Efektifitas Media Cerita Bergambar Dan Leaflet Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Tentang Penyakit Tb Paru Di Sd Negeri 060799 Dan Sd Negeri 060953 Kota Medan Tahun 2015

9

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Promosi kesehatan
Promosi kesehatan adalah proses memberdayakan atau memandirikan
masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya melalui
peningkatan kesadaran, kemauan dan kemampuan, serta pengembangan lingkungan
yang sehat. Promosi mencakup aspek perilaku, yaitu upaya untuk memotivasi,
mendorong dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki masyarakat
agar mereka mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya (Notoatmodjo,
2012).
2.1.1. Alat Bantu Promosi Kesehatan
Alat bantu promosi kesehatan adalah alat-alat yang digunakan penyuluh
dalam penyampaian informasi. Alat bantu ini disusun berdasarkan prinsip bahwa
pengetahuan yang ada pada setiap manusia diterima atau ditangkap melalui panca
indera. Semakin banyak indera yang digunakan untuk menerima sesuatu maka
semakin banyak dan semakin jelas pula pengertian/pengetahuan yang diperoleh.
Elgar Dale (Notoatmodjo, 2012), membagi alat peraga tersebut atas sebelas macam
dan sekaligus menggambarkan tingkat intensitas tiap-tiap alat tersebut dalam sebuah

kerucut. Secara berurut dari intensitas yang paling kecil sampai yang paling besar alat
tersebut adalah sebagai berikut: 1). Kata-kata; 2). Tulisan; 3). Rekaman, radio; 4)

9

10

Film; 5) Televisi; 6). Pameran; 7). Fieldtrip; 8). Demonstrasi; 9). Sandiwara; 10).
Benda Tiruan; 11). Benda Asli.
Alat bantu akan sangat membantu di dalam melakukan penyuluhan agar
pesan-pesan kesehatan dapat disampaikan lebih jelas dan tepat. Ada beberapa macam
alat bantu antara lain:
a. Alat bantu lihat, misalnya slide, film, gambar, dan lain-lain.
b. Alat bantu dengar, misalnya radio, piring hitam, dan lain-lain.
c. Alat bantu lihat-dengar misalnya, televisi, video cassette.
Menurut pembuatan dan penggunaannya alat bantu ini dapat dikelompokkan
menjadi:
a. Alat bantu yang rumit (complicated) seperti film, film strip, slide yang
memerlukan alat untuk mengoperasikannya.
b. Alat bantu yang sederhana seperti leaflet, buku bergambar, benda-benda yang

nyata, poster, spanduk, flanel graph, dan sebagainya.
2.1.2. Media Promosi Kesehatan
Media atau alat peraga dalam promosi kesehatan dapat diartikan sebagai alat
bantu untuk promosi kesehatan yang dapat dilihat, didengar, diraba, dirasa atau
dicium, untuk memperlancar komunikasi dan penyebarluasan informasi (Depkes,
2008). Biasanya alat peraga digunakan secara kombinasi, misalnya menggunakan
papan tulis dengan foto dan sebagainya. Tetapi dalam menggunakan alat peraga, baik
secara kombinasi maupun tunggal, ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu : alat
peraga harus mudah dimengerti oleh masyarakat sasaran dan ide atau gagasan yang

11

terkandung di dalamnya harus dapat diterima oleh sasaran. Promosi kesehatan tidak
dapat lepas dari media karena melalui media, pesan-pesan yang disampaikan dapat
lebih menarik dan mudah dipahami, sehingga sasaran dapat mempelajari pesan
tersebut sampai memutuskan untuk mengadopsi perilaku yang positif.
2.1.3. Tujuan Media Promosi Kesehatan
Adapun beberapa tujuan atau alasan mengapa media sangat diperlukan di
dalam pelaksanaan promosi kesehatan antara lain:
a.


Dapat menghindari salah pengertian/pemahaman atau salah tafsir.

b.

Dapat memperjelas apa yang diterangkan dan dapat lebih mudah ditangkap.

c.

Apa yang diterangkan akan lebih lama diingat, terutama hal-hal yang
mengesankan.

d.

Dapat menarik serta memusatkan perhatian.

e.

Dapat memberi dorongan yang kuat untuk melakukan apa yang dianjurkan.


2.1.4. Jenis Media Promosi Kesehatan
Menurut Depkes (2004), alat-alat peraga dapat dibagi dalam 4 kelompok
besar:
a.

Benda asli, yaitu benda yang sesungguhnya baik hidup maupun mati merupakan
alat peraga yang paling baik karena mudah serta cepat dikenal, mempunyai
bentuk serta ukuran yang tepat. Tetapi alat peraga ini kelemahannya tidak selalu
mudah dibawa ke mana-mana sebagai alat bantu mengajar. Termasuk dalam
macam alat peraga ini antara lain :

12

-

Benda sesungguhnya, misalnya tinja di kebun, lalat di atas tinja, dan lain
sebagainya.

-


Spesimen, yaitu benda sesungguhnya yang telah diawetkan seperti cacing
dalam botol pengawet, dan lain-lain.

-

Sampel yaitu contoh benda sesungguhnya untuk diperdagangkan seperti
oralit, dan lain-lain.
a.

Benda tiruan, yang ukurannya lain dari benda sesungguhnya. Benda
tiruan bisa digunakan sebagai media atau alat peraga dalam promosi
kesehatan. Hal ini dikarenakan menggunakan benda asli tidak
memungkinkan, misal ukuran benda asli yang terlalu besar, terlalu berat,
dan lain-lain. Benda tiruan dapat dibuat dari bermacam-macam bahan
seperti tanah, kayu, semen, plastik, dan lain-lain.

b.

Gambar/Media grafis, seperti poster, leaflet, gambar karikatur, lukisan,
dan lain-lain.


-

Poster adalah sehelai kertas atau papan yang berisikan gambar-gambar
dengan sedikit kata-kata. Kata-kata dalam poster harus jelas artinya, tepat
pesannya dan dapat dengan mudah dibaca pada jarak kurang lebih 6 meter.
Poster biasanya ditempelkan pada suatu tempat yang mudah dilihat dan
banyak dilalui orang misalnya di dinding balai desa, pinggir jalan, papan
pengumuman, dan lain- lain. Gambar dalam poster dapat berupa lukisan,
ilustrasi, kartun, gambar atau photo. Poster terutama dibuat untuk
mempengaruhi orang banyak, memberikan pesan singkat. Karena itu cara

13

pembuatannya harus menarik, sederhana dan hanya berisikan satu ide saja.
Poster yang baik adalah poster yang mempunyai daya tinggal lama dalam
ingatan orang yang melihatnya serta dapat mendorong untuk bertindak.
-

Leaflet adalah selembaran kertas yang berisi tulisan dengan kalimat-kalimat

yang singkat, padat, mudah dimengerti dan gambar-gambar yang sederhana.
Ada beberapa yang disajikan secara berlipat. Leaflet digunakan untuk
memberikan keterangan singkat tentang suatu masalah, misalnya deskripsi
pengolahan air di tingkat rumah tangga, deskripsi tentang diare dan
pencegahannya, dan lain- lain. Leaflet dapat diberikan atau disebarkan pada
saat pertemuan-pertemuan dilakukan seperti pertemuan FGD (Focus Group
Discussion), pertemuan Posyandu, kunjungan rumah, dan lain-lain. Leaflet
dapat dibuat sendiri dengan perbanyakan sederhana.

-

Booklet, media cetak yang berbentuk buku kecil. Terutama digunakan untuk
topik dimana terdapat minat yang cukup tinggi terhadap suatu kelompok
sasaran. Ciri lain dari booklet adalah : Berisi informasi pokok tentang hal
yang dipelajari, ekonomis dalam arti waktu dalam memperoleh informasi,
memungkinkan seseorang mendapat informasi dengan caranya sendiri.

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dengan booklet ada beberapa hal
antara lain booklet itu sendiri, faktor-faktor atau kondisi lingkungan juga kondisi
individual


penderita.

Oleh

karena

itu

dalam

pemakaiannya

perlu

mempertimbangkan kemampuan baca seseorang, kondisi fisik maupun
psikologis penderita dan juga faktor lingkungan dimana penderita itu berada. Di

14


samping itu perlu pula diketahui kelemahan yang ada, oleh karena kadang
informasi dalam booklet tersebut telah kadaluwarsa. Dan pada suatu tujuan
instruksional tertentu booklet tidak tepat dipergunakan.
c.

Gambar Optik, seperti photo, slide, film, dan lain-lain.
-

Photo sebagai bahan untuk alat peraga, photo digunakan dalam bentuk
album dan dokumentasi lepasan.

-

Slide pada umumnya digunakan untuk sasaran kelompok. Penggunaan slide
cukup efektif, karena gambar atau setiap materi dapat dilihat berkali-kali,
dibahas lebih mendalam. Slide sangat menarik terutama bagi kelompok anak
sekolah, karena alat ini lebih “trendi” dibanding dengan gambar, leaflet.

-


Film merupakan media yang bersifat menghibur, tapi dapat disisipi dengan
pesan-pesan yang bersifat edukatif. Sasaran media ini adalah kelompok
besar, dan kolosal.

2.1.5. Dasar Pertimbangan Pemilihan Media
Beberapa penyebab orang memilih media antara lain adalah (Sadirman,2006):
a.

Bermaksud mendemonstrasikannya.

b.

Merasa sudah akrab dengan media tersebut.

c.

Ingin memberi gambaran atau penjelasan yang lebih konkret.

d.


Merasa bahwa media dapat berbuat lebih dari yang biasa dilakukan.
Berdasarkan uraikan di atas, penulis menyimpulkan bahwa yang menjadi

dasar pertimbangan untuk memilih suatu media sangatlah sederhana, yaitu dapat
memenuhi kebutuhan atau mencapai tujuan yang diinginkan atau tidak. Menurut

15

Connel yang dikutip oleh Sadirman (2006), mengatakan bahwa jika media itu sesuai
pakailah, “If the medium fits, Use it”. Hal yang menjadi pertanyaan disini adalah apa
ukuran atau kriteria kesesuaian tersebut. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan
misalnya adalah tujuan yang ingin dicapai, karakteristik sasaran, jenis rangsangan
yang diinginkan, keadaan latar atau lingkungan, kondisi setempat, dan luasnya
jangkauan yang ingin dilayani. Faktor tersebut akhirnya diterjemahkan dalam
keputusan pemilihan.

2.2. Perilaku Kesehatan
2.2.1. Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2012) pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan
ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan yang di cakup dalam ranah pengetahuan mempunyai enam
tingkatan, yaitu:
a.

Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang

16

paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang
dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan
dan sebagainya.
b.

Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari.

c.

Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat
diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d.

Analisa (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke
dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi, dan
masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan),
membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

17

e.

Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat
merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap
suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

f.

Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan
pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria
yang telah ada (Notoatmodjo, 2012).
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden ke dalam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur.
Pengetahuan dalam penelitian ini akan diukur dengan menggunakan jenis
kuesioner yang bersifat self administered questioner yaitu jawaban diisi sendiri
oleh responden. Dan bentuk pertanyaannya berupa pilihan berganda, dimana
hanya ada satu jawaban yang benar. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari
penilaian yang bersifat subjektif.

18

2.2.2. Sikap
Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau objek,
baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya tidak langsung
dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang
tertutup. Sikap secara realitas menunjukkan adanya kesesuaian respons terhadap
stimulus tertentu. Sikap individu tidak terlepas dari perilaku, sebab proses terjadinya
perilaku seseorang berlangsung karena adanya sikap orang terhadap objek. Menurut
Berkowitz (1972), sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung
atau memihak (favourable), maupun perasaan tidak mendukung atau memihak
(unfavourable)

pada

objek

tersebut.

Secara

lebih

spesifik

Thurstone

memformulasikan sikap sebagai derajat aspek positif atau negatif terhadap suatu
objek psikologis (Azwar, 2005).
Menurut Notoatmodjo (2012), sikap merupakan reaksi atau respon yang
masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata
menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang
dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap
stimulus sosial. Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak, berpersepsi dan merasa
dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi
kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap.
Objek sikap boleh berupa benda, orang, tempat, gagasan, situasi atau kelompok.
Sikap mengandung daya pendorong atau motivasi. Sikap bukan sekedar rekaman
masa lalu, tetapi juga menentukan apakah orang harus pro dan kontra terhadap

19

sesuatu,

menentukan

apakah

yang

disukai,

diharapkan

dan

diinginkan,

mengesampingkan apa yang tidak diinginkan dan apa yang harus dihindari.
Menurut Notoatmodjo (2012), sikap terdiri dari beberapa tingkatan yaitu :
a. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau memperhatikan stimulus
yang diberikan. Misalnya sikap orang terhadap TB paru dapat dilihat dari
kesediaan dan perhatian orang itu terhadap pemberian informasi tentang TB paru.
b. Menanggapi (Responding)
Menanggapi diartikan memberi jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau
objek yang dihadapi. Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
c. Menghargai (Valuing)
Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif
terhadap objek atau stimulus.
d. Bertanggung jawab (Responsible)
Sikap yang paling tinggi tindakannya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang
telah diyakininya. Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya
dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

2.3.Teori Perubahan Perilaku
Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2012), seorang ahli psikologi,
merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap

20

stimulus (rangsangan dari luar). Dengan demikian, perilaku manusia terjadi melalui
proses: StimulusOrganismeRespons, sehingga teori Skinner ini disebut teori
”S-O-R” (Stimulus-Organisme-Respons). Selanjutnya, teori Skinner menjelaskan
adanya dua jenis respons, yaitu :
1) Respondent respons atau refleksif, yakni respons yang ditimbulkan oleh
rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang disebut elicting stimuli. Karena
menimbulkan respons-respons yang relatif tetap. Misalnya : makanan lezat akan
menimbulkan nafsu untuk makan, cahaya terang akan menimbulkan reaksi mata
tertutup, dan sebagainya. Respondent respons juga mencakup perilaku
emosional, misalnya mendengar berita musibah akan menimbulkan rasa sedih,
mendengar berita suka atau gembira akan menimbulkan rasa suka cita.
2) Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan
berkembang dan kemudian diikuti oleh stimulus atau rangsangan yang lain.
Perangsang yang terakhir ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer, karena
berfungsi untuk memperkuat respon, apabila seorang petugas kesehatan
melakukan tugasnya dengan baik adalah sebagai respons terhadap gaji yang
cukup kemudian karena kerja baik tersebut, menjadi stimulus untuk memperoleh
promosi pekerjaan. Jadi, kerja baik tersebut sebagai reinforcer untuk
memperoleh promosi pekerjaan.
Berdasarkan

teori

”S-O-R”

tersebut,

dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

maka

perilaku

manusia

dapat

21

1) Perilaku tertutup (Cover behaviour)
Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum
dapat dinikmati orang lain (dari luar) secara jelas. Respons seseorang masih
terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap
terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk ”unobservable behaviour”
atau ”cover behaviour” yang dapat diukur adalah pengetahuan dan sikap.
Contoh: Ibu hamil tahu pentingnya periksa hamil untuk kesehatan bayi dan
dirinya sendiri (pengetahuan), kemudian ibu tersebut bertanya kepada
tetangganya dimana tempat periksa hamil yang dekat (sikap).
2) Perilaku terbuka (Overt behaviour)
Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus sudah berupa
tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau ”observable
behaviour”.

2.4. TB Paru
2.4.1. Pengertian TB Paru
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB (Mycobacterium Tuberculosis). Penyakit tuberkulosis menyebar melalui droplet
orang yang telah terinfeksi basil tuberculosis (Kemenkes, 2014). Sebagian besar
kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB paru dibagi dalam 2 bagian yaitu:
(1) TB paru BTA positif (sangat menular) yaitu sekurang-kurangnya 2 dari 3

22

pemeriksaan dahak, memberikan hasil yang positif. Satu pemeriksaan dahak
memberikan hasil yang positif dan foto rontgen dada menunjukkan TB paru aktif (2)
TB paru BTA negatif, yaitu pemeriksaan dahak hasilnya masih meragukan. Jumlah
kuman yang ditemukan pada waktu pemeriksaan belum memenuhi syarat positif.
Foto rontgen dada menunjukkan hasil positif (Laban, 2007).
Pasien TB berdasarkan hasil konfirmasi pemeriksaan Bakteriologis adalah
seorang pasien TB yang dikelompokkan berdasar hasil pemeriksaan contoh uji
biologinya dengan pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan atau tes diagnostik
cepat yang direkomendasi oleh Kemenkes RI. Termasuk dalam kelompok pasien ini
(Kemenkes, 2014) adalah:
a. Pasien TB paru BTA positif
b. Pasien TB paru hasil biakan Mycobacterium Tuberculosis positif.
c. Pasien TB paru hasil tes cepat Mycobacterium Tuberculosis positif.
d. Pasien TB ekstra paru terkonfirmasi secara bakteriologis, baik dengan BTA,
biakan maupun tes cepat dari contoh uji jaringan yang terkena.
e. TB paru anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis.
Pasien TB terdiagnosis secara klinis adalah pasien yang tidak memenuhi kriteria
terdiagnosis secara bakteriologis tetapi didiagnosis sebagai pasien TB aktif oleh
dokter, dan diputuskan untuk diberikan pengobatan TB. Termasuk dalam
kelompok pasien ini adalah:
a. Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil pemeriksaan foto toraks mendukung
TB .

23

b) Pasien TB ekstra paru yang terdiagnosis secara klinis maupun laboratoris dan
histopatologis tanpa konfirmasi bakteriologis.
c) TB paru anak yang terdiagnosis dengan sistim skoring.
Catatan: Pasien TB yang terdiagnosis secara klinis dan kemudian terkonfirmasi
bakteriologis positif (baik sebelum maupun setelah memulai pengobatan) harus
diklasifikasi ulang sebagai pasien TB terkonfirmasi bakteriologis.
2.4.2. Etiologi TB Paru
Penyakit Tuberkulosis disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium
tuberculosis (M. tuberculosis). M.tuberculosis berbentuk batang lurus tidak berspora
dan juga tidak berkapsul. Dinding M. Tuberculosis sangat kompleks dan terdiri dari
lapisan lemak yang cukup tinggi (60%). Bentuk batang dengan panjang 1-10 mikron,
lebar 0,2 - 0,6 mikron. Bakteri M.Tuberculosis tahan terhadap suhu rendah sehingga
dapat bertahan hidup dalam jangka waktu lama pada suhu antara 4o c sampai 70 o c
(Kemenkes, 2014).
Penyusun utama dinding sel M. Tuberculosis ialah asam mikolat, lilin
kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor dan
mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan
asam lemak berantai panjang (C60 – C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan
oleh ikatan glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur
lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti
arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut
menyebabkan bakteri M. Tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali

24

diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan
larutan asam-alkohol. Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma
yaitu komponen lipid, polisakarida dan protein. Karakteristik antigen M. tuberculosis
dapat diidentifikasi dengan menggunakan antibodi monoclonal. M. tuberculosis
sangat peka terhadap sinar ultraviolet, sebahagian besar kuman akan mati dalam
waktu beberapa menit, dalam dahak pada suhu 30-37 o c akan mati dalam waktu lebih
kurang 1 minggu dan M. tuberculosis dapat bersifat domant (tidur/tidak berkembang)
( Kemenkes, 2014).
2.4.3. Patogenesis TB Paru
Sumber penularan penyakit TB paru adalah pasien TB BTA positif melalui
percik renik dahak yang dikeluarkannya. Namun, bukan berarti bahwa pasien TB
paru dengan hasil pemeriksaan BTA negatif tidak mengandung kuman dalam
dahaknya. Hal tersebut bisa saja terjadi oleh karena jumlah kuman yang terkandung
dalam contoh uji≤ dari 5.000 kuman/cc dahak sehingga sulit dideteksi melalui
pemeriksaan mikroskopis langsung ( Kemenkes, 2014).
Pasien TB paru dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan
menularkan penyakit TB paru. Tingkat penularan pasien TB paru BTA positif adalah
65%, pasien TB paru BTA negatif dengan hasil kultur positif adalah 26% sedangkan
pasien TB paru dengan hasil kultur negatif dan foto Toraks positif adalah 17%.
Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang mengandung percik
renik dahak yang infeksius tersebut. Pada waktu batuk atau bersin, pasien

25

menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet / percik renik).
Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak (Kemenkes, 2014).
2.4.4.Klasifikasi Penyakit TB Paru
Selain pengelompokan pasien sesuai definisi tersebut diatas, pasien juga
diklasifikasikan menurut :
a) Lokasi anatomi dari penyakit
b) Riwayat pengobatan sebelumnya
c) Hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
d) Status HIV
a.

Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit Tuberkulosis paru :
Pasien TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TB dianggap
sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru. Limfadenitis TB
dirongga dada (hilus dan atau mediastinum) atau efusi pleura tanpa terdapat
gambaran radiologis yang mendukung TB pada paru, dinyatakan sebagai TB
ekstra paru. Pasien yang menderita TB paru dan sekaligus juga menderita TB
ekstra paru, diklasifikasikan sebagai pasien TB paru (Kemenkes, 2014).
Tuberkulosis ekstra paru adalah TB yang terjadi pada organ selain paru,
misalnya: pleura, kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput
otak dan tulang. Diagnosis TB ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan hasil
pemeriksaan bakteriologis atau klinis. Diagnosis TB ekstra paru harus
diupayakan berdasarkan penemuan Mycobacterium tuberculosis. Pasien TB

26

ekstra paru yang menderita TB pada beberapa organ, menunjukkan gambaran TB
yang terberat (Kemenkes, 2014).
b.

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:
1) Pasien baru TB : adalah pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan
TB sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun kurang dari 1
bulan.
2) Pasien yang pernah diobati TB : adalah pasien yang sebelumnya pernah
menelan OAT selama 1 bulan atau lebih. Pasien ini selanjutnya
diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir, yaitu:
I.

Pasien kambuh: adalah pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil
pemeriksaan bakteriologis atau klinis

II. Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien TB yang
pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.
III. Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up):
adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow up
(klasifikasi ini sebelumnya dikenal sebagai pengobatan pasien setelah
putus berobat /default).
IV. Lain-lain: adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir
pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
3) Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui.

27

c.

Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
Pengelompokan pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji dari
Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT dan dapat berupa :
I.

Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini pertama
saja

II. Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini
pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan
III. Multi drug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan
Rifampisin (R) secara bersamaan
IV. Extensive drug resistan adalah TB MDR yang sekaligus juga resistan
terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu
dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin)
V. Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan atau
tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode
genotip (tes cepat) atau metode fenotip (konvensional).
2.4.5. Gejala Penyakit TB Paru
Gejala penyakit TB paru secara umum dibagi menjadi dua, yaitu gejala umum
dengan gejala khusus ( Depkes, 2009):
1. Gejala Umum (Sistemik), yaitu:
a. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan pada
malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam, seperti
influenza dan bersifat hilang timbul.

28

b. Penurunan nafsu makan dan berat badan
c. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)
2. Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
Gejala Khusus , yaitu :
a. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian
bronkus (saluran yang menuju ke paru -paru) akibat penekanan kelenjar getah
bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas
melemah disertai sesak.
b. Bila ada cairan di rongga pleura (pembungkus paru -paru) dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.
c. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada
suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada
muara ini akan keluar cairan nanah.
d. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut
sebagai Meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi,
adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang (Maryuani, 2011).
Gejala dan tanda menderita penyakit TB pada anak sangat luas variasinya, mulai
dari yang sangat ringan sampai yang sangat berat. Gejala dan tanda yang
mengawali kecurigaan adanya penyakit TB pada anak diantaranya adalah MMBB
(Masalah Makan dan Berat Badan), demam lama atau berulang, gampang atau
sering tertular batuk atau pilek, adanya benjolan yang banyak di leher, atau diare
yang sulit sembuh.

29

2.4.6. Pencegahan Penyakit TB Paru
1. Imunisasi dengan vaksin BCG sangat penting untuk mengendalikan penyebaran
penyakit TB paru. Vaksin ini akan memberi tubuh kekebalan aktif terhadap
penyakit TB paru, vaksin ini hanya perlu diberikan sekali seumur hidup, karena
pemberian lebih dari sekali tidak berpengaruh. Vaksin BCG akan sangat efektif
apabila diberikan segera setelah lahir atau paling lambat 2 bulan setelah lahir.
2. Karena sumber penularan TB paru yang utama adalah orang-orang dewasa yang
sehari-hari dekat dengan anak, maka orang dewasa yang dicurigai TB paru harus
ditangani dengan baik dan benar, yaiu dengan segera memeriksakan diri untuk
memastikan apakah menderita TB paru aktif atau tidak dan dilakukan pengobatan
secara teratur apabila benar menderita TB paru (Depkes, 2009).
2.4.7. Multi Drug Resistense (MDR)
Resistansi kuman M .tuberculosis terhadap OAT adalah keadaan di mana
kuman tersebut sudah tidak dapat lagi dibunuh dengan OAT. TB resistan OAT pada
dasarnya adalah suatu fenomena “buatan manusia”, sebagai akibat dari pengobatan
pasien TB yang tidak adekuat maupun penularan dari pasien TB resistan OAT.
Penatalaksanaan TB resistan OAT lebih rumit dan memerlukan perhatian yang lebih
banyak daripada penatalaksanaan TB yang tidak resistan. Penerapan Manajemen
Terpadu Pengendalian TB Resistan Obat menggunakan kerangka kerja yang sama
dengan strategi DOTS dengan beberapa penekanan pada setiap komponennya
(Kemenkes, 2014).

30

Faktor utama penyebab terjadinya resistansi kuman terhadap OAT adalah ulah
manusia sebagai akibat tatalaksana pengobatan pasien TB yang tidak dilaksanakan
dengan baik. Penatalaksanaan pasien TB yang tidak adekuat tersebut dapat ditinjau
dari sisi:
1. Pemberi jasa/petugas kesehatan, yaitu karena:
a) Diagnosis tidak tepat
b) Pengobatan tidak menggunakan paduan yang tepat
c) Dosis, jenis, jumlah obat dan jangka waktu pengobatan tidak adekuat
d) Penyuluhan kepada pasien yang tidak adekuat
2. Pasien, yaitu karena :
a) Tidak mematuhi anjuran dokter/ petugas kesehatan
b) Tidak teratur menelan paduan OAT
c) Menghentikan pengobatan secara sepihak sebelum waktunya
d) Gangguan penyerapan obat
3. Program Pengendalian TB , yaitu karena :
a) Persediaan OAT yang kurang
b) Kualitas OAT yang disediakan rendah (Pharmaco-vigillance)

2.5. TB Anak
2.5.1.Penegakan Diagnosis TB Paru Anak
Pasien TB paru anak dapat ditemukan dengan cara melakukan pemeriksaan
pada, anak yang kontak erat dengan pasien TB paru menular. Kontak erat adalah anak

31

yang tinggal serumah atau sering bertemu dengan pasien TB paru menular. Pasien TB
paru menular adalah terutama pasien TB paru yang hasil pemeriksaan sputumnya
BTA positif dan umumnya terjadi pada pasien TB paru dewasa. (Kemenkes, 2013).
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi sistemik dan organ yang paling
sering terkena adalah paru. Gejala klinis penyakit ini dapat berupa gejala
sistemik/umum atau sesuai organ terkait. Perlu ditekankan bahwa gejala klinis TB
paru pada anak tidak khas, karena gejala serupa juga dapat disebabkan oleh berbagai
penyakit selain TB paru (Kemenkes, 2013).
Gejala sistemik/umum TB paru anak adalah sebagai berikut:
a.

Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik dengan
adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan gizi
yang baik.

b.

Demam lama ≥2
( minggu) dan/atau be rulang tanpa sebab yang jelas (bukan
demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain). Demam umumnya
tidak tinggi. Keringat malam saja bukan merupakan gejala spesifik TB paru anak
apabila tidak disertai dengan gejala-gejala sistemik/umum lainnya.

c.

Batuk lama ≥ 3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda atau
intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah dapat
disingkirkan.

d.

Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh (failure
to thrive).

e.

Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.

32

f.

Diare persisten/menetap (> 2 minggu) yang tidak sembuh dengan pengobatan
baku diare.
Gejala klinis spesifik terkait organ
Gejala klinis pada organ yang terkena TB , tergantung jenis organ yang terkena,
misalnya kelenjar limfe, susunan saraf pusat (SSP), tulang, dan kulit, adalah
sebagai berikut (Kemenkes, 2013):
1) Tuberkulosis kelenjar (terbanyak di daerah leher atau regio colli),
pembesaran KGB multipel (>1 KGB), diameter ≥1 cm, konsistensi kenyal,
tidak nyeri, dan kadang saling melekat atau konfluens.
2) Tuberkulosis otak dan selaput otak:
a) Meningitis TB : Gejala-gejala meningitis dengan seringkali disertai
gejala akibat keterlibatan saraf-saraf otak yang terkena.
b) Tuberkuloma otak: Gejala-gejala adanya lesi desak ruang.
3) Tuberkulosis sistem skeletal:
a) Tulang belakang (spondilitis): Penonjolan tulang belakang (gibbus).
b) Tulang panggul (koksitis): Pincang, gangguan berjalan, atau tanda
peradangan di daerah panggul.
c) Tulang lutut (gonitis): Pincang dan/atau bengkak pada lutut tanpa sebab
yang jelas.
d) Tulang kaki dan tangan (spina ventosa/daktilitis).
4) Skrofuloderma ditandai adanya ulkus disertai dengan jembatan kulit antar
tepi ulkus (skin bridge).

33

5) Tuberkulosis mata:
a) Konjungtivitis fliktenularis (conjunctivitis phlyctenularis).
b) Tuberkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi).
6) Tuberkulosis organ-organ lainnya, misalnya peritonitis TB, TB ginjal
dicurigai bila ditemukan gejala gangguan pada organ-organ tersebut tanpa
sebab yang jelas dan disertai kecurigaan adanya infeksi TB.
2.5.2. Pengobatan TB Paru Anak
Prinsip dasar pengobatan TB paru anak adalah minimal 3 macam obat dan
diberikan dalam waktu 6 bulan. OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap
intensif maupun tahap lanjutan dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak.
Dosis yang digunakan untuk paduan OAT KDT pada anak : 2(RHZ)/4(RH), Bayi
dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah sakit. Anak dengan BB ≥33
kg, dirujuk ke rumah sakit, obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah OAT
KDT (Obat Anti Tuberkulosis Kombinasi Dosis Tetap) dapat diberikan dengan cara:
ditelan secara utuh atau digerus sesaat sebelum diminum (Depkes, 2009).
Hasil pengobatan pasien TB yaitu (Depkes, 2009):
a) Sembuh jika Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan
pemeriksaan ulang dahak (follow-up) hasilnya negatif pada akhir pengobatan dan
minimal satu pemeriksaan follow-up sebelumnya negatif.
b) Pengobatan Lengkap adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya
secara lengkap tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal.

34

c) Meninggal adalah pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab
apapun.
d) Pindah adalah pasien yang pindah berobat ke unit lain dan hasil pengobatannya
tidak diketahui.
e) Default (Putus berobat) adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut
atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
f) Gagal jika pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan (Depkes, 2008).

2.6. Landasan Teori
Menurut Fitriani (2011) bahwa prinsip dasar dari pendidikan kesehatan adalah
proses belajar, dalam proses belajar terdapat 3 persoalan pokok yaitu persoalan
masukan, proses dan persoalan keluaran.

Input

Proses

Output

Gambar 2.1. Proses Pendidikan Kesehatan
Persoalan pokok dalam proses belajar (Fitriani, 2011) yaitu
a. Persoalan masukan (input) yang terdiri dari kelompok sasaran dengan latar
belakang umur, pendidikan, pengetahuan, sikap dan keterampilan yang berbeda.
b. Persoalan proses yaitu mekanisme dan interaksi yang terjadi perubahan
kemampuan (perilaku) pada individu. Pada proses ini terjadi pengaruh timbal balik

35

antara berbagai faktor antara lain individu, pengajar, media dan metode
pembelajaran.
c. Persoalan keluaran (output) yaitu hasil belajar itu sendiri baik berupa kemampuan
atau perubahan perilaku dari individu yang telah mendapatkan pengajaran.
Menurut Ali (2011) bahwa pendidikan kesehatan yang diberikan akan
memberikan proses perubahan sehingga terciptanya suatu perilaku yang baru.
Menurut Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2012), merumuskan bahwa proses
perubahan perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus
(rangsangan dari luar). Dengan demikian, perilaku manusia terjadi melalui proses:
StimulusOrganismeRespons, sehingga teori Skinner ini disebut teori ”S-O-R”
(Stimulus-Organisme-Respons). Selanjutnya, teori Skinner menjelaskan adanya dua
jenis respons, yaitu :
1) Respondent respons atau refleksif, yakni respons yang ditimbulkan oleh
rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu karena menimbulkan respons-respons
yang relatif tetap.
2) Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan
berkembang dan kemudian diikuti oleh stimulus atau rangsangan yang lain.
Perangsang yang terakhir ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer, karena
berfungsi untuk memperkuat respons.
Berdasarkan teori ”S-O-R” tersebut, maka perilaku manusia dapat
dikelompokkan menjadi dua , yaitu :

36

1) Perilaku tertutup (Cover behaviour)
Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum dapat
dinikmati orang lain (dari luar) secara jelas. Respons seseorang masih terbatas
dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap
stimulus yang bersangkutan. Bentuk ”unobservable behaviour” atau ”cover
behaviour” yang dapat diukur adalah pengetahuan dan sikap.
2) Perilaku terbuka (Overt behaviour)
Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus sudah berupa tindakan,
atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau ”observable behaviour”,
tindakan ini dapat juga berupa keterampilan seseorang dalam melakukan sesuatu.
Teori SOR ( Skinner)
Stimulus

Organisme

Respons Tertutup
Pengetehuan
Sikap

Respons
Terbuka
Praktik

Gambar 2.2. Teori Perubahan Perilaku SOR (Skinner)

37

2.7. Kerangka Konsep
Berdasarkan beberapa kajian teori dan tujuan penelitian, maka kerangka
konsep penelitian yang disusun adalah sebagai berikut:

Intervensi
Penyuluhan Kesehatan
 Media Leaflet
 Media Cerita bergambar

Pretest
Pengetahuan dan Sikap
anak Tentang Penyakit TB
paru anak

Posttest
Pengetahuan dan Sikap
anak Tentang Penyakit TB
paru anak

Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian
Konsep utama penelitian adalah untuk melihat pengaruh metode penyuluhan
kesehatan dengan menggunakan media cerita bergambar dan leaflet terhadap
pengetahuan dan sikap anak sekolah dasar tentang penyakit TB paru anak.

Dokumen yang terkait

Tingkat Pengetahuan dan Sikap Guru SD terhadap Penyakit Epilepsi di SD Negeri 064969, SD Percobaan Negeri, dan SD Shafiyyatul Amaliyyah Kota Medan Tahun 2013

4 56 82

PERBEDAAN PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG KARIES GIGI MELALUI MEDIA BUKU CERITA BERGAMBAR DAN LEAFLET Perbedaan Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Karies Gigi Melalui Media Buku Cerita Bergambar Dan Leaflet Terhadap Pengetahuan, Sikap, Dan Per

0 6 16

Efektifitas Media Cerita Bergambar Dan Leaflet Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Tentang Penyakit Tb Paru Di Sd Negeri 060799 Dan Sd Negeri 060953 Kota Medan Tahun 2015

0 1 17

Efektifitas Media Cerita Bergambar Dan Leaflet Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Tentang Penyakit Tb Paru Di Sd Negeri 060799 Dan Sd Negeri 060953 Kota Medan Tahun 2015

0 0 2

Efektifitas Media Cerita Bergambar Dan Leaflet Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Tentang Penyakit Tb Paru Di Sd Negeri 060799 Dan Sd Negeri 060953 Kota Medan Tahun 2015

0 0 8

Efektifitas Media Cerita Bergambar Dan Leaflet Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Tentang Penyakit Tb Paru Di Sd Negeri 060799 Dan Sd Negeri 060953 Kota Medan Tahun 2015 Chapter III VI

1 2 50

Efektifitas Media Cerita Bergambar Dan Leaflet Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Tentang Penyakit Tb Paru Di Sd Negeri 060799 Dan Sd Negeri 060953 Kota Medan Tahun 2015

5 20 4

Efektifitas Media Cerita Bergambar Dan Leaflet Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Tentang Penyakit Tb Paru Di Sd Negeri 060799 Dan Sd Negeri 060953 Kota Medan Tahun 2015 Appendix

0 0 28

Tingkat Pengetahuan dan Sikap Guru SD terhadap Penyakit Epilepsi di SD Negeri 064969, SD Percobaan Negeri, dan SD Shafiyyatul Amaliyyah Kota Medan Tahun 2013

0 0 13

Tingkat Pengetahuan dan Sikap Guru SD terhadap Penyakit Epilepsi di SD Negeri 064969, SD Percobaan Negeri, dan SD Shafiyyatul Amaliyyah Kota Medan Tahun 2013

0 0 19