Perencanaan Kolam Retensi Sebagai Usaha Mereduksi Debit Banjir ( Studi Kasus : Kecamatan Medan Selayang Kelurahan Asam Kumbang)

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Drainase merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang sebagai sistem guna memenuhi kebutuhan masyarkat dan merupakan komponen penting dalam perencanaan kota. Secara umum, sistem drainase dapat didefenisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat berfungsi secara optimal.

Sistem drainase juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas. Saat ini sistem drainase sudah menjadi salah satu infrastruktur perkotaan yang sangat penting. Kualitas manajemen suatu kota dapat dilihat dari kualitas sistem drainase yang ada. Sistem drainase yang baik dapat membebaskan kota dari genangan air.

Drainase perkotaan adalah sistem drainase dalam wilayah administrasi kota dan daerah perkotaan yang berfungsi untuk mengendalikan atau mengeringkan kelebihan air permukaan didaerah permukiman yang berasal dari hujan lokal, sehingga tidak mengganggu masyarakat dan dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.

Jenis drainase bila ditinjau berdasarkan dari cara terbentuknya, dapat dikelompokkan menjadi:


(2)

a. Drainase alamiah (natural drainage)

Drainase yang terbentuk secara alami dan tidak terdapat bangunan-bangunan penunjang seperti bangunan-bangunan pelimpah, pasangan batu/beton, gorong-gorong dan lain-lain. Saluran ini terbentuk oleh gerusan air yang bergerak karena gravitasi yang lambat laun membentuk jalan air yang permanen seperti sungai.

b. Drainase buatan (artificial drainage)

Drainase yang dibuat dengan maksud dan tujuan tertentu sehingga memerlukan bangunan-bangunan khusus seperti selokan pasangan batu/beton, gorong-gorong, pipa-pipa dan sebagainya.

Jenis drainase ditinjau berdasarkan dari cara konstruksinya, dapat dikelompokkan menjadi:

a. Saluran Terbuka, yaitu saluran yang lebih cocok untuk drainase air hujan yang terletak di daerah yang mempunyai luasan yang cukup, ataupun untuk drainase air non-hujan yang tidak membahayakan kesehatan/mengganggu lingkungan.

b. Saluran Tertutup, yaitu saluran yang pada umumnya sering dipakai untuk aliran air kotor (air yang mengganggu kesehatan/lingkungan) atau untuk saluran yang terletak di tengah kota.


(3)

2.2 Gambaran Umum Wilayah Studi

2.2.1 Letak Geografis

Daerah Kecamatan Medan Selayang mempunyai luas wilayah sebesar 9,01 km2 dan berada pada ketinggian ±30 m di atas permukaan laut yang mana berbatasan dengan :

 Sebelah Utara : Kecamatan Medan Sunggal dan Medan Polonia

 Sebelah Barat : Kecamatan Medan Sunggal

 Sebelah Timur : Kecamatan Medan Polonia dan Medan Johor

 Sebelah Selatan : Kecamatan Medan Tuntungan

Di wilayah Kecamatan Medan Selayang terdapat sungai yaitu Sungai Belawan yang mana berfungsi untuk mengalirkan air yang ada di permukaan di wilayah Kecamatan Medan Selayang maupun di daerah yang dilewati oleh aliran Sungai Belawan tersebut ke laut.

2.2.2 Topografi

Secara umum topografi Medan Selayang cenderung ke Utara. Kondisi topografi suatu daerah merupakan faktor penting dalam perencanaan sistem drainase sehingga dapat diketahui tinggi rendahnya suatu daerah perencanaan (kontur) yang dapat mempermudah dalam merencanakan arah aliran air hujan yang jatuh ke tanah.

2.2.3 Klimatologi & Hidrologi

Kota Medan mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum menurut Stasiun Polonia pada tahun 2006 berkisar antara 23,0º C - 24,1º C dan suhu


(4)

maksimum berkisar antara 30,6º C - 33,1º C serta menurut Stasiun Sampali suhu minimumnya berkisar antara 23,6ºC-24,4ºC dan suhu maksimum berkisar antara 30,2ºC - 32,5ºC.

Selanjutnya mengenai kelembaban udara di wilayah Kota Medan rata-rata 78-82 %. Dan kecepatan angin rata-rata sebesar 0,42 m/dtk sedangkan rata-rata total laju penguapan tiap bulannya 100,6 mm. Hari hujan di Kota Medan pada tahun 2006 rata-rata per bulan 19 hari dengan rata-rata curah hujan menurut Stasiun Sampali per bulannya 230,3 mm dan pada Stasiun Polonia per bulannya 211,67 mm.

2.3 Siklus Hidrologi

Siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfir ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi. Pemanasan air samudera oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara terus menerus. Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan es dan salju dan hujan gerimis. Keseimbangan siklus hidrolgi ditandai oleh curah hujan yang tinggi didukung dengan kapasitas tanah dalam menahan air seperti hutan di daerah hulu, ruang terbuka dan jumlah bangunan di daerah hulu menyebabkan siklus hidrologi tidak seimbang sehingga keluarnya air dari permukaan tanah (run-off) mengakibatkan terjadinya genangan air.


(5)

Gambar 2.1 Siklus Hidrologi

2.3.1 Analisa curah hujan kawasan

Hujan merupakan komponen yang sangat penting dalam analisis hidrologi. Pengukuran hujan dilakukan selama 24 jam baik secara manual maupun otomatis, dengan cara ini berarti hujan yang diketahui adalah hujan total yang terjadi selama satu hari. Dalam analisa digunakan curah hujan rencana, hujan rencana yang dimaksud adalah hujan harian maksimum yang akan digunakan untuk menghitung intensitas hujan, kemudian intensitas ini digunakan untuk memperkirakan debit rencana.

Data curah hujan yang diperoleh dari alat penakar hujan yang terjadi hanya pada satu tempat atau titik saja. Apabila dalam suatu kawasan terdapat beberapa stasiun penakar hujan, maka untuk mendapatkan nilai curah hujan kawasan tersebut dari harga rata-rata curah hujan beberapa stasiun penakar hujan yang ada di dalam atau di sekitar kawasan tersebut. Ada tiga cara yang dapat digunakan untuk menentukan tinggi curah hujan rata-rata tertentu dari beberapa satasiun pencatat curah hujan, yaitu:


(6)

 Metode Rata-Rata Aljabar

Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa semua stasiun penakar hujan di daerah tersebut mempunyai pengaruh yang setara, dan cocok untuk kawasan dengan topografi rata/datar. Cara ini digunakan apabila:

1. Daerah tersebut berada pada daerah yang datar. 2. Penempatan alat ukur tersebar merata.

3. Variasi curah hujan sedikit dari harga tengahnya. Persamaan yang digunakan:

………. (2.1)

dimana:

P = curah hujan maksimum rata-rata (mm) n = jumlah stasiun pengamatan

P1 = curah hujan pada stasiun pengamatan satu (mm)

P2 = curah hujan pada stasiun pengamatan dua (mm)

P3 = curah hujan pada stasiun pengamatan n (mm)  Metode Polygon Thiessen

Cara ini dikenal sebagai metode rata-rata timbang. Cara ini memberikan proporsi luasan derah pengaruh pos penakar hujan untuk mengakomodasi ketidakseragaman jarak. Cara ini diperoleh dengan membuat poligon yang memotong tegak lurus pada tengah-tengah garis penghubung dua stasiun hujan. Dengan demikian tiap stasiun penakar akan terletak pada suatu poligon tertentu. Cara ini cocok untuk daerah datar dengan luas 500-5000 km2.

Hal yang perlu diperhatikan dalam metode ini adalah:

1. Jumlah stasiun pengamatan minimal tiga buah stasiun. 2. Penambahan stasiun akan mengubah seluruh jaringan. 3. Topografi daerah tidak diperhitungkan.


(7)

Perhitungan menggunakan rumus sebagai berikut:

………...………(2.2)

dimana:

P = curah hujan maksimum rata-rata (mm)

P1,P2,……..,Pn = curah hujan pada stasiun 1,2…….,n (mm)

A1,A2,..…..,An = luas daerah pada polygon 1,2,…….,n (km2)

Gambar 2.2 Polygon Thiessen

dimana:

1

A

= luas daerah pengaruh stasiun pertama 2

A = luas daerah pengaruh stasiun ke-2

3

A

= luas daerah pengaruh stasiun ke-3

4

A

= luas daerah pengaruh stasiun ke-4

5

A

= luas daerah pengaruh stasiun ke-5 STA 4

STA 5

STA 6

STA 2

STA 3

STA 1

A4

A3

A1 A5

A6


(8)

 Metode Isohyet

Cara ini memperhitungkan secara aktual pengaruh tiap-tiap pos penakar hujan dengan menghubungkan titik-titik dengan tinggi curah hujan yang sama membentuk garis kontur dari tinggi curah hujan yang sama. Metode ini digunakan dengan ketentuan:

1. Dapat digunakan pada daerah datar maupun pegunungan 2. Jumlah stasiun pengamatan harus banyak

3. Yang bermanfaat untuk hujan yang sangat singkat Perhitungan menggunakan persamaan sebagai berikut:

………..(2.3)

dimana:

P = curah hujan rata-rata (mm)

P1,P2,P3,…..,n = curah hujan pada stasiun 1,2,3,…….,n (mm)

A1,A2,…….,An = luas area antara 2 (dua) isohyet (km2)

Pada umumnya, data curah hujan yang tercatat terdapat beberapa yang hilang atau dianggap kurang panjang jangka waktu pencatatannya. Untuk mengisi data yang hilang digunakan Metode Reciprocal, dimana metode ini menggunakan data curah hujan referensi dengan mempertimbangkan jarak stasiun yang akan dilengkapi datanya dengan stasiun referensi tersebut. Persamaan matematis yang digunakan:

1 2 n

2 2 2

1 2 n

2 2 2

1 2 n

H H H

+ + ... +

L L L

Hh =

1 + 1 + ... + 1

L L L

     

     

     

     

     

     


(9)

dimana:

Hh = hujan di stasiun yang akan dilengkapi

1 n

H ,..., H = hujan di stasiun referensi

1 n

L ,..., L

= jarak stasiun referensi dengan stasiun dilengkapi (m)

2.3.2 Analisa Frekuensi Curah Hujan

Untuk menghitung debit banjir dengan periode ulang tertentu, diperlukan juga hujan maksimum dengan periode ulang tertentu pula. Hujan maksimum ini sering disebut dengan hujan rencana. Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi dan empat jenis distribusi yang banyak digunakan dalam bidang hidrologi adalah:

 Metodei Normal

 Metode Log Normal

 Metode Log Person III

 Metode Gumbel 2.3.2.1Metode Normal

Data curah hujan disusun dari urutan yang terbesar sampai yang terkecil. Distribusi normal atau kurva normal disebut juga distribusi Gauss. Fungsi densitas peluang normal (PDF = probability density function) yang paling dikenal adalah bentuk bell dan dikenal sebagai distribusi normal. PDF distribusi normal dapat dituliskan dalam bentuk rata-rata dan simpangan bakunya, sebagai berikut:

 

2 2

x -μ 1

P(X) = exp - x

σ 2π

 

   

 

 

  ………... (2.5)


(10)

P(X) = fungsi densitas peluang normal (ordinat kurva normal)

X = variabel acak kontinu μ = rata-rata nilai X

σ = simpangan baku dari nilai X

Dalam pemakaian praktis, umumnya rumus tersebut tidak digunakan secara langsung karena telah dibuat tabel untuk keperluan perhitungan, dan juga dapat didekati dengan:

T T

X - X

K =

S

………..……. (2.6)

dimana:

T

X

= perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahun

X = nilai rata-rata hitung variat

S = deviasi standar nilai variat

T

K

= faktor frekuensi (nilai variabel reduksi Gauss)

Nilai faktor frekuensi KT umumnya sudah tersedia dalam tabel untuk

mempermudah perhitungan, seperti ditunjukkan dalam tabel berikut, biasa disebut sebagai tabel nilai variabel reduksi Gauss (Variable reduced Gauss).

Tabel 2.1 Nilai variabel reduksi Gauss No. Periode ulang, T (tahun) Peluang KT

1 1,001 0,999 -3,05

2 1,005 0,995 -2,58

3 1,010 0,990 -2,33

4 1,050 0,950 -1,64

5 1,110 0,900 -1,28

6 1,250 0,800 -0,84

7 1,330 0,750 -0,67

8 1,430 0,700 -0,52

9 1,670 0,600 -0,25

10 2,000 0,500 0

11 2,500 0,400 0,25


(11)

13 4,000 0,250 0,67

14 5,000 0,200 0,84

15 10,000 0,100 1,28

16 20,000 0,050 1,64

17 50,000 0,020 2,05

18 100,000 0,010 2,33

19 200,000 0,005 2,58

20 500,000 0,002 2,88

21 1000,000 0,001 3,09

(Suripin,2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 37)

2.3.2.2Metode Log Normal

Dalam distribusi Log Normal data X diubah kedalam bentuk logaritmik Y = log X. Jika variabel acak Y = log X terdistribusi secara normal, maka X dikatakan mengikuti distribusi Log Normal. PDF (probability density function) untuk distribusi Log Normal dapat dituliskan dalam bentuk rata-rata dan simpangan bakunya, sebagai berikut:

2

2 Y Y

Y -μ 1

P(X) = exp - X > 0

2σ Xσ 2π

 

 

 

  ……….…. (2.7)

Y = Log X

dimana:

P(X) = peluang log normal

X = nilai variat pengamatan

Y

σ

= deviasi standar nilai variat Y

Y

μ

= nilai rata-rata populasi Y

Dengan persamaan yang dapat didekati:

T T

Y = Y + K S ……….……… (2.8)

T T

Y - Y K =


(12)

dimana:

T

Y

= perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahunan

Y = nilai rata-rata hitung variat

S = deviasi standar nilai variat

T

K

= faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang

2.3.2.3Metode Log Person III

Pada situasi tertentu, walaupun data yang diperkirakan mengikuti distribusi sudah konversi kedalam bentuk logaritmis, ternyata kedekatan antara data dan teori tidak cukup kuat untuk menjustifikasi pemakaian distribusi log normal.

Salah satu distribusi dari serangkaian distribusi yang dikembangkan person yang menjadi perhatian ahli sumber daya air adalah Log-Person Type III (LP III). Tiga parameter penting dalam LP III yaitu harga rata-rata, simpangan baku dan koefesien kemencengan. Yang menarik adalah jika koefesien kemencengan sama dengan nol maka perhitungan akan sama dengan log Normal. Berikut ini langkah-langkah penggunaan distribusi Log-Person Type III:

 Ubah data kedalam bentuk logaritmis, X = Log X

 Hitung harga rata-rata:

n

i i=1

log X LogX =

n

……… (2.10)


(13)

0,5

n 2

i i=1

logX - logX s = n -1            

……….. (2.11)

 Hitung koefesien kemencengan:

  

3 n i i=1 3

n logX - logX G =

n -1 n - 2 s

……….………. (2.12)

 Hitung logaritma hujan atau banjir dengan periode ulang T dengan rumus:

T

LogX = LogX + K.s

……… (2.13)

K adalah variabel standar (standardized variable) untuk X yang besarnya tergantung koefisien kemencengan G, dicantumkan pada Tabel 2.3.

Tabel 2.2 Nilai K untuk distribusi Log-Person III

Interval kejadian (Recurrence interval), tahun (periode ulang)

Koef. G 1,0101 1,2500 2 5 10 25 50 100

Persentase peluang terlampaui (Percent chance of being exceeded)

99 80 50 20 10 4 2 1

3,0 2,8 2,6 2,4 2,2 -0,667 -0,714 -0,769 -0,832 -0,905 -0,636 -0,666 -0,696 -0,725 -0,752 -0,396 -0,384 -0,368 -0,351 -0,330 0,420 0,460 0,499 0,537 0,574 1,180 1,120 1,238 1,262 1,284 2,278 2,275 2,267 2,256 2,240 3,152 3,144 3,071 3,023 2,970 4,051 3,973 2,889 3,800 3,705 2,0 1,8 1,6 1,4 1,2 -0,990 -1,087 -1,197 -1,318 -1,449 -0,777 -0,799 -0,817 -0,832 -0,844 -0,307 -0,282 -0,254 -0,225 -0,195 0,609 0,643 0,675 0,705 0,732 1,302 1,318 1,329 1,337 1,340 2,219 2,193 2,163 2,218 2,087 2,192 2,848 2,780 2,076 2,626 3,605 3,449 3,388 3,271 3,149 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 -1,558 -1,733 -1,880 -2,029 -2,178 -0,852 -0,856 -0,857 -0,855 -0,850 -0,164 -0,132 -0,099 -0,066 -0,033 0,758 0,780 0,800 0,516 0,830 1,340 1,336 1,328 1,317 1,301 2,043 1,993 1,939 1,880 1,818 2,542 2,453 2,359 2,261 2,159 3,022 2,891 2,755 2,615 2,472 0,0 -0,2 -2,326 -2,472 -0,842 -0,830 0,000 0,033 0,842 0,850 1,282 1,258 1,715 1,680 2,051 1,945 2,236 2,178


(14)

-0,4 -0,6 -0,8 -2,615 -2,755 -2,891 -0,816 -0,800 -0,780 0,066 0,099 0,132 0,855 0,857 0,856 1,231 1,200 1,166 1,606 1,528 1,448 1,834 1,720 1,606 2,028 1,880 1,733 -1,0 -1,2 -1,4 -1,6 -1,8 -3,022 -2,149 -2,271 -2,238 -3,499 -0,758 -0,732 -0,705 -0,675 -0,643 0,164 0,195 0,225 0,254 0,282 0,852 0,844 0,832 0,817 0,799 1,128 1,086 1,041 0,994 0,945 1,366 1,282 1,198 1,116 1,035 1,492 1,379 1,270 1,166 1,069 1,588 1,449 1,318 1,197 1,087 -2,0 -2,2 -2,4 -2,6 -2,8 -3,0 -3,605 -3,705 -3,800 -3,889 -3,973 -7,051 -0,609 -0,574 -0,532 -0,490 -0,469 -0,420 0,307 0,330 0,351 0,368 0,384 0,396 0,777 0,752 0,725 0,696 0,666 0,636 0,895 0,844 0,795 0,747 0,702 0,660 0,959 0,888 0,823 0,764 0,712 0,666 0,980 0,900 0,823 0,768 0,714 0,666 0,990 0,905 0,832 0,796 0,714 0,667 (Suripin,2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 37)

2.3.2.4Metode Gumbel

Gumbel menggunakan harga ekstrim untuk menunjukkan bahwa untuk setiap data merupakan data exponential. Jika jumlah populasi yang terbatas dapat didekati dengan persamaan:

X = X + SK ……….. (2.14)

dimana:

X = peluang log normal

S = nilai variat pengamatan

Faktor probabilitas K untuk harga-harga ekstrim Gumbel dapat dinyatakan dalam persamaan:

T n T

n

Y - Y

K =

S

……… (2.15)

dimana:

n

Y

= reduced mean yang tergantung jumlah sampel/data ke-n

n

S

= reduced standar deviation yang tergantung pada jumlah sampel/data ke-n


(15)

r

r T

r T -1 Y = -ln

T

 

 

 ………. (2.16)

Tabel 2.4 : Standard Deviasi (Yn), Tabel 2.5 : Reduksii Standard Deviasi

(Sn), dan Tabel 2.6 : Reduksi Variat (Ytr) berikut mencantumkan nilai-nilai

Variabel Reduksi menurut Gauss untuk menyelesaikan persamaan 2.15.

Tabel 2.3 Reduksi Standar deviasi (Yn) untuk distribusi Gumbel

N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0,4952 0,4996 0,5035 0,5070 0,5100 0,5128 0,5157 0,5181 0,5202 0,5520

20 0,5236 0,5252 0,5268 0,5283 0,5296 0,5309 0,5320 0,5332 0,5343 0,5353

30 0,5362 0,5371 0,5380 0,5388 0,5396 0,5403 0,5410 0,5418 0,5424 0,5436

40 0,5436 0,5442 0,5448 0,5453 0,5458 0,5463 0,5468 0,5473 0,5477 0,5481

50 0,5485 0,5489 0,5493 0,5497 0,5501 0,5504 0,5508 0,5511 0,5515 0,5518

60 0,5521 0,5524 0,5527 0,5530 0,5533 0,5535 0,5538 0,5540 0,5543 0,5545

70 0,5548 0,5550 0,5552 0,5555 0,5557 0,5559 0,5561 0,5563 0,5565 0,5567

80 0,5569 0,5570 0,5572 0,5574 0,5576 0,5578 0,5580 0,5581 0,5583 0,5585

90 0,5586 0,5587 0,5589 0,5591 0,5592 0,5593 0,5595 0,5596 0,5598 0,5599

100 0,5600 0,5602 0,5603 0,5604 0,5606 0,5607 0,5608 0,5609 0,5610 0,5611

(Suripin,2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 51)

Tabel 2.4 Reduksi Standar deviasi (Sn) untuk untuk distribusi Gumbel

N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0,9496 0,9676 0,9883 0,9971 1,0095 1,0206 1,0316 1,0411 1,0493 1,0565

20 1,0628 1,0696 1,0754 1,0811 1,0864 1,0915 1,0961 1,1004 1,1047 1,1080

30 1,1124 1,1159 1,1193 1,1226 1,1255 1,1285 1,1313 1,1339 1,1363 1,1388

40 1,1413 1,1436 1,1458 1,1480 1,1499 1,1519 1,1538 1,1557 1,1547 1,1590

50 1,1607 1,1623 1,1638 1,1658 1,1667 1,1681 1,1696 1,1708 1,1721 1,1734

60 1,1747 1,1759 1,1770 1,1782 1,1793 1,1803 1,1814 1,1824 1,1834 1,1844

70 1,1854 1,1863 1,1873 1,1881 1,1890 1,1898 1,1906 1,1915 1,1923 1,1930

80 1,1938 1,1945 1,1953 1,1959 1,1967 1,1973 1,1980 1,1987 1,1994 1,2001

90 1,2007 1,2013 1,2020 1,2026 1,2032 1,2038 1,2044 1,2049 1,2055 1,2060

100 1,2065 1,2069 1,2073 1,2077 1,2081 1,2084 1,2087 1,2090 1,2093 1,2096

(Suripin,2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 52)

Tabel 2.5 Reduksi variat (YTr) sebagai fungsi periode ulang

Periode ulang, Tr (tahun)

Reduced variate, YTr

Periode ulang, Tr (tahun)

Reduced variate, YTr

2 0,3668 100 4,6012

5 1,5004 200 5,2969

10 2,2510 250 5,5206


(16)

25 3,1993 1000 6,9087

50 3,9028 5000 8,5188

75 4,3117 10000 9,2121

(Suripin,2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 52)

2.3.3 Intensitas Curah Hujan

Intensitas curah hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan persatuan waktu. Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung intensitasnya cenderung makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin tinggi pula intensitasnya.

Biasanya intensitas hujan dihubungkan dengan durasi hujan jangka pendek misalnya 5 menit, 30 menit, 60 menit dan jam-jaman. Data curah hujan jangka pendek ini hanya dapat diperoleh dengan menggunakan alat pencatat hujan otomatis. Apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia, yang ada hanya data hujan harian maka metode yang dipakai dalam perhitungan intensitas curah hujan adalah Metode Monobe, dimana persamaannya adalah sebagai berikut:

2 3 24

R 24

I =

24 t

   

  ………..…….. (2.17)

dimana:

I = intensitas curah hujan (mm/jam)

24

R

= curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)

t = lamanya curah hujan (menit) atau (jam)

Dengan menggunakan persamaan diatas intensitas curah hujan untuk berbagai nilai waktu konsentrasi dapat ditentukan dari besar data curah hujan harian (24 jam).


(17)

2.3.4 Koefisien Pengaliran

Koefisien pengaliran (C) adalah perbandingan antara jumlah air hujan yang mengalir atau melimpas di atas permukaan tanah (surface run-off) dengan jumlah air hujan yang jatuh dari atmosfir (hujan total yang terjadi). Besaran ini dipengaruhi oleh tata guna lahan, kemiringan lahan, jenis dan kondisi tanah. Ketetapan dalam menentukan besarnya debit air sangatlah penting dalam penentuan dimensi saluran. Disamping penentuan luas daerah pelayanan drainase dan curah hujan rencana, juga dibutuhkan besar harga koefisien pengaliran (C).

Pemilihan koefisien pengaliran harus memperhitungkan kemungkinan adanya perubahan tataguna lahan dikemudian hari karena dalam hal ini pengaruh koefisien pengaliran sangat besar dalam menentukan besarnya aliran disuatu tempat daerah tertentuberdasarkan jenis daerah tersebut. Berikut ini koefisien C untuk metode rasional oleh McGueen, 1989 disajikan di dalam tabel 2.7.

Tabel 2.6 Koefiesien limpasan untuk metode Rasional

Deskripsi lahan/karakter permukaan Koefisien aliran, C Business

perkotaan pinggiran Perumahan

rumah tunggal multiunit, terpisah multiunit, tergabung perkampungan apartemen Industri

ringan berat Perkerasan

aspal dan beton batu bata, paving Atap

0,70 – 0,90 0,50 – 0,70 0,30 – 0,50 0,40 – 0,60 0,60 – 0,75 0,25 – 0,40 0,50 – 0,70 0,50 – 0,80 0,60 – 0,90 0,70 – 0,95 0,50 – 0,70 0,75 – 0,95


(18)

Halaman, tanah berpasir datar 2%

rata-rata 2-7% curam, 7% Halaman tanah berat

datar 2% rata-rata 2-7% curam, 7% Halaman kereta api Taman tempat bermain Taman, pekuburan Hutan

datar, 0-5%

bergelombang, 5-10% berbukit, 10-30%

0,05 – 0,10 0,10 – 0,15 0,15 – 0,20 0,13 – 0,17 0,18 – 0,22 0,25 – 0,35 0,10 – 0,35 0,20 – 0,35 0,10 – 0,25 0,10 – 0,40 0,25 – 0,50 0,30 – 0,60 (Sumber :McGuen, 1989

2.3.5 Debit Rencana

Perhitungan debit rencana untuk saluran drainase di daerah perkotaan dapat dilakukan dengan menggunakan Metode Rasional. Metode Rasional adalah salah satu metode untuk menetukan debit aliran permukaan yang diakibatkan oleh curah hujan, yang umumnya merupakan suatu dasar untuk untuk merencanakan debit saluran drainase. Adapun asumsi dari Metode Rasional adalah pengaliran maksimum terjadi kalau lama waktu curah hujan sama dengan lama waktu konsentrasi daerah alirannya, Metode Rasional sebagai berikut:

p s

Q = 0, 278×C×C ×I×A

………. (2.18)

dimana:

p

Q

= debit rencana (m3/detik)

C = koefisien aliran permukaan s

C = koefisien tampungan

I = intensitas hujan (mm/jam)


(19)

Luas daerah pengeringan pada umumnya diwilayah perkotaan terdiri dari beberapa daerah yang mempunyai karakteristik permukaan tanah yang berbeda (sub area) sehingga koefisien pengaliran untuk masing-masing sub area nilainya berbeda untuk menentukan koefisien pengaliran pada wilayah tersebut dilakukan penggabungan masing-masing sub area. Untuk penentuan koefisien limpasan harus dipilih dari pengetahuan akan daerah yang ditinjau terhadap pengalaman, dan harus dipilih dengan jenis pembangunan yang akan ditetapkan oleh rencana kota.

Daerah yang memiliki cekungan untuk menampung air hujan relatif mengalirkan lebih sedikit air hujan dibandingkan dengan daerah yang tidak memiliki cekungan sama sekali. Efek tampungan oleh cekungan ini terhadap debit rencana diperkirakan dengan koefisien tampungan yang diperoleh dengan rumus berikut ini:

c s

c d

2T

C =

2T + T

……….. (2.19)

2.3.6 Waktu Konsentrasi

Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan untuk mengalirkan air dari titik yang paling jauh pada daerah aliran ke titik kontrol yang ditentukan di bagian hilir suatu saluran. Waktu yang diperlukan oleh air hujan yang jatuh, untuk mengalir dari titik terjauh sampai ketempat keluaran DAS (titik kontrol), setelah tanah menjadi jenuh dan depresi-depresi kecil terpenuhi. Dalam hal ini diasumsikan bahwa bila durasi hujan sama dengan waktu konsentrasi, maka setiap bagian DAS secara serentak telah menyumbangkan aliran terhadap titik kontrol.


(20)

Salah satu metode untuk memperkirakan waktu konsentrasi adalah dengan rumus yang dikembangkan oleh Kirpich (1940) yang ditulis sebagai berikut:

0,385 2 c

0,87×L

t =

100×S

……… (2.20)

dimana:

c

t

= waktu konsentrasi (jam)

L = panjang saluran (km)

S = kemiringan rata-rata saluran

Waktu konsentrasi dapat juga dihitung dengan membedakannya menjadi dua komponen yaitu waktu yang diperlukan air untuk mengalir dipermukaan lahan sampai saluran terdekat (to) dan waktu perjalanan dari pertama masuk

saluran sampai titik keluaran td sehingga Tc = to + td.

0,167 o

2 n

t = ×3, 28× L×

3 S

 

 

  ……….….. (2.21)

s d

L t =

60V ………...…...…. (2.22)

dimana:

o

t

= inlet time ke saluran terdekat (menit)

d

t

= konduit time sampai ke tempat pengukuran (menit) n = angka kekasaran manning

S = kemiringan lahan (m)

L = panjang lintasan aliran diatas permukaan lahan (m) s

L = panjang lintasan aliran didalam saluran/sungai (m)


(21)

Titik terjauh to menuju saluran drainase

pengamatan Titik

Titik terjauh td menuju saluran drainase

Gambar 2.3 Lintasan aliran waktu inlet time (to) dan conduit time (td)

2.4 Analisis Hidrolika

Analisis hidrolika bertujuan untuk menentukan acuan yang digunakan dalam menentukan dimensi hidrolis dari saluran drainase maupun bangunan pelengkap lainnya dimana aliran air dalam suatu saluran dapat berupa aliran saluran terbuka maupun saluran tertutup.

2.4.1 Saluran Terbuka

Pada saluran terbuka terdapat permukaan air yang bebas (free surface) dimana permukaan bebas ini dipengaruhi oleh tekanan udara secara langsung. Kekentalan dan gravitasi mempengaruhi sifat aliran pada saluran terbuka. Saluran terbuka umumnya digunakan pada lahan yang masih memungkinkan (luas), lalu lintas pejalan kakinya relatif jarang, dan beban di kiri dan kanan saluran relatif ringan. Saluran terbuka terdiri dari saluran alam seperti sungai-sungai kecil di daerah hulu (pegunungan) hingga sungai besar di muara dan saluran buatan seperti saluran drainase tepi jalan, saluran irigasi dan lain-lain. Saluran buatan terbuka dapat berbentuk segitiga, trapesium, segi empat, bulat, setengah lingkaran dan lain-lain (Gambar 2.5)


(22)

Bentuk Persegi Bentuk Trapesium Bentuk Segitiga

Bentuk Tersusun Bentuk Setengah Lingkaran Gambar 2.4. Bentuk-Bentuk Profil Saluran Terbuka

Beberapa rumusan yang digunakan dalam menentukan dimensi saluran:

 Kecepatan dalam saluran Chezy

V = C RI ………...……… (2.23) dimana:

V = kecepatan rata-rata (m/detik)

C = koefesien Chezy

R = jari-jari hidrolis (m)

I = kemiringan atau gradien dari dasar saluran

Koefesien C dapat diperoleh dengan menggunakan salah satu dari pernyataan berikut:

 Kutter:

0, 0015 1 23 +

s n

C =

23 + 0, 00155 n

1+

s R

……….(2.24)

 Manning:

1 6

1

C =

R

R

……….(2.25)

 Bazin: C = 87m

1+ R

………..….(2.26)

dimana:

V = kecepatan (m/detik)


(23)

S = kemiringan dasar saluran (m/m)

n = koefesien kekasaran Manning (detik/m1/3)

m = koefesien kekasaran, harganya tergantung jenis bahan saluran

 Debit aliran bila menggunakan rumus Manning

2 1 3 2

1

Q = A×V = ×R ×I ×A

n

(m

3/detik) ………..…. (2.27)

Kondisi debit aliran berfluktuasi sehingga perlu memperhatikan kecepatan aliran. Diupayakan agar pada saat debit pembuangan kecil masih dapat mengangkut sedimen, dan pada keadaan debit besar terhindar dari bahaya erosi.

 Penampang saluran

Penampang saluran yang paling ekonomis adalah saluran yang dapat melewatkan debit maksimum untuk luas penampang basah, kekasaran dan kemiringan dasar tertent. Berdasarkan persamaan kontinuitas, tampak jelas bahwa untuk luas penampang melintang tetap, debit maksimum dicapai jika kecepatan aliran maksimum. Dari rumus Manning maupun Chezy dapat dilihat bahwa untuk kemiringan dasar dan kekasaran tetap, kecepatan maksimum dicapai jika jari-jari hidraulik R maksimum.

Selanjutnya untuk penampang tetap, jari-jari hidraulik maksimum keliling basah, P minimum. Kondisi seperti itu yang telah kita pahami tersebut memberi jalan untuk menentukan dimensi penampang melintang saluran yang ekonomis untuk berbagai macam bentuk seperti tampang persegi dan tampang trapesium.


(24)

1. Penampang persegi paling ekonomis

Pada penampang melintang saluran berbentuk persegi dengan lebar dasar B dan kedalaman air h, luas penampang basah A = B x h dan keliling basah P. Maka bentuk penampang persegi paling ekonomis adalah jika kedalaman setengah dari lebar dasar saluran atau jari-jari hidrauliknya setengah dari kedalaman air.

Gambar 2.5 Penampang saluran persegi

Untuk bentuk penampang persegi yang ekonomis:

A = B×h ………...………… (2.28)

P = B+ 2h ………..…….… (2.29)

B = 2hatauh = B

2 ………...…… (2.30)

Jari-jari hidraulik R:

A B× h R = =

P B + 2h ………....…..(2.31)

B


(25)

2. Penampang saluran trapesium paling ekonomis

Luas penampang melintang A dan keliling basah P, saluran dengan penampang melintang bentuk trapesium dengan lebar dasar b, kedalaman h dan kemiringan dinding 1:m (gambar 2.6) dapat dirumuskan sebagai berikut:

Gambar 2.6 Penampang saluran trapesium

A = B + mh h

………..…………(2.32)

2

P = B + 2h m +1

………. (2.33)

2

B = P - 2h m +1

……….……….. (2.34)

Penampang trapesium paling ekonomis adalah jika kemiringan dindingnya

m =1 3

atauθ = 60o

. Dapat dirumuskan sebagai berikut:

2 B = h 3

3 ………...….. (2.35)

2

A = h

3

………..………. (2.36)  Kemiringan dinding saluran m (berdasarkan kriteria)

 Luas penampang

  

A

=

b +

mh h

(m2)  Keliling basah

 

P =b + 2h 1+ m2 (m)

 Jari-jari hidrolis R =A P (m)

B

h 1

m

mh mh


(26)

 Kecepatan aliran

2 1 3 2

1

V =

×R ×I

n

(m/detik)

2.4.2 Saluran Tertutup

Pada sistem saluran tertutup (pipa flow) seluruh pipa diisi dengan air sehingga tidak terdapat permukaan yang bebas, oleh karena itu permukaan tidak secara langsung dipengaruhi oleh tekanan udara luar. Saluran tertutup umumnya digunakan pada daerah yang lahannya terbatas (pasar, pertokoan), daerah yang lalu lintas pejalan kakinya padat, dan lahan yang dipakai untuk lapangan parkir.

2.4.3 Dimensi Saluran

Dimensi saluran harus mampu mengalirkan debit rencana atau dengan kata lain debit yang dialirkan oleh saluran (QS) sama atau lebih besar dari debit

rencana (QT). Hubungan ini ditunjukkan sebagai berikut:

S T

Q

Q

……….………. (2.37)

Debit suatu penampang saluran (QS) dapat diperoleh dengan menggunakan

rumus seperti dibawah ini:

S S

Q = A ×V

……….. (2.38)

dimana:

S

A

= luas penampang saluran (m2)

V = kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran (m/detik)

Kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran dapat dihitung dengan menggunakan rumus Manning sebagai berikut:


(27)

2 1 3 2

1

V = ×R ×S

n

………...……(2.39)

S

A R =

P ……….………. (2.40)

dimana:

V = kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran (m/detik) n = koefesien kekasaran Manning

R = jari-jari hidrolis (m)

S = kemiringan dasar saluran

S

A

= luas penampang saluran (m2)

P = keliling basah saluran (m)

Nilai koefisien kekasaran Manning (n), untuk gorong-gorong dan saluran pasangan dapat dilihat pada Tabel 2.7.


(28)

Tabel 2.7 Koefisien kekasaran Manning

(Sumber: chow, 1959,)

Tipe saluran dan diskripsinya Minimum Normal Maksimum

Saluran, dilapis atau dipoles 1. Logam

a. Baja dengan permukaan licin Tidak dicat

Dicat

b. Baja dengan permukaan bergelombang 2. Bukan logam

a. Semen Acian Adukan b. Kayu

Diserut, tidak diawetkan Diserut , diawetkan dengan creosoted

Tidak diserut Papan

Dilapis dengan kertas kedap air c. Beton

Dipoles dengan sendok kayu Dipoles sedikit

Dipoles Tidak dipoles

Adukan semprot, penampang rata Adukan semprot, penampang bergelombang

Pada galian batu yang teratur Pada galian batu yang tak teratur d. Dasar beton dipoles sedikit dengan

tebing dari

Batu teratur dalam a dukan Batu tak teratur dalam adukan Adukan batu, semen, diplester Adukan batu dan semen e. Batu kosong atau rip-rap f. Dasar kerikil dengan tebing dari

Beton acuan

Batu tak teratur dalam adukan Batu kosong atau rip-rap g. Bata

Diglasir

Dalam adukan semen h. Pasangan batu

Batu pecah disemen Batu kosong i. Batu potong, diatur j. Aspal

Halus Kasar

k. Lapisan dari tanaman

0,011 0,012 0,021 0,010 0,011 0,010 0,011 0,011 0,012 0,013 0,011 0,013 0,015 0,014 0,016 0,018 0,017 0,022 0,015 0,017 0,016 0,020 0,020 0,017 0,020 0,023 0,011 0,012 0,017 0,023 0,013 0,013 0,016 0,030 0,012 0,013 0,025 0,011 0,013 0,012 0,012 0,013 0,015 0,014 0,013 0,015 0,017 0,017 0,019 0,022 0,020 0,027 0,017 0,020 0,020 0,025 0,030 0,020 0,023 0,033 0,013 0,015 0,025 0,032 0,015 0,013 0,016 0,014 0,017 0,030 0,013 0,015 0,014 0,015 0,015 0,018 0,017 0,015 0,016 0,020 0,020 0,023 0,025 0,020 0,024 0,024 0,030 0,035 0,025 0,026 0,036 0,015 0,018 0,030 0,035 0,017 0,500


(29)

Nilai kemiringan dinding saluran diperoleh berdasarkan bahan saluran yang digunakan. Nilai kemiringan dinding saluran dapat dilihat pada Tabel 2.9.

Tabel 2.8 Nilai kemiringan dinding saluran sesuai bahan

Bahan saluran Kemiringan dinding (m)

Batuan/cadas 0

Tanah lumpur 0,25

Lempung keras/tanah 0,5 – 1 Tanah dengan pasangan batuan 1

Lempung 1,5

Tanah berpasir lepas 2

Lumpur berpasir 3

(Sumber :ISBN: 979-8382-49-8)

2.5. Kolam Retensi

Kolam retensi adalah kolam /waduk penampungan air hujan dalam jangka waktu tertentu.Berfungsi untuk memotong puncak banjir yang terjadi dalam badan/ air sungai. Kolam retensi dapat menampung sementara debit air sehingga puncak banjir dan genangan air dapat dikurangi. Selain sebagai penampung air sementara saat banjir datang, kolam retensi juga berfungsi sebgai penyimpan air untuk dilepaskan pada saat musim kemarau dan meningkatkan konservasi air tanah karena peresapan air terjadi selama air tertahan.


(30)

2.5.1 Jenis-Jenis Kolam Retensi

a. Kolam retensi tipe di samping badan sungai

Gambar 2.7 Kolam retensi tipe di samping badan sungai Kelengkapan sistem:

- Kolam retensi - Pintu inlet

- Bangunan pelimpah samping - Pintu outlet

- Jalan akses menuju kolam retensi - Saringan sampah

- Kolam penangkap sedimen Kesesuaian tipe:

- Dipakai apabila tersedia lahan kolam retensi - Pemeliharaan lebih mudah

- Pelaksanaan lebih mudah

b) Kolam retensi di dalam badan sungai


(31)

Kelengkapan system: - Kolam retensi - Tanggul keliling - Pintu outlet - Bendung

- Saringan sampah

- Kolam penangkap sedimen Kesesuaian tipe:

- Dipakai apabila lahan sulit didapat - Kapasitas kolam retensi terbatas - Mengganggu aliran yang ada di hulu - Pelaksanaan lebih sulit

- Pemeliharaan lebih mahal c) Kolam retensi storage memanjang

Gambar 2.9 Kolam retensi tipe storage menajang Kelengkapan system:

- Saluran yang lebar dan dalam - Cek dam/bending setempat Kesesuaian tipe:

- Mengoptimalkan saluran drainase yang ada karena lahan tidak tersedia - Kapasitas terbatas

- Mengganggu aliran yang ada - Pelaksanaan lebih sulit


(1)

 Kecepatan aliran

2 1 3 2

1

V =

×R ×I

n

(m/detik) 2.4.2 Saluran Tertutup

Pada sistem saluran tertutup (pipa flow) seluruh pipa diisi dengan air sehingga tidak terdapat permukaan yang bebas, oleh karena itu permukaan tidak secara langsung dipengaruhi oleh tekanan udara luar. Saluran tertutup umumnya digunakan pada daerah yang lahannya terbatas (pasar, pertokoan), daerah yang lalu lintas pejalan kakinya padat, dan lahan yang dipakai untuk lapangan parkir.

2.4.3 Dimensi Saluran

Dimensi saluran harus mampu mengalirkan debit rencana atau dengan kata lain debit yang dialirkan oleh saluran (QS) sama atau lebih besar dari debit rencana (QT). Hubungan ini ditunjukkan sebagai berikut:

S T

Q

Q

……….………. (2.37)

Debit suatu penampang saluran (QS) dapat diperoleh dengan menggunakan rumus seperti dibawah ini:

S S

Q = A ×V

……….. (2.38)

dimana: S

A

= luas penampang saluran (m2)

V = kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran (m/detik)

Kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran dapat dihitung dengan menggunakan rumus Manning sebagai berikut:


(2)

2 1 3 2

1

V = ×R ×S

n

………...……(2.39)

S

A R =

P ……….………. (2.40)

dimana:

V = kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran (m/detik) n = koefesien kekasaran Manning

R = jari-jari hidrolis (m) S = kemiringan dasar saluran

S

A

= luas penampang saluran (m2) P = keliling basah saluran (m)

Nilai koefisien kekasaran Manning (n), untuk gorong-gorong dan saluran pasangan dapat dilihat pada Tabel 2.7.


(3)

Tabel 2.7 Koefisien kekasaran Manning

(Sumber: chow, 1959,)

Tipe saluran dan diskripsinya Minimum Normal Maksimum

Saluran, dilapis atau dipoles 1. Logam

a. Baja dengan permukaan licin Tidak dicat

Dicat

b. Baja dengan permukaan bergelombang 2. Bukan logam

a. Semen Acian Adukan b. Kayu

Diserut, tidak diawetkan Diserut , diawetkan dengan creosoted

Tidak diserut Papan

Dilapis dengan kertas kedap air c. Beton

Dipoles dengan sendok kayu Dipoles sedikit

Dipoles Tidak dipoles

Adukan semprot, penampang rata Adukan semprot, penampang bergelombang

Pada galian batu yang teratur Pada galian batu yang tak teratur d. Dasar beton dipoles sedikit dengan

tebing dari

Batu teratur dalam a dukan Batu tak teratur dalam adukan Adukan batu, semen, diplester Adukan batu dan semen e. Batu kosong atau rip-rap f. Dasar kerikil dengan tebing dari

Beton acuan

Batu tak teratur dalam adukan Batu kosong atau rip-rap g. Bata

Diglasir

Dalam adukan semen h. Pasangan batu

Batu pecah disemen Batu kosong i. Batu potong, diatur j. Aspal

Halus Kasar

k. Lapisan dari tanaman

0,011 0,012 0,021 0,010 0,011 0,010 0,011 0,011 0,012 0,013 0,011 0,013 0,015 0,014 0,016 0,018 0,017 0,022 0,015 0,017 0,016 0,020 0,020 0,017 0,020 0,023 0,011 0,012 0,017 0,023 0,013 0,013 0,016 0,030 0,012 0,013 0,025 0,011 0,013 0,012 0,012 0,013 0,015 0,014 0,013 0,015 0,017 0,017 0,019 0,022 0,020 0,027 0,017 0,020 0,020 0,025 0,030 0,020 0,023 0,033 0,013 0,015 0,025 0,032 0,015 0,013 0,016 0,014 0,017 0,030 0,013 0,015 0,014 0,015 0,015 0,018 0,017 0,015 0,016 0,020 0,020 0,023 0,025 0,020 0,024 0,024 0,030 0,035 0,025 0,026 0,036 0,015 0,018 0,030 0,035 0,017 0,500


(4)

Nilai kemiringan dinding saluran diperoleh berdasarkan bahan saluran yang digunakan. Nilai kemiringan dinding saluran dapat dilihat pada Tabel 2.9.

Tabel 2.8 Nilai kemiringan dinding saluran sesuai bahan

Bahan saluran Kemiringan dinding (m) Batuan/cadas 0

Tanah lumpur 0,25 Lempung keras/tanah 0,5 – 1 Tanah dengan pasangan batuan 1

Lempung 1,5

Tanah berpasir lepas 2 Lumpur berpasir 3 (Sumber :ISBN: 979-8382-49-8)

2.5. Kolam Retensi

Kolam retensi adalah kolam /waduk penampungan air hujan dalam jangka waktu tertentu.Berfungsi untuk memotong puncak banjir yang terjadi dalam badan/ air sungai. Kolam retensi dapat menampung sementara debit air sehingga puncak banjir dan genangan air dapat dikurangi. Selain sebagai penampung air sementara saat banjir datang, kolam retensi juga berfungsi sebgai penyimpan air untuk dilepaskan pada saat musim kemarau dan meningkatkan konservasi air tanah karena peresapan air terjadi selama air tertahan.


(5)

2.5.1 Jenis-Jenis Kolam Retensi

a. Kolam retensi tipe di samping badan sungai

Gambar 2.7 Kolam retensi tipe di samping badan sungai Kelengkapan sistem:

- Kolam retensi - Pintu inlet

- Bangunan pelimpah samping - Pintu outlet

- Jalan akses menuju kolam retensi - Saringan sampah

- Kolam penangkap sedimen Kesesuaian tipe:

- Dipakai apabila tersedia lahan kolam retensi - Pemeliharaan lebih mudah

- Pelaksanaan lebih mudah

b) Kolam retensi di dalam badan sungai

Gambar 2.8 Kolam retensi tipe di dalam badan sungai


(6)

Kelengkapan system: - Kolam retensi - Tanggul keliling - Pintu outlet - Bendung

- Saringan sampah

- Kolam penangkap sedimen Kesesuaian tipe:

- Dipakai apabila lahan sulit didapat - Kapasitas kolam retensi terbatas - Mengganggu aliran yang ada di hulu - Pelaksanaan lebih sulit

- Pemeliharaan lebih mahal c) Kolam retensi storage memanjang

Gambar 2.9 Kolam retensi tipe storage menajang Kelengkapan system:

- Saluran yang lebar dan dalam - Cek dam/bending setempat Kesesuaian tipe:

- Mengoptimalkan saluran drainase yang ada karena lahan tidak tersedia - Kapasitas terbatas

- Mengganggu aliran yang ada - Pelaksanaan lebih sulit