BAB I PENDAHULUAN - Penerapan Akuntabilitas dan Transpransi dalam Pelayanan Publik (Studi Pelayanan Pembuatan Kartu Keluarga di Kantor Camat Medan Selayang Kota Medan)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

  Gelombang reformasi telah bergulir menuntut perubahan dalam segala tatanan kehidupan kenegaraan. Salah satu latar belakang bergulirnya reformasi adalah masyarakat kecewa kepada pemerintah. Pemerintah tidak mampu memberikan pelayanan baik kepada masyarakat. Rakyat sebagai pemilik kedaulatan sudah tidak memiliki haknya lagi. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan

  

  peraturan perundang-undangan Dalam perkembangan terakhir di Indonesia perhatian pemerintah terhadap pelaksanaan pelayanan publik telah mulai mengemuka. Bahkan pemerintah pusat berkomitmen untuk memperbaiki citra pemerintah melalui pelaksanaan pelayanan publik oleh setiap unsur pemerintahan melalui program kompetisi pelaksanaan pelayanaan publik bagi pemerintah daerah pada setiap tahunnya. Untuk itu langkah awal adalah dengan mempersiapakan seluruh aparaturnya untuh merubah

  

mindset atau pola pikir birokrat yang selama ini bersikap dan berperilaku sebagai

  penguasa, mengarah kepada terbentuknya sikap dan perilaku birokrat sebagai pelayan atau hamba masyarakat (publik service) Kantor Camat Medan Selayang yang beralamat di Jalan Bunga Cempaka 1 No 54 Pasar 3 Padang Bulan, Provinsi Sumatera Utara merupakan instansi

  Undang – Undang No 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah pemerintah yang bertugas untuk melayani kebutuhan masyarakat Kecamatan Medan Selayang. Berbagai kepentingan publik dikerjakan dan diurus di kantor camat ini. Kantor Camat ini mengurus berbagai kebutuhan masyarakat, seperti urusan kependudukan, pendidikan, perhubungan, kesehatan, dan berbagai kebutuhan publik lainnya. Sebagai instansi pemerintahan kantor camat ini juga pernah mengalami masalah dari beberapa corak pemerintah yang buruk, seperti relasi antara pemerintah dan rakyat yang masih kuat berpola serba negara, kultur pemerintahan sebagai tuan dan bukan pelayan, patologi pemerintahan dan hubungan antara atasan dengan bawahan dalam birokrasi, maupun aparat birokrasi yang menganggap dirinya atasan dan masyarakat bawahannya, dan masih adanya diskriminasi pelayanan publik berdasarkan diskriminasi suku, agama, jabatan, dan juga status sosial dalam masyarakat. Banyaknya keluhan masyarakat terhadap pungutan liar dan administrasi yang berbelit – belit yang dilakukan oleh aparatur pemerintah. Hal ini mungkin yang sudah menjadi tradisi atau budaya aparatur pemerintah di Kecamatan Medan Selayang secara turun- temurun. Tidak hanya itu pertanggung jawaban pegawai dalam masalah pembuatan Kartu keluarga juga masih banyak di jumpai kendala seperti tidak adanya kepastian waktu, dan tidak adaknya keterbukaan biaya pembuatan dan bagan alir/proses pembutan kartu

  

  keluarga Akuntabilitas dan transpransi seharusnya sudah diketahui, dipahami dan diterapkan oleh semua instansi pemerintahan di Indonesia, baik di pusat maupun di daerah. Karena itu, Kantor Camat Medan Selayang sebagai kantor 2 pemerintahan sedang berusaha untuk memperbaiki citra pelayanan publik di mata

  Survei Prapenelitian Peneliti masyarakat. Saat ini pemerintahan Kantor Camat Medan Selayang sedang berupaya menerapkan paradigma Good Governance khususnya penerapan akuntabilitas dan transpransi dalam pemerintahannya. Akuntabilitas dan transpransi sangat lah penting diterapkan di kantor Camat Medan Selayang sebagai laporan atau tolak ukur dalam setiap pembuatan kartu keluarga. Misalnya saja untuk membuat sepuluh kartu keluarga aparatur pemerintah bisa menyelesaikam dalam waktu tiga hari. Dengan adanya penerapan akuntabilitas pegawai akan lebih memperbaiki kinerjanya untuk dapat menyelesaikan pembuatan kartu keluarga dengan waktu yang cepat. Setiap kantor pemerintahan pasti memiliki cara tersendiri untuk mewujudkna good governance khususnya akuntabilitas dan transpransi dalam pelaksanaan tugasnya sebagai pelayan publik. Begitu juga dengan Kantor Camat Medan Selayang. Oleh sebab itu dalam kesempatan ini penulis mengupayakan suatu kajian ilmiah dalam judul penelitian sebagai berikut

   “Penerapan Akuntabilitas Dan Transparansi Dalam

Pelayanan Publik (Studi Pelayanan Pembuatan Kartu Keluarga di Kantor

Camat Medan Selayang Kota Medan)”

1.2. Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang masalah dan fokus penelitian diatas, maka yang menjadi rumusan masalah penelitian ini adalah:

  1 Bagaimana penerapan akuntabilitas dan transpransi dalam pembuatan kartu keluarga di Kantor Camat Medan Selayang?

  2 Apakah hambatan – hambatan yang dihadapi dalam penerapan akuntabilitas dan transpransi dalam pembuatan kartu keluarga di Kantor Camat Medan Selayang?

  1.3. Tujuan Penelitian

  Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mendapatkan gambaran tentang proses dan situasi terkini penerapan akuntabilitas dan transpransi dalam pembuatan kartu keluarga di Kantor

  Camat Medan Selayang.

  2. Untuk mengetahui hambatan – hambatan yang dihadapi dalam penerapan akuntabilitas dan transpransi dalam pembuatan kartu keluarga di Kantor Camat Medan Selayang.

  1.4. Manfaat Penelitian

  Disamping tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian, peneliatian ini juga bermanfaat. Adapun manfaat yang dicapai oleh penulis adalah:

  1. Bagi penulis khususnya, penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan penulis menulis karya ilmiah, terutama dalam menganalisa permasalahan yang terjadi di masyarakat yang ada kaitanya dengan ilmu yang di dapat dalam perkuliahan.

  2. Bagi instansi terkait, penelitian diharapakan menjadi masukan yang berguna bagi instansi itu sendiri

3. Bagi Departemen ILmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dn Politik

  Universitas Sumatera Utara, penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk melengkapi ragam penelitian yang telah dilakukan oleh para mahasiswa serta dapat menjadi bahan masukan bagi Fakultas dan diharapkan dapat menjadi salah satu referensi tambahan bagi mahasiwa dimasa yang akan dating.

1.5. Kerangka Teori

  Dalam penelitian ini diperlukan adanya kumpulan teori – teori yang akan menjadi landasan teoritis dan menjadi pedoman dalam melaksanakan penelitian.

  Setelah masalah penelitian dirumuskan maka selanjutnya adalah mencari teori – teori, konsep – konsep, dan generalisasi – generalisasi hasil penelitian yang dapat dijadikan sebagai landasan teoritis untuk melaksanakan penelitian

   Teori – teori yang menjadi landasan dalam penelitian ini adalah:

1.5.1. Good Governance

1.5.1.1 Pengertian Good Governance

  Istilah Good Governance berasal dari induk bahasa Eropa Latin, yaitu Gubernare yang diserap oleh bahasa Inggris menjadi Govern, yang berarti steer (menyetir, mengendalikan), direct (mengarahkan), atau rule (memerintah). Penggunaan utama istilah ini dalam bahasa Inggris adalah to

  rule with authority, atau memerintah dengan kewenangan

   .

  Good Governance dengan penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi investasi yang langka, dan penghindaran korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political frameworks bagi tumbuhnya aktivitas kewiraswastaan

5 Sedangkan Lembaga Administrasi Negara (LAN) mendefenisikan good

  governance sebagai penyelenggaraan pemerintahan negara yang solid dan .

  3 Sugiono.Metode Penelitian Administrasi Negara.Bandung, Alfabed , 2005, hal.55. 4 Djohan. Fenomena Etnosentrisme dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah.Jakarta, LIPI Press, 2007, hal 131. 5 Organization of Economic Corporation and Development (OECD) dan World Bank .Dipetik dari Serdamayanti.”Manajemen Sumber Daya Manusia: Reformasi Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil” .Bandung.PT. Refika Aditama,2003, hal 7 bertanggung jawab, serta efisiensi dan efektif dengan menjaga kesinergisan interaksi yang konstruktif di antara domain-domain negara, sektor swasta dan masyarakat .

  Organization of Economic Corporation and Development (OECD) dan World Bank mensinonimkan Good Governance dengan penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab, sejalan dengan demokrasi dan pasar yang efisiean, penghindaran salah alokasi, dana investasi yang langka, pencegahan korupsi, baik secara politk maupun administratif. Secara teoritis, good governance sendiri dapat diberi arti sebagai suatu proses yang mengorientasikan pemerintahan pada distribusi kekuatan dan kewenangan yang merata dalam seluruh elemen masyarakat untuk dapat mempengaruhi keputusan dan kebijakan yang berkaitan dengan kehidupan publik berserta seluruh upaya pembangunan politik, ekonomi, sosial dan budaya mereka dalam

  

  Munculnya konsep Good Governance untuk dilaksanakan di dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara dilatarbelakangi oleh banyak faktor. Namun demikian, salah satu faktor terbesar adalah ketidakberdayaan pemerintah negara-negara berkembang dalam menghadapi era globalisasi yang penuh dengan hiperkompetisi. Pemerintah tidak lagi menjadi pemain tunggal, tetapi mengharapkan peran lebih besar dari sektor swasta dan masyarakat sipil.

  Secara umum kualitas Good Governance dapat tercapai apabila pemerintah dan instansi publik lainnya secara keseluruhan mampu bersikap 6 terbuka terhadap ide dan gagasan baru dan responsif terhadap kepentingan 7 Agung Kurniawan.Transformasi Pelayanan Publik. Jakarta, Pembaruan, 2005, hal 16.

  Ibid, hal 7 masyarakat. Responsivitas akan meningkat jika masyarakat memiliki informasi yang lengkap mengenai proses dan implementasi kebijakan pemerintahan dan pembangunan .

1.5.1.2 Prinsip – Prinsip Good Governance

  Menurut UNDP melalui Lembaga Administrasi Negara yang dikutip

9 Tangkilisan mengemukakan bahwa karakteristik atau prinsip-prinsip yang

  dikembangkan dalam pemerintahan yang baik (good governance) adalah sebagai berikut: a.

  Partisipasi Setiap orang atau warga negara baik laki-laki maupun perempuan harus memiliki hak suara yang sama dalam proses pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga perwakilan, sesuai dengan kepentingan dan aspirasinya masing-masing. Partisipasi yang luas ini perlu dibangun dalam suatu tatanan kebebasan berserikat dan berpendapat, serta kebebasan untuk berpartisipasi.

  b.

  Aturan Hukum (Rule of Law) Kerangka aturan hukum dan perundang-undangan haruslah berkeadilan ditegakkan dan dipatuhi secara utuh (impartially), terutama tentang aturan hukum tentang hak asasi manusia.

  c.

  Transparansi Transparansi harus dibangun dalam kerangka kebebasan aliran 8 informasi berbagai proses, kelembagaan, dan informasi harus dapat

  Sinambela. Reformasi Kebijakan Publik: Teori, Kebijakan dan Implementasi, Jakarta, PT. Bumi 9 Aksara,2008, hal.51.

  United National Development Program (UNDP). Dipetik dari Tangkilisan.”Manajemen Publik” .Jakarta, Gramedia Widia Sarana Indonesia,2005, hal.115. diakses secara bebas oleh mereka yang membutuhkannya, dan informasi harus dapat disediakan secara memadai dan mudah dimengerti, sehingga dapat digunakan sebagai alat monitoring dan evaluasi.

  d.

  Daya Tanggap (Responsiveness) Setiap institusi dan prosesnya harus diarahkan pada upaya untuk melayani berbagai pihak yang berkepentingan (stake holders).

  e.

  Berorientasi Konsensus (Consensus Orientation) Pemerintahan yang baik (good governance) akan bertindak sebagai penengah bagi berbagai kepentingan yang berbeda untuk mencapai konsensus atau kesepakatan yang terbaik bagi kepentingan masing- masing pihak, dan jika mungkin juga dapat diberlakukan terhadap berbagai kebijakan dan prosedur yang akan ditetapkan pemerintah.

  f.

  Berkeadilan (Equity) Pemerintahan yang baik akan memberikan kesempatan yang sama baik terhadap laki-laki maupun perempuan dalam upaya mereka untuk meningkatkan dan memelihara kualitas hidupnya.

  g.

  Efektivitas dan Efisiensi Setiap proses kegiatan dan kelembagaan diarahkan untuk menghasilkan sesuatu yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan melalui pemanfaatan yang sebaik-baiknya dari berbagai sumber yang tersedia.

  h.

  Akuntabilitas

  Para pengambil keputusan (decision makers) dalam organisasi sektor pelayanan, dan warga negara madani memiliki pertanggung jawaban

  

(akuntabilitas) kepada publik (masyarakat umum) sebagaimana

  halnya kepada para pemilik (stake holders). Pertanggung jawaban tersebut berbeda-beda, bergantung pada jenis keputusan organisasi itu bersifat internal atau bersifat eksternal. i.

  Bervisi Strategis Para pimpinan dan warga negara memiliki perspektif yang luas dan jangka panjang tentang penyelenggaraan pemerintahan yang baik

  (good governance) dan pembangunan manusia, bersamaan dengan dirasakannya kebutuhan untuk pembangunan tersebut.

  j.

  Saling Keterkaitan Keseluruhan ciri good governance tersebut diatas adalah saling memperkuat dan saling terkait dan tidak berdiri sendiri. Misalnya, informasi semakin mudah diakses berarti transparansi semakin baik, tingkat partisipasi akan semakin luas, dan proses pengambilan keputusan akan semakin efektif. Penerapan good governance kepada pemerintah adalah ibarat warga negara memastikan bahwa mandat, wewenang, hak dan kewajiban telah dipenuhi sebaik-baiknya. Disini pula kita melihat bahwa arah ke depan good governance adalah pemerintahan yang profesional yaitu mereka yang mempunyai ilmu pengetahuan, yang mampu mentransfer ilmu dan pengetahuan menjadi skill dan dalam pelaksanaannya berdasarkan etika dan moralitas yang tinggi.

  Tujuan dari good governance adalah untuk menjalankan pekerjaan pemerintah yang baik yang bersih berdasarkan hukum yang berlaku agar tidak terjadi penyimpangan atau penyelewengan dalam pelaksanaan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.

1.5.2. Akuntabilitas

1.5.2.1 Pengertian Akuntabilitas

10 Pusdiklat BPKP , memandang bahwa Semakin meningkatnya

  tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih (good governance dan clean government) telah mendorong pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang jelas, tepat, teratur, dan efektif yang dikenal dengan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Menurut BPKP, Akuntabilitas dipandang sebagai perwujudan kewajiban seseorang atau unit organisasi untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan melalui media pertanggungjawaban berupa laporan akuntabilitas kinerja secara periodik.

   Menurut Starling dalam Kumorotomo mengatakan bahwa

  akuntabilitas ialah kesediaan untuk menjawab pertanyaan publik. Kesulitan untuk menuntut pertanggungjawaban pemerintah terhadap kualitas pelayanan publik terutama disebabkan karena sosok pemerintah itu sendiri 10 tidak tunggal. Untuk itu diperlukan sistem akuntabilitas bagi lembaga 11 LAN-BPKP. Akuntabilitas dan Good Governance, Jakarta : LANRI,2000 Wahyudi, Kumorotomo. Akuntabilitas Birokrasi Publik, Sketsa Pada Masa

  Transisi. Yogyakarta:Pustaka Belajar,2005 pemerintah yang memadai sebagai syarat penting peningkatan kualitas layanan publik.

12 Menurut Dwiyanto , birokrasi weberian memandang akuntabilitas secara sederhana, yaitu sebatas hubungan bawahan dengan atasannya.

  Akuntabilitas seorang aparat birokrasi adalah pertanggungjawabannya kepada atasan, bukan kepada kolega, kelompok dan organisasinya. Model seperti ini membuat kepedulian terhadap kepentingan dan misi organisasi

  

  menjadi rendah. Denhardt dalam Kumorotomo menawarkan literatur akuntabilitas dikaitkan dengan kualitas subyektif, berupa tanggung jawab para pejabat publik dan di lain pihak banyak menyebut pentingnya kontrol struktur yang menjamin pertanggung jawaban tersebut. Di sisi lain,

14 Dwiyanto membagi kepercayaan ke dalam dua jenis yaitu political trust

  dan social trust. Dalam perspektif politik, kepercayaan terjadi ketika warga menilai lembaga pemerintah dan para pemimpinya dapat memenuhi janji, efisien, adil dan jujur.

   Sampai saat ini, menurut Kumorotomo banyak perilaku birokrat

  yang masih berorientasi pada kekuasaan bukannya kepentingan publik ataupun pelayanan publik serta adanya perbedaan yang besar antara apa yang dimaui oleh rakyat dengan apa yang diputuskan oleh pembuat kebijakan. Kegagalan administrasi publik dalam menjembatani kepentingan elit politik dan rakyat pada umumnya, mendorong rakyat agar birokrasi 12 menjadi netral. Dengan adanya kontrol dan akuntabilitas yang kuat,

  Dwiyanto. Mewujudkan Good Governance melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta: Pustaka 13 Pelajar.2010 14 Ibid., 2005 15 Ibid., 2010 Kumorotomo, loc.cit. diharapkan rumusan kebijakan oleh birokrat tidak lagi berorientasi sempit semata.

1.5.2.2 Akuntabilitas Pelayanan Publik

  Penyelenggaraan pelayanan harus dapat dipertanggungjawabkan, baik kepada publik maupun kepada atasan/pimpinan unit pelayanan instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pertanggung jawaban pelayanan publik

   1.

  Akuntabilitas kinerja pelayanan publik meliputi : a.

  Akuntabilitas kinerja pelayanan publik dapat dilihat berdasarkan proses yang antara lain meliputi: tingkat ketelitian, profesionalitas petugas, kelengkapan sarana dan prasarana, kejelasan aturan dan kedisiplinan.

  b.

  Akuntabilitas kinerja harus sesuai dengan pelayanan publik yang telah ditetapkan.

  c.

  Standar pelayanan harus dapat dipertanggung jawabkan secara terbuka baik kepada publik maupun kepada atasan atau pimpinan unit pelayanan instansi pemerintah, apabila terjadi penyimpangan dalam hal pencapaian standar harus dilakukan upaya perbaikan d.

  Masyarakat melakukan penilain terhadap kinerja pelayanan secara berkala e.

  Disediakan mekanisme pertanggungjawaban bila terjadi kerugian dalam pelayanan publik

  2. Akuntabilitas Biaya Pelayanan Publik 16 Dwiyanto.loc. cit. hal 147 a.

  Biaya pelayanan dipungut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan yang telalah ditetapkan b.

  Pengaduan Masyarakat yang terkait dengan penyimpangan biaya pelayanan publik harus ditangani oleh petugas/pejabat yang ditunjuk berdasarkan surat keputusan dari pejabat yang berwenang 3. Akuntabilitas Produk Pelayanan a.

  Persyaratan teknis dan administratif harus jelas dan dapat dipertanggung jawabkan dari segi kualitas dan keabsahan produk pelayanan b. Prosedur dan mekanisme kerja harus sederhanan dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku c.

  Produk pelayanan diterima dengan benar, tepat dan syah

1.5.2.3 Mekanisme Dan Pengembangan Akuntabilitas

17 Sedangkan BPKP , melihat bahwa dalam pelaksanaan akuntabilitas

  di instansi pemerintah, harus memegang teguh tiga prinsip yaitu pertama, Adanya komitmen dari pimpinan dan seluruh staf instansi yang bersangkutan; kedua, Berdasarkan suatu sistem yang dapat menjamin penggunaan sumber-sumber daya secara konsisten dengan peraturan perundangundangan yang berlaku ; ketiga, menunjukkan tingkat pencapaian sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan.

17 LAN-BPKP. Akuntabilitas dan Good Governance, Jakarta : LANRI, 2000

18 Tatag Wiranto mengatakan metode untuk menegakan akuntabilitas

  antara lain: 1. Kontrol Legislatif: Legislatif melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan melalui diskusi dan sejumlah komisi di dalamnya. Jika komisi-komisi legislatif dapat berfungsi secara efektif, maka mereka dapat meningkatkan kualitas pembuatan keputusan (meningkatkan responsivitasnya terhadap kebutuhan dan tuntutan masyarakat), mengawasi penyalahgunaan kekuasaan pemerintah melalui investigasi, dan menegakkan kinerja.

  2. Akuntabilitas Legal: Ini merupakan karakter dominan dari suatu negara hukum. Pemerintah dituntut untuk menghormati aturan hukum, yang didasarkan pada badan peradilan yang independen. Aturan hukum yang dibuat berdasarkan landasan ini biasanya memiliki sistem peradilan, dan semua pejabat publik dapat dituntut pertanggung jawabannya di depan pengadilan atas semua tindakannya.

  3. Ombudsman: Dewan ombudsmen, baik yang dibentuk di dalam suatu konstitusi maupun legislasi, berfungsi sebagai pembela hak-hak masyarakat. Ombudsmen mengakomodasi keluhan masyarakat, melakukan investigasi, dan menyusun rekomendasi tentang bagaimana keluhan tersebut diatasi tanpa membebani masyarakat.

4. Desentralisasi dan Partisipasi: Akuntabilitas dalam pelayanan publik juga

  18 dapat ditegakkan melalui struktur pemerintah yang terdesentralisasi dan

  Ir. Tatag Wiranto, MURP adalah Direktur Kerja Sama Pembangunan Sektoral dan Daerah Bappenas dan Kandidat Doktor pada Program Pascasarjana Program Studi Administrasi Publik Unive. Gadjah Mada-red partisipasi. Terdapat beberapa situasi khusus di mana berbagai tugas pemerintah didelegasikan ke tingkat lokal yang dijalankan oleh para birokrat lokal yang bertanggung jawab langsung kepada masyarakat lokal. Legitimasi elektoral juga menjadi faktor penting seperti dalam kasus pemerintah pusat. Tetapi cakupan akuntabilitas di dalam sebuah sistem yang terdesentralisasi lebih merupakan fungsi otonomi di tingkat lokal.

  5. Kontrol Administratif Internal: Pejabat publik yang diangkat sering memainkan peran dominan dalam menjalankan tugas pemerintahan karena relatif permanennya masa jabatan serta keterampilan teknis. Biasanya, kepala-kepala unit pemerintahan setingkat menteri diharapkan dapat mempertahankan kontrol hirarkis terhadap para pejabatnya dengan dukungan aturan dan regulasi administratif dan finansial dan sistem inspeksi.

  6. Media massa dan Opini Publik: Hampir di semua konteks, efektivitas berbagai metode dalam menegakkan akuntabilitas sebagaimana diuraikan di atas sangat tergantung tingkat dukungan media massa serta opini publik. Tantangannya, misalnya, adalah bagaimana dan sejauhmana masyarakat mampu mendayagunakan media massa untuk memberitakan penyalahgunaan kekuasaan dan menghukum para pelakunya. Terdapat 3 faktor yang menentukan dampak aktual dari media massa dan opini publik.

  Pertama , kebebasan berekspresi dan berserikat harus diterima dan

  dihormati. Di banyak negara, kebebasan tersebut dilindungi dalam konstitusi. Derajat penerimaan dan rasa hormat umumnya dapat diukur dari peran media massa (termasuk perhatian terhadap pola kepemilikan) dan pentingnya peran kelompok kepentingan, asosiasi dagang, organisasi wanita, lembaga konsumen, koperasi, dan asosiasi profesional. Kedua, pelaksanaan berbagai tugas pemerintah harus transparan. Kuncinya adalah adanya akses masyarakat terhadap informasi. Hal ini harus dijamin melalui konstitusi (misalnya, UU Kebebasan Informasi) dengan hanya mempertimbangkan pertimbangan keamanan nasional (dalam pengertian sempit) dan privasi setiap individu. Informasi yang dihasilkan pemerintah yang seharusnya dapat diakses secara luas antara lain meliputi anggaran, akuntansi publik, dan laporan audit. Tanpa akses terhadap beragam informasi tersebut, masyarakat tidak akan sepenuhnya menyadari apa yang dilakukan dan tidak dilakukan pemerintah dan efektivitas media massa akan sedikit dibatasi. Ketiga, adanya pendidikan sipil yang diberikan kepada warga negara, pemahaman mereka akan hak dan kewajibannya, di samping kesiapan untuk menjalankannya

1.5.3 Transpransi

1.5.3.1 Transpransi Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik

  Transparansi dalam konteks penyelenggaraan pelayanan publik adalah terbuka, mudah, dan dapat diakses oleh semua pihak yang

   membutuhkan serta disediakan secara memadai dan mudah dimengerti .

  Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima kebutuhan pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan

19 Winarsih, Septi Atik & Ratminto. Manajemen Pelayanan : Pengembangan Model Konseptual,

  

Penerapan Citizens Charter dan Standart Pelayanan .Yogyakarta:Pustaka Belajar,2005,hal.19

  

  perundang-undangan . Jadi secara konseptual, transparansi dalam penyelenggaraan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang- undangan, yang bersifat terbuka, mudah, dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan serta disediakan secara memadai dan mudah dimengerti oleh semua penerima kebutuhan pelayanan.

  Di Indonesia, penyelenggaraan pelayanan publik secara umum didasarkan pada filosofi dari UUD 1945 dan UU No. 32 Tahun 2004.

  Khusus untuk kebijakan transparansi dalam penyelenggaraan pelayanan

   publik dijabarkan dalam Kep. Menpan RI No. KEP/26/ M.PAN/2/ 2004 .

  Maksud ditetapkan keputusan tersebut adalah sebagai acuan bagi seluruh penyelenggara pelayanan publik untuk meningkatkan kualitas transparansi pelayanan yang meliputi pelaksanaan prosedur, persyaratan teknis dan administratif, biaya, waktu, akta/janji, motto pelayanan, lokasi, standar pelayan an, informasi, serta pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Adapun tujuannya adalah untuk memberikan kejelasan bagi seluruh penyeleng gara pelayanan publik dalam melaksanakan pelayanan publik agar berkualitas dan sesuai dengan tuntutan dan harapan masyarakat.

  Selanjutnya, sepuluh dimensi atau kondisi aktual yang diharapkan

  

  terjadi dalam transparansi penyelenggaraan pelayanan publik itu :

  20 21 Ibid, hal. 18 22 www.kemenpan.go.id Winarsih, Septi Atik & Ratminto.loc. cit. hal 209 - 216

  1. Manajemen dan pelaksanaan pelayanan publik harus diinformasikan dan mudah diakses oleh masyarakat. Transparansi terhadap manajemen dan penyeleng garaan pelayanan publik meliputi kebijakan, peren canaan, pelaksanaan, dan pengawasan/pengen dalian oleh masyarakat. Kegiatan tersebut harus dapat diinformasikan dan mudah diakses oleh masyarakat.

  2. Prosedur pelayanan harus dibuat dalam bentuk Bagan Alir. Prosedur pelayanan adalah rangkaian proses atau tata kerja yang berkaitan satu sama lain, sehingga menunjukkan adanya tahapan secara jelas dan pasti serta cara-cara yang harus ditempuh dalam rangka penyelesaian sesuatu pelayanan. Prosedur pelayanan publik harus sederhana, tidak berbelit- belit, mudah dipahami, dan mudah dilak sanakan, serta diwujudkan dalam bentuk Flow Chart (Bagan Alir) yang dipampang dalam ruangan pelayanan. Bagan Alir sangat penting dalam penyelenggaraan pelayanan publik karena berfungsi sebagai berikut : a.

  Petunjuk kerja bagi pemberi pelayanan.

  b.

  Informasi bagi penerima pelayanan.

  c.

  Media publikasi secara terbuka pada semua unit kerja pelayanan mengenai prosedur pelayanan kepada penerima pelayanan.

  d.

  Pendorong terwujudnya sistem dan mekanisme kerja yang efektif dan efisien.

  e.

  Pengendali (kontrol) dan acuan bagi masyarakat dan aparat pengawasan untuk melakukan penilaian/pemeriksaan terhadap konsistensi pelaksanaan kerja. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan Bagan Alir adalah sebagai berikut : a) Bagan Alir harus mampu menggambarkan proses pelayanan, petugas/pejabat yang bertanggung jawab untuk setiap tahap pelayanan, unit kerja terkait, waktu, dan dokumen yang diperlukan, dimulai dari penerimaan berkas permohonan sampai dengan selesainya proses pelayanan.

  b) Model Bagan Alir dapat berbentuk bulat, kotak, dan tanda panah atau disesuaikan dengan kebutuhan unit kerja masing-masing.

  c) Ukuran Bagan Alir disesuaikan dengan luas ruangan, ditulis dalam huruf cetak dan mudah dibaca dalam jarak pandang minimal 3 (tiga) meter oleh penerima pelayanan atau disesuaikan dengan kondisi ruangan.

  d) Bagan Alir diletakkan pada tempat yang mudah dilihat oleh penerima pelayanan.

  3. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan harus diinformasikan secara jelas pada masyarakat. Untuk memperoleh pelayanan, masyarakat harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh pemberi pelayanan, baik berupa persyaratan teknis dan atau persyaratan administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam menentukan persyaratan, baik teknis maupun administratif harus seminimal mungkin dan dikaji terlebih dahulu agar benar-benar sesuai/relevan dengan jenis pelakanan yang akan diberikan. Harus dihilangkan segala persyaratan yang bersifat duplikasi dari instansi yang terkait dengan proses pelayanan. Persyaratan tersebut harus diinformasikan secara jelas dan diletakkan di dekat loket pelayanan, ditulis dengan huruf cetak dan dapat dibaca dalam jarak pandang minimum 3 (tiga) meter atau disesuaikan dengan kondisi ruangan.

  4. Kepastian rincian biaya pelayanan harus diinformasikan secara jelas pada masyarakat. Biaya pelayanan adalah segala biaya dan rinciannya dengan nama atau sebutan apapun sebagai imbalan atas pemberian pelayanan umum yang besaran dan tata cara pembayarannya ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan per undang- undangan. Kepastian dan rincian biaya pelayanan publik harus diinformasikan secara jelas dan diletakkan di dekat loket pelayanan, ditulis dengan huruf cetak dan dapat dibaca dalam jarak pandang minimum 3 (tiga) meter atau disesuaikan dengan kondisi ruangan. Transparansi mengenai biaya dilakukan dengan mengurangi semaksimal mungkin pertemuan secara personal antara pemohon/penerima pelayanan dengan pemberi pelayanan. Unit pemberi pelayanan seyogyanya tidak menerima pembayaran secara langsung dari penerima pelayanan. Pembayaran hendaknya diterima oleh unit yang bertugas mengelola keuangan/Bank yang ditunjuk oleh Pemerintah/unit pelayanan. Di samping itu, setiap pungutan yang ditarik dari masyarakat harus disertai dengan tanda bukti resmi sesuai dengan jumlah yang dibayarkan. Biaya pelayanan adalah segala biaya dan rinciannya dengan nama atau sebutan apapun sebagai imbalan atas pemberian pelayanan umum yang besaran dan tata cara pembayarannya ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan per undang- undangan.

  5. Kepastian dan kurun waktu penyelesaian pelayanan harus diinformasikan secara jelas pada masyarakat. Waktu penyelesaian pelayanan adalah jangka waktu penyelesaian suatu pelayanan publik mulai dari di lengkapinya di penuhinya persyaratan teknis dan atau persyaratan administratif sampai dengan selesainya suatu proses pelayanan. Unit pelayanan instansi pemerintah dalam mem berikan pelayanan harus berdasarkan nomor urut permintaan pelayanan, yaitu yang pertama kaii mengajukan pelayanan harus lebih dahulu dilayani/diselesaikan apabila persyaratan lengkap (melak sanakan asas

  

First in First Out / FIFO). Kepastian dan kurun waktu penyelesaian

  pelayanan publik harus diinformasikan secara jelas dan diletak kan di depan loket pelayanan, ditulis dengan huruf cetak dan dapat dibaca dalam jarak pandang mini mum 3 (tiga) meter atau disesuaikan dengan kondisi ruangan.

6. Pejabat/petugas yang berwenang dan bertanggung jawab memberikan pelayanan harus ditetapkan secara formal berdasarkan SK.

  Pejabat/petugas yang berwenang dan bertanggung jawab memberikan pelayanan dan atau menye lesaikan keluhan/persoalan/sengketa, diwajibkan memakai tanda pengenal dan papan nama di meja/tempat kerja petugas. Pejabat/petugas tersebut harus ditetapkan secara formal berdasarkan Surat Keputusan/Surat Penugas an dari pejabat yang berwenang. Pejabat/petugas yang memberikan pelayanan dan menyelesaikan keluhan harus dapat menciptakan citra positif ter hadap penerima pelayanan dengan memperhatikan sebagai berikut : a.

  Aspek psikologi dan komunikasi, serta perilaku melayani.

  b.

  Kemampuan melaksanakan empati terhadap penerima pelayanan, dan dapat mengubah keluhan penerima pelayanan menjadi senyuman.

  c.

  Menyelaraskan cara penyampaian layanan melalui nada, tekanan dan kecepatan suara, sikap tubuh, mimik, dan pandangan mata.

  d.

  Mengenal siapa dan apa yang menjadi kebutuhan penerima pelayanan.

  e.

  Berada di tempat yang ditentukan pada waktu dan jam pelayanan.

  7. Lokasi pelayanan harus jelas. Tempat dan lokasi pelayanan diusahakan harus tetap dan tidak berpindah-pindah, mudah dijangkau oleh pemohon pelayanan, dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang cukup memadai termasuk penyediaan sarana telekomunikasi dan informatika (telematika). Untuk memudahkan masyarakat dalam memperoleh pelayanan, dapat membentuk Unit Pelayanan Terpadu atau pos-pos pelayanan di Kantor Kelurahan/ Desa/Kecamatan serta di tempat-tempat strategis lainnya.

  8. Janji pelayanan harus tertulis secara jelas. Akta atau janji pelayanan merupakan komitmen tertulis unit kerja pelayanan instansi pemerintah dalam menyediakan pelayanan kepada masyarakat. Janji pelayanan tertulis secara jelas, singkat dan mudah dimengerti, menyangkut hanya hal-hal yang esensial dan informasi yang akurat, termasuk di dalamnya mengenai standart kualitas pelayanan. Dapat pula dibuat "Motto Pelayanan", dengan penyusunan kata-kata yang dapat memberikan semangat, baik kepada pemberi maupun penerima pelayanan. Akta/janji, motto pelayanan tersebut harus diinfor masikan dan ditulis dengan huruf cetak dan dapat dibaca dalam jarak pandang minimum 3 (tiga) meter atau disesuaikan dengan kondisi ruangan.

  9. Standar pelayanan publik harus realistis dan dipublikasikan pada masyarakat. Setiap unit pelayanan instansi pemerintah wajib menyusun Standar Pelayanan masing-masing sesuai dengan tugas dan kewenangannya, dan dipublikasikan kepada masyarakat sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Standar pelayanan merupakan ukuran kualitas kinerja yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima pelayanan. Standar pelayanan yang ditetapkan hendaknya realistis, karena merupakan jaminan bahwa janji/komitmen yang dibuat dapat dipenuhi, jelas dan mudah dimengerti oleh para pemberi dan penerima pelayanan.

  10. Informasi Pelayanan harus dipublikasikan dan disosialisasikan pada masyarakat melalui media. Untuk memenuhi kebutuhan informasi pelayanan kepada masyarakat, setiap unit pelayanan instansi pemerintah wajib mempublikasikan mengenai prosedur, persyaratan, biaya, waktu, standar, akta/ janji, motto pelayanan, lokasi serta pejabat/petugas yang berwenang dan bertanggung jawab sebagaimana telah diuraikan di atas.

  Publikasi dan atau sosialisasi tersebut di atas melalui antara lain, media cetak (brosur, leaflet, booklet), media elektronik (Website, Home Page,

  Situs Internet, Radio, TV), media gambar dan atau penyuluhan secara langsung kepada masyarakat

1.5.4 Pelayanan Publik

1.5.4.1 Pengertian Pelayanan Publik

  Pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara ekstrim dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan

  

  dengan kehidupan manusia , Pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Selanjutnya Sampara berpendapat, pelayanan adalah sutu kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan orang lain atau

   mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan .

  Sementara itu, istilah publik berasal dari Bahasa Inggris public yang berarti umum, masyarakat, negara. Kata publik sebenarnya sudah diterima menjadi Bahasa Indonesia Baku menjadi Publik yang berarti umum, orang banyak, ramai. kebersamaan berpikir, perasaan, harapan, sikap atau tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang merasa memiliki. Oleh karena itu pelayanan public diartikan sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Lebih lanjut dikatakan pelayanan publik dapat diartikan, 23 pemberi layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang 24 Sinambela. Op. cit. hal 3 Lukman,Sampara. Manajemen Kualitas Pelayanan. Jakarta, STIA LAN Press, 2006 mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan

  

Departemen Dalam Negeri menyebutkan bahwa; “Pelayanan Publik adalah Pelayanan Umum”, dan mendefinisikan “Pelayanan Umum adalah suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal tercipta kepuasan dan keberhasilan. Setiap pelayanan menghasilkan produk, baik berupa barang dan jasa”.

  Dalam Undang Undang No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan

26 Publik menyebutkan Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian

  kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang - undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

  Dari beberapa pengertian pelayanan dan pelayanan publik yang diuraikan tersebut, dalam konteks pemerintah daerah, pelayanan publik dapat disimpulkan sebagai pemberian layanan atau melayani keperluan orang atau masyarakat dan/atau organisasi lain yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu, sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang ditentukan dan ditujukan untuk memberikan kepuasan kepada penerima pelayanan. 25

1.5.4.2 Kualitas Pelayanan Publik

  26 www.kemendagri.go.id www.kemenpan.go.id

  Pelayanan publik yang berkualitas bukan hanya mengacu pada pelayanan itu semata, juga menekankan pada proses penyelenggaraan atau pendistribusian pelayanan itu sendiri hingga ke tangan masyarakat sebagai konsumer. Aspek-aspek kecepatan, ketepatan, kemudahan, dan keadilan menjadi alat untuk mengukur pelayanan publik yang berkualitas. Hal ini berarti, pemerintah melalui aparat dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat harus memperhatikan aspek kecepatan, ketepatan, kemudahan, dan keadilan.

  Kualitas pelayan berhubungan erat dengan pelayanan yang sistematis dan komprehensif yang dikenal sebagai konsep pelayan prima. Kualitas pelayanan publik merupakan mutu atau kualitas pelayan birokrat terhadap masyarakat yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan

   pelanggan/masyarakat .

  Standar pelayanan adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan

   terukur .

  Berdasarkan beberapa defenisi tentang kualitas pelayan public diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kualitas pelayanan publik adalah seluruh karateristik pelayanan yang diberikan oleh pemberi layanan (pegawai) kepada penerima layanan (publik) dalam suatu organisasi dengan 27 menutamakan rasa puas bagi si penerima layanan/masyarakat. 28 Sinambela. Loc. Cit. hal 6-8 Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2009 .Pasal 7

  Lima dimensi yang dapat digunakan untuk mengevaluasi mutu

  

  pelayanan yaitu: 1.

  Tangibles, atau bukti fisik yaitu kemampuan suatu Instansi dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa, yang meliputi fasilitas fisik (gedung, ruang tunggu, dan lain sebagainya), perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi), serta penampilan pegawainya.

  2. Reliability, atau kehandalan yaitu kemampuan perusahaan/instansi untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama, untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.

  3. Responsiveness, atau ketanggapan yaitu suatu kemampuan untuk membantu dan memberi pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negative dalam pelayanan.

  4. Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Terdiri 29 dari beberapa komponen antara lain komunikasi (communication), Bediono. Pelayanan Prima Perpajakan. Jakarta, Rineka Cipta, 2003, hal. 114. kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence), dan sopan santun (courtesy).

  5. Emphaty, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan/instansi diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.

1.5.4.3 Peran Pemerintah dalam Pelayanan Publik

  Peran pemerintah atau dengan kata lainnya birokrasi memiliki peranan, kedudukan, dan fungsi yang sangat signifikan dalam penyelenggaraan pemerintahan, yang tidak dapat digantikan fungsinya oleh lembaga-lembaga lainnya. Birokrasi ini tidak hanya menyangkut kepada birokrat tetapi akan sangat terkait dengan organisasi dan manajemen pengelolaan pemerintahan, pembangunan dan publik.

  Dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa, prioritas pembangunan bidang penyelenggaraan negara diarahkan pada upaya peningkatan kinerja birokrasi agar birokrasi mampu menciptakan kondisi yang kondusif bagi terpenuhinya kebutuhan masyarakat, meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, dan menekan tingkat penyalahgunaan kewenangan dilingkungan aparatur pemerintahan. Suatu layanan publik harus dapat memenuhi harapan

   30 publik . www. itjendepdagri.go.id diakses pada tanggal 30 Juni 2010

  Kebijakan untuk mewujudkan birokrasi yang “Netral” dalam penyelenggaraan administrasi dan pemerintahan negara, ternyata dalam praktiknya banyak menghadapi rintangan. Padahal ditengah rintangan itu, masyarakat sangat merindukan pelayanan publik yang baik, dalam arti proporsional dengan kepentingan, yaitu birokrasi yang berorientasi kepada penciptaan keseimbangan antara kekuasaan yang dimiliki dengan tanggung jawab yang mesti diberikan kepada masyarakat yang dilayani. Terlebih jika diingat bahwa pegawai negeri sebagai aparat birokrasi, sebagai aparatur negara dan abdi negara, juga merupakan abdi masyarakat. Sehingga kepada kepentingan masyarakatlah aparat birokrasi harus mengabdikan diri. Aparat birokrasi memang sangat diharapakan memiliki jiwa pengabdian dan pelayanan kepada masyarakat. Prinsip pemerintah yang memberikan pelayanan kepada publik harus benar-benar dilaksanakan bukanlah citra

   yang menjadi dilayani oleh masyarakat .

  Suatu pemerintahan akan berjalan dengan baik apabila dikontrol oleh kekuatan-kekuatan politik atau organisasi massa. Namun, bila kekuatan-kekuatan politik dan organisasi massa tersebut kurang mampu menjalankan fungsi-fungsi artikulasi dan agregasi kepentingan masyarakat, apalagi tidak ditunjang dengan adanya proses pengambilan keputusan dan pengontrolan pelaksanaan keputusan yang baik, maka hal ini bisa mengakibatkan kekuasaan birokrasi menjadi semakin besar. Bila kekuasaan birokrasi lebih besar, akan memungkinkan aparat birokrasi dapat dengan leluasa mengendalikan lingkungan luar birokrasi, sehingga dapat

  31

diakses pada tanggal 4 Desember pukul 16.30 mengkokohkan kedudukannya dalam tatanan organisasi pemerintahan negara. Penyalahgunaan kekuasaan tersebut dapat mengakibatkan pemerintah gagal untuk memberikan pelayanan kepada masyarkat, dan gagal merealisasikan program-program yang telah diputuskan. Keadaan demikian cepat atau lambat akan memungkinkan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh aparat birokrasi.

  Dalam situasi demikian, maka aparat birokrasi mengakibatkan menyusutnya rasa tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan, inilah yang menjadi pangkal tolak kurang sigapnya aparat birokrasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

  Kejadian-kejadian tersebut lebih disebabkan karena paradigma pemerintahan yang masih belum mengalami perubahan mendasar.

  Paradigma lama tersebut ditandai dengan perilaku aparatur negara dilingkungan birokrasi yang masih menempatkan dirinya untuk dilayani bukannya untuk melayani. Padahal pemerintah seharusnya melayani bukan dilayani. Seharusnya, dalam era demokratisasi dan desentralisasi saat ini, seluruh perangkat birokrasi, perlu menyadari bahwa pelayanan berarti pula semangat pengabdian yang mengutamakan efisiensi dan keberhasilan bangsa dalam membangun.

1.6 Defenisi Konsep

  

Konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan

  secara abstrak kejadian, kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian

  

  ilmu sosial . Tujuannya adalah untuk memudahkan pemahaman dan menghindari terjadinya interprestasi ganda dari variabel yang diteliti. Untuk mendapatkan batasan yang jelas dari masing-masing konsep yang diteliti, maka penulis mengemukakan defenisi konsep yaitu:

  1. Akuntabilitas dalam pelayanan publik adalah penyelenggaraan pelayanan yang harus dapat dipertanggungjawabkan, baik kepada publik maupun kepada atasan/pimpinan unit pelayanan instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

Dokumen yang terkait

Penerapan Akuntabilitas dan Transparansi dalam Pelayanan Publik (Studi Pelayanan Pembuatan Surat Izin Mengemudi di Kantor Satuan Lalu Lintas Polresta Medan)

17 148 127

Penerapan Prinsip-prinsip Good Governance dalam Pelayanan Publik (Studi Pelayanan Publik di Kantor Camat Medan Perjuangan ).

10 91 81

Penerapan Akuntabilitas dan Transpransi dalam Pelayanan Publik (Studi Pelayanan Pembuatan Kartu Keluarga di Kantor Camat Medan Selayang Kota Medan)

1 48 90

Penerapan Prinsip-Prinsip Good Governance Dalam Pelayanan Publik (Studi Pelayanan Publik Di Kantor Camat Medan Baru)

1 34 72

Akuntabilitas dan Transparansi dalam Pelayanan Publik (Studi Kasus Pelayanan KTP dan KK di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan Medan)

9 104 106

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Penerapan Akuntabilitas dan Transparansi dalam Pelayanan Publik (Studi Pelayanan Pembuatan Surat Izin Mengemudi di Kantor Satuan Lalu Lintas Polresta Medan)

0 3 43

Penerapan Akuntabilitas dan Transparansi dalam Pelayanan Publik (Studi Pelayanan Pembuatan Surat Izin Mengemudi di Kantor Satuan Lalu Lintas Polresta Medan)

0 0 13

BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Bentuk Penelitian - Penerapan Prinsip-prinsip Good Governance dalam Pelayanan Publik (Studi Pelayanan Publik di Kantor Camat Medan Perjuangan ).

0 0 9

BAB I PENDAHULUAN 1.1 - Penerapan Prinsip-prinsip Good Governance dalam Pelayanan Publik (Studi Pelayanan Publik di Kantor Camat Medan Perjuangan ).

0 0 26

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang - Penerapan Transparansi dan Akuntabilitas dalam Pelayanan Perizinan di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Gunungsitoli

0 0 29