Kewenangan Proses Penyelidikan Dan Penyidikan Pihak Kepolisian Terhadap Notaris Setelah Terbitnya Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014

27

BAB II
KEWENANGAN POLISI DALAM PROSES PENYELIDIKAN DAN
PENYIDIKAN TERHADAP NOTARIS SETELAH TERBITNYA UNDANGUNDANG JABATAN NOTARIS NOMOR 2 TAHUN 2014 ATAS AKTA
YANG DIBUATNYA

A. Tinjauan Umum Jabatan Kepolisian
1.

Pengertian Kepolisan
Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga

Polisi sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan. Anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada kepolisian Negara Republik
Indonesia.
Penyidik adalah Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi
wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyelidikan. Tindakan penyidik
dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak Pidana yang
terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

2.

Kewajiban, Larangan dan Sanksi dalam Kepolisian
Dalam rangka kehidupan bernegara dan bermasyarakat, anggota Kepolisian

Negara Republik Indonesia wajib:52
a.
b.

Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Negara dan Pemerintah;
Mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan pribadi atau golongan
serta menghindari segala sesuatu yang dapat merugikan kepentingan Negara;
52

Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia

27


Universitas Sumatera Utara

28

c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.

Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Negara, pemerintah, dan kepolisian
Negara Republik Indonesia;
Menyimpan rahasia Negara dan/atau rahasia jabatan dengan sebaik-baiknya;
Hormat-menghormati antar pemeluk agama;
Menjunjung tinggi hak asasi manusia;
Mentaati peraturan Perundang-Undangan yang berlaku, baik yang berhubungan
dengan tugas kedinasan maupun yang berlaku secara umum;

Melaporkan kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat
membayahakan dan/atau merugikan Negara/pemerintah;
Bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap masyarakat;
Berpakaian rapi dan pantas.
Dalam pelaksanaan tugas, anggota KepolisianNegaraRepublik Indonesia

wajib:53
a.

Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan dengan sebaik-baiknya
kepada masyarakat;
b. Memperhatikan dan menyelesaikan dengan sebaik-baiknya laporan dan/atau
pengaduan masyarakat;
c. Mentaati sumpah atau janji anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia serta
sumpah atau janji jabatan berdasarkan peraturan Perundang-Undangan yang
berlaku.
d. Melaksanakan tugas sebaik-baiknya dengan penuh kesadaran dan rasa
tanggungjawab;
e. Memelihara dan meningkatkan keutuhan, kekompakan persatuan dan kesatuan
Kepolisian Negara Republik Indonesia;

f. Mentaati segala peraturan Perundang-Undangan dan peraturan kedinasan yang
berlaku;
g. Bertindak dan bersikap tegas serta berlaku adil dan bijaksana terhadap
bawahannya;
h. Membimbing bawahannya dalam melaksanakan tugas;
i. Memberikan contoh dan teladan yang baik terhadap bawahannya;
j. Mendorong semangat bawahannya untuk meningkatkan prestasi kerja;
k. Memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan karier;
l. Menaati ketentuan jam kerja;
m. Menggunakan dan memelihara barang milik dinas dengan sebaik-baiknya;
n. Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik.

53

Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia

Universitas Sumatera Utara

29


Dalam rangka memelihara kehidupan bernegara dan bermasyarakat, anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia dilarang:54
a.
b.
c.
d.

e.

f.
g.
h.
i.
j.

Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan dan martabat Negara,
pemerintah, atau Kepolisian Negara Republik Indonesia;
Melakukan kegiatan politik praktis;
Mengikuti aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam

persatuan dan kesatuan bangsa;
Bekerjasma dengan orang lain di dalam atau di luar lingkungan kerja dengan
tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain yang
secara langsung atau tidak langsung merugikan kepentingan Negara;
Bertindak selaku perantara bagi pengusaha atau golongan untuk mendapatkan
pekerjaan atau pesanan dari Kantor/Instansi Kepolisian Negara Republik
Indonesia demi kepentingan pribadi;
Memiliki saham/modal dalam perusahaan yang kegiatan usahanya berada dalam
ruang lingkup kekuasaanya;
Bertindak sebagai pelindung di tempat perjudian, prostitusi dan tempat hiburan;
Menjadi penagih piutang atau menjadi pelindung orang yang punya utang;
Menjadi perantara/makelar perkara;
Menelantarkan keluarga.
Dalam pelaksanaan tugas, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia

dilarang:55
a.
b.
c.
d.

e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.

Meningkatkan wilayah tugas tanpa izin pimpinan;
Menghindarkan tanggung jawab dinas;
Menggunakan fasilitas Negara untuk kepentingan pribadi;
Menguasai barang milik dinas yang bukan diperuntukkan baginya;
Mengontrakkan/menyewakan rumah dinas;
Membocorkan rahasia operasi kepolisian;
Menguasai rumah dinas lebih dari 1 (satu) unit;
Mengalihkan rumah dinas kepada yang tidak berhak;
Menggunakan barang bukti untuk kepentingan pribadi;
Berpihak dalam perkara Pidana yang sedang ditangani;
Memanipulasi perkara;

Membuat opini negatif tentang rekan sekerja, pimpinan dan/atau kesatuan;
54

Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia
55
Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia

Universitas Sumatera Utara

30

m. Mengurusi, mensponsori, dan/atau mempengaruhi petugas dengan pangkat dan
jabatannya dalam menerima calon anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia;
n. Mempengaruhi proses penyidikan untuk kepentingan pribadi
o. di sehingga mengubah arah kebenaran materi perkara;
p. Melakukan upaya paksa penyidikan yang bukan kewenangannya;
q. Melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan, menghalangi, atau mempersulit

salah satu pihak yang dilayaninya sehingga mengakibatkan kerugian bagi pihak
yang dilayani;
r. Menyalahgunakan wewenang;
s. Menghambat kelancaran pelaksanaan tugas kedinasan;
t. Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahan;
u. Menyalahgunakan barang, uang atau surat berharga milik dinas;
v. Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, meminjamkan, atau
menghilangkan barang, dokumen, atau surat berharga milik dinas seara tidak sah;
w. Memasuki tempat yang dapat mencemarkan kehormatan atau martabat
Kepolisian Negara Republik Indonesia, kecuali karena tugasnya;
x. Melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apa pun untuk kepentingan pribadi,
golongan, atau pihak lain;
y. Memakai perhiasan secara berlebihan pada saat berpakaian dinas Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
B. Prosedur Penyelidikan dan Penyidikan Terhadap Notaris Sampai P21
1.

Contoh Kasus Pemeriksaan Notaris yang Sampai P21 56
Tindak Pidana penipuan atau penggelapan yang dilakukan oleh seorang


Notaris M pada bulan Juli Tahun 2012 dengan kasus Korban yang dipertemukan oleh
X kepada Y (Pembeli) yang ingin membeli rumah orang tua Korban dengan
Sertipikat Hak Milik, dan Y (Pembeli) menyanggupi untuk membeli tanah tersebut
dengan menyerahkan uang panjar berupa Cek Mandiri yang jatuh tempo pada tanggal
1 Agustus 2012 yang kemudian Sertipikat dimintakan oleh Notaris M untuk
melakukan cek bersih di Kantor BPN yang akan dipergunakan untuk pembuatan Akta

56

Data dari Kepolisian Republik Indonesia Daerah Sumatera Utara Resor Kota Medan dalam
Berkas Perkara Nomor: BP/91/VI/2013/Sat Reskrim

Universitas Sumatera Utara

31

Perjanjian Jual Beli antara Korban dengan Y (Pembeli), namun pada tanggal 1
Agustus 2012 Korban mengecek isi Cek ternyata tidak ada dana, dengan mengetahui
hal tersebut Korban bermaksud membatalkan perjanjian dan meminta kembali Asli
Sertipikat tersebut dengan Notaris M namun sampai saat ini Notaris M tidak

mengembalikannya, dan sesuai dengan surat pernyataan oleh Y (Pembeli) akan
mengembalikan Sertipikat tersebut pada tanggal 15 Agustus 2012 juga tidak
dikembalikan pada Korban.
Berdasarkan Pasal 378 KUHPidana, “Barang siapa dengan maksud
menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum dengan tipu muslihat,
menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya,” dan hal
ini terpenuhi dengan adanya perbuatan tersangka Notaris M yang meminta dan
menerima sertipikat atas nama ibu Korban dengan tujuan untuk cek bersihdan
pembuatan Akta Perjanjian Jual Beli dan kemudian meminjamkan sertipikat tersebut
kepada Y (Pembeli) dengan tujuan agar dilakukan cek bersih pada Notaris lain, yang
kemudian dikembalikan lagi oleh Y (Pembeli) kepada Notaris M.
Berdasarkan Pasal 372 KHUPidana, “Barang siapa dengan sengaja dan
melawan hukum memiliki barang yang seluruhnya atau sebahagian kepunyaan orang
lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan,”dan hal ini
terpenuhi dengan adanya perbuatan tersangka Notaris M karena atas permintaan Y
(pembeli), Notaris M mengelurakan Akta Surat Kuasa dan juga Akta Perikatan untuk
Jual Beli dengan Nomor 42,43 tetapi pada Tahun 2011 dan pada bulan Agustus 2012
Notaris M menyerahkan asli Sertipikat kepada Y (Pembeli) dan dibutakan tanda

Universitas Sumatera Utara

32

terima, yang mana dalam hal ini Korban tidak pernah menandatangani Akte Surat
Kuasa dan Jual Beli, dengan demikian hal tersebut dilakukan tersangka Notaris M
untuk kepentingan tersangka mendapatkan keuntungan.
2.

Laporan Polisi Oleh Korban
Berdasarkan laporan Korban ke Kantor Polisi maka Polisi membuat laporan

atas namaNotaris M yang menyatakan bahwasanya Notaris M atas dasar pengaduan
Korban telah melanggar Pasal 378 dan atau 372 jo 55,56 KUHPidana dengan nomor
laporan LP/112/K/VII/2012 Polresta Medan. Laporan ini didukung dengan barang
bukti satu lembar surat tanda terima dari Notaris M dan cek Bank Mandiri yang mana
kejadian bukan di kantor Notaris M tetapi di Grand Aston.
Dengan adanya laporan dari Korban maka Polisi menerima laporan dan
memberikan STTLP dan lanjut ke KA.
3.

Surat Perintah Penyelidikan dan Penyidikan57
Guna kepentingan penyidikan tindak pidana maka perlu dikeluarkan Surat

perintah Penyidikan berdasarkan Pasal 1 butir 2, Pasal 5 ayat (1), pasal 7 ayat (1),
Pasal 9 ayat (1), Pasal 11, Pasal 84, Pasal 106, Pasal 109 ayat (1), Pasal 110 ayat (1)
KUHAP, Pasal 14 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang
KepolisianNegaraRepublik Indonesia, dan laporan Polisi tentang tindak pidana atas
pelapor (Korban).

57

Wawancara dengan Aiptu Supriadi, Penyidik Pembantu Polresta Medan, Pada tanggal 3
Januari 2015

Universitas Sumatera Utara

33

Surat perintah Penyelidikan dan Penyidikan ini memerintahkan 6 (enam)
orang penyidik dan penyidik pembantu untuk melakukan penyidikan terhadap tindak
pidana penipuan atau penggelapan dengan membuat rencana penyidikan dan
melaporkan setiap perkembangan pelaksanaan penyidikan pada kesempatan pertama
kepada Kasat Reskrim polresta Medan selaku Penyidik.
Sebelum dilakukan pemeriksaan terhadap Notaris, sesuai dengan ketentuan
maka Notaris tersebut harus dipanggil terlebih dahulu melalui Surat Panggilan yang
resmi dikeluarkan oleh Penyidik, dengan syarat:58
a.

b.

c.
d.

Penyidik menyebutan alasan pemanggilan secara jelas dengan memperhatikan
tenggang waktu yang wajar diterimanya panggilan dan bila tidak datang maka
penyidik dapat memanggil sekali lagi, sebagaimana diatur dalam Pasal 112
Hukum Acara Pidana.
Apabila tersangka dan saksi berada bertempat tinggal diluar daerah hukum
penyidik maka pemeriksaan dapat dilakukan di tempat tinggal tersangka atau
saksi sebagaimana diatur dalam Pasal 119 Hukum Acara Pidana.
Pemanggilan dilaksanakan paling lambat 3 (tiga) hari sebagaimana diatur dalam
pasal 227 Hukum Acara Pidana.
Bilamana tersangka atau saksi yang dipanggil memberi alasan yang patut dan
wajar bahwa ia tidak dapat datang kepada penyidik yang melakukan pemeriksaan
maka penyidik itu datang ke tempat kediamannya sebagaimana diatur dalam Pasl
113 Hukum Acara Pidana

Khusus terhadap Notaris M maka sebelum Notaris M diperiksa sebagai saksi
maka Penyidik atas nama Kepala Kepolisian Resort Medan membuat permintaan
persetujuan pemanggilan atas nama Notaris M kepada Ketua Majelis Pengawas

58

Zulkarnaen Adinegara (Karrowassidik Bareskrim Polri), Modul Mekanisme Penyidikan
Terhadap Notaris Yang Diduga Melakukan Tindak Pidana, hal 8, yang disampaikan pada acara
pelatihan pembekalan anggota bagi Pengurus Wilayah INI se-Indonesia dan pengurus daerah INI seJabotabek di Hotel Santika Presmiere Jakarta tanggal 15 Januari 2015

Universitas Sumatera Utara

34

Daerah Notaris Kota Medan agar sudi kiranya memberi persetujuan untuk
pemanggilan Notaris M sebagai saksi.
Berdasarkan persetujuan untuk pemanggilan dan pemeriksaan sebagai saksi
terhadap Notaris M yang diberikan Majelis Pengawas Daerah Kota Medan maka
Notaris M dapat dipanggil untuk diperiksa dan dimintai keterangannya.
Adapun mekanisme pelaksanaan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap oleh
penyidik berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris
yang seharusnya dilaksanakan pada saat sekarang ini adalah:59
a.

b.
c.

4.

Penyidik harus mengajukan surat kepada Majelis Kehormatan Notaris (MKN)
dengan menyebutkan untuk keperluan apa sampai dilakukannya pemanggilan,
apakah mengambil fotocopy Minuta Akta, atau surat-surat yang dilekatkan pada
Minuta Akta atau protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris, atau keperluan
memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan
Minuta Akta yang dibuatnya atau protokol Notaris yang berada dalam
penyimpanan Notaris.
Menjelaskan dengan kalimat yang dimengerti, singkat dan jelas tentang perkara
apa dan siapa.
Setelah dalam 30 (tiga puluh) hari maka penyidik akan mendapatkan keputusan
Majelis Kehormatan Notaris (MKN) untuk memberikan “persetujuan” atau
“tidak memberikan Persetujuan” atas permintaan dari Penyidik tersebut.
Berita Acara Pemeriksaan Saksi-Saksi60
Penyelenggaraan Administrasi Penyidikan yang merupakan persyaratan

mutlak dalam rangka mendukung pelaksanaan penyidikan baik sebelum, selama
maupun sesudahnya, harus dibuat secara pasti sesuai dengan asas kehati-hatian dalam
59

Zulkarnaen Adinegara (Karrowassidik Bareskrim Polri), Modul Mekanisme Penyidikan
Terhadap Notaris Yang Diduga Melakukan Tindak Pidana, hal 9, yang disampaikan pada acara
pelatihan pembekalan anggota bagi Pengurus Wilayah INI se-Indonesia dan pengurus daerah INI seJabotabek di Hotel Santika Presmiere Jakarta tanggal 15 Januari 2015
60
Wawancara dengan Aiptu Supriadi, Penyidik Pembantu Polresta Medan, Pada tanggal 3
Januari 2015

Universitas Sumatera Utara

35

administrasi Kepolisian baik mengenai dasar hukumnya, waktu, tempat, Pasal yang
dipersangkakan, tindak Pidana yang terjadi, barang bukti yang disita dan/atau
identitas tersangka/saksi maupun pihak-pihak lain yang terlibat didalam pelaksanaan
penyidikan, sesuai dengan yang dikehendaki oleh KUHAP. Dalam tahap ini penyidik
memeriksa saksi-saksi untuk mendengar keterangannya sebagai saksi Korban dengan
pertanyaan-pertanyaan dan mencatat seluruh keterangan yang diterangkan Korban.
Seperti pertanyaan sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.

Apakah Saudara dalam keadaan sehat?
Mengertikah saudara sebabnya diperiksa?
Jika mengerti sehubungan dengan apa?
Penipuan dan penggelapan apa yang saudara maksud?
Kapan dan dimana peristiwanya terjadi?
Siapa Korban dan pelakunya?
Bagaimana caranya pelaku menipu dan menggelapkan sertipikat tanah milik
saudara?
Jika demikian terangkan kronologis peristiwa tersebut?
Apakah jual beli telah dilaksanakan pada saat anda menyerahkan sertipikat?
Bukti apa yang anda miliki atas peristiwa tersebut?
Siapakah saksi-saksi yang mengetahui peristiwa tersebut?
Apakah masih ada keterangan yang perlu saudara tambahkan?
Setelah berita acara pemeriksaan selesai, kemudian dibacakan kembali kepada

yang diperiksa dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan yang
diperiksa mengatakan setuju dan membenarkan, untuk menguatkannya yang diperiksa
turut membubuhkan tanda tangan yang kemudian berita acara ditutup dan ditanda
tangani di Polresta Medan.
Berita acara pemeriksaan tidak hanya dilakukan sekali saja tetapi ada
pemeriksaan lanjutan sampai benar-benar dirasa keterangan dari saksi korban telah
cukup, dan kemudian berita acara pemeriksaan saksi yang mendukung saksi korban.

Universitas Sumatera Utara

36

5.

Berita Acara Pemeriksaan Tersangka61
Berita acara ini khusus mendengar keterangan tersangka dalam perkara tindak

Pidana penipuan dan atau penggelapan atau turut membantu perbuatan Pidana
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 378 dan atau 372 sub 55,56 KUHP sesuai
dengan laporan Polisi. Penyidikan ini dilakukan oleh penyidik pembantu, dengan
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
a. Apakah saudara saat ini dalam keadaan sehat jasmani dan rohani?
b. Kapan saudara ditangkap dan pada saat penangkapan apakah penyidik
memperlihatkan surat perintah penangkapan?
c. Saat pemeriksaan saat ini saudara ditunjuk sebagai tersangka, apakah saudara
dapat menunjukkan kuasa hukum saudara?
d. Ceritakan riwayat hidup saudara singkat dari saudara lahir hingga sampai
pemeriksaan sekarang.
e. Apakah anda mengenal pembeli?
f. Setelah saudara menerima sertipikat terus bagaimana perjalanan sertipikat
tersebut?
Berita acara pemeriksaan terhadap tersangka bukan hanya dilakukan sekali,
dan pertanyaan bukan hanya itusaja, tetapi pertanyaan-pertanyaan lain yang benarbenar menyelidik kejadian dan fakta-faktanya.
6.

SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan)62
Surat pemberitahuan dimulainya penyidikan ditujukan kepada kepala

Kejaksaan Negeri Medan yang memberitahukan bahwasanya telah dimulai bulan
Agustus 2012 penyidikan tindak pidana penipuan atas nama terlapor yang

61

Wawancara dengan Aiptu Supriadi, Penyidik Pembantu Polresta Medan, Pada tanggal 3
Januari 2015
62
Wawancara dengan Aiptu Supriadi, Penyidik Pembantu Polresta Medan, Pada tanggal 3
Januari 2015

Universitas Sumatera Utara

37

tembusannya ditujukan ke Kapolda SUMUT, Dirreskrim Polda Sumut, Kapolresta
Medan, Ketua Pengadilan Negeri Medan, Kabag Ops Polresta Medan.
7.

Surat Perintah Penangkapan63
Untuk kepentingan penyelidikan dan atau penyidikan tindak Pidana perlu

dilakukan tindakan hukum berupa penangkapan terhadap tersangka yang karena
keadaannya atau perbuatannya diduga keras melakukan tindak Pidana berdasarkan
bukti permulaan yang cukup dengan memerintahkan 3 (tiga) orang Penyelidik untuk
melakukan

penngkapan

tersangka

Notaris

M,

melakukan

penggeledahan

badan/pakaian tersangka, dan setelah pihak Penyelidik melakukan perintah ini maka
agar membuat Berita Acara Penangkapan bahwa telah melakukan penangkapan atas
tersangka Notaris M dengan menjelaskan tempat dan waktu penangkapan yang
diketahui dan ditandatangani pihak tersangka Notaris M dan Penyelidik.
8.

Surat Perintah Penahanan64
Bahwa untuk kepentingan penyidikan dan berdasarkan hasil pemeriksaan

diperoleh bukti yang cukup, tersangka diduga keras telah melakukan tindakan Pidana
yang dapat dikenakan penahanan, tersangka dikhawatirkan melarikan diri, merusak
atau menghilangkan barang bukti maka perlu dikeluarkan surat perintah penahanan
yaitu dengan melakukan penahanan terhadap tersangka yaitu Notaris M,
menempatkan tersangka pada Rumah Tahanan Negara di rumah Tahanan Polisi

63

Wawancara dengan Aiptu Supriadi, Penyidik Pembantu Polresta Medan, Pada tanggal 3
Januari 2015
64
Wawancara dengan Aiptu Supriadi, Penyidik Pembantu Polresta Medan, Pada tanggal 3
Januari 2015

Universitas Sumatera Utara

38

(RTP) Polresta Medan selama 20 (dua puluh) hari, dengan telah terlaksananya
perintah ini maka pihak penyelidik harus segera membuat laporan pelaksanaannya
dan membuat berita acara penahanan.
9.

BAP Penahanan65
Berita Acara penahanan berisi tentang peristiwa telah dilakukannya

penahanan terhadap tersangka Notaris M dalam perkara penggelapan dan penipuan
sebagaimana yang dimaksud Pasal 378 dan 372 Jo 55,56 KUHPidana berdasarkan
Laporan Polisi atas nama pelapor dan Surat Perintah Penahanan.
Apabila dalam pemeriksaan terhadap tersangka atau proses penyidikan
perkaranya belum selesai maka untuk kepentingan pemeriksaan diminta perpanjangan
penahanan tersangka dapat diperpanjang selama 40 hari dalam kasus ini penahanan di
RTP Polresta Medan, permohonan ini diajukan ke Kepala Kejaksaan Negeri Medan
dengan tembusan ke Kapolresta Medan, Ketua Pengadilan Negeri Medan, Kabag Ops
Polresta Medan, dan apabila perpanjangan penahanan diijinkan maka Kejaksaan
Negeri Medan mengeluarkan Surat Perpanjangan

Penahanan yang berdasarkan

setelah membaca Permintaan Perpanjangan Penahanan, Surat Perintah Penahanan
Dari Penyidik dan Resume Hasil Pemeriksaan dari Penyidik.
10. BAP Penyitaan66
Untuk kepentingan penyitaaan tindak Pidana maka penuntutan dan peradilan
berupa penyitaan terhadap benda-benda yang diduga ada kaitannya langsung dengan
tindak pidana yang telah terjadi maka Kasat Reskrim selaku Penyidik mengeluarkan
65

Wawancara dengan Aiptu Supriadi, Penyidik Pembantu Polresta Medan, Pada tanggal 3
Januari 2015
66
Wawancara dengan Aiptu Supriadi, Penyidik Pembantu Polresta Medan, Pada tanggal 3
Januari 2015

Universitas Sumatera Utara

39

Surat Perintah Penyitaan yang berdasarkan penetapan penyitaan dari Ketua
Pengadilan Negeri, Laporan Polisi, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
KepolisianNegara RI, Pasal 5, Pasal 44, Pasal 128, Pasal 129, Pasal 130, Pasal 131
KUHAP.
Dengan keluarnya Surat Perintah Penyitaan maka dibuatlah Berita Acara
Penyitaan berdasarkan Pasal 18 ayat (2) KUHPidana dan Laporan Poisi yang
menyatakan dalam kasus ini bahwa telah menyita 1 (satu) lembar cek Mandiri pada
bulan Agustus 2012 dan 1 (satu) lembar cek Mandiri bulan Juli 2012. I (satu) lembar
surat Kuasa yang ditandatanagani Pelapor sebagai penerima kuasa dan ibunya sebagai
pemberi kuasa, dan 1 (satu) lembar Surat Tanda Terima yang ditandatangani oleh
Notaris M dan Surat Pernyataan yang ditandatangani oleh Pembeli. Semua barang
bukti ini disita dari si Pelapor.
11. Surat Persetujuan Ijin Khusus Penyitaan67
Tahap selanjutnya maka pihak Penyidik membuat Permintaan Persetujuan
penyitaan yang ditujukan Kepada Ketua Pengadilan Negeri Medan guna kepentingan
penyidikan dimohon agar Ketua Pengadilan Negeri Medan dapat menerbitkan
Penetapan Persetujuan Penyitaan barang bukti Pelapor dan surat permohonan ini juga
harus diketahui Kapolresta Medan, Kepala Kejaksaan Negeri Medan, dan Kabag Ops
Polresta Medan.Surat permohonan penyitaan ini yang ditujukan untuk mengambil
barang bukti baik dari pihak pelapor maupun dari pihak tersangka.

67

Wawancara dengan Aiptu Supriadi, Penyidik Pembantu Polresta Medan, Pada tanggal 3
Januari 2015

Universitas Sumatera Utara

40

12. Penetapan Penyitaan Pengadilan Negeri68
Berdasarkan permohonan Penyitaan maka Ketua Pengadilan Negeri setelah
membaca surat laporan perkara tersangka, menimbang cukup alasan izin penyitaan
dan berdasarkan Pasal 43 KUHAP (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981)
menetapkan dengan memberikan ijin kepada Penyidik untuk melakukan penyitaan
barang bukti baik dari pihak pelapor maupun dari pihak tersangka seperti Sertipikat
tanah, Akta Surat Kuasa, Akta Perikatan Jual Beli, Cek Bank Mandiri, Surat Kuasa,
Surat Tanda Terima. Dan Ketua Pengadilan Negeri memerintahkan kepada penyidik
untuk melampirkan salinan surat penyitaan pada berkas perkara.
Setelah keluarnua Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabtan
Notaris maka proses penyitaan Protokol Notaris prinsipnya sama dengan mekanisme
dalam pemanggilan Notaris yaitu melalui Persetujuan Majelis Kehormatan Notaris
(MKN) yang diatur dalam Pasal 66 Undang-Undang RI Nomor 2 tahun 2014 tentang
Jabatan Notaris.
13. Kirim Berkas Perkara Tahap I ke Jaksa Penuntut Umum
Pada tahap ini Penyidik melengkapi berkas perkara yaitu rangkaian
penyidikan yang telah dilakukan yang harus dikirim ke Jaksa penuntut Umum yaitu
Laporan Polisi, Surat perintah Penyidikan, Berita Acara Pemeriksaan saksi-saksi,
Berita Acara Pemeriksaan tersangka, Surat perintah dimulainya penyidikan, Surat
perintah penangkapan, Berita Acara Penangkapan, Surat Perintah Penahanan, Berita

68

Wawancara dengan Aiptu Supriadi, Penyidik Pembantu Polresta Medan, Pada tanggal 3
Januari 2015

Universitas Sumatera Utara

41

Acara Penahanan, Permintaan Perpanjangan Penahanan, Perpanjangan Penahanan
dari Kejaksaan Negeri Medan, Surat Perintah Penyitaan, Surat Permintaan
Persetujuan Izin Penyitaan, Penetapan Penyitaan dari Pengadilan Negeri.Setelah
semua berkas lengkap maka dikirim ke Jaksa Penuntut Umum agar segera diperiksa
untuk digelar perkara di Pengadilan.
14. Kirim Berkas Tersangka Tahap II ke Jaksa Penuntut Umum.69
Setelah berkas tahap I dikirim maka pihak penyidik mengirim berkas
tersangka berupa potocopy barang bukti, daftar saksi, daftar tersangka, daftar barang
bukti, Daftar Pencarian Orang.
Dengan dikirimnya berkas tersangka tahap II ke Jaksa Penuntut Umum maka
selesailah tugas pihak penyidik dalam menangani kasus Notaris M.
C. Kewenangan Polisi Dalam Proses Penyelidikan dan Penyidikan Pihak
Kepolisian Terhadap Notaris Setelah Terbitnya Undang-Undang Jabatan
Notaris Nomor 2 Tahun 2014 Atas Akta Yang Dibuatnya
1.

Kewenangan Polisi Dalam Proses Penyelidikan dan Penyidikan
Pengaturan mengenai penyidikan terdapat dalam Pasal 1 ayat 5 KUHAP yang

merumuskan mengenai penyelidik,70 dan hal ini juga diatur dalam Pasal 1 angka 10
Undang-Undang

Nomor

Indonesia.Penyidikan71

2

tahun

merupakan

2002

tentang

rangkaian

dari

KepolisianNegaraRepublik
Pradilan

Pidana

untuk

69

Wawancara dengan Aiptu Supriadi, Penyidik Pembantu Polresta Medan, Pada tanggal 3
Januari 2015
70
Pasal 1 angka 4 KUHAP Penyelidik adalah PejabatPolisiNegaraRepublik Indonesia yang
diberi Wewenang oleh Undang-Undang untuk melakukan penyelidikan”
71
Pasal 1 angka 3 KUHAP “Penyidikan adalah SerangkaianTindakan Penyidik Untuk
Mencari dan Menemukan Suatu peristiwa yang diduga Sebagai Tindak Pidana guna menentukan
dapat atau tidaknya dilakukan Penyidikan Menurut Cara yang Diatur Dalam Undang-Undang ini”

Universitas Sumatera Utara

42

mengumpulkan bahan keterangan, keterangan saksi-saksi dan alat bukti yang
diperlukan yang terukur dan terkait dengan kepentingan hukum atau peraturan hukum
Pidana yaitu tentang peristiwa Pidana.72
Penyidik melakukan penyidikan sesuai wewenangnya apabila:73
1.
2.
3.
4.

Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak Pidana;
Mencari keterangan dan barang bukti;
Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa
tanda pengenal diri;
Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab.
Adapun yang dimaksud dengan tindakan lain adalah tindakan dari penyelidik

untuk kepentingan penyelidikan dengan syarat:74
1.
2.
3.
4.
5.

Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum
Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan dilakukan tindakan
jabatan
Tindakan itu harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkungan dalam
jabatannya.
Atas pertimbangan yang layak berdasar keadaan yang memaksa
Menghormati hak asasi manusia
Selain itu, atas perintah penyidik, penyidik75 dapat melakukan tindak

berupa:76
1.
2.
3.
4.

Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledehan dan penahanan;
Pemeriksaan dan penyitaan surat;
Mengambil sidik jari dan memotret seorang;
Membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik.

72

Hartono, Penyidikan dan Penegakan Hukum Pidana Melalui Pendekatan Hukum Progresif,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hal 1
73
Pasal 7 ayat 1 KUHAP
74
Modul KUHAP Pendidikan Alih Golongan Inspektur 2014, hal 9
75
Pasal 1 angka 1 KUHAP“Penyidik adalah PejabatKepolisianNegaraRepublik Indonesia
atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi Wewenang Khusus oleh Undang-Undang
Untuk Melakukan Penyidikan.”
76
Pasal 5 KUHAP

Universitas Sumatera Utara

43

Mengenal penyelidikan dan penyidikan, M. Yahya Harahap, menjelaskan
bahwa dari pengertian dalam KUHAP, “penyelidikan” merupakan tindakan tahap
pertama permulaan “penyidikan”77.Akan tetapi harus diingat, penyelidikan bukan
tindakan yang berdiri sendiri terpisah fungsi “penyidikan”. Penyelidikan merupakan
bagian yang tak terpisah dari fungsi penyidikan, kata-kata yang dipergunakan buku
petunjuk Pedoman Pelaksanaan KUHAP, penyelidikan merupakan salah satu cara
atau metode atau sub dari pada fungsi penyidikan yang mendahului tindakan lain,
yaitu penindakan berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan,
pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan, dan penyerahan berkas
kepada penuntut umum lebih lanjut, Yahya Harahap menyatakan bahwa sebelum
dilakukan tindakan penyidikan, dilakukan dulu penyelidikan oleh Pejabat penyelidik,
dengan maksud dan tujuan mengumpulkan “bukti permulaan” atau “bukti yang
cukup” agar dapat dilakukan tindak lanjut penyidikan. Awal penyelidikan dapat
disamakan dengan pengertian “tindak pengusutan” sebagai usaha mencari dan
menemukan jejak berupa keterangan dan bukti-bukti suatu peristiwa yang diduga
merupakan tindak Pidana.78
Yahya Harahap juga mengatakan bahwa jika diperhatikan dengan seksama,
motivasi dan tujuan penyelidikan, merupakan tuntutan tanggung jawab kepada aparat
penyidik, untuk tidak melakukan tindakan penegakan hukum yang merendahkan
77

Pasal 1 angka 2 KUHAP Penyidikan adalah Serangkaian Tindakan Penyidik Dalam Hal
dan Menurut Cara yang Diatur Dalam Undang-Undang ini Untuk Mencari Serta Mengumpulkan
Bukti Yang Dengan Bukti itu Membuat Terang Tentang Tindak Pidana yang Terjadi dan Guna
Menemukan Tersangkanya.”
78
Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan
Penuntutan, (Sinar Grafika, 2006), hal. 101.

Universitas Sumatera Utara

44

harkat martabat manusia.Sebelum melangkah melakukan pemeriksaan penyidikan
seperti penangkapan atau penahanan, harus lebih dulu berusaha mengumpulkan fakta
dan bukti sebagai landasan tindak lanjut penyidikan.79
Tugas dan wewenang dari penyelidikan salah satunya adalah menerima
laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak Pidana sesuai dengan
Pasal 5 kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Penyelidikan dalam
hal ini Polisi sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 4 KUHAP, atas
laporan/pengaduan tersebut mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga
sebagai tindak Pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan. Di
dalam penyidikan berdasarkan Pasal 1 angka 2 KUHAP, penyidik/Polisi mencari
serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak
Pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
Bagian-bagian dari hukum acara Pidana yang menyangkut penyidikan adalah
mengenai ketentuan alat-alat bukti penyidik, diketahuinya telah terjadi delik,
pemeriksaan di tempat kejadian, pemanggilan tersangka atau terdakwa, penahanan
sementara, penggeledahan, pemeriksaan atau interogasi, adanya berita acara,
penyitaan penyampingan perkara, pelimpahan perkara kepada penuntut umum dan
pengembaliannya kepada penyidik untuk disempurnakan,80maka Proses penyelidikan
oleh pihak kepolisian adalah:

79
80

ibid, hal. 102
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta: sinar Grafika, 2010), hal 130

Universitas Sumatera Utara

45

a.

Dalam hal menerima laporan dan atau pengaduan maka kewajiban Polisi.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a angka 1, Pasal 7 ayat (1) huruf
a, Pasal 11, Pasal 102, Pasal 103, Pasal 106, Pasal 108 KUHAP dan Pasal 15 ayat
(1) huruf a Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia, maka karena kewajibannya, penyidik/penyidik pembantu
harus menyiapkan administrasi pelaporan yang jenisnya sebagai berikut:
1) Laporan Polisi / pengaduan
2) Surat Tanda Penerimaan Laporan / Pengaduan

b.

Dalam hal melakukan penyelidikan
Sebagaimana diatur dalam Pasal 4, Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 102 ayat
(1), ayat (2) dan ayat (3), Pasal 104 dan Pasal 105 KUHAP, Pasal 14 huruf g
Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia,

maka

karena

kewajibannya,

penyidik/penyidik

pembantu

menyelenggarakan administrasi penyidikan yang jenisnya sebagai berikut:
1)
2)
3)
4)
5)

Surat perintah penyelidikan
Berita acara wawancara
Berita acara observasi
Berita acara survailance
Laporan pelaksanaan undercover.
Di dalam Pasal 4 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia

Nomor 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana “(Perkap
14/2012)”, dasar dilakukan penyidikan adalah:
a. Laporan Polisi / pengaduan;
b. Surat perintah tugas;

Universitas Sumatera Utara

46

c. Laporan hasil penyelidikan (LHP);
d. Surat perintah penyidikan; dan
e. Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP)
Atas pengertian dan penjelasan di atas dapat diketahui Polisi dengan adanya
laporan Polisi/pengaduan dan keterangan saksi korban dapat menindaklanjuti laporan
tersebut.
Wewenang dari penyidik adalah:81
1.
2.
3.

Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak Pidana;
Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian;
Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri
tersangka;
4. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
6. Mengambil sidik jari dan memotret seorang;
7. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
8. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara;
9. Mengadakan penghentian penyidikan;
10. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
(Pasal 7 ayat (1) KUHAP)
Fungsi penyidikan sebagaimana tugas dan tujuan dari hukum acara Pidana

ialah mencari dan menemukan kebenaran materiil yaitu kebenaran menurut fakta
yang sebenarnya.Fungsi penyidikan adalah untuk mencari dan mengumpulkan fakta
dan bukti sebanyak-banyaknya untuk mencapai suatu kebenaran materiil yang
diharapkan dan untuk meyakinkan bahwa suatu tindak Pidana tertentu telah
dilakukan.Tujuan pertama-tama dalam rangka penyidikan adalah mengumpulkan

81

Wawancara dengan IPDA Muhammad Bakir, Panit Resum Polresta Medan, pada tanggal 6
Januari 2015

Universitas Sumatera Utara

47

sebanyak mungkin keterangan, hal ikhwal, bukti dan fakta-fakta yang benar
mengenai peristiwa yang terjadi.
Tahapan proses pemeriksaan dalam KUHAP, yakni:
1.

2.

3.

4.

Pemeriksaan pendahuluan. Pemeriksaan yang dilakukan untuk pertama kalinya
oleh Polisi baik sebagai penyelidik maupun penyidik, apabila ada dugaan hukum
Pidana dilanggar, yakni: penyelidikan, penyidikan, penangkapan dan penahanan,
alasan untuk melakukan penahanan terhadap tersangka menurut Pasal 21 (1)
KUHAP adalah tersangka atau terdakwa dikhawatirkan melarikan diri, tersangka
atau terdakwa dikhawatirkan akan merusak atau menghilangkan barang bukti dan
tersangka atau terdakwa dikhawatirkan akan melakukan lagi tindak Pidana.
Pengeledahan, yakni tindakan penyidik memeriksa suatu tempat tertutup atau
badan seseorang, untuk mendapatkan bukti-bukti yang berhubungan dengan
suatu tindak Pidana.
Penyitaan, yakni tindakan yang dilakukan oleh Pejabat-Pejabat yang berwenang
untuk menguasai sementara waktu barang-barang baik yang merupakan milik
terdakwa atau tersangka ataupun bukan, tetapi berasal dari atau ada hubungan
dengan suatu tindak Pidana dan berguna untuk pembuktian.
Pemeriksaan dilakukan untuk kepentingan pemeriksaan perkara, maka penyidik
dapat melakukan pemeriksaan saksi. Saksi yang diperiksa pada tingkat
penyidikan memberikan keterangannya tanpa disumpah terlebih dahulu.82

Pemanggilan yang dilakukan penyidik dianggap sah dan sempurna maka
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1.

2.

3.

Penyidik menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas dengan memperhatikan
tenggang waktu yang wajar ditolerirnya panggilan dan bila tidak datang maka
penyidik dapat memanggil sekali lagi untuk menghadap penyidik sebagaimana
diatur dalam Pasal 112 KUHAP;
Apabila tersangka dan saksi bertempat, tinggal di luar daerah hukum penyidik,
maka pemeriksaan dapat dilakukan di tempat tinggal tersangka atau saksi
sebagaimana diatur dalam Pasal 119 KUHAP;
Pemanggilan dilaksanakan paling lambat 3 hari sebelumnya sebagaimana diatur
dalam Pasal 227 KUHAP.

82

Wawancara dengan AKP Amri, Kanit Tindak Pidana Tertentu, Kepolisian Resor Kota
Medan, pada tanggal 21 April 2012.

Universitas Sumatera Utara

48

Prosedur pemeriksaan/penyidikan merupakan administrasi yang harus
ditempuh untuk melakukan suatu kegiatan pemeriksaan dalam rangkaian tindakan
Kepolisian, sehingga pemeriksaan yang dilakukan memenuhi syarat yuridis dan
administrasi. Adapun prosedur penyidikan meliputi:83
a. Prosedur umum berdasarkan KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana.
b. Prosedur khusus berdasarkan Undang-Undang yang mengaturnya.
Tahapan proses pemeriksaan dalam Undang-Undang nomor 8 tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana, yakni:
1.

Pemeriksaan pendahuluan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk pertama
kalinya oleh Polisi baik sebagai penyelidik maupun penyidik, apabila ada dugaan
hukum Pidana dilanggar, terdiri dari:
a. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan
menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak Pidana guna
menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyelidikan menurut cara yang
diatur dalam Undang-Undang.
b. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara
yang diatur dalam Undang-Undang.
c. Penangkapan adalah suatu tindakan dari penyidik, berupa pengekangan
sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup
bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan atau Pradilan. Perintah
penangkapan hanya dapat dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras
telah melakukan tindak Pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup
(Pasal 17 KUHAP) bukti permulaan berarti bukti-bukti awal sebagai dasar
untuk menduga adanya tindak Pidana.
d. Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh
penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya. Alasan untuk
melakukan penahanan terhadap tersangka atau terdakwa menurut Pasal 11
KUHAP adalah:
1) Tersangka atau Terdakwa dikhawatirkan melarikan diri;

83

Wawancara dengan AKP Amri, Kanit Tindak Pidana Tertentu, Kepolisian Resor Kota
Medan, pada tanggal 21 April 2012

Universitas Sumatera Utara

49

2) Tersangka atau terdakwa dikhawatirkan akan merusak atau
menghilangkan barang bukti; dan
3) Tersangka atau terdakwa dikhawatirkan akan melakukan lagi tindak
Pidana;
Jenis-jenis penahanan, yakni:
Penahanan Rumah Tahanan Negara;
Penahanan Rumah
Penahanan Kota;
Penggeledahan adalah tindakan penyidik memeriksa suatu tempat tertutup
atau badan seseorang, untuk mendapatkan bukti-bukti yang berhubungan
dengan suatu tindak Pidana;
e. Penyitaan adalah suatu cara yang dilakukan oleh Pejabat-Pejabat yang
berwenang untuk menguasai sementara waktu barang-barang baik yang
merupakan milik terdakwa atau tersangka ataupun bukan, tetapi berasal dari
atau ada hubungannya dengan suatu tindak Pidana dan berguna untuk
pembuktian;
f. Pemeriksaan dilakukan untuk kepentingan pemeriksaan perkara, maka
penyidik dapat melakukan pemeriksaan saksi. Saksi yang diperiksa pada
tingkat penyidikan memberikan keterangannya tanpa disumpah terlebih
dahulu;
g. Pasal 30, Surat Keputusan Kapolri Nomor 12 Tahun 2009 tentang Proses
Penanganan Perkara oleh penyidik dalam hal rencana penyidikan yang
menyatakan sebelum melaksanakan kegiatan penyidikan, penyidik wajib
menyiapkan administrasi penyidikan pada tahap awal meliputi:
a. Pembuatan tata naskah;
b. Rencana penyidikan.
Pembuatan tata naskah sebagaimana dimaksud diatas sekurang-kurangnya
meliputi:
a. Laporan Polisi;
b. LHP (Laporan Hasil Penyidikan) bila terjadi penyidikan;
c. Surat perintah penyidikan;
d. SPDP (Surat Permulaan Dimulai Penyidikan);
e. Rencana penyidikan;
f. Gambar skema pokok perkara;
g. Matriks untuk daftar kronologis penindakan.
Penyiapan rencana penyidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi:
a. Rencana kegiatan;
b. Rencana kebutuhan;
c. Target pencapaian kegiatan,
d. Skala prioritas penindakan;
e. Target penyelesaian perkara.
a.
b.
c.
d.

Universitas Sumatera Utara

50

2.

Pemeriksaan di sidang pengadilan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk
menentukan apakah dugaan bahwa seseorang yang telah melakukan tindak
Pidana itu dapat diPidana atau tidak, terdiri dari;
a. Pemeriksaan adalah berupa pemeriksaan alat-alat bukti dipersidangan yakni
keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa;
b. Penuntutan adalah tindak Penuntut Umum untuk melimpahkan perkara Pidana
ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur
dalam Undang-Undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan
diputuskan oleh Hakim di Sidang Pengadilan.84

2.

Kewenangan Polisi Dalam Proses Penyelidikan dan Penyidikan Pihak
Kepolisian Terhadap NotarisBerdasarkan Dengan Undang-Undang Jabatan
Notaris Nomor 30 Tahun 2004
Proses penyidikan dilakukan terhadap Notaris setelah adanya pelaporan atas

Akta yang dibuat oleh Notaris, dan dalam laporan tersebut dinyatakan bahwa Notaris
telah melakukan perbuatan Pidana seperti yang diatur dalam Pasal 66 UUJN. Namun
pemanggilan Notaris sebagai saksi, tersangka ataupun terdakwa setelah penyidik
mengajukan permohonan tertulis kepada Majelis Pengawas Daerah dan permohonan
tersebut ditembuskan kepada Notaris dengan membuat alasan daripada pemanggilan
Notaris tersebut sebagai saksi, tersangka ataupun terdakwa.85maka perlindungan
terhadap Notaris secara teknis yang diatur dalam Peraturan Mentri Hukum Dan Hak
Azasi Mnausia No. M.03. HT.03.10 Tahun 2007 tentang Syarat dan Tata Cara
pengambilan Minuta Akta dan atau Surat-Surat yang Diletakkan Pada Minuta Akta
Atau Protokol Notaris Dalam Penyimpanan Notaris sudah tidak berlaku lagi,
sehingga untuk pemanggilan Notaris harus dengan Persetujuan Majelis Pengawas

84

Wawancara dengan AKP Amri, Kanit Tindak Pidana Tertentu, Kepolisian Medan, pada
tanggal 21 November 2014.
85
Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Azasi manusia Nomor M.03.HT.10 Tahun 2007
tentang Pengambilan Minuta Akta dan Pemanggilan Notaris Bab IV Pasal 14

Universitas Sumatera Utara

51

Daerah lagi. Hal ini berdasarkan Pasal 66 Ayat (1) UUJN Nomor 30 tahun 2004 yang
berbunyi, “Untuk kepentingan penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan
persetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang : (a) mengambil fotokopi Minuta
Akta dan atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris
dalam penyimpanan Notaris, dan (b) memanggil Notaris untuk hadir dalam
pemeriksaan yang berkaitan dengan Akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris yang
berada dalam penyimpanan Notaris.”
Berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 tahun 2004 mengatur
kewenangan MPD, dalam hal ini mengenai persetujuan terhadap pemanggilan
Notaris, jika ada pemanggilan Notaris maka MPD akan mempelajari pemanggilan
tersebut, apakah dalam pembuatan Akta tersebut telah ditemukan kesalahan dalam
prosedur pembuatan Aktanya yaitu pembuatan Akta tersebut telah ditemukan
kesalahan dari aspek lahiriah, formal atau materilnya, jika dalam pembuatan Akta
tersebut tidak ditemukan kesalahan dari aspek lahiriah, formal auapun materilnya
maka

MPD

mempunyai

kewenagan

untuk

tidak

memberikan

persetujuan

pemanggilan terhadap Notaris,
Adapun tata cara pelaksanaan pemanggilan Notaris oleh Penyidik dikaitkan
dengan Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 sebagai berikut:86
a.

Penyidik mengajukan surat kepada Majelis Pengawas Daerah menyebutkan
untuk keperluan apa, apakah untuk mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau
surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam
penyimpanan Notaris; ataukah keperluan memanggil Notaris untuk hadir dalam
86

Wawancara dengan IPDA Muhammad Bakir, Panit Resum Polresta Medan, pada tanggal 6
Januari 2015

Universitas Sumatera Utara

52

b.
c.

pemeriksaan yang berkaitan dengan Minuta Akta yang dibuatnya atau Protokol
Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.
Dalam permohonan dijelaskan dengan singkat perkara apa, siapa tersangkanya.
Setelah mendapat persetujuan maka Penyidik dapat melakukan tindakan
Kepolisian sebagaimana disebut angka 1 di atas.
Dalam pemeriksaan terhadap seorang Notaris yang dilaporkan telah

melakukan perbuatan Pidana diatur dalam Pasal 66 UUJN Nomor 30 Tahun 2004.
Namun pemanggilan tersebut lebih rinci diatur dalam Pasal 14 Peraturan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor: M.03.HT.03.10 Tahun 2007 tentang
Pengambilan Minuta Akta dan Pemanggilan Notaris yang menyatakan:
(1) Penyidik, Penuntut Umum atau Hakim untuk kepentingan proses Pradilan dapat
memanggil Notaris sebagai saksi, tersangka atau terdakwa dengan mengajukan
permohonan tertulis kepada Majelis Pengawas Daerah.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tembusannya disampaikan
kepada Notaris.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat alasan pemanggilan
Notaris sebagai saksi, tersangka atau terdakwa.
Pada dasarnya yang mempunyai wewenang87 melakukan pengawasan dan
pemeriksaan terhadap Notaris adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang
dalam pelaksanaannya Menteri membentuk Majelis Pengawas Notaris.Menteri
sebagai kepala Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia mempunyai tugas
membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintah di bidang

87

Dalam tulisan ini dengan mengambil pendapat Philipus M. Hadjon, bahwa istilah wewenang
atau kewenangan yang disejajarkan dengan istilah bevoegdheid dalam konsep hukum Publik. Sebagai
suatu konsep hukum Publik, wewenang atas (sekurang-kurangnya) tiga komponen, yaitu (1) pengaruh,
bahwa penggunaan wewenang dimaksudkan untuk mengendalikan Peri laku subjek hukum; (2) dasar
hukum, bahwa wewenang itu selalu harus dapat ditunjuk dasar hukumnya; dan (3) konformitas hukum,
bahwa mengandung makna adanya standar wewenang, yaitu standar umum (semua jenis
wewenang),dan standar khusus (untuk jenis wewenang tertentu). PhiIipus M. Hadjon, "Tentang
Wewenang Pemerintahan (Bestuursbevoegdheid)", Pro Justitia, Fakultas Hukum Universitas
Parahyangan, Bandung,Tahun XVI, Notnor Uanuari 1998, hal. 2.

Universitas Sumatera Utara

53

hukum dan hak asasi manusia.88 Dengan demikian kewenangan pengawasan terhadap
Notaris ada pada pemerintah, sehingga/berkaitan dengan cara pemerintah
memperoleh wewenang pengawasan tersebut.
Dalam Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor M.39-PW.07.10.Tahun 2004.285 Dengan pengaturan seperti itu ada
pengaturan sanksi yang tidak disebutkan dalam UUJN tapi ternyata diatur atau
disebutkan juga dalam Keputusan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia
Nomor M.39-PW.07.10.Tahun 2004, yaitu:
1.

2.

Mengenai wewenang MPW untuk menjatuhkan sanksi, dalam Pasal 73 ayat (1)
huruf e UUJN, bahwa MPW berwenang untuk menjatuhkan sanksi berupa
teguran lisan dan teguran secara tertulis, tapi dalam Keputusan Menteri angka 2
butir 1 menentukan bahwa MPW juga berwenang untuk menjatuhkan (seluruh)
sanksi sebagaimana yang tersebut dalam Pasal 85 UUJN. Adanya pembedaan
pengaturan sanksi menunjukkan adanya inkonsistensi dalam pengaturan sanksi,
seharusnya yang dijadikan pedoman yaitu ketentuan Pasal 73 ayat (1) huruf a
UUJN tersebut, artinya MPW tidak berwenang selain dari menjatuhkan sanksi
berupa teguran lisan dan teguran secara tertulis.
Mengenai wewenang MPP, yaitu mengenai penjatuhan sanksi dalam Pasal 84
UUJN. Dalam angka 3 butir 1 Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia Nomor M.39-PW.07.10.Tahun 2004 bahwa MPP
mempunyai kewenangan untuk melaksanakan sanksi yang tersebut dalam Pasal
84 UUJN. Pasal 84 UUJN merupakan sanksi perdata, yang dalam
pelaksanaannya tidak memerlukan (perantara) MPP untuk melaksanakannya dan
MPP bukan lembaga eksekusi sanksi perdata. Pelaksanaan sanksi tersebut tidak
serta merta berlaku, tapi harus ada proses pembuktian yang dilaksanakan di
pengadilan umum, dan ada putusan dari pengadilan melalui gugatan, bahwa
AktaNotaris mempunyai kekuatan pembuktian sebagai Akta di bawah tangan
atau Akta batal demi hukum. Keputusan Menteri yang menentukan MPP
berwenang untuk melaksanakan Pasal 84 UUJN telah menyimpang dari esensi
suatu sanksi perdata. Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Nomor M.39-PW.07.10. Tahun 2004 seperti itu tidak perlu
untuk dilaksanakan.
88

Pasal 35 Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan,Tugas, Fungsi,
Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

54

3.

Kewenangan Polisi Dalam Proses Penyelidikan dan Penyidikan Pihak
Kepolisian Terhadap Notaris Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 49/PUU-X/2012
Dengan keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-X/2012

maka Majelis MK memutuskan mengabulkan permohonan uji materi Pasal 66 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang diajukan
Kant Kamal. Dalam putusannya, MK membatalkan frasa “dengan persetujuan Majelis
Pengawas Daerah” dalam pasal yang diuji. Dengan demikian, pemeriksaan proses
hukum yang melibatkan PejabatNotaris tak perlu persetujuan Majelis Pengawas
Daerah (MPD). “Menyatakan frasa ‘dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah’
bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,”
Mahkamah menyatakan proses peradilan guna mengambil dokumen dalam
penyimpanan Notaris dan memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang
berkaitan dengan dokumen-dokumen yang dibuatnya tidak perlu meminta persetujuan
Majelis Pengawas Daerah (MPD). Prosedur persetujuan itu dinilai bertentangan
dengan prinsip equal protection sebagaimana yang dijamin UUD 1945. Menurut
Mahkamah, perlakuan berbeda terhadap Notaris dapat dibenarkan sepanjang
perlakuan itu masuk lingkup Kode Etik Notaris yakni sikap, tingkah laku, dan
perbuatan Notaris yang berhubungan dengan moralitas. Sedangkan Notaris selaku
warga Negara dalam proses penegakan hukum pada semua tahapan harus
diberlakukan sama di hadapan hukum seperti dijamin Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 2

Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Atas Turunnya Kekuatan Pembuktian Akta Notaris Menurut Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris

6 96 116

Analisis Kewenangan Majelis Pengawas Notaris Dalam Pengawasan Notaris Menurut Undang-Undang No 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

3 78 167

FUNGSI DAN KEDUDUKAN MAJELIS PENGAWAS DAERAH NOTARIS SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014TENTANG PERUBAHAN UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS NOMOR 30 TAHUN 2004.

0 1 12

Analisis Kewenangan Majelis Pengawas Wilayah Dalam Penerapan Sanksi Atas Pelanggaran Administrasi Yang Dilakukan Notaris Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris

0 0 14

Kewenangan Proses Penyelidikan Dan Penyidikan Pihak Kepolisian Terhadap Notaris Setelah Terbitnya Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014

0 0 16

Kewenangan Proses Penyelidikan Dan Penyidikan Pihak Kepolisian Terhadap Notaris Setelah Terbitnya Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014

0 0 3

Kewenangan Proses Penyelidikan Dan Penyidikan Pihak Kepolisian Terhadap Notaris Setelah Terbitnya Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014

0 1 26

Kewenangan Proses Penyelidikan Dan Penyidikan Pihak Kepolisian Terhadap Notaris Setelah Terbitnya Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 Chapter III V

0 0 58

Kewenangan Proses Penyelidikan Dan Penyidikan Pihak Kepolisian Terhadap Notaris Setelah Terbitnya Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014

0 1 3

Analisis Yuridis Atas Turunnya Kekuatan Pembuktian Akta Notaris Menurut Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris

0 0 14