Efektifitas Media Cerita Bergambar Dan Leaflet Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Tentang Penyakit Tb Paru Di Sd Negeri 060799 Dan Sd Negeri 060953 Kota Medan Tahun 2015
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Situasi TB di dunia semakin memburuk, sebahagian besar negara di dunia
yang dikategorikan “high burden countries”. Kasus baru Tuberkulosis di dunia
mengalami peningkatan secara perlahan di setiap peristiwa per kapita sejalan dengan
peningkatan penduduk. Berdasarkan estimasi kasus TB pada tahun 2013 diketahui
bahwa penderita TB berasal dari benua Asia (56%) dan benua Afrika (29%).
Mediterania (4%), Eropa (4%) dan Amerika (3%). Terdapat beberapa negara sebagai
penyumbang penderita TB terbesar yaitu, Negara India (2-2,3 juta penderita TB ),
Negara China (900 ribu - 1,1 juta penderita TB ), Negara Nigeria (340 - 880 ribu
penderita TB ), Negara Pakistan (370-650 ribu penderita TB ) dan Negara Indonesia
(410-520 ribu penderita TB ) (WHO, 2014).
Pada tahun 2012, Kementerian Kesehatan RI melaporkan bahwa Negara
Indonesia memiliki 202.301 penderita TB paru kemudian mengalami penurunan pada
tahun 2013 menjadi 196.310 penderita TB paru di Indonesia (Kemenkes, 2013).
Prevalensi kejadian TB berdasarkan diagnosis sebesar 4‰ dari jumlah penduduk,
dengan kata lain rata-rata tiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 400 orang yang
didiagnosis kasus TB oleh tenaga kesehatan. Salah satu upaya untuk mengendalikan
TB yaitu dengan pengobatan namun data Kemenkes tahun 2013 menunjukkan bahwa
dari sebanyak 194.853 orang menderita TB paru di Indonesia dan ternyata yang
1
2
mengalami tingkat kesembuhan untuk pasien TB paru hanya sebanyak 161.365 orang
(82.8%) dengan pengobatan lengkap hanya sebanyak 14.964 kasus (7.7%)
(Kemenkes, 2013).
Menurut Depkes (2009) bahwa tingginya angka prevalensi jumlah kasus TB
paru tidak terlepas dari tingginya tingkat resiko penularan TB paru yang terjadi.
Sumber penularan pasien TB paru terletak pada waktu batuk atau bersin sehingga
pasien menyebarkan bakteri Mycrobacterium Tuberkulosis ke udara dalam bentuk
percikan dahak dimana jika penderita TB paru sekali batuk dapat menghasilkan
sekitar 3000 percikan dahak. Pasien yang suspek TB paru dengan batuk lebih dari 48
kali/malam akan menginfeksi 48% dari orang yang kontak dengan pasien. Sementara
pasien yang batuk kurang dari 12 kali/malam menginfeksi 28% dari kontaknya
(Depkes, 2009).
Faktor yang memungkinkan seseorang terpapar bakteri Mycrobacterium
Tuberkulosis ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya
menghirup udara tersebut. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana
percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah
percikan,
sementara
sinar
matahari
langsung
dapat
membunuh
bakteri
Mycrobacterium Tuberkulosis. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam
keadaan gelap dan lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh
banyaknya bakteri Mycrobacterium Tuberkulosis yang dikeluarkan dari paru nya.
Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien
tersebut. (Depkes, 2009).
3
Terdapat dua faktor penting terjadinya penularan yaitu penderita yang
menimbulkan agent dan lingkungan di sekitar penderita. Agent di udara disebabkan
karena perilaku penderita yang meludah di sembarang tempat dan ketidakteraturan
berobat, faktor lingkungan penderita antara lain lingkungan perumahan yang buruk
dapat menularkan TB pada anggota keluarganya (Depkes, 2009). Hal ini semua tidak
terlepas dari minimnya pengetahuan penderita TB dan anggota keluarga penderita TB
tentang bahaya dan pencegahan penularan TB.
Pemberantasan tuberkulosis paru, keluarga atau masyarakat diharapkan bukan
hanya berperan dalam pengawasan minum obat penderita saja, tetapi juga berperan
untuk mengajarkan hidup sehat dan menganjurkan pemanfaatan pelayanan kesehatan
sehingga prevalensi penderita TB paru tidak semakin meningkat dan tidak terjadi
penularan TB didalam anggota keluarga (Sembiring, 2012). Saat ini sudah mulai
banyak ditemukan anak-anak dan balita yang terkena TB paru, hal ini
mengindikasikan
penularan
TB
paru
didalam
anggota
keluarga
semakin
mengkhawatirkan (Depkes, 2009).
Berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013 memperlihatkan
diagnosis TB paru pada kelompok umur < 1 tahun sebanyak 2‰, pada kelompok
umur 1-4 tahun sebanyak 4‰ dan pada kelompok umur 5-14 tahun sebanyak 3‰
sedangkan pada kelompok umur orang dewasa lainnya juga menunjukkan prevalensi
yang sama sebanyak 3‰. Hasil penelitian ini memperlihatkan telah terjadi suatu
fenomena terbaru terkait kejadian TB paru yang sudah menyerang kelompok umur
anak-anak dan balita (Kemenkes, 2014).
4
Banyaknya terjadi penyakit TB pada anak-anak dan balita tidak terlepas dari
buruknya perilaku anggota keluarga dalam menjaga kebersihan diri yang disebabkan
anggota keluarga yang tidak memiliki pengetahuan tentang pencegahan penularan
TB. Dalam hal pengendalian Tuberkulosis ini yang sangat perlu dilakukan adalah
memberikan pendidikan atau penyuluhan kesehatan kepada masyarakat khususnya
kepada penderita TB dan anggota keluarga termasuk anak-anak dan balita
(Sembiring, 2012).
Berdasarkan data Kemenkes pada tahun 2013 memperlihatkan bahwa
Proporsi BTA (+) TB paru di Indonesia terbanyak berada di Provinsi Jawa Timur
sebanyak 23.703 penderita TB paru, Provinsi Jawa Barat sebanyak 33.460 penderita
TB paru, Provinsi Sumatera Utara sebanyak 16.930 penderita TB paru. Laporan
Kemenkes tahun 2013 juga menunjukkan bahwa Provinsi Sumatera Utara menjadi
daerah dengan jumlah penderita kasus TB usia 0-14 tahun sebanyak 98 kasus, hal ini
membuat Provinsi Sumatera Utara menjadi daerah terbanyak ketiga jumlah penderita
TB paru anak usia 0-14 tahun di Indonesia bersama dengan Provinsi Jawa Timur
sebanyak 190 kasus dan Provinsi Jawa Barat sebanyak 203 kasus (Kemenkes, 2014).
Kota Medan menjadi salah satu kota besar dengan penghuni yang banyak dan
masih memiliki lingkungan yang tidak sesuai dengan standart kesehatan sehingga
resiko penularan TB paru masih tinggi. Data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera
Utara tahun 2012 memperlihatkan bahwa Kota Medan menjadi salah satu daerah
dengan angka penemuan TB paru BTA (+) tertinggi di Provinsi Sumatera Utara
5
dengan jumlah penderita TB paru sebanyak 6.028 orang dengan anak usia 0-14 tahun
sebanyak 175 orang (Dinkes Prov Sumut, 2014).
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kotamadya Medan Tahun 2013
memperlihatkan bahwa prevalensi penderita TB paru di Kota Medan cukup tinggi,
dimana hampir diseluruh kecamatan memiliki permasalahan dengan TB Paru.
Berdasarkan Profil Dinas Kesehatan Kota Medan memperlihatkan bahwa seluruh
Puskesmas memiliki pasien TB paru di wilayah kerjanya namun cakupan penderita
TB paru terbanyak berada di Kecamatan Medan Labuhan.
Pada tahun 2013, Kecamatan Medan Labuhan merupakan kecamatan yang
memiliki jumlah kasus TB paru anak terbanyak kedua di Kota Medan dengan 20
kasus TB paru anak. Banyaknya kasus TB paru yang terjadi di Kecamatan Medan
Labuhan salah satunya disebabkan tingginya penularan TB paru dari satu orang ke
orang lainnya yang berarti tidak menutup kemungkinan juga terjadi penularan TB
paru didalam keluarga yang didukung dengan buruknya lingkungan fisik rumah dan
tempat kerja serta masyarakat yang tidak mengetahui penularan TB paru didalam
anggota keluarga bahkan sudah mulai ditemukan kasus TB paru yang terjadi pada
anak di Puskesmas Martubung, Puskesmas Medan Labuhan dan Puskesmas Pekan
Labuhan.
Puskesmas Martubung merupakan puskesmas yang jumlah penderita TB paru
anak terbanyak di Kecamatan Medan Labuhan. Berdasarkan data Profil Puskesmas
Martubung tahun 2013 terdapat sebanyak 450 orang menjadi suspek menderita TB
paru, terdapat 104 tercatat sebagai penderita TB paru dan sebanyak 3 orang
6
diantaranya diderita oleh anak dengan usia 1-4 tahun. Angka kesembuhan pasien TB
paru di Puskesmas Martubung juga masih sangat rendah dimana tercatat dari 104
pasien TB paru di Puskesmas Martubung hanya sebanyak 29 orang (27.8%).
Berdasarkan laporan petugas Puskesmas Martubung bahwa mayoritas pasien
TB paru pada kategori usia dewasa dan terdapat 2 orang pasien TB paru dalam
rentang usia anak-anak. SD Negeri 060799 dan SD Negeri 060953 merupakan
sekolah dasar yang berada di wilayah kerja Puskesmas Martubung yang menjadi
daerah yang memiliki jumlah penderita TB paru dewasa yang banyak dan memiliki
penderita TB paru anak.
Pendidikan kesehatan pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan atau usaha
menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan
adanya pesan kesehatan yang diberikan maka masyarakat, kelompok atau individu
akan mendapatkan informasi dan pengetahuan tentang kesehatan menjadi lebih baik.
Adanya pemberian pendidikan kesehatan diharapkan akan memberikan perubahan
perilaku kesehatan (Notoatmodjo, 2010).
Media pendidikan kesehatan ini disusun berdasarkan prinsip bahwa
pengetahuan yang ada pada setiap manusia diterima atau ditangkap melalui panca
indera. Semakin banyak indera yang digunakan untuk menerima sesuatu maka
semakin banyak dan semakin jelas pula pengertian/pengetahuan yang diperoleh.
Elgar Dale, membagi alat peraga tersebut atas sebelas macam dan sekaligus
menggambarkan tingkat intensitas tiap-tiap alat tesebut dalam sebuah kerucut. Secara
berurut dari intensitas yang paling kecil sampai yang paling besar alat tersebut adalah
7
sebagai berikut: 1). Kata-kata; 2). Tulisan; 3). Rekaman, radio; 4) Film; 5) Televisi;
6). Pameran; 7). Fieldtrip; 8). Demonstrasi; 9). Sandiwara; 10). Benda Tiruan; 11).
Benda Asli (Notoatmodjo, 2010).
Berdasarkan survey yang dilakukan kepada 5 orang anak di SD Negeri
060799 dan 5 orang anak SD 060953 diketahui bahwa anak sekolah dasar pernah
mendengar tentang TB paru namun mereka tidak mengetahui penyebab terjadinya TB
paru, minimnya pengetahuan anak-anak tentang TB paru akan meningkatkan resiko
terjadinya penularan TB paru kepada anak-anak. Informasi tentang TB paru yang
diberikan petugas kesehatan dan keluarga hanya menggunakan ceramah saja sehingga
anak sekolah dasar tidak mengingat bahkan kurang tertarik dengan informasi yang
diberikan yang membuat pengetahuan dan sikap anak tentang pencegahan TB paru
menjadi kurang baik.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan fenomena yang terjadi yaitu semakin tingginya tingkat penularan
TB paru didalam keluarga dan terdapatnya kasus TB paru anak di Puskesmas
Martubung maka membuat penulis ingin mengetahui efektifitas metode penyuluhan
dengan menggunakan media cerita bergambar dan media leaflet terhadap
pengetahuan dan sikap anak SD tentang penyakit TB paru anak di SD Negeri 060799
dan SD Negeri 060953 Kota Medan.
8
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan untuk menganalisis efektifitas metode
penyuluhan kesehatan dengan menggunakan media cerita bergambar dan media
leaflet terhadap pengetahuan dan sikap anak SD tentang penyakit TB paru anak di SD
Negeri 060799 dan SD Negeri 060953 Kota Medan.
1.4. Hipotesis
1. Ada perbedaan efektifitas media cerita bergambar dan leaflet terhadap
pengetahuan dan sikap anak tentang penyakit TB paru anak di SD Negeri 060799
dan SD Negeri 060953 Kota Medan.
2. Media cerita bergambar lebih efektif dari media leaflet dalam meningkatkan
pengetahuan dan sikap anak tentang penyakit TB paru anak di SD Negeri 060799
dan SD Negeri 060953 Kota Medan.
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Medan agar dapat sebagai bahan acuan (model) untuk
program pencegahan penularan TB paru anak melalui pemberdayaan anak sekolah
dasar.
2. Sebagai bahan pemikiran yang didasari pada teori dan analisis terhadap kajian
praktis meningkatkan partisipasi anak dalam melakukan pencegahan penularan TB
paru anak.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Situasi TB di dunia semakin memburuk, sebahagian besar negara di dunia
yang dikategorikan “high burden countries”. Kasus baru Tuberkulosis di dunia
mengalami peningkatan secara perlahan di setiap peristiwa per kapita sejalan dengan
peningkatan penduduk. Berdasarkan estimasi kasus TB pada tahun 2013 diketahui
bahwa penderita TB berasal dari benua Asia (56%) dan benua Afrika (29%).
Mediterania (4%), Eropa (4%) dan Amerika (3%). Terdapat beberapa negara sebagai
penyumbang penderita TB terbesar yaitu, Negara India (2-2,3 juta penderita TB ),
Negara China (900 ribu - 1,1 juta penderita TB ), Negara Nigeria (340 - 880 ribu
penderita TB ), Negara Pakistan (370-650 ribu penderita TB ) dan Negara Indonesia
(410-520 ribu penderita TB ) (WHO, 2014).
Pada tahun 2012, Kementerian Kesehatan RI melaporkan bahwa Negara
Indonesia memiliki 202.301 penderita TB paru kemudian mengalami penurunan pada
tahun 2013 menjadi 196.310 penderita TB paru di Indonesia (Kemenkes, 2013).
Prevalensi kejadian TB berdasarkan diagnosis sebesar 4‰ dari jumlah penduduk,
dengan kata lain rata-rata tiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 400 orang yang
didiagnosis kasus TB oleh tenaga kesehatan. Salah satu upaya untuk mengendalikan
TB yaitu dengan pengobatan namun data Kemenkes tahun 2013 menunjukkan bahwa
dari sebanyak 194.853 orang menderita TB paru di Indonesia dan ternyata yang
1
2
mengalami tingkat kesembuhan untuk pasien TB paru hanya sebanyak 161.365 orang
(82.8%) dengan pengobatan lengkap hanya sebanyak 14.964 kasus (7.7%)
(Kemenkes, 2013).
Menurut Depkes (2009) bahwa tingginya angka prevalensi jumlah kasus TB
paru tidak terlepas dari tingginya tingkat resiko penularan TB paru yang terjadi.
Sumber penularan pasien TB paru terletak pada waktu batuk atau bersin sehingga
pasien menyebarkan bakteri Mycrobacterium Tuberkulosis ke udara dalam bentuk
percikan dahak dimana jika penderita TB paru sekali batuk dapat menghasilkan
sekitar 3000 percikan dahak. Pasien yang suspek TB paru dengan batuk lebih dari 48
kali/malam akan menginfeksi 48% dari orang yang kontak dengan pasien. Sementara
pasien yang batuk kurang dari 12 kali/malam menginfeksi 28% dari kontaknya
(Depkes, 2009).
Faktor yang memungkinkan seseorang terpapar bakteri Mycrobacterium
Tuberkulosis ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya
menghirup udara tersebut. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana
percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah
percikan,
sementara
sinar
matahari
langsung
dapat
membunuh
bakteri
Mycrobacterium Tuberkulosis. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam
keadaan gelap dan lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh
banyaknya bakteri Mycrobacterium Tuberkulosis yang dikeluarkan dari paru nya.
Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien
tersebut. (Depkes, 2009).
3
Terdapat dua faktor penting terjadinya penularan yaitu penderita yang
menimbulkan agent dan lingkungan di sekitar penderita. Agent di udara disebabkan
karena perilaku penderita yang meludah di sembarang tempat dan ketidakteraturan
berobat, faktor lingkungan penderita antara lain lingkungan perumahan yang buruk
dapat menularkan TB pada anggota keluarganya (Depkes, 2009). Hal ini semua tidak
terlepas dari minimnya pengetahuan penderita TB dan anggota keluarga penderita TB
tentang bahaya dan pencegahan penularan TB.
Pemberantasan tuberkulosis paru, keluarga atau masyarakat diharapkan bukan
hanya berperan dalam pengawasan minum obat penderita saja, tetapi juga berperan
untuk mengajarkan hidup sehat dan menganjurkan pemanfaatan pelayanan kesehatan
sehingga prevalensi penderita TB paru tidak semakin meningkat dan tidak terjadi
penularan TB didalam anggota keluarga (Sembiring, 2012). Saat ini sudah mulai
banyak ditemukan anak-anak dan balita yang terkena TB paru, hal ini
mengindikasikan
penularan
TB
paru
didalam
anggota
keluarga
semakin
mengkhawatirkan (Depkes, 2009).
Berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013 memperlihatkan
diagnosis TB paru pada kelompok umur < 1 tahun sebanyak 2‰, pada kelompok
umur 1-4 tahun sebanyak 4‰ dan pada kelompok umur 5-14 tahun sebanyak 3‰
sedangkan pada kelompok umur orang dewasa lainnya juga menunjukkan prevalensi
yang sama sebanyak 3‰. Hasil penelitian ini memperlihatkan telah terjadi suatu
fenomena terbaru terkait kejadian TB paru yang sudah menyerang kelompok umur
anak-anak dan balita (Kemenkes, 2014).
4
Banyaknya terjadi penyakit TB pada anak-anak dan balita tidak terlepas dari
buruknya perilaku anggota keluarga dalam menjaga kebersihan diri yang disebabkan
anggota keluarga yang tidak memiliki pengetahuan tentang pencegahan penularan
TB. Dalam hal pengendalian Tuberkulosis ini yang sangat perlu dilakukan adalah
memberikan pendidikan atau penyuluhan kesehatan kepada masyarakat khususnya
kepada penderita TB dan anggota keluarga termasuk anak-anak dan balita
(Sembiring, 2012).
Berdasarkan data Kemenkes pada tahun 2013 memperlihatkan bahwa
Proporsi BTA (+) TB paru di Indonesia terbanyak berada di Provinsi Jawa Timur
sebanyak 23.703 penderita TB paru, Provinsi Jawa Barat sebanyak 33.460 penderita
TB paru, Provinsi Sumatera Utara sebanyak 16.930 penderita TB paru. Laporan
Kemenkes tahun 2013 juga menunjukkan bahwa Provinsi Sumatera Utara menjadi
daerah dengan jumlah penderita kasus TB usia 0-14 tahun sebanyak 98 kasus, hal ini
membuat Provinsi Sumatera Utara menjadi daerah terbanyak ketiga jumlah penderita
TB paru anak usia 0-14 tahun di Indonesia bersama dengan Provinsi Jawa Timur
sebanyak 190 kasus dan Provinsi Jawa Barat sebanyak 203 kasus (Kemenkes, 2014).
Kota Medan menjadi salah satu kota besar dengan penghuni yang banyak dan
masih memiliki lingkungan yang tidak sesuai dengan standart kesehatan sehingga
resiko penularan TB paru masih tinggi. Data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera
Utara tahun 2012 memperlihatkan bahwa Kota Medan menjadi salah satu daerah
dengan angka penemuan TB paru BTA (+) tertinggi di Provinsi Sumatera Utara
5
dengan jumlah penderita TB paru sebanyak 6.028 orang dengan anak usia 0-14 tahun
sebanyak 175 orang (Dinkes Prov Sumut, 2014).
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kotamadya Medan Tahun 2013
memperlihatkan bahwa prevalensi penderita TB paru di Kota Medan cukup tinggi,
dimana hampir diseluruh kecamatan memiliki permasalahan dengan TB Paru.
Berdasarkan Profil Dinas Kesehatan Kota Medan memperlihatkan bahwa seluruh
Puskesmas memiliki pasien TB paru di wilayah kerjanya namun cakupan penderita
TB paru terbanyak berada di Kecamatan Medan Labuhan.
Pada tahun 2013, Kecamatan Medan Labuhan merupakan kecamatan yang
memiliki jumlah kasus TB paru anak terbanyak kedua di Kota Medan dengan 20
kasus TB paru anak. Banyaknya kasus TB paru yang terjadi di Kecamatan Medan
Labuhan salah satunya disebabkan tingginya penularan TB paru dari satu orang ke
orang lainnya yang berarti tidak menutup kemungkinan juga terjadi penularan TB
paru didalam keluarga yang didukung dengan buruknya lingkungan fisik rumah dan
tempat kerja serta masyarakat yang tidak mengetahui penularan TB paru didalam
anggota keluarga bahkan sudah mulai ditemukan kasus TB paru yang terjadi pada
anak di Puskesmas Martubung, Puskesmas Medan Labuhan dan Puskesmas Pekan
Labuhan.
Puskesmas Martubung merupakan puskesmas yang jumlah penderita TB paru
anak terbanyak di Kecamatan Medan Labuhan. Berdasarkan data Profil Puskesmas
Martubung tahun 2013 terdapat sebanyak 450 orang menjadi suspek menderita TB
paru, terdapat 104 tercatat sebagai penderita TB paru dan sebanyak 3 orang
6
diantaranya diderita oleh anak dengan usia 1-4 tahun. Angka kesembuhan pasien TB
paru di Puskesmas Martubung juga masih sangat rendah dimana tercatat dari 104
pasien TB paru di Puskesmas Martubung hanya sebanyak 29 orang (27.8%).
Berdasarkan laporan petugas Puskesmas Martubung bahwa mayoritas pasien
TB paru pada kategori usia dewasa dan terdapat 2 orang pasien TB paru dalam
rentang usia anak-anak. SD Negeri 060799 dan SD Negeri 060953 merupakan
sekolah dasar yang berada di wilayah kerja Puskesmas Martubung yang menjadi
daerah yang memiliki jumlah penderita TB paru dewasa yang banyak dan memiliki
penderita TB paru anak.
Pendidikan kesehatan pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan atau usaha
menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan
adanya pesan kesehatan yang diberikan maka masyarakat, kelompok atau individu
akan mendapatkan informasi dan pengetahuan tentang kesehatan menjadi lebih baik.
Adanya pemberian pendidikan kesehatan diharapkan akan memberikan perubahan
perilaku kesehatan (Notoatmodjo, 2010).
Media pendidikan kesehatan ini disusun berdasarkan prinsip bahwa
pengetahuan yang ada pada setiap manusia diterima atau ditangkap melalui panca
indera. Semakin banyak indera yang digunakan untuk menerima sesuatu maka
semakin banyak dan semakin jelas pula pengertian/pengetahuan yang diperoleh.
Elgar Dale, membagi alat peraga tersebut atas sebelas macam dan sekaligus
menggambarkan tingkat intensitas tiap-tiap alat tesebut dalam sebuah kerucut. Secara
berurut dari intensitas yang paling kecil sampai yang paling besar alat tersebut adalah
7
sebagai berikut: 1). Kata-kata; 2). Tulisan; 3). Rekaman, radio; 4) Film; 5) Televisi;
6). Pameran; 7). Fieldtrip; 8). Demonstrasi; 9). Sandiwara; 10). Benda Tiruan; 11).
Benda Asli (Notoatmodjo, 2010).
Berdasarkan survey yang dilakukan kepada 5 orang anak di SD Negeri
060799 dan 5 orang anak SD 060953 diketahui bahwa anak sekolah dasar pernah
mendengar tentang TB paru namun mereka tidak mengetahui penyebab terjadinya TB
paru, minimnya pengetahuan anak-anak tentang TB paru akan meningkatkan resiko
terjadinya penularan TB paru kepada anak-anak. Informasi tentang TB paru yang
diberikan petugas kesehatan dan keluarga hanya menggunakan ceramah saja sehingga
anak sekolah dasar tidak mengingat bahkan kurang tertarik dengan informasi yang
diberikan yang membuat pengetahuan dan sikap anak tentang pencegahan TB paru
menjadi kurang baik.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan fenomena yang terjadi yaitu semakin tingginya tingkat penularan
TB paru didalam keluarga dan terdapatnya kasus TB paru anak di Puskesmas
Martubung maka membuat penulis ingin mengetahui efektifitas metode penyuluhan
dengan menggunakan media cerita bergambar dan media leaflet terhadap
pengetahuan dan sikap anak SD tentang penyakit TB paru anak di SD Negeri 060799
dan SD Negeri 060953 Kota Medan.
8
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan untuk menganalisis efektifitas metode
penyuluhan kesehatan dengan menggunakan media cerita bergambar dan media
leaflet terhadap pengetahuan dan sikap anak SD tentang penyakit TB paru anak di SD
Negeri 060799 dan SD Negeri 060953 Kota Medan.
1.4. Hipotesis
1. Ada perbedaan efektifitas media cerita bergambar dan leaflet terhadap
pengetahuan dan sikap anak tentang penyakit TB paru anak di SD Negeri 060799
dan SD Negeri 060953 Kota Medan.
2. Media cerita bergambar lebih efektif dari media leaflet dalam meningkatkan
pengetahuan dan sikap anak tentang penyakit TB paru anak di SD Negeri 060799
dan SD Negeri 060953 Kota Medan.
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Medan agar dapat sebagai bahan acuan (model) untuk
program pencegahan penularan TB paru anak melalui pemberdayaan anak sekolah
dasar.
2. Sebagai bahan pemikiran yang didasari pada teori dan analisis terhadap kajian
praktis meningkatkan partisipasi anak dalam melakukan pencegahan penularan TB
paru anak.