Hubungan Resistensi Insulin Dengan Jumlah Lesi Skin Tag di RSUP H.Adam Malik Medan Chapter III V
19
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Desain penelitian
Penelitian dilakukan dengan rancangan penelitian potong lintang ( cross
sectional study) yang bersifat analitik.
3.2 Waktu dan tempat penelitian
3.2.1 Waktu penelitian
Penelitian dilakukan mulai bulan Februari 2016 sampai April 2016,
3.2.2
Tempat penelitian
1. Penelitian dilakukan di Divisi Tumor dan Bedah Kulit SMF Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik Medan.
2.
Pengambilan sampel darah dan pemeriksaan kadar insulin puasa
dan kadar glukosa darah puasa dilakukan di Laboratorium klinik
Prodia.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi target
Semua pasien skin tag yang berobat ke Divisi Tumor dan Bedah Kulit SMF
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin di RSUP.H.Adam Malik Medan.
19
Universitas Sumatera Utara
20
3.3.2 Populasi terjangkau
Pasien-pasien yang menderita skin tag yang berobat ke Divisi Tumor dan
Bedah Kulit SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam
Malik Medan mulai bulan Februari sampai April 2016.
3.3.3 Sampel
Sampel penelitian terdiri dari bagian dari populasi terjangkau yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
3.3 Besar Sampel
Untuk menghitung besar sampel maka digunakan rumus berikut:
Rumus :
n =
Zα + Zβ
2
+3
0,5ln (1+r)//(1-r)
Kesalahan tipe I = 5 %, hipotesis dua arah, Zα = 1,96
Kesalahan tipe II = 20 %, maka Zβ = 0,842
r = koefisien hubungan = 0,47 (dikutip dari kepustakaan No.1)
Maka : n =
2
1,96 + 0,842
+3
0,5 ln [(1 +0,47) / (1 - 0,47]
=
33 orang
Universitas Sumatera Utara
21
3.5 Cara Pengambilan Sampel Penelitian
Cara pengambilan sampel dilakukan dengan metode consecutive sampling
3.6 Identifikasi Variabel
Variabel bebas : Resistensi insulin
Variabel terikat : Skin tag (jumlah lesi)
3.7 Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi
3.7.1
Kriteria Inklusi
1. Pasien sskin tag yang didiagnosis melalui anamnesis dan
pemeriksaan klinis
2. Berusia 20-60 tahun
3. Bersedia ikut serta dalam penelitian dengan menandatangani
informed consent
3.7.2
Kriteria Eksklusi
1. Pasien skin tag yang sedang hamil dan menyusui
2. Pasien
yang
sedang
mengkonsumsi
obat-obatan
yang
mempengaruhi resistensi insulin seperti: kortikosteroid, diuretik,
penghambat beta dan adrenergik agonis, latihan fisik dan diet tinggi
karbohidrat berdasarkan anamnesis
Universitas Sumatera Utara
22
3.8 Alat dan Cara Penelitian
3.8.1 Alat Penelitian
1. Satu pasang sarung tangan
2. Satu buah alat ikat pembendungan (torniquet).
3. Satu buah spuit disposable 10 cc.
4. Dua buah vacutainer (tabung pengumpul darah steril) 5 cc.
5. Satu buah plester luka.
6. Kapas.
7. Alkohol 70%.
8. Povidon iodine.
3.8.2 Cara Kerja
3.8.2.1 Pencatatan data dasar
1. Pencatatan data dasar dilakukan oleh peneliti di Poliklinik
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam Malik
Medan.
2. Pencatatan
data
dasar
meliputi
identitas
penderita,
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan dermatologis,
sesuai formulir catatan medis terlampir.
3. Diagnosis klinis ditegakkan oleh peneliti bersama dengan
pembimbing di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin RSUP H. Adam Malik Medan.
Universitas Sumatera Utara
23
3.8.2.2.Cara pengambilan darah :
Pengambilan sampel darah
1. Pengambilan sampel darah dilakukan pada pagi hari antara
pukul
08.00-09.00 WIB,
setelah pasien sebelumnya
berpuasa selama 10-12 jam, dan dilakukan di Laboratorium
Klinik Prodia Jl. S. Parman No. 17/223 G Medan
2. Dengan menggunakan sarung tangan, memastikan lokasi
penusukan, yaitu daerah vena mediana cubiti pada lipat siku.
3. Torniquet dipasang pada lengan atas dan pasien diminta
untuk mengepal telapak tangan hingga vena jelas terlihat.
4. Lokasi penusukan didesinfeksi dengan kapas alkohol 70%
secara sentrifugal. Spuit disiapkan dengan memeriksa jarum
dan penutupnya. Setelah itu vena mediana cubiti ditusuk
dengan posisi sudut 45 derajat dengan jarum menghadap
keatas, darah dibiarkan mengalir kedalam jarum.
5. Pasien diminta untuk membuka kepalan tangannya agar
aliran darah bebas, dan darah diambil hingga volume yang
dibutuhkan.
6. Torniquet dilepas, lalu jarum ditarik dengan tetap menekan
lubang penusukan dengan kapas alkohol. Tempat bekas
tusukan ditekan dengan kapas alkohol sampai tidak keluar
darah lagi, setelah itu ditutup dengan plester.
Universitas Sumatera Utara
24
7. Sampel darah kemudian dimasukkan ke dalam dua tabung
vacutainer 5 cc untuk pemeriksaan KGD puasa dan kadar
insulin puasa.
8. Selanjutnya sampel darah disimpan dalam freezer suhu 200C, yang akan stabil selama 3 bulan sebelum pemeriksaan.
Hindari kontaminasi dan pajanan langsung sinar matahari.
9. Pemeriksaan KGD puasa juga dilakukan di Laboratorium
Klinik Prodia Jl. S. Parman No. 17/223 G
Medan,
menggunakan alat Architect ci8200 Integrated System.
10. Sampel untuk pemeriksaan kadar insulin puasa selanjutnya
dikirim ke Laboratorium Klinik Prodia Pusat di Jakarta.
Proses pemeriksaan kadar insulin puasa dilakukan dengan
metode chemiluminescent immunometric assay, dengan
menggunakan alat Advia Centaur XP Immunoassay dengan
kit insert menggunakan Immulite® 2000 Insulin. Hasil
analisisnya dapat diperoleh dalam waktu lebih kurang 1 jam.
3.9 Definisi Operasional
3.9.1 Umur
Definisi
: Lama hidup pasien dihitung berdasarkan tanggal lahir,
bulan dan tahun sesuai dengan rekam medis, apabila lebih dari 6 bulan
dilakukan pembulatan ke atas dan apabila lebih kecil dari 6 bulan
dilakukan pembulatan ke bawah.
Universitas Sumatera Utara
25
Alat ukur: data rekam medik
Hasil ukur: pengelompokan umur menjadi jumlah tahun
Skala ukur : Skala rasio
3.9.2 Riwayat keluarga skin tag
Diketahui berdasarkan anamnesis dari subyek penelitian mengenai
anggota keluarga (ayah, ibu, saudara kandung) yang juga menderita skin
tag
3.9.3 Jumlah lesi Skin tag
Jumlah lesi skin tag berupa papul filiform warna kulit, lunak, bertangkai,
berwarna seperti warna kulit ataupun hiperpigmentasi yang ditegakkan
berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis. Alat ukur: Pemeriksaan fisik
dan dermatologis Hasil ukur: Jumlah total lesi skin tag pada tubuh Skala
ukur: Skala rasio
3.9.4 Resistensi insulin (HOMA-IR)
Suatu keadaan terjadinya gangguan respon metabolik terhadap kerja
insulin, akibatnya untuk kadar glukosa plasma tertentu dibutuhkan kadar
insulin lebih banyak dari normal untuk mempertahankan keadaan
normoglikemi. Metode pengukuran resistensi insulin yang dipakai pada
penelitian ini adalah HOMA-IR.
Alat
ukur:
Nilai
HOMA-IR
:
parameter
yang
dipakai
untuk
menentukan,dengan perhitungan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
26
HOMA-IR = insulin puasa ( μU/ml) x kadar gula darah puasa (mmol/L)
22,5
Hasil ukur: dikatakan resistensi insulin bila nilai HOMA-IR ≥ 2,6
Skala ukur: Skala rasio
Universitas Sumatera Utara
27
3.10 Kerangka operasional
Pasien skin tag yang berobat ke poliklinik Bedah Kulit SMF
I. Kes. Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik Medan
Memenuhi kriteria
inklusi & eksklusi
Sampel
Penghitungan jumlah lesi
Pengukuran kadar
gula darah puasa
Pengukuran kadar
insulin puasa
Penilaian HOMA-IR untuk
menentukan resistensi insulin
Pencatatan data dan tabulasi dalam
tabel distribusi frekuensi
Analisis statistik
Gambar 3.1 Diagram Operasional
Universitas Sumatera Utara
28
3.11
Pengolahan dan analisis data
1. Data-data yang terkumpul kemudian diolah menggunakan program
komputer dan selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel distribusi.
2. Untuk menilai hubungan antara dua variabel yaitu kadar insulin
resistensi dan jumlah lesi digunakan uji korelasi. Apabila data
mempunyai distribusi normal maka digunakan uji korelasi parametrik
Pearson, sedangkan apabila data tidak terdistribusi secara normal
digunakan uji korelasi non parametrik Spearman.
3.12
Ethical Clearance
Penelitian ini sudah memperoleh surat persetujuan dari Komisi Etik
Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara dengan nomor: 146/KOMET/ FK USU/2016 dan surat izin penelitian
dari instalasi Penelitian dan Pengembangan RSUP. H. Adam Malik Medan
dengan nomor LB.02.03.II.4.382
Universitas Sumatera Utara
29
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini dilakukan pengukuran resistensi insulin terhadap 33
pasien skin tag yang didiagnosis melalui pemeriksaan klinis dari mulai Februari
2016 sampai April 2016.
4.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik subjek pada penelitian ini ditampilkan berdasarkan kelompok
jenis kelamin, usia,suku,riwayat keluarga,lokasi lesi,jumlah lesi,bentuk lesi.
4.1.1. Karakteristik Pasien Skin tag Berdasarkan Kelompok Jenis Kelamin
Tabel 4.1. Distribusi subjek penelitian berdasarkan kelompok jenis kelamin.
Jenis kelamin
Jumlah (n)
%
9
27.3
Perempuan
24
72,7
Total
33
100
Laki-laki
Dari tabel 4.1, tampak bahwa sampel berjenis kelamin perempuan lebih
banyak dibandingkan
laki-laki yaitu 24 orang (72,7%).Hal ini sesuai dengan
penelitian Gautama et al pada tahun 2014 di RSUP Sanglah Denpasar dimana
didapatkan pasien dengan jenis kelamin laki-laki 22 orang (40%) dan perempuan
33 orang (60%).35
29
Universitas Sumatera Utara
30
Pada penelitian Rasi et al di Iran pada tahun 2013 dijumpai pasien skin tag
pada laki-laki 63 orang (41,5%) dan perempuan 89 orang (58,5%).36 Penelitian
Maluki et al pada tahun 2015 dilaporkan pasien laki-laki 13 orang (31,3%) dann
perempuan 38 orang (68,63%).37
4.1.2. Karakteristik Pasien Skin tag Berdasarkan Kelompok Umur
Tabel 4.2. Distribusi subjek penelitian berdasarkan kelompok umur
Umur
Jumlah (n)
%
20-30
8
15,2
31-40
6
16,2
41-50
13
39,4
51-60
9
27.3
Total
33
100
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar penderita
skin tag dengan kelompok umur 41 - 50 tahun (39,4%) di ikuti dnegan kelompok
umur 51 - 60 tahun (27,3%) dan kelompok umur 31 – 40 tahun (18,2%) dan
persentase terkecil dijumpai pada kelompok umur 20- 30 tahun (15,1%). Hal ini
menunjukkan bahwa penderita skin tag lebih banyak terjadi pada usia dewasa.
Berdasarkan statisitik tahun 2006 di Brazil menunjukkan 0,9 sampai 1,2 %
dari seluruh diagnosis dermatologi yang ditegakkan skin tag. Lesi ini sering
Universitas Sumatera Utara
31
dijumpai pada populasi lebih dari 40 tahun usianya (46%), dan insidennya
meningkat pada usia lebih tua mencapai 59% pada usia 70 tahun. 5
Pada penelitian El Safoury et al menunjukkan peningkatan jumlah skin tag
dengan usia dan mencapai nilai puncak (antara usia 51 dan 60 tahun pada
kelompok diabetes dan tidak obesitas dan antara 41 dan 50 tahun pada kelompok
nondiabetes).38 Thappa melaporkan 35 subyek skin tag dimana dijumpai risiko
mendapatkan skin tag berhubungan dengan bertambahnya usia.39
4.1.3. Karakteristik Pasien Skin tag Berdasarkan Suku
Tabel 4.3 Distribusi subjek penelitian berdasarkan suku
Suku
Jumlah (n)
%
Aceh
1
3,0
Batak
11
33,0
Jawa
19
57,6
Minang
Total
2
33
6,1
100
Berdasarkan suku yaitu suku terbanyak Jawa (57,6%), suku Batak (33,0%),
suku Minang (6,1%) dan terendah suku Aceh (6,1%). Keadaan ini dapat
dipengaruhi oleh pola makan. Berdasarkan penelitian Nurhayati et al pada tahun
1996 pusat standardisasi dan penelitian keselamatan radiasi-BATAN menunjukkan
pola konsumsi sumber makanan utama di beberapa propinsi Jawa, umumnya
karbohidrat adalah sumber makanan yang paling banyak dikonsumsi dibanding
Universitas Sumatera Utara
32
sumber utama lainnya baik oleh laki-laki maupun perempuan yaitu sebesar
55,54%.40
4.1.4. Karakteristik Pasien Skin tag Berdasarkan Riwayat Keluarga
Tabel 4.4 Distribusi subjek penelitian berdasarkan riwayat keluarga skin tag
Riwayat Keluarga skin tag
Ibu
Jumlah (n)
%
11
33,3
Bapak
4
12,1
Nenek
1
3,0
Saudara kandung
1
3,0
Ibu dan Bapak
1
3,0
Ibu dan Nenek
1
3,0
Bapak dan saudara kandung
1
3,0
Riwayat (-)
13
39,4
Total
33
100
Berdasarkan riwayat keluarga menderita skin tag yaitu tidak menderita
(39,4%), ibu (33,3%), bapak (12,1%), dan nenek, kakak, ibu dan bapak, ibu dan
nenek,bapak dan kakak masing-masing (3,0%).
Menurut Banik dan Lubach pada tahun 1987 dikatakan dijumpai 46% skin
tag bawaan pada 750 orang tanpa diseleksi (25% laki-laki dan 21% perempuan).41
Berdasarkan penelitian Erkek et al pada tahun 2011 dijumpai 38 (65,5%) pasien
skin tag dari 58 pasien mempunyai riwayat keluarga pasien skin tag.10 Pada
Universitas Sumatera Utara
33
penelitian El Safaoury pada tahun 2011 di Kairo menemukan tidak ada perbedaan
yang signifikan antara penderita skin tag yang mempunyai riwayat keluarga
dengan yang tidak mempunyai riwayat keluarga yang menderita skin tag.31
4.1.5. Karakteristik Pasien Skin tag Berdasarkan Lokasi Lesi
Tabel 4.5 Distribusi subjek penelitian berdasarkan lokasi lesi
Lokasi lesi
Jumlah (n)
%
Regio Abdomen
1
3,0
Regio Auricula
1
3,0
Regio Axilla
2
6,1
Regio Colli
19
57,6
Regio Colli, axilla
4
12,1
Regio Colli, axilla,abdomen
1
3,0
Regio Colli,axilla,fossa cubiti
1
3,0
Regio Inguinal
1
3,0
Regio Inframammae
1
3,0
Regio lumbalis
2
6,1
Total
33
100
Berdasarkan lokasi penyakit yaitu yang terbanyak pada regio colli (57,6
%), diikuti dengan regio colli, axilla (2,1%), regio axilla (6,1%) sedangkan
terendah
dijumpai
pada
regio
abdomen,
region
auricular,
region
Universitas Sumatera Utara
34
colli,axilla,abdomen , regio colli,axilla,fossa cubiti, regio gluteal, regio inframamae
masing-masing (3,0%), serta regio lumbalis (6,1%).
Lokasi yang paling sering adalah colli, axilla, inguinal, femur, perineal dan
inframamae, palpebrae dan lipatan intergluteal. 5,10,11 Berdasarkan penelitian
Hassan AM et al pada tahun 2013 dari 25 pasien, lesi skin tag 96% pada daerah
colli, 44% pada axilla, 12% pada daerah thoraks, 8% pada daerah palpebrae, 4 %
pada daerah inframmae dan femur.12 Penelitian Demir S et al, dari 120 pasien, lesi
skin tag 89% pada daerah colli, 28% pada daerah axilla, 22% pada daerah
vertebralis, 20% pada daerah lain.19 penelitian Galadari dan Rajab daerah yang
paling sering terjadi skin tag adalah
regio colli dan area fleksural lainnya.42
Penelitian Tamega et al lesi skin tag di leher 85,7%, pada axilla 62,2% dan 28,6%
di lokasi lainnya dan di lokasi lainnya.5
4.1.6. Karakteristik Pasien Skin tag Berdasarkan Jumlah Lesi
Tabel 4.6 Distribusi subjek penelitian berdasarkan jumlah lesi
Jumlah lesi
Jumlah (n)
%
1-5
25
75,8
6-10
3
9,1
>10
5
15,2
Total
33
100
Universitas Sumatera Utara
35
Berdasarkan jumlah lesi yaitu jumlah lesi terbanyak 1-5 (75,8%), jumlah
lesi lebih dari 10 (15,2%) dan terendah 6-10 (9,1%).
Penelitian Demir S et al pada tahun 2002, dari 120 pasien, jumlah lesi skin
tag 10
sebanyak 26%.19 Margolis et al melaporkan pertama kali bahwa pasien laki-laki
diprediksikan akan menderita diabetes jika lesi skin tag multipel, besar,
hiperpigmentasi dan bilateral.43
4.1.7. Karakteristik Pasien Skin tag Berdasarkan Bentuk Lesi
Tabel 4.7 Distribusi subjek penelitian berdasarkan bentuk lesi
Bentuk lesi
Jumlah (n)
%
Filiform
3
9,1
Filiform, pedunkulasi
3
9,1
Papul
8
24,2
Papul, filiform
8
24,2
Papul, filiform,pedunkulasi
4
12,1
Pedunkulasi
7
21,2
33
100
Total
Berdasarkan bentuk lesi terbanyak yaitu papul dan papul,filiform (24,2%)
diikuti bentuk pedunkulasi (21,2%), serta bentuk papul,filiform,pedunkulasi
(12,1%) dan bentuk filiform serta filiform, pedunkulasi masing-masing (9,1%).
Universitas Sumatera Utara
36
4.2.Hasil Kadar Glukosa Darah Puasa pada Subjek Penelitian
Tabel 4.8 Hasil kadar glukosa darah puasa pada subjek penelitian
Kadar Glukosa Darah Puasa
Jumlah (n)
%
Rendah
0
0
Normal
25
75,5
Tinggi
8
24,2
Total
33
100
Tabel di atas menunjukkan bahwa umumnya pasien skin tag mempunyai
kadar glukosa darah puasa dalam batas normal (75,5%).
Berdasarkan penelitian Hegazy et al pada tahun 2013 dijumpai 90% pasien
skin tag yang ikut dalam penelitian ditemukan kadar glukosa darah dan HBA1c
yang normal.44 Sedangkan berdasarkan penelitian Salem et al pada tahun 2013
juga dikatakan tidak dijumpai peningkatan post-prandial glukosa darah, kadar
glukosa darah puasa, IMT serta kolesterol darah dengan banyaknya jumlah skin
tag.13 Hasil penelitian Tosson et al pada tahun 2013 menunjukkan bahwa kadar
glukosa darah puasa dan HbA1C signifikan meningkat pada pasien skin tag
dibandingkan kontrol.45
Menurut Rasi et al pada tahun 2007 ada korelasi yang positif antara skin
tag dengan kadar glukosa darah puasa.33 Pada penelitian Wali et al dijumpai kadar
glukosa darah dan HbA1c lebih tinggi pada pasien skin tag dan secara statistik
Universitas Sumatera Utara
37
signifikan.46 Pada penelitian Shenoy et al dijumpai kadar glukosa darah puasa
pada pasien skin tag lebih tinggi daripada kontrol namun tidak signifikan secara
statistik.47
4.3. Hasil Kadar Insulin Puasa pada Subjek Penelitian
Tabel 4.9 Hasil kadar insulin puasa pada subjek penelitian
Kadar Insulin Puasa
Jumlah (n)
%
Rendah
4
12,1
Normal
23
69,7
Tinggi
6
18,2
Total
33
100
Berdasarkan tabel diatas umumnya kadar insulin puasa subjek penelitian
normal yaitu sebanyak 69,7 %.
Pada penelitian Norris et al melaporkan skin tag berhubungan kuat dengan
insulin puasa daripada glukosa darah puasa dan peningkatan sirkulasi kadar insulin
berhubungan dengan terjadinya skin tag dan menyebabkan efek pada proliferasi
epidermis.48
Universitas Sumatera Utara
38
4.4. Hasil Resistensi Insulin pada Subjek Penelitian
Tabel 4.10 Hasil kadar insulin puasa pada subjek penelitian
Resistensi Insulin (HOMA-IR)
Jumlah (n)
≥2,6
15
%
45,5
45,5
< 2,6
18
54,5
Total
33
100
Tabel di atas menunjukkan bahwa rsistensi insulin pada pasien skin tag
sebanyak (45,5%). Pada penelitian Rezzonico et al pada tahun 2009 melaporkan
resistensi insulin sebanyak 82% pada pasien skin tag. 6
4.5. Hubungan antara jumlah lesi dengan KGD, Insulin dan HOMA-IR
Tabel 4.11 Hubungan jumlah lesi skin tag dengan KGD, Insulin dan HOMA-IR
Variabel
r
p
KGD
0,465
0,006
Insulin
0,209
0,268
HOMA-IR
0,376
0,031
Hasil analisis hubungan dengan uji Spearman karena data tidak
berdistribusi normal, didapatkan adanya hubungan yang signifikan (P=0,006)
antara jumlah lesi dengan kadar glukosa darah dengan kekuatan hubungan (r)
positif sebesar 0,46 yang menunjukkan hubungan tingkat sedang, dan juga adanya
Universitas Sumatera Utara
39
korelasi yang signifikan antara jumlah lesi dengan skor HOMA yang mempunyai
kekuatan hubungan (r) positif sebesar 0,38 yang menunjukkan hubungan tingkat
sedang namun tidak ada hubungan yang signifikan antara jumlah lesi dengan kadar
insulin (P= 0,268). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah lesi berkaitan erat dengan
peningkatan kadar glukosa darah dan resistensi insulin. Maka hipotesis penelitian
yang menyatakan semakin tinggi nilai resistensi insulin semakin banyak jumlah
lesi skin tag dapat diterima.
Berdasarka penelitian Shaheen et al dijumpai nilai HOMA-IR signifikan
lebih tinggi pada pasien skin tag daripada kontrol. 49 Dari literatur disebutkan
bahwa etiologi skin tag belum sepenuhnya diketahui, namun terdapat hubungan
dengan diabetes mellitus (DM), obesitas, gesekan, akromegali, polip kolon dan
human papilloma virus (HPV), peningkatan sel mast dan leptin.13 Berdasarkan
penelitian Senel et al menemukan bahwa skin tag merupakan penyakit kulit yang
mendasari gangguan metabolism karbohidrat. 50 Perkembangan resistensi insulin
menyebabkan sejumlah kelainan metabolik yang berhubungan dengan sindrom
ini.25,27 Adanya peningkatan asam lemak juga berperan penting dalam patogenesis
skin tag yang menyatakan bahwa peningkatan asam lemak yang tidak diesterifikasi
yang disebabkan oleh karena adanya hiperinsulinemia akan menghasilkan ekspresi
epidermal growth factor (EGF) dan berkontribusi terjadinya skin tag, selain itu
peningkatan produksi EGF dan tumor necrosis factor (TNF) beta sebagai akibat
keadaan hiperinsulinemia akan mengakibatkan keadaan yang sinergis yaitu
Universitas Sumatera Utara
40
meningkatkan insulin growth factor (IGF) 1 bebas dan penurunan IGFBP 3 sebagai
efek mitogenik pada keratinosit.32
Proliferasi fibroblast terjadi pada skin tag akibat hiperinsulinemia melalui
aktivasi reseptor insulin –like growth factor (IGF-1) pada permukaanya. Skin tag
berhubungan erat dengan kadar insulin puasa. Pada beberapa tahun terakhir ini
beberapa penelitian mencoba menunjukkan hubungan antara skin tag dan resistensi
insulin, kadar serumnya dan kadar IGF -1. Rasi et al menunjukkan bahwa pasien
dengan jumlah lesi skin tag lebih dari 30 berisiko lebih tinggi menderita diabetes
(52%).33
Universitas Sumatera Utara
41
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Karakteristik pasien skin tag umumnya paling sering dijumpai pada
perempuan (72,7%) kelompok usia terbanyak pada usia 41- 50 tahun
(39,4%),suku terbanyak adalah suku Jawa 19 orang (57,6%), sebagian
besar dijumpai riwayat keluarga (57,4%), lokasi lesi skin tag terbanyak
regio colli (57,6%), jumlah lesi terbanyak 1-5 (75,8%), bentuk lesi
terbanyak papul dan papul,filiform (24,2%), dan resistensi insulin sebanyak
45,5 %.
2.
Didapatkan hubungan yang signifikan antara jumlah lesi dengan kadar
glukosa darah puasa dengan kekuatan hubungan (r) positif sebesar 0,46
yang menunjukkan hubungan tingkat sedang, dan juga adanya hubungan
yang signifikan antara jumlah lesi dengan skor HOMA-IR (resistensi
insulin) yang mempunyai kekuatan hubungan (r) positif sebesar 0,38 yang
menunjukkan hubungan tingkat sedang namun tidak ada hubungan yang
signifikan antara jumlah lesi dengan kadar insulin.
5.2 Saran
Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan jumlah subjek penelitian yang lebih
besar dan multi center untuk mengetahui lebih jauh hubungan skin tag (jumlah
dan jenis lesi) dengan kadar glukosa darah dan insulin.
41
Universitas Sumatera Utara
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Desain penelitian
Penelitian dilakukan dengan rancangan penelitian potong lintang ( cross
sectional study) yang bersifat analitik.
3.2 Waktu dan tempat penelitian
3.2.1 Waktu penelitian
Penelitian dilakukan mulai bulan Februari 2016 sampai April 2016,
3.2.2
Tempat penelitian
1. Penelitian dilakukan di Divisi Tumor dan Bedah Kulit SMF Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik Medan.
2.
Pengambilan sampel darah dan pemeriksaan kadar insulin puasa
dan kadar glukosa darah puasa dilakukan di Laboratorium klinik
Prodia.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi target
Semua pasien skin tag yang berobat ke Divisi Tumor dan Bedah Kulit SMF
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin di RSUP.H.Adam Malik Medan.
19
Universitas Sumatera Utara
20
3.3.2 Populasi terjangkau
Pasien-pasien yang menderita skin tag yang berobat ke Divisi Tumor dan
Bedah Kulit SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam
Malik Medan mulai bulan Februari sampai April 2016.
3.3.3 Sampel
Sampel penelitian terdiri dari bagian dari populasi terjangkau yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
3.3 Besar Sampel
Untuk menghitung besar sampel maka digunakan rumus berikut:
Rumus :
n =
Zα + Zβ
2
+3
0,5ln (1+r)//(1-r)
Kesalahan tipe I = 5 %, hipotesis dua arah, Zα = 1,96
Kesalahan tipe II = 20 %, maka Zβ = 0,842
r = koefisien hubungan = 0,47 (dikutip dari kepustakaan No.1)
Maka : n =
2
1,96 + 0,842
+3
0,5 ln [(1 +0,47) / (1 - 0,47]
=
33 orang
Universitas Sumatera Utara
21
3.5 Cara Pengambilan Sampel Penelitian
Cara pengambilan sampel dilakukan dengan metode consecutive sampling
3.6 Identifikasi Variabel
Variabel bebas : Resistensi insulin
Variabel terikat : Skin tag (jumlah lesi)
3.7 Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi
3.7.1
Kriteria Inklusi
1. Pasien sskin tag yang didiagnosis melalui anamnesis dan
pemeriksaan klinis
2. Berusia 20-60 tahun
3. Bersedia ikut serta dalam penelitian dengan menandatangani
informed consent
3.7.2
Kriteria Eksklusi
1. Pasien skin tag yang sedang hamil dan menyusui
2. Pasien
yang
sedang
mengkonsumsi
obat-obatan
yang
mempengaruhi resistensi insulin seperti: kortikosteroid, diuretik,
penghambat beta dan adrenergik agonis, latihan fisik dan diet tinggi
karbohidrat berdasarkan anamnesis
Universitas Sumatera Utara
22
3.8 Alat dan Cara Penelitian
3.8.1 Alat Penelitian
1. Satu pasang sarung tangan
2. Satu buah alat ikat pembendungan (torniquet).
3. Satu buah spuit disposable 10 cc.
4. Dua buah vacutainer (tabung pengumpul darah steril) 5 cc.
5. Satu buah plester luka.
6. Kapas.
7. Alkohol 70%.
8. Povidon iodine.
3.8.2 Cara Kerja
3.8.2.1 Pencatatan data dasar
1. Pencatatan data dasar dilakukan oleh peneliti di Poliklinik
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam Malik
Medan.
2. Pencatatan
data
dasar
meliputi
identitas
penderita,
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan dermatologis,
sesuai formulir catatan medis terlampir.
3. Diagnosis klinis ditegakkan oleh peneliti bersama dengan
pembimbing di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin RSUP H. Adam Malik Medan.
Universitas Sumatera Utara
23
3.8.2.2.Cara pengambilan darah :
Pengambilan sampel darah
1. Pengambilan sampel darah dilakukan pada pagi hari antara
pukul
08.00-09.00 WIB,
setelah pasien sebelumnya
berpuasa selama 10-12 jam, dan dilakukan di Laboratorium
Klinik Prodia Jl. S. Parman No. 17/223 G Medan
2. Dengan menggunakan sarung tangan, memastikan lokasi
penusukan, yaitu daerah vena mediana cubiti pada lipat siku.
3. Torniquet dipasang pada lengan atas dan pasien diminta
untuk mengepal telapak tangan hingga vena jelas terlihat.
4. Lokasi penusukan didesinfeksi dengan kapas alkohol 70%
secara sentrifugal. Spuit disiapkan dengan memeriksa jarum
dan penutupnya. Setelah itu vena mediana cubiti ditusuk
dengan posisi sudut 45 derajat dengan jarum menghadap
keatas, darah dibiarkan mengalir kedalam jarum.
5. Pasien diminta untuk membuka kepalan tangannya agar
aliran darah bebas, dan darah diambil hingga volume yang
dibutuhkan.
6. Torniquet dilepas, lalu jarum ditarik dengan tetap menekan
lubang penusukan dengan kapas alkohol. Tempat bekas
tusukan ditekan dengan kapas alkohol sampai tidak keluar
darah lagi, setelah itu ditutup dengan plester.
Universitas Sumatera Utara
24
7. Sampel darah kemudian dimasukkan ke dalam dua tabung
vacutainer 5 cc untuk pemeriksaan KGD puasa dan kadar
insulin puasa.
8. Selanjutnya sampel darah disimpan dalam freezer suhu 200C, yang akan stabil selama 3 bulan sebelum pemeriksaan.
Hindari kontaminasi dan pajanan langsung sinar matahari.
9. Pemeriksaan KGD puasa juga dilakukan di Laboratorium
Klinik Prodia Jl. S. Parman No. 17/223 G
Medan,
menggunakan alat Architect ci8200 Integrated System.
10. Sampel untuk pemeriksaan kadar insulin puasa selanjutnya
dikirim ke Laboratorium Klinik Prodia Pusat di Jakarta.
Proses pemeriksaan kadar insulin puasa dilakukan dengan
metode chemiluminescent immunometric assay, dengan
menggunakan alat Advia Centaur XP Immunoassay dengan
kit insert menggunakan Immulite® 2000 Insulin. Hasil
analisisnya dapat diperoleh dalam waktu lebih kurang 1 jam.
3.9 Definisi Operasional
3.9.1 Umur
Definisi
: Lama hidup pasien dihitung berdasarkan tanggal lahir,
bulan dan tahun sesuai dengan rekam medis, apabila lebih dari 6 bulan
dilakukan pembulatan ke atas dan apabila lebih kecil dari 6 bulan
dilakukan pembulatan ke bawah.
Universitas Sumatera Utara
25
Alat ukur: data rekam medik
Hasil ukur: pengelompokan umur menjadi jumlah tahun
Skala ukur : Skala rasio
3.9.2 Riwayat keluarga skin tag
Diketahui berdasarkan anamnesis dari subyek penelitian mengenai
anggota keluarga (ayah, ibu, saudara kandung) yang juga menderita skin
tag
3.9.3 Jumlah lesi Skin tag
Jumlah lesi skin tag berupa papul filiform warna kulit, lunak, bertangkai,
berwarna seperti warna kulit ataupun hiperpigmentasi yang ditegakkan
berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis. Alat ukur: Pemeriksaan fisik
dan dermatologis Hasil ukur: Jumlah total lesi skin tag pada tubuh Skala
ukur: Skala rasio
3.9.4 Resistensi insulin (HOMA-IR)
Suatu keadaan terjadinya gangguan respon metabolik terhadap kerja
insulin, akibatnya untuk kadar glukosa plasma tertentu dibutuhkan kadar
insulin lebih banyak dari normal untuk mempertahankan keadaan
normoglikemi. Metode pengukuran resistensi insulin yang dipakai pada
penelitian ini adalah HOMA-IR.
Alat
ukur:
Nilai
HOMA-IR
:
parameter
yang
dipakai
untuk
menentukan,dengan perhitungan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
26
HOMA-IR = insulin puasa ( μU/ml) x kadar gula darah puasa (mmol/L)
22,5
Hasil ukur: dikatakan resistensi insulin bila nilai HOMA-IR ≥ 2,6
Skala ukur: Skala rasio
Universitas Sumatera Utara
27
3.10 Kerangka operasional
Pasien skin tag yang berobat ke poliklinik Bedah Kulit SMF
I. Kes. Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik Medan
Memenuhi kriteria
inklusi & eksklusi
Sampel
Penghitungan jumlah lesi
Pengukuran kadar
gula darah puasa
Pengukuran kadar
insulin puasa
Penilaian HOMA-IR untuk
menentukan resistensi insulin
Pencatatan data dan tabulasi dalam
tabel distribusi frekuensi
Analisis statistik
Gambar 3.1 Diagram Operasional
Universitas Sumatera Utara
28
3.11
Pengolahan dan analisis data
1. Data-data yang terkumpul kemudian diolah menggunakan program
komputer dan selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel distribusi.
2. Untuk menilai hubungan antara dua variabel yaitu kadar insulin
resistensi dan jumlah lesi digunakan uji korelasi. Apabila data
mempunyai distribusi normal maka digunakan uji korelasi parametrik
Pearson, sedangkan apabila data tidak terdistribusi secara normal
digunakan uji korelasi non parametrik Spearman.
3.12
Ethical Clearance
Penelitian ini sudah memperoleh surat persetujuan dari Komisi Etik
Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara dengan nomor: 146/KOMET/ FK USU/2016 dan surat izin penelitian
dari instalasi Penelitian dan Pengembangan RSUP. H. Adam Malik Medan
dengan nomor LB.02.03.II.4.382
Universitas Sumatera Utara
29
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini dilakukan pengukuran resistensi insulin terhadap 33
pasien skin tag yang didiagnosis melalui pemeriksaan klinis dari mulai Februari
2016 sampai April 2016.
4.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik subjek pada penelitian ini ditampilkan berdasarkan kelompok
jenis kelamin, usia,suku,riwayat keluarga,lokasi lesi,jumlah lesi,bentuk lesi.
4.1.1. Karakteristik Pasien Skin tag Berdasarkan Kelompok Jenis Kelamin
Tabel 4.1. Distribusi subjek penelitian berdasarkan kelompok jenis kelamin.
Jenis kelamin
Jumlah (n)
%
9
27.3
Perempuan
24
72,7
Total
33
100
Laki-laki
Dari tabel 4.1, tampak bahwa sampel berjenis kelamin perempuan lebih
banyak dibandingkan
laki-laki yaitu 24 orang (72,7%).Hal ini sesuai dengan
penelitian Gautama et al pada tahun 2014 di RSUP Sanglah Denpasar dimana
didapatkan pasien dengan jenis kelamin laki-laki 22 orang (40%) dan perempuan
33 orang (60%).35
29
Universitas Sumatera Utara
30
Pada penelitian Rasi et al di Iran pada tahun 2013 dijumpai pasien skin tag
pada laki-laki 63 orang (41,5%) dan perempuan 89 orang (58,5%).36 Penelitian
Maluki et al pada tahun 2015 dilaporkan pasien laki-laki 13 orang (31,3%) dann
perempuan 38 orang (68,63%).37
4.1.2. Karakteristik Pasien Skin tag Berdasarkan Kelompok Umur
Tabel 4.2. Distribusi subjek penelitian berdasarkan kelompok umur
Umur
Jumlah (n)
%
20-30
8
15,2
31-40
6
16,2
41-50
13
39,4
51-60
9
27.3
Total
33
100
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar penderita
skin tag dengan kelompok umur 41 - 50 tahun (39,4%) di ikuti dnegan kelompok
umur 51 - 60 tahun (27,3%) dan kelompok umur 31 – 40 tahun (18,2%) dan
persentase terkecil dijumpai pada kelompok umur 20- 30 tahun (15,1%). Hal ini
menunjukkan bahwa penderita skin tag lebih banyak terjadi pada usia dewasa.
Berdasarkan statisitik tahun 2006 di Brazil menunjukkan 0,9 sampai 1,2 %
dari seluruh diagnosis dermatologi yang ditegakkan skin tag. Lesi ini sering
Universitas Sumatera Utara
31
dijumpai pada populasi lebih dari 40 tahun usianya (46%), dan insidennya
meningkat pada usia lebih tua mencapai 59% pada usia 70 tahun. 5
Pada penelitian El Safoury et al menunjukkan peningkatan jumlah skin tag
dengan usia dan mencapai nilai puncak (antara usia 51 dan 60 tahun pada
kelompok diabetes dan tidak obesitas dan antara 41 dan 50 tahun pada kelompok
nondiabetes).38 Thappa melaporkan 35 subyek skin tag dimana dijumpai risiko
mendapatkan skin tag berhubungan dengan bertambahnya usia.39
4.1.3. Karakteristik Pasien Skin tag Berdasarkan Suku
Tabel 4.3 Distribusi subjek penelitian berdasarkan suku
Suku
Jumlah (n)
%
Aceh
1
3,0
Batak
11
33,0
Jawa
19
57,6
Minang
Total
2
33
6,1
100
Berdasarkan suku yaitu suku terbanyak Jawa (57,6%), suku Batak (33,0%),
suku Minang (6,1%) dan terendah suku Aceh (6,1%). Keadaan ini dapat
dipengaruhi oleh pola makan. Berdasarkan penelitian Nurhayati et al pada tahun
1996 pusat standardisasi dan penelitian keselamatan radiasi-BATAN menunjukkan
pola konsumsi sumber makanan utama di beberapa propinsi Jawa, umumnya
karbohidrat adalah sumber makanan yang paling banyak dikonsumsi dibanding
Universitas Sumatera Utara
32
sumber utama lainnya baik oleh laki-laki maupun perempuan yaitu sebesar
55,54%.40
4.1.4. Karakteristik Pasien Skin tag Berdasarkan Riwayat Keluarga
Tabel 4.4 Distribusi subjek penelitian berdasarkan riwayat keluarga skin tag
Riwayat Keluarga skin tag
Ibu
Jumlah (n)
%
11
33,3
Bapak
4
12,1
Nenek
1
3,0
Saudara kandung
1
3,0
Ibu dan Bapak
1
3,0
Ibu dan Nenek
1
3,0
Bapak dan saudara kandung
1
3,0
Riwayat (-)
13
39,4
Total
33
100
Berdasarkan riwayat keluarga menderita skin tag yaitu tidak menderita
(39,4%), ibu (33,3%), bapak (12,1%), dan nenek, kakak, ibu dan bapak, ibu dan
nenek,bapak dan kakak masing-masing (3,0%).
Menurut Banik dan Lubach pada tahun 1987 dikatakan dijumpai 46% skin
tag bawaan pada 750 orang tanpa diseleksi (25% laki-laki dan 21% perempuan).41
Berdasarkan penelitian Erkek et al pada tahun 2011 dijumpai 38 (65,5%) pasien
skin tag dari 58 pasien mempunyai riwayat keluarga pasien skin tag.10 Pada
Universitas Sumatera Utara
33
penelitian El Safaoury pada tahun 2011 di Kairo menemukan tidak ada perbedaan
yang signifikan antara penderita skin tag yang mempunyai riwayat keluarga
dengan yang tidak mempunyai riwayat keluarga yang menderita skin tag.31
4.1.5. Karakteristik Pasien Skin tag Berdasarkan Lokasi Lesi
Tabel 4.5 Distribusi subjek penelitian berdasarkan lokasi lesi
Lokasi lesi
Jumlah (n)
%
Regio Abdomen
1
3,0
Regio Auricula
1
3,0
Regio Axilla
2
6,1
Regio Colli
19
57,6
Regio Colli, axilla
4
12,1
Regio Colli, axilla,abdomen
1
3,0
Regio Colli,axilla,fossa cubiti
1
3,0
Regio Inguinal
1
3,0
Regio Inframammae
1
3,0
Regio lumbalis
2
6,1
Total
33
100
Berdasarkan lokasi penyakit yaitu yang terbanyak pada regio colli (57,6
%), diikuti dengan regio colli, axilla (2,1%), regio axilla (6,1%) sedangkan
terendah
dijumpai
pada
regio
abdomen,
region
auricular,
region
Universitas Sumatera Utara
34
colli,axilla,abdomen , regio colli,axilla,fossa cubiti, regio gluteal, regio inframamae
masing-masing (3,0%), serta regio lumbalis (6,1%).
Lokasi yang paling sering adalah colli, axilla, inguinal, femur, perineal dan
inframamae, palpebrae dan lipatan intergluteal. 5,10,11 Berdasarkan penelitian
Hassan AM et al pada tahun 2013 dari 25 pasien, lesi skin tag 96% pada daerah
colli, 44% pada axilla, 12% pada daerah thoraks, 8% pada daerah palpebrae, 4 %
pada daerah inframmae dan femur.12 Penelitian Demir S et al, dari 120 pasien, lesi
skin tag 89% pada daerah colli, 28% pada daerah axilla, 22% pada daerah
vertebralis, 20% pada daerah lain.19 penelitian Galadari dan Rajab daerah yang
paling sering terjadi skin tag adalah
regio colli dan area fleksural lainnya.42
Penelitian Tamega et al lesi skin tag di leher 85,7%, pada axilla 62,2% dan 28,6%
di lokasi lainnya dan di lokasi lainnya.5
4.1.6. Karakteristik Pasien Skin tag Berdasarkan Jumlah Lesi
Tabel 4.6 Distribusi subjek penelitian berdasarkan jumlah lesi
Jumlah lesi
Jumlah (n)
%
1-5
25
75,8
6-10
3
9,1
>10
5
15,2
Total
33
100
Universitas Sumatera Utara
35
Berdasarkan jumlah lesi yaitu jumlah lesi terbanyak 1-5 (75,8%), jumlah
lesi lebih dari 10 (15,2%) dan terendah 6-10 (9,1%).
Penelitian Demir S et al pada tahun 2002, dari 120 pasien, jumlah lesi skin
tag 10
sebanyak 26%.19 Margolis et al melaporkan pertama kali bahwa pasien laki-laki
diprediksikan akan menderita diabetes jika lesi skin tag multipel, besar,
hiperpigmentasi dan bilateral.43
4.1.7. Karakteristik Pasien Skin tag Berdasarkan Bentuk Lesi
Tabel 4.7 Distribusi subjek penelitian berdasarkan bentuk lesi
Bentuk lesi
Jumlah (n)
%
Filiform
3
9,1
Filiform, pedunkulasi
3
9,1
Papul
8
24,2
Papul, filiform
8
24,2
Papul, filiform,pedunkulasi
4
12,1
Pedunkulasi
7
21,2
33
100
Total
Berdasarkan bentuk lesi terbanyak yaitu papul dan papul,filiform (24,2%)
diikuti bentuk pedunkulasi (21,2%), serta bentuk papul,filiform,pedunkulasi
(12,1%) dan bentuk filiform serta filiform, pedunkulasi masing-masing (9,1%).
Universitas Sumatera Utara
36
4.2.Hasil Kadar Glukosa Darah Puasa pada Subjek Penelitian
Tabel 4.8 Hasil kadar glukosa darah puasa pada subjek penelitian
Kadar Glukosa Darah Puasa
Jumlah (n)
%
Rendah
0
0
Normal
25
75,5
Tinggi
8
24,2
Total
33
100
Tabel di atas menunjukkan bahwa umumnya pasien skin tag mempunyai
kadar glukosa darah puasa dalam batas normal (75,5%).
Berdasarkan penelitian Hegazy et al pada tahun 2013 dijumpai 90% pasien
skin tag yang ikut dalam penelitian ditemukan kadar glukosa darah dan HBA1c
yang normal.44 Sedangkan berdasarkan penelitian Salem et al pada tahun 2013
juga dikatakan tidak dijumpai peningkatan post-prandial glukosa darah, kadar
glukosa darah puasa, IMT serta kolesterol darah dengan banyaknya jumlah skin
tag.13 Hasil penelitian Tosson et al pada tahun 2013 menunjukkan bahwa kadar
glukosa darah puasa dan HbA1C signifikan meningkat pada pasien skin tag
dibandingkan kontrol.45
Menurut Rasi et al pada tahun 2007 ada korelasi yang positif antara skin
tag dengan kadar glukosa darah puasa.33 Pada penelitian Wali et al dijumpai kadar
glukosa darah dan HbA1c lebih tinggi pada pasien skin tag dan secara statistik
Universitas Sumatera Utara
37
signifikan.46 Pada penelitian Shenoy et al dijumpai kadar glukosa darah puasa
pada pasien skin tag lebih tinggi daripada kontrol namun tidak signifikan secara
statistik.47
4.3. Hasil Kadar Insulin Puasa pada Subjek Penelitian
Tabel 4.9 Hasil kadar insulin puasa pada subjek penelitian
Kadar Insulin Puasa
Jumlah (n)
%
Rendah
4
12,1
Normal
23
69,7
Tinggi
6
18,2
Total
33
100
Berdasarkan tabel diatas umumnya kadar insulin puasa subjek penelitian
normal yaitu sebanyak 69,7 %.
Pada penelitian Norris et al melaporkan skin tag berhubungan kuat dengan
insulin puasa daripada glukosa darah puasa dan peningkatan sirkulasi kadar insulin
berhubungan dengan terjadinya skin tag dan menyebabkan efek pada proliferasi
epidermis.48
Universitas Sumatera Utara
38
4.4. Hasil Resistensi Insulin pada Subjek Penelitian
Tabel 4.10 Hasil kadar insulin puasa pada subjek penelitian
Resistensi Insulin (HOMA-IR)
Jumlah (n)
≥2,6
15
%
45,5
45,5
< 2,6
18
54,5
Total
33
100
Tabel di atas menunjukkan bahwa rsistensi insulin pada pasien skin tag
sebanyak (45,5%). Pada penelitian Rezzonico et al pada tahun 2009 melaporkan
resistensi insulin sebanyak 82% pada pasien skin tag. 6
4.5. Hubungan antara jumlah lesi dengan KGD, Insulin dan HOMA-IR
Tabel 4.11 Hubungan jumlah lesi skin tag dengan KGD, Insulin dan HOMA-IR
Variabel
r
p
KGD
0,465
0,006
Insulin
0,209
0,268
HOMA-IR
0,376
0,031
Hasil analisis hubungan dengan uji Spearman karena data tidak
berdistribusi normal, didapatkan adanya hubungan yang signifikan (P=0,006)
antara jumlah lesi dengan kadar glukosa darah dengan kekuatan hubungan (r)
positif sebesar 0,46 yang menunjukkan hubungan tingkat sedang, dan juga adanya
Universitas Sumatera Utara
39
korelasi yang signifikan antara jumlah lesi dengan skor HOMA yang mempunyai
kekuatan hubungan (r) positif sebesar 0,38 yang menunjukkan hubungan tingkat
sedang namun tidak ada hubungan yang signifikan antara jumlah lesi dengan kadar
insulin (P= 0,268). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah lesi berkaitan erat dengan
peningkatan kadar glukosa darah dan resistensi insulin. Maka hipotesis penelitian
yang menyatakan semakin tinggi nilai resistensi insulin semakin banyak jumlah
lesi skin tag dapat diterima.
Berdasarka penelitian Shaheen et al dijumpai nilai HOMA-IR signifikan
lebih tinggi pada pasien skin tag daripada kontrol. 49 Dari literatur disebutkan
bahwa etiologi skin tag belum sepenuhnya diketahui, namun terdapat hubungan
dengan diabetes mellitus (DM), obesitas, gesekan, akromegali, polip kolon dan
human papilloma virus (HPV), peningkatan sel mast dan leptin.13 Berdasarkan
penelitian Senel et al menemukan bahwa skin tag merupakan penyakit kulit yang
mendasari gangguan metabolism karbohidrat. 50 Perkembangan resistensi insulin
menyebabkan sejumlah kelainan metabolik yang berhubungan dengan sindrom
ini.25,27 Adanya peningkatan asam lemak juga berperan penting dalam patogenesis
skin tag yang menyatakan bahwa peningkatan asam lemak yang tidak diesterifikasi
yang disebabkan oleh karena adanya hiperinsulinemia akan menghasilkan ekspresi
epidermal growth factor (EGF) dan berkontribusi terjadinya skin tag, selain itu
peningkatan produksi EGF dan tumor necrosis factor (TNF) beta sebagai akibat
keadaan hiperinsulinemia akan mengakibatkan keadaan yang sinergis yaitu
Universitas Sumatera Utara
40
meningkatkan insulin growth factor (IGF) 1 bebas dan penurunan IGFBP 3 sebagai
efek mitogenik pada keratinosit.32
Proliferasi fibroblast terjadi pada skin tag akibat hiperinsulinemia melalui
aktivasi reseptor insulin –like growth factor (IGF-1) pada permukaanya. Skin tag
berhubungan erat dengan kadar insulin puasa. Pada beberapa tahun terakhir ini
beberapa penelitian mencoba menunjukkan hubungan antara skin tag dan resistensi
insulin, kadar serumnya dan kadar IGF -1. Rasi et al menunjukkan bahwa pasien
dengan jumlah lesi skin tag lebih dari 30 berisiko lebih tinggi menderita diabetes
(52%).33
Universitas Sumatera Utara
41
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Karakteristik pasien skin tag umumnya paling sering dijumpai pada
perempuan (72,7%) kelompok usia terbanyak pada usia 41- 50 tahun
(39,4%),suku terbanyak adalah suku Jawa 19 orang (57,6%), sebagian
besar dijumpai riwayat keluarga (57,4%), lokasi lesi skin tag terbanyak
regio colli (57,6%), jumlah lesi terbanyak 1-5 (75,8%), bentuk lesi
terbanyak papul dan papul,filiform (24,2%), dan resistensi insulin sebanyak
45,5 %.
2.
Didapatkan hubungan yang signifikan antara jumlah lesi dengan kadar
glukosa darah puasa dengan kekuatan hubungan (r) positif sebesar 0,46
yang menunjukkan hubungan tingkat sedang, dan juga adanya hubungan
yang signifikan antara jumlah lesi dengan skor HOMA-IR (resistensi
insulin) yang mempunyai kekuatan hubungan (r) positif sebesar 0,38 yang
menunjukkan hubungan tingkat sedang namun tidak ada hubungan yang
signifikan antara jumlah lesi dengan kadar insulin.
5.2 Saran
Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan jumlah subjek penelitian yang lebih
besar dan multi center untuk mengetahui lebih jauh hubungan skin tag (jumlah
dan jenis lesi) dengan kadar glukosa darah dan insulin.
41
Universitas Sumatera Utara