Hubungan antara Menopause dengan Sindrom Mulut Terbakar di Kelurahan Padang Bulan Medan
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Menopause
Menopause berasal dari bahasa Yunani yaitu meno, menos, atau mens, artinya
bulanan dan pausis, pause, atau pausos yang berarti berhenti. Mens juga berarti
siklus menstruasi dan pause berarti berhentinya proses, sehingga menopause diartikan
sebagai proses berhentinya menstruasi secara permanen.4,18,19 Definisi menopause
menurut WHO adalah berhentinya siklus menstruasi secara permanen sebagai akibat
dari hilangnya aktivitas folikel ovarium, dan sudah terjadi dalam 12 bulan terakhir
secara berturut-turut yang bukan disebabkan oleh keadaan patologis.4,19 Usia rata-rata
wanita mengalami menopasue adalah 52 tahun.2,4,5
2.1.1 Jenis Menopause
Berdasarkan etiologinya, menopause dibedakan menjadi tiga jenis yaitu
menopause alami, menopause prematur dan menopause buatan.20
1. Menopause alami umumnya didahului dengan ketidakteraturan menstruasi
karena jumlah oosit yang menyebabkan peningkatan FSH (Follicle Stimulating
Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone) serta ketidakteraturan menstruasi menjadi
lebih sering terjadi. Selama periode ini, level FSH dan LH secara bertahap meningkat
karena produksi estrogen berkurang.7 Menopause alami ini biasanya terjadi pada
wanita antara usia 45-55 tahun.7,20,21
2. Menopause prematur adalah menopause yang terjadi lebih cepat yaitu di
usia tiga puluhan atau awal empat puluhan. Hal ini bisa terjadi karena adanya
penyakit seperti penyakit autoimun atau kekurangan gizi, atau karena stres yang
sangat parah yang memberi pengaruh buruk pada fungsi-fungsi reproduksi yang
berkaitan dengan hormon. Namun prevalensi wanita yang mengalami menopause
prematur ini tidak banyak yaitu satu diantara seratus wanita.20
7
3. Menopause buatan adalah menopause yang terjadi karena hal-hal tertentu
seperti pengangkatan ovarium, kerusakan folikel ovarium karena infeksi, radiasi
terhadap kedua ovarium atau efek samping dari kemoterapi.19,20
2.1.2 Fisiologi Menopause
Folikel primordial ada sekitar dua juta di dalam ovarium wanita ketika lahir
dan saat pubertas terjadi penurunan sekitar 300.000 karena terjadi degenerasi spontan
dari folikel.19 Ketika dalam masa reproduksi sekitar 400 folikel mengalami ovulasi
atau pematangan, dan ketika menopause hanya beberapa folikel yang tersisa karena
ovarium akan memiliki jaringan stroma yang padat.19,23
Ovarium
menjadi
tidak ada respon
terhadap gonadotropin
dengan
bertambahnya usia dan menurunnya fungsi ovarium karena berkurangnya jumlah
folikel primordial dalam ovarium yang mempercepat terjadinya waktu menopause.21
Ovarium tidak lagi mensekresikan progesteron dan estradiol dalam jumlah yang
cukup, dan estrogen juga dibentuk hanya dalam jumlah kecil. Hilangnya efek umpan
balik negatif estrogen mengakibatkan sekresi FSH dan LH menjadi meningkat. 21-23
Peningkatan kadar FSH dan LH ini yang menunjukkan terjadinya kegagalan
ovarium.21-23
Hilangnya
fungsi
ovarium
menyebabkan terjadinya
perubahan pola
menstruasi yang pada akhirnya akan terjadi amenorea karena tidak ada stimulasi
endomentrium
oleh
hormon-hormon
steroid
ovarium.21
Hal
tersebut
juga
mengakibatkan terjadinya banyak gejala pada wanita menopause seperti sensasi
hangat yang menyebar dari badan ke wajah (hot flashes) dan berkeringat dimalam
hari. Selain itu menopause meningkatkan resiko terjadinya osteoporosis, penyakit
jantung iskemik, perubahan rongga mulut dan penyakit ginjal.21,23
2.1.3 Tahapan Menopause
Tahapan reproduktif wanita terdiri dari tiga tahap utama yaitu mulai dari tahap
reproduktif, transisi menopause, dan akhirnya tahap pascamenopause.6 Tahap transisi
menopause terdiri dari fase pramenopause dan fase perimenopause sebelum mencapai
8
fase menopause (periode menstruasi terakhir). Transisi menopause adalah suatu masa
dimana seorang wanita telah lewat dari usia reproduktif ke peralihan menopause
secara bertahap.6,7
Fase pramenopause merupakan permulaan dari masa transisi menopause yang
biasanya dimulai sekitar usia 40 tahun. Fase ini ditandai dengan mulai berkurangnya
kadar estrogen dan progesteron, dimana siklus menstruasi menjadi tidak teratur,
perdarahan menstruasi memanjang, dan adanya rasa nyeri saat menstruasi.3,6,22
Fase perimenopause dimulai satu sampai dua tahun sebelum menopause yang
ditandai dengan siklus menstruasi yang tidak teratur seperti tidak mengalami
menstruasi selama dua bulan atau lebih sehingga interval menstruasi nya menjadi 60
hari atau lebih. Fase ini terjadi peningkatan kadar FSH sedangkan kadar progesteron
menurun.6,7,24
Menopause dikatakan terjadi apabila selama 12 bulan berturut-turut tidak
mengalami menstruasi lagi.3,4 Fase ini hampir semua folikel mengalami atresia
walaupun beberapa masih bisa ditemukan pada pemeriksaan histologi, produksi
estrogen berkurang, dan peningkatan sirkulasi gonadotropin.6,7,22
Fase pascamenopause adalah fase yang dimulai setelah terjadinya
menopause.6,7 Ketika fase ini berlangsung, ovarium tidak berfungsi sama sekali,
kadar estradiol yang rendah, dan kadar hormon gonadotropin biasanya meningkat
karena terhentinya produksi inhibin akibat tidak tersedianya folikel dalam jumlah
yang cukup.6,7,24 Plasma FSH mengalami peningkatan yang tinggi sekitar 10-20 kali
lipat dan kadar LH mengalami peningkatan sekitar tiga kali lipat. Peningkatan ini
mencapai kadar maksimal sekitar satu sampai tiga tahun pascamenopause,
selanjutnya terjadi penurunan bertahap walaupun dalam jumlah yang sedikit pada
FSH dan LH.24
2.1.4 Gejala-Gejala Menopause
Masa menopause menyebabkan wanita akan mengalami sejumlah gejala yang
disebabkan berkurangnya produksi estrogen akibat menurunnya fungsi ovarium.
Gejala yang dirasakan oleh wanita menopause, diantaranya sebagai berikut:3,24,25
9
A. Hot flashes dan berkeringat dimalam hari merupakan gejala vasomotor
pada wanita menopause dan menjadi gejala paling sering terjadi walaupun
intensitasnya berbeda pada setiap pasien.18,19 Gejalanya ditandai dengan peningkatan
aliran darah di dalam pembuluh darah wajah, leher, bahu, dada, dan punggung,
sehingga menyebabkan peningkatan suhu tubuh yang drastis secara mendadak.
Biasanya diikuti dengan kulit wajah yang memerah dan disertai dengan berkeringat
banyak.3,24
B. Perubahan urogenital terjadi karena kadar estrogen menjadi rendah
sehingga akan menimbulkan penipisan pada jaringan di saluran urogenital.3 Kadar
estrogen yang berkurang juga menyebabkan vagina kehilangan kolagen, jaringan
adiposa,
dan
kemampuan
mempertahankan
air.24
Perubahan
yang
terjadi
mempengaruhi kualitas hidup karena terjadi penurunan kontrol urogenital sehingga
sulit untuk menahan buang air kecil. Gejala yang dirasakan antara lain disuria,
inkontinensia urgensi dan meningkatnya frekuensi berkemih.3,19,24
C. Osteoporosis merupakan suatu gangguan kesehatan yang ditandai dengan
berkurangnya massa tulang dan memburuknya mikroarsitektur jaringan tulang yang
berakibat pada pengeroposan tulang.3,22 Massa tulang pada wanita mencapai
puncaknya pada usia pertengahan 30 tahun dan setelah itu menurun secara perlahan
sampai terjadinya akselerasi pesat penurunan massa tulang setelah menopause.25
Akibat dari meningkatnya kehilangan tulang dan kombinasi dengan puncak massa
tulang yang lebih rendah sebelum menopause akan menjadi faktor predisposisi wanita
memiliki resiko fraktur yang lebih besar daripada pria.24,25
D. Perubahan Psikologi
Gejala psikologi banyak dilaporkan sebagai masalah wanita menopause.
Perubahan psikologis ini berperan dalam kehidupan sosial wanita menopause.18
Beberapa gejala psikologis yang sering terjadi pada wanita menopause adalah mudah
cemas, depresi, pemurung, suasana hati yang mudah berubah, mudah marah,
gangguan daya ingat, konsentrasi berkurang, merasa tidak berharga, dan merasa tidak
berdaya.3,18.25
10
E. Perubahan rongga mulut pada wanita menopause terjadi karena
berkurangnya produksi hormon estrogen dan penuaan fisiologis jaringan rongga
mulut yang saling mempengaruhi satu sama lain.2,6 Perubahan rongga mulut yang
biasa terjadi pada wanita menopause adalah xerostomia, sindroma mulut terbakar,
perubahan pengecapan, perubahan mukosa mulut dan penyakit periodontal.2,4-6
Xerostomia adalah gejala yang sering terjadi pada wanita menopause. Laju
aliran saliva tergantung status estrogen setiap individu. Wanita pascamenopause
memiliki laju aliran saliva yang lebih rendah dibanding dengan wanita yang masih
menstruasi.2,4,5 Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa berkurangnya aliran saliva
pada wanita menopause karena meningkatnya IgA dan total protein pada saliva.4
Perubahan fungsi saliva dapat menyebabkan kerusakan jaringan rongga mulut dan
memiliki dampak yang lebih luas terhadap kualitas hidup pasien. Ini menyebabkan
tingginya insiden karies gigi, mukositis, dysphagia, infeksi rongga mulut, perubahan
pengecapan pada wanita menopause yang mengalami xerostomia.4,5
Sindrom Mulut Terbakar (SMT) adalah gejala yang biasa dijumpai pada
wanita pascamenopause. Gejala ini ditandai dengan adanya sensasi terbakar pada
mukosa oral tanpa ada dijumpai lesi klinis pada mukosa oral.1,4,5 Gejalanya mungkin
berbeda setiap individu dari ketidaknyamanan dan intensitasnya. Biasanya terjadi
bilateral pada lidah, bibir, palatum, gingiva, dan area pendukung gigi tiruan.2,4,5 SMT
berkaitan dengan menopause karena ketidakseimbangan hormon yang terjadi saat
menopause.10-12 Berdasarkan penelitian Gao dkk, didapatkan hasil bahwa pada wanita
menopause dengan SMT memiliki kadar FSH yang lebih tinggi dan kadar estradiol
yang lebih rendah dibandingkan dengan wanita menopause yang tidak mengalami
SMT.13
Perubahan mukosa mulut pada wanita menopause terjadi karena secara
histologi memiliki kemiripan dengan mukosa vagina termasuk responnya terhadap
estrogen. Hal tersebut akan menyebabkan atropi mukosa dan lebih mudah mengalami
kandidiasis, pemphigus vulgaris, pemphigoid, lichen planus dan perubahan mukosa
akibat trauma mekanik karena kebiasaan buruk atau iritasi kronis.5
11
Penyakit periodontal pada wanita menopause juga dikaitkan dengan
perubahan hormonal yang terjadi saat menopause karena dapat menyebabkan
perubahan mediator inflamasi, permeabilitas pembuluh darah serta pertumbuhan dan
diferensiasi fibroblast.4 Terdapat reseptor estrogen pada osteoblast dan fibroblast
pada jaringan periodontal, yang memberi respon terhadap kadar hormon sehingga
memberi efek terhadap kesehatan periodontal.2,4
2.2 Sindrom Mulut Terbakar (SMT)
Sindrom Mulut Terbakar dikenal dengan glossodynia, glossopyrosis, oral
dysesthesia, atau stomatodynia.4,5 SMT adalah kondisi rasa sakit pada mukosa mulut
yang kronik, biasanya disertai dengan rasa terbakar atau panas tanpa adanya kelainan
pada mukosa mulut. SMT berlangsung setidaknya 4-6 bulan dan paling sering
melibatkan lidah.4,5,26 Daerah lain yang bisa terlibat adalah bibir, mukosa bukal,
palatum, daerah yang tertutup gigi tiruan lepasan, dasar mulut, dan biasanya terjadi
bilateral.27-30
2.2.1 Etiologi
Etiologi SMT seringkali sulit diuraikan secara klinis. International Headache
Society mengatakan bahwa etiologi SMT murni karena idiopatik. Namun menurut
para ahli ada faktor-faktor yang dapat menjadi faktor risiko terjadinya sindrom ini
seperti faktor lokal, sistemik, dan psikogenik.27,28,31
1. Faktor Lokal
Beberapa faktor lokal (fisik, kimia, biologi) telah dikaitkan dapat menjadi
faktor risiko terjadinya SMT, diantaranya adalah:27,31
a. Xerostomia
Disfungsi kelenjar saliva dianggap sebagai faktor yang dapat menyebabkan
SMT karena banyak pasien SMT mengeluhkan xerostomia (mulut kering). Ini adalah
keluhan yang sering terjadi pada pasien SMT dan ditemukan sampai 25% dari pasien
dengan keluhan tersebut.27,31,32
12
b. Gigi Tiruan
Desain gigi tiruan yang tidak tepat dapat menimbulkan keluhan seperti sensasi
terbakar karena mukosa mulut menerima stres yang ekstrim dari gigi tiruan. Menurut
penelitian dari 33 pasien SMT, didiagnosa 50% penyebabnya adalah kesalahan dalam
desain gigi tiruan.32
c. Kebiasaan Parafungsional
Kebiasaan parafungsional yang menyebabkan beban oklusal berlebihan dan
dilakukan dengan sering, seperti clenching, brixing, grinding dapat menyebabkan
SMT. Kebiasaan ini mungkin dilakukan dengan tidak sadar dan sering dikaitkan
dengan kecemasan dan peningkatan aktivitas otot. 31,32
d. Infeksi Rongga Mulut
Infeksi rongga mulut yang disebabkan oleh berbagai mikroorganisme telah
dikaitkan dengan SMT, terutama Candida albicans. Infeksi yang disebabkan oleh
bakteri seperti Enterobacter, Klebsiela, Fusobacterium dan Staphylococcus aureus
juga sering ditemukan dengan frekuensi yang tinggi pada pasien SMT.27,32
e. Kelainan mukosa oral
Kelainan mukosa yang sering dikaitkan dengan terjadinya SMT adalah
geographic tongue, fissured tongue dan lichen planus.27
2. Faktor Sistemik
Banyak faktor sistemik yang telah dipertimbangkan dapat sebagai faktor
risiko terjadinya SMT, antara lain:
a. Perubahan hormonal
SMT terjadi sebagian besar pada wanita usia pascamenopause, perubahan
hormon menjadi faktor pemicu terjadinya SMT.10-12 Ketika menopause akan terjadi
kemunduran fungsi ovarium dan penurunan kadar estrogen yang berakibat
meningkatnya FSH dan menimbulkan berbagai gejala. Wanita pascamenopause
memiliki kadar FSH yang tinggi dan kadar estradiol rendah, kondisi ini dianggap
sebagai penyebab terjadinya SMT.27,31,32
13
b. Diabetes Melitus (DM)
Hubungan antara DM dengan SMT telah banyak dilakukan penelitian dan
menghasilkan berbagai asumsi.27 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ada
hubungan antara DM dengan SMT, hal tersebut karena 2% sampai 10% SMT
ditemukan pada pasien DM.32
Mekanisme terjadinya SMT pada pasien DM
dihubungkan dengan perubahan metabolik pada mukosa oral, diabetik neuropati, dan
angiopati.27,32 Xerostomia dan kandidiasis mungkin juga berkontribusi terhadap
masalah tersebut. Mengontrol penyakit DM diharapkan dapat memperbaiki atau
mengobati SMT.32
c. Defisiensi nutrisi
Defisiensi dalam berbagai elemen dan vitamin dapat menyebabkan keluhan
sensasi terbakar pada mukosa oral, yang diantaranya defisiensi asam folat, anemia
defisiensi zat besi, defisiensi zink, sideropenia dan anemia pernisiosa, walaupun
belum diketahui mekanisme terjadinya.27,32 Dilaporkan bahwa defisiensi nutrisi
menyebabkan SMT sedikitnya 2% sampai 33% pasien.32 Disamping itu, SMT juga
dikaitkan dengan defisiensi vitamin B1, B2, B6, B12, zink, dan asam folat.26,31,32
Namun ini tidak berarti bahwa semua pasien SMT mengalami defisiensi nutrisi,
karena dari beberapa penelitian tidak ditemukan prevalensi defisiensi nutrisi yang
tinggi pada pasien SMT.32
d. Penggunaan obat-obatan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada obat-obatan yang bisa
mengakibatkan SMT, menunjukkan bahwa obat antihipertensi paling berperan,
khusunya angiotensin converting enzyme inhibitors – ACE inhibitors (contohnya:
captropil, enalapril, lisinopril), diuretik dan obat beta blockers).27,31,32
3. Faktor Psikogenik
Fenomena psikogenik seperti perubahan tingkat kecemasan dan depresi,
gangguan somatization, dan kepribadian yang menyimpang, secara umum ditemukan
pada pasien dengan SMT.27,31 Dengan demikian faktor psikogenik dapat menjadi
salah satu faktor penyebab SMT. Gangguan psikogenik ini mengambil peranan
14
penting dalam mengatur persepsi nyeri, mampu meningkatkan atau menurunkan
transmisi saraf dari reseptor nyeri di perifer dan mengubah persepsi nyeri individual,
mengurangi ambang nyeri, sehingga stimulus normal dapat dipersepsikan menjadi
nyeri.27
Pasien
SMT
hampir
selalu
mengeluhkan
terjadi
perubahan
dalam
emosionalnya. Meskipun demikian, hasil statistik tidak dapat menunjukkan hubungan
secara langsung antara gangguan kejiwaan dengan SMT.27,31
2.2.2 Gambaran Klinis dan Klasifikasi
Gambaran klinis SMT mungkin berbeda-beda setiap pasien, dimana sebagian
pasien dapat mengalami Oligosymtomatik (nyeri panas/terbakar yang disertai dengan
gejala lain seperti dysgeusia atau xerostomia) atau monosymtomatik (nyeri saja).26
Rasa nyeri digambarkan sebagai sensasi terbakar, panas, tertusuk, perih, pedas, mati
rasa pada mukosa oral nya. Namun, terkadang sensasi tersebut hanya digambarkan
sebagai perasaan tidak nyaman, merah, dan mengganggu. SMT dilaporkan sering
disertai oleh gejala penyarta, seperti mulut kering, sulit menelan, gangguan
pengecapan, dan metallic taste.26,31
Rasa nyeri sebagian besar lokasinya bilateral dan simetri pada lidah, biasanya
pada dua per tiga anterior lidah.4,5 Lokasi lain yang dapat terjadi adalah bagian lateral
dan dorsum lidah, bagian anterior palatum keras, mukosa labial dari bibir,
tenggorokan dan daerah pendukung gigi tiruan.5,31 Lokasi yang kurang umum terjadi
adalah pada mukosa bukal, dasar mulut, dan tenggorokan.26,31
Intensitas sensasi terbakar paling banyak dikeluhkan pasien adalah nyeri
sedang sampai berat.31 Visual Analog Scale (VAS, 0-10) adalah metode yang
biasanya digunakan untuk menggambarkan intensitas nyeri pada SMT.26,31
Berdasarkan etiologinya SMT diklasifikasikan menjadi dua, yaitu SMT
primer dan SMT sekunder. SMT primer (idiopatik/essential), apabila faktor lokal/
sistemik tidak ditemukan, tetapi ada keterlibatan sistem saraf pusat dan perifer. SMT
sekunder adalah bentuk SMT yang disebabkan oleh faktor lokal, sistemik atau
psikogenik. 27,32
15
Lamey dan Lewis mengemukakan SMT terdiri atas tiga tipe berdasarkan
variasi intensitas nyeri selama 24 jam.1,31,32 Tipe 1 memiliki gejala nyeri setiap hari
namun nyeri tidak muncul pada pagi hari, semakin meningkat sepanjang hari, dan
memuncak pada malam hari. Tipe ini dihubungkan dengan penyakit sistemik seperti
defisiensi nutrisi dan gangguan endokrin.1,31 Sekitar 35% pasien SMT termasuk
kedalam tipe ini.31,32 Tipe 2 ditandai dengan nyeri yang konstan sepanjang hari, mulai
muncul di pagi hari, dan membuat malam hari sulit tertidur. Pasien tipe ini dilaporkan
sering mengalami perubahan suasana hati, perubahan kebiasaan makan, dan
menurunnya keinginan untuk bersosialisasi.1,31 Sekitar 55% pasien SMT termasuk
kedalam tipe ini.
31,32
Tipe 3 ditandai dengan nyeri yang hilang timbul, hadir tidak
setiap hari, dan nyeri timbul pada tempat yang tidak biasa seperti dasar mulut,
mukosa bukal dan tenggorokan. Tipe ini dihubungkan dengan kecemasan dan reaksi
alergi, terutama terhadap pengawet makanan.1,31 Sekitar 10% pasien SMT dilaporkan
pada tipe ini. 31,32
2.2.3 Diagnosis
Mendiagnosa SMT pada dasarnya melalui anamnesis, pemeriksaan klinis dan
disarankan melakukan pemeriksaan tambahan yaitu pemeriksaan laboratorium.1,3,32
Tahun-tahun pertama dalam mendiagnosa SMT sangat kompleks dan sulit dilakukan,
namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, maka para ahli mulai
menetapkan kriteria diagnostik untuk SMT. 31,32
Scale dkk mengusulkan kriteria dasar dari SMT untuk mempermudah dalam
mendiagnosa, diantaranya adalah sensasi terbakar pada mukosa oral setiap hari secara
bilateral, nyeri terjadi setidaknya 4-6 bulan, intensitasnya konstan atau meningkat
sepanjang hari, simptom tidak bertambah parah dan kadang menjadi lebih baik
setelah makan dan minum, dan jarang menyebabkan gangguan tidur.1,26,31 Kriteria
tambahan atau pendukung lainnya adalah dysgeusia dan/atau xerostomia, serta
perubahan emosional dan personalitas pasien.1,31
Setelah melakukan anamnesis dilanjutkan dengan pemeriksaan rongga mulut,
dimana pada pasien SMT tidak ditemukan adanya lesi klinis pada rongga mulutnya.1
16
Sedangkan untuk pemeriksaan laboratorium
yang dapat dilakukan adalah
pemeriksaan darah lengkap, evaluasi kadar serum darah seperti asam folat, zat besi,
vitamin B, dan hormon steroid dan glikemik. Oral swab dan kultur diindikasikan
untuk mengeksklusikan kandidiasis dan infeksi bakteri rongga mulut. Dikatakan SMT
apabila hasil pemeriksaan laboratoriumnya normal.1,26
2.2.4 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan SMT perlu dipertimbangkan pilihan perawatannya karena
banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya SMT. Kunci utama dalam
menentukan perawatan SMT adalah memeriksa semua faktor lokal dan sistemik yang
berpotensi menjadi penyebab SMT, setelah itu tentukan apakah pasien mengalami
SMT primer atau sekunder.1,26,31
Pasien dengan SMT primer, perawatannya hanya bersifat simtomatis dan
mendasar pada nyeri dan gejala yang menyertai. Penggunaan analgesik lokal dan
sistemik disarankan seperti Lidocain hydrochloride, benzocaine, benzydamine.1,26,31
Pasien dengan SMT sekunder, perawatannya adalah dengan mengeliminasi
faktor lokal seperti infeksi jamur/bakteri, iritasi karena elektrogalvanik atau
penggunaan gigi tiruan yang tidak baik dan perawatan oklusal.1,31,32 Selain itu,
perawatannya juga harus mendeteksi terlebih dahulu faktor sistemik yang berpotensi
menjadi penyebabnya seperti DM, defisiensi nutrisi, menopause, dan lain-lain.
Memperbaiki kondisi kesehatan umum dan mengeliminasi iritasi lokal akan
mengurangi atau memperbaiki gejala pada pasien SMT sekunder.1,26
2.3 Hubungan Lama Menopause dengan Sindrom Mulut Terbakar
Menopause sering dihubungkan dengan terjadinya SMT karena sindrom ini
lebih banyak terjadi pada wanita khususnya pascamenopause, dimana perubahan
hormon dianggap menjadi faktor predisposisi terjadinya SMT.10-12 Fungsi ovarium
pada wanita menopause akan mengalami penurunan dan kadar estrogen juga
berkurang sehingga terjadi peningkatan kadar FSH dan LH.31,32
17
Mukosa oral dan kelenjar saliva memiliki kemiripan dengan mukosa vagina
secara histologi, begitu pula dengan responnya terhadap estrogen karena pada mukosa
oral juga memiliki reseptor estrogen.3,31 Sehingga perubahan estrogen yang dapat
mempengaruhi mukosa vagina, juga dapat mempengaruhi mukosa oral yang salah
satunya adalah sensasi panas atau terbakar yang disebut dengan SMT.1,2,4
Simtom menopausal paling banyak dirasakan diawal pascamenopause karena
kadar FSH mengalami peningkatan yang tinggi sekitar 10-20 kali lipat dan kadar LH
mengalami peningkatan sekitar tiga kali lipat.24 Peningkatan ini mencapai kadar
maksimal sekitar satu sampai tiga tahun pascamenopause, selanjutnya terjadi
penurunan bertahap walaupun dalam jumlah yang sedikit pada FSH dan LH.24
Pasien pascamenopause dengan tingkat FSH yang lebih tinggi dan kadar
estradiol yang rendah, terlihat mempunyai lebih banyak keluhan sensasi terbakar pada
rongga mulutnya.31,32 Berdasarkan penelitian Gao dkk, didapatkan hasil bahwa pada
wanita menopause dengan SMT memiliki kadar FSH yang lebih tinggi dan kadar
estradiol yang lebih rendah dibandingkan dengan wanita menopause yang tidak
mengalami SMT.13
Reseptor estrogen juga dijumpai dalam sistem persarafan trigeminal.
Penelitian yang dilakukan pada sampel hewan dengan melakukan ovariektomi,
terlihat mampu menyebabkan respon yang berlebihan terhadap stimulus yang secara
normal tidak menimbulkan nyeri. Hal ini menjelaskan bahwa perubahan kadar
hormon seksual bisa mengubah ekspresi neuron, sehingga menjadikan
pascamenopause lebih berisiko mengalami SMT.31
wanita
18
2.4 Kerangka Teori
Menopause
Pramenopause
Menopause
Perimenopause
Pascamenopause
Gejala
Perubahan
Perubahan
Fisik
Psikologik
Hot
Perubahan
Flashes
Urogenital
Perubahan
Rongga
Mulut
Perubahan
Sindroma
Mulut Terbakar
(SMT)
Osteoporosis
Xerostomia
mukosa
mulut
Penyakit
Periodontal
19
2.5 Kerangka Konsep
Sindroma Mulut Terbakar
(SMT)
Menopause
- Lama menopause
- Gejala Penyerta
- Lokasi
- Intensitas
Oral Hygiene
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Menopause
Menopause berasal dari bahasa Yunani yaitu meno, menos, atau mens, artinya
bulanan dan pausis, pause, atau pausos yang berarti berhenti. Mens juga berarti
siklus menstruasi dan pause berarti berhentinya proses, sehingga menopause diartikan
sebagai proses berhentinya menstruasi secara permanen.4,18,19 Definisi menopause
menurut WHO adalah berhentinya siklus menstruasi secara permanen sebagai akibat
dari hilangnya aktivitas folikel ovarium, dan sudah terjadi dalam 12 bulan terakhir
secara berturut-turut yang bukan disebabkan oleh keadaan patologis.4,19 Usia rata-rata
wanita mengalami menopasue adalah 52 tahun.2,4,5
2.1.1 Jenis Menopause
Berdasarkan etiologinya, menopause dibedakan menjadi tiga jenis yaitu
menopause alami, menopause prematur dan menopause buatan.20
1. Menopause alami umumnya didahului dengan ketidakteraturan menstruasi
karena jumlah oosit yang menyebabkan peningkatan FSH (Follicle Stimulating
Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone) serta ketidakteraturan menstruasi menjadi
lebih sering terjadi. Selama periode ini, level FSH dan LH secara bertahap meningkat
karena produksi estrogen berkurang.7 Menopause alami ini biasanya terjadi pada
wanita antara usia 45-55 tahun.7,20,21
2. Menopause prematur adalah menopause yang terjadi lebih cepat yaitu di
usia tiga puluhan atau awal empat puluhan. Hal ini bisa terjadi karena adanya
penyakit seperti penyakit autoimun atau kekurangan gizi, atau karena stres yang
sangat parah yang memberi pengaruh buruk pada fungsi-fungsi reproduksi yang
berkaitan dengan hormon. Namun prevalensi wanita yang mengalami menopause
prematur ini tidak banyak yaitu satu diantara seratus wanita.20
7
3. Menopause buatan adalah menopause yang terjadi karena hal-hal tertentu
seperti pengangkatan ovarium, kerusakan folikel ovarium karena infeksi, radiasi
terhadap kedua ovarium atau efek samping dari kemoterapi.19,20
2.1.2 Fisiologi Menopause
Folikel primordial ada sekitar dua juta di dalam ovarium wanita ketika lahir
dan saat pubertas terjadi penurunan sekitar 300.000 karena terjadi degenerasi spontan
dari folikel.19 Ketika dalam masa reproduksi sekitar 400 folikel mengalami ovulasi
atau pematangan, dan ketika menopause hanya beberapa folikel yang tersisa karena
ovarium akan memiliki jaringan stroma yang padat.19,23
Ovarium
menjadi
tidak ada respon
terhadap gonadotropin
dengan
bertambahnya usia dan menurunnya fungsi ovarium karena berkurangnya jumlah
folikel primordial dalam ovarium yang mempercepat terjadinya waktu menopause.21
Ovarium tidak lagi mensekresikan progesteron dan estradiol dalam jumlah yang
cukup, dan estrogen juga dibentuk hanya dalam jumlah kecil. Hilangnya efek umpan
balik negatif estrogen mengakibatkan sekresi FSH dan LH menjadi meningkat. 21-23
Peningkatan kadar FSH dan LH ini yang menunjukkan terjadinya kegagalan
ovarium.21-23
Hilangnya
fungsi
ovarium
menyebabkan terjadinya
perubahan pola
menstruasi yang pada akhirnya akan terjadi amenorea karena tidak ada stimulasi
endomentrium
oleh
hormon-hormon
steroid
ovarium.21
Hal
tersebut
juga
mengakibatkan terjadinya banyak gejala pada wanita menopause seperti sensasi
hangat yang menyebar dari badan ke wajah (hot flashes) dan berkeringat dimalam
hari. Selain itu menopause meningkatkan resiko terjadinya osteoporosis, penyakit
jantung iskemik, perubahan rongga mulut dan penyakit ginjal.21,23
2.1.3 Tahapan Menopause
Tahapan reproduktif wanita terdiri dari tiga tahap utama yaitu mulai dari tahap
reproduktif, transisi menopause, dan akhirnya tahap pascamenopause.6 Tahap transisi
menopause terdiri dari fase pramenopause dan fase perimenopause sebelum mencapai
8
fase menopause (periode menstruasi terakhir). Transisi menopause adalah suatu masa
dimana seorang wanita telah lewat dari usia reproduktif ke peralihan menopause
secara bertahap.6,7
Fase pramenopause merupakan permulaan dari masa transisi menopause yang
biasanya dimulai sekitar usia 40 tahun. Fase ini ditandai dengan mulai berkurangnya
kadar estrogen dan progesteron, dimana siklus menstruasi menjadi tidak teratur,
perdarahan menstruasi memanjang, dan adanya rasa nyeri saat menstruasi.3,6,22
Fase perimenopause dimulai satu sampai dua tahun sebelum menopause yang
ditandai dengan siklus menstruasi yang tidak teratur seperti tidak mengalami
menstruasi selama dua bulan atau lebih sehingga interval menstruasi nya menjadi 60
hari atau lebih. Fase ini terjadi peningkatan kadar FSH sedangkan kadar progesteron
menurun.6,7,24
Menopause dikatakan terjadi apabila selama 12 bulan berturut-turut tidak
mengalami menstruasi lagi.3,4 Fase ini hampir semua folikel mengalami atresia
walaupun beberapa masih bisa ditemukan pada pemeriksaan histologi, produksi
estrogen berkurang, dan peningkatan sirkulasi gonadotropin.6,7,22
Fase pascamenopause adalah fase yang dimulai setelah terjadinya
menopause.6,7 Ketika fase ini berlangsung, ovarium tidak berfungsi sama sekali,
kadar estradiol yang rendah, dan kadar hormon gonadotropin biasanya meningkat
karena terhentinya produksi inhibin akibat tidak tersedianya folikel dalam jumlah
yang cukup.6,7,24 Plasma FSH mengalami peningkatan yang tinggi sekitar 10-20 kali
lipat dan kadar LH mengalami peningkatan sekitar tiga kali lipat. Peningkatan ini
mencapai kadar maksimal sekitar satu sampai tiga tahun pascamenopause,
selanjutnya terjadi penurunan bertahap walaupun dalam jumlah yang sedikit pada
FSH dan LH.24
2.1.4 Gejala-Gejala Menopause
Masa menopause menyebabkan wanita akan mengalami sejumlah gejala yang
disebabkan berkurangnya produksi estrogen akibat menurunnya fungsi ovarium.
Gejala yang dirasakan oleh wanita menopause, diantaranya sebagai berikut:3,24,25
9
A. Hot flashes dan berkeringat dimalam hari merupakan gejala vasomotor
pada wanita menopause dan menjadi gejala paling sering terjadi walaupun
intensitasnya berbeda pada setiap pasien.18,19 Gejalanya ditandai dengan peningkatan
aliran darah di dalam pembuluh darah wajah, leher, bahu, dada, dan punggung,
sehingga menyebabkan peningkatan suhu tubuh yang drastis secara mendadak.
Biasanya diikuti dengan kulit wajah yang memerah dan disertai dengan berkeringat
banyak.3,24
B. Perubahan urogenital terjadi karena kadar estrogen menjadi rendah
sehingga akan menimbulkan penipisan pada jaringan di saluran urogenital.3 Kadar
estrogen yang berkurang juga menyebabkan vagina kehilangan kolagen, jaringan
adiposa,
dan
kemampuan
mempertahankan
air.24
Perubahan
yang
terjadi
mempengaruhi kualitas hidup karena terjadi penurunan kontrol urogenital sehingga
sulit untuk menahan buang air kecil. Gejala yang dirasakan antara lain disuria,
inkontinensia urgensi dan meningkatnya frekuensi berkemih.3,19,24
C. Osteoporosis merupakan suatu gangguan kesehatan yang ditandai dengan
berkurangnya massa tulang dan memburuknya mikroarsitektur jaringan tulang yang
berakibat pada pengeroposan tulang.3,22 Massa tulang pada wanita mencapai
puncaknya pada usia pertengahan 30 tahun dan setelah itu menurun secara perlahan
sampai terjadinya akselerasi pesat penurunan massa tulang setelah menopause.25
Akibat dari meningkatnya kehilangan tulang dan kombinasi dengan puncak massa
tulang yang lebih rendah sebelum menopause akan menjadi faktor predisposisi wanita
memiliki resiko fraktur yang lebih besar daripada pria.24,25
D. Perubahan Psikologi
Gejala psikologi banyak dilaporkan sebagai masalah wanita menopause.
Perubahan psikologis ini berperan dalam kehidupan sosial wanita menopause.18
Beberapa gejala psikologis yang sering terjadi pada wanita menopause adalah mudah
cemas, depresi, pemurung, suasana hati yang mudah berubah, mudah marah,
gangguan daya ingat, konsentrasi berkurang, merasa tidak berharga, dan merasa tidak
berdaya.3,18.25
10
E. Perubahan rongga mulut pada wanita menopause terjadi karena
berkurangnya produksi hormon estrogen dan penuaan fisiologis jaringan rongga
mulut yang saling mempengaruhi satu sama lain.2,6 Perubahan rongga mulut yang
biasa terjadi pada wanita menopause adalah xerostomia, sindroma mulut terbakar,
perubahan pengecapan, perubahan mukosa mulut dan penyakit periodontal.2,4-6
Xerostomia adalah gejala yang sering terjadi pada wanita menopause. Laju
aliran saliva tergantung status estrogen setiap individu. Wanita pascamenopause
memiliki laju aliran saliva yang lebih rendah dibanding dengan wanita yang masih
menstruasi.2,4,5 Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa berkurangnya aliran saliva
pada wanita menopause karena meningkatnya IgA dan total protein pada saliva.4
Perubahan fungsi saliva dapat menyebabkan kerusakan jaringan rongga mulut dan
memiliki dampak yang lebih luas terhadap kualitas hidup pasien. Ini menyebabkan
tingginya insiden karies gigi, mukositis, dysphagia, infeksi rongga mulut, perubahan
pengecapan pada wanita menopause yang mengalami xerostomia.4,5
Sindrom Mulut Terbakar (SMT) adalah gejala yang biasa dijumpai pada
wanita pascamenopause. Gejala ini ditandai dengan adanya sensasi terbakar pada
mukosa oral tanpa ada dijumpai lesi klinis pada mukosa oral.1,4,5 Gejalanya mungkin
berbeda setiap individu dari ketidaknyamanan dan intensitasnya. Biasanya terjadi
bilateral pada lidah, bibir, palatum, gingiva, dan area pendukung gigi tiruan.2,4,5 SMT
berkaitan dengan menopause karena ketidakseimbangan hormon yang terjadi saat
menopause.10-12 Berdasarkan penelitian Gao dkk, didapatkan hasil bahwa pada wanita
menopause dengan SMT memiliki kadar FSH yang lebih tinggi dan kadar estradiol
yang lebih rendah dibandingkan dengan wanita menopause yang tidak mengalami
SMT.13
Perubahan mukosa mulut pada wanita menopause terjadi karena secara
histologi memiliki kemiripan dengan mukosa vagina termasuk responnya terhadap
estrogen. Hal tersebut akan menyebabkan atropi mukosa dan lebih mudah mengalami
kandidiasis, pemphigus vulgaris, pemphigoid, lichen planus dan perubahan mukosa
akibat trauma mekanik karena kebiasaan buruk atau iritasi kronis.5
11
Penyakit periodontal pada wanita menopause juga dikaitkan dengan
perubahan hormonal yang terjadi saat menopause karena dapat menyebabkan
perubahan mediator inflamasi, permeabilitas pembuluh darah serta pertumbuhan dan
diferensiasi fibroblast.4 Terdapat reseptor estrogen pada osteoblast dan fibroblast
pada jaringan periodontal, yang memberi respon terhadap kadar hormon sehingga
memberi efek terhadap kesehatan periodontal.2,4
2.2 Sindrom Mulut Terbakar (SMT)
Sindrom Mulut Terbakar dikenal dengan glossodynia, glossopyrosis, oral
dysesthesia, atau stomatodynia.4,5 SMT adalah kondisi rasa sakit pada mukosa mulut
yang kronik, biasanya disertai dengan rasa terbakar atau panas tanpa adanya kelainan
pada mukosa mulut. SMT berlangsung setidaknya 4-6 bulan dan paling sering
melibatkan lidah.4,5,26 Daerah lain yang bisa terlibat adalah bibir, mukosa bukal,
palatum, daerah yang tertutup gigi tiruan lepasan, dasar mulut, dan biasanya terjadi
bilateral.27-30
2.2.1 Etiologi
Etiologi SMT seringkali sulit diuraikan secara klinis. International Headache
Society mengatakan bahwa etiologi SMT murni karena idiopatik. Namun menurut
para ahli ada faktor-faktor yang dapat menjadi faktor risiko terjadinya sindrom ini
seperti faktor lokal, sistemik, dan psikogenik.27,28,31
1. Faktor Lokal
Beberapa faktor lokal (fisik, kimia, biologi) telah dikaitkan dapat menjadi
faktor risiko terjadinya SMT, diantaranya adalah:27,31
a. Xerostomia
Disfungsi kelenjar saliva dianggap sebagai faktor yang dapat menyebabkan
SMT karena banyak pasien SMT mengeluhkan xerostomia (mulut kering). Ini adalah
keluhan yang sering terjadi pada pasien SMT dan ditemukan sampai 25% dari pasien
dengan keluhan tersebut.27,31,32
12
b. Gigi Tiruan
Desain gigi tiruan yang tidak tepat dapat menimbulkan keluhan seperti sensasi
terbakar karena mukosa mulut menerima stres yang ekstrim dari gigi tiruan. Menurut
penelitian dari 33 pasien SMT, didiagnosa 50% penyebabnya adalah kesalahan dalam
desain gigi tiruan.32
c. Kebiasaan Parafungsional
Kebiasaan parafungsional yang menyebabkan beban oklusal berlebihan dan
dilakukan dengan sering, seperti clenching, brixing, grinding dapat menyebabkan
SMT. Kebiasaan ini mungkin dilakukan dengan tidak sadar dan sering dikaitkan
dengan kecemasan dan peningkatan aktivitas otot. 31,32
d. Infeksi Rongga Mulut
Infeksi rongga mulut yang disebabkan oleh berbagai mikroorganisme telah
dikaitkan dengan SMT, terutama Candida albicans. Infeksi yang disebabkan oleh
bakteri seperti Enterobacter, Klebsiela, Fusobacterium dan Staphylococcus aureus
juga sering ditemukan dengan frekuensi yang tinggi pada pasien SMT.27,32
e. Kelainan mukosa oral
Kelainan mukosa yang sering dikaitkan dengan terjadinya SMT adalah
geographic tongue, fissured tongue dan lichen planus.27
2. Faktor Sistemik
Banyak faktor sistemik yang telah dipertimbangkan dapat sebagai faktor
risiko terjadinya SMT, antara lain:
a. Perubahan hormonal
SMT terjadi sebagian besar pada wanita usia pascamenopause, perubahan
hormon menjadi faktor pemicu terjadinya SMT.10-12 Ketika menopause akan terjadi
kemunduran fungsi ovarium dan penurunan kadar estrogen yang berakibat
meningkatnya FSH dan menimbulkan berbagai gejala. Wanita pascamenopause
memiliki kadar FSH yang tinggi dan kadar estradiol rendah, kondisi ini dianggap
sebagai penyebab terjadinya SMT.27,31,32
13
b. Diabetes Melitus (DM)
Hubungan antara DM dengan SMT telah banyak dilakukan penelitian dan
menghasilkan berbagai asumsi.27 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ada
hubungan antara DM dengan SMT, hal tersebut karena 2% sampai 10% SMT
ditemukan pada pasien DM.32
Mekanisme terjadinya SMT pada pasien DM
dihubungkan dengan perubahan metabolik pada mukosa oral, diabetik neuropati, dan
angiopati.27,32 Xerostomia dan kandidiasis mungkin juga berkontribusi terhadap
masalah tersebut. Mengontrol penyakit DM diharapkan dapat memperbaiki atau
mengobati SMT.32
c. Defisiensi nutrisi
Defisiensi dalam berbagai elemen dan vitamin dapat menyebabkan keluhan
sensasi terbakar pada mukosa oral, yang diantaranya defisiensi asam folat, anemia
defisiensi zat besi, defisiensi zink, sideropenia dan anemia pernisiosa, walaupun
belum diketahui mekanisme terjadinya.27,32 Dilaporkan bahwa defisiensi nutrisi
menyebabkan SMT sedikitnya 2% sampai 33% pasien.32 Disamping itu, SMT juga
dikaitkan dengan defisiensi vitamin B1, B2, B6, B12, zink, dan asam folat.26,31,32
Namun ini tidak berarti bahwa semua pasien SMT mengalami defisiensi nutrisi,
karena dari beberapa penelitian tidak ditemukan prevalensi defisiensi nutrisi yang
tinggi pada pasien SMT.32
d. Penggunaan obat-obatan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada obat-obatan yang bisa
mengakibatkan SMT, menunjukkan bahwa obat antihipertensi paling berperan,
khusunya angiotensin converting enzyme inhibitors – ACE inhibitors (contohnya:
captropil, enalapril, lisinopril), diuretik dan obat beta blockers).27,31,32
3. Faktor Psikogenik
Fenomena psikogenik seperti perubahan tingkat kecemasan dan depresi,
gangguan somatization, dan kepribadian yang menyimpang, secara umum ditemukan
pada pasien dengan SMT.27,31 Dengan demikian faktor psikogenik dapat menjadi
salah satu faktor penyebab SMT. Gangguan psikogenik ini mengambil peranan
14
penting dalam mengatur persepsi nyeri, mampu meningkatkan atau menurunkan
transmisi saraf dari reseptor nyeri di perifer dan mengubah persepsi nyeri individual,
mengurangi ambang nyeri, sehingga stimulus normal dapat dipersepsikan menjadi
nyeri.27
Pasien
SMT
hampir
selalu
mengeluhkan
terjadi
perubahan
dalam
emosionalnya. Meskipun demikian, hasil statistik tidak dapat menunjukkan hubungan
secara langsung antara gangguan kejiwaan dengan SMT.27,31
2.2.2 Gambaran Klinis dan Klasifikasi
Gambaran klinis SMT mungkin berbeda-beda setiap pasien, dimana sebagian
pasien dapat mengalami Oligosymtomatik (nyeri panas/terbakar yang disertai dengan
gejala lain seperti dysgeusia atau xerostomia) atau monosymtomatik (nyeri saja).26
Rasa nyeri digambarkan sebagai sensasi terbakar, panas, tertusuk, perih, pedas, mati
rasa pada mukosa oral nya. Namun, terkadang sensasi tersebut hanya digambarkan
sebagai perasaan tidak nyaman, merah, dan mengganggu. SMT dilaporkan sering
disertai oleh gejala penyarta, seperti mulut kering, sulit menelan, gangguan
pengecapan, dan metallic taste.26,31
Rasa nyeri sebagian besar lokasinya bilateral dan simetri pada lidah, biasanya
pada dua per tiga anterior lidah.4,5 Lokasi lain yang dapat terjadi adalah bagian lateral
dan dorsum lidah, bagian anterior palatum keras, mukosa labial dari bibir,
tenggorokan dan daerah pendukung gigi tiruan.5,31 Lokasi yang kurang umum terjadi
adalah pada mukosa bukal, dasar mulut, dan tenggorokan.26,31
Intensitas sensasi terbakar paling banyak dikeluhkan pasien adalah nyeri
sedang sampai berat.31 Visual Analog Scale (VAS, 0-10) adalah metode yang
biasanya digunakan untuk menggambarkan intensitas nyeri pada SMT.26,31
Berdasarkan etiologinya SMT diklasifikasikan menjadi dua, yaitu SMT
primer dan SMT sekunder. SMT primer (idiopatik/essential), apabila faktor lokal/
sistemik tidak ditemukan, tetapi ada keterlibatan sistem saraf pusat dan perifer. SMT
sekunder adalah bentuk SMT yang disebabkan oleh faktor lokal, sistemik atau
psikogenik. 27,32
15
Lamey dan Lewis mengemukakan SMT terdiri atas tiga tipe berdasarkan
variasi intensitas nyeri selama 24 jam.1,31,32 Tipe 1 memiliki gejala nyeri setiap hari
namun nyeri tidak muncul pada pagi hari, semakin meningkat sepanjang hari, dan
memuncak pada malam hari. Tipe ini dihubungkan dengan penyakit sistemik seperti
defisiensi nutrisi dan gangguan endokrin.1,31 Sekitar 35% pasien SMT termasuk
kedalam tipe ini.31,32 Tipe 2 ditandai dengan nyeri yang konstan sepanjang hari, mulai
muncul di pagi hari, dan membuat malam hari sulit tertidur. Pasien tipe ini dilaporkan
sering mengalami perubahan suasana hati, perubahan kebiasaan makan, dan
menurunnya keinginan untuk bersosialisasi.1,31 Sekitar 55% pasien SMT termasuk
kedalam tipe ini.
31,32
Tipe 3 ditandai dengan nyeri yang hilang timbul, hadir tidak
setiap hari, dan nyeri timbul pada tempat yang tidak biasa seperti dasar mulut,
mukosa bukal dan tenggorokan. Tipe ini dihubungkan dengan kecemasan dan reaksi
alergi, terutama terhadap pengawet makanan.1,31 Sekitar 10% pasien SMT dilaporkan
pada tipe ini. 31,32
2.2.3 Diagnosis
Mendiagnosa SMT pada dasarnya melalui anamnesis, pemeriksaan klinis dan
disarankan melakukan pemeriksaan tambahan yaitu pemeriksaan laboratorium.1,3,32
Tahun-tahun pertama dalam mendiagnosa SMT sangat kompleks dan sulit dilakukan,
namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, maka para ahli mulai
menetapkan kriteria diagnostik untuk SMT. 31,32
Scale dkk mengusulkan kriteria dasar dari SMT untuk mempermudah dalam
mendiagnosa, diantaranya adalah sensasi terbakar pada mukosa oral setiap hari secara
bilateral, nyeri terjadi setidaknya 4-6 bulan, intensitasnya konstan atau meningkat
sepanjang hari, simptom tidak bertambah parah dan kadang menjadi lebih baik
setelah makan dan minum, dan jarang menyebabkan gangguan tidur.1,26,31 Kriteria
tambahan atau pendukung lainnya adalah dysgeusia dan/atau xerostomia, serta
perubahan emosional dan personalitas pasien.1,31
Setelah melakukan anamnesis dilanjutkan dengan pemeriksaan rongga mulut,
dimana pada pasien SMT tidak ditemukan adanya lesi klinis pada rongga mulutnya.1
16
Sedangkan untuk pemeriksaan laboratorium
yang dapat dilakukan adalah
pemeriksaan darah lengkap, evaluasi kadar serum darah seperti asam folat, zat besi,
vitamin B, dan hormon steroid dan glikemik. Oral swab dan kultur diindikasikan
untuk mengeksklusikan kandidiasis dan infeksi bakteri rongga mulut. Dikatakan SMT
apabila hasil pemeriksaan laboratoriumnya normal.1,26
2.2.4 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan SMT perlu dipertimbangkan pilihan perawatannya karena
banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya SMT. Kunci utama dalam
menentukan perawatan SMT adalah memeriksa semua faktor lokal dan sistemik yang
berpotensi menjadi penyebab SMT, setelah itu tentukan apakah pasien mengalami
SMT primer atau sekunder.1,26,31
Pasien dengan SMT primer, perawatannya hanya bersifat simtomatis dan
mendasar pada nyeri dan gejala yang menyertai. Penggunaan analgesik lokal dan
sistemik disarankan seperti Lidocain hydrochloride, benzocaine, benzydamine.1,26,31
Pasien dengan SMT sekunder, perawatannya adalah dengan mengeliminasi
faktor lokal seperti infeksi jamur/bakteri, iritasi karena elektrogalvanik atau
penggunaan gigi tiruan yang tidak baik dan perawatan oklusal.1,31,32 Selain itu,
perawatannya juga harus mendeteksi terlebih dahulu faktor sistemik yang berpotensi
menjadi penyebabnya seperti DM, defisiensi nutrisi, menopause, dan lain-lain.
Memperbaiki kondisi kesehatan umum dan mengeliminasi iritasi lokal akan
mengurangi atau memperbaiki gejala pada pasien SMT sekunder.1,26
2.3 Hubungan Lama Menopause dengan Sindrom Mulut Terbakar
Menopause sering dihubungkan dengan terjadinya SMT karena sindrom ini
lebih banyak terjadi pada wanita khususnya pascamenopause, dimana perubahan
hormon dianggap menjadi faktor predisposisi terjadinya SMT.10-12 Fungsi ovarium
pada wanita menopause akan mengalami penurunan dan kadar estrogen juga
berkurang sehingga terjadi peningkatan kadar FSH dan LH.31,32
17
Mukosa oral dan kelenjar saliva memiliki kemiripan dengan mukosa vagina
secara histologi, begitu pula dengan responnya terhadap estrogen karena pada mukosa
oral juga memiliki reseptor estrogen.3,31 Sehingga perubahan estrogen yang dapat
mempengaruhi mukosa vagina, juga dapat mempengaruhi mukosa oral yang salah
satunya adalah sensasi panas atau terbakar yang disebut dengan SMT.1,2,4
Simtom menopausal paling banyak dirasakan diawal pascamenopause karena
kadar FSH mengalami peningkatan yang tinggi sekitar 10-20 kali lipat dan kadar LH
mengalami peningkatan sekitar tiga kali lipat.24 Peningkatan ini mencapai kadar
maksimal sekitar satu sampai tiga tahun pascamenopause, selanjutnya terjadi
penurunan bertahap walaupun dalam jumlah yang sedikit pada FSH dan LH.24
Pasien pascamenopause dengan tingkat FSH yang lebih tinggi dan kadar
estradiol yang rendah, terlihat mempunyai lebih banyak keluhan sensasi terbakar pada
rongga mulutnya.31,32 Berdasarkan penelitian Gao dkk, didapatkan hasil bahwa pada
wanita menopause dengan SMT memiliki kadar FSH yang lebih tinggi dan kadar
estradiol yang lebih rendah dibandingkan dengan wanita menopause yang tidak
mengalami SMT.13
Reseptor estrogen juga dijumpai dalam sistem persarafan trigeminal.
Penelitian yang dilakukan pada sampel hewan dengan melakukan ovariektomi,
terlihat mampu menyebabkan respon yang berlebihan terhadap stimulus yang secara
normal tidak menimbulkan nyeri. Hal ini menjelaskan bahwa perubahan kadar
hormon seksual bisa mengubah ekspresi neuron, sehingga menjadikan
pascamenopause lebih berisiko mengalami SMT.31
wanita
18
2.4 Kerangka Teori
Menopause
Pramenopause
Menopause
Perimenopause
Pascamenopause
Gejala
Perubahan
Perubahan
Fisik
Psikologik
Hot
Perubahan
Flashes
Urogenital
Perubahan
Rongga
Mulut
Perubahan
Sindroma
Mulut Terbakar
(SMT)
Osteoporosis
Xerostomia
mukosa
mulut
Penyakit
Periodontal
19
2.5 Kerangka Konsep
Sindroma Mulut Terbakar
(SMT)
Menopause
- Lama menopause
- Gejala Penyerta
- Lokasi
- Intensitas
Oral Hygiene