RRI Dalam Transisi Persaingan Udara
RRI Dalam Transisi Persaingan Udara
RADIO Republik Indonesia (RRl) mungkin sangat tidak asing ditelinga kita. Nainun sejauh mana
pendengar radio di Indonesia mengenal program-program siaran RRl?, masih menjadi sebuah tanda
tanya besar. RRl mungkin menjadi legenc!a perkembangan industri siaran radio di Indonesia. Mengutif
sejarah perkembangan RRl menunjukkan bahwa RRl telah mengambil peran dalam sejarah
perkembangan bangsa. Secararesmi RRl didirikan padatanggal 11 September 1945, oleh para tokoh yang
sebelumnya aktirmengoperasikan beberapa stasiun radio Jepang di 6 kota. Dalam perkembanganya
ditahun 2002, RRl menjadi Lembaga Penyiaran Publik Milik Bangsa. Dengan disahkannya UndangUndang N o m o r 32 tahun 2002 ten tang Penyiaran. Sesuai Pasal 14 Undang Undang Nomer 32 tahun
2002 menegaskan bahwa RRl adalah Lembaga Penyiaran P ub l ik yang bersitat independen, netral dan
tidak komersil. Selain itu RRl juga mernpunyai fungsi melayani kebutuhan masyarakat.
Perkembangan industri penyiaran di Indonesia berkembang pesat, baik secara teknologi hingga
pengembangan program siaran.
Perkembangan teknologi telah membawa Industri radio di Indonesia
term as uk RRl hams memasuki era digitalisasi. Begitu juga dalam pengembangan program, RRl k i n i
dituntut mampu inenghadirkan program-program yang inovatif sehingga menarik bagi pendengar. R R l
mungkin telah banyak melakukan perubahan, seperti yang ttrtulis dalam www.rri-online.com. RRl kini
memiliki 52 stasiun penyiaran dan stasiun penyiaran kluisus yang ditujukan ke Luar Negeri,
"Suara Indonesia". Kccuali di Jakarta. R R l di daerah hampir seluruhnya menyelenggarakan siaran
dalam 3 program yaitu Programa Daerah yang melayani segmen masyarakat yang In as sampai
pedesaan, Programa Kota (Pro I I ) yang melayani masyarakat di perkotaan dan Programa 111 (Pro I I I )
yang menyajikan Berita dan Informasi (News Chanel) kepada masyarakat luas. Di Stasiun Cabang
Utama Jakarta terdapat 6 programa yaitu Programa I untuk pendengar di Propinsi OKI Jakarta LJsia
Dewasa, Programa II untuk segment pendengar remaja dan pemucla di Jakarta, Programa I I I khusus
berita dan informasi. Programa IV kebudayaan, Programa V u n l u k saluran pendidikan dan Programa
VI Musik Klasik dan Bahasa Asing. Sedangkan "Suara
Indonesia"
(Voice
of Indonesia)
menyelenggarakan siarannya sendiri.
• Daya Pancar Dalam Klaim
"Sekali di udara tetap di udara" dan "menjangkau masyarakat luas hingga ke pedesaan". itulah
rangkaian kata yang sering terdengar ketika kita mendengarkan siaran R R l . Apakah benar RRf mampu
menjangkau seluruh nusantara? Buktinya di beberapa daerah di Bali saja siaran R R l belum dapat
ditangkap radio penerima. Daerah Timur Gunung Agung di Karangasem contohnya. Ada apa
sebenarnya dengan daya pancar R Rl ? Belum lagi RRl m e m i l i k i beberapa programa siaran dan
harnpir daya pancar keseluruhan programa sama, Jika kondisi ini tidak segera diperbaiki,
bagaimana RRl mampu bersaing dengan lembaga radio swasta (komersial) lainnya.
Perkembangan industri radio di Indonesia khususnya Bali telah berkembang dengan pesat.'Cukup
banyak radio komersial dan komunitas yang berkembang dengan kekuatan daya pancar cukup kuat.
Beberapa radio komersial di Bali diantaranya memiliki kekuatan daya pancar berkisar antara 8-10
Killowatt. RR1 kini harus bersaing dengan radio-radio tersebut, sedangkan daya pancar RRI
maksimal 5 Kilowatt, Keterbatasan daya pancar tidak hanya akan membuat RRI kalah bersaing,
tetapi juga target untuk menyebarluaskan informasi hingga tingkat pedesaan tidak akan tercapai.
Kondisi ini juga akan membuat semakin terbatas pendengar RRI akibat kemampuan daya pancar
yang terbatas.
Pada dasarnya daya pancar menjadi salah satu faktor pendukung utama dalam siaran sebuah
radio (lembaga penyiaran). Semakin baik daya pancar maka semakin bagus transmisi siaran yang
diterima oleh pendengar. Penurunan daya pancar akan membuat RRI semakin kehilangan pendengar.
Semboyan menjangkau hingga kepedesaan hanya akan tetap menjadi semboyan saja, bahkan terdapat
kekhavvatiran siaran RRI menjadi remang-remang hilang.
Kedepan harus ada kebijakan baru dalam inembangun kekuatan daya pancar RRI. Manajemen
RRI harus segera mengambil langkah maju untuk mampu bersaing di udara, jangan sanipai nialah
tersisih. Mengingat RRI sebagai lembaga penyiaran publik memiliki tugas penting dan harus menjadi
contoh bag! radio-radio komersial. Kekuatan daya pancar pada dasarnya menjadi salah satu factor
pendukung bagi RRI dalam mempengaruhi pendengarnya. Reposisi RRI sebagai lembaga penyiaran
publik pada dasarnya merupakan momentum bagi RRI untuk memperbaiki jasa layanan atau produk
layanan pada pendengar.
• Kualitas Audio Siaran
Dampak sosial dari penyiaran hingga kini belum dapat terukur dengan penuh. Namun baik secara
langsung dan lidak langsung dampak sosial penyiaran cukup terasa. Tentunya semakin baik
kualitas pesan yang diterima akan semakin baik pesan tersebut diterima. Kualitas dalam dunia
penyiaran yang dimaksud adalah kualitas audio. Secara lebih spesifik kualitas audio yang sering
menjadi masalah adalah kualitas rekaman dari hasil wawancara reporter di lapangan. Hal ini sangat
penting menjadi perhatian mengingat RRI cukup sering rnenyiarkan hasil rekaman wawancara,
Begitu juga dengan kualitas insert atau sisipan suara narasumber pada berita-berita yang
disiarkan RRI. Kualitas audio ini menjadi begitu penting karena radio merupakan media yang
mengandalkan kekuatan suara. Apalagi selama i n i RRI cukup identik dengan radio berita clan
informasi.
Secara teori radio merupakan media yang memainkan daya imajinasi pendengarny a melalui
kekuatan suara yang diterima pendengar. Khusus untuk insert pada berita-berita RR I cukup buruk. Jika
dicermati rata-rata insert yang disiarkan kondisinya mendengung, noise tinggi, suara nara sumber tidak
jelas dan volumenya terkadang terlalu kecil. Insert yang disiarkan dalam sebuah berita terkadang
bukan member! kekuatan atau mendukung inti berita, namun j u s t r u menjadi sebaliknya. Mungkin
ini merupakan masalah teknis perekaman atau tergantung kembali pada alat perekam yang digunakan.
J i k a diamati dilapangan reporter RRI khususnya di Bali secara rata-rata masih menggunakan tape
recorde. Kondisi diperparah dengan penggunaan satu kaset yang berulang-ulang. Selain itu saat
perekaman tidak menggunakan microphon tambahan (mic luar) dan hanya mengandalkan microphon
pada tape recorder.
Apabila kita kcmbalikan pada teori radio, dimana kekuatan radio adalah pada kekuatan audio atau
suara. Jadi pendengar harus dimanjakan dengan kualilas audio yang baik, karena tidak ada alat
bantu lain bagi pendengar untuk meyakinkan apa yang didengar melalui radio. Berbeda dengan televisi
di inana pemirsannya diyakinkan dengan gambar-gambar yang ditayangkan. A u d i o atau insert tidak
lagi dapat dipandang remeh pada industri radio, sebab a u d i o yang menjadi detak jantung dan napas
penyiaran radio. Pada era digitalisasi saat ini, sudah saalnya RRI menggunakan recorder digital guna
peningkalan kualitas audio yang akan disiarkan. Paradigm a penyiaran di RRI kini harus mulai diubah,
bukan hanya menjangkau hingga kepelosok desa. tetapi bagaimana memanjakan pendengar dengan
kualitas audio yang berkualhas. Beberapa lembaga penyiaran internasional seperti VOA, BBC,
DWdan Suara Australia selalu rnemperhatikan dan inengkoreksi setiap hasil rekaman yang akan
disiarkan. Begitu juga terhadap kualitas insert yang lebih him rah disebut 0-ton dan Soundbite. Seperti
salah satunya Suara Jerman (DW) yang membuat software tersendiri bagi standar kualitas audio mereka,
sehingga kualitas audio yang akan disiarkan secara rata-rata memiliki standar kualitas yang sama.
• Program Siaran
Mencermati program siaran radio ibarat pajangan produk atau barang dalam svvalayan, semakin baik
kemasan maka seinakin teilarik konsumen. Konsumen atau dalam hal in i pendengar tentunya akan
menentukan dan mencari manfaat yang didapatkan dalam sebuah program siaran radio. Segmentasi
menjadi kata kunci bagi lembaga penyiaran dalam merancang sebuah program radio, baik dilihat dari segi
umur maupun cakupan wilayah hingga hobi. Penentuan segmentasi tentunya terlebih dahulu diawali
dengan melakukan riset untu k lebih mengetahui program acara apa yang sebenarnya diminati pendengar
secara umum. Tentunya setiap pendengar m e m i l i k i keinginan tersendiri dan kuncinya adalah bagaimana
mengkolaborasi dari berbagai keinginan dan minat menjadi sebuah program yang menarik.
Beberapa pegawai RRI Denpasar mengakui bahwa program acara yang ada di RRI ibarat sebuah
swalayan. Jadi program apapun dan untuk umur berapapun juga ada. Kemudian akan menjadi sebuah
pertanyaan benarkah ini? Jika program acara di RRI mampu mewakili sebagian besar kalangan mengapa
RRI masih kalah bersaing dengan radio komersial dalam hal program acara?. Pertanyaan selanjutnya
adalah apakah program yang ada belum terkelola dengan baik atau bahkan program-program tersebut
tidak berbedajauh dengan program radio pada umumnya. Buktinya lebih ban yak pendengar yang
tertarik pada program siaran radio-radio swasta/komersial. Memang cukup banyak pertannyaan yang
muncul. Kondisi seperti i n i l a h yang harus dievaluasi melalui sebuah riset. Sebagai sebuah lembaga
penyiaran publik RRI d i t u n t u t untuk mampu membaca kebutuhan publik yang kemudian
memformulasikan kedalam formal siaran. Hal penting yang perlu dicatat adalah RRI sebagai lembaga
penyiaran publik harus tetap berorientasi pada kepentingan pub li k, sebab RRI tidak akan mampu eksis
tanpa dukungan publik.
Guna mengembangkan program siaran, RRI sebagai lembaga siaran publik tentunya berpedoman pada
kepentingan publik. Disisi lain dalam merancang program siaran R R I tentunya harus juga
memperhatikan manfaat program siaran tersebut pada vviiayah sekitarnya atau wilayah siaran. Khusus
un tuk R R I yang berada di daerah tentunya faktor kelokalan/kedekatan program harus diperhatikan.
Memang menjadi sebuah tantangan yang menarik bagi RRI untuk mengkolaborasikan kebutuhan publik
yang luas, namun juga menarik bagi pendengar ditingkat lokal. Sekali lagi, momentum penetapan RRI
sebagai lembaga penyiaran publik harus dijadikan titik awal perubahan dan evaluasi bagi programprogram siaran RRI. Jangan sampai program-program siaran R R I tidak diketahui oleh masyarakat,
atau jangan sampai publik tak mengetahui frekuensi siaran Pro 1, Pro 2, Pro 3 dan Pro 4.
• Station ID dan Jingle
Station id ibarat menjad i sebuah tanda pengenal bagi radio, dimana bentuknya meinang menyerupai
spot iklan. Semakin kreatif sebuah station id maka akan semakin menarik bagi pendengar. Memang tidak
jarang juga sebuah station id dari suatu radio dalam suatu periode waktu diubah untuk member! nuansa
barn bagi penggemarnya. Selain itu tidak jarangjuga sebuah radio m e m i l i k i beberapa bentuk station
idyangberbeda-beda. Station id pada perkembanganya tidak saja diputar pada saat radio mulai mengudara
ataupun memulai program siaran baru, tetapi pada petlengahan siaran station id juga t idak jarang juga
di pular dalam bentuk jingle. Jingle ini juga bentuknya beragam ada yang bit yang ccpat. sedang dan
lamban, dimana jingle seperti i n i biasanya digunakan untuk menjadi pengingat perubahan bit lagu
yang akan diputar.
Bagaimana dengan station id dan jingle RRI? Secara umum selama i n i station id dan jingle R R I cukup
berumur. Kondisi ini terkadang membuat nuansa kejenuhan, walaupun lerkadang station id dan jingle
tersebut mengingatkan pada kisah-kisah perjuangan tahun I945-an. Dalam perkembanganya, dengan
identitas R R I yang baru sebagai lembaga penyiaran publik seharusnya juga terdapal nuansa baru m elalu i
pembuatan station id ataupun jingle baru. Contohnya untuk mewakili kalangan muda yang enerjik perlu
jingle dengan bit musik yang cu k u p cepat dan memacu semangat. Satu 3ml yang penting diperhatikan
adalah jingle RRI harus memastikan bahwa RRI dalam posisi yang baru dan mewakili kepentingan
publik.
• Standar Format Berita
Reran RRI sebagai cikal-bakal munculnya pemberitaan pada media radio memang tidak dapat
dipungkiri. RRI telah menjadi salah satu lembaga peletak dasar jurnalistik radio yang berkembang
sejak zaman kemerdekaan. Seiring dengan perjalanan waktu format berita radio terus berkembang. Tiap
media radio memiliki standar format berita untuk menunjukkan ciri khas masing-masing radio. RRI
sendiri m e m i l i k i ciri khas yang cukup khusus. Namun apakah format tersebut tetap dijalankan dan
mas in relevan ditengah perkembangan junialistik radio di tanah air?
Jika dicermati format berita yang ada saat ini cuku p rancu. Perhatikan dari segi panjang berita, tiap
laporan memiliki panjang berita yang berbeda. Begitu juga dalam penggunaan insert (petikan
narasumber) juga berbeda-bedatiap laporan. Kondisi yang lebih rancu lagi adalah ketika memperhatikan
jenis berita, dimana antara berita langsung dan berita dalam bentuk mini feature sulit dibedakan.
Belajar dari radio berita yang ada di Indonesia seperti salah satunya Kantor Berita Radio (KBR)
68H terlihat mempunyai standar format berita yang cukup jelas. Cermati panjang laporan reporter
lapangannya yang rata-rata panjangnya satu menit tiga p u l u h detik untuk berita pendek atau berita
langsung. Berita pendek tersebut menggunakan insert dengan panjang rata-rata 20-30 detik. Beralih
pada format berita m i n i feature yang rata-rata memiliki panjang 2-3 menit dimana dalam satu laporan
mini feature menggunakan sekitar 3-5 insert. Pada radio internasional seperti DW, BBC dan VOA ratarata format laporan reporternya berbentuk min i feature dengan panjang laporan antara 2-3 menit. Begitu
juga da lain penggunaan insert, rata-rata menggunakan 2-3 insert, tiap insert memiliki panjang 20-30
detik.
Perlu waktu panjang untuk melakukan perubahan apalagi perubahan tersebut kearah yang lebih baik.
Begitu juga yang terjadi di RRI yang kini telah berada dalam posisi baru sebagai lembaga penyiaran
publik. Harapan yang baru dan lebih baik tentunya sangat ditunggu-tunggu pen den gar RRI, terutama
yang berada di daerah peiosok desa. Sebagai lembaga penyiaran p u b l i k tentunya RRI
memikul(tanggungjawab yang lebih berat kedepan. Saatnya bag! masyarakat u n t u k meniberikan masukan
baik dalam bentuk kritik dan saran bagi peningkatan' kualitas siaran RRI. Sudah saatnya RRI bangkit untuk
mampu bersaing di udara dalam masa reposisi R R I sebagai lembaga penyiaran publik.
Terbit dalam :
Suara Jur nal FORERRI Denpasar\ 1\2009
Hal 14-21
RADIO Republik Indonesia (RRl) mungkin sangat tidak asing ditelinga kita. Nainun sejauh mana
pendengar radio di Indonesia mengenal program-program siaran RRl?, masih menjadi sebuah tanda
tanya besar. RRl mungkin menjadi legenc!a perkembangan industri siaran radio di Indonesia. Mengutif
sejarah perkembangan RRl menunjukkan bahwa RRl telah mengambil peran dalam sejarah
perkembangan bangsa. Secararesmi RRl didirikan padatanggal 11 September 1945, oleh para tokoh yang
sebelumnya aktirmengoperasikan beberapa stasiun radio Jepang di 6 kota. Dalam perkembanganya
ditahun 2002, RRl menjadi Lembaga Penyiaran Publik Milik Bangsa. Dengan disahkannya UndangUndang N o m o r 32 tahun 2002 ten tang Penyiaran. Sesuai Pasal 14 Undang Undang Nomer 32 tahun
2002 menegaskan bahwa RRl adalah Lembaga Penyiaran P ub l ik yang bersitat independen, netral dan
tidak komersil. Selain itu RRl juga mernpunyai fungsi melayani kebutuhan masyarakat.
Perkembangan industri penyiaran di Indonesia berkembang pesat, baik secara teknologi hingga
pengembangan program siaran.
Perkembangan teknologi telah membawa Industri radio di Indonesia
term as uk RRl hams memasuki era digitalisasi. Begitu juga dalam pengembangan program, RRl k i n i
dituntut mampu inenghadirkan program-program yang inovatif sehingga menarik bagi pendengar. R R l
mungkin telah banyak melakukan perubahan, seperti yang ttrtulis dalam www.rri-online.com. RRl kini
memiliki 52 stasiun penyiaran dan stasiun penyiaran kluisus yang ditujukan ke Luar Negeri,
"Suara Indonesia". Kccuali di Jakarta. R R l di daerah hampir seluruhnya menyelenggarakan siaran
dalam 3 program yaitu Programa Daerah yang melayani segmen masyarakat yang In as sampai
pedesaan, Programa Kota (Pro I I ) yang melayani masyarakat di perkotaan dan Programa 111 (Pro I I I )
yang menyajikan Berita dan Informasi (News Chanel) kepada masyarakat luas. Di Stasiun Cabang
Utama Jakarta terdapat 6 programa yaitu Programa I untuk pendengar di Propinsi OKI Jakarta LJsia
Dewasa, Programa II untuk segment pendengar remaja dan pemucla di Jakarta, Programa I I I khusus
berita dan informasi. Programa IV kebudayaan, Programa V u n l u k saluran pendidikan dan Programa
VI Musik Klasik dan Bahasa Asing. Sedangkan "Suara
Indonesia"
(Voice
of Indonesia)
menyelenggarakan siarannya sendiri.
• Daya Pancar Dalam Klaim
"Sekali di udara tetap di udara" dan "menjangkau masyarakat luas hingga ke pedesaan". itulah
rangkaian kata yang sering terdengar ketika kita mendengarkan siaran R R l . Apakah benar RRf mampu
menjangkau seluruh nusantara? Buktinya di beberapa daerah di Bali saja siaran R R l belum dapat
ditangkap radio penerima. Daerah Timur Gunung Agung di Karangasem contohnya. Ada apa
sebenarnya dengan daya pancar R Rl ? Belum lagi RRl m e m i l i k i beberapa programa siaran dan
harnpir daya pancar keseluruhan programa sama, Jika kondisi ini tidak segera diperbaiki,
bagaimana RRl mampu bersaing dengan lembaga radio swasta (komersial) lainnya.
Perkembangan industri radio di Indonesia khususnya Bali telah berkembang dengan pesat.'Cukup
banyak radio komersial dan komunitas yang berkembang dengan kekuatan daya pancar cukup kuat.
Beberapa radio komersial di Bali diantaranya memiliki kekuatan daya pancar berkisar antara 8-10
Killowatt. RR1 kini harus bersaing dengan radio-radio tersebut, sedangkan daya pancar RRI
maksimal 5 Kilowatt, Keterbatasan daya pancar tidak hanya akan membuat RRI kalah bersaing,
tetapi juga target untuk menyebarluaskan informasi hingga tingkat pedesaan tidak akan tercapai.
Kondisi ini juga akan membuat semakin terbatas pendengar RRI akibat kemampuan daya pancar
yang terbatas.
Pada dasarnya daya pancar menjadi salah satu faktor pendukung utama dalam siaran sebuah
radio (lembaga penyiaran). Semakin baik daya pancar maka semakin bagus transmisi siaran yang
diterima oleh pendengar. Penurunan daya pancar akan membuat RRI semakin kehilangan pendengar.
Semboyan menjangkau hingga kepedesaan hanya akan tetap menjadi semboyan saja, bahkan terdapat
kekhavvatiran siaran RRI menjadi remang-remang hilang.
Kedepan harus ada kebijakan baru dalam inembangun kekuatan daya pancar RRI. Manajemen
RRI harus segera mengambil langkah maju untuk mampu bersaing di udara, jangan sanipai nialah
tersisih. Mengingat RRI sebagai lembaga penyiaran publik memiliki tugas penting dan harus menjadi
contoh bag! radio-radio komersial. Kekuatan daya pancar pada dasarnya menjadi salah satu factor
pendukung bagi RRI dalam mempengaruhi pendengarnya. Reposisi RRI sebagai lembaga penyiaran
publik pada dasarnya merupakan momentum bagi RRI untuk memperbaiki jasa layanan atau produk
layanan pada pendengar.
• Kualitas Audio Siaran
Dampak sosial dari penyiaran hingga kini belum dapat terukur dengan penuh. Namun baik secara
langsung dan lidak langsung dampak sosial penyiaran cukup terasa. Tentunya semakin baik
kualitas pesan yang diterima akan semakin baik pesan tersebut diterima. Kualitas dalam dunia
penyiaran yang dimaksud adalah kualitas audio. Secara lebih spesifik kualitas audio yang sering
menjadi masalah adalah kualitas rekaman dari hasil wawancara reporter di lapangan. Hal ini sangat
penting menjadi perhatian mengingat RRI cukup sering rnenyiarkan hasil rekaman wawancara,
Begitu juga dengan kualitas insert atau sisipan suara narasumber pada berita-berita yang
disiarkan RRI. Kualitas audio ini menjadi begitu penting karena radio merupakan media yang
mengandalkan kekuatan suara. Apalagi selama i n i RRI cukup identik dengan radio berita clan
informasi.
Secara teori radio merupakan media yang memainkan daya imajinasi pendengarny a melalui
kekuatan suara yang diterima pendengar. Khusus untuk insert pada berita-berita RR I cukup buruk. Jika
dicermati rata-rata insert yang disiarkan kondisinya mendengung, noise tinggi, suara nara sumber tidak
jelas dan volumenya terkadang terlalu kecil. Insert yang disiarkan dalam sebuah berita terkadang
bukan member! kekuatan atau mendukung inti berita, namun j u s t r u menjadi sebaliknya. Mungkin
ini merupakan masalah teknis perekaman atau tergantung kembali pada alat perekam yang digunakan.
J i k a diamati dilapangan reporter RRI khususnya di Bali secara rata-rata masih menggunakan tape
recorde. Kondisi diperparah dengan penggunaan satu kaset yang berulang-ulang. Selain itu saat
perekaman tidak menggunakan microphon tambahan (mic luar) dan hanya mengandalkan microphon
pada tape recorder.
Apabila kita kcmbalikan pada teori radio, dimana kekuatan radio adalah pada kekuatan audio atau
suara. Jadi pendengar harus dimanjakan dengan kualilas audio yang baik, karena tidak ada alat
bantu lain bagi pendengar untuk meyakinkan apa yang didengar melalui radio. Berbeda dengan televisi
di inana pemirsannya diyakinkan dengan gambar-gambar yang ditayangkan. A u d i o atau insert tidak
lagi dapat dipandang remeh pada industri radio, sebab a u d i o yang menjadi detak jantung dan napas
penyiaran radio. Pada era digitalisasi saat ini, sudah saalnya RRI menggunakan recorder digital guna
peningkalan kualitas audio yang akan disiarkan. Paradigm a penyiaran di RRI kini harus mulai diubah,
bukan hanya menjangkau hingga kepelosok desa. tetapi bagaimana memanjakan pendengar dengan
kualitas audio yang berkualhas. Beberapa lembaga penyiaran internasional seperti VOA, BBC,
DWdan Suara Australia selalu rnemperhatikan dan inengkoreksi setiap hasil rekaman yang akan
disiarkan. Begitu juga terhadap kualitas insert yang lebih him rah disebut 0-ton dan Soundbite. Seperti
salah satunya Suara Jerman (DW) yang membuat software tersendiri bagi standar kualitas audio mereka,
sehingga kualitas audio yang akan disiarkan secara rata-rata memiliki standar kualitas yang sama.
• Program Siaran
Mencermati program siaran radio ibarat pajangan produk atau barang dalam svvalayan, semakin baik
kemasan maka seinakin teilarik konsumen. Konsumen atau dalam hal in i pendengar tentunya akan
menentukan dan mencari manfaat yang didapatkan dalam sebuah program siaran radio. Segmentasi
menjadi kata kunci bagi lembaga penyiaran dalam merancang sebuah program radio, baik dilihat dari segi
umur maupun cakupan wilayah hingga hobi. Penentuan segmentasi tentunya terlebih dahulu diawali
dengan melakukan riset untu k lebih mengetahui program acara apa yang sebenarnya diminati pendengar
secara umum. Tentunya setiap pendengar m e m i l i k i keinginan tersendiri dan kuncinya adalah bagaimana
mengkolaborasi dari berbagai keinginan dan minat menjadi sebuah program yang menarik.
Beberapa pegawai RRI Denpasar mengakui bahwa program acara yang ada di RRI ibarat sebuah
swalayan. Jadi program apapun dan untuk umur berapapun juga ada. Kemudian akan menjadi sebuah
pertanyaan benarkah ini? Jika program acara di RRI mampu mewakili sebagian besar kalangan mengapa
RRI masih kalah bersaing dengan radio komersial dalam hal program acara?. Pertanyaan selanjutnya
adalah apakah program yang ada belum terkelola dengan baik atau bahkan program-program tersebut
tidak berbedajauh dengan program radio pada umumnya. Buktinya lebih ban yak pendengar yang
tertarik pada program siaran radio-radio swasta/komersial. Memang cukup banyak pertannyaan yang
muncul. Kondisi seperti i n i l a h yang harus dievaluasi melalui sebuah riset. Sebagai sebuah lembaga
penyiaran publik RRI d i t u n t u t untuk mampu membaca kebutuhan publik yang kemudian
memformulasikan kedalam formal siaran. Hal penting yang perlu dicatat adalah RRI sebagai lembaga
penyiaran publik harus tetap berorientasi pada kepentingan pub li k, sebab RRI tidak akan mampu eksis
tanpa dukungan publik.
Guna mengembangkan program siaran, RRI sebagai lembaga siaran publik tentunya berpedoman pada
kepentingan publik. Disisi lain dalam merancang program siaran R R I tentunya harus juga
memperhatikan manfaat program siaran tersebut pada vviiayah sekitarnya atau wilayah siaran. Khusus
un tuk R R I yang berada di daerah tentunya faktor kelokalan/kedekatan program harus diperhatikan.
Memang menjadi sebuah tantangan yang menarik bagi RRI untuk mengkolaborasikan kebutuhan publik
yang luas, namun juga menarik bagi pendengar ditingkat lokal. Sekali lagi, momentum penetapan RRI
sebagai lembaga penyiaran publik harus dijadikan titik awal perubahan dan evaluasi bagi programprogram siaran RRI. Jangan sampai program-program siaran R R I tidak diketahui oleh masyarakat,
atau jangan sampai publik tak mengetahui frekuensi siaran Pro 1, Pro 2, Pro 3 dan Pro 4.
• Station ID dan Jingle
Station id ibarat menjad i sebuah tanda pengenal bagi radio, dimana bentuknya meinang menyerupai
spot iklan. Semakin kreatif sebuah station id maka akan semakin menarik bagi pendengar. Memang tidak
jarang juga sebuah station id dari suatu radio dalam suatu periode waktu diubah untuk member! nuansa
barn bagi penggemarnya. Selain itu tidak jarangjuga sebuah radio m e m i l i k i beberapa bentuk station
idyangberbeda-beda. Station id pada perkembanganya tidak saja diputar pada saat radio mulai mengudara
ataupun memulai program siaran baru, tetapi pada petlengahan siaran station id juga t idak jarang juga
di pular dalam bentuk jingle. Jingle ini juga bentuknya beragam ada yang bit yang ccpat. sedang dan
lamban, dimana jingle seperti i n i biasanya digunakan untuk menjadi pengingat perubahan bit lagu
yang akan diputar.
Bagaimana dengan station id dan jingle RRI? Secara umum selama i n i station id dan jingle R R I cukup
berumur. Kondisi ini terkadang membuat nuansa kejenuhan, walaupun lerkadang station id dan jingle
tersebut mengingatkan pada kisah-kisah perjuangan tahun I945-an. Dalam perkembanganya, dengan
identitas R R I yang baru sebagai lembaga penyiaran publik seharusnya juga terdapal nuansa baru m elalu i
pembuatan station id ataupun jingle baru. Contohnya untuk mewakili kalangan muda yang enerjik perlu
jingle dengan bit musik yang cu k u p cepat dan memacu semangat. Satu 3ml yang penting diperhatikan
adalah jingle RRI harus memastikan bahwa RRI dalam posisi yang baru dan mewakili kepentingan
publik.
• Standar Format Berita
Reran RRI sebagai cikal-bakal munculnya pemberitaan pada media radio memang tidak dapat
dipungkiri. RRI telah menjadi salah satu lembaga peletak dasar jurnalistik radio yang berkembang
sejak zaman kemerdekaan. Seiring dengan perjalanan waktu format berita radio terus berkembang. Tiap
media radio memiliki standar format berita untuk menunjukkan ciri khas masing-masing radio. RRI
sendiri m e m i l i k i ciri khas yang cukup khusus. Namun apakah format tersebut tetap dijalankan dan
mas in relevan ditengah perkembangan junialistik radio di tanah air?
Jika dicermati format berita yang ada saat ini cuku p rancu. Perhatikan dari segi panjang berita, tiap
laporan memiliki panjang berita yang berbeda. Begitu juga dalam penggunaan insert (petikan
narasumber) juga berbeda-bedatiap laporan. Kondisi yang lebih rancu lagi adalah ketika memperhatikan
jenis berita, dimana antara berita langsung dan berita dalam bentuk mini feature sulit dibedakan.
Belajar dari radio berita yang ada di Indonesia seperti salah satunya Kantor Berita Radio (KBR)
68H terlihat mempunyai standar format berita yang cukup jelas. Cermati panjang laporan reporter
lapangannya yang rata-rata panjangnya satu menit tiga p u l u h detik untuk berita pendek atau berita
langsung. Berita pendek tersebut menggunakan insert dengan panjang rata-rata 20-30 detik. Beralih
pada format berita m i n i feature yang rata-rata memiliki panjang 2-3 menit dimana dalam satu laporan
mini feature menggunakan sekitar 3-5 insert. Pada radio internasional seperti DW, BBC dan VOA ratarata format laporan reporternya berbentuk min i feature dengan panjang laporan antara 2-3 menit. Begitu
juga da lain penggunaan insert, rata-rata menggunakan 2-3 insert, tiap insert memiliki panjang 20-30
detik.
Perlu waktu panjang untuk melakukan perubahan apalagi perubahan tersebut kearah yang lebih baik.
Begitu juga yang terjadi di RRI yang kini telah berada dalam posisi baru sebagai lembaga penyiaran
publik. Harapan yang baru dan lebih baik tentunya sangat ditunggu-tunggu pen den gar RRI, terutama
yang berada di daerah peiosok desa. Sebagai lembaga penyiaran p u b l i k tentunya RRI
memikul(tanggungjawab yang lebih berat kedepan. Saatnya bag! masyarakat u n t u k meniberikan masukan
baik dalam bentuk kritik dan saran bagi peningkatan' kualitas siaran RRI. Sudah saatnya RRI bangkit untuk
mampu bersaing di udara dalam masa reposisi R R I sebagai lembaga penyiaran publik.
Terbit dalam :
Suara Jur nal FORERRI Denpasar\ 1\2009
Hal 14-21