Model Intervensi Sosial Dalam Mereposisi Dan Melestarikan Keberadaan "NAMALO" Pengobatan Tradisional pada Masyarakat Batak Toba di Propinsi Sumatera Utara

  

RINGKASAN

Namalo merupakan salah satu pengobatan tradisional yang telah lama dikenal dalam kehidupan

masyarakat Batak Toba. Namalo dikenal oleh masyarakat sejak dahulu kala hingga saat ini.

Namalo awalnya dikenal dengan sebutan dukun, datu, dan Sibaso. Perubahan sebutan ini terjadi

akbiat dari adanya perubahan sistem pengobatan yang dilakukan oleh pengobat tradisional ini.

  Pengobatan tradisional yang dilakukan oleh datu, duku, dan Sibaso dulu masih menggunakan hal-hal mistis dan upacara pemanggilan roh. Hal inilah yang menyebabkan pengobatan ini mulai punah dan diperkenalkan kembali oleh Namalo dengan metode pengobatan yang berbeda.

  

Namalo menggunakan pengobatan tradisional dengan menggunakan ramuan obat herbal dan

  teknik pengobatan pijat. Namalo dapat dibagi 3 jenis sesuai dengan kemampuannya yaitu Namalo untuk penyakit dalam, patah tulang dan penyakit yang timbul karena diguna-gunai. Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Toba Samosir dan Humbang Hasundutan ini menunjukkan bahwa kemampuan yang dimiliki oleh Namalo yang berada di daerah ini diperoleh melalui mimpi bertemu dengan nenek moyang. Setiap Namalo memiliki mimpi yang berbeda- beda ketika bertemu dengan nenek moyang mereka dalam mimpi. Namalo membutuhkan waktu untuk dapat menerima kemampuan yang diperoleh dari nenek moyang mereka. Beberapa

  

Namalo berusaha menolak kemampuan yang mereka miliki yang berujung pada berbagai macam

  tantangan dan penyakit yang berusaha untuk mengganggu kehidupan Namalo hingga akhirnya Namalo memutuskan untuk menerima pengobatan tersebut. Keberadaan Namalo yang memiliki pengetahuan tentang pengobatan tradisional menjadi penting dan ritual mistis tersebut tidak lagi dipraktekkan sebagai bagian dari pengobatan. Jika keberadaan Namalo dibiarkan punah, maka hal tersebut dapat menghambat pengembangan penelitian tentang obat-obatan, khususnya ramuan tradisional. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mereposisi Namalo sebagai sebuah bentuk kearifan lokal dalam pengobatan tradisional yang keberadaannya penting untuk dijaga dalam pengembangan penelitian obat- obatan. Penelitian yang dilakukan untuk tahun berikutnya menggunakan intervensi sosial dengan model remedi sosial (social remedy), pemulihan sosial (social recovery), dan pembangunan komunitas (community development). Target penelitian selanjutnya adalah mengembangkan potensi masyarakat lokal dan pengetahuan tentang pengobatan tradisional daerah mereka sendiri sehingga masyarakat tersebut mampu menjaga sendiri keberlangsungan atau keberlanjutan pengobatan tradisional di daerahnya.

  

PRAKATA

  Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena karunia-Nya saya dapat menyelesaikan laporan akhir penelitian ini dengan tepat waktu mengingat tugas dan kewajiban lain yang bersamaan hadir.

  Penelitian yang berjudul “Model Intervensi Sosial Dalam Mereposisi dan Melestarikan Keberadaan Namalo Sebagai Pengobat Tradisional Pada Masyarakat Batak Toba di Propinsi Sumatera Utara” merupakan penelitian yang begitu unik dan menarik bagi peneliti. Dalam penelitian ini penulis menemukan pengobatan alternative yang selama ini sudah ada dalam masyarakat dan keberadaannya sangat membantu kehidupan masyarakat untuk memperoleh kesehatan yang lebih baik. Pengobatan tradisional yang dianggap mistis oleh masyarakat pada umumnya justru sama sekali tidak menggunakan hal mistis selama proses pengobatannya.

  Selesainya laporan akhir ini tidak terlepas dari bantuan beberapa pihak yang juga turut berpartisipasi dalam penelitian yang telah dilakukan. Karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada Kemenristek Dikti, Lembaga Penelitian USU dan Universitas Sumatera Utara yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk melakukan kegiatan penelitian ini. Dengan kepercayaan tersebut penulis berkeyakinan bahwa penelitian ini dapat membantu penulis dalam meningkatkan pengetahuan peneliti dalam melihat potensi masyarakat dan melestarikan potensi masyarakat yang merupakan kearifan lokal.

  Meskipun telah berusaha dengan baik untuk menghindari kesalahan, penulis menyadari bahwa laporan akhir ini masih mempunyai kelemahan dan kekurangan. Oleh sebab itu penulis berharap agar pembaca berkenan memberikan kritikan dan saran. Kritik merupakan perhatian agar penulis dapat membantu penulis untuk menjadi lebih baik. Akhir kata penulis berharap kegiatan yang dilakukan oleh penulis dapat bermanfaat dan menginspirasi para mahasiswa dan masyarakat pada umumnya.

  Medan, September 2017 Penulis (Prof. Rizabuana Ismail, M.Phil.,PhD)

  DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. i

RINGKASAN ........................................................................................................... ii

PRAKATA ................................................................................................................ iii

DAFTAR ISI............................................................................................................. iv

DAFTAR TABEL .................................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ viii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ x

  BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ..................................................................................

  1 1.2 Rumusan Masalah .............................................................................

  4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Intervensi Sosial ................................................................................

  5 BAB 3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1 Tujuan Penelitian ..............................................................................

  9 3.2 Manfaat Penelitian ............................................................................

  9 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian .......................................................................

  10 4.2. Lokasi Penelitian ..............................................................................

  13 4.3. Informan Sampel Penelitian .............................................................

  20 4.4. Metode Analisis Data .......................................................................

  21 4.5. Diagram Fishbone ............................................................................

  22 BAB 5 HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI :MEREPOSISI DAN

  MELESTARIKAN KEBERADAAN NAMALO SEBAGAI PENGOBAT TRADISIONAL 5.1. Mereposisi Pengetahuan TentangNamalo .....................................

  23

  5.1.1. Sejarah Pengobatan Tradisional dalam Masyarakat Batak ....

  5.5. Mereposisi Spesialisasi Keahlian Dalam Pengobatan Oleh Namalo

  5.6. Kode Etik Pengobatan Namalo ........................................................ 115

  5.5.6. Lama Pengobatan ..................................................................... 113

  5.5.5. Pantangan ................................................................................. 111

  5.5.4. Sistem Pemberian Obat ............................................................ 109

  5.5.3. MereposisiNamalo Dalam Meramu Obat dan Menggunakan Obat ................................................................... 102

  98

  93 5.5.2. Mereposisi Cara Namalo Ketika Mengobati Penyakit..........

  91 5.5.1. Mereposisi Cara Namalo Dalam Menentukan Penyakit ........

  88

  23 5.1.2 Awal Pengetahuan Pengobat Tradisional Namalo ..................

  76 5.4.2. Pelestarian Tanaman Obat .....................................................

  76 5.4.1. Tanaman Obat Yang Digunakan Namalo ..............................

  71 5.4. Mereposisi Tanaman Obat ...............................................................

  68 5.3.3. Mereposisi Biaya Pengobatan Oleh Namalo .........................

  65 5.3.2. Mereposisi Ruangan Praktek Pengobatan Namalo ................

  5.3.1. MereposisiPelayanan Namalo Dalam Melakukan Pengobatan

  65

  56 5.3.Mereposisi Keberadaan NamaloDalam Melakukan Pengobatan ......

  26 5.2.Mereposisi PengobatanNamaloDari Pandangan Masyarakat ..........

  BAB 6 RENCANA TAHAPAN BERKUTNYA .................................... 121 BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 122 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 124 LAMPIRAN ....................................................................................... 127

  DAFTAR TABEL

  61 Tabel 9 Pengetahuan Masyarakat Tentang Jenis-jenis Penyakit Yang Dapat Disembuhkan oleh Namalo ............................................................................

  70 Tabel 15 Besaran Biaya Pengobatan Oleh Namalo ...................................................

  68 Tabel 14Harapan Masyarakat Terhadap Pemerintah, Mengenai Fasilitas Yang Harus Dimiliki Namalo................................................................................

  67 Tabel 13Fasilitas Ruangan Pengobatan dan Ruang Penyimpanan Obat ...................

  66 Tabel 12 Sikap Namalo Ketika Melayani Pasien ......................................................

  64 Tabel 11 Perlakuan Namalo Terhadap Pasien ...........................................................

  63 Tabel 10 Makna Pekerjaan Namalo dari Pandangan Masyarakat .............................

  61 Tabel 8 Tingkat Kesembuhan Dari Penyakit Melalui Pengobatan Oleh Namalo .....

  Tabel 1 Dimensi Intervensi Sosial Terhadap Kelompok Masyarakat dalam Menerima KeberadaanNamalo......................................................................

  59 Tabel 7 Alasan Lebih Memilih Pengobatan Namalo dari pada Pengobatan Dokter atau Puskesmas .............................................................................................

  58 Tabel 6 Respon Masyarakat Mengenai Keberadaan Namalo di Lingkungan Masyarakat di Kabupaten Toba Samosir dan Humbang Hasundutan ...........

  57 Tabel 5 Sumber Informasi Tentang Pengobatan Namalo ..........................................

  51 Tabel 4 Frekuensi Melakukan Pengobatan Kepada Namalo .....................................

  7 Tabel 3 Namalo dan Asal Pengetahuannya ...............................................................

  7 Tabel 2 Tahap-Tahap Kesiapan Kelompok Masyarakat dalam Menerima Namalo ..

  72

  Tabel 16 Kesesuaian Antara Tarif dan Jasa Pengobatan ...........................................

  73 Tabel 17 Kesesuaian Antara Tarif dan Pelayanan Pengobatan .................................

  74 Tabel 18 Hambatan dalam mendapatkan tanaman obat ............................................

  90 Tabel 19 Spesialisasi Pengobatan Penyakit Oleh Namalo .........................................

  92 Tabel 20 Metode Namalo Untuk Mengetahui Penyakit Pasien .................................

  93 Tabel 21 Rangkuman Cara Namalo Dalam Menentukan Penyakit Pasien ...............

  96 Tabel 22. Cara Namalo Dalam Mengobati Penyakit Pasien ......................................

  98 Tabel 23. Tahap Proses Analisis Pengobatan yang dilakukan Namalo ..................... 100 Tabel 24. Cara Penggunaan Obat Tradisional ........................................................... 105 Tabel 25. Rangkuman Ramuan Obat yang digunakan oleh Namalo ......................... 106 Tabel 26. Penggunaan Obat Berdasarkan Jenis Penyakit .......................................... 109 Tabel 27. Rangkuman Sistem Pemberian Obat Oleh Namalo ................................... 110 Tabel 28. Pantangan Yang Ditetapkan Oleh Namalo Dalam Pengobatan ................. 112 Tabel 29. Lama Namalo melakukan Proses Pengobatan kepada Pasien ................... 114 Tabel 30 Lama Pasien Melakukan Kunjungan Pengobatan ...................................... 116 Tabel 31. Perbedaan Lama Pengobatan Pengobatan Namalo dan Medis .................. 117

  

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Peta Kabupaten Toba Samosir ...............................................................

  13 Gambar 4.2 Peta Kabupaten Humbang Hasundutan ..................................................

  17 Gambar 5.1Namalo Oppung Marakkup boru Hutahaean ..........................................

  26 Gambar 5.2 Tempat Tinggal dan Letak Tempat Pengobatan NamaloOppung Gebi Tobing .....................................................................................................

  29 Gambar 5.3 Putra Namalo Oppung Gebi boru Tobing Sedang Mengobati Pasien ...

  30 Gambar 5.4 Namalo ini memiliki latar pendidikan akademis dan pernah bekerja di salah satu rumah sakit terkenal di Jakarta pada tahun 1980an ..............................

  33 Gambar 5.5 Namalo Hasibuan melakukan pemijatan untuk penyakit patah tulang ..

  35 Gambar 5.6 Namalo Linda Melakukan Pengobatan Dengan Berjubah Putih, Memakan Sirih dan Hanya Menggunakan Bahasa Batak Halus Kepada Pasiennya. ......... 37

Gambar 5.7. Namalo Manotar Siregar Sedang Melakukan Pengobatan Ditemani Oleh Anak dan Isterinya ................................................................................

  41 Gambar 5.8NamaloMartumbur Hutasoit Sedang Melakukan Pengobatan Di ruang Keluarga ditemani Anak dan Isterinya, ...............................................................

  45 Gambar 5.9Namalo Betaria Siregar Memilik Spesialisasi Mengobati Penyakit Kulit Dan Balita .............................................................................................

  46 Gambar 5.10Namalo Hutahaean Tetap Duduk di lantai Beralaskan Tikar Ketika Mengobati Pasien .................................................................................

  48 Gambar 5.11Namalo M Sihombing mampu mengobati penyakit maag, lumpuh dan impoten ..........................................................................................

  49 Gambar 5.12 Tanaman Purba Jolma salah satu tanaman yang digunakan Namalo ..

  76 Gambar 5.13Agreratum Conyzoides L merupakan jenis rumput-rumputan yang sangat mudah ditemukan ......................................................................

  77

Gambar 5.14 Tambora salah satu tanaman yang mirip dengan buah rambutan ........

  78 Gambar 5.15. Binahong merupakan tanaman yang berasal dari Negeri Cina ...........

  79 Gambar 5.16. Alum-alum dengan nama latin Sonchus Arvensis L ............................

  80 Gambar 5.17 Kemuning jenis tanaman obat yang satu ini sangat mirip dengan bunga Melati .................................................................................................

  81 Gambar 5.18 Daun Katarak dikenal masyarakat pada umumnya dengan daun Kitolod yang sangat baik untuk kesehatan mata .............................................

  82 Gambar 5.19. Kunyit Putih sebagai ramuan obat ......................................................

  83 Gambar 5.20. Temu Putih sebagai salah satu bahan ramuan obat .............................

  84 Gambar 5.21 Jeruk harimau salah satu tanaman yang digunakan Namalo sebagai obat

  85 Gambar 5.22. Salah satu bahan masakan yang dapat berkhasiat sebagai obat ..........

  86 Gambar 5.23 Salah satu jenis jahe yang memiliki khasiat untuk menyembuhkan pasien 87

DAFTAR LAMPIRAN

  Bukti Luaran Jurnal Internasional ....................................................................................... 127

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan Namalo sebagai pengobat tradisional pada masyarakat Batak Toba di Sumatera Utara masih dapat dijumpai sampai saat ini, walaupun harus berhadapan dengan

  pengobatan modern.Menurut Gessler et al (1995), ada beberapa alasan masyarakat memilih pengobatan tradisional antara lain: l ama menunggu dalam antrian di klinik pengobatan

  modern, singkatnya pertemuan dengan dokter atau staf rumah sakit kurang dari 5 menit, perasaan bingung dansendirian dalam lingkungan yang tidak biasa, tidak ada kesempatan untuk mengekspresikan keprihatinan sendiri, diberi obat tanpa penjelasan, dan penyebab penyakit tanpa resep obat yang tepat.

  Bahkan yang mengejutkan lagi, masyarakat modern pada saat ini masih tetap memilih pengobatan olehNamalo tetapi mereka melakukannya secara rahasia. Memilih berobat dengan Namalomasih dianggap sebagai perilaku “primitif” ataupun “uncivilised”. Cunningham (1992:1) menyatakan:

  “... An estimated 70-80 per cent of people in developing countries use traditional medicines as source of health and Africa is no expectat ion.....”

  Nene (2009:1) mengestimasi terdapat 200.000 pengobat tradisional diAfrica Selatan dan 60% masyarakatnya masih mempercayai metode pengobatan tradisional. Masyarakat ini memilih pengobatan tradisional karena perbandingan dokter dan perawat di sebagian negara tersebut dianggap tidak sebanding dengan jumlah pasien. Dari data African Medical and Reason Foundation (AMREF) menunjukkan perbandingan perawat dengan pasien 1: 8333 dan dokter dengan pasien berbanding 1:155000. Sedangkan di Indonesia perbandingan dokter dengan pasien telah mendekati standar WHO.Data 2014 menunjukkan bahwa perbandingan dokter dengan pasien sebesar 1 : 2538 dengan jumlah perawat sebanyak 220.575 orang. Walaupun demikian, masyarakat masih memilih pengobatan tradisional atau menggabungkan pengobatan tradisional dan pengobatan medis modern. Pengobatan tradisional memang sangat diminati sebagai pilihan pengobatan alternatif. Jumlah masyarakat yang memanfaatkan pengobatan tradisional ini terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2001, menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional, ada sekitar 57,7 persen penduduk Indonesia yang melakukan pengobatan sendiri, 31,7 persen menggunakan obat tradisional, dan 9,8 persen memilih cara pengobatan tradisional. Kemudian, pada tahun 2004, jumlah tersebut bertambah secara drastis. Tercatat, ada sekitar 72,44 persen penduduk yang menggunakan pengobatan sendiri, dan 32,87 persen memilih obat tradisional. Data tersebut didukung pula dengan jumlah pengobat tradisional yang mencapai 280.000 orang. Selain itu, perkembangan pengobatan alternatif di Indonesia juga didukung dengan ditemukannya sekitar 950 tanaman yang memiliki fungsi penyembuhan dari 30.000 jenis tanaman yang ada di Nusantara(Tisna Amijaya, Dedy: 2015).

  Demikian juga data dari Jabulani Owen Nene (2014) di Afrika Selatan bahwa pada golongan pelajar, 17,6% diantaranya lebih yakin berobat ke pengobatan tradisional dan41,18% lebih yakin berobat dengan metode pengobatan barat, 32,25% berobat kepada kedua- duanya dan 8,82% pengobatan dengan cara “lain”. Pada golongan profesional,

  15,38% meyakini perobatan tradisional, 53,85% pengobatan metode barat, 23,0% meyakini pengobatan keduanya dan 7,69% yakin dengan pengobatan cara lain.

  Keberadaan Namalo sendiri dapat diceritakan dari Kitab Debata Mula Jadi Na

Bolon, atau Sang Pencipta sebelum masuknya agama Kristen. Kitab ini berisi pengetahuan

  mengenai cara menjalani hidup sehat dan menyembuhkan penyakit. Orang-orang yang menguasai isi kitab pengobatan disebut sebagai Datu atau Sibaso. Selain menggunakan ramuan dari tumbuh-tumbuhan, pengobatan tradisional dilakukan melalui ritual seperti menggunakan ruangan khusus atau menggunakan tempat-tempat yang sakral sambil memanggil roh.

  Pengobatan tradisional ini mulai ditinggalkan sejak masuknya agama Kristen ke Batak Toba.Ludwig Ingwer Nommensen merupakan salah satu tokoh misionaris Jerman yang terkenal dalam menyebarkan agama Kristen Protestan di daerah Batak. Sejak meninggalnya Nommensen pada tahun 1918, pemimpin gereja saat itu digantikan ole Dr. Warneck. Selain membawa agama Kristen, pengobatan modern serta pendidikan juga diperkenalkan kepada masyarakat Batak Toba. (Siahaan, 1982, pp. 7-8) Hal ini yang menyebabkan pengobatan tradisional Batak Toba mulai ditinggalkan. Kehadiran pengobatan modern dan kegiatan memanggil roh yang tidak sesuai dengan ajaran agama Kristen membuat masyarakat Toba menolak untuk melakukan pengobatan tradisional.Keberadaan Namalo mulai punah karena ritual pengobatannya dianggap tidak sesuai dengan ajaran Kristen. Walaupun pada saat ini Namalo tidak lagi melakukan ritual pemanggilan roh ketika melakukan pengobatan, namun keberadaannya masih banyak ditolak oleh masyarakat Batak Toba khususnya yang beragama Kristen. Hal ini disebabkan oleh internalisasi ajaran agama Kristen yang menolak berbagai kegiatan yang dianggap memiliki hubungan dengan ritual pemanggilan roh leluhur.

  Pengobatan tradisional merupakan bagian dari kearifan lokal (local wisdom) yang harus dijaga keberlangsungannya. Penelitian mengenai kegunaan pengobatan tradisional sebagai bagian dari kearifan lokal dalam mencegah penyakit juga pernah dilakukan di Thailand. Pada tahun 2015 dilakukan penelitian di daerah Dangrek, perbatasan negara Thailand dan Kamboja (Kaewla & Wiwanitkit., 2015). Peneliti mengkaji mengenai penggunaan tanaman lokal dalam mencegah penyakit kanker. Ditemukan kearifan lokal dalam menangani kanker menggunakan pengobatan tradisional yang mencegah memotong kanker dan lebih berfokus kepada untuk menghilangkan rasa sakit dan memanipulasi daerah sekitar kanker agar tidak menyebar. Hal ini sesuai dengan sudut pandang pengobatan modern yang mencegah memotong atau menghancurkan jenis tumor tertentu untuk mencegah metastasis. Selain itu, hasil penelitian juga menemukan bahwa terdapat pengobatan tradisional yang memiliki implikasi dalam mencegah kanker.Juga penggunaan 28 jenis tanaman obat untuk pengobatan malaria di Zimbabwe (Ngarivhume et al, 2015); menjaga kesehatan selama kehamilan dengan menggunakan tanaman herbal (Aborigo, 2015); pengobatan penyakit Tuberculosis di Ghana dengan tanaman dan pengobatan tradisional (Amoah et al, 2014), pengobatan diare di Provinsi Limpopo, Afrika Selatan yang menggunakan 20 spesies tanaman (Semenya, 2012).

  Penelitian-penelitian di atas dapat menjadi landasan dalam menunjukkan bahwa adanya kebutuhan akan pengobatan tradisional, selain pengobatan modern pada saat ini. Akan tetapi, sejak kehadiran pengobatan modern, pengobatan tradisional mulai ditinggalkan sehingga jumlah pelakunya pun semakin berkurang bahkan hampir punah khususnya pada kasus masyarakat Batak Toba. Padahal di satu sisi, pengobatan tradisional merupakan salah satu bentuk kearifan lokal yang keberadaan serta manfaatnya di dunia kesehatan mulai diakui bahkan di kalangan dokter. Hal ini juga tercermin di dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2015 yang salah satu program kerjanya dalam meningkatkan penelitian dan pengembangan di bidang tanaman obat dan obat tradisional.

  Pengobatan Namalo sendiri saat ini sudah terlepas dari ritual-ritual pemanggilan roh, namun mereka masih mempraktekkan kearifan lokal mengenai pengobatan menggunakan berbagai ramuan tumbuhan yang diberitahukan secara turun temurun. Pengobatan tradisional di masyarakat Batak Toba sendiri memanfaatkan tumbuhan di sekitar dan digunakan baik untuk perawatan untuk berbagai hal. Mulai dari perawatan ketika seorang perempuan mengandung hingga menyusui, perawatan untuk bayi yang baru dilahirkan, pengobatan kulit, mata, tulang, hingga sampai pada pengetahuan tentang makanan sehari- hari yang harus dikonsumsi.

  Jika para pelaku pengobatan tradisional tidak dijaga keberlangsungannya, maka pengetahuan mengenai tanaman obat juga menghilang. Hal ini dapat menghambat penelitian untuk menemukan pengobatan untuk penyakit-penyakit tertentu yang memiliki kemungkinan terdapat pada tumbuhan di sekitarnya. Oleh karena itu, penting adanya dilakukan reposisi Namalo bahwa mereka bukan lagi “orang pintar”yang melakukan ritual agama namun “Namalo” yang mampu melakukan pengobatan secara tradisional di Masyarakat Batak Toba melalui intervensi sosial. Intervensi sosial ini dilakukan melalui remedi sosial, pemulihan sosial, dan pengembangan komunitas untuk memberikan pemahaman dan kesadaran mengenai pentingnya keberadaan Namalo dan signifikansinya dalam melestarikan pengetahuan mengenai pengobatan tradisional.

1.2. Rumusan Masalah

  Bagaimana model intervensi sosial yang mampu mereposisi dan melestarikan keberadaan Namalo

  di masyarakat Batak Toba?”

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Intervensi Sosial

  Keberdayaan dalam konteks masyarakat adalah kemampuan individu yang bersenyawa dalam masyarakat untuk membangun keberdayaan masyarakat yang bersangkutan (Hakim, 2010: 66).Masyarakat yang mampu dikatakan berdaya jika mereka memiliki kekuatan fisik dan mental yang kuat dan terdidik. Bukan itu saja yang menjadi sumber keberdayaan bagi masyarakat, nilai kekeluargaan dan gotong royong juga menjadi poin di dalam membentuk keberdayaan masyarakat. Masyarakat yang berdaya akan membentuk kebertahanan di segala aspek kehidupan, hingga pada akhirnya masyarakat akan lebih mandiri. Ini yang menjadi titik akhir dari pemberdayaan masyarakat.

  Dari proses berpikir diatas, upaya memberdayakan masyarakat dapat ditempuh melalui tiga cara, yaitu :

  1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling), adanya dorongan (encourage), adanya kesadaran (awareness). Potensi-potensi yang ada harus dikembangkan dengan cara menberikan dorongan untuk membangun daya yang dimiliki masyarakat dan daerah tersebut. Kesadaran akan pentingnya potensi daerah untuk dikembangkan juga menjadi hal yang wajib dilaksanakan untuk memberdayakan masyarakat.

  2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering).

  Penguatan yang dilakukan adalah dengan membentuk suatu pola yang mampu memperkuat atau membangun daya yang dimiliki oleh masyarakat.

  Memberdayakan juga mengandung arti melindungi. Melindungi dalam hal ini adalah melindungi masyarakat yang belum mampu berdiri sendiri untuk menciptakan kemandiriannya sendiri. Keberdayaan yang baru disusun oleh masyarakat itu sendiri harus dilindungi dari adanya pihak kuat atau faktor eksternal untuk memasuki masyarakat tersebut, sehingga lambat laun akanmenggeser usaha-usaha yang telah disusun oleh masyarakat. Hal ini dapat mematikan keberdayaan masyarakat lokal karena faktor eksternal telah masuk kedalamnya.

  Intervensi dalammengembangkan sebuah komunitas harus melibatkan serangkaian kebijakan, institusi, sistem, program dan layanan sosial yang dapat membantu komunitas terkait menjalankan fungsi dan perannya. Terdapat tiga model intervensi sosial untuk merespon dengan masalah komunitas antara lain: remedi sosial, pemulihan sosial, dan pengembangan komunitas.

  1. Intervensi yang berbentuk RemediSosial (Social Remedies) Prinsip utama remedi sosial adalah 'merawat' atau 'mengobati' kondisi sosial yang berisiko. Seandainya pengobatan tersebut berupaya memberi obat atau berhasil mengobati kondisi sosial yang dirawat, ia dapat dilihat sebagai tindakan pengobatan yang baik. Berdasarkan perspektif remedi sosial, hal pertama yang harus dilakukan ketika bekerja dengan komunitas yang dianggap tersisih adalah merawat dahulu masalah atau 'penyakit' yang mereka alami. Model remedy sosial ini nantinya akan diinternalisasikan pada masyarakat di sekitar pemukiman Namalo.

  2. Intervensi yang berbentuk Pemulihan Sosial (Social Recovery) Intervensi pemulihan sosial yaitu satu bentuk layanan sosial yang ditujukan untuk memulihkan individu yang dianggap menyimpang dari nilai, norma sosial atau individu yang gagal menjalankan fungsi sosial dan ekonominya karena hambatan fisik, sosial dan budaya yang dialami; kepada satu kehidupan yang normal dalam masyarakat (Barton 1999; Gendreau & Ross 1987). Tujuan utama tindakan pemulihan sosial adalah untuk mengubah individu yang dianggap bermasalah atau individu yang berkeperluan atau memberi pengertian bahwa mereka adalah individu yang berisiko bagi individu lain, namun merupakan individu yang diperlukan. Dengan tindakan ini, mereka dapat diterima kembali oleh masyarakat (Barton 1999).

  3. Intervensi yang berbentuk Pembangunan Komunitas (Community Development) Intervensi pembangunan komunitas memiliki kaitan erat dengan program pemasukan sosial masyarakat tersisih ke dalam program-program pemberdayaan modal sosial seperti program pendidikan, program pelatihan keterampilan, program kejuruan dan program- program pembangunan pengetahuan, kreativitas, kepribadian, daya upaya dan program keyakinan diri.Berikut adalah tabel dimensi intervensi sosial:

  

Tabel 1

Dimensi Intervensi Sosial Terhadap Kelompok Masyarakat

Dalam Menerima Keberadaan Namalo

Community Dimension Characteristics

  Community Climate The attitude/feelings in the community about the issue Community knowledge about the issue The awareness of knowledge of people in the community specific to the issue Resources related to the issue The current support for the issue and how active the community is in obtaining or using local resources to address the issue

  Community efforts The efforts that exist currently in the community the focus on or deal with prevention or intervention Community knowledge of effords The knowledge the community has about current efforts Community leadership The support and awareness of the issue by the formal leadership in the community Source : Plested, Jumper-Thurman, Edwards, and Oetting (1998)

  Dimensi-dimensi di atas nantinya akan disusun sedemikian rupa dalam bentuk draft wawancara mendalam dan observasi. Tujuannya untuk melihat apakah dimens-dimensi ini berlaku atau ada/tidaknya di dalam komunitas Namalo. Jika keberadaan dimensi ini cukup kuat di komunitas Namalo, tidak memungkinkan kalau masyarakat masih menerima keberadaan

  Namalo bahkan melakukan pengobatan dengan jasa Namalo.

  

Tabel 2

Tahap-Tahap Kesiapan Kelompok Masyarakat Dalam Menerima Namalo No Tahap Kesiapan untuk menerima

  Namalo Karakteristik Masyarakat

  1 No awareness The issue is not generally recognized by the community or its leaders as a problem

  2 Denial If there is some idea that it is a problem.

  3 Vague awareness There is general feeling on the part of at least some people that there is a local problem and that something should be done about it

  4 Preplanning There is clear recognition on the part of at least some people that there is a local problem and thatsomething should be done about it

  5 Preparation Planning is ongoing and focuses on detail

  6 Initiation Enough information is available to justify a prevention program One or two programs are up and running, supported by administration, and accepted as a

  7 Institutionalization routine and valuable activity Standard programs are viewed as valuable, and

  Conformation/expansion authorities support expanding or improving

  8 programs Detailed and sophisticated knowledge of

  9 Professionalization prevalence, risk factors, and etiology exists Source: Plested, Jumper-Thurman, Edwards, and Oetting (1998)

  Tahap-tahap di atas digunakan untuk melihat kesiapan dari masyarakat sekitar dalam menerima keberadaan Namalo. Apakah masyarakat di tiga kabupaten tersebut menerima keberadaan mereka dan pada tahap mana kesiapan mereka dalam menerima keberadaan Namalo ini. Nantinya kedua alat ukur ini akan dielaborasi sehingga akan di dapat bagaimana pandangan masyarakat setempat akan keberadaan Namalo dalam kegiatannya melakukan battra, apakah mereka ditolak atau malah dipertahankan. Model yang di dapat akan diaplikasikan melalui intervensi social dengan skema pemberdayaan komunitas.

BAB 3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

  3.1. Tujuan Penelitian

  1. Tujuan umum yaitu tujuan yang berkenaan dengan luaran yang akan dihasilkan oleh penelitian ini yatu adalah untuk mengetahui pengetahuan yang dimiliki

  Namalo mengenai penyakit, obat dan pengobatan yang dilakukannya terhadap pasien sehingga pengetahuan tersebut dapat dilestarikan.

  2. Tujuan khusus yaitu tujuan dengan spesifik waktu tertentu yaitu:

  a. Untuk mengetahui makna dari tumbuh-tumbuhan yang digunakan dalam pengobatan

  b.

   Untuk mengidentifikasi dan mengetahui pandangan masyarakat terhadap

  pengobatan Namalo c.

   Untuk mengetahui keberadaan Namalo dalam masyarakat Batak Toba

  3.2. Manfaat penelitian

  Manfaat Penelitian dari hasil diharapkan dapat memberikan pemahaman dan kesadaran mengenai pentingnya keberadaan Namalodan signifikansinya dalam melestarikan pengetahuan mengenai pengobatan tradisional yang menggunakan ramuan dari tumbuh- tumbuhan, khususnya keberlangsungan kegiatannya sebagai salah satu kearifan lokal di masyarakat Batak Toba serta membantu menjalankan program pengembangan penelitian tanaman obat dan obat tradisional.

BAB 4 METODE PENELITIAN Penelitian ini akan menggunakan pendekatan campuran dengan grand design penelitian

  kerangka kualitatif. Metode Kuantitatif hanya digunakan pengumpulan data tambahan yang mendukung penelitian ini.Penelitian terfokus pada pengembangan masyarakat lokal (Community

  

Action) . Menurut Rothman dan Tropman, pengembangan pada hal ini lebih bertujuan pada

  proses. Dimana suatu komunitas di kembangkankemampuan/kapasitasnya sehingga komunitas tersebut mampu berupaya dalam memecahkan masalahwarga komunitas secara kooperatif (bekerja sama) berdasarkan kemampuan nya menolong diri sendiri.

4.1. Rancangan Penelitian

  Pengumpulan data dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif. Sebelum dilakukan intervensi sosial, maka dilakukan pengumpulan data terlebih dahulu menggunakan metode kualitatif yaitu focus group discussion dan observasi. Diskusi kelompok dan observasi dilakukan sebelum implementasi prosedur kerja intervensi sosial padakelompok masyarakat untuk mengetahui potensi

  “Namalo” yang ada di masyarakat Batak Toba untuk dikembangkan dalam melestarikan keberadaan serta pengetahuan yang dimiliki Namalo. Selain itu untuk mengetahui lebih mendalam bagaimana citra Namalo, sejauh mana pengetahuan masyarakat tentang Namalo dan apakah sesuai dengan realita yang ada. Selanjutnya, selama kegiatan observasi dilakukan, juga akan dilakukan pembuatan angket sebanyak 117 responden untuk melihat pemahaman masyarakat terhadap keberadaan Namalo. Adapun desain/rancangan dalam penelitian ini sebagai berikut:

  Namalo Keberadaan

  Tahun Pertama: Metode Kualitatif

  Namalo Masyarakat Setempat Informan Kunci Namalo DEPTH

  INTERVIEW Tokoh Adat Kabupaten Tobasa Kabupaten Humbang Hasudutan Siantar Narumonda Laguboti Kecamatan Lintong Nihuta Uluan Desa Sitolu Bahal Desa Sigumpar

  • -----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    OBSERVASI Metode Batra

  Tahun Kedua: Metode Kuantitatif Tahap Kesiapan untuk menerimaNamalo Community Dimension No awareness Denial

   Community Climate Vague awareness

   Community knowledge about the issue Preplanning  Resources related to the issue Preparation

   Community efforts Initiation

   Community knowledge of efforts Institutionalization Conformation/expansion

   Community leadership Professionalization

  • -----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Kabupaten Tobasa Kabupaten Humbang Hasudutan Kecamatan Lintong Nihuta

  Siantar Uluan Laguboti Narumonda Desa Desa Sitolu Sigumpar Bahal

Bagan 1. Metode kualitatif dan Kuantitatif

4.2 Lokasi Penelitian

  Kabupaten Toba Samosir adalah salah sa Di kabupaten ini terdapat sebuah perguruan tinggi, yait

Gambar 4.1. Peta Kabupaten Toba Samosir Suku yang mendiami Kabupaten Toba Samosir pada umumnya adalah Batak Toba.

  Selain Batak Toba, ada juga etnis lain sepe Agama dipeluk oleh sebagian masyarakat Batak yang berpusat di Huta Tinggi,

  

  Kabupaten Toba Samosir terdiri dari 16 kecamatan yaitu Bonatua Lunasi, Dari 16 Kecamatan tersebut maka terpilih 3 Kecamatan yaitu Kec. Siantar Narumonda, Kec.

  Laguboti dan Kec. Uluan. Lokasi penelitian ini dipilih karena banyaknya informasi yang diterima dari masyarakat sekitar bahwa di Kecamatan tersebut terdapat pengobatan tradisional yang dilakukan oleh Namalo yang sudah terkenal dan kemampuannya yang telah diakui oleh masyarakat luas.

  a. Kecamatan Siantar Narumonda Kecamatan Siantar Narumonda terdiri dari 14 desa yang terbagi dari 40 dusun. Salah satu desa yang ada di Kecamatan Siantar Narumonda adalah Desa Narumonda VI. Pada

  Desa Narumonda VI terdapat sebuah dusun yang bernama Dusun Sipallat yang merupakan lokasi dari Namalo. Dusun Sipallat memiliki Namalo yang memiliki kemampuan pengobatan tradisional dengan menggunakan ramuan tanaman herbal. Dusun Sipallat merupakan daerah yang masih mudah untuk dijangkau karena tidak jauh dari daerah lintas Porsea

  • – Balige. Pola pemukiman di dusun ini adalah Clustered Rural Settlements. Pola pemukiman di desa ini cenderung berkelompok dimana sejumlah rumah warga yang tinggal secara berkelompok-kelompok dan diselingi atau dibatasi dengan lahan pertanian yang begitu luas. Di dusun ini masyarakat menggantungkan kehidupannya dari hasil pertanian, hal ini dapat terlihat dari luas lahan pertanian yang berada disekitar masyarakat yang lebih luas dari luas pemukiman masyarakat. Masyarakat juga banyak memanfaatkan pekarangan rumahnya untuk menjemur hasil pertanian mereka seperti padi, jagung, dsb. Masyarakat di Kecamatan ini juga mengupayakan kehidupannya dari hasil tanaman keras seperti kopi, coklat, dan kemiri. Tidak hanya pertanian saja, di dusun ini ada juga masyarakat yang beternak kerbau. Untuk ternak kecil yang paling dominan diusahakan adalah ternak babi. Ada juga beberapa ternak lain seperti unggas yang umumnya memelihara ternak ayam dan itik.

  b. Kecamatan Laguboti Kecamatan Laguboti merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Toba

  Samosir. Dari hasil penelitian yang diperoleh di lapangan menunjukkan bahwa di daerah ini terdapat banyak pengobat tradisional Namalo. Namun, tidak semua Namalodi daerah ini memiliki kemampuan mengobati dengan menggunakan ramuan herbal. Di daerah ini juga ditemukan pengobatan tradisional yang masih bersifat mistis dan mengucapkan doa-doa sebelum memulai proses pengobatannya. Salah satu desa yang masih dikenal dengan pengobatan tradisional itu terdapat di Huta Tinggi. Tidak saja dikenal dengan pengobatan tradisionalnya daerah ini juga dikenal dengan “Parsantian”(rumah ibadahParmalim)karena di desa inilah pusat dari kepercayaan Parmalim berdiri. Walaupun kepercayaan ini masih belum diakui, namun kegiatan ini masih banyak disaksikan oleh orang luar, terutama pengunjung dan wisatawan yang ingin mengenal kepercayaan adat batak melalui Parmalim.

  Mayoritas masyarakat yang berada di Huta Tinggi ini bekerja sebagai petani. Hal ini dapat terlihat dari dominasi sawah yang berada disekitar pemukiman masyarakat. Bukan hanya dari pertanian sawah masyarakat sekitar desa ini juga bercocok tanam seperti menanam kopi, ubi, jagung, kemiri dsb dilahan mereka. Masyarakat yang dominan dengan etnis Batak Toba ini masih kental dengan nilai-nilai budayanya. Masyarakat di daerah ini masih menggunakan bahasa Batak yang kental dan banyak dari mereka yang tidak dapat berbicara bahasa Indonesia. Masyarakat di daerah ini masih menjaga keramahtamahan kepada pengunjung yang datang ke desa ini. Pemukiman didaerah ini mengikuti bentuk jalan yaitu linier. Pemukiman masyarakat berada di pinggir jalan sepanjang jalan desa Huta Tinggi dan mudah untuk ditemukan. Setelah desa Huta Tinggi terdapat salah satu desa lain yang berada di daerah ini yaitu Desa Sintong Marnipi. Desa ini berada ± 4 km dari desa Huta Tinggi, untuk menuju ke desa ini akan ditemukan lahan yang digunakan masyarakat sebagai lahan pemakaman. Pemakaman didaerah ini berbentuk tugu memanjang dan seperti rumah, pemakaman seperti ini adalah ciri khas dari masyarakat suku Batak Toba. Di Desa Sintong Marnipi juga terdapat pengobat Namalo berdasarkan infomasi yang diperoleh dari masyarakat sekitar. Di desa ini juga terdapat pengobat yang menggunakan pengobatan mistis dalam menyembuhkan penyakit pasien. Meskipun bersifat mistis,

Namalo ini juga masih banyak dikunjungi oleh pasiennya untuk memperoleh pengobatan. c. Kecamatan Uluan Kecamatan Uluan terdiri dari 17 Desa yang terbagi dalam 52 dusun. Pembentukan

  Kecamatan Uluan didasarkan pada Peraturan Daerah Kabupaten Toba Samosir No.7 Tahun 2002 tentang pembentukan Kecamatan Uluan (didefinitifkan menjadi Kecamatan). Mayoritas masyarakat di Kecamatan ini beretnis Batak Toba dan memeluk agama Kristen.

  Sumber penghasilan utama penduduk di Kecamatan Uluan ini adalah dari sektor pertanian dan perkebunan rakyat. Tanaman selain padi yang diupayakan adalah tanaman palawija, yaitu tanaman jagung dan ubi kayu. Masyarakat di Kecamatan ini juga mengupayakan dari tanaman keras seperti kopi, kemiri, dan coklat. Dari jenis ternak besar yang diusahakan di Kecamatan Uluan pada umumnya adalah kerbau. Sedangkan pada ternak kecil yang paling dominan diusahakan adalah ternak babi. Untuk pemeliharaan ternak unggas, masyarakat memilihara ayam dan itik.

  Salah satu desa yang dijadikan sebagai lokasi penelitian di Kecamatan Uluan ini adalah desa Lumban Nabolon. Lokasi ini dipilih berdasarkan informasi yang diperoleh dari masyarakat sekitar yang mengetahui keberadaan pengobatan tradisional Namalo. Desa ini tidak jauh dari desa Siubak-Ubak, akses jalan menuju desa ini masih sulit karena jalan yang kecil yang hanya bisa dilalui oleh 1 mobil dan kondisi jalan yang masih berlubang dan tidak rata. Desa ini dikelilingi oleh sawah masyarakat. Bentuk rumah di desa ini didominasi dengan jenis rumah semi permanen (menggunakan kayu sebagai dinding, dan semen untuk lantai rumah). Masyarakat didesa ini mayoritas bekerja sebagai petani yang memiliki 2 pekerjaan yaitu bekerja mengolah lahan sendiri dan kadang menjadi penyemprot hama bagi lahan pertanian milik orang lain.

Dokumen yang terkait

Persepsi Masyarakat Suku Batak Toba Dan Batak Karo Dalam Konteks Komunikasi Antarbudaya (Studi Kasus Masyarakat Suku Batak Toba di Desa Unjur Dan Masyarakat Batak Karo di Desa Surbakti Terhadap Suku Batak Toba Dalam Mempersepsi Nilai-Nilai Perkawinan Ant

1 91 173

Perbandingan Kedudukan Dan Peranan Wanita Dalam Sistem Keluarga Ie Jepang Dan Sistem Keluarga Tradisional Batak Toba

1 58 107

Komunikasi Masyarakat Batak Toba Dalam Upacara Pernikahan Adat (Studi Kasus Tentang Proses Komunikasi Antarbudaya Dalam Upacara Pernikahan Adat Batak Toba Pada Masyarakat di Kelurahan Lestari Kecamatan Kisaran Timur Kabupaten Asahan Sumatera Utara)

9 129 118

Keberadaan Hak Ulayat Dalam Masyarakat Hukum Adat Batak Toba Di Kecamatan Nassau Kabupaten Toba Samosir

22 205 150

Upaya Melestarikan Seni Budaya Tradisional Pada Masyarakat Batak Toba Di Kabupaten Samosir

5 63 45

Persepsi Masyarakat Suku Batak Toba Dan Batak Karo Dalam Konteks Komunikasi Antarbudaya (Studi Kasus Masyarakat Suku Batak Toba di Desa Unjur Dan Masyarakat Batak Karo di Desa Surbakti Terhadap Suku Batak Toba Dalam Mempersepsi Nilai-Nilai Perkawinan Anta

0 1 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Kajian 2.1.1 Perspektif Interpretivisme - Persepsi Masyarakat Suku Batak Toba Dan Batak Karo Dalam Konteks Komunikasi Antarbudaya (Studi Kasus Masyarakat Suku Batak Toba di Desa Unjur Dan Masyarakat Batak Karo di Desa S

0 0 26

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah - Persepsi Masyarakat Suku Batak Toba Dan Batak Karo Dalam Konteks Komunikasi Antarbudaya (Studi Kasus Masyarakat Suku Batak Toba di Desa Unjur Dan Masyarakat Batak Karo di Desa Surbakti Terhadap Suku Batak Toba Dalam

0 1 7

Persepsi Masyarakat Suku Batak Toba Dan Batak Karo Dalam Konteks Komunikasi Antarbudaya (Studi Kasus Masyarakat Suku Batak Toba di Desa Unjur Dan Masyarakat Batak Karo di Desa Surbakti Terhadap Suku Batak Toba Dalam Mempersepsi Nilai-Nilai Perkawinan Anta

0 1 15

Perbandingan Kedudukan Dan Peranan Wanita Dalam Sistem Keluarga Ie Jepang Dan Sistem Keluarga Tradisional Batak Toba

0 0 18