Peranan Lembaga Asuransi Kredit Bagi Perbankan: Sebuah Tinjauan Hukum

Peranan Lembaga Asuransi Kredit
Bagi Perbankan: Sebuah Tinj auan
Hukum∗
by Zulkarnain Sitompul

Latar Belakang

K

alangan perbankan mendesak pemerint ah unt uk membent uk lembaga penj amin
kredit perbankan bagi para pengusaha berskala mikro. Alasannya selama ini
perbankan kesulit an unt uk mengucurkan kredit karena proposal usaha kecil
karena dinilai t idak cukup layak sehingga sulit dikabulkan. Bankir mengaku sangat
kesulit an dalam melakukan analisa kemampuan para pengusaha berskala mikro karena
sebagian besar dari mereka t idak menerapkan manaj emen usaha yang t ert ib. Kondisi
para pengusaha mikro semacam it u sangat menyulit kan perbankan dalam melakukan
analisa keuangan. Terut ama ket ika hendak mengabulkan pengaj uan kredit usaha. Oleh
karena it u, diharapkan agar pemerint ah mendirikan inf ra st rukt ur pendukung berupa
lembaga penj amin kredit guna memayungi keberadaan para pengusaha berskala mikro
yang j umlahnya sangat besar.
Meski alasan permint aan t ersebut rasional, namun Deput i Gubernur Senior Bank

Indonesia, Anwar Nasut ion, t egas menolak. Menurut Anwar, pengalaman masa lalu
menunj ukkan lembaga semacam it u malah kont raprodukt if . Dia menut urkan, pemerint ah
sudah memiliki PT. Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo). Askrindo berperan sebagai
pendamping dan penj amin pengusaha kecil dalam berhubungan dengan perbankan.
Tet api dalam prakt iknya berdirinya Askrindo j ust ru t idak menyelesaikan masalah.
Bahkan keberadaan dan ket erlibat an lembaga it u mencipt akan masalah baru. Para
debit or yang t idak mampu memenuhi kewaj ibannya, t anggung j awabnya j ust ru
dibebankan kepada Askrindo. Akibat nya lembaga ini harus banyak menanggung ut ang
dari bank. Padahal t uj uan ut ama dihadirkannya lembaga ini semula unt uk mendorong
pert umbuhan pengusaha kecil agar mereka mampu berhubungan dengan bank, namun
nyat anya usaha ini gagal. Belaj ar dari pengalaman it ulah maka perbankan t idak perlu
lagi melibat kan lembaga sej enis. Sebaliknya kat anya, perbankan harus meningkat kan
kemampuan SDM-nya sendiri dalam melakukan analisis. 1


1

Dimuat pada Jur nal Hukum Bi sni s, Volume 22 – Nomor 2 – Tahun 2003
Harian Republika, “ Pemerint ah Dimint a Bent uk Lembaga Penj amin Kredit ” , 6 Februari 2003, hal. 4.


1

Moral Hazard pada Sistem Perbankan
Kekhawat iran Deput y Gubernur Senior Bank Indonedia t ersebut , dikalangan
perbankan disebut dengan mor al hazar d yang secara gamblang diilust rasikan oleh Philip
K Howard sebagai berikut :
"Whenever a st r om washed away beach houses, . . . t he gover nment pay t he owner s t o bui l d t hem
agai n. Why, a t axpayer mi ght ask, shoul d gover nment pay f or t he f ol l i es of t hose who bui l d on sand and
t hen ar e sur pr i sed by nat ur e's ner ve?” 2

Masalah mor al hazar d ini muncul dari berbagai bent uk int ervensi pemerint ah,
khususnya pada sekt or keuangan dan prilaku pada kebij akan perindust rian. Ket erlibat an
polit ik pada sekt or keuangan merupakan sumber mor al hazar d yang t idak perlu
dipert anyakan lagi.
Dalam kasus Indonesia, masalah mor al hazar d semakin mengent al sej ak
liberalisasi perbankan pada Okt ober 1988 yang dikenal dengan Pakt o 1988. Pakt o 1988
merupakan kelanj ut an liberalisasi di sekt or perbankan yang dimulai sej ak 1 Juni 1983
yang dikenal dengan deregulasi perbankan. Deregulasi perbankan ini memberikan
kebebasan kepada bank-bank pemerint ah dalam menent ukan t ingkat bunga kredit ,
penghapusan pagu kredit dan pengurangan f asilit as kredit likuidit as. Sement ara it u,

st rukt ur perbankan didominasi oleh bank-bank milik pemerint ah. 3 Pada Desember 1996
misalnya t ot al asset bank persero t ersebut
sebesar
42% dari keseluruhan asset
perbankan. Dalam pada it u kredit yang disalurkan dan dana pihak ket iga yang dit erima
masing-masing sebesar 42% dan 36% dari seluruh bank. 4 Bank-bank milik swast a hampir
seluruhnya dimiliki at au merupakan bagian dari konglomerat besar yang bergerak di
bidang usaha non-bank sepert i propert i dan manuf akt ur Dengan kondisi perbankan yang
sedemikian it u maka t idak mengherankan apabila banyak t erj adi prakt ek-prakt ek
perbankan yang t idak sehat mulai dari kegiat an yang secara j elas melanggar ket ent uan
sampai kepada perbuat an yang melanggar et ika bisnis.
Kondisi perbankan yang demikian it u menyebabkan kondisi mikro perbankan
menj adi rent an t erhadap gej olak ekonomi. Fakt or kunci yang menyebabkan hal t ersebut ,
per t ama, lemahnya sist em pengawasan Bank Indonesia t erhadap operasi perbankan
nasional; kedua, banyak pemilik bank dan bankir lokal t idak memiliki int egrit as moral. 5
Dalam kont eks perbankan, risiko dan dampak dari mor al hazar d sangat berart i.
Mor al hazar d t erj adi ket ika pemegang saham dij amin at as pemberian kredit nya yang
buruk. Jaminan t ersebut muncul dalam bent uk dukungan pemerint ah baik secara t egas
maupun t idak t erhadap bank. yang mengkibat kan ancaman t erhadap kehat i-hat ian
pengurus dalam mengelola bank. Bent uk ket idak hat i-hat ian t ersebut dapat berupa

pemberian kredit kepada perusahaan yang sudah i nsol ven dengan dasar pemikiran
pemerint ah akan selalu ada membant u mereka. Hal-hal ini merupakan suat u f enomena
t ipikal dan t ragis. di Indonesia. 6 Adanya j aminan j uga menimbulkan t erj adinya

2

Al Gore, Common Sense Gover ment , Wor ks Bet t er and Cost Less, (New York: Random House, 1995), hal. xvii.

3

. Philippe F. Delhaise, Asi a i n Cr i si s The Impl osi on of t he Banki ng and Fi nance Si st em , [ Singapore: John
Wiley & Sons (Asia) Pt e Lt d, 1998] , hal. 123.
4

.

Sumber: Bank Indonesia, Laporan Tahunan 1996/ 1997.

5


. Sukamdani S. Git osardj ono, Per kembangan Duni a Usaha, Or gani sasi Bi sni s dan Ekonomi di Indonesi a 19502000, (Jakart a: PT. Tema Baru, 2000), hal. 250-251.
6

. Philippe F. Delhaise, Op. ci t , hal. 35.

2

pembiayaan invest asi yang t idak produkt if . Invest asi yang t idak produkt if t ersebut
menimbulkan kelemahan ( vul ner abi l i t i es) pada sekt or riel dan keuangan. 7
Adanya j aminan pada perbankan banyak dikrit ik berdasarkan alasan bahwa
j aminan t ersebut menimbulkan mor al hazar d . Howard Davies, mant an Deput y Gubernur
Bank of England, mengat akan bahwa:
“ If t he st at e guar ant ees t he exi st ence of i ndi vi dual banks, t hat can cr eat e i ncent i ves whi ch
encour age i r r esponsi bl e behavi or . The pr i ze f or t aki ng excessi ve r i sk may – i f t hi ngs go wel l – be
excess r et ur ns whi l e, i f t hi ngs t ur n out badl y, t he st at e st eps i n and pi cks up t he t ab. Thi s known
as a one-way bet . ” 8

Hampir dapat dipast ikan bahwa bank yang melakukan keput usan invest asi
secara t idak hat i-hat i akan lebih cepat hancur dibandingkan dengan bank yang membuat
keput usan invest asi secara sehat . Ket ika bank melakukan keput usan invest asi yang

buruk, maka kerugian t idak saj a diderit a oleh pihak yang melakukan invest asi di bank
t et api j uga perekonomian secara keseluruhan karena oppor t uni t y cost dari keput usan
invest asi yang buruk t ersebut . Set iap uang yang disalurkan oleh bank kepada peminj am
yang t idak hat i-hat i adalah uang yang dapat diinvest asikan pada t empat yang
bermanf aat bagi masyarakat . Bank sebagai perant ara keuangan memiliki pot ensi yang
berdampak ganda bagi penggunaan sumber daya yang ef isien.
Prakt ik perbankan yang t idak berhat i-hat i dapat dilihat misalnya
pada
perbuat an yang dilakukan oleh Komisaris dan Direkt ur PT. Bank Cit ra yang t elah
melakukan t indak pidana perbankan dengan melanggar ket ent uan Pasal 49 ayat (2)b
Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 t ent ang Perbankan, yait u "t idak melaksanakan langkahlangkah yang diperlukan unt uk memast ikan ket aat an bank t erhadap ket ent uan UndangUndang Perbankan dan ket ent uan perat uran perundang-undangan lainnya yang berlaku
bagi bank. "
Perbuat an yang dilakukan oleh komisaris dan direkt ur PT. Bank Cit ra dalam
kasus t ersebut adalah menarik dana milik PT. Bank Cit ra yang digunakan unt uk
kepent ingan perusahaan milik pribadi yang bersangkut an. Penarikan dana t ersebut
dilakukan melalui pembelian obligasi PT. Wat erf ront Sekurit as, pembelian Surat
Berharga Pasar Uang (SBPU) dari PT. Trisula Supra dan pembelian Not a Cert if ikat Deposit
dari Bank Cent ris. 9
Prakt ek yang sama umpamanya j uga dilakukan oleh
PT. Bank Dwipa

sebagaimana dapat dilihat dalam put usan Pengadilan Negeri Jakart a Pusat t anggal 7
Okt ober 1999. Adapun prakt ek yang dilakukan oleh PT. Bank Dwipa adalah t idak
mencat at dalam pembukuannya ( unr ecor ded ) deposit o nasabahnya at as nama PT. Asabri
(Pesero) dan DAPEN Perum ASABRI masing-masing sebesar Rp. 2 milyar dan Rp. 51
milyar. Perbuat an bank ini t elah dilaporkan oleh Bank Indonesia kepada Polri dengan
surat No. 31/ 1/ DIR/ UHS/ Rahasia t anggal 12 Sept ember 1997 karena merupakan salah

7
. Masahiro Kawai, et . al. , “ Crisis and Cont agion in East Asia: Nine Lessons, ” The World Bank, Washingt on DC,
Februari 27, 2001, hal. 3.
8
. H. Davies, “ Financial Regulat ion: Why, How and by Whom?” Bank of England Quart erly Bullet in, February
1997 dalam Ibi d , hal. 18-19.
9

. Melalui putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor: 001/ PID/ B/ 1998/ PN.JKT.Bar tanggal, 6 April 1998
menghukum Achmad Febby Fadillah pemilik 47,5% saham bank Citra, dan Chandra Wij aya masing-masing Komisaris dan Direktur PT.
Bank Citra keduanya pidana penj ara masing-masing selama 3 (tiga bulan) dan denda masing-masing sebesar Rp.40 j uta dari ancaman
maksimal pidana penj ara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp. 6.000.000.000,- (enam milyar rupiah).


3

sat u t indak pidana perbankan sebagaimana diat ur dalam Pasal 49 Undang-Undang
Perbankan. 10

Intervensi Pemerintah pada Industri Perbankan Apakah Diperlukan?
Fungsi int ermediasi perbankan berperan pent ing dalam mendorong kegiat an
ekonomi suat u negara t erut ama pada saat negara t ersebut mengalami proses pemulihan
dari krisis yang parah sepert i yang dialami Indonesia saat ini. Oleh karena it u, berbagai
upaya dan kebij akan perlu diambil dalam mengopt imalkan f ungsi int ermediasi perbankan
dimaksud baik dengan mencipt akan iklim usaha yang kondusif bagi pemberian kredit
oleh sekt or perbankan at au dengan menerapkan ket ent uan yang bersif at memaksa bank
meningkat kan pemberian kredit nya.
Cont oh negara yang melakukan kebij akan yang bersif at memaksa t ersebut adalah
Amerika Serikat . Unt uk meningkat kan peran int ermediasi sekt or perbankan pemerint ah
Amerika Serikat mewaj ibkan bank di suat u negara bagian unt uk menyalurkan kredit
kepada debit ur di negara bagian t ersebut , sebesar present asi t ert ent u dari j umlah dana
pihak ket iga. Ket ent uan ini diat ur dalam The Communi t y Rei nvest ment Act (CRA) yang
pert ama kali diberlakukan pada t ahun 1977 (12 USC 2901) dan kemudian direvisi pada
t ahun 1995.

CRA
bert uj uan
unt uk
mendorong
deposi t or y
i nst i t ut i on
membant u
mempert emukan kebut uhan kredit di wilayahnya t ermasuk daerah sekit ar yang
berpenghasilan rendah dan menengah dengan t et ap memperhat ikan prinsip operasional
perbankan yang aman dan sehat . Jenis pembiayaan yang diat ur dalam ket ent uan CRA
meliput i (i) pembiayaan komersial ( Commer ci al l oan) (ii) pembiayaan pembelian at au
perbaikan rumah ( home mor t gage l oan) dan (iii) pembiayaan unt uk usaha kecil dan
pert anian berskala kecil ( smal l busi ness and smal l f ar m l oan).
Ruang lingkup CRA meliput i perbankan nasional ( st at e member bank ), dan cabang
bank asing yang pendirian dan operasionalnya t unduk pada hukum negara bagian dimana
bank t ersebut berdiri. CRA t idak berlaku bagi bank yang t idak melakukan kegiat an
komersial t emasuk banker’ s banks (bank penj amin), at au bank yang dalam melakukan
operasionalnya bert indak sebagai bank koresponden, kliring agent s, dan bank yang hanya
menyediakan dana sesuai dengan kebut uhan (cash management cont rolled disbursemet
services) sert a perusahaan penj aminan.

Unt uk memant au pelaksanaan CRA seluruh perbankan dan asosiasi penyimpanan
kecuali inst it usi berskalan kecil ( smal l i nst i t ut i on) yait u bank at au lembaga simpan
pinj am yang memiliki asset lebih dari US$ 250 j ut a dan merupakan inst it usi yang berdiri
sendiri at au merupakan af iliasi dari perusahaan induk yang memiliki asset kurang dari
US$ 1 milyar, diwaj ibkan menyampaikan dat a dan laporan yang berkait an dengan
akt if it as pembiayaan, invest asi dan j asa pelayanan yang diberikan bank dalam
mendukung pembangunan wilayahnya. Dat a dan laporan ini unt uk selanj ut nya dievaluasi
oleh f ederal agency (Federal Reserve Bank, Federal Deposit Insurance Corporat ion, The
Of f ice of t he Compt roller of t he Currency dan The Of f ice of Thrif t Supervision), selaku

10
. Put usan Nomor: 76/ Pdt . G/ 1999/ PN.JKT.PST t anggal 7 Okt ober 1999 ant ara May. Jend. TNI. M. Thamrin et al
dengan Tim Likuidasi PT. Bank Dwipa (DL) (Tergugat I), Pemerint ah RI Cq. Ment eri Keuangan (Tergugat II) dan Gubernur Bank
Indonesia (Tergugat III).

4

lembaga yang bert anggung j awab t erhadap pengawasan bank sesuai dengan wilayah
kewenangan pengawasannya. Berdasarkan hasil evaluasi, f ederal agency memberikan
r at i ng penilaian t erhadap bank dalam 4 (empat ) kat egori yait u out st andi ng, sat i sf act or y,

needs t o i mpr ove dan subst ant i al noncompl i ance yang merupakan ref leksi dari dat a bank
dalam membant u mempert emukan kebut uhan kredit di wilayah kerj anya t ermasuk
wilayah sekit arnya yang berpenghasilan rendah dan menengah.
Hasil penilaian/ evaluasi t ersebut berpengaruh pada perf ormance bank, yait u
pada pemberian ij in pembukaan cabang baru bank at au perluasan bank melalui merger
dan akuisisi. Dalam hal ini, bank t idak diij inkan unt uk membuka cabang baru at au
melakukan merger dan akuisisi apabila evaluasi at as pelaksanaan ket ent uan CRA dinilai
j elek ( needs t o i mpr ove at au subst ant ial noncompl i ance).
Dalam mengimplement asikan CRA dibent uk suat u lembaga yang secara konsist en
memasyarakat kan at uran CRA yait u The Consumer Compliance Task Force of t he Federal
Financial Inst it ut ion Examinat ion Council (FFEIC). Lembaga ini bert ugas membant u
memf asilit asi lembaga penyimpanan dengan masyarakat yang membut uhkan pembiayaan
(debit ur) dengan cara menerbit kan secara periodic inf ormasi-inf ormasi berkenaan
dengan pert anyaan masyarakat t ent ang CRA, prosedur pelaksanaan dan memberikan
panduan keseragaman report ing dat a. 11

Asuransi Kredit Bagi Usaha Kecil
Pendekat an yang dilakukan Amerika Serikat t ersebut dapat dij adikan gagasan
unt uk membant u pengembangan usaha kecil di Indonesia dalam bent uk pemberian
asuransi kredit . Alasan dasar
yang dapat dipergunakan oleh pemerint ah unt uk
memf asilit asi pendirian asuransi kredit adal ah kepercayaan pada indust ri kecil sangat
pent ing bagi pert umbuhan ekonomi dan j uga unt uk mewuj udkan keset araan sosial.
Dengan alasan it u maka perlindungan bagi nasabah kecil merupakan suat u pendekat an
yang adil dan t epat unt uk mencipt akan kondisi dimana bank dapat beroperasi secara
konsist en dan dipercaya sehingga mampu menyediakan kredit dalam j umlah cukup
unt uk kesehat an perekonomian. 12
Alasan Operasional perlunya j aminan bagi pengusaha kecil dan menengah adalah
sulit nya menerapkan prinsip 5 C
dalam analisis pemberian kredit bagi mereka
sebagaimana yang disyarat kan oleh Undang-Undang Perbankan. Prinsip
5C
dalam
pemberian kredit t elah digunakan selama bert ahun-t ahun dan kenyat aannya pada saat
ini masih t erus dipergunakan. Prinsip ini meliput i 5 asas, yait u:



Charact er (wat ak);



Capacit y (Kemampuan);



Capit al (Modal);



Condit ions; and



Collat eral (Jaminan).

11
. Bank Indonesia, Direkt orat Luar Negeri, “ Kaj ian Berbagai Upaya Yang Dapat Dilakukan Bank Indonesia
Unt uk Menarik Devisa Hasil Ekspor Dari Luar Negeri, 2002.
12

. Philippe F. Delhaise, Op. cit , hal. 34.

5

Karakt er t idak diragukan lagi adalah f akt or yang sangat pent ing unt uk
dipert imbangkan j ika ingin memberikan kredit . Apabila debit ur t idak j uj ur, curang,
at aupun i ncompet ence, maka kredit t idak akan berhasil t anpa perlu memperhat ikan
f akt or-f akt or lainnya. Orang yang t idak j uj ur at aupun curang akan selalu mencari j alan
unt uk mengambil keunt ungan. Seseorang yang i ncompet ence menj alankan bisnis t idak
diragukan lagi akan menj alankan bisnisnya dengan buruk, dan hasilnya kredit akan
mengandung resiko t inggi. Jika seseorang t idak ingin membayar kembali kredit nya,
kemungkinan ia akan mencari j alan unt uk menghindari membayar kembali. Unt uk it u,
penilaian karakt er debit ur harus dit ent ukan sej ak ia memulai langkah pert ama unt uk
mendapat kan pinj aman.
Dalam menent ukan karekt er, debit ur harus mampu menunj ukkan kepada bank
bahwa ia adalah orang yang j uj ur dan dapat diandalkan. Unt uk it u dibut uhkan t r ack
r ecor d dari yang bersangkut an. Tent u saj a unt uk melakukan hal ini sangat sulit . Di
Aust ralia inf ormasi semacam it u dapat didapat kan pada biro kredit , sepert i Credit
Ref erence Associat ion of Aust ralia, Lt d. (“ CRAA” ). Di Indonesia inf ormasi t ersebut dapat
diperoleh melalui syst em inf ormasi kredit yang dimiliki Bank Indonesia. Namun karena
t idak adanya syst em “ kenal diri” yang berlaku nasional sehingga seorang dapat memiliki
ident it as diri lebih dari sat u inf ormasi it u seringkali t idak akurat . Kondisi sepert i ini lebih
parah bila menyangkut inf ormasi mengenai pengusaha kecil.
CRAA mengelola dat abase yang berisi dat a kredit baik perorangan maupun
perusahaan yang ada di Aust ralia, yang memuat berbagai inf ormasi dari kredit yang
t elah diaj ukan, pembayaran yang t elat dan j uga put usan pengadilan yang berhubungan
dengan kredit macet . Lembaga keuangan yang menj adi anggot a CRAA berhak unt uk
unt uk mendapat kan inf ormasi t ent ang si peminj am, dan sebagai imbalannya, mereka
harus menyediakan inf ormasi dari pinj aman yang akan diaj ukan.
Sedangkan modal (capit al) berhubungan dengan kekuat an keuangan dari si
peminj am. Ada beberapa cara unt uk menent ukan apakah modal seseorang it u
memuaskan. Langkah pert ama adalah mendapat kan laporan asset dan passiva dari si
peminj am dan harus dipast ikan dat a t ersebut akurat . Beberapa lembaga pinj aman
mempunyai at uran-at uran pinj aman yang memuat bat as rat io maksimal asset dan
passiva.

Condi t i ons, dapat dilihat melalui dua kat egori, yait u kondisi int ernal dan kondisi
ekst ernal yang akan mempengaruhi peminj am dan kemampuan debit ur unt uk
mengembalikan. Kedua belah pihak baik bank maupun debit ur menyusun kont rak yang
memuat hal-hal yang berkait an dengan kredit , biaya
dan bunga. Bank berhak
menget ahui t uj uan dari pinj aman. Hal ini membant u bank menilai resiko dari pinj aman,
t ipe dari produk pinj aman dan keamanan apa yang diperlukan. Bank t idak memberikan
kredit unt uk t uj uan yang illegal misalnya memberikan kredit unt uk t uj uan yang dapat
membahayakan lingkungan. 13
Kesulit an bank dalam melakukan
analisis t erhadap usaha kecil dengan
menggunakan prinsip 5 C sebagaimana dikemukakan di at as dapat diat as dengan adanya
skim penj aminan at au skim asuransi kredit . Dengan adanya skim t ersebut maka bank
lebih mudah menilai risiko kredit yang diberikannya kepada usaha kecil. Skim
penj aminan apabila dit elaah berdasarkan hukum perdat a memiliki persamaan dengan
13

PM Weaver & CD Kingsley, Banki ng & Lendi ng Pr act i ce, (Sydney: Lawbook Co. , 2001), hal. 97-104.

6

perj anj ian pert anggungan. Pert anggungan adalah suat u perj anj ian dimana pihak ket iga
guna kepent ingan kredit ur mengikat kan diri, unt uk memenuhi perikat an debit ur
manakala orang ini sendiri t idak memenuhinya. 14 Perj anj ian penanggungan adalah
perj anj ian asesor dimana penanggungan boleh diadakan hanya sebagian saj a dari
ut angnya at au dengan syarat -syarat yang kurang. Dari pengert ian ini dapat dikat akan
bahwa pihak ket iga t ersebut adalah penj amain, si berut ang adalah nasabah dan pihak
t erhadap siapa prest asi harus diberikan adalah bank.
Sedangkan skim asuransi bila disimak dari apa yang dirumuskan sebagai asuransi
oleh Pasal 246 Kit ab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) adalah suat u perj anj ian
dengan mana seorang penanggung mengikat kan diri kepada seorang t ert anggung, dengan
menerima premi, unt uk memberikan penggant ian kepadanya karena suat u kerugian,
kerusakan at au kehilangan keunt ungan yang diharapkan, yang mungkin akan diderit anya
karena suat u perist iwa yang t ak t ert ent u. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 2 Tahun
1992 t ent ang Usaha Perasuransian merumuskan asuransi at au pert anggungan sebagai
perj anj ian ant ara dua pihak at au lebih, dengan mana pihak penanggung mengikat kan diri
kepada t ert anggung, dengan menerima premi, unt uk memberikan penggant ian kepada
t ert anggung karena kerugian, kerusakan at au kehilangan keunt ungan yang diharapkan,
at au t anggung j awab hukum kepada pihak ket iga yang mungkin akan diderit a
t ert anggung, yang t imbul dari suat u perist iwa yang t idak past i, at au unt uk memberikan
suat u pembayaran yang didasarkan at as meninggal at au hidupnya seseorang yang
dipert anggungkan.
Rumusan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Asuransi t ersebut lebih luas j ika
dibandingkan dengan rumusan Pasal 246 KUHD karena mencakup j uga asuransi kerugian
dan asuransi j iwa. . Pihak-pihak yang menj adi subj ek dalam asuransi adalah penanggung
dan t ert anggung yang mengadakan perj anj ian asuransi. Penanggung dan t ert anggung
adalah pendukung hak dan kewaj iban. Penanggung waj ib memikul risiko yang dialihkan
kepadanya dan berhak memperoleh pembayaran premi, sedangkan t ert anggung waj ib
membayar premi dan berhak memperoleh penggant ian j ika t imbul kerugian at as hart a
miliknya yang diasuransikan. 15
Dari rumusan di at as set idaknya t erlihat adanya dua perbedaan mendasar ant ara
asuransi dan penj aminan yait u, Pert ama, subj ek yang menj adi para pihak. Dalam
penj aminan ada t iga pihak yang menj adi subj ek yait u penanggung, debit ur sebagai pihak
t ert anggung dan bank sebagai pihak yang menerima manf aat penanggungan. . Kedua,
kewaj iban membayar premi dan menerima penggant ian kerugian. Dalam asuransi yang
waj ib membayar premi adalah pihak yang berhak memperoleh penggant ian j ika t imbul
kerugian at as hart a miliknya yang diasuransikan. Sedangkan dalam penj aminan, premi
dibayar oleh nasabah, sedangkan yang berhak memperoleh penggant ian j ika t imbul
kerugian adalah bank. Dalam kait annya dengan skim penj aminan, lembaga penj amin
sebagai penanggung harus melepaskan hak ist imewanya unt uk menunt ut barang-barang
debit ur lebih dulu disit a dan dij ual. 16 Apabila hak ist imewa t ersebut t idak dilepaskan
maka skim penj aminan t ersebut t idak akan berj alan.

14

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bi sni s, (Bandung: : Alumni, 1994), hal. 101.

15

Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, (Bandung: Cit ra Adit ya Bakt i, 1999), hal. 8.

16

Mariam Darus, Op. cit , hal. 102

7

Dalam rangka menanggulangi krisis, Pemerint ah pernah mengeluarkan ket ent uan
yang mengat ur pemberian j aminan dalam rangka mendorong sekt or riil. Ket ent uan
t ersebut berupa Keput usan Bersama Ment eri Keuangan dan Gubernur Bank Indnesia
t ent ang Program Penj aminan Eskpor Dalam Rangka Penggerakan Sekt or Riil. Program ini
dit uj ukan unt uk menggerakkan sect or ekspor, memberdayakan eksport ir dalam
melancarkan kegiat an usahanya dalam rangka mempercepat pemulihan kegiat an sect or
riil dan meningkat kan t ingkat kepercayaan masyarakat kepada perbankan nasional. 17
Sedangkan obj ek yang dij amin adalah kredit modal kerj a dalam rangka ekspor, L/ C
impor barang yang penggunaannya unt uk keperluan ekspor.
Program penj amin pemerint ah ini t et ap mewaj ibkan bank melakukan analisa
keyakinan bank t erhadap nasabah yang akan ikut f asilit as penj aminan yang ant ara lain
meliput i analisa persyarat an proyek dan anal isa persyarat an eksport ir. Dengan kewaj iban
ini maka bank-bank t et ap memprakt ekkan pr udent i al banki ng meski sudah dij amin oleh
pemerint ah. Program ini dihent ikan oleh pemerint ah pada 20 Mei 2002 dengan
pert imbangan sudah semakin membaiknya perekonomian nasional.
Secara lebih permanen, f ungsi penj aminan ini dilakukan oleh PT Asuransi Kredit
Indonesia (Askrindo). yang menawarkan skim asuransi dan penj aminan. Lembaga ini
dapat dij adikan sebagai alt ernat if pilihan dalam meningkat kan usaha kecil. Hanya saj a
saat ini Askrindo sedang menyelesaikan problem kepemilikan saham Bank Indonesia dan
pemerint ah di Askrindo. Problem ini harus segera diselesaikan, sebab dikhawat irkan
mempengaruhi kinerj a perseroan. Masalah kepemilikan saham Askrindo it u sendiri mucul
akibat Let t er of Int ent (LoI) yang memaksa BI harus melepaskan 55% kepemilikan saham
mereka. Namun t ernyat a pemerint ah t idak memiliki uang uang unt uk membeli saham
t ersebut sehingga Askrindo dikhawat irkan j at uh ke t angan swast a. Apabila Askrindo
dij ual kepada pihak swast a nasional maupun asing pemerint ah harus hat i-hat i sebab
Askrindo bukan perusahaan asuransi umum biasa. Perusahaan ini memiliki spesialisasi
dalam hal penj aminan kredit ( spesi al guar ant ee) sehingga kalau sampai j at uh ke
t angan swast a baik lokal maupun asing diperkirakan akan berdampak t erhadap
perekonomian t erut ama UKM. 18
Asuransi kredit t et ap akan lebih baik kalau dikelola oleh sebuah Badan Usaha
Milik Negara (BUMN). Karena kalau sampai swast a yang menangani dikuat irkan mereka
akan lebih mengedepankan aspek komersial saj a. Apalagi hingga saat ini hampir semua
bisnis penj aminan kredit bagi UKM masih dipegang oleh Askrindo. 19 Kepemilikan oleh
pemerint ah j uga akan meningkat kan kepercayaan bank sehingga proses penyaluran
kredit kepada usaha kecil berj alan lancar.

Penutup
Semakin t inggi risiko yang diambil, semakin besar pula pot ensi keunt ungan yang
akan diperoleh pemilik bank. Dalam hal ini, apabila bank mengalami kerugian dan
kerugian t ersebut dit anggung oleh asuransi kredit maka pemilik bank memiliki insent if
unt uk melakukan kegiat an usaha berisiko t inggi. 20 Unt uk meminimalkan hal t ersebut
17

Pasal 1 Keput usan Bersama Ment eri Keuangan RI dan Gubernur Bank Indonesia, No. Kep. -046/ KM. 17/ 1999.

18

Invest or Indonesia, Jum’ at 7 Februari 2003, hal. 4

19
20

Ibid
. Marj orie Deane & Robert Pringle, The Cent r al Banks, (London: Hamish Hamilt on, 1994), hal. 190-191

8

pemerint ah harus menj amin adanya beberapa persyarat an agar peran yang diharapkan
dari asuransi kredit dapat berj alan opt imal. Syarat t ersebut adalah, per t ama, seluruh
bank, khususnya bank-bank besar dikelola secara hat i-hat i. Kedua, kesehat an keuangan
bank dimonit or dari wakt u ke wakt u. Ket i ga, apabila kesehat an keuangannya menurun,
segera dilakukan perbaikan,
dan keempat apabila perbaikan t idak berhasil, bank
t ersebut harus segera dit ut up sebelum bangkrut .
Selanj ut nya apabila pemerint ah t erpaksa melakukan bai l out maka unt uk
mengurangi t ercipt anya mor al hazar d maka diperlukan suat u ket ent uan yang membat asi
kemampuan bank melakukan kegiat an beresiko t inggi at au membuat risiko menj adi lebih
mahal. Melakukan pengawasan ket at unt uk memonit or dan menegakkan ket ent uan
pr udent i al sert a menghukum pengurus dan pemilik bank yang melakukan pelanggaran.
Persyarat an sepert i ini yang dit erapkan oleh Amerika Serikat dalam menj alankan
program CRA.

ooooo

9