implementasi wakalah dalam lembaga keuan

TUGAS INDIVIDU
IMPLEMENTASI WAKALAH DALAM LKS
Makalah ini disusun guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : FiqhMu’amalah
Dosen Pengampu : Imam Mustofa, S.H.I., M.SI.

Disusunoleh:
Ruri dian lestari

(1502100305)

Kelas: A

PROGRAM STUDI S1-PERBANKAN SYARIAH
JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI JURAI SIWO METRO
STAIN JURAI SIWO METRO
2016

IMPLEMENTASI WAKALAH DALAM ELEMBAGA KEUANGAN SYARIAH


A. PENDAHULUAN

Makalah ini membahas tentang implementasi wakalah dalam lembaga keuangan
syariah, kajian tentang wakalah penting untuk disajikan pada kelas perbankan
syariah, karena di dalam suatu instansi akan diperlukan wakalah, sebab wakalah itu
sendiri berarti perwakilan, setiap manusia pasti di bebani oleh berbagai hak dan
kewajiban. Seorang dapat memiliki tanggug jawab untuk menunaikan kewajibannya
itu secara langsung. Demikian pula dengan hal ini semakin terasa manfaatnya,
terutama dalam lapangan meuamalat yang menuntut akan setiap pemilik hak atau
setiap pemikul tanggung jawab.
Kajian dalam makalah ini berdasarkan kajian dalam buku dan jurnal yang
berkaitan langsung dnegan masalah wakalah.
Pembahasan dalam makalah ini dimulai dari implementasi wakalah dalam
lembaga keuangan dan diteruskan dengan berakhirnya wakalah.
B. IMPLEMENTASI WAKALAH DALAM LKS

Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa
kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti
pembukuan L/C, inkaso, transfer uang, penitipan, anjak piutang, wali amanat,
investasi resakdaa syariah, pembiayaan rekening Koran syariah, asuransi syariah.

Bank dan nasabah yang dicantumkan dalam akad pemberian kuasa harus cakap
hukum.1
Wakalah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu wakalah disertao upah atau
imbalan, dan wakalah tanpa imbalan. Kedua jeis wakalah di perbolehkan, namim
dalam wakalah jeis pertama berlaku ketentuan ijarah. Artinya, penerima wewenang
pelimpahan berkewajiban mengerjakan pekerjaan yang dilimpahkan sampai selesai.
Hal ini pernah dilakukan oleh Rasulullah saw ketika beliau mengutus karyawannya
untuk

1

mengambil

shadaqah

serta

memperlakukannya

layaknya


karyawan.

Pasal 8 huruf e,f,h,j dan I syarat keputusan direksi BI no. 32/34/kep/dr tentang bank umum
berdasarkan prinsip syariah, dalam jurnal ekonomi dan hukum islam vol.3 no.3, 2013 (94-116), h.106

Sedangkan dalam wakalah jenis kedua berlaku hukum kebiasaan. Artinya, imbalan
kalau ada, disesuaikan dengan adat kebiasaan dan tidak diberlakukan akad ijarah.2
Dalam wakalah terkandung nilai al-mu’awanat (pertolongan) dan al-musyarakat
(kerjasama). Pihak pertama yang sebenarnya memiliki kemampuan untuk
mengerjakan sesuatu oleh dirinya sendiri tetapi karena sebab tertentu ia tidak
sempat mengerjakannyam dan oleh karenanya ia mendelegasikan pihak lain untuk
mengerjakan pekerjaan itu dengan atau tanpa imbalan. Disini terjadi proses saling
membantu dan kerjasama antar pihak yang terkait, yaitu saling memenuhi hajat
hidup mereka. Ini adalah nilai kemanusiaan yang dapat mengangkat harkat dan
martabat manusia, dan secara ekonomi merupakan sarana untuk meningkatkan
taraf hidup. Orang yang menerima pelimpahan wewenang dapat berdiri sejajar
dengan pemberi wewenang karena ia bertindak untuk dan atas nama pemberi
wewenang. Dalam akad al-wakalat bi al-ujrat, penerima pelimpahan wewenang
memperoleh


imbalan,

sedangkan

pemberi

wewenang

terbantu

sebagian

pekerjaannya. Inilah salah satu cirri khas dan keistimewaan hukum islam, yaitu
kemanusiaan yang mendapatkan manusia sebagai subjek dan objek hukum. Dasar
hukum wakalah diantaranya ialah QS.al-kahfi (18) : 19, QS. Yusuf (12) : 55, dan
riwayat Abu dawud dan al-Tirmidzi dari hakim bin Hizam.3
Dalam konteks perbankan syariah, dasar hukum wakalah adalah UU No. 10
tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan, pasal 1
ayat (13) tentang prinsip syariah; UU No. beberapa Peraturan Bnak Indonesia (PBI)

yang juga sebagai dasar hukum akad berdasarkan prinsip syariah yang telah
disebuut terdahulu. Menurut UU, wakalah adalah akad pemberian kuasa kepada
penerima kuasa untuk melaksanakan suatu tugas atas nama pemberi kuasa.4
Wakalah dalam praktik LKS biasanya terkait dnegan akad lain yang dilakukan
oleh nasabah. Misalnya dalam akad pembiayaan murabahah, pihak LKS mewakilkan
kepada nasabah untuk mencari barang yang akan dibeli dengan pembiayaan
tersebut. Begitu juga dalam akad salam, istisna’, ijarah dan akad lainnya yang
menuntut adanya perwakilan pihak LKS oleh nasabah.
Selain praktik wakalah diatas, di Lembaga Keuangan Syariah umumnya ada
jenis produk yang menggunakan akad wakalah. Jenis-jenis produk pelayanan jasa
Wah ah al juhai i, se agai a a dikutip oleh ata g a d. Haki , fi ih pe a ka sya iah , ( a du g
: refika aditama, 2011), 273
3
Hadis nabi, ibid,.
4
Penjelasan UU No.21 tahun 2008, Pasal 19 ayat (1) huruf o
2

yang menggunakan akad wakalah antara lain L/C (leter of credit), transfer, kliring,
RTGS, inkaso dan pembiayaan gaji.5


Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada
bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan
L/C(Letter Of Credit Import Syariah & Letter Of Credit Eksport Syariah),Inkaso dan
Transfer uang, Penitipan, Anjak Piutang (Factoring), Wali Amanat, Investasi
Reksadana Syariah, Pembiayaan Rekening Koran Syariah, Asuransi Syariah. Bank
dan nasabah yang dicantumkan dalam akad pemberian kuasa harus cakap hukum.
Dalam pelaksanaannya di perbankan syariah akad Wakalah memiliki berbagai bentuk
dalam pelayanan jasa perbankan yang dapat berbentuk sebagai berikut:6

1. Kiriman uang (transfer)
Pelayanan jasa kiriman uang merupakan bentuk pelayanan jasa yang
diberikan oleh bank atas permintaan nasabah untuk mengirimkan sejumlah uang
tertentu.
Dilihat dari nominalnya, kiriman yang dibedakan menjadi dua jenis:
a. Kiriman uang dengan nominal kecil, transfer dengan nominal yang
nilainya kurang dari Rp.100.000.000,-. Transfer ini dapat dilakukan
melalui lembaga kliring setempat dan atau melalui RTGS (Real Time
Gross Sattlement) yaitu transfer dengan sistem elektronik.
b. Kiriman uang dengan nominal besar. Transfer dengan jumlah nominal

Rp.100.000.000,- dan atau lebih, maka pelaksanaan transfer harus
melalui RTGS. RTGS merupakan kegiatan pengiriman uang melalui
sistem elektronik yang telah disiapkan oleh Bank Indonesia. Transfer
sejumblah besar tidak boleh dilakukan melalui lembaga kliring setempat.7
Contoh akad wakalah dalam transfer uang
Wesel Pos / Western Union
Dalam transfer wesel pos / Western Union, uang tunai diberikan
secara langsung dari Al-Muwakkil kepada Al-Wakil, dan Al-Wakil memberikan

As a ya, akad da p oduk a k sya iah, se agai a a dikutip oleh i a
ko te po e , Jaka ta : ajag afi do pe sada,
6, h. 214
5

6

ustofa, fi ih

ua alah


Indah Nuhyatia, Penerapan Dan Aplikasi Akad Wakalah Pada Produk JasaBank
Syariah dalam Economic: Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam, Vol. 3, No. 2., 2013, H.105106
7

Ismail, perbankan syariah, sebagaimana dikutip oleh imam mustofa, ibid,.

uangnya secara langsung kepada nasabah yang dituju. Berikut adalah
skema transfer uang dengan Wesel Pos / Western union.

Transfer uang melalui suatu bank
Pada transfer melalui bank, Al-Muwakkil memberikan uangnya secara tunai
atau memberi kuasa untuk mendebet rekeningnya kepada bank yang merupakan AlWakil, selanjutnya bank tidak menyerahkan uang tunai tersebut secara langsung
kepada penerima uang, tapi bank mengirimkan uang tersebut dengan mengkredit
rekening penerima. Berikut adalah skema trasfer uang melalui bank.

Transfer melalui ATM
Kemudian ada juga proses transfer uang dimana pendelegasian untuk
mengirimkan uang, tidak secara langsung uangnya diberikan dari Al-Muwakkil
kepada bank sebagai Al-Wakil. Dalam skema ini, Nasabah Al-Muwakkil meminta
bank untuk mendebet rekening tabungannya, dan kemudian meminta bank

untuk menambahkan di rekening nasabah yang dituju sebesar pengurangan
pada rekeningnya sendiri. Yang sangat sering terjadi saat ini adalah proses yang
ketiga ini, dimana nasabah bisa melakukan transfer sendiri melalui mesin ATM.
Berikut adalah proses pentransferan uang untuk skema ini:8

2. Kliring
Kliring adalah pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar
peseta klirig baik atas nama peserta maupu atas nama nasabah peserta yang

8

Terdapat Pada laman /Wakalah_Kafalah_Hawalah.pdf, di unduh 09 desember 2016

perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.

9

kliring merupakan jasa

perbankan yang diberikan dalam rangka penagihan waekat antar bank yang

berasal dari wilayag kliring yang sama. Warkat yang dapat dilakukan dalam
transaksi kliring anatara lain : cek, bilyet, giro dan surat berharga lainnya.
Biasanya proses kliring memakan waktu satu hari pada umumnya.10 Warkat
merupakan alat pembayaran non tuai yang diperhitugkan atas beban nasabah
dan atau untuk keuntungan rekening atas bank.
3. Inkaso
Inkaso adalah pemberian kuasa pada bank oleh perusahaan atau
perorangan untuk menagihkan, atau memintakan persetujuan pembayaran
(ekseptasi) atau menyerahkan begitu saja kepada pihak yang bersangkutan
(tertarik) di tempat lain (dalam atau luar negeri) atas surat-surat berharga, dalam
rupiah atau valuta asing seperti wesel, cek, kuitansi, surat aksep (promissory
notes), dan lain-lain.11 Inkaso merupakan jasa penagihan yang diberikan oleh
bank terhadap warkat kliring dan atau surat berharga yang diterbitkan oleh bank
yang berada di luar wilayah kliring. Warkat yang di inkasokan sama halya
dengan warkat kliring antara lain: cek, bilyet giro, dan warkat lainnya yang
dipersamakan dengan itu. Kegiatan ini memakan waktu lima hari kerja.

12

bentuk


wakalah dalam inkaso adalah adanya pemberian otoritas oleh pihak tertentu
kepada pihak bak untuk melakukan penagihan. Artinya bank mewakili pihak yang
memberikan perwakilan kepadanya.
4. Intercity clearing
Merupakan sarana penagihan antar warkat maupu surat berharga yang
diterbitkan oleh bak yang berasal dari luar wilayah kliring, itercity clearing
merupakan pengembangan dari mekanisme inkaso dalam hal penyelesaian
transaksi antar kota yang lebih efesien. Itercity clearing bertujuan untuk
meingkatkan efesiensi dalam penyelesaian transaksi cek atau bilyet giro antar
kota. Dengan demikian, cek atau bilyet giro yang di terbitkan oleh suatu antar
bank dapat di kliringkan di wilayah kliring maupu spanjag cek atau bilyet giro
tersebut masih di terbitkan oleh bank yang sudah terdaftar sebagai anggota
9

Bank Indonesia, sistem kliring nasional bank Indonesia, sebagaimana dikutip oleh imam mustofa,
ibid,. 215
10
Ismail, ibid,.
11
Tim penyusun perbakan Indonesia, ibid,.
12
ibid

intercity clearing dan selama terdapat kantor cabang dari bank penerbit yang
menjadi peserta kliring.13
5. Letter of credit
Letter of credit dapat di definisikan sebagai jaminan bersyarat yang diberikan
oleh bank yang menerbitkan L/C (issuing bank atau opening bank) untuk
membayar wesel yang ditarik oleh berficiary sepanjang memenuhi persyaratan
yang ditetapkan dalam L/C dan mengacu pada UCP 600. Letter of credit adalah
jasa bank yang diberikan kepada masyarakat unyk memperlancar pelayanan
arus barang, baik arus barang dalam negeri (ekspor-impor). Letter of credit juga
merupakan dengan documentary credit.14
Bentuk perwakilan dalam LC digunakan oleh nasabah untuk proses
pengimporan barang melalui bank. Dalam hal ini bank diminta nasabah untuk
meyimpan daa pembelian dalam bentuk deposit untuk kemudian bank sebagai
wakil medatangkan asset sesuai dengan kriteria yang di kehendaki nasabah.
Untuk ini bak berhak meminta fee. Bentuk wakalah dalam model operasional
seperti ini adalah asabah mewakilkan kepada bank untuk bertindak atas nama
nasabah dalam penyimpanan dana dan mendatangkan barang yang dipesan
nasabah.
Contoh Akad Wakalah bil Ujrah (letter of credit ekspor)
a. Importir harus memiliki dana pada bank sebesar harga pembayaran
barang yang diimpor.
b. Importir dan Bank melakukan akad Wakalah bil Ujrah untuk pengurusan
dokumen-dokumen transaksi impor
c. Besar ujrah harus disepakati diawal dan dinyatakan dalam bentuk
nominal, bukan dalam bentuk prosentase.

13
14

Ibid,.
Bank indoesia, ibid,.216

Contoh Akad Wakalah bil Ujrah(letter of credit impor)
a. Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor.
b. Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit L/C (issuing
bank), selanjutnya dibayarkan kepada eksportir setelah dikurangi ujrah.
c. Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal,
bukan dalam prosentase.

6. Payment
Merupakan pelayanan jasa yang diberikan oleh bank dalam melaksanakan
pembayaran untuk kepentingan nasabah. Bank akan mendapat fee atas
pelayanan jasa yang diberikan. Beberapa pelayanan jasanya adalah:
a. Pembayaran telepon
b. Pembayaran rekening listrik
c. Pembayaran pajak dan lain sebagainya15
7. Investasi Reksadana Syariah
Akad untuk transaksi Investasi Reksadana Syariah ini menggunakan akad
Wakalah dan Mudharabah. Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah
Nasional Nomor: 20/DSN-MUI/IV/2001. Akad Wakalah ini memiliki definisi
dimana pemilik modal memberikan kuasa kepada manajer investasi agar
memiliki kewenangan untuk menginvestasikan dana dari pemilik modal.

15

Ibid,.217

8. Pembiayaan Rekening Koran Syariah
Akad untuk transaksi pembiayaan rekening koran syariah ini menggunakan
akad Wakalah. Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor:
30/DSN/VI/2002. Akad Wakalah ini memiliki definisi dimana bank memberikan
kuasa kepada nasabah untuk melakukan transaksi yang diperlukan.

9. Asuransi Syariah
Akad untuk Asuransi syariah ini menggunakan akad Wakalah bil Ujrah. Hal
ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 52/DSN-MUI/III/2006.
Akad Wakalah bil Ujrah ini memiliki definisi dimana pemegang polis memberikan
kuasa kepada pihak asuransi untuk menyimpannya dan menginvestasikan premi
yang dibatyarkan ke dalam tabungan maupun ke dalam produk investasi seperti
sukuk, saham dan reksadana syariah.
Dalam skema ini, pihak asuransi berperan sebagai Al-Wakil dan pemegang
polis sebagai Al-Muwakil.16

16

Terdapat Pada laman /Wakalah_Kafalah_Hawalah.pdf, di unduh 09 desember 2016, Ibid,

Bank syariah dapat memberikan jasa wakalah, yaitu sebagai wakil dari nasabah
sebagai pemberi kuasa (muwakil) untuk melakukan sesuatu (taukil).
Dalam hal ini, bak akan mendapatkan upah atau biaya administrasi atas jasa
tersebut. Sebagai contoh, bank dapat menjadi wakil untuk melakukan pembayaran
tagihan listrik atau telepon kepada perusahaan listrik atau telepon. Contoh lai adalah
bank mewakili sekolag atau universitas sebagai penerima biaya SPP dari para
pelajar untuk biaya studi.17

MEWAKILKAN UNTUK BERJUAL BELI

Seseorang mewakilkan orang lain untuk menjual sesuatu tanpa adanya
ikatan harga tertentu, pembayarannya tunai (kontan) atau berangsur, di kampong
atau di kota maka wakil yang mewakili tidak boleh menjualnya dengan seenaknya
saja. Dia harus menhual sesuai dengan harga pada umumnya dewasa itu sehingga
dapat dihindari ghubun (kecurangan), kecuali bila penjualan tersebut di ridhai oleh
yang mewakilkan.
Penegertian mewakilkan secara mutlak bukan berarti seorang wakil dapat
bertindak semena-mena, tetapi maknanya dia berbuat untuk melakukan jual beli
yang dikenal di kalangan para pedagang dan untuk hal yang lebih berguna bagi
yang mewakilkan.
Abu hanafiah berpendapat bahwa wakil tersebut boleh menjual sebagaimana
kehendak wakil itu sendiri. Kontan atau angsur seimbang dengan harga kebiasaan
maupun tidakm baik kemungkinan adanya kecurangan maupun tidak, baik dengan

17

Ge ala dewi, dikutip oleh

a da i, fi ih eko o i sya iah . Jaka ta: ke a a,

, h.

6

uang Negara yang bersangkutan maupun dengan uang Negara lai, inilah pengertian
mutlak menurut Imam Abu Hanafiah.
Jika perwakilan bersifat terikat, wakil berkewajiban mengikuti apa saja yang
telah di tentukan oleh orang yang mewakilkan, ia tidak boleh menyalahinya, kecuali
kepada yang lebih buat orang yang mewakilkan. Bila dalam persyaratan ditentukan
bahwa benda itu harus dijual dengan harga Rp. 10.000,- kemudian dijual dengan
harga yang lebih tinggi, misalnya Rp. 12.000,- atau dalam akad ditentukan bahwa
barang itu boleh dijual dengan angsuran, kemudian barang tersebut dijual secara
tunai, maka penjualan ini sah menurut padangan Abu Hanafiah.
Bila yang mewakili menyalahi aturan-aturan yang telah disepakati ketika
akad, penyimpangan tersebut dapat merugikan pihak yang mewakilkan, maka
tindakan tersebut bathil meurut pandangan Mazhab Syafi’i. menurut hanafi tindakan
itu terhantung pada kerelaan orang yang mewakilkan. Jika yang mewakilkan
membilehkannya, maka menjadi sah, bila tidak meridhainya maka menjadi batal.
Imam Malik berpendapat bahwa wakil mempunyai hak membeli benda-beda
yang diwakilkan kepadanya, umpanya tuan Amir boleh membeli kerbau tersebut
meskipun dia telah menjadi wakil dari penjual. Sementara itu, menurut Abu
Hanafiah, al-Syafi’I dan Ahmad dalam salah satu riwayatnya yang paling jelas, wakil
itu tidak boleh menjadi pembeli sebab menjadi tabi’at manusia. Bahwa wakil tersebut
ingin membeli sesuatu untuk kepentingannya dengan harga yang lebih murah,
sedangkan tujuan orang yang memberikan kuasa (mewakilkan) bersungguh untuk
mendapat tambahan.18

18

Sabiq, sebagaimana dikutip oleh hendi suhendi, fiqih muamalah, Jakarta: rajagrafindo persada,
2010, h. 236-237

AKHIR AL-WAKALAH

Akad al-wakalah akan berakhir bila ada hal-hal sebagai berikut:
1. Matinya salah seorang diri yang berakad karena salah satu syarat sah akad
adalah orag yang berakad masih hidup.
2. Bila salah seseorang berakad itu gila, karena syarat sah akad salah satunya
orang yang berakad mempunyai akal
3. Dihentikannya pekerjaan yang dimaksud, karena jika telah berhenti dalam
keadaan seperti ini al-wakalah tidak berfungsi lagi
4. Pemutusan oleh orag yang mewakilkan terhadap wakil meskipun wakil belum
mengetahui (pendapat syafi’I dan hambali). Menurut Mazhab hanafi wakil
wajib mengetahui putusan yang mewakilkan. Sebelum ia mengetahui hal itu,
tindakannya itu tak ubah seperti sebelum diputuskan untuk segala hukumya.
5. Wakil memutuskan sediri, menurut mazhab hanafi tidak perlu orang yang
mewakilkan mengetahui pemutusan dirinya atau tidak perlu kehadirannya
agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.19
6. Penerima kuasa mengundurkan diri dengan sepengetahuan pemberi kuasa
7. Gugurnya hak pemilikan atas barang bagi pemberi kuasa20
8. Berwakalah bisa juga terjadi pada jual beli, dan hal ini termasuk yang selalu
terjadi. Yang menjadi pertanyaan ialah bagaimana ketentuanya kalau
sekiranya seseorang mewakilkan dirinya sebagai si penjual kepada pihak lain
sedangkan pihak lai yang mewakili itu bertindak pula sebagai pembeli
sekaligus untuk dirinya? Sesuai dengan ketentuan bahwa wakalah itu
berlaku mutlak, maka hal semacam itu diperbolehkan dan di izinkan.
Kemutlakan yag dimaksud disini bukanlah berarti bahwa pihak yag menerima
kuasa boleh berbuat sesuka hatiya, tetapi ia tetap wajib berpedoman kepada
prinsi-prinsip kewajaran. Oleh sebab itu, pihak yag menerima kuasa, sebagai
penjual, boleh membelli sesuatu yang dikuasakan kepadanya sepanjang hal
itu tidak merugikan hak sipenjual atas benda yag dikuasakan dan
19
20

Ibid, 237
I dah uhyatia…,ibid,.105

dipercayakan kepadanya. Memang diakui bahwa jumhur ulama melarang
adanya jual beli yag demikian. Akan tetapi, larangan tersebut lebih
disebabkan oleh tindakan pembeli, yang sekaligus sebagai penjual, yang
bisa merugikan pihak yang member kuasa.
9. Untuk menutup uraian ini, perlu dikemukakan bahwa wakalh bukanlah akad
yang berlaku abadi tetapi bisa menjadi batal atau dibatalkan. Dalam hal ini,
ada beberapa hal yang menyebabkan wakalah itu menjadi batal dan
berakhir, yakni: pertama, bila salah satu pihak yang terkandung dalam akad
wakalah itu sudah selesai pelaksaaannya atau dihentikan maksud dari
pekerjaan tersebut. Ketiga, diputuskannya wakalah tersebut oleh salah satu
pihak yang berwakalah, baik pihak pemberi kuasa ataupun pihak yang
menerima kuasa, dan terakhir hilangnya kekuasaan atau hak pemberi kuasa
atas sesuatu objek yang dikuasakan.21

21

Helmi karim, fiqh muamalah, Jakarta: PT. rajagrafindo persada, 1997, h. 27

C. PENUTUP

Dengan demikian perlu dikemukakan bahwa wakalah bukanlah akad yang
berlaku abadi, tetapi bisa menjadi batal atau dibatalkan. Ada beberapa hal yang
menyebabkan wakalah itu menjadi batal dan berakhir, yakni: pertama, bila salah
satu pihak yang berakad wakalah itu wafat atau gila. Kedua, apabila maksud yang
terkandung dalam akad wakalah itu sudah selesai pelaksanaanya atau dihentikan
maksud dari pekerjaan tersebut. Ketiga, diputuskannya wakalah tersebut oleh salah
satu pihak yang berwakalah, baik pihak pemberi kuasa ataupun pihak yang
menerima kuasa, dan terakhir hilangnya kekuasaan atau hak pemberi kuasa atas
sesuatu objek yang dikuasakan.
Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan
kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu,
seperti pembukuan L/C (Letter Of Credit Import Syariah & Letter Of Credit Eksport
Syariah),Inkaso dan Transfer uang, Penitipan, Anjak Piutang (Factoring), Wali
Amanat, Investasi Reksadana Syariah,