kingdom tanaman. tanin selalu hadir dalam buah-buahan mentah, tapi hilang selama pemasakan. diyakini bahwa tanin


(31)

9

tersedia dengan perlindungan terhadap resiko serangan mikroba. tanin dari dua jenis struktur yang dihasilkan luas; proantosianidin kental di mana unit struktural yang mendasar adalah fenolik flavan-3-ol (katekin) inti, dan galloyl dan heksahidroksidipenoil ester dan turunannya.

Tanin adalah zat amorf, yang menghasilkan koloid larutan asam dengan rasa astringent.Dengan garam besi (FeCl3) mereka membentuk senyawa larut dalam air hitam biru atau kehijauan gelap. Tanin membentuk senyawa tidak larut dan dicerna dengan protein, dan ini adalah dasar dari penggunaan luas mereka dalam (proses tanin) industri kulit, dan untuk pengobatan diare, gusi berdarah dan luka kulit (Sarker, 2007).

2.2 Bakteri

Bakteri merupakan jasad renik yang sangat kecil, walaupun demikian metabolisme bakteri sangat kompleks dan membutuhkan reaksi yang panjang, di dalam metabolisme bakteri dilibatkan banyak faktor pendukung untuk mempertahankan kelangsungan sel bakteri untuk dapat terus hidup. Di dalam pelaksanaan metabolismenya, bakteri memerlukan bahan-bahan metabolisme dan mengeluarkan hasil metabolisme yang tidak diperlukan lagi oleh bakteri. Metabolisme bakteri juga tidak terlepas dari reaksi biokimiawi.

Prinsip-prinsip dasar metabolisme dan pengaturannya dapat menentukan jalur metabolisme bahwa bakteri dapat mengatur tipe-tipe reaksi biokimia yang relatif


(32)

sedikit dengan urutan yang spesifik. Jalur biosintetik dapat menguji struktur kimia bahan awal, produk akhir, dan mungkin satu atau dua metabolik perantara. (Nasution, 2014)

Nama bakteri itu berasal dari kata ‘bakterion’ (bahasa yunani) yang berarti

tongkat atau batang, berdasarkan morfologinya, maka bakteri itu di bagi atas tiga golongan, yaitu golongan basil, golongan kokus, golongan spiril

Basil (dari bacillus) berbentuk serupa tongkat pendek, silindris.Sebagian besar dari bakteri itu berupa basil. Basil dapat bergandengan panjang disebut streptobasil, bergandengan dua-dua disebut diplobasil atau lepas satu sama lain.

Kokus (dari coccus) adalah bakteri yang bentuknya serupa bola-bola kecil.Kokus ada yang bergandengan panjang disebut streptokokus, ada yang bergandengan dua disebut diplokokus, ada yang kelompok berempat ini disebut tetrakokus, kokus yang mengelompokan merupakan suatu untaian disebut stafilokokus, sedangkan kokus yang mengelompok serupa kubus disebut sarsina.

Spiril (dari spirilium) ialah bakteri yang bengkok atau serupa spiral (Dwijoseputo, 1978).


(33)

11

2.2.1 Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif

Berdasarkan perbedaan respons terhadap prosedur pewarnaan gram (klasifikasi ini dilakukan oleh ahli histology Hans Christian Gram) dan struktur dinding bakteri, bakteri diklasifikasikan menjadi bakteri gram negatif dan bakteri gram positif.

Bakteri gram positif :

1. Dinding sel mengandung peptidoglikan yang tebal serta diikuti pula dengan adanya ikatan benang-benang teicholic acid dan teichronic acid, yang merupakan 50% dari berat kering dinding sel dan 10% dari berat kering seluruh sel.

2. Pada umumnya berbentuk coccus.

3. Pada pewarnaan Gram, bakteri jenis ini berikatan dengan zat warna utama (primary strain) yaitu gentian violet dan tidak luntur bila dilarutkan kedalam alkohol.

4. Dibawah mikroskop tampak berwarna ungu.

Bakteri gram negatif:

1. Mengandung “sedikit sekali” ikatan peptidoglikan dan tidak terdapat ikatan benang-benang teichoic acid dan teichoronic acid.

2. Pada umumnya berbentuk batang (basil), kecuali bacillus anthrasis dan bacillus cereus.


(34)

3. Pada pewarnaan Gram, bakteri jenis ini tidak mampu berikatan dengan zat warna utama yaitu gentian violet dan luntur bila di celupkan kedalam larutan alkohol.

4. Dibawah mikroskop tampak berwarna merah, apabila diberi zat warna safranin/fusin (Nasution, 2014).

2.2.2. Karakteristik Eschericia coli

Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang pendek dan bersifat anaerob fakultatif. E.coli adalah anggota flora normal usus dan termasuk bakteri heterotrof yang memperoleh makanan berupa zat organik dari lingkungan karena tidak dapat menyusun sendiri zat organik yang dibutuhkan (Smith-keary, 1988).

Sejak 1885, ketika pertama kali diisolasi dari feses anak-anak dan dijelaskan oleh bakteriologi Jerman. Theodor Esherich, perhatian ilmiah telah dicurahkan pada Escherichia coli sedemikian rupa bahwa itu adalah hari mungkin dipahami terbaik organisme hidup bebas.E.coli merupakan penduduk hampir universal usus manusia dan hewan berdarah panas lain di mana itu adalah anaerob fakultatif dominan meskipun hanya komponen kecil dari total mikroflora.

Bakteri koli merupakan salah satu jenis kelompok bakteri yang kehadirannya sangat dihindari pada suatu benda yang berhubungan dengan manusia.Sejak diketahui bahwa jasad renik tersebar pada semua individu.Walaupun adanya jasad renik


(35)

13

tersebut tidak memastikan adanya jasad renik patogen secara langsung, tetapi dari hasil yang didapat memberikan kesimpulan bahwa bakteri koli penyebab kematian pada bayi.Frekuensinya menjadi lebih tinggi pada daerah padat penduduk dan keadaan hygiene kurang baik (Waluyo, 2009).

E. coli menjadi patogen jika jumlah bakteri ini dalam saluran pencernaan meningkat atau berada di luar usus.E.coli menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan beberapa kasus diare (Jawetz et al., 1995).

2.2.3. Karakteristik Staphylococcus aureus

Staphylococcus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat, biasanya tersusun dalam rangkain tak beraturan seperti anggur.Bakteri ini mudah tumbuh pada berbagai perbenihan dan mempunyai metabolisme aktif, meragikan karbohidrat, serta menghasilkan pigmen yang bervariasi dari putih sampai kuning tua. Beberapa diantaranya tergolong flora normal pada kulit dan selaput mukosa pada manusia, spesies lain dapat menyebabkan abses, infeksi pyogens dan septikemia

Staphylococcus aureus merupakan bakteri koagulase positif dan katalase positif, bersifat aerob dan anaerob fakultatif hal ini membedakannya dari spesies lain. Staphylococcus aureuspatogen utama bagi manusia, hampir setiap orang mengalami beberapa tipe infeksi S. aureus sepanjang hidupnya, beratnya mulai dari keracunan makanan atau infeksi kulit ringan, sampai infeksi berat yang mengancam jiwa.


(36)

Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif, tidak bergerak, tidak berspora dan mampu membentuk kapsul, berbentuk kokus, dan tersusun seperti buah anggur (Nasution, 2014).

2.2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri

1. Nutrient

Jasad renik heterotrof membutuhkan nutrient untuk kehidupan dan pertumbuhannya, yakni sebagai: (1) sumber karbon, (2) sumber nitrogen, (3) sumber energy, (4) dan faktor pertumbuhan, yakni mineral dan vitamin. Nutrient tersebut dibutuhkan untuk membentuk energi dan menyususn komponen-komponen sel.

2. Tersedianya air

Sel jasad renik memerlukan air untuk hidup dan berkembang biak. Pertumbuhan jasad renik di dalam suatu bahan sangat dipengaruhi akanjumlah air yang tersedia. Selain merupakan bagian terbesar komponen sel (70-80%), air juga dibutuhkan sebagai rektan dalam berbagai reaksi biokimia.Tidak semua air yang tersedia dapat digunakan oleh jasad renik.

3. Nilai pH

Nilai pH medium sangat berpengaruh pada jenis mikroba yang tumbuh.Jasad renik pada umumnya dapat tumbuh pada kisaran pH 3-6 uni. Kebanyakan bakteri mempunyai pH optimum, yakni pH dimana pertumbuhannya optimum, sekitar pH 6,5 – 7,5. Pada pH di bawah 5,0 dan di atas 8,5, bakteri


(37)

15

tidak dapat tumbuh dengan baik, kecuali bakteri asam asetat (Acetobacter suboxydans)dan bakteri yang mengoksidasi sulfur.

4. Suhu

Masing-masing jasad renik mempunyai suhu optimum, minimum, dan maksimum untuk pertumbuhannya. Hal ini disebabkan di bawah suhu minimum dan di atas suhu maksimum, aktivitas enzim akan berhenti, bahkan pada suhu yang terlalu tinggi akan terjadi denaturasi enzim

5. Tersedianya oksigen

Konsentrasi oksigen di alam mempengaruhi jenis mikroba yang dapat tumbuh. Jasad renik dapat dibedakan menjadi 4 kelompok berdasarkan kebutuhannya akan oksigen untuk pertumbuhannya, yakni jasad renik bersifat aerob, anaerob, anaerob fakultatif, dan mikroaerofil (Waluyo, 2007).

2.2.5 Anti Bakteri

Banyak zat kimia dapat menghambat atau mematikan mikroorganisme berkisar dari unsur logam berat seperti perak dan tembaga sampai kepada molekul organik yang kompleks seperti persenyawaan ammonium kuartener. Berbagai substansi tersebut menunjukan efek antimikrobialnya dalam berbagai cara dan terhadap berbagai macam mikroorganisme.

Aktivitas antimikrobial persyaratan yang pertama ialah kemampuan substansi untuk mematikan mikroorganisme.Pada konsentrasi rendah, zat tersebut harus


(38)

mempunyai aktivitas antimikrobial dengan spektrum luas, artinya harus dapat mematikan berbagai macam mikroba.

Salah satu bahan utama antimikrobial kimiawi yaitu fenol dan persenyawaan fenolat. Fenol (asam karbolat), yang digunakan untuk pertama kalinya oleh Lister sekitar tahun 1860-an di dalam pekerjaannya untuk mengembangkan teknik-teknik pembedaan aseptik. Persenyawaan ini boleh jadi bekerja terutama dengan cara mendenaturasi protein sel dan merusak membran sel. Beberapa persenyawaan fenolat bersifat sangat fungsidal, pH alkalin dan bahan organik dapat mengurangi aktivitas antimikrobial fenolat. Suhu rendah dan sabun juga mengurangi aktivitas antimikrobial fenolat (Pelczar, 1988). Pengaruh zat-zat kimia yang lain lagi belumlah diketahui. Pada umumnya kerusakan bakteri itu dapat dibagi atas 3 golongan, yaitu oksidasi, koagulasi, depresi dan keteganggan permukaan (Dwidjoseputro, 1978).

2.2.6 Uji Kepekaan Antimikroba

Untuk menguji kekuatan disinfektan dalam menghambat pertumbuhan mikroba dapat digunakan cakram kertas (paper disk). Pada kertas cakram ini dibasahi dengan disinfektan, kemudian diletakkan pada lempengan agar yang telah diinokulasi mikroba. Cara pengerjaan ini sama dengan teknik pengujian antibiotika. Lempengan agar kemudian diinkubasikan selama 48 jam. Bila disinfektan menghambat pertumbuhan mikroba, maka akan terlihat zona (daerah) jernih di sekeliling cakram kertas, atau juga dinamakan zona hambat. Luas daerah terang ini menjadi ukuran kekuatan daya kerja disinfektan (Waluyo, 2010).


(39)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang kaya akan sumber daya alami tumbuh-tumbuhan. Menurut catatan dalam buku journal of the Asiatic Society ofBengal vol.LVI part 2 (1887) dijelaskan bahwa sebelum tahun 1887 telah ditemukan tumbuhan benalu di Indonesia, antara lain di Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Selain itu, benalu juga ditemukan di daerah subtropis. Benalu yang ditemukan di berbagai daerah tersebut kebanyakan termasuk jenis Loranthus (Pitojo, 1996).

Benalu merupakan tumbuhan parasit terhadap inang tempat tumbuhnya, walaupun bersifat parasit benalu berpotensi sebagai tumbuhan obat. Masyarakat menggunakan untuk bahan obat tradisional (Soejono, 1995). Masyarakat awam umumnya belum mengetahui bahwa benalu yang hidup menumpang pada tanaman inang banyak jenisnya antara lain untuk pengobatan, misalnya benalu teh, benalu kelor, benalu sawo (Pitojo, 1996).

Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam yang terbesar. Sebenarnya, flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan hijau sehingga pastilah ditemukan pula pada setiap telaah ekstrak tumbuhan (Markham, 1988). Menurut penelitian Artanti et


(40)

al., (2006) menyatakan bahwa sejumlah tanaman obat yang mengandung flavonoid telah di laporkan memiliki aktivitas antioksidan, antibakteri, antivirus, antiradang, antialergi dan antikanker, di antaranya benalu mangga. Benalu merupakan salah satu tumbuhan yang cukup menjanjikan dan masih membutuhkan eksplorasi lebih lanjut. Selain dapat digunakan dalam sedian tradisional (jamu), benalu juga berpeluang dijadikan sebagai fitofarmaka (Artanti et al., 2006). Namun pada setiap jenis benalu memiliki perbedaan kandungan senyawa metabolit sekunder yang berbeda. Hal ini disebabkan karena inang benalu yang berbeda mempengaruhi benalu sebagai parasit baik secara langsung maupun tidak langsung. Karena benalu memperoleh nutrisi dan senyawa untuk pertahanan dari inang benalu tersebut, banyak bagian-bagian dari benalu tergantung kualitas inang mereka (Adler, 2002).

Perbedaan kelimpahan kandungan metabolit sekunder benalu juga dipengaruhi oleh usia sampel, meskipun secara kualitatif kandungan metabolit sekunder sama dan juga tergantung pada faktor lingkungan dan faktor dalam tumbuhan itu sendiri (Erlyanti, 2012). Kandungan kimia utama dalam benalu adalah flavonoid, tanin, asam amino, karbohidrat, alkaloid, dan saponin (Pitoyo,1996 dan Kirana et al.,2001).

Dari penelitian sebelumnya telah meneliti daun benalu kopi yaitu pengujian aktivitas antibakteri menggunakan pelarut metanol dan etil asetat pada konsentrasi 500 mg/ml dengan zona hambat 16,96 mm dan 15,2 mm terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan pada konsentrasi 500mg/ml dengan zona hambat 17,2 mm dan 16,43 mm terhadap bakteri Escherichia coli (Friska, 2016).


(41)

3

Benalu duku (Loranthus Sp) adalah salah satu contoh dari beberapa benalu yang dapat ditemukan pada pohon duku yang berada di kawasan daerah kebun pohon duku Benteng Hilir, Kecamatan Medan Tembung.Masyarakat tersebut kurang mengetahui manfaat benalu duku tersebut yang dapat digunakan sebagai pengobatan tradisional sehingga banyak dibuang karena dianggap merugikan pohon duku yang ditumpanginya. Benalu duku dapat menghasilkan ekstrak benalu duku menggunakan pelarut metanol dan etil asetat. Oleh Karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti aktivitas antibakteri dengan menggunakan metode difusi agar terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dari daun benalu duku yang diperoleh dari kampung Benteng Hilir, Kecamatan Medan Tembung.

1.2 Perumusan Masalah

Apakah ekstrak etil asetat dari tumbuhan daun benalu duku dapat menghambat pertumbuhan bakteri Eschericia coli, dan Staphylococcus aureus.

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui apakah ekstrak etil asetat dari tumbuhan daun benalu duku dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah bahwa ekstrak flavonoid dari tumbuhan daun benalu duku dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus.


(42)

1.5 Lokasi Penelitian

1. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari daerah kampung Benteng Hilir, Kecamatan Medan Tembung.

2. Ekstraksi dan skrining fitokimia daun benalu duku dilakukan di Laboratorium Pasca Sarjana Kimia FMIPA USU.

3. Uji aktivitas antibakteri dari ekstrak daun benalu duku dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi FMIPA USU.

4. Determinasi daun benalu duku dilakukan di Laboratorium Herbarium FMIPA USU.

1.6 Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara eksperimen laboratorium dan sebagai objek penelitian adalah daun benalu duku yang berada di kampong Benteng Hilir, Kecamatan Medan Tembung. Daun benalu duku dipisahkan dari batang dan buahnya, di iris tipis-tipis kemudian diuji skrining fitokima, dikeringkan dengan cara diangin-anginkan, dihaluskan dengan menggunakan blender.

Serbuk benalu duku, diekstraksi dengan cara maserasi dengan menggunakan pelarut metanol selama 3x24 jam, dilakukan perlakuan yang sama sampai pelarut metanol berwarna jernih, kemudian di tampung filtrat metanol daun benalu duku diuapkan sampai pelarut metanol habis, sehingga dihasilkan ekstrak kering metanol. Ekstrak kering metanol dilarutkan dengan pelarut etil asetat, dilakukan percobaan ini sampai


(43)

5

filtrat etil asetat berwarna jernih, filtrat etil asetat yang dihasilkan diuapkan diatas penangas air sampai dihasilkan ekstrak kering etil asetat. Ekstrak kering yang dihasilkan di ekstraksi partisi dengan pelarut metanol dan n-heksana untuk membebaskan klorofil dan lemak dari ekstrak banalu duku. Diuji skrining fitokimia untuk ekstrak etil asetat. Diuji aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.


(44)

SKRINING FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN BENALU DUKU (Loranthus Sp)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai skrining fitokimia, aktivitas antibakteri dari ekstrak etil asetat dari daun benalu duku (Loranthus Sp). Serbuk daun benalu duku diekstraksi maserasi menggunakan pelarut metanol sehingga dihasilkan ekstrak metanol sebanyak 50 g, ekstrak metanol dilarutkan dengan etil asetat dan dihasilkan ekstrak etil asetat sebanyak 20 g. Berdasarkan skrining fitokimia ekstrak metanol mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, terpenoid dan tanin sedangkan ekstrak etil asetat mengandung senyawa flavonoid. Terhadap ekstrak etil asetat yang diperoleh dilakukan uji aktivitas antibakteri dengan metode difusi cakram dengan konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%, dan sebagai pembanding digunakan DMSO. Hasil uji ekstrak etil asetat menunjukkan aktivitas daya hambat yang berbeda terhadap tumbuhan bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Ekstrak etil asetat dengan konsentrasi 20%, 30%, 40% mampu menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus 9,3 mm, 10,3 mm, 10,7 mm tetapi pada bakteri Escherichia coli tidak menunjukkan adanya zona hambat pada bakteri.


(45)

vi

PHYTOCHEMICAL SCREENING AND THE TESTED

ANTIBACTERIAL ACTIVITIES FROM EXTRACT LANSEH PARASITIC LEAF (Loranthus Sp)

ABSTRACT

It had done the experiment of phytochemical screening, the antibacterial activity of ethyl acetate extracts by lanseh parasite leaf (Loranthus Sp). The powder of lanseh parasite leaf is extracted maceration using methanol to produce as much as 50 g of methanol extract, methanol extract is diluted with ethyl acetate and ethyl acetate extracts produced as much as 20 g. Based on phytochemical screening of the methanol extract contains coumponds by alkaloids, flavonoids, terpenoids and tannins, while on the ethyl acetate extract containing flavonoids. Against the ethyl acetate extract obtained antibacterial activity test performed by disc diffusion method with a concentration of 10%, 20%, 30%, 40%, and as a comparison is used DMSO. The test results ethyl acetate extracts showing activity in distinct inhibition against the growth of bacteria Escherichia coli and Staphylococcus aureus. The ethyl acetate extract with a concentration of 20%, 30%, 40% were able to inhibit the growth of Staphylococcus aureus 9.3 mm, 10.3 mm, 10.7 mm but the bacteria Escherichia coli not show any inhibition zone in bacteria.

Keywords: Lanseh Parasite Leaf , Extract Methanol, Ethyl Acetate Extract, Antibacterial


(46)

KARYA ILMIAH

KRISTANTI SINAGA

132401090

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2016


(47)

SKRINING FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITAS

ANTIBAKTERI EKSTRAK BENALU DUKU (Loranthus Sp)

KARYA ILMIAH

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh gelar Ahli Madya

KRISTANTI SINAGA

132401090

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(48)

PERSETUJUAN

Judul : Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Benalu Duku (Loranthus Sp) Kategori : Karya Ilmiah

Nama : Kristanti Sinaga

Nomor Induk Mahasiswa : 132401090

Program Studi : Diploma (D3) Kimia Departement : Kimia

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Juli 2016

Disetujui Oleh

Program Studi D-3 Kimia FMIPA USU Pembimbing, Ketua

Dra. Emma Zaidar, M.Si Dra. Herlince Sihotang, M.Si NIP.195512181987012001 NIP.195503251986012002

Disetujui Oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan Nst, MS NIP. 195408301985032001


(49)

ii

PERNYATAAN

SKRINING FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN BENALU DULU (Loranthus Sp)

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2016

KRISTANTI SINAGA 132401090


(50)

PENGHARGAAN

Segala puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tugas akhir ini sesuai rencana dan kehendakNya.Banyak hal sebagai pembelajaran dan pembentukan diri dalam setiap waktu penulis rasakan sehingga semakin melihat dan merasakan kebaikan dan kebesaranNya.Dalam pelaksanaan penelitian ini hingga penyelesaian karya ilmiah ini, penulis menyadari banyak mendapat bantuan, dukungan maupun motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ibu Dra.Herlince Sihotang, M.Si sebagai dosen pembimbing yang dengan sabar memberikan dorongan, bimbingan dan saran sehingga tugas akhir ini dapat selesai.

2. Ibu Dr. Rumondang Bulan Nst, MS selaku ketua Departemen Kimia FMIPA USU dan bapak Drs. Albert Pasaribu, M.Sc selaku sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU.

3. Ibu Dra. Emma Zaidar, Msi selaku ketua prodi D3 Kimia FMIPA USU yang telah banyak membimbing dan membantu kelancaran studi penulis. 4. Bapak Dr. Sutarman, M.Sc selaku Dekan FMIPA USU.

5. Seluruh Dosen Departemen Kimia FMIPA USU yang telah memberikan waktunya untuk memberikan bimbingan selama penulis mengikuti kuliah


(51)

iv

di Departemen Kimia FMIPA USU, terkhusus kepada Bapak Lamek Marpaung, M.Phil, Ph,D sebagai dosen wali yang telah memberikan waktunya untuk memberikan pengarahan selama penelitian berlangsung. 6. Seluruh staf dan pegawai di Balai Laboratorium Kesehatan Daerah yang

telah memberikan pengarahan selama penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan.

7. Sahabat-sahabatku yang telah memberikan dukungan kepada penulis hingga akhir masa perkuliahan, dan juga kepada sahabat-sahabatku OMK (Orang Muda Katolik)

Akhirnya saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya keapada orang tua saya (Ayahanda A.M Sinaga dan Ibunda E.Sianipar) yang telah memberikan seluruh dukungan sarana dan prasarana dan semangat bahkan dengan setia terus membantu penulis dalam doa, saudara-saudaraku (Krisna sinaga, Bima alexander sinaga, Krismay sinaga) atas doa dan dukungannya. Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan penulis.Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi peneliti ini dan kemajuan Ilmu Pengetahuan Alam demi pengembangan Bangsa dan Negara.


(52)

SKRINING FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN BENALU DUKU (Loranthus Sp)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai skrining fitokimia, aktivitas antibakteri dari ekstrak etil asetat dari daun benalu duku (Loranthus Sp). Serbuk daun benalu duku diekstraksi maserasi menggunakan pelarut metanol sehingga dihasilkan ekstrak metanol sebanyak 50 g, ekstrak metanol dilarutkan dengan etil asetat dan dihasilkan ekstrak etil asetat sebanyak 20 g. Berdasarkan skrining fitokimia ekstrak metanol mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, terpenoid dan tanin sedangkan ekstrak etil asetat mengandung senyawa flavonoid. Terhadap ekstrak etil asetat yang diperoleh dilakukan uji aktivitas antibakteri dengan metode difusi cakram dengan konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%, dan sebagai pembanding digunakan DMSO. Hasil uji ekstrak etil asetat menunjukkan aktivitas daya hambat yang berbeda terhadap tumbuhan bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Ekstrak etil asetat dengan konsentrasi 20%, 30%, 40% mampu menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus 9,3 mm, 10,3 mm, 10,7 mm tetapi pada bakteri Escherichia coli tidak menunjukkan adanya zona hambat pada bakteri.


(53)

vi

PHYTOCHEMICAL SCREENING AND THE TESTED

ANTIBACTERIAL ACTIVITIES FROM EXTRACT LANSEH PARASITIC LEAF (Loranthus Sp)

ABSTRACT

It had done the experiment of phytochemical screening, the antibacterial activity of ethyl acetate extracts by lanseh parasite leaf (Loranthus Sp). The powder of lanseh parasite leaf is extracted maceration using methanol to produce as much as 50 g of methanol extract, methanol extract is diluted with ethyl acetate and ethyl acetate extracts produced as much as 20 g. Based on phytochemical screening of the methanol extract contains coumponds by alkaloids, flavonoids, terpenoids and tannins, while on the ethyl acetate extract containing flavonoids. Against the ethyl acetate extract obtained antibacterial activity test performed by disc diffusion method with a concentration of 10%, 20%, 30%, 40%, and as a comparison is used DMSO. The test results ethyl acetate extracts showing activity in distinct inhibition against the growth of bacteria Escherichia coli and Staphylococcus aureus. The ethyl acetate extract with a concentration of 20%, 30%, 40% were able to inhibit the growth of Staphylococcus aureus 9.3 mm, 10.3 mm, 10.7 mm but the bacteria Escherichia coli not show any inhibition zone in bacteria.

Keywords: Lanseh Parasite Leaf , Extract Methanol, Ethyl Acetate Extract, Antibacterial


(54)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstract v

Daftar isi vi

Daftar tabel vii

Daftar gambar ix

Daftar lampiran xi

Bab 1. PENDAHULUHAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 1

1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Manfaat penelitia 3

1.5 Lokasi Penelitian 4

1.6 Metodologi Penelitian 4

Bab 2. TINJAUAN PUSTAKA 6 2.1 Tumbuhan Benalu Duku 6

2.1.1 Kandungan Ekstrak 7 Daun Benalu Duku 2.1.1.1 Flavonoid 8

2.1.1.2 Tanin 8 2.2 Bakteri 9 2.2.1 Bakteri Gram Positif Dan 10

Bakteri Gram negatif 2.2.2 Karakteristik Escherichia coli 11 2.2.3 Karakteristik Staphylococcus aureus 12 2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi 13 Pertumbuhan bakteri 2.2.5 Antibakteri 15

2.2.6 Uji Kepekaan Antimikroba 16 Bab 3. METODE PENELITIAN 17 3.1 Alat-alat Yang Digunakan 17 Dalam Percobaan 3.2 Bahan-bahan Yang Digunakan 18 Dalam percobaan


(55)

viii

3.3 Prosedur Penelitian 19

3.3.1 Penyediaan Sampel 20

3.3.2 Uji Skrining Fitokimia 22 3.3.3 Pembuatan Ekstrak Metanol Dan Etil 22 Asetat Daun Benalu Duku

3.3.4 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak 24 Etil Asetat Daun Benalu Duku

Bab 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29

4.1 Hasil Penelitian 29

4.1.1 Ekstraksi Daun Benalu Duku 31 4.1.2 Skrining Fitokimia Ekstrak 32 Metanol dan Etil Asetat Daun

Benalu Duku

4.1.3 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri 33 Ekstrak Etil Asetat Daun

Benalu Duku

4.2 Pembahasan 34

4.2.1 Ekstrak Etil Asetat 34 Daun Benalu Duku

4.2.2 Skrining Fitokimia Kandungan Senyawa 34 Metabolit Sekunder Ekstrak Metanol dan

Ekstrak Etil Asetat Daun Benalu Duku

4.2.3 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak 36 Etil Asetat Benalu Duku

Bab 5. KESIMPULAN DAN SARAN 40

5.1 Kesimpulan 40

5.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA 40

LAMPIRAN 41


(56)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman Tabel

4.1 Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol 31 dan Etil Asetat Daun Benalu Duku

4.2 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak 32 Etil Asetat Daun Benalu Duku


(57)

x

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar

4.2 Zona Hambat Bakteri Staphylococcus aureus 33 4.3 Zona Hambat Bakteri Escherichia coli 33


(58)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman Lampiran

1 Hasil Identifikasi/Determinasi Tumbuhan 43 2 Daun Benalu Duku 44


(1)

vi

PHYTOCHEMICAL SCREENING AND THE TESTED

ANTIBACTERIAL ACTIVITIES FROM EXTRACT LANSEH PARASITIC LEAF (Loranthus Sp)

ABSTRACT

It had done the experiment of phytochemical screening, the antibacterial activity of ethyl acetate extracts by lanseh parasite leaf (Loranthus Sp). The powder of lanseh parasite leaf is extracted maceration using methanol to produce as much as 50 g of methanol extract, methanol extract is diluted with ethyl acetate and ethyl acetate extracts produced as much as 20 g. Based on phytochemical screening of the methanol extract contains coumponds by alkaloids, flavonoids, terpenoids and tannins, while on the ethyl acetate extract containing flavonoids. Against the ethyl acetate extract obtained antibacterial activity test performed by disc diffusion method with a concentration of 10%, 20%, 30%, 40%, and as a comparison is used DMSO. The test results ethyl acetate extracts showing activity in distinct inhibition against the growth of bacteria Escherichia coli and Staphylococcus aureus. The ethyl acetate extract with a concentration of 20%, 30%, 40% were able to inhibit the growth of Staphylococcus aureus 9.3 mm, 10.3 mm, 10.7 mm but the bacteria Escherichia coli not show any inhibition zone in bacteria.

Keywords: Lanseh Parasite Leaf , Extract Methanol, Ethyl Acetate Extract, Antibacterial


(2)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstract v

Daftar isi vi

Daftar tabel vii

Daftar gambar ix

Daftar lampiran xi

Bab 1. PENDAHULUHAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 1

1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Manfaat penelitia 3

1.5 Lokasi Penelitian 4

1.6 Metodologi Penelitian 4

Bab 2. TINJAUAN PUSTAKA 6 2.1 Tumbuhan Benalu Duku 6

2.1.1 Kandungan Ekstrak 7 Daun Benalu Duku 2.1.1.1 Flavonoid 8

2.1.1.2 Tanin 8 2.2 Bakteri 9 2.2.1 Bakteri Gram Positif Dan 10

Bakteri Gram negatif 2.2.2 Karakteristik Escherichia coli 11 2.2.3 Karakteristik Staphylococcus aureus 12 2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi 13 Pertumbuhan bakteri 2.2.5 Antibakteri 15


(3)

viii

3.3 Prosedur Penelitian 19

3.3.1 Penyediaan Sampel 20

3.3.2 Uji Skrining Fitokimia 22

3.3.3 Pembuatan Ekstrak Metanol Dan Etil 22 Asetat Daun Benalu Duku

3.3.4 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak 24 Etil Asetat Daun Benalu Duku

Bab 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29

4.1 Hasil Penelitian 29

4.1.1 Ekstraksi Daun Benalu Duku 31

4.1.2 Skrining Fitokimia Ekstrak 32

Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Duku

4.1.3 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri 33

Ekstrak Etil Asetat Daun Benalu Duku

4.2 Pembahasan 34

4.2.1 Ekstrak Etil Asetat 34

Daun Benalu Duku

4.2.2 Skrining Fitokimia Kandungan Senyawa 34 Metabolit Sekunder Ekstrak Metanol dan

Ekstrak Etil Asetat Daun Benalu Duku

4.2.3 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak 36 Etil Asetat Benalu Duku

Bab 5. KESIMPULAN DAN SARAN 40

5.1 Kesimpulan 40

5.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA 40

LAMPIRAN 41


(4)

ix

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

4.1 Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol 31 dan Etil Asetat Daun Benalu Duku

4.2 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak 32 Etil Asetat Daun Benalu Duku


(5)

x

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar

4.2 Zona Hambat Bakteri Staphylococcus aureus 33 4.3 Zona Hambat Bakteri Escherichia coli 33


(6)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran

1 Hasil Identifikasi/Determinasi Tumbuhan 43

2 Daun Benalu Duku 44