Kewenangan Proses Penyelidikan Dan Penyidikan Pihak Kepolisian Terhadap Notaris Setelah Terbitnya Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 Chapter III V

67

BAB III
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NOTARIS DALAM PROSES
PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN SETELAH TERBITNYA UNDANGUNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014

A. Tinjauan Umum Jabatan Notaris
1.

Asas-Asas Pelaksanaan Tugas dan Kewajiban Notaris
Asas-asas hukum yang menjustifikasi kedalam norma-norma hukum di

dalamnya terkandung nilai-nilai ideologis tertib hukum.98 Pengaturan dalam UndangUndang Nomor 2 Tahun 2014 tentangUndang-Undang Jabatan Notaris mengandung
asas-asas atau prinsip-prinsip didalamnya sekaligus sebagai jiwa daripadaUndangUndang Jabatan Notaris itu sendiri, artinya jika asas-asas atau prinsi-prinsip itu tidak
dijalankan oleh Notaris sebagai pihak yang berwenang melaksanakan tugas dan
kewajiban dalam pembuatan AktaOtentik, maka Undang-Undang Jabatan Notaris
tersebut tidak berfungsi sama sekali.
Asas-asas yang terkandung di dalam Undang-Undang Jabatan Notaris antara
lain adalah asas kepastian hukum, asas persamaan, asas kepercayaan, asas kehatihatian, dan asas profesionalitas. Sebagai Notaris yang baik, asas-asas ini tidak
dikesampingkan


atau

dilepaskan

dari

pelaksanaan

tugas

dan

kewajiban

Notaris.Notaris yang baik dimaksud adalah Notaris yang menjalankan tugas dan

98

Herlien Budiono, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Di Indonesia, (Bandung:
Citra Adtya Bakti, 2006), hal. 82.


67

Universitas Sumatera Utara

68

kewajiban berdasarkan ketentuan Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik
Profesi Notaris.
1. Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum terdapat pada bagian konsideran Undang-Undang
Jabatan Notaris yang menentukan bahwa: “NegaraRepublik Indonesia sebagai Negara
hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum, yang
berintikan kebenaran dan keadilan”.99Selanjutnya, “Untuk menjamin kepastian,
ketertiban, dan perlindungan hukum dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat
Otentik mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang diselenggarakan
melalui jabatan tertentu”.100Selanjutnya asas ini disebutkan bahwa “Notaris
merupakan jabatan tertentu yang menjalankan profesi dalam pelayanan hukum
kepada masyarakat, perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya

kepastian hukum”.101
Dalam pengaturan Undang-Undang Jabatan Notaris juga ditentukan asas ini
dan berulang-ulang pada bagian penjelasan umum Undang-Undang Jabatan Notaris.
Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris menentukan:
Notaris berwenang membuat Akta Otentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian, dan penetapanyang diharuskan oleh peraturan PerundangUndangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk
dinyatakan dalam Akta Otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta,
99

Konsideran huruf aUndang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

(UUJN).
100
101

Ibid, Konsideran huruf b Undang-Undang Jabatan Notaris.
Ibid, Konsideran huruf c Undang-Undang Jabatan Notaris.

Universitas Sumatera Utara


69

menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya
itu sepanjang pembuatan Akta-Akta itu tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada Pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh
Undang-Undang.
Kepastian hukum sebagai jaminan akan perlindungan hukum bagi para
pihak.102 Pelaksanaan jabatan Notaris sebagai Pejabat Publik yang berwenang
membuat Akta Otentik guna menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan
hukum, yang berintikan kebenaran dan keadilan yang memerlukan suatu alat bukti
tertulis yang bersifat Otentik mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum
yang diselenggarakan melalui jabatan tertentu.
Bertindak berdasarkan aturan hukum yang berlaku tentunya akan memberikan
kepastian kepada para pihak yang menghadap kepada Notaris. Akta Otentik yang
dibuat di hadapan atau oleh Notaris telah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku,
sehingga jika terjadi permasalahan, maka Akta Otentik dapat dijadikan sebagai
pedoman bagi para pihak.103
Legalitas kewenangan Notaris sebagai Pejabat Publik dalam membuat Akta
Otentik merupakan salah satu cara memberikan kepastian hukum kepada masyarakat
ketika masyarakat membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat Otentik. Jasa Notaris

dalam proses pembangunan dan proses hukum di Pengadilan merupakan kebutuhan
hukum masyarakat yang mendesak, karena Akta Otentik yang dibuat Notaris adalah
bukti sempurna di sidang Pengadilan.

102

A. Kohar, Op. Cit., hal. 64.
Putri A.R., Perlindungan Hukum Terhadap Notaris, Indikator Tugas-Tugas Jabatan
Notaris yang Berimplikasi Perbuatan Pidana, (Jakarta: Sofmedia, 2011), hal. 23.
103

Universitas Sumatera Utara

70

Tujuan pelaksanaan tanggung jawab Notaris adalah untuk menciptakan
keadilan bagi masyarakat. Mochtar Kusumaatmadja dan B. Arief Sidharta,
mengatakan Keadilan merupakan unsur yang tidak bisa dipisahkan dari hukum
sebagai perangkat asas dan kaidah yang menjamin adanya keteraturan (kepastian).104
Pandangan ini mendasarkan keadilan sebagai tujuan yang hendak dicapai dari

kepastian hukum, dengan perkataan lain kepastian hukum akan berimplikasi pada
keadilan.
Implementasi asas kepastian hukum menuntut terpenuhinya hal-hal sebagai
berikut:105
a. Syarat legalitas dan konstitusionalitas, berarti tindakan pemerintah dan
Pejabatnya bertumpu pada Perundang-Undangan dalam kerangka konstitusi.
b. Syarat Undang-Undang menetapkan berbagai perangkat aturan tentang cara
pemerintah dan para Pejabatnya melakukan tindakan.
c. Syarat Perundang-Undangan hanya mengikat warga masyarakat setelah
diundangkan dan tidak berlaku surut (non retroaktif).
d. Pradilan bebas, terjaminnya objektifitas, imparsialitas, adil, dan manusiawi.
Dalam diktum konsideran Undang-Undang Jabatan Notaris ditentukan bahwa
Negara Republik Indonesia sebagai Negara hukum berdasarkan Pancasila dan
Undang-UndangDasar Tahun 1945 menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan
hukum, yang berintikan kebenaran dan keadilan. Untuk menjamin kepastian,
ketertiban, dan perlindungan hukum dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat
Otentik mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang diselenggarakan
melalui jabatan tertentu.
Legalitas kewenangan kepada Notaris sebagai Pejabat Publik dalam membuat
104


Mochtar Kusumaatmadja dan B. Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum, Suatu
Pengenalan Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum, (Bandung: Alumni, 2000), hal. 52-53.
105
Putri A.R., Op. cit., hal. 22.

Universitas Sumatera Utara

71

Akta Otentik merupakan salah satu cara memberikan kepastian hukum kepada
masyarakat ketika masyarakat membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat Otentik.
Notaris merupakan Pejabat Publik yang menjalankan profesi dalam pelayanan hukum
kepada masyarakat yang oleh Undang-Undang Jabatan Notaris diletakkan dasar
hukum perlindungan bagi Notaris dan masyarakat yang membutuhkan Akta Otentik
dan jaminan demi tercapainya kepastian hukum.
Kepastian hukum harus menjadi nilai bagi setiap pihak dalam sendi
kehidupan, di luar peranan Negara itu sendiri dalam penerapan hukum legislasi
maupun yudikasi. Setiap orang tidak diperkenankan bertindak semena-mena.
Sehubungan dengan hal tersebut, Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya wajib

berpedoman secara normatif kepada aturan hukum yang berkaitan dengan segala
tindakan yang akan diambil untuk kemudian dituangkan dalam Akta otektik yang
dibuatnya.106
2. Asas Persamaan
Asas persamaan mengharuskan adanya perlakuan yang sama terhadap semua
pihak yang terlibat di dalam pembuatan Akta Otentik khususnya kepada para pihak,
Notaris tidak boleh membeda-bedakan antara satu sama lainnya. Asas persamaan di
hadapan hukum tidak disebutkan secara tegas di dalam Undang-Undang Jabatan
Notaris, akan tetapi dapat dipahami bahwa setiap pelayanan hukum yang diberikan
oleh Pejabat umum tidak dibenarkan membeda-bedakan (tidak berpihak) pelayanan
kepada masyarakat yang membutuhkan.
106

Ibid., hal, 23.

Universitas Sumatera Utara

72

Larangan tidak berpihak terdapat di dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang

Jabatan Notaris mengenai sumpah pada aliena ke-2, Pasal 16 ayat (1) huruf aUndangUndang Jabatan Notaris, Penjelasan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Jabatan
Notaris, Penjelasan Pasal 16 ayat (1) huruf e Undang-Undang Jabatan Notaris.
Sedangkan larangan tidak berpihak terdapat di dalam Kode Etik Notaris yaitu pada
Pasal 3 ayat (4) Kode Etik Notaris. Sikap tidak berpihak ini mengandung aspek asas
persamaan wajib dilaksanakan oleh setiap Notaris.
Oleh karena itu, mengingat profesi Notaris merupakan jabatan Publik, maka
asas persamaan di hadapan hukum wajib dimiliki dan dilaksanakan oleh Notaris
dalam pelaksanaan jabatannya. Bahkan dalam norma dasar yaitu dalam UndangUndangDasar 1945107, asas persamaan diakui dalam konstitusi. Pengakuan asas
persamaan di hadapan hukum demikian menunjukkan bahwa Negara Republik
Indonesia merupakan Negara hukum (rechstaat).
Negara Indonesia sebagai Negara hukum menjamin segala hak warga Negara
sama kedudukannya di hadapan hukum dan pemerintahan. Pelaksanaan tugas dan
kewajiban elemen-elemen pemerintahan dilakukan berdasarkan pada hukum atau
peraturan Perundang-Undangan.108 Pada situasi yang sama setiap orang harus
diperlakukan sama di hadapan hukum, dan pada situasi yang berbeda diperlukan pula

107

Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 ditegaskan: “Segala Warga Negara Bersamaan
Kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan

pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (amandemen kedua).
108
Sri Soemantri, Bunga Rampai Hukum Tata Negara, (Bandung: Alumni, 1992), hal. 29.

Universitas Sumatera Utara

73

perlakuan yang berbeda. Ketika terjadi perlakuan yang tidak sama, maka
sesungguhnya perlakuan itu merupakan ketidak-adilan yang serius.109
Sumpah jabatan Notaris pada Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Jabatan
Notaris menentukan, ”bahwa saya bersumpah/berjanji: bahwa saya akan menjalankan
jabatan saya dengan amanah, jujur, saksama, mandiri, dan tidak berpihak”. Notaris
dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya memberikan pelayanan kepada
masyarakat khususnya para penghadap, harus menerapkan Undang-Undang Jabatan
Notaris secara sama pada situasi yang sama saat pelaksanaan pembuatan AktaOtentik,
tanpa membeda-bedakan mana si kaya dan si miskin, golongan minoritas maupun
mayoritas, warna kulit, laki-laki maupun perempuan.
Asas persamaan di hadapan hukum disebutkan secara tegas dalam Pasal 3 ayat
(16) Kode Etik Profesi Notaris, ditentukan, “Notaris dan orang lain yang memangku

dan menjalankan jabatan Notaris wajib: memperlakukan setiap klien yang datang
dengan baik, tidak membedakan status ekonomi dan/atau status sosialnya”. Menurut
Habib Adjie, ada beberapa hal yang dikecualikan, Notaris boleh menolak
memberikan pelayanan jasa dalam membuat AktaOtentik, antara lain:110
a.
b.
c.
d.
e.

Jika Notaris sakit sehingga, dipastikan tidak dapat memberikan jasanya.
Jika Notaris cuti karena sebab yang sah.
Jika Notaris karena kesibukannya sehingga tidak dapat meyalani yang lain.
Jika surat-surat yang diperlukan untuk membuat Akta tidak diserahkan kepada
Notaris.
Jika penghadap atau saksi yang diajukan oleh penghadap tidak dikenal oleh
Notaris atau tidak dapat diperkenalkan kepadanya.
109

Putri A.R., Op. cit., hal. 23.
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap Undang-Undang Nomor
30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, (Bandung: refika Aditama, 2008), hal. 87.
110

Universitas Sumatera Utara

74

f.
g.
h.

Jika yang berkepentingan tidak mau membayar bea materai yang diwajibkan.
Jika karena pemberian jasa tersebut, Notaris melanggar sumpahnya atau
melakukan perbuatan melanggar hukum.
Jika pihak-pihak menghendaki Notaris membuat Akta dalam bahasa yang tidak
disukainya dengan bahasa yang tidak jelas, sehingga Notaris tidak mengerti apa
yang dikehendaki oleh penghadap.
Berdasarkan hal-hal yang mendasar dasar penolakan di atas, pengecualian

asas persamaan dapat dipahami karena hal tersebut dibenarkan oleh hukum.
Filosofinya adalah tidak semua hak akandibenarkan oleh hukum tetapi hukum di
dalam Negara hukum harus pula membatasi hak-hak manusia dengan tujuan
menciptakan suatu ketertiban dan keteraturan.
Konsekuensinya adalah jika Notarisakan menolak memberikan jasanya
kepada yang membutuhkannya, maka penolakan tersebut harus merupakan penolakan
hukum atau dibenarkan oleh hukum, harus ada alasan atau argumentasi hukum yang
jelas dan tegas sehingga pihak yang bersangkutan dapat memahaminya.111
Notaris dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat tidak membedakan
satu sama lain berdasarkan ekonomi, status sosial, dan lain-lain. Bahkan Notaris
diwajibkan memberikan jasa hukum secara cuma-cuma, sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 37 Undang-Undang Jabatan Notaris, Notaris wajib memberikan jasa
hukum di bidang ke Notariatan secara cuma-cuma kepada orang yang tidak mampu
dan Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana yang dimaksud dapat dikenai
sanksi berupa peringatan lisan, peringatan tertulis, pemberhentian sementara,
pemberhentian dengan hormat, pemberhentian dengan tidak hormat. Menurut Habib

111

Ibid, hal. 87.

Universitas Sumatera Utara

75

Adji, hanya alasan hukum yang boleh dijadikan dasar bahwa Notaris tidak dapat
memberikan jasa hukum kepada para penghadap.112
3. Asas Kepercayaan
Jabatan Notaris merupakan jabatan kepercayaan yang harus selaras dengan
kewajiban menjalankan tugas jabatan Notaris dan posisi Notaris itu sendiri sebagai
orang yang dapat dipercaya.Pentingnya profesionalisme Notaris karena posisi Notaris
dalam hal ini sebagai pemegang amanah (trustee), maka harus berperilaku
sebagaimana layaknya pemegang kepercayaan.
Posisi trustee mempunyai kewajiban melaksanakan amanah berdasarkan suatu
standar kewajiban (standard of duty) yang paling tinggi sesuai dengan tugas dan
kewenangan yang dinyatakan oleh hukum. Seseorang pemegang kepercayaan
(trustee) harus didasarkan pada kepercayaan dan kerahasiaan (trust and confidence)
yang meliputi ketelitian (scrupulous), itikad baik (good faith), dan terus terang
(candor). Hubungan dalam fiduciary seperti pengurus atau pengelola, pengawas,
wakil atau wali, dan pelindung (guardian), termasuk juga di dalamnya seorang
lawyer yang mempunyai hubungan fiduciary dengan client-nya.113
Seseorang yang memiliki tugas kepercayaan manakala seseorang itu memiliki
kapasitas. Tugas yang dijalankannya bukan untuk dirinya tetapi untuk kepentingan

112

Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik,
(Bandung: Refika Aditama, 2009), hal. 32.
113
Ibid, hal. 5.

Universitas Sumatera Utara

76

orang lain.114 Hubungan antara orang yang dipercaya dengan orang yang
mempercayai dalam urusan sesuatu terjalin dalam suatu hubungan kepercayaan.115
Kepercayaan menghendaki kepedulian (care), loyal (loyality), itikad baik (good
faith), kejujuran (honesty), keterampilan (skill) dalam derajat atau standar yang
tinggi.116 Penekanan asas kepercayaan ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya
ketidakpercayaan masyarakat terhadap kepribadian Notaris dalam pelaksanaan
jabatannya.
Notaris sebagai jabatan kepercayaan wajib menyimpan rahasia mengenai Akta
Otentik yang dibuatnya, merahasiakan keterangan atau pernyataan-pernyataan para
pihak yang diperoleh dalam pembuatan AktaOtentik tersebut, kecuali UndangUndang memerintahkannya untuk membuka rahasia tersebut dan memberikannya
keterangan atau penjelasan kepada pihak berwajib yang memintanya.117
Asas kepercayaan terkandung dalam sumpah jabatan Notaris, sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 4 ayat (2)Undang-Undang Jabatan Notaris, menentukan
”Bahwa saya bersumpah/berjanji: bahwa saya akan merahasiakan isi Akta dan
keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan saya”. Kepercayaan berarti
menghendaki saling percaya dengan konsekwensi tidak saling membuka rahasia yang
dalam hal ini sebagai pemegang rahasia klien adalah Notaris, maka Notaris yang
wajib merahasiakan muatan dalam AktaOtentik yang dibuatnya.

114
Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law dan Eksistensinya Dalam
Hukum Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010), hal. 31 dan hal 32.
115
Ibid, hal. 33.
116
Ibid, hal. 33-34.
117
Habib Adjie, Hukum NotarisIndonesia…..Op. Cit., hal. 89.

Universitas Sumatera Utara

77

Bahkan kerahasiaan diwajibkan dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang
Jabatan Notaris bahwa dalam menjalankan jabatannya, “Notaris berkewajiban:
merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala keterangan
yang diperoleh guna pembuatan Akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali
Undang-Undang menentukan lain”.
4. Asas Kehati-hatian
Asas kehati-hatian merupakan asas terpenting yang wajib diterapkan dalam
kegiatan usahanya berdasarkan kepercayaan, lazimnya diterapkan pada dunia usaha
perbankan yang disebut sebagai prudential banking, tujuannya untuk menghindari
terjadinya ketidakpercayaan masyarakat terhadap dunia perbankan, maka asas kehatihatian ini sebagai cara memberikan perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan
terhadap kemungkinan terjadinya kerugian.118Penerapan asas kehati-hatian sebagai
upaya pencegahan yang bersifat internal oleh bank yang bersangkutan.119
Asas kehati-hatian dapat disandingkan dengan asas kepercayaan, sebab asas
kehati-hatian dilaksanakan sehubungan dengan adanya orang percaya kepada orang
lain. Sehingga asas kehati-hatian ini menghendaki seseorang dalam melaksanakan
tugas, kewajiban, dan wewenang yang dinyatakan oleh hukum berdasarkan ketelitian
dan mewajibkan bertindak seksama.

118

Chatamarrasjid Ais, Hukum Perbankan Nasional Indonesia Ditinjau Dari UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Sebagaimana Telah Diubah Dengan UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia, Edisi Revisi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2009), hal. 144.
119
Ibid, hal. 146.

Universitas Sumatera Utara

78

Ternyata dalam Pasal 16 ayat (1) huruf aUndang-Undang Jabatan Notaris,
ditemukan asas ini sebagai penafsiran dari bertindak seksama. Selengkapnya
ditentukan dalam Pasal tersebut, adalah: ”Dalam menjalankan jabatannya, Notaris
berkewajiban: bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan
menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum”. Bertindak seksama
menjadi tumpuan asas kehati-hatian yang dimaksudkan di sini bersinonim dengan
kecermatan.
Pelaksanaan asas kehati-hatian atau asas kecermatan ini merupakan asas yang
wajib dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris. Asas Kecermatan
bagi Notaris dalam pembuatan Akta, diwajibkan:120
a. Mengenali para penghadap berdasarkan identitas yang diperlihatkan kepada
Notaris.
b. Menanyakan, kemudian mendengarkan dan mencermati keinginan atau
kehendak para penghadap.
c. Memeriksa bukti surat yang berkaitan dengan keinginan atau kehendak para
penghadap.
d. Memberikan saran dan membuat kerangka Akta untuk memenuhi keinginan
atau kehendak para penghadap.
e. Memenuhi segala teknik administratif pembuatan AktaNotaris, seperti:
pembacaan, penandatanganan, memberikan salinan, dan pemberkasan untuk
minuta.
f. Melakukan kewajiban lain yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas jabatan
Notaris.
Dalam pelaksanaan asas kehati-hatian atau asas kecermatan, Notaris wajib
mempertimbangkan, melihat, memeriksa, semua dokumen yang diperlihatkan para
penghadap kepadanya sebelum membuat Akta Otentik yang diperlukan para
penghadap. Termasuk meneliti semua bukti yang ada, mendengarkan keterangan, dan
120

Habib Adjie, Sanksi Perdat, Op. Cit, hal. 86.

Universitas Sumatera Utara

79

pernyataan para penghadap. Keputusan yang diberikan Notaris harus didasarkan pada
argumentasi yuridis ketika menjelaskan prosedural kepada para penghadap, termasuk
menjelaskan masalah-masalah hukum yang timbul di kemudian hari.121
Pelaksanaan asas kehati-hatian selain kewajiban Notaris merupakan satu di
antara cara pemberian perlindungan tidak langsung diberikan oleh Notaris kepada
para pihak atau para penghadap untuk mengantisipasi timbulnya risiko di kemudian
hari baik risiko bagi para pihak maupun bagi Notaris itu sendiri, baik risiko kerugian
materil maupun risiko immateril dan risiko hukum.
5. Asas Profesionalitas
Pengertian profesi adalah bidang pekerjaan dengan keahlian khusus dan
dilandasai pendidikan keahlian, keterampilan, dan kejujuran.122 Notaris merupakan
jabatan yang menjalankan profesi dalam pelayanan hukum kepada masyarakat
khususnya dalam pembuatan Akta Otentik.123 Berdasarkan Undang-Undang Jabatan
Notaris dan Kode Etik Notaris, maka Notaris merupakan satu di antara profesi hukum
yang lain.124 Seseorang dikatakan telah profesional, dipersyaratkan:125
a.

b.

Mempunyai keterampilan tinggi dalam suatu bidang pekerjaan, mahir dalam
mempergunakan peralatan tertentu yang diperlukan dalam melaksanakan tugas
yang dibebankan kepadanya.
Mempunyai ilmu pengetahuan yang cukup memadai, pengalaman yang memadai
dan memiliki kecerdasan dalam menganalisis suatu masalah, peka dalam
membaca siituasi, cepat dan cermat dalam mengambil keputusan yang terbaik
untuk kepentingan organisasi.

121

Habib Adjie, Hukum NotarisIndonesia…..Op. Cit., hal. 188.
Supriadi, Op. Cit., hal. 16.
123
Diktum Dalam Konsideran huruf c Undang-Undang Jabatan Notaris.
124
Supriadi, Op. Cit., hal. 19.
125
Putri A.R., Op. Cit., hal. 30.

122

Universitas Sumatera Utara

80

c.
d.

Mempunyai kemampuan untuk mengantisipasi segala permasalahan yang ada
dihadapannya.
Mempunyai sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi serta
terbuka untuk menyimak dan menghargai pendapat orang lain, cermat dalam
memiliki hal terbaik bagi perkembangan pribadinya.
Profesionalisme menghendaki bagi Notaris harus peka, tanggap, mempunyai

ketajaman berfikir, dan mampu memberikan analisis yang tepat terhadap setiap
peristiwa hukum dan sosial yang muncul sehingga dengan begitu akan menumbuhkan
sikap keberanian dalam mengambil tindakan yang tepat.126 Keberanian yang
dimaksud di sini adalah keberanian untuk melakukan perbuatan hukum yang benar
sesuai peraturan Perundang-Undangan yang berlaku di samping itu Notaris dapat
menolak dengan tegas pembuatan Akta yang bertentangan dengan hukum, Moral,
etika, dan kepentingan umum.127
Asas profesionalitas

dalam profesi Notaris

mengutamakan

keahlian

(keilmuan) Notaris untuk menjalankan tugas jabatannya berdasarkan Undang-Undang
Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris. Notaris harus dilengkapi dengan berbagai
keahlian dan ilmu pengetahuan serta ilmu-ilmu lainnya yang diintegrasikan dalam
pelaksanaan jabatannya. Profesional menghendaki seorang Notaris tidak boleh
menyalahgunakan wewenang atau melakukan tindakan yang bukan merupakan tugas
dan wewenangnya.
2.

Kewenangan, Kewajiban dan Larangan Notaris Berdasarkan UUJN Nomor
2 Tahun 2014

a.

Kewenangan Notaris Berdasarkan UUJN Nomor 2 Tahun 2014
126
127

Wawan Setiawan, Op. Cit., hal. 25.
Ibid, hal. 26.

Universitas Sumatera Utara

81

Kewenangan Notaris dicantumkan dalam Pasal 15 ayat (1), (2), dan (3)
Undang-Undang Jabatan Notaris yang menentukan wewenang utama Notaris adalah
membuat Akta Otentik dan wewenang lainnya. Pasal 15 Undang-Undang Jabatan
Notaris, ditentukan:
1.

Notaris berwenang membuat Akta Otentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan Perundang-Undangan
dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam
Akta Otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta,
memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang
pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada Pejabat lain
atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang.

2.

Notaris berwenang pula:
a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah
tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
b. Membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
c. Membuat copy dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang
memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang
bersangkutan;
d. Melakukan pengesahan kecocokan fotocopy dengan surat aslinya;
e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta;
f. Membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
g. Membuat Akta risalah lelang.

3.

Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris
mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan Perundang-Undangan.
Wewenang merupakan suatu tindakan hukum yang diatur dan diberikan

kepada suatu jabatan berdasarkan peraturan Perundang-Undangan yang berlaku dan

Universitas Sumatera Utara

82

mengatur jabatan yang bersangkutan.128 Oleh karena wewenang yang ditentukan
dalam Undang-Undang Jabatan Notaris, maka Notaris memperoleh wewenangnya
secara atribusi karena diperintahkan atau dilahirkan oleh wewenang baru dalam
Undang-Undang yaitu Undang-Undang Jabatan Notaris.
Berdasarkan Pasal 15 Undang-Undang Jabatan Notaris tersebut di atas, maka
kewenangan Notaris dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu: kewenangan umum
Notaris, kewenangan khusus, dan kewenangan yang ditentukan kemudian.
Kewenangan umum Notaris adalah membuat Akta Otentik.129
Wewenang utama Notaris adalah membuat Akta Otentik, tetapi tidak semua
pembuatan Akta Otentik menjadi wewenang Notaris. Akta yang dibuat oleh Pejabat
lain bukan menjadi wewenang Notaris, seperti Akta Kelahiran, pernikahan, dan
perceraian dibuat oleh Pejabat selain Notaris. Akta Otentik yang berwenang dibuat
oleh Notaris antara lain: membuat Akta Otentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan Perundang-Undangan
dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta
Otentik.
Sedangkan kewenangan khusus Notaris dalam Pasal 15 ayat (2) UndangUndang Jabatan Notaris Nomor 2 tahun 2014, antara lain:

128

Habib Adjie, Hukum NotarisOp. Cit, hal. 77-78. Wewenang dapat diperoleh secara
atribusi, delegasi, dan mandat.Wewenang secara atribusi adalah pemberian wewenang yang baru
kepada suatu jabatan berdasarkan Perundang-Undangan yang berlaku.Wewenang delegasi adalah
pemindahan atau pengalihan wewenang berdasarkan peraturan Perundang-Undangan.Wewenang
mandat adalah menggantikan wewenang karena seseorang yang berkompeten berhalangan.
129 Ibid

Universitas Sumatera Utara

83

1. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah
tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
2. Membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
3. Membuat copy dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang
memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang
bersangkutan;
4. Melakukan pengesahan kecocokan fotocopy dengan surat aslinya;
5. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta;
6. Membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
7. Membuat Akta risalah lelang.
Terdapat pula kewenangan khusus Notaris lainnya yaitu membuat Akta dalam
bentuk in Originali, yaitu Akta-Akta:130
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiun.
Penawaran pembayaran tunai.
Protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga.
Akta kuasa.
Keterangan kepemilikan.
Akta lainnya berdasarkan peraturan Perundang-Undangan.
Kewenangan membuat Aktain Originali tersebut di atas tidak dimasukkan

dalam wewenang khusus dalam Pasal 15 ayat (2)Undang-Undang Jabatan Notaris
Nomor 2 tahun 2014, tetapi wewenang ini dimasukkan menjadi kewajiban Notaris
sebagaimana dalam Pasal 16 ayat (3) Undang-Undang Jabatan Notaris. Menurut
Habib Adjie, dilihat secara substansi Pasal 16 ayat (3) Undang-Undang Jabatan
Notaris harus dimasukkan menjadi kewenangan khusus Notaris ke dalam Pasal 15
ayat (2) Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 tahun 2014, sebab tindakan
hukum yang dilakukan oleh Notaris dipastikan membuat Akta tertentu dalam bentuk
in Originali.

130

Ibid, hal. 82.

Universitas Sumatera Utara

84

Selain wewenang khusus tersebut, Notaris juga memiliki kewenangan khusus
lainnya seperti yang ditentukan dalam Pasal 51 Undang-Undang Jabatan Notaris
Nomor 2 tahun 2014, yaituNotaris berwenang membetulkan kesalahan tulis dan/atau
kesalahan ketik yang terdapat pada Minuta Akta yang telah ditandatangani dengan
cara membuat berita acara dan memberikan catatan tentang hal tersebut pada minuta
Akta asli dengan menyebutkan tanggal dan nomor Akta berita acara pembetulan,
serta membuat salinan Akta berita acara pembetulan tersebut wajib disampaikan
kepada para pihak. Pelanggaran terhadap ketentuan diatas mengakibatkan suatu Akta
hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai Akta dibawah tangan dan dapat
menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian
biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.
Kewenangan Notaris yang akan ditentukan kemudian terdapat pada Pasal 15
ayat (3)Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 tahun 2014, mengandung prinsip
ditentukan kemudian (ius constituendum) berdasarkan ketentuan PerundangUndangan. Wewenang jenis ini akan muncul di tentukan di kemudian hari. Tentunya
kewenangan itu bersifat mengikat secara umum yang dikeluarkan oleh Legislatif
maupun Eksekutif atau Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara di tingkat
pusat dan daerah mengikat secara umum.131
Sebagaimana diatas bahwa wewenang utama Notaris adalah membuat Akta
dan Akta yang dibuatnya merupakan Akta Otentik. Selain wewenang Notaris yang

131

Ibid, hal. 83.

Universitas Sumatera Utara

85

ditentukan dalam Pasal 15Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 tahun 2014, ada
lagi wewenang lainnya yaitu Notaris berwenang membuat:
1. Akta pengakuan anak di luar kawin (Pasal 281 BW).
2. Akta berita acara tentang kelalaian Pejabat penyimpan hipotik (Pasal 1227
BW).
3. Akta berita acara tentang penawaran pembayaran tunai dan konsinyasi (Pasal
1405 dan 1406 BW).
4. Akta protes Wesel dan cek (Pasal 143 dan Pasal 218 WvK).
5. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) (Pasal 15 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah
Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah).
b. Kewajiban Notaris Berdasarkan UUJN Nomor 2 tahun 2014
Kewajiban adalah segala bentuk beban yang diperintahkan oleh hukum
kepada orang atau badan hukum.132 Kewajiban Notaris merupakan sesuatu yang
wajib dilakukan oleh Notaris yang diperintahkan oleh Undang-Undang Jabatan
Notaris dan peraturan Perundang-Undangan lainnya. Konsekuensi dari kewajiban
adalah, jika tidak dilakukan atau dilanggar, maka atas pelanggaran tersebut akan
dikenakan sanksi hukum terhadap Notaris.133
Kewajiban Notaris selain sebagai kewajiban hukum, juga sebagai kewajiban
Moral. Sebab Pasal 4 ayat (1)Undang-Undang Jabatan Notaris menentukan bahwa
sebelum menjalankan jabatannya, Notaris wajib mengucapkan sumpah/janji menurut
agamanya di hadapan Menteri atau Pejabat yang ditunjuk. Konsekuensi dari
pengucapan sumpah/janji untuk melaksanakan kewajiban sesungguhnya seseorang
yang disumpah terikat hubungan Moralitas dengan tuhannya. Itu berarti mengandung
selain sanksi hukum juga mengandung sanksi Moral.

132
133

M. Marwan dan Jimmy P., Kamus Hukum, (Surabaya: Reality Publisher, 2009), hal. 361.
Habib Adjie, Hukum Notari, Op. Cit., hal. 86.

Universitas Sumatera Utara

86

Sumpah/janji Notaris sebagaimana ditentukan Pasal 4 ayat (2)UndangUndang Jabatan Notaris, “Bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya, dan
akan menjalankan kewajiban saya sesuai dengan kode Etik profesi, kehormatan,
martabat, dan tanggung jawab saya sebagai Notaris”. Jika Notaris ternyata tidak
menjalankan sumpah/janjinya, maka Notaris telah nyata-nyata melanggar sumpah,
dan setiap orang yang bersumpah akan berimplikasi pada dosa bukan sanksi hukum
saja.
Sesuai dengan apa yang disumpahkan/dijanjikan Notaris pada saat
pengambilan sumpah/janjinya, maka kewajiban Notaris yang akan dijalankannya itu
ditentukan dalam Pasal 16 Undang-Undang Jabatan Notaris, sebagai berikut:
(1) Dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban:
a. Bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga
kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;
b. Membuat Akta dalam bentuk minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian
dari protokol Notaris;
c. Melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta Akta.
d. Mengeluarkan grosse Akta, salinan Akta, atau kutipan Akta berdasarkan
minuta Akta;
e. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini,
kecuali ada alasan untuk menolaknya;
f. Merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala
keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta sesuai dengan sumpah/janji
jabatan, kecuali Undang-Undang menentukan lain;
g. Menjilid Akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang
memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) Akta, dan jika jumlah Akta tidak
dapat dimuat dalam satu buku, Akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari
satu buku, dan mencatat jumlah minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya
pada sampul setiap buku;
h. Membuat daftar dari Akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya
surat berharga;
i. Membuat daftar Akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu
pembuatan Akta setiap bulan;

Universitas Sumatera Utara

87

(2)

(3)

(4)

(5)
(6)
(7)

(8)

(9)

j. Mengirimkan daftar Akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h atau daftar
nihil yang berkenaan dengan wasiat ke daftar pusat wasiat departemen yang
tugas dan tanggung jawabnya di bidang ke Notariatan dalam waktu 5 (lima)
hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya;
k. Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap
akhir bulan;
l. Mempunyai cap/stempel yang memuat lambang NegaraRepublikindonesia
dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat
kedudukan yang bersangkutan;
m. Membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit
2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap,
saksi, dan Notaris;
n. Menerima magang calon Notaris.
Kewajiban menyimpan Minuta Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b tidak berlaku, dalam hal Notaris mengeluarkan Akta dalam bentuk Akta in
Originali.
Akta in Originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah Akta:
a. Akta pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiun;
b. Akta penawaran pembayaran tunai;
c. Akta protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga;
d. Akta kuasa;
e. AktaKeterangan kepemilikan; atau
f. Akta lainnya berdasarkan ketentuan peraturan Perundang-Undangan.
Aktain Originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibuat lebih dari 1
(satu) rangkap, ditandatangani pada waktu, bentuk, dan isi yang sama, dengan
ketentuan pada setiap Akta tertulis kata-kata “BERLAKU SEBAGAI SATU
DAN SATU BERLAKU UNTUK SEMUA”.
Akta in Originali yang berisi kuasa yang belum diisi nama penerima kuasa hanya
dapat dibuat dalam 1 (satu) rangkap.
Bentuk dan ukuran cap/stempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l
ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pembacaan Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m tidak wajib
dilakukan, jika penghadap menghendaki agar Akta tidak dibacakan karena
penghadap telah membaca sendiri, mengetahui, dan memahami isinya, dengan
ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup Akta serta pada setiap
halaman Minuta Akta diparaf oleh penghadap, saksi, dan Notaris.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 7 dikecualikan terhadap pembacaan
kepala Akta, komparisi, penjelasan pokok Akta secara singkat dan jelas serta
penutup Akta.
Jika salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m dan ayat 7
tidak terpenuhi, Akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian
sebagai Akta dibawah tangan.

Universitas Sumatera Utara

88

(10) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak berlaku untuk pembuatan
Akta Wasiat.
(11) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
sampai dengan huruf l dapat dikenai sanksi berupa :
a. Peringatan tertulis.
b. Pemberhentian sementara.
c. Pemberhentian dengan hormat.
d. Pemberhentian dengan tidak hormat.
(12) Selain dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (11), pelanggaran
terhadap ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf j dapat menjadi alasan bagi pihak
yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan
bunga kepada Notaris.
(13) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n
dapat dikenai sanksi berupa peringatan tertulis.
Kewajiban Notaris pada umumnya adalah memberikan pelayanan kepada
masyarakat yang memerlukan jasanya dengan dijiwai oleh Pancasila, sadar dan taat
kepada hukum dan peraturan Perundang-Undangan,Undang-Undang Jabatan Notaris,
Kode Etik Notaris, sumpah jabatan dengan bekerja secara jujur, mandiri, tidak
berpihak dan penuh rasa tanggung jawab.134 Secara khusus kewajiban Notaris diatur
dalamUndang-Undang Jabatan Notaris, dan Kode Etik Notaris sesuai dengan sifat
munculnya kewenangan Notaris dilahirkan karena Undang-Undang (kewenangan
atribusi).
Pada Pasal 3 Kode Etik maka Notaris dan orang lain yang memangku jabatan
Notaris wajib:
1.
2.
3.
4.

Memiliki Moral, akhlak, sera kepribadian yang baik
Menghormati dan menjunjung harkat dan martabat Jabatan Notaris
Menjaga dan membela kehormatan Perkumpulan
Bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggung jawab,
berdasarkan peraturan perundang undangan dan isi sumpah Jabatan Notaris.
5. Meningkatkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki tidak terbatas pada ilmu
pengetahuan dan hukum Kenotariatan.
134

Nuzuarlita Permata Sari Harahap, Op. Cit., hal. 86-87.

Universitas Sumatera Utara

89

6. Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan Negara
7. Memberikan jasa pembuatan Akta dan jasa keNotarisan lainnya untuk
masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut honorarium.
8. Menetapkan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut merupakan
satu-satunya kantor bagi Notaris yang bersangkutan dalam melaksanakan
tuigas jabatan sehari-hari
9. Memasang satu buah papan nama didepan/di lingkungan kantornya dengan
pilih ukuran yaitu 100cm x 40cm, 150cm x 60cm atau 200cm x 80cm yang
memuat : Nama lengkap dan gelar yang sah, tanggal dan nomor surat
pengangkatan, tempat kedudukan, alamat kantor dan nomor telpon dan fax
10. Hadir berpartisipasi dan ikut dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh
perkumpulan, menghormati, memeatuhi, dan me;laksanakan setiap keputusan
perkumpulan
11. Membayar uang iuran perkumpulan secara lengkap
12. Membayar uang duka untuk membantu ahli waris Notaris
13. Mematuhi dan melaksanakaan semua ketentuan tentang honorarium yang
ditetapkan perkumpulan
14. Menjalankan jabatan Notaris terutama dalam pembuatan, pembacaan dan
penandatanganan Akta yang dilakukan di kantornya kecuali karena alasan
yang sah
15. Menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan dalam melaksanakan
tugas jabatan dan kegiatan sehari-hari
16. Memperlakukan klien yang datang dengan baik, tidak membedakan status
ekonomi atau status sosial
17. Melakukan prbuatan-perbuatan yang secara umum disebut sebagai kewajiban
untuk ditaati dan dilaksanakan antara lain namun tidak terbatas pada
ketentuan yang tercantum dalam:
a. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang revisi Undang-Undang
Jabatan Notaris
b. Penjelasan Pasal 19 ayat 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang
Undang-Undang Jabatan Notaris
c. Isi Sumpah Jabatan Notaris
d. Anggaran Dasar dan anggaran rumah tangga Ikatan Notaris Indonesia.
c.

Larangan Notaris Berdasarkan UUJN Nomor 2 Tahun 2014
Larangan bagi Notaris merupakan ketentuan-ketentuan yang melarang Notaris

untuk melakukan sesuatu hal. Pasal 17Undang-Undang Jabatan Notaris menentukan
larangan bagi Notaris, bahwa Notaris dilarang:
a. Menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;

Universitas Sumatera Utara

90

b. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dan 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut
tanpa alasan yang sah;
c. Merangkap sebagai pegawai negeri;
d. Merangkap jabatan sebagai PejabatNegara;
e. Merangkap jabatan sebagai advokat;
f. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik
Negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta;
g. Merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dan/atau Pejabat
Lelang Kelas II di luar tempat kedudukan Notaris.
h. Menjadi Notaris Pengganti; atau
i. Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama,
kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan
martabat jabatan Notaris.
Dalam Kode Etik juga mengatur larangan terhadap Notaris, yang diatur dalam
Pasal 4 yaitu Notaris dan orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan
Notaris dilarang:
1.
2.
3.

4.
5.
6.
7.

Mempunyai lebih dari 1 (satu) kantor, baik kantor cabang ataupun kantor
perwakilan.
Memasang Papan nama dan/atau tulisan yang berbunyi “Notaris/Kantor
Notaris” diluar lingkungan kantor.
Melakukan Publikasi atau promosi diri, baik sendiri maupun secara bersamasama dengan mencantumkan nama dan jabatannya, menggunakan sarana
media cetak dan/atau elektronik dalam bentuk :
a. Iklan
b. Ucapan Selamat
c. Ucapan Belasungkawa
d. Ucapan Terima kasih
e. Kegiatan Pemasaran
f. Kegiatan sponsor baik dalam kegiatan sosial, keagamaan maupun
Bekerjasama dengan Biro jasa /orang/ Badan Hukum yang pada hakekatnya
bertindak sebagai perantara untuk mencari atau mendapatkan klien.
Menandatangani Akta yang proses pembuatan minutanyatelah dipersiapkan
oleh pihak lain.
Mengirimkan Minuta kepada Klien untuk ditandatangani
Berusaha atau berupaya dengan jalan apapun agara seseorang berpindah dari
Notaris lain kepadanya, baik upaya itu ditujukan langsung kepada klien yang
bersangkutan maupun melalui perantara orang lain.

Universitas Sumatera Utara

91

8.

9.
10.
11.
12.

13.

14.
15.

Melakukan pemaksaan kepada klien dengan cara menahan dokumen-dokmen
yang telah diserahkan dan/atau melalui tekanan psikologis dengan maksud
agar klien tertsebut tetap membuat akat kepadanya
Melakukan usaha-usaha, baik langsung maupun tidak langsung yang menjurus
ke arah timbulnya persaingan yang tidak sehat dengan sesama rekan Notaris.
Menetapkan honorarium yang harus dibayatr oleh klien dalam jumlah yang
lebih rendah dari honorarium yang telah ditetapkan Perkumpulan.
Memperkerjakan dengan sengaja orang yang masih berstatus karyawan kantor
Notaris lain tanpa persetujuan terlebih dahulu dari Notaris yang bersangkutan
Menjelekkan dan/atau mempersalahkan rekan Notaris atau Akta yang dibuat
olehnya. Dalam hal seseorang Notaris menghadapi dan/atau menemukan suatu
Akta yang dibuat oleh rekan sejawat yang ternyata didalamnya terdapat
kesalahan-kesalahan yang serius dan/atau membahayakan klien, maka Notaris
tersebut ajib memberitahukan kepada rekan sejawat yang bersangkutan atas
kesalahan yang dibuatnya dengan cara yang tidak bersifat menggurui
melainkan untuk mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan terthadap
klien yang bersangkutan ataupun rekan sejawat tersebut.
Membentuk kelompok sesama rekan sejawat yang bersifat eksklusif dengan
tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi atau lembaga, apalagi
menutup kemungkinan bagi Notaris lain untuk berpartisipasi.
Menggunakan dan mencantumkan gelar yang tidak sesuai dengan peraturan
Perundang-Undangan
Melakukan perbuatan-prbuatan lain yang secara umum disebut sebagai
pelanggaran terthadap Kode Etik Notaris antara lain namun tidak terbatas
pada pelanaggaran-pelanggaran terhadap :
a. Ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris
b. Penjelasan Pasal 19 ayat 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris
c. Isi sumpah jabatan Notaris
d. Hal-hal yang menurut ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah
Tangga dan/atau keputusan-Keputusan lain yang telah ditetapkan oleh
organisasi Ikatan Notaris Indonesia tidak boleh dilakukan oleh anggota
Jika larangan itu tetap dilakukan oleh Notaris, maka Notaris akan dikenakan

sanksi

berupa:

teguran

lisan,

teguran

tertulis,

pemberhentian

sementara,

pemberhentian dengan hormat, atau sanksi pemberhentian dengan tidak hormat. Jenis
sanksi demikian ditentukan dalam Pasal 17 ayat 2 Undang-Undang Jabatan Notaris.

Universitas Sumatera Utara

92

Berbeda dengan larangan sanksi bagi Notaris yang meninggalkan wilayah jabatannya
lebih dan 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah.
Dalam Notaris yang meninggalkan wilayah jabatannya lebih dan 7 (tujuh) hari
kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah, Notaris tidak dapat dikenakan sanksi Pasal
85 UUJN135, sebab jika dikaitkan dengan Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Jabatan
Notaris, menentukan, “Notaris wajib mempunyai hanya satu kantor, yaitu di tempat
kedudukannya”. Berarti dengan ketentuan Pasal 19 ayat (1)Undang-Undang Jabatan
Notaris ini Notaris tidak berwenang menjalankan jabatan di luar tempat
kedudukannya. Lebih jelas disebutkan dalam penjelasan Pasal 19 ayat (1) UndangUndang Jabatan Notaris, dengan hanya mempunyai satu kantor, berarti Notaris
dilarang mempunyai kantor cabang, perwakilan, dan/atau bentuk lainnya.
Larangan bagi Notaris sebagaimana dalam Pasal 17 Undang-Undang Jabatan
Notaris tersebut di atas, dimaksud bertujuan untuk menjamin kepastian hukum bagi
masyarakat yang memerlukan jasa Notaris, serta sekaligus mencegah terjadinya
persaingan tidak sehat antar Notaris dalam menjalankan jabatannya.136 Selain itu
larangan dalam Pasal 52 Undang-Undang Jabatan Notaris bertujuan untuk mencegah
keberpihakan Notaris.
Pasal 52 Undang-Undang JabatanNotaris melarang Notaris membuat Akta
untuk diri sendiri, istri/suami, atau orang lain yang mempunyai hubungan
kekeluargaan dengan Notaris baik karena perkawinan maupun hubungan darah dalam

135
136

Habib Adjie, Hukum Notaris, Op. cit., hal. 91.
Nuzuarlita Permata Sari Harahap, Op. cit., hal. 88.

Universitas Sumatera Utara

93

garis keturunan lurus ke bawah dan/atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta
dalam garis ke samping sampai dengan derajat ketiga, serta menjadi pihak untuk diri
sendiri, maupun dalam suatu kedudukan ataupun dengan perantaraan kuasa, kecuali
jika Notaris sendiri menjadi penghadap dalam penjualan di muka umum. Pelanggaran
ketentuan ini berakibat Akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai Akta di
bawah tangan.
Larangan bagi Notaris juga berlaku ketentuan Pasal 53 Undang-Undang
Jabatan Notaris bahwa AktaNotaris tidak boleh memuat penetapan atau ketentuan
yang memberikan sesuatu hak dan/atau keuntungan bagi: Notaris, istri atau suami
Notaris, saksi, atau orang yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Notaris
atau saksi, baik hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa
pembatasan derajat maupun hubungan perkawinan sampai dengan derajat ketiga.
B. Karakter Akta Notaris
1.

Akta Notaris Sebagai Alat Bukti Yang Sah
Pembuktian dengan tulisan dapat dilakukan dengan Akta Otentik maupun

dengan tulisan dibawah tangan.137 Akta Otentik mempunyai nilai pembuktian yang
sempurna, kesempurnaan Akta Notaris sebagai alat bukti tidak perlu dinilai atau
ditafsir lain selain yang tertulis dalam Akta tersebut, sedangkan Akta dibawah tangan
mempunyai kekuatan pembuktian sepanjang para pihak mengakuinya atau tidak ada
penyangkalan dari pihak lain,138 jika para pihak mengakuinya maka Akta dibawah

137

Pasal 1867 KUHPerdata
M.Ali Budiarto, Kompilasi Kaidah Hukum Putusan Mahkamah Agung, Hukum Acara
Perdata Setengah Abad, (Jakarta: Sewa Justitia, 2004), hal 145
138

Universitas Sumatera Utara

94

tangan mempunyai pembuktian yang sempurna sebagai Akta Otentik,139 jika salah
satu pihak tidak mengakuinya maka beban pembuktian diserahkan kepada pihak yang
menyangkal Akta tersebut dan penilaian penyangkalan atas bukti tersebut diserahkan
kepada hakim.140
Baik alat bukti Otentik maupun Akta dibawah tangan keduanya harus
memenuhi rumusan sahnya suatu perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata,
dan secara materil mengikat para pihak yang membutanya (Pasal 1338 KUHPerdata),
sebagai suatu perjanjian yang mengikat para pihak (Pacta sunt servanda)
Pada Akta Otentik berlaku ketentuan pembuktian formal dan berlaku terhadap
setiap orang yakni apa yang ada dan terdapat diatas tandatangan mereka. Namun
terdapat kekecualian atau pengingkaran atas kekuatan pembuktian formal ini.
Pertama, pihak penyangkal dapat langsung tidak mengakui bahwa tanda tangan yang
dibubuhkan dalam Akta tersebut adalah tandatangannya. Pihak penyangkal dapat
mengatakan bahwa tandatangan yang dilihatnya sebagai yang dibubuhkan olehnya
ternyata dibubuhkan oleh oranglain dan karenanya dalam hal ini terjadi apa yang
dikenal sebagai pemalsuan tandatangan. Kedua, pihak menyangkal dapat menyatakan
bahwa Notaris dalam membuat Akta melakukan suatu kesalahan atau kehilafan
(tenonrechte) namun tidak menyangkal tandatangan yang ada didalam Akta tersebut.
Artinya

pihak

menyangkal

tidak

mempersoalkan

formalitas

Akta

namun

mempersoalkan substansi Akta. Dengan demikian yang dipersoalkan adalah
keterangan dari Notaris yang tidak benar. Pihak penyangkal tidak menuduh terdapat
pemalsuan namun menuduhkan suatu kehilafan yang mungkin tidak disengaja
139
140

Pasal 1875 KUHPerdata
M. Ali Budiarto, Opcit, hal 136

Universitas Sumatera Utara

95

sehingga tuduhan tersebut bukan pada kekuatan pembuktian formal melainkan
kekuatan pembuktian material dari keterangan Notaris tersebut. Dalam membuktikan
hal ini menurut hokum dapat digunakan sebagai hal yang berada dalam koridor
hokum formil pembuktian.141
Akta Notaris berfungsi sebagai alat bukti, maka setidaknya material yang
dipakai untuk menerapkan tulisan tersebut haruslah memenuhi beberapa persyaratan,
diantaranya:142
1.

Ketahanan akan jenis material yang dipergunakan.
Hal ini berkaitan dengan (diantaranya) kewajiban bagi Notaris untuk membuat

minuta Akta dan menyimpan minuta Akta yang dibuatnya. Pasal 28 ayat 3 Notaris
wet di Nederland telah mensyaratkan jenis kertas tertentu untuk pembuatan Akta yang
dipergunakan oleh para Notaris. Dengan demikian kertas dianggap memenuhi syarat
material untuk daya tahan penyimpanan arsip.
2.

Ketahanan terhadap pemalsuan.
Perubahan yang dilakukan terhadap tulisan diatas kertas dapat diketahui

dengan kasat mata atau dengan menggunak

Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Atas Turunnya Kekuatan Pembuktian Akta Notaris Menurut Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris

6 96 116

Analisis Kewenangan Majelis Pengawas Notaris Dalam Pengawasan Notaris Menurut Undang-Undang No 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

3 78 167

FUNGSI DAN KEDUDUKAN MAJELIS PENGAWAS DAERAH NOTARIS SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014TENTANG PERUBAHAN UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS NOMOR 30 TAHUN 2004.

0 1 12

Analisis Kewenangan Majelis Pengawas Wilayah Dalam Penerapan Sanksi Atas Pelanggaran Administrasi Yang Dilakukan Notaris Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris

0 0 14

Kewenangan Proses Penyelidikan Dan Penyidikan Pihak Kepolisian Terhadap Notaris Setelah Terbitnya Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014

0 0 16

Kewenangan Proses Penyelidikan Dan Penyidikan Pihak Kepolisian Terhadap Notaris Setelah Terbitnya Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014

0 0 3

Kewenangan Proses Penyelidikan Dan Penyidikan Pihak Kepolisian Terhadap Notaris Setelah Terbitnya Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014

0 1 26

Kewenangan Proses Penyelidikan Dan Penyidikan Pihak Kepolisian Terhadap Notaris Setelah Terbitnya Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014

0 0 40

Kewenangan Proses Penyelidikan Dan Penyidikan Pihak Kepolisian Terhadap Notaris Setelah Terbitnya Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014

0 1 3

Analisis Yuridis Atas Turunnya Kekuatan Pembuktian Akta Notaris Menurut Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris

0 0 14