Uji Skrining Fitokimia, Aktivitas Antioksidan Dan Antibakteri Ekstrak Metanol Dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi (Loranthus Parasiticus (L.) Merr.)

(1)

(2)

Lampiran 1. Hasil Identifikasi/Determinasi Tumbuhan Daun Benalu Kopi (Loranthus parasiticus (L.) Merr.)


(3)

Lampiran 2. Daun Benalu Kopi (Loranthus parasiticus (L.) Merr.)


(4)

Lampiran 4. Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi (Loranthus

parasiticus (L.) Merr.)

A. Ekstrak Metanol Daun Benalu Kopi (Loranthus parasiticus (L.) Merr.)

B. Ekstrak Etil Asetat Daun Benalu Kopi (Loranthus parasiticus (L.) Merr.)


(5)

Lampiran 5. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

A. Perhitungan % Peredaman Ekstrak Metanol Daun Benalu Kopi

% Peredaman =A A −A e x %

1. Konsentrasi 5 ppm

% Peredaman = , ,− , x % = , %

NB : dilakukan perhitungan yang sama untuk konsentrasi 10, 15, 20, 25 ppm. Peredaman radikal ekstrak metanol daun benalu kopi :

Sampel Absorbansi % Peredaman

Blanko 0,931 -

5 ppm 0,750 19,44

10 ppm 0,586 37,05

15 ppm 0,488 47,58

20 ppm 0,335 61,86

25 ppm 0,309 66,80

Perhitungan Nilai IC50 Ekstrak Metanol Daun Benalu Kopi :

X Y Xy x2

0 0,00 0,00 0

5 19,44 97,2 25

10 37,05 370,5 100

15 47,58 713,7 225

20 61,86 1237,2 400

25 66,80 1670 625

75 ∑y = 232,73 ∑xy = 4088,6 ∑x2 = 1375

Dimana : x = Konsentrasi y = % Peredaman

a = n ∑xy − ∑x ∑yn ∑x − ∑x = , − , = ,

b = ∑x ∑y − ∑x ∑xyn ∑x − ∑x = , − , = , Jadi persamaan garis regresi Y = 2,695X + 5,089

Nilai IC50 :

50 = 2,695X + 5,089 X = 16,66


(6)

B. Perhitungan % Peredaman Ekstrak Etil Asetat Daun Benalu Kopi

% Peredaman = A A −A e x %

1.Konsentrasi 5 ppm

% Peredaman = , ,− , x % = , %

NB : dilakukan perhitungan yang sama untuk konsentrasi 10, 15, 20, 25 ppm. Peredaman radikal ekstrak etil asetat daun benalu kopi

Sampel Absorbansi % Peredaman

Blanko 0,931 0

5 0,622 33,19

10 0,573 38,56

15 0,507 45,64

20 0,492 47,26

25 0,398 57,25

Perhitungan Nilai IC50 Ekstrak Etil Asetat Daun Benalu Kopi

X Y xy x2

0 0,00 0,00 0

5 33,19 165,95 25

10 38,56 385,6 100

15 45,64 684,6 225

20 47,26 945,2 400

25 57,25 1431,25 625

∑x = 75 ∑y = 221,9 ∑xy = 3612,6 ∑x2 = 1375

Dimana : x = Konsentrasi y = % Peredaman

a = n ∑xy − ∑x ∑yn ∑x − ∑x = , − , = ,

b = ∑x ∑y − ∑x ∑xyn ∑x − ∑x = , − , = ,

Jadi persamaan garis regresi Y = 1,917X + 13,016 Nilai IC50 :

50 = 1,917X + 13,016 X = 19,29


(7)

DAFTAR PUSTAKA

Adler, L.S. 2002. Host Effect On Herbivory And Pollination In A Hemiparasitic Plant. Jurnal Biologi. Vol 83.

Hal 2701.

Agoes, G. 2007. Teknologi Bahan Alam. Bandung : Penerbit ITB Press.

Ajizah, A. 2004 . Sensitivitas Salmonella Tyhimurium Terhadap Ekstrak Daun Psidium Guajava L. Jurnal Bioscientiae. Volume 1. Nomor 1. Halaman 36.

Anita, A, Khotimah S, dan Yanti AH. 2014. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Benalu Jambu Air (Dendropthoe Pentandra (L.) Miq) Terhadap Pertumbuhan Salmonella Typhi Jurnal Biologi. Vol.3. Halaman 268.

Anonim. 1996. Laporan Pengkajian Tahun Anggaran 1996 / 1997, Kapsulisasi Ekstrak Daun Benalu di Daerah Istimewa Yogyakarta, sentra P3T Propinsi D.I Yogyakarta.

Apak, R Guclu, K, Ozyurek, M and Karademir, S. E. 2007. Comparative Evaluation of Various Total Antioxidant Capacity Assay Applied to

Phenolic Compounds with The CUPPRAC Assay. Molecules 12:1496-1547.

Artanti, N, Djamilah, Lotulung P, Liswidowati, Minarti, Hanafi, M, Kardono, LBS dan Darmawan A. 2003. Evaluasi Potensi Ekstrak Taxus Sumatrana dan Benalu sebagai Antibakteri. Serpong : Puslit Kimia.

Athiroh, NAS. 2012. Mekanisme Kerja Benalu Teh Pada Pembuluh Darah. Jurnal

Biologi.Vo l27. No 1.

Halaman 4.

Atun, S. 2003. Pemanfaatan Bahan Alam Bumi Indonesia Menuju Riset yang Berkualitas Internasional. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Yogyakarta. Benzie IFF, Strain JJ. 1996. The Ferric Reducing Ability Of Plasma (FRAP) As A

Measurement Of ‘Antioxidant Power’ : the FRAP assay.

Bilbiana, L dan Hastowo, S. 1992. Mikrobiologi. Jakarta : Rajawali Press.

Buckle, K.A., et al. 2007. Ilmu Pangan. Penterjemah Hari Purnomo dan Adiono. Jakarta:Universitas Indonesia.


(8)

Chamber, H. F. 2007. Dasar Farmakologi Terapi. Jilid 2. Edisi 10. Diterjemahkan oleh Cucu., Ella, E., Winny, R.S., Amalia, H dan Juli, M. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Cowan, M, M. 1999. Plant Products as Antimicrobial Agents. Clinical microbiology reviews. Vol. 12. No.4. 82-564.

Dachriyanus. 2004. Analisis Struktur Senyawa Organik secara Spektroskopi. Padang : Andalas University Press.

Dalimartha, S dan Soedibyo, M. 1998. Awet Muda dengan Tumbuhan Obat dan Diet Suplemen. Jakarta : Trubus Agriwidya.

Depkes RI. 2000 . Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat . Cetakan Pertama. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat & Makanan.

Dixon, R. A. 2004. Phytoesterogens. Ann. Rev. Plant Biol., 55, 225-261.

Erlyani, 2012. Identifikasi Kandungan Metabolit Sekunder Dan Uji Antioksidan Ekstrak Metanol Tandan Bunga Jantan Enau (Arenga Pinnata Merr.). Jurnal Skripsi Jurusan F.MIPA FKIP Unhalu

Halaman 5.

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Umum. Forkmann, G and Heller, W. 1999. Polyketides and other Secondary Metabolites

Including Fatty Acids and Their Derivates. Comprehensive Natural

Products Biochemistry. Amsterdam : Elsevier.

Gaman, P. M. 1992. Ilmu Pangan. Edisi Kedua. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Ganiswara, S.G dkk. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. Gaya baru. Jakarta. Hagerman, A. E. 2002. Tannin Handbook. Department of Chemistry and

Biochemistry, Miami University.

Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Penerjamah : Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Edisi Ketiga. Bandung : ITB Press.

Hargono, D. 2012. Beberapa hasil Penelitian yang Mendukung Manfaat Tumbuhan Jambu Biji (Psidiumguajava). Jakarta : Universitas Pancasila. Hawley, L.B. 2003. Intisari Mikrobiologi dan Penyakit Infeksi. Jakarta :


(9)

Hirota, A., Taki, S., Kawai, S., Yano, M dan Abe. 2000. 1,1-Diphenyl-2-Picryl-Hydrazil Radical Scavenging Compounds from Soybean Miso and Antiproliferative Activity of isoflavanes Soybean Miso Toward the Cancer Cell Lines. Biosci. Biotechnol. Biochem. 64(5): 1038-1040. Irianto,K. 2006. Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme. Bandung: Yrama

Widya.

Iswari, K. 2011. Kulit Manggis Berkhasiat Tinggi. Cetakan I. Jakarta : Penerbit APMK

Jawetz, E. J. L., Melnick and E.A Adelberg. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi ke-20, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Kalt W., Forney, C. F., Martin, A., & Prior, R. L., 1999. Antioxidant Capacity, Vitamin C, Phenolics, and Anthocyanins After Fresh Storage of Small Fruits. Journal of Agricultural and Food Chemistry.

Khopkar, S. M. 2007. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press.

Khunaifi, M. 2010. Uji Antibakteri Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa.

Kirana, C., Matuti, R., Widodo, M.A., Suwito, S.B., Indrayanni, S., Eka, N.P., Sigiharanati, N., dan Ayi, B.2001. Komposisi Bahan Biaktif Benalu.

Jurnal Ilmu-Ilmu Teknik (Engineering). Vol. 13.

Kosasih, E. N. 2004. Peran Antioksidan Pada Lanjut Usia. Jakarta : Pusat Kajian Nasional Majalah Lanjut Usia.

Kumalaningsih, S. 2006. Antioksidan Alami Penangkal Radikal Bebas, Sumber Manfaat, Cara Penyediaan dan Pengolahan. Surabaya : Trubus Agrisarana. Lenny, S. 2006. Senyawa Terpenoida dan Steroida. Karya Ilmiah. Medan :

Universitas Sumatera Utara.

Markham, K.R., 1998. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. (Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata), Penerbit ITB, Bandung.

Maulida, D. 2010. Skripsi Ekstraksi Antioksidan (LIKOPEN) Dari Buah Tomat Dengan Menggunakan Solven Campuran, n-Heksana, Aseton dan Etanol. Universitas Diponegoro Semarang.

Miryanti, Y. I. P, Sapei, L, Budiono, K dan Indra, S. 2011. Ekstraksi Antioksidan Dari Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L). Bandung : Lembaga penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Katolik Parahyangan.


(10)

Molyneux, P. 2004. The Use of The Stable Free Radical Dyphenylpycrilhydrazil (DPPH) for Estimating Antioxidant Activity. Journals science and

thecnology : 26:211-219.

Mosquera. 2007. Antioxidants Activity of Twenty Five Plants from Colombian Biodiversity. Rio de Janeiro : Memorias Oswaldo Cruz. Vol 102 (5) : 631-634.

Nasution, P, Roza, RM dan Fitmawati. 2008. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Benalu (Scurulla sp) yang Tumbuh Pada Beberapa Inang Terhadap Pertumbuhan Salmonella Typhi. Pekanbaru : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Pardede, A., Manjang, Y., dan Efdi, M. 2013. Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol Dari Kulit Batang Manggis (Gracinia cymosa). Jurnal Kimia FMIPA

Universitas Andalas. Volume 6. Nomor 2. Halaman 60-66

Pelczar, M. J., dan Chan, E. C.S. (1998). Dasar-Dasar Mikrobiologi II. Jakarta : Penerbit UI-Press.

Pitojo, S. 1996. Benalu Hortikultural Pengendalian dan Pemanfaatan. Ungaran : Trubus Agriwidya.

Pokornya, J. N. Yanishlieva and N. Gordon. 2001. Antioxidant in Food. Woodhead Publishing Limited : England.

Pourmourad F, Hosseinimehr SJ, Shahabimajd N. 2006. Antioxidant Activity, Phenol And Flavonoid Contents of Some Selected Irian Medicinal Plants. African journal of Biotechnology 5(11): 1142-1145.

Prajitno, Arief. 2007. Uji Sensitifitas Flavonoid Rumput Laut (Eucheuma Cottoni) Sebagai Bioaktif Alami Terhadap Bakteri Vibrio Harveyi. Skripsi. Fakultas Perikanan, Universitas Brawijaya.

Pratiwi, Sylvia. T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta : Erlangga

Purnomo, B. 2000. Uji Ketoksikan Akut Fraksi Etanol Daun Benalu (Dendropthae Sp) Pada Mencit Jantan Dan Uji Kandungan Kimia, Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Rasyid, A. 2012. Identifikasi Senyawa Metabolit Sekunder – Serta Uji Aktivitas Antibakterian dan Antioksidan Ekstrak Metanol Teripang Stichopus Hermanii, Jurnal Ilmu dan Teknik Kelautan Tropis, Vol.4, No.2, Halaman 360-368

Rijayanti, R. P. 2014. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Mangga Bacang (Mangifera foetida L.) Terhadap Staphylococcus aureus secara In Vitro. Universitas Tanjung Pura. Pontianak

Robinson, T. 1991. The Organic Constituents of High Plant. Edisi Keempat. New York : University of Massachusentts. Terjemahan : Kosasih Padmawinata. (1995). Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung : ITB.


(11)

Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Rusdi. 1990. Tetumbuhan Sebagai Sumber Bahan Obat. Padang : Pusat Penelitian Universitas Andalas.

Sabir, A. 2005. Aktivitas Antibakteri Flavonoid Propolis Trigona sp Terhadap Bakteri Streptococcus Mutans (In Vitro). Majelis Ked.Gigi.

Sajomsang, W and Gonil, P. 2010. Synthesis and Bacterial Activity of Quartenized N-pyridymethyl Chitosan Perivates. Thailand : Polimer Prepint 55 (1), 151.

Sangi, et al, 2008. Analisa Fitokimia Tumbuhan Obat di Kabupaten Minahasa Utara. Manado : Biologi Fakultas MIPA Unsrat.

Sastrohamidjojo, H. 1996. Sintesis Bahan Alam. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Scalbert, A. 1991. Antimicrobial Properti of Tannins. Review Article Number 63. France : Pergamon Press. Journal Phytochemistry.

Setiabudi, R dan Gan, V. H. S. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Bagian Farmakologi FK UI : Jakarta 571-583.

Siahaan,C.E. 2015. Uji Skrining Fitokimia,Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak Metanol,Etil Asetat dan n-Heksana Daun Benalu Kakao (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq), Skripsi. Medan : Universitas Sumatera Utara.

Silalahi, J. 2006. Antioksidan dalam Diet dan Karsinogenesis. Cermin Dunia Kedokteran. 153:42-47.

Sirait, M. 2007. Penentuan Fitokimia dalam Farmasi. Bandung : ITB.

Sjamsul Arifin Achmad. 1986. Buku Materi Pokok Kimia Organik Bahan Alam Modul 1-6. Jakarta : DEPDIKBUD UT.

Soejono, 1995. Inventarisasi Pohon Inang Benalu di Kebun Raya Purwodadi. Makalah Seminar Kelompok Kerja Nasional Tumbuhan Obat Indonesia IX 21-22 September 1995. Universitas Gadjah Mada.

Subeki. 1998. Pengaruh Cara Pemasakan Terhadap Kandungan Antioksidan Beberapa macam Sayuran Serta Daya Serap dan Retensinya pada Tikus Percobaan. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Sutrisno, Jenri. 2014. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Biji Pinang (Areca

Catechu L.) Terhadap Staphylococcus aureus Secara In Vitro. Pontianak.

Universitas Tanjungpura.

Tortora, G.J. 2001. Microbiology an Introduction. Edisi Ketujuh. New York : M Addison Wesley Longman, Inc.


(12)

Welle, R and Grisebach, H. 1998. Isolation of a novel NADPH-dependent

reductase which coacts with chalcone sythase in the biosynthesis of 6’ -deoxychalcone. FEBS Lett., 236, 221-225.

Widyastuti, N. 2010. Pengukuran Aktivitas Antioksidan dengan Metode CUPRAC, DPPH, dan FRAP serta korelasinya dengan Fenol dan Flavonoida pada Enam Tanaman, Skripsi Sarjana Sains Institut Pertanian Bogor.

Volk. W. And M. F Wheeler. 1998. Mikrobiologi Dasar. Alih Bahasa : Markham. Jakarta : PT. Gelora Aksara Pratama.

Yuhernita dan Juniarti. 2009. Analisa Senyawa Metabolit Sekunder Ekstrak Metanol Daun Surian yang Berpotensi Sebagai Antioksidan. Jurnal kimia


(13)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat

Spektrofotometri UV-Visible SP-300

Rotari Evaporator Buchi

Laminar air flo cabinet Astec HLF 1200 L

Oven Fischer Scientific

Inkubator Fiber Scientific

Lemari Pendingin Toshiba

Glass Beaker Gelas erlenmeyer

Neraca analitis Mettler AE 200

Corong pisah

Desikator Simax Czechoslovakia

Pipet makro Eppendorf

Jarum ose

Autoklaf Yamata SN 20

Kuvet

Neraca analitis Cawan petri Jangka sorong


(14)

3.1.2 Bahan

Daun Benalu Kopi (Loranthus parasiticus (L.) Merr)

Etanol p.a Merck

Metanol Etil Asetat Aquadest

Pereaksi Wagner Pereaksi Maeyer Pereaksi Bouchardat Pereaksi Dragendorf FeCl3 5%

CeSO4 1% dalam H2SO4 10%

Logam Mg HCl pekat Amoniak Kloroform HCl 2N

DPPH (2,2-diphenyl-1-picryl-hydrazil) p.a Aldrich

DMSO (dimetilsulfoksida) p.a Fisons

Nutrient Broth (NB) p.a Oxoid

Nutrient Agar (NA) p.a Oxoid

Mueller Hinton Agar (MHA) p.a Oxoid Bakteri Staphylococcus aureus


(15)

3.2 Prosedur Penelitian 3.2.1 Penyediaan Sampel

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Daun Benalu Kopi yang diperoleh dari Desa Parongil,Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara. Daun benalu kopi dipisahkan dari batang dan buahnya. Sampel dikeringkan dalam ruangan selama 5 hari kemudian dihaluskan dengan blender.

3.2.2 Analisa Kadar Air

Ditimbang 2 gram sampel lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 105̊ C- 110̊ C selama 2 jam, lalu didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Kemudian ditimbang. Diulangi pengeringan sampai diperoleh berat tetap.

3.2.3 Pembuatan Ekstrak Metanol dan Etil asetat dari Daun Benalu Kopi

Ditimbang serbuk daun benalu kopi sebanyak 600 g, dimaserasi dengan menggunakan pelarut metanol selama 3×24 jam. Kemudian disaring. Dilakukan pengulangan hingga larutan berwarna jernih. Filtrat yang diperoleh dirotarievaporator dan ekstrak pekat metanol yang diperoleh dipekatkan kembali pada penangas air sampai diperoleh ekstrak bebas dari pelarut metanol dan ditimbang. Sebagian ekstrak kering metanol dilarutkan dengan pelarut etil asetat,kemudian disaring. Dilakukan pengulangan hingga larutan berwarna jernih. Filtrat yang diperoleh dirotarievaporator dan ekstrak pekat etil asetat yang diperoleh dipekatkan kembali pada penangas air sampai diperoleh ekstrak bebas dari pelarut etil asetat dan ditimbang. Ekstrak kering yang dihasilkan diuji skrining fitokimia, aktivitas antioksidan dan antibakteri.


(16)

3.2.4 Uji Skrining Fitokimia 1. Uji Alkaloid

Ekstrak metanol dan etil asetat daun benalu kopi masing-masing dimasukkan dalam tabung reaksi. Tabung I ditetesi pereaksu Wagner, jika terbentuk endapan jingga, maka positif mengandung alkaloid. Tabung II ditetesi pereaksi Maeyer, jika terbentuk endapan putih,maka positif mengandung alkaloida. Tabung III ditetesi pereaksi Boucahardat,jika terbentuk endapan cokelat, maka positif mengandung alkaloida,dan tabung IV ditetesi dengan pereaksi Dragendorf, jika terbentuk endapan jingga, maka positif mengandung alkaloida.

2. Uji Flavonoida

Ekstrak metanol dan etil asetat daun benalu kopi masing-masing dimasukkan kedalam 2 tabung reaksi. Tabung I ditetesi NaOH 10%, jika terbentuk larutan warna biru violet maka positif mengandung flavonoida. Tabung II ditambah serbuk Mg dan HCl pekat,jika terbentuk larutan warna jingga maka positif mengandung flavonoida.

3. Uji Tanin

Ekstrak metanol dan etil asetat daun benalu kopi masing-masing dimasukkan kedalam tabung reaksi,kemudian ditambah dengan FeCl3 5%. Jika terbentuk

larutan warna biru kehitaman maka positif mengandung tanin.

4. Uji Terpenoida

Ekstrak metanol dan etil asetat daun benalu kopi masing-masing dimasukkan dalam tabung reaksi kemudian ditambah dengan CeSO4 1% dalam H2SO4 10%.

Jika terbentuk endapan warna merah kecoklatan maka positif mengandung terpenoida.


(17)

5. Uji Saponin

Ekstrak metanol dan etil asetat daun benalu kopi masing-masing ditambah 10 ml aquades,kemudian dikocok kuat-kuat. Jika muncul busa yang stabil maka positif mengandung saponin.

3.2.5 Uji Sifat Antioksidan Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

3.2.5.1 Pembuatan Larutan DPPH 0,3 mM

Larutan DPPH 0,3 mM dibuat dengan melarutkan 11.83 mg serbuk DPPH dengan etanol p.a dalam labu takar 100 ml, kemudian dihomogenkan.

3.2.5.2 Pembuatan Variasi Konsentrasi Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

Ekstrak metanol dan etil asetat daun benalu pohon kopi dibuat larutan induk 1000 ppm, dengan melarutkan 0,025 g ekstrak metanol dan etil asetat dengan pelarut etanol p.a dalam labu takar 25 ml. Kemudian dari larutan induk 1000 ppm dibuat larutan 100 ppm. Kemudian dari larutan 100 ppm dibuat larutan 50 ppm. Kemudian dari larutan 50 ppm dibuat lagi variasi konsentrasi 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, 20 ppm, 25 ppm untuk diuji aktivitas antioksidannya.

3.2.5.3 Uji Aktivitas Antioksidan

a. Uji Aktivitas Antioksidan Larutan Blanko

Sebanyak 2,5 ml etanol p.a ditambahkan 1 ml larutan DPPH 0,3 mM dalam tabung reaksi, dihomogenkan dan dibiarkan selama 30 menit pada ruang gelap. Kemudian diukur absorbansinya dengan panjang gelombang 515 nm.


(18)

b. Uji Aktivitas Antioksidan Sampel

Sebanyak 2,5 ml ekstrak metanol dan etil asetat daun benalu kopi 5 ppm ditambahkan dengan 1 ml larutan DPPH 0,3 mM dalam tabung reaksi,dihomogenkan dan dibiarkan dalam ruang gelap selama 30 menit. Lalu diukur absorbansinya dengan panjang gelombang maksimum 515 nm. Dilakukan perlakuan yang sama untuk konsentrasi 10, 15, 20, 25 ppm.

3.2.6 Uji Sifat Antibakteri Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

3.2.6.1 Pembuatan Media Nutrient Agar (NA)

Sebanyak 7 g nutrient agar dimasukkan dalam erlenmeyer lalu dilarutkan dalam 250 ml aquadest dan dipanaska hingga semua larut dan mendidih. Lalu disterilkan di autoklaf pada suhu 121̊ C selama 15 menit.

3.2.6.2 Pembuatan Media Agar Miring dan Stok Kultur Bakteri

Kedalam tabung reaksi yang steril dimasukkan 3 ml media nutrient agar steril, didiamkan pada temperatur kamar sampai memadat pada posisi miring membentuk sudut 30-45̊ C. Biakan bakteri Staphylococcus aureus dari strain

utama diambil dengan jarum ose steril lalu diinokulasikan pada permukaan media nutrient agar miring dengan cara menggores, kemudian diinkubasi pada suhu 35 ̊C selama 18-24 jam. Hal yang sama juga dilakukan pada biakan bakteri Escherichia

coli.

3.2.6.3 Pembuatan Media Mueller Hinton Agar (MHA)

Sebanyak 19 g serbuk Mueller Hinton Agar dimasukkan dalam erlenmeyer lalu dilarutkan dalam 500 ml aquadest dan dipanaskan hingga semua larut dan mendidih. Lalu disterilkan di autoklaf pada suhu 121̊ C selama 15 menit.


(19)

3.2.6.4 Penyiapan Inokulum Bakteri

Sebanyak 3,25 g nutrient broth dilarutkan dengan 250 ml aquadest dalam erlenmeyer dan dipanaskan hingga semua larut dan mendidih, kemudian disterilkan di autoklaf pada suhu 121̊ C selama 15 menit dan didinginkan. Lalu koloni bakteri Staphylococcus aureus diambil dari stok kultur menggunakan jarum ose steril kemudian disuspensikan ke dalam 10 ml media nutrient broth steril dalam tabung reaksi dan diinkubasikan pada suhu 35̊ C selama 3 jam,lalu diukur panjang gelombang dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 540-600 nm. Hal yang sama dilakukan untuk koloni bakteri

Escherichia coli.

3.2.6.5 Pembuatan Variasi Konsentrasi Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

Ekstrak Metanol dan Etil Asetat dibuat dalam berbagai konsentrasi dengan menimbang ekstrak masing-masing sebanyak 100 mg,200 mg,300 mg,400 mg,500 mg, kemudian dilarutkan masing-masing dengan 1 ml DMSO. Konsentrasi ekstrak adalah 100 mg/ml,200 mg/ml,300 mg/ml,400 mg/ml dan 500 mg/ml.

3.2.6.6 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

Sebanyak 0,1 ml inokulum Staphylococcus aureus dimasukkan ke dalam cawan petri steril, setelah itu dituang media Mueller Hinton Agar sebanyak 15 ml dengan suhu 45-50̊ C dihomogenkan sampai media dan bakteri tercampur rata,kemudian dibiarkan sampai media memadat. Dimasukkan kertas cakram yang telah direndam dengan ekstrak metanol dan etil asetat dengan berbagai variasi konsentrasi kedalam cawan petri yang telah berisi bakteri, kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 35̊ C selama 18-24 jam. Selanjutnya diukur diamater zona hambat di sekitar kertas cakramdengan jangka sorong. Dilakukan perlakuan yang smaa terhadap bakteri Escherichia coli.


(20)

3.3 Bagan Penelitian

3.3.1 Pembuatan Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

Daun Benalu Kopi dikeringkan dihaluskan

Serbuk Daun Benalu Kopi

ditimbang sebanyak 600 g dimaserasi dengan 3 liter metanol selama ± 5×24 jam

disaring

Filtrat Residu

diuapkan dengan rotary evaporator

Ekstrak Pekat Metanol Pelarut

dipekatkan kembali dengan penangas air hingga bebas dari pelarut

Ekstrak Metanol

diekstraksidengan etil asetat sampai filtrat berwarna bening

Filtrat Endapan

dipekatkanmenggunakan penangas air hingga bebas dari pelarut Ekstrak Kering Etil Asetat

ditimbang

Hasil

diuji skrining fitokimia Ekstrak Metanol

Hasil

diuji skrining fitokimia diuji aktivitas

antioksidan diuji aktivitas antibakteri

ditimbang

diuji aktivitas antioksidan diuji aktivitas antibakteri


(21)

3.3.2 Analisa Kadar Air

2 g serbuk daun benalu kopi

dikeringkan dalam oven pada suhu 105C-110C selama 2 jam

didinginkan dalam desikator selama 30 menit ditimbang

diulangi pengeringan sampai diperoleh berat tetap

Hasil

3.3.3 Uji Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

Ekstrak Metanol Daun Benalu kopi

Dimasukkan kedalam 5 tabung reaksi Tabung I + Pereaksi Wagner Tabung II + Pereaksi Maeyer Tabung III + Pereaksi Dragendroff Tabung IV + Pereaksi Bouchardat Tabung I + NaOH 10% Tabung II + logam Mg +HCl(p)

Ditambahkan FeCl3 5%

Ditambahkan CeSO4 1% dalam H2SO4 10%

Ditambahkan Aquades dan dikocok kuat-kuat

Alkaloid Flavonoid Tanin Terpenoid Saponin


(22)

3.3.4 Uji Sifat Antioksidan Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

3.3.4.1 Pembuatan Variasi Konsentrasi Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

0,025 g Ekstrak Metanol Daun Benalu Kopi

dimasukkan kedalam labu takar 25 mL

dihomogenkan

25 mL larutan induk 1000 ppm

ditambahkan etanol p.a hingga garis tanda

dipipet 2,5 mL larutan induk 1000 ppm dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL ditambahkan etanol p.a hingga garis tanda dihomogenkan

25 mL larutan induk 100 ppm

dipipet 12,5 mL larutan induk 100 ppm dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL ditambahkan etanol p.a hingga garis batas dihomogenkan

25 mL larutan induk 50 ppm

dibuat variasi 5,10,15,20,dan 25 ppm dipipet 2,5 mL

dengan pipet volume dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL diencerkan dengan etanol p.a hingga garis tanda dihomogenkan larutan 5 ppm

dipipet 5 mL dengan pipet volume dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL diencerkan dengan etanol p.a hingga garis tanda dihomogenkan larutan 10 ppm

dipipet 7,5mL dengan pipet volume dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL diencerkan dengan etanol p.a hingga garis tanda dihomogenkan larutan 15 ppm

dipipet 10 mL dengan pipet volume dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL diencerkan dengan etanol p.a hingga garis tanda dihomogenkan larutan 20 ppm

dipipet 12,5 mL dengan pipet volume dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL diencerkan dengan etanol p.a hingga garis tanda dihomogenkan larutan 25 ppm


(23)

3.3.4.2 Pembuatan Larutan DPPH 0,3 mM

11,85 mg DPPH

Dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL Ditambahkan etanol p.a hingga garis batas

Dihomogenkan

Larutan DPPH 0,3mM

3.3.4.3 Uji Aktivitas Antioksidan a. Uji Blanko

1 mL larutan DPPH 0,3 mM

Dimasukkan ke dalam tabung reaksi Ditambahkan 2,5 mL etanol p.a

Dihomogenkan

Hasil

Dibiarkan selama 30 menit pada ruang gelap Diukur absorbansi pada panjang gelombang maksimum 515 nm


(24)

b. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

1 ml larutan DPPH 0,3 mM

Dimasukkan kedalam tabung reaksi

Ditambahkan 2,5 ml ekstrak metanol daun benalu kopi sesuai dengan variasi konsentrasi

Dihomogenkan

Dibiarkan selama 30 menit pada ruang gelap

Diukur absorbansi pada panjang gelombang maksimum 515 nm

Hasil

Dilakukan perlakuan yang sama untuk ekstrak Etil Asetat Daun Benalu Kopi.

3.3.5 Uji Sifat Antibakteri Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

3.3.5.1 Pembuatan Media Mueller Hinton Agar (MHA)

7 gram media MHA (Mueller Hinton Agar)

Dilarutkan dengan 250 ml aquadest dalam gelas erlenmeyer

Dipanaskan sambil diaduk hingga larut dan mendidih

Disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit


(25)

3.3.5.2 Pembuatan Media Nutrient (NA), Media Agar Miring dan Stok Kultur Bakteri

7 gram media NA (Nutrient Agar)

Dilarutkan dengan 250 ml aquadest kedalam gelas erlenmeyer

Dipanaskan sambil diaduk hingga larut dan mendidih Disterilkan dalam autoklaf

pada suhu 121oC selama 15 menit

Media NA (Nutrient Agar) steril

Dituangkan kedalam tabung reaksi sebanyak 3 ml

Dibiarkan pada temperatur kamar sampai memadat pada

posisi miring membentuk sudut 30-45oC

Diambil biakan bakteri Staphylococcus aureus dari strain utama dengan jarum ose laludigoreskan pada media NA

yang telah memadat

Diinkubasi pada suhu 35oC selama 18-24 jam

Stok Kultur Bakteri


(26)

3.3.5.3 Penyiapan Inokulum Bakteri

6,5 gram Media NB (Nutrient Broth)

Dilarutkan dengan 500 ml aquadest kedalam gelas erlenmeyer

Dipanaskan sambil diaduk hingga larut dan mendidih

Disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit

Media NB (Nutrient Broth) steril

Dituangkan kedalam tabung reaksi sebanyak 5 ml Diambil koloni bakteri dari

stok kultur bakteri Staphylococcus aureus dengan jarum ose

Disuspensikan kedalam Nutrient Broth (NB) Diinkubasi pada suhu 350oC selama 2-3 jam

Diukur kekeruhan larutan pada

panjang gelombang 580-600 nm sampai diperoleh transmitan 25

(disamakan kekeruhanna dengan standart Mcfarland)

Hasil


(27)

3.3.5.4 Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

0,1 ml Inokulum Bakteri

Dimasukkan kedalam cawan petri steril

Ditambah dengan 15 ml media Mueller Hinton Agar (MHA) dengan suhu 45-50oC

Dihomogenkan sampai media dan bakteri tercampur rata

Dibiarkan sampai media memadat Dimasukkan kertas cakram yang telah direndam dengan ekstrak metanol daun benalu kopi dengan berbagai konsentrasi dengan cawan petri yang telah berisi bakteri

Diinkubasi selama 18-24jam pada suhu 35oC

Diukur diameter zona bening di sekitar cakram dengan jangka sorong


(28)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Penentuan Kadar Air Serbuk Daun Benalu Kopi

Sampel daun benalu kopi dilakukan analisa kadar air untuk mengetahui kandungan air yang masih terkandung dalam sampel yang telah dikeringkan. Kadar air daun benalu kopi diperoleh dari hasil perhitungan sebagai berikut :

Berat sampel = 2 g

Berat setelah pemanasan = 1,78 g

Kehilangan bobot = 2 g – 1,78 g = 0,22 g Kadar air serbuk daun benalu kopi = Ke

e e x 100%

= 0, x 100% = 11 %

4.1.2 Ekstraksi Daun Benalu Kopi

Ekstraksi daun benalu kopi dilakukan secara maserasi menggunakan pelarut metanol dan etil asetat sehingga diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut : -Kadar Ekstrak Metanol Daun Benalu Kopi

Berat serbuk = 600 gram

Berat ekstrak = 76,23 gram

Kadar ekstrak metanol daun benalu kopi = Berat sampel kering x Berat ekstrak % = , gram gram x % = , % -Kadar Ekstrak Etil Asetat Daun Benalu Kopi

Berat ekstrak metanol kering = 70 gram

Berat ekstrak etil asetat = 14,5 gram

Kadar ekstrak etil asetat daun benalu kopi = Berat sampel kering x Berat ekstrak % = , gram gram x % = , %


(29)

4.1.3 Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

Ekstrak metanol daun benalu kopi yang diperoleh diuji skrining fitokimia untuk mengetahui adanya golongan senyawa alkaloida, flavonoida, terpenoida dan tanin sedangkan ekstrak etil asetat daun benalu kopi mengandung golongan senyawa alkaloida, flavonoida dan terpenoida, yang ditunjukkan pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

No Parameter Pereaksi

Sampel Ekstrak Metanol

Ekstrak Etil Asetat

1 Alkaloida Dragendrorf - -

Bouchardat + +

Mayer - -

Wagner - -

2 Flavonoida NaOH 10 % + +

Mg + HCl pekat + +

3 Tanin FeCl3 5% + -

4 Terpenoid CeSO4 1 % dalam

H2SO4 10 % + +

5 Saponin Aquadest - -

Keterangan : - = Tidak terdeteksi adanya senyawa metabolit sekunder + = Terdeteksi adanya senyawa metabolit sekunder

4.1.4 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

Ekstrak metanol daun benalu kopi dilakukan uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH radikal bebas untuk memperoleh nilai IC50 menggunakan

spektrofotometer UV-Visible pada panjang gelombang maksimum 515 nm. Kemampuan antioksidan diukur sebagai penurunan serapan larutan DPPH (peredaman warna ungu DPPH). Tabel 4.2 dan gambar 4.1 menunjukkan hasil pengukuran absorbansi ekstrak metanol dan ekstrak etil asetat daun benalu kopi.


(30)

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Absorbansi Ekstrak Metanol dan Ekstrak Etil Asetat Daun Benalu Kopi

Konsentrasi

Absorbansi % Peredaman

Ekstrak Metanol Ekstrak Etil Asetat Ekstrak Metanol Ekstrak Etil Asetat

Blanko 0,931 0,931 - -

5 ppm 0,750 0,622 19,44 33,19

10 ppm 0,586 0,572 37,05 38,56

15 ppm 0,488 0,506 47,58 45,64

20 ppm 0,355 0,491 61,86 47,26

25 ppm 0,309 0,398 66,80 57,25

Gambar 4.1 Grafik % Peredaman Vs Konsentrasi Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi.

Persamaan garis regresi dan nilai IC50 yang diperoleh dari ekstrak metanol dan etil

asetat daun benalu kopi dapat ditunjukkan pada Tabel 4.3 dibawah ini.

Tabel 4.3 Persamaan Garis Regresi dan Nilai IC50 yang diperoleh dari ekstrak

metanol dan etil asetat daun benalu kopi.

No Sampel Persamaan Garis Regresi IC50

1. Ekstrak Metanol y = 2,390x + 10,68 R2 = 0,971

16,66 ppm

2. Ekstrak Etil Asetat y = 1,136x + 27,33 R2 = 0,964

19,29 ppm y = 2,3906x + 10,687

R² = 0,9715

y = 1,1364x + 27,334 R² = 0,9649

0 10 20 30 40 50 60 70 80

0 5 10 15 20 25 30

% P er ed am an Konsentrasi (ppm)

Grafik % peredaman terhadap konsentrasi

% Peredaman Ekstrak Metanol

-% Peredaman Ekstrak Etil Asetat


(31)

-4.1.5 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

a. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Daun Benalu Kopi

Sifat antibakteri ekstrak metanol daun benalu kopi menunjukkan zona hambat pada pertumbuhan beberapa bakteri yaitu Escherichia coli dan Staphylococcus

aureus seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.4 dan gambar 4.2 dan 4.3 dibawah

ini :

Tabel 4.4 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi.

Keterangan :

Blanko = kertas cakram direndam dengan pelarut DMSO. No.

Bakteri

Konsentrasi (mg/ml)

Diameter Zona Hambatan (mm)

Gram-Positif Gram- Negatif Ekstrak

Metanol

Ekstrak Etil Asetat 1. Staphylococcus

aureus Blanko 100 200 300 400 500 - 11,03 12,76 13,33 14,9 16,96 - 11,7 12,73 13,86 14,2 15,2

2. Escherichia

coli Blanko 100 200 300 400 500 - 13,56 16,7 16,56 17,83 17,2 - 11,2 13,46 13,63 15,16 16,43


(32)

Gambar 4.2 Zona hambat bakteri Escherichia coli.


(33)

b. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etil Asetat Daun Benalu Kopi.

Sifat antibakteri ekstrak etil asetat daun benalu kopi menunjukkan zona hambat pada pertumbuhan beberapa bakteri yaitu Escherichia coli dan Staphylococcus

aureus seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.4 diatas dan gambar 4.4 dan 4.5

dibawah ini.

` Gambar 4.4 Zona hambat bakteri Escherichia coli.

Gambar 4.5 Zona hambat bakteri Staphylococcus aureus.


(34)

4.2 Pembahasan

4.2.1 Penentuan Kadar Air Daun Benalu Kopi

Dari hasil penelitian diperoleh kadar air untuk simplisia daun benalu kopi adalah sebesar 11%. Simplisia dinilai cukup aman bila mempunyai kadar air ±10 %. Tujuan dari penentuan kadar air adalah untuk mengetahui batasan maksimal atau rentang besarnya kandungan air didalam bahan. Hal ini terkait dengan kemurnian dan adanya kontaminan dalam simplisia tersebut. Dengan demikian, penghilangan kadar air hingga jumlah tertentu berguna untuk memperpanjang daya tahan bahan selama penyimpanan (Harborne, 1987). Dan juga proses pengeringan didalam prosedur percobaan bertujuan untuk mencegah kerusakan yang ada dalam tanaman sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama dan juga bertujuan untuk mencegah penjamuran pada sampel ,dimana kapang dapat berkembang dengan baik dalam simplisia dengan kadar air sekitar 18% (Miryanti et al, 2011).

4.2.2 Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

Dari hasil penelitian yang diperoleh kadar ekstrak metanol daun benalu kopi lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak etil asetat yaitu masing-masing sebesar 11% dan 20,71%. Kadar ekstrak etil asetat daun benalu kopi lebih besar dibandingkan ekstrak metanol kemungkinan karena didalam daun benalu kopi memiliki kadar tanin yang lebih besar dibandingkan dengan senyawa metabolit sekunder lainnya.

4.2.3 Skrining Fitokimia Kandungan Senyawa Metabolit Sekunder Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dari suatu penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang golongan senyawa yang terkandung dalam tumbuhan. Berdasarkan hasil skrining fitokimia, golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak metanol adalah alkaloid, flavonoid, tanin dan terpenoida, sedangkan dalam ekstrak etil asetat adalah alkaloid, flavonoid dan terpenoid dapat dilihat dari tabel 4.1.


(35)

Ekstrak metanol daun benalu kopi positif pada golongan alkaloida, apabila direaksikan dengan pereaksi Bouchardat yang menghasilkan endapan cokelat. Pada pembuatan pereaksi Bouchardat, iodin bereaksi dengan ion I- dari kalium iodida menghasilkan ion I3- yang berwarna cokelat. Pada uji Bouchardat, ion

logam K+ akan membentuk ikatan kovalen koordinat dengan nitrogen pada alkaloid membentuk kompleks kalium-alkaloid yang mengendap (Pardede et al, 2013) Gambar 4.6 dibawah ini menunjukkan reaksi alkaloid dengan pereaksi Bouchardat.

I2 + I- I3-

Coklat

Kalium-Alkaloid

Endapan cokelat

Gambar 4.6 Reaksi Alkaloid dengan pereaksi Bouchardat (Pardede et al, 2013). Pada uji flavonoida, penambahan NaOH pada ekstrak metanol dan etil asetat daun benalu kopi menghasilkan perubahan warna menjadi biru violet yang menunjukkan kandungan golongan flavonoid. Sedangkan penambahan HCl pekat digunakan untuk menghidrolisis flavonoid menjadi aglikonnya yaitu dengan menghidrolisis O-glikosil. Glikosil akan terganti oleh H+ dari asam karena sifatnya yang elektrofilik. Glikosida berupa gula dapat dijumpai yaitu glukosa, galaktosa, dan ramnosa. Serbuk Mg menghasilkan senyawa kompleks yang berwarna merah / jingga ( Sangi et al, 2008). Gambar 4.7 menunjukkan reaksi flavonoid dengan HCl pekat dan serbuk Mg.

Gambar 4.7 Reaksi uji flavonoid dengan HCl pekat dan serbuk Mg


(36)

Pengujian tanin dilakukan dengan penambahan larutan FeCl3 5% pada

ekstrak metanol daun benalu kopi sehingga menghasilkan hasil yang positif dan terbentuk warna biru kehitaman. Pada penambahan larutan FeCl3 5% diperkirakan

larutan ini bereaksi dengan salah satu gugus hidroksil yang ada pada senyawa tanin. Pereaksi FeCl3 dipergunakan secara luas untuk mengidentifikasi senyawa

fenol termasuk tanin (Robinson, 1995). Gambar 4.8 menunjukkan reaksi tanin dengan FeCl3.

Gambar 4.8 Reaksi uji tanin dengan FeCl3 (Robinson, 1995).

Dan juga terpenoid, analisis senyawa didasarkan pada kemampuan senyawa tersebut membentuk warna dengan penambahan CeSO4 1% dalam H2SO4 10%.

Hasil yang diperoleh menunjukkan hasil positif dengan perubahan warna menjadi merah kecoklatan yang menunjukkan kandungan golongan senyawa terpenoida. Dari hasil uji skrining fitokimia ekstrak etil asetat mengandung golongan senyawa flavonoida, alkaloida dan terpenoida. Ekstrak metanol dan etil asetat memberikan hasil yang negatif untuk golongan saponin. Ekstrak metanol dapat mengikat golongan flavonoida dan tanin karena pelarut metanol merupakan pelarut yang kepolarannya sangat tinggi sehingga dapat mengikat senyawa polar dan juga senyawa nonpolar. Sedangkan pada ekstrak etil asetat tidak terkandung tanin karena tanin sangat polar sehingga pelarut etil asetat tidak dapat melarutkan tanin.


(37)

4.2.2 Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi.

Uji aktivitas antioksidan ekstrak metanol dan etil asetat daun benalu kopi dengan metode DPPH dengan menggunakan alat spektrofotometri UV Visible. Adapun mekanisme utama peredaman utama peredaman radikal DPPH adalah sebagai berikut:

Pada uji DPPH, perendaman radikal DPPH diikuti dengan pematauan penurunan absorbansi pada panjang gelombang maksimum yang terjadi karena pengurangan radikal oleh antioksidan AH atau reaksi dengan spesi radikal (R) yang ditandai dengan berubahnya warna ungu pada larutan menjadi warna kuning pucat, data yang sering dilaporkan sebagai IC50 merupakan konsentrasi

antioksidan yang dibutuhkan untuk 50 % peredaman radikal DPPH pada periode waktu tertentu (15 – 30 menit) (Pokornya et al, 2001). DPPH merupakan suatu molekul radikal bebas yang distabilkan oleh bentuk resonansi seperti ditunjukkan pada gambar 4.9 dibawah ini.

Gambar 4.9 Kestabilan radikal bebas DPPH (Pokornya et al, 2001). Tabel 4.2 dan 4.3 (halaman 45 dan 46) menunjukkan telah terjadi peredaman radikal bebas DPPH setelah penambahan ekstrak metanol dan etil asetat daun benalu kopi, dimana semakin tinggi konsentrasi maka % peredaman semakin besar yang ditandai dengan menurunnya absorbansi.


(38)

Dari persamaan Y = ax + b dapat diketahui oleh nilai IC50 dengan

memasukkan nilai 50 sebagai sumbu Y, sehingga diperoleh berapa besar nilai x yang akan mempresentasikan besaran IC50. Dari perhitungan diperoleh nilai IC50

untuk ekstrak metanol dan etil asetat masing-masing sebesar 16,66 mg/L dan 19,29 mg/L.

Hasil skrining fitokimia menunjukkan ekstrak metanol dan etil asetat daun benalu kopi mengandung golongan senyawa kimia berupa flavonoida dan tanin. Flavonoida dan tanin merupakan senyawa fenol yang bersifat sebagai antioksidan (Harbone, 1996). Senyawa – senyawa polifenol mengandung gugus hidroksil yang dapat bertindak sebagai donor hidrogen terhadap radikal bebas, yang reaksinya dapat dilihat pada gambar 4.10 (Silalahi, 2006).

Gambar 4.10 Reaksi DPPH dengan turunan fenol (Silalahi, 2006).

Pada senyawa polifenol, aktivitas antioksidan berkaitan erat dengan struktur rantai samping dan juga substitusi pada cincin aromatiknya. Kemampuannya untuk bereaksi dengan radikal bebas DPPH dapat mempengaruhi urutan kekuatan antioksidannya. Aktivitas perendaman radikal bebas senyawa polifenol diyakini dipengaruhi oleh jumlah dan posisi hidrogen fenolik dalam molekulnya. Dengan demikian aktivitas antioksidan yang lebih tinggi akan dihasilkan pada senyawa fenolik yang mempunyai jumlah gugus hidroksil yang lebih banyak pada inti flavonoidnya. Senyawa fenolik ini mempunyai kemampuan untuk menyumbangkan hidrogen, maka aktivitas antioksidan senyawa fenolik pada reaksi netralisasi radikal bebas yang mengawali proses oksidasi atau pada penghentian reaksi radikal berantai yang terjadi.


(39)

Dari literatur dapat diketahui bahwa jika nilai IC50 yang dihasilkan kurang

dari 50, maka senyawa tersebut dapat dikatakan memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat. Oleh karena itu berdasarkan perhitungan yang diperoleh dapat dikatan bahwa senyawa antioksidan yang terdapat dalam ekstrak metanol dan etil asetat daun benalu kopi sama-sama memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat. Tingkat kekuatan senyawa antioksidan menggunakan metode DPPH dapat dilihat pada tabel 4.5 dibawah ini.

Tabel 4.5 Tingkat kekuatan senyawa antioksidan dengan menggunakan DPPH.

`Intensitas IC50`

Sangat kuat <50 mg/L

Kuat 50-100 mg/L

Sedang 101-150 mg/L

Lemah >150 mg/L

(Ionita, 2005).

4.2.3 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

Pengujian aktivitas antibakteri bertujuan untuk mengetahui aktivitas bakteri terhadap sampel uji. Metode pengujian aktivitas antibakteri yang digunakan pada penelitian ini adalah metode difusi agar. Pada metode ini aktivitas bakteri terhadap sampel uji ditunjukkan dengan terbentuknya zona hambat disekitar kertas cakram yang menandakan daerah pertumbuhan bakteri.

Pada penelitian ini menggunakan bakteri patogen yang berasal dari gram positif dan gram negatif. Bakteri patogen yang digunakan adalah Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

Berdasarkan Clinical and Laboratory Standars Institute (2012) bahwa suatu senyawa memiliki aktivitas antibakteri dengan zona hambat ≤ 14 mm lemah (resistant), 15 hingga 19 mm sedang (intermediate) dan ≥ 20 mm kuat.


(40)

Hasil uji aktivitas antibakteri dari ekstrak metanol dan etil asetat efektif menghambat perrtumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Pada tabel 4.4 memperlihatkan bahwa ekstrak metanol dan etil asetatmemiliki aktivitas antibakteri dengan kategori sedang pada konsentrasi 500 mg/ml dengan zona hambat masing-masing sebesar 16,96 mm dan 15,2 mm terhadap bakteri

Staphylococcus aureus dan pada konsentrasi 500 mg/ml dengan zona hambat

masing-masing sebesar 17,2 mm dan 16,43 mm terhadap bakteri Escherichia coli. Adanya perbedaan diameter zona hambat pada kedua bakteri menunjukkan bahwa terdapat perbedaan sentivitas ekstrak pada mikroba uji tersebut. Senyawa yang bersifat sebagai antimikroba dapat menyebabkan kerusakan pada dinding sel serta kerusakan pada membran sel berupa denaturasi protein dan lemak yang menyusun membran sel.

Ekstrak metanol dan etil asetat daun benalu kopi lebih efektif menghambat pertumbuhan bakteri gram positif Staphylococcus aureus dibandingkan dengan bakteri gram negatif Escherichia coli. Hal ini disebabkan oleh perbedaan komposisi dan struktur dinding sel pada bakteri gram positif dan gram negatif. Struktur dinding sel bakteri gram positif berlapis tunggal dengan kandungan lipid yang rendah (1-4%), sedangkan bakteri gram negatif memiliki kandungan lipid tinggi yaitu 11-12% (Fardiaz, 1992) dan membran luar terdiri dari 3 lapisan yaitu lipopolisakarida, lipoprotein dan pospolipid (Tortora, 2011).

Berdasarkan hasil skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun benalu kopi mengandung golongan senyawa metabolit sekunder berupa alkaloid, flavonoida, terpenoida dan tanin, sedangkan ekstrak etil asetat mengandung senyawa akaloid, flavonoid dan terpenoid.Adanya senyawa flavonoida dan tanin menunjukkan bahwa ekstrak metanol dan etil asetat daun benalu kopi mempunyai aktivitas antibakteri karena flavonoida dan tanin merupakan golongan senyawa fenol (Robinson, 1995).


(41)

Senyawa fenol bekerja dengan cara mendenaturasi protein sel sehingga protein sel bakteri menjadi kehilangan aktivitas biologinya. Akibatnya fungsi permeabilitas sel bakteri terganggu dan sel bakteri akan mengalami lisis yang berakibat pada kematian sel bakteri (Harborne, 1987). Selain itu senyawa fenol juga dapat merusak lipid pada membran sel melaui mekanisme penurunan tegangan permukaan membran sel (Pelczar dan Chan, 1988).

Senyawa alkaloid yang terkandung dalam ekstrak daun benalu kopi yang memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Mekanisme diduga dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh, terganggunya sintesis peptidoglikan sehingga permukaan sel tidak sempurna karena tidak mengandung peptidoglikan dan dinding selnya hanya meliputi membran sel. Rangka dasar dinding sel bakteri adalah lapisan peptidoglikan. Peptidoglikan tersusun dari N-asetil glukosamin dan N-asetil asam muramat, yang terikat melalui ikatan 1,4- glikosida. Pada N-asetil asam muramat terdapat rantai pendek asam amino : alanin, glutamat, diaminopimelat, lisin dan alanin, yang terikat melalui ikatan peptida. Peranan ikatan peptida sangat penting dalam menghubungkan antara rantai satu dengan rantai yang lain. Mekanisme kerusakan dinding sel bakteri terjadi karena proses perakitan dinding sel bakteri yang diawali dengan pembentukan rantai peptida yang akan membentuk jembatan silang peptida yang menggabungkan rantai glikan dari peptidoglikan pada rantai yang lain sehingga menyebabkan dinding sel terakit sempurna. Keadaan ini menyebabkan sel bakteri mudah mengalami lisis, baik berupa fisik maupun osmotik dan menyebabkan kematian sel. S.aureus merupakan bakteri gram positif yang memiliki dinding peptidoglikan yang tebal. Sehingga lebis sensitif terhadap senyawa-senyawa yang punya potensi merusak atau menghambat sintesis dinding sel. Rusaknya dinding sel akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan sel bakteri, dan pada akhirnya bakteri akan mati. Secara umum adanya kerja suatu bahan kimia sebagai zat antibakteri dapat mengakibatkan terjadinya perubahan- perubahan yang mengarah pada kerusakan terhambatnya pertumbuhan sel bakteri tersebut. Diduga kerja alkaloid terlebih dahulu merusak dinding sel dan dilanjutkan kerja flavonoid yang merusak membran sitoplasma sel bakteri (Rijayanti, 2014).


(42)

Senyawa flavonoid merupakan salah satu senyawa kimia yang terkandung dalam ekstrak daun benalu kopi yang bersifat bakteriostatik. Mekanisme kerjanya dengan cara mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak membran sitoplasma. Volk dan Wheeler (1998) dalam Prajitno (2007) menjelaskan bahwa senyawa flavonoid dapat merusak membran sitoplasma yang dapat menyebabkan bocornya metabolit penting dan menginaktifkan sistem enzim bakteri. Kerusakan ini memungkinkan nukleotida dan asam amino merembes keluar dan mencegah masuknya bahan-bahan aktif kedalam sel, keadaan ini dapat menyebabkan kematian bakteri. Pada perusakan membran sitoplasma, ion H+ dari senyawa fenol dan turunannya (flavonoid) akan menyerang gugus polar (gugus posfat) sehingga molekul fosfolipida akan terurai menjadi gliserol, asam karboksilat dan asam posfat. Hal ini mengakibatkan fosfolipida tidak mampu mempertahankan bentuk membran sitoplasma akibatnya membran sitoplasma akan bocor dan bakteri akan mengalami hambatan pertumbuhan dan bahkan kematian.

Senyawa tanin juga dapat menghambat dan membunuh pertumbuhan bakteri dengan cara bereaksi dengan membran sel. Senyawa tanin termasuk senyawa polifenol, senyawa ini dapat menghambat bakteri dengan cara merusak membran plasma bakteri yang tersusun dari 60 % protein dan 40 % lipid yang umumnya berpa fosfolipid, didalam membran sel tanin akan bereaksi dengan protein membentuk ikatan hidrogen sehingga protein akan terdenaturasi, selain itu tanin juga dapat bereaksi dengan fosfolipid yang terdapat dalam membran sel, akibatnya senyawa tanin akan merusak membran sel, yang menyebabkan bocornya metabolit penting yang menginaktifkan sistem enzim bakteri. Kerusakan pada membran sel dapat mencegah masuknya bahan-bahan makanan atau nutrisi yang diperlukanbakteri untuk menghasilkan energi akibatnya bakteri akan mengalami hambatan pertumbuhan atau bahkan kematian (Volk and Wheller, 1998).

Mekanisme terpenoid sebagai antibakteri adalah bereaksi dengan porin (protein transmembran) pada membran luar dinding sel bakteri, membentuk ikatan polimer yang kuat sehingga mengakibatkan rusaknya porin (protein transmembran) (Cowan, 1999).


(43)

Hasil penelitian uji aktivitas antioksidan dan antibakteri menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan dan antibakteri ekstrak metanol lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak etil asetat daun benalu kopi. Hal ini kemungkinan terjadi karena adanya gugus hidroksil dan gula yang terikat pada inti flavonoid yang membuat flavonoid lebih polar sehingga tidak terekstraksi dengan pelarut etil asetat yang menyebabkan ekstrak etil asetat tidak efektif bekerja sebagai antibakteri (Crozier, A, 2006). Kemudian untuk uji aktivitas antioksidan sama halnya dengan uji antibakteri. Dimana Menurut Juniarti (2009), bahwa aktivitas antioksidan berkaitan erat dengan struktur rantai samping dan juga subtitusi pada cincin aromatiknya. Aktivitas peredaman radikal bebas senyawa polifenol diyakini dipengaruhi oleh jumlah dan posisi hidrogen fenolik dalam molekulnya. Dengan demikian aktivitas antioksidan yang lebih tinggi akan dihasilkan pada senyawa fenolik yang mempunyai jumlah gugus hidroksil yang lebih banyak pada inti flavonoidnya. Senyawa fenolik ini mempunyai kemampuan untuk menyumbangkan hidrogen, maka aktivitas antioksidan senyawa fenolik dapat dihasilkan pada reaksi netralisasi radikal bebas yang mengawali proses oksidasi atau pada penghentian reaksi radikal berantai yang terjadi.


(44)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Berdasarkan uji skrining fitokimia ekstrak metanol daun benalu kopi mengandung senyawa alkaloid, flavonoida, terpenoida dan tanin, sedangkan ekstrak etil asetat daun benalu kopi mengandung senyawa alkaloid, flavonoida dan terpenoida.

2. Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak metanol dan etil asetat termasuk golongan antioksidan yang sangat kuat dimana kedua ekstrak tersebut memiliki nilai IC50 masing-masing sebesar 16,66 mg/L dan 19,29 mg/L.

3. Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak metanol dan etil asetat memiliki aktivitas antibakteri dengan kategori sedang pada konsentrasi 500 mg/ml dengan zona hambat 16,96 mm dan 15,2 mm terhadap bakteri

Staphylococcus aureus dan pada konsentrasi 500 mg/ml dengan zona hambat

17,2 mm dan 16,43 mm terhadap bakteri Escherichia coli.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut isolasi dan elusidasi struktur komponen kimia senyawa yang bersifat antioksidan dan antibakteri dari daun benalu kopi (Loranthus parasiticus (L.) Merr.).


(45)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Benalu Kopi (Loranthus parasiticus (L.) Merr.)

Klasifikasi Benalu kopi hasil identifikasi tumbuhan di laboratorium Herbarium Medanense (MEDA) Universitas Sumatera Utara, adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Class : Dicotyledoneae

Ordo : Santalales

Famili : Loranthaceae

Genus : Loranthus

Spesies : Loranthus parasiticus (L.) Merr.

Nama Lokal : Benalu Kopi (Herbarium Medanense (MEDA))

Benalu (Loranthus) merupakan jenis tumbuhan yang hidupnya tidak memerlukan media tanah. Ia hidup sebagai parasit, melekat pada sel inang, dan menghisap nutrisi yang dimilikinya sehingga menyebabkan kematian pada sel inang tersebut. Adanya klorofil menyebabkan tanaman benalu memiliki kemampuan melakukan proses fotosintesis. Akan tetapi, tanaman ini tidak mampu mengambil air dan unsur hara secara langsung dari tanah yang menjadikannya sebagai tanaman parasit. Berdasarkan pengalaman, benalu yang menempel pada tumbuhan tertentu telah digunakan dalam pengobatan tradisional. Benalu pada umumnya digunakan sebagai obat campak, sedangkan benalu pada jeruk nipis dimanfaatkan sebagai ramuan obat penyakit amandel. Benalu kopi sendiri digunakan untuk mengobati sakit pinggang, diabetes, rematik, batuk, diare dan antikanker. Kandungan kimia yang terdapat dalam benalu adalah flavonoid, tanin, asam amino, karbohidrat, alkaloid, dan saponin (Anonim, 1996; Ritcher, 1992).


(46)

Bentuk daun benalu kopi yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Daun Benalu Kopi (Penelitian)

Benalu kopi adalah salah satu tanaman parasit yang biasa digunakan dalam pengobatan tradisional. Sebagai tanaman parasit benalu tidak banyak dimanfaatkan,hal ini berkaitan dengan sifat parasit benalu yang dapat merusak tanaman inangnya,sementara sebagai salah satu tanaman obat,benalu mempunyai peranan yang penting. Secara tradisional benalu digunakan antara lain sebagai obat batuk,amandel,campak,diabetes dan kanker (Pitojo,1996).

2.2 Senyawa Metabolit Sekunder

Senyawa metabolit sekunder merupakan biomolekul yang dapat digunakan sebagai lead compounds dalam penemuan dan pengembangan obat-obat baru (Atun, S, 2003). Senyawa-senyawa kimia yang merupakan hasil metabolisme sekunder pada tumbuhan sangat beragam dan dapat diklasifikasikan dalam beberapa golongan senyawa bahan alam yaitu alkaloid, flavonoid, terpenoid, saponin dan tanin (Lenny, S, 2006).


(47)

Dalam perkembangannya senyawa metabolit sekunder tersebut dipelajari dalam disiplin ilmu tersendiri yaitu kimia bahan alam (natural product chemistry). Contoh metabolit sekunder adalah antibiotik, pigmen, toksik, efektor kompetisi ekologi dan simbiosis, feromon, inhibitor enzim, agen immunemodulasi, reseptor antagonis dan agonis, pestisida, agen antitumor, dan promotor pertumbuhan binatang dan tumbuhan. Identifikasi kandungan metabolit sekunder merupakan langkah awal yang penting dalam penelitian pencarian senyawa bioaktif baru dari bahan alam yang dapat menjadi prekursor bagi sintesis obat baru atau prototipe obat beraktivitas tertentu (Rasyid, 2012). Identifikasi ini merupakan uji fitokimia. Metode yang dilakukan merupakan metode uji berdasarkan yang telah dimodifikasi. Uji yang dilakukan antara lain uji flavonoid, senyawa fenolik, alkaloid, saponin, tanin dan terpenoid (Harbone, 1987).

2.2.1 Flavonoid

Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol, senyawa fenol mempunyai sifat efektif menghambat pertumbuhan virus, bakteri, dan jamur. Khunaifi (2010) menambahkan bahwa senyawa-senyawa flavonoid umumnya bersifat antioksidan dan banyak telah digunakan sebagai salah satu komponen bahan baku obat-obatan. Senyawa flavonoid dan turunannya memiliki dua fungsi fisiologi tertentu, yaitu sebagai bahan kimia untuk mengatasi serangan penyakit (sebagai antibakteri) dan anti virus bagi tanaman. Para peneliti lain juga menyatakan pendapat sehubungan dengan mekanisme kerja dari flavonoid dalam menghambat pertumbuhan bakteri, antara lain bahwa flavanoid terjadinya kerusakan permeabilitas dinding sel bakteri (Sabir, 2008). Didukung juga dengan penelitian Mirzoeva et al, (1997) mendapatkan bahwa flavanoid mampu menghambat motilitas bakteri.

Flavonoida pada tumbuhan berfungsi dalam pengaturan fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus dan kerja terhadap serangga (Robinson, 1995). Adapun fungsi flavonoida dalam kehidupan manusia yaitu sebagai stimulant pada jantung, hesperidin mempengaruhi pembuluh darah kapiler. Flavon terhidrolisasi bekerja sebagi diuretik dan antioksidan pada lemak (Sirait, 2007).


(48)

2.2.2 Tanin

Tanin merupakan salah satu metabolit sekunder yang dapat digunakan tumbuhan untuk melindungi dari serangan bakteri dari cendawan (Salisbury, 1995).

Secara kimiawi tanin merupakan kompleks, biasanya merupakan campuran polifenol yang sulit dipisahkan karena tidak mengkristal. Apabila tanin direaksikan dengan air membentuk larutan koloid yang memberikan reaksi asam dan reaksi yang tajam (Harborne, 1996). Tanin memiliki peranan fisiologis yang kompleks mulai dari pengendap protein hingga pengkhelat logam. Tanin juga dapat berfungsi sebagai antioksidan biologis (Hagerman, 2002).

Secara kimia terdapat dua jenis tanin yang tersebar tidak merata dalam dunia tumbuhan yaitu tanin terkondensasi (Proantosianidin) dan tanin terhidrolisis (Hydrolyzable tannin) (Harbone, 1987). Kedua golongan tanin menunjukkan reaksi yang berbeda dalam larutan garam Fe (III). Tanin terkondensasi menghasilkan warna hijau kehitaman sedangkan tanin terhidrolisis memberikan biru kehitamanan.

1. Tanin terhidrolisis

Tanin terhidrolisis biasanya berupa senyawa amorf, higrokopis, berwarna coklat kuning yang larut dalam air (terutama air panas) membentuk larutan koloid bukan larutan sebenarnya. Makin murni tanin, makin kurang kelarutannya dalam air dan makin mudah diperoleh dalam bentuk kristal. Tanin ini larut dalam pelarut organik yang polar, tetapi tidak larut dalam pelarut organik nonpolar seperti benzene atau kloroform (Robinson, 1995).

2. Tanin terkondensasi

Tanin terkondensasi secara biosintesis dapat dianggap terbentuk dengan cara kondensasi katekin tunggal (galokatekin) yang membentuk senyawa dimer dan kemudian oligimer yang lebih tinggi. Proantosianidin merupakan nama lain dari tanin terkondensasi karena jika direaksikan dengan asam panas, beberapa ikatan karbon penghubung satuan terputus dan dibebaskanlah monomer antosianidin (Harborne, 1987).


(49)

2.2.3 Biosintesa Senyawa Flavonoida dan Tanin

Biosintesis dari flavonoida, stilbene, hidroksisinamat dan asam fenolik meliputi jaringan yang kompleks berdasarkan prinsip jalur sikimat, phenilpropanoid dan flavonoid (Gambar 2.3).

Struktur flavonoid (C6- C3- C6) adalah produk dari 2 jalur biosintesis yang

terpisah (Gambar 2.2). Jembatan dan cincin-B aromatik merupakan sintesis unit phenilpropanoid dari p-kumaril-CoA. Enam karbon dari cincin-A berasal dari hasil kondensasi dari 3 unit asetat melalui jalur asam malonat. Fusi dari dua bagian ini merupakan tahap reaksi kondensasi dari p-kumaril-CoA dengan residu 3 malonil CoA yang masing-masing mendonorkan dua atom karbon, didalam reaksi ini dikatalis oleh chalcone synthase (CHS). Produk dari reaksi ini adalah naringenin-chalcone. Sedikit modifikasi dalam jalur ini merupakan dalam produksi isoflavon, seperti daidzein, yang berasal dari isoliquiritigenin tidak sepertti naringenin-chalcone, kelompok 2’-hidroksil (Dixon, 2004). Bentuk dari isoliquiritigenin dikatalis oleh chalcone reduktase, sepertienzim NADPH yang mungkin berinteraksi dengan CHS (Welle and Grisebach,1998). Langkah selanjutnya dalam jalur biosintesis flavonoid adalah konversi stereospesifik pada naringenin-chalcone menjadi naringenin oleh chalcone isomerase (CHI). Pada kacangan, CHI juga mengkatalis konversi dari isoliquritingenin menjadi liquiritigenin (Forkmann and Heller, 1999). Isomerasi dari naringenin-chalcone menjadi naringenin adalah sangat cepat daripada isomerasi dari isoliquiritigenin menjadi liquiritigenin. Sebagi konsekuensi, CHI telah dikelompokkan menjadi 2 kelompok, tipe pertama CHI, yang ditemukan pada legumes dan tidak legumes,

termasuk 2’-deoksi dan 2’-hidrokalkon sebagai substrat (Shimada et al, 2003). Naringenin adalah perantara utama dari jalur utama biosintesis flavonoid yang menyimpang menjadi beberapa cabang samping yang menghasilkan kelas yang berbeda dari flavonoid termasuk isoflavon, flavanon, flavon, flavonol, dan antosiadin (Gambar 2.2).


(50)

Gambaran sistematik untuk menghasilkan stilbene dan flavonoid dapat dilihat pada gambar 2.2 dibawah.

Gambar 2.2 Sistematik dari jalur utama dan enzim dalam menghasilkan stilbene dan flavonoid (Crozier, A, 2006).


(51)

Asam galat dibentuk terutama melalui jalur asam sikimat dari asam 3-dehidroksinamat (Gambar 2.3) meskipun ada jalur alternatif dari asam hidroksi benzoat. Alternatif dari produk fotosintesis yang disalurkan melalui jalur sikimat adalah untuk asam 3-dehidroksinamat diubah menjadi L-fenilalanin dan dilajutkan

jalur fenilpropanoid (Gambar 2.3). Katalis fenilalanin amonia- liase adalah langkah awal dari jalur ini, konversi dari L-fenilalanin menjadi asam sinamat,

yang mana reaksi ini dikatalis oleh sinamat 4-hidroksi dikonversi menjadi asam coumric yang akan dimetabolime menjadi coumaroyl-CoA dengan p-coumaric:CoA ligase. Asam sinamat juga dimetabolisme menjadi asam benzoat dan asam salisilat dengan katalis asam 2-hidroksi benzoat, muncul hanya untuk menjadi signifikan dalam tanaman tahan penyakit dimana infeksi menyebabkan akumulasi dari asam salisilat (Crozier et al, 2000). asam p-coumaric juga di metabolime melalui jalur dari reaksi hidroksilasi dan metilasi menjadi caffeic, ferulic, 5- hidroxyferulic dan sinapic acids. Asam sinapic dan ferulic adalah prekursor dari lignin. Awalnya diperkirakan caffeic acids prekursor dari 5-O- caffeoylquinic acids, komponen dasar dari sayuran dan buahbuahan. Bagaimanapun, studi biologi molekuler terbaru menunjukkan bahwa jalur utama untuk 5-O- caffeoylquinic acids dan mungkin terkait dengan caffeoylquinic acids, adalah dari p-coumaroyl-CoA melalui 5-O- caffeoylquinic acids (Gambar 2.3) (Hoffman et al, 2004). p-coumaroyl-CoA juga penting untuk sintesis dari senyawa flavonoid dan stilbene (Gambar 2.2).


(52)

Skematis dari jalur utama dalam biosintesa tanin terhidrolisa, asam salisilat, hidroksinamat, dan asam 5-caffeoylquinic dapat dilihat pada gambar 2.3 dibawah.

Gambar 2.3 Skematis biosintesa dari tanin terhirolisa, asam salisilat, hidroksinamat, dan asam 5-caffeoylquinic (Crozier, A, 2006).


(53)

2.2.4 Alkaloid

Alkaloid merupakan senyawa kimia bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, umumnya tidak berwarna, dan berwarna jika mempunyai struktur kompleks dan bercincin aromatik. Alkaloid pada umumnya juga mempunyai kereaktifan fisiologi yang menonjol, sehingga oleh manusia alkaloida sering dimanfaatkan sebagai pengobatan. Secara kimia, alkaloid merupakan suatu golongan heterogen. Secara fisik, alkaloida dipisahkan dari kandungan tumbuhan lainnya sebagai garamnya dan sering diisolasi sebagai kristal hidroklorida atau pikrat (Harbone, 1987).

Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Alkaloid memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Mekanisme yang diduga adalah dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut (Robinson, 1995).

Alkaloid tanaman diturunkan saat ini digunakan secara klinis termasuk analgesik, agen anti-neoplastik, relaksan otot, antivirus, sitotoksik, antinosiseptik, antiinflamasi (Seifu et al, 2002)

Menurut Hegnauer, alkaloid dikelompokkan sebagai berikut : a. Alkaloid sesungguhnya

Alkaloid sesungguhnya adalah racun, senyawa tesebut menunjukkan aktivitas phisiologi yang luas, hampir tanpa terkecuali bersifat basa ; lazim menggunakan nitrogen dalam cincin heterosiklis, diturunkan dari asam amino, biasanya terdapat dalam tanaman sebagai garam basa organik. Beberapa perkecualian terhadap aturan tersebut adalah kolkhisin dan asam aristolokhat yang bersifat bukan basa dan tidak memiliki cincin heterosiklis dan alkaloid kuartener yang bersifat agak asam.

b. Protoalkaloid

Protoalkaloid merupakan amin yang relatif sederhana dimana nitrogen asam amino tidak terdapat dalam cincin heterosiklis. Protoalkaloid diperoleh berdasarkan biosintesis dari asam amino yang bersifat basa. Contoh meskalin, ephedin dan N,N-dimetiltriptamin.


(54)

c. Pseudoalkaloida

Pseudoalkaloida tidak diturunkan dari prekursor asam amino. Senyawa biasanya bersifat basa. Ada dua seri alkaloid yang penting dalam kelas ini, yaitu alkaloid stereoidal (contoh konnesin, purin dan kafein ) (Sastrohamidjojo, 1996).

Biosintesa benzilisoquinonlin alkaloid dimulai dengan dekarboksilasi orto hiroksilasi dan penjumlahan dengan mengubah tirosin dan keduanya antara dopamin dan 4 hidroksipenilasetaldehid (4-HPAA) (gambat 2.4). molekul klon untuk aromatik asam L amino dekarboksilase (TYDC) yang diubah oleh tirosin dan dopa ke masing masing bagian yang akan diisolasi. Norcocluasin mengalami pendinginan oleh dopamine dan 4-HPAA menjadi (S) –horcocluadin. Pusat prekursor ke semua benzylisoquinolin alkaloid dalam tanaman (S)-horcoclaudin diubah menjadi (S) retikulin oleh 6-O metiltransferase (60MT). N-metil

transferase (CNMT) hidroksilase puso (CYP80B) dan 4’-O metiltransferase

(4’OMT). Molekul klon yang telah diisolasi pada setiap enzim yang terlibat didalamnya mengalami perubahan menjadi (S) norcoclausin ke (S) reikulisin yang bercabang dalam biosintesa dengan perbedaan oleh benzylisoquinon alkaloid (Facchini, 2001). Intermediate (S) retikulin juga digunakan sebagai prekursor lebih dari 270 dimerik bisbenzylisoquinon alkaloid sebagai (+) tubocuranin. Molekul klon untuk puso tergantung oxida (CYPPOA) yang merupakan pasangan (R) N metil kockairin menjadi R atau S N metilcoclamin menjadi bisbenzilisoquinolin alkaloid masing masing diisolasi dari jaringan.Banyak difokuskan pada cabang bagian benzophenuntridine alkaloid seperti sanguinasin, protobarbier alkaloid, atau barberin dengan morphinan alkaloid seperti morfin. Enzim yang sangat berpengaruh dalam kelima molekul klon yang telah diisolasi (gambar 2.4).Tahap pertama benzopenantridin dan protoberberin biosintesa alkaloid yang mengubah (S)-retikulin menjadi (S)-scoulerin oleh enzim berberin (BBE). (S)-Scoulerin dapat diubah menjadi (S)-stylopin oleh dua P450- oxida.


(55)

Biosintesa dari benzylisoquionoline alkaloid dapat ditunjukkan pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Biosintesia dari benzylisoquinoline alkaloid (Crozier, A, 2006).

2.2.5 Terpenoid

Terpenoid adalah merupakan komponen-komponen tumbuhan yang mempunyai bau dan dapat diisolasi dari bahan nabati dengan penyulingan disebut sebagai minyak atsiri. Minyak atsiri yang berasal dari bunga pada awalnya dikenal dari penentuan struktur secara sederhana, yaitu dengan perbandingan atom hidrogen dan atom karbon dari suatu senyawa terpenoid yaitu 8 : 5 dan dengan perbandingan tersebut dapat dikatakan bahwa senyawa tersebut adalah golongan terpenoid (Lenny, S, 2006).


(56)

Terpenoid tumbuhan mempunyai manfaat penting sebagai obat tradisional, anti bakteri, anti jamur, dan gangguan kesehatan (Thomson, 1993). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa terpenoid dapat menghambat pertumbuhan dengan mengganggu proses terbentuknya membran dan atau dinding sel, membran atau dinding sel tidak terbentuk atau terbentuk tidak sempurna (Ajizah, 2004).

Biosintesis dari terpenoid pada tumbuhan mengikuti jalur asam asetat mevalonat. Asam asetat yang diaktifkan oleh koenzim A membentuk asetilCoA dan melakukan reaksi kondensasi dengan asetilCoA yang lain sehingga terbentuk tiga unit gabungan dari asetilCoA yang selanjutnya diprotonasi membentuk asam mevalonat. Dengan adanya pirofosfat pada asm mevalonat dapat terjadi pelepasan komponen CO2 (dekarboksilasi) dan pelepasan OPP- membentuk isopentil

pirofosfat (IPP) dengan isomernya dimetilalil pirofosfat (DMAPP) (Sjamsul,1986). Proses biosintesis terpenoid dapat dilihat pada gambar 2.5.

Gambar 2.5 Biosintesis Isopentil Pirofosfat (IPP) dan Isomernya Dimetilalil Pirofosfat (DMAPP) (Sjamsul, 1986).


(57)

Langkah selanjutnya antara IPP dan DMAPP terjadi reaksi adisi membentuk geranil pirofosfat (C10) (Gambar 2.6). Geranil pirofosfat juga

mengalami reaksi adisi dengan satu unit IPP membentuk farsenil pirofosfat (C15).

Farsenil pirofosfat juga mengalami reaksi adisi dengan satu unit IPP membentuk geranil-geranil pirofosfat (C30) (Sjamsul, 1986).

Biosintesis terpenoid dapat dilihat pada gambar 2.6.

Gambar 2.6 Biosintesis terpenoid (Sjamsul, 1986).

2.2.6 Saponin

Saponin merupakan glukosida yang larut dalam air dan etanol, tetapi tidak larut dalam eter. Saponin bekerja sebagai antibakteri dengan mengganggu stabilitas membran sel bakteri sehingga menyebabkan sel bakterilisis, jadi mekanisme kerja saponin termasuk dalam kelompok antibakteri yang mengganggu pemeabilitas membran sel bakteri, yang mengakibatkan kerusakan membran sel dan menyebabkan keluarnya berbagai kompone penting dari dalam sel bakteri yaitu protein, asam nukleat dan nukleotida (Ganiswarna, 1995).


(58)

2.3 Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu cara untuk menarik satu atau lebih zat dari bahan awal dengan menggunakan pelarut (Syamsuni,2006). Zat aktif yang terdapat dalam simplisia tersebut dapat digolongkan ke dalam golongan alkaloid, flavonoid dan lain-lain(Depkes, 2000). Tujuan utama ekstraksi ini adalah untuk mendapatkan atau memisahkan sebanyak mungkin zat-zat yang memiliki khasiat pengobatan (Syamsuni, 2006).

Berdasarkan prinsipnya, proses ekstraksi dapat berlangsung bila terdapat kesamaan dalam sifat kepolaran antara senyawa yang diekstraksi dengan senyawa pelarut. Suatu zat memiliki kemampuan terlarut yang berbeda dalam pelarut yang berbeda. Hal ini menunjukkan adanya interaksi antara zat terlarut dengan pelarut. Senyawa polar akan larut dalam pelarut polar, begitu juga sebaliknya. Sifat penting yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah kepolaran senyawa yang dilihat dari gugus polarnya (seperti OH, COOH, dan lain sebagainya). Hal ini yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah selektivitas, kemampuan untuk mengekstrak, toksisitas, kemudahan untuk diuapkan, dan harga (Harbone, 1987).

Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dilakukan dengan beberapa cara :

1. Maserasi

Maserasi berasal dari kata “macerare” artinya melunakkan. Maserat adalah hasil penarikan simplisia dengan cara maserasi,sedangkan maserasi adalah cara penarikan simplisia dengan cara merendam simplisia tersebut dalam cairan penyari dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperature kamar, sedangkan remaserasi merupakan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Depkes, 2000). Keuntungan dari metode maserasi yaitu prosedur dan peralatannya sederhana (Agoes,2007).


(59)

2. Perkolasi

Perkolasi berasal dari kata “colore”,artinya menyerkai dan “per” = through,artinya menembus. Dengan demikian, perkolasi adalah suatu cara penarikan simplisia dengan menggunakan alat yang disebut perkolator dimana simplisia terendam dalam cairan penyari, zat-zat akan terlarut dan larutan tersebut akan menetes secara beraturan (Syamsuni,2006). Prosesnya terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan perkolat) sampai diperoleh ekstrak (Depkes,2000). Keuntungan dari metode perkolasi ini adalah proses penarikan zat berkhasiat dari tumbuhan lebih sempurna, sedangkan kerugiannya adalah membutuhkan waktu yang lama dan peralatan yang digunakan mahal (Agoes,2007).

3. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan pelarut akan terdestilasi menuju pendingin dan akan kembali ke labu (Depkes, 2000).

4. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi kontinu menggunakan alat soklet, dimana pelarut akan terdestilasi dari labu menuju pendingin,kemudian jatuh membasahi dan merendam sampel yang mengisi bagian tengah alat soklet setelah pelarut mencapau tinggi tertentu maka akan tirin ke labu destilasi, demikian berulang-ulang (Depkes, 2000)

5. Infudasi

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air atau bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih pada temperatur 96 o C selama 15-20 menit (Depkes, 2000).

6. Dekoktasi

Dekoktasi adalah infus pada waktu yang lebih lama (30 menit) dan temperatur sampai titik didih air (Depkes, 2000).


(60)

2.4 Radikal bebas

Radikal bebas adalah atom atau senyawa yang kehilangan pasangan elektronnya (Kumalaningsih, 2006). Radikal bebas adalah atom atau molekul yang tidak stabil dan sangat reaktif karena mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital terluarnya. Untuk mencapai kestabilan atom atau molekul, radikal bebas akan bereaksi dengan molekul di sekitarnya untuk memperoleh pasangan elektron (Maulida, 2010). Radikal bebas dapat dihasilkan dari metabolisme tubuh sendiri, dan bisa pula lewat eksternal seperti lingkungan sekitar kita (Iswari, 2011).

Pembentukan radikal bebas dan reaksi oksidasi pada biomolekul dan berlansung terus menerus. Radikal bebas yang sangat berbahaya dalam makhluk hidup antara lain adalah golongan hidroksil (OH-), superoksidan (O2-), nitrogen

monooksida (NO), peroksida (RO2-), peroksinitrit (ONOO-), asam hipoklorit

(HOCl) dan hidrogen peroksida (H2O2) (Silalahi, 2006). Radikal bebas dalam

jumlah berlebih didalam tubuh sangat berbahaya karena menyebabkan kerusakan sel, asam nukleat, protein, dan jaringan lemak (Dalimartha dan Soedibyo, 1998).

Penyakit yang disebabkan oleh radikal bebas bersifat kronis. Karena itu, dibutuhkan waktu bertahun-tahun bagi penyakit itu untuk menjadi nyata. Contoh penyakit yang sering dihubungkan dengan radikal bebas adalah serangan jantung, kanker, katarak dan menurunnya fungsi ginjal. Untuk mencegah atau mengurangi penyakit karena radikal bebas diperlukan antioksidan (Iswari, 2011).

2.5 Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas dan dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas (Kumalaningsih, 2006).

Ciri utama senyawa antioksidan adalah kemampuannya dalam meredam radikal bebas. Radikal bebas merupakan senyawa yang mengandung elektron tidak berpasangan yang bertindak sebagai akseptor elektron. Radikal bebas ini berbahaya karena sangat reaktif mencari pasangan elektronnya. Radikal bebas ini memerlukan elektron yang berasal dari pasangan elektron molekul sekitarnya.


(1)

DAFTAR ISI Persetujuan Pernyataan Penghargaan Abstrak Abstract Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Lampiran Bab 1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang 1.2. Perumusan Masalah 1.3. Tujuan Penelitian 1.4. Manfaat Penelitian 1.5. Lokasi Penelitian 1.6. Metodologi Percobaan Bab 2. TinjauanPustaka

2.1 Tumbuhan Benalu Kopi 2.2 Senyawa Metabolit Sekunder 2.2.1 Flavonoida

2.2.2 Tanin

2.2.3 Biosintesa Senyawa Flavonoid dan Tanin

2.2.4 Alkaloid 2.2.5 Terpenoid 2.2.6 Saponin 2.3 Ekstraksi 2.4 Radikal Bebas 2.5 Antioksidan

2.6 Spektrofotometri UV-Visible 2.7 Bakteri

2.7.1 Bakteri gram positif 2.7.2 Bakteri gram negatif

2.7.3 Pengukuran Aktivitas Antimikroba 2.7.4 Mekanisme Kerja Antibakteri Bab 3. Metode Penelitian

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat 3.1.2 Bahan Halaman i ii iii iv v vi ix x xi 1 3 4 4 4 5 6 7 8 9 10 14 16 18 19 21 22 25 26 27 29 31 32 34 34 35


(2)

3.2 Prosedur Penelitian 3.2.1 PenyediaanSampel 3.2.2 Analisa Kadar Air

3.2.3 Pembuatan Ekstrak Metanol dan Etil Asetat dari Daun Benalu Kopi 3.2.4 Uji Skrining Fitokimia

3.2.5 Uji Sifat Antioksidan Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

3.2.5.1 Pembuatan Larutan DPPH 0,3 mM

3.2.5.2 Pembuatan Variasi

Konsentrasi Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

3.2.5.3 Uji Aktivitas Antioksidan 3.2.6 Uji Sifat Antibakteri Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

3.2.6.1 Pembuatan Media Nutrient

Agar (NA)

3.2.6.2 Pembuatan Media Agar Miring dan Stok Kultur Bakteri

3.2.6.3 Pembuatan Media Mueller Hinton Agar (MHA)

3.2.6.4 Penyiapan Inokulum Bakteri 3.2.6.5 Pembuatan Variasi

Konsentrasi Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

3.2.6.6 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi 3.3 Bagan Penelitian

3.3.1 Pembuatan Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

3.3.2 Analisa Kadar Air

3.3.3 Uji Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

3.3.4 Uji Sifat Antioksidan Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi 3.3.4.1 Pembuatan Variasi Konsentrasi Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi 36 36 36 36 37 38 38 38 38 39 39 39 39 40 40 40 41 41 42 42 43 43


(3)

3.3.4.2 Pembuatan Larutan DPPH 0,3 mM

3.3.4.3 Uji Aktivitas Antioksidan 3.3.5 Uji Sifat Antibakteri Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi 3.3.5.1 Pembuatan Media Mueller

Hinton Agar(MHA)

3.3.5.2 Pembuatan Media Nutrient

Agar (NA), Media Agar Miring

dan Stok Kultur Bakteri 3.3.5.3 Penyiapan Inokulum Bakteri 3.3.5.4 Pengujian Aktivitas

Antibakteri Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

Bab 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Penentuan Kadar Air Serbuk Daun benalu Kopi

4.1.2 Ekstraksi Daun Benalu Kopi 4.1.3 Skrining Fitokimia

4.1.4 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

4.1.5 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri

Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

4.2 Pembahasan

4.2.1 Penentuan Kadar Air

4.2.2 Skrining Fitokimia Kandungan Senyawa Metabolit Sekunder Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

4.2.3 Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

4.2.4 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

Bab 5. Kesimpulan Dan Saran

5.1 Kesimpulan

5.2 Saran DaftarPustaka

44 44 45 45

46 47

48

49 49 49 50

50

52 55 55

55

58

60

65 65 66


(4)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

2.1 Perbedaan Bakteri Gram Positif dan

Bakteri Gram Negatif 30

4.1 Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol

dan Etil AsetatDaun Benalu Kopi 50

4.2 Hasil Pengukuran Absorbansi Ekstrak

Metanol Etil Asetat DaunBenalu Kopi 51

4.3 Persamaan Garis Regresi dan Nilai IC50

dari Ekstrak Metanol dan Etil Asetat

Daun Benalu Kopi 51

4.4 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak

Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi 52

4.5 Tingkat kekuatan senyawa antioksidan


(5)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar

2.1 Daun Benalu Kopi 7

2.2 Sistematik biosintesa Stilbene dan Flavonoid 11

2.3 Skematis Biosintesa Tanin Terhidrolisa Asam Salisilat, Hidroksinamat 13

2.4 Biosintesa dari Benzylisoquinoline alkaloid 16

2.5 Biosintesa Isopentil pirofosfat (IPP) dan Isomernya Dimetilalil Pirofosfat(DMAPP) 17

2.6 Biosintesa Terpenoid 18

2.7 Mekanisme Penghambatan Radikal DPPH 24

2.8 Bakteri Staphylococcus aureus 28

2.9 Diagram perbandingan dinding sel bakteri gramPositif dan gram negatif 31

4.1 Grafik % Peredaman vs Konsentrasi Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi 51

4.2 Zona Hambat bakteri Escherichia coli untuk Ekstrak Metanol 53

4.3 Zona hambat bakteri Staphylococcus aureus untuk Ekstrak Metanol 53

4.4 Zona hambat bakteri Escherichia coli untuk Ekstrak Etil Asetat 54

4.5 Zona hambat bakteri Staphylococcus Aureus untuk Ekstrak Etil Asetat 54

4.6 Reaksi Alkaloid dengan pereaksi Bouchardat 56

4.7 Reaksi uji Flavonoid dengan HCl pekat DenganSerbuk Mg 56

4.8 Reaksi uji tanin dengan FeCl3 57

4.9 Kestabilan Radikal Bebas DPPH 58


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran

1 Hasil Identifikasi/DeterminasiTumbuhan

Daun Benalu Kakao 73 2 Daun Benalu Kopi 74 3 Serbuk Daun Benalu 74

4 Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun

Benalu Kopi 75

5 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak