BAB II KAJIAN PUSTAKA A. SENSE OF HUMOR - Pengaruh Sense of Humor terhadap Stres pada Remaja dari Kelas Akselerasi di Kota Medan

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. SENSE OF HUMOR 1. Humor Istilah Humor berawal dari istilah yang berarti cairan. Pengertian ini berasal

  dari doktrin ilmu Faal kuno mengenai empat macam cairan, seperti darah, lendir, cairan empedu kuning dan cairan empedu hitam. Selama berabad-abad, keempat cairan ini dianggap dapat menentukan tingkat tempramen seseorang.

  Menurut Martin (2001) dalam perspektif psikologis, humor merupakan konsep yang luas dan memiliki banyak aspek yang dapat didefinisikan secara teoritis maupun operasional. Beberapa aspek dalam hal ini seperti aspek kognitif, emosional, perilaku, dan aspek sosial. Kata „humor‟ dapat digunakan untuk menunjuk pada stimulus (misalnya film atau kisah komedi), proses mental (misalnya persepsi atau penciptaan inkongruenitas yang menghibur), atau respon (misalnya tertawa) Tawa merupakan bentuk ekspresi dari pengalaman seseorang terhadap humor.

  

Martin (2001) menyatakan bahwa tertawa dapat disebabkan oleh adanya hal yang

  positif dan juga hal-hal negatif (seperti keanehan dari orang lain) selain itu tertawa dapat menujukkan perasaan superior terhadap orang lain (Plato&Aristoteles, dalam Martin, 2001).

  Secara umum, humor dan tawa berhubungan dengan keadaan emosi yang menyenangkan dengan kata lain humor merupakan istilah yang digunakan untuk mendefinisikan perilaku tersenyum atau tertawa karena hal-hal yang positif. Tertawa yang disebabkan oleh hal-hal yang negatif misalnya meledek, merendahkan orang lain, dan menggoda bukan merupakan bentuk humor (Martin, 2001)

  Humor sering digunakan sebagai strategi untuk mengatasi (coping) masalah yang menimbulkan stres (Hay, 2001). Hal ini didukung dengan adanya penelitian terhadap tawanan perang (POWs/Prisoners of War) yang menemukan bahwa humor merupakan hal yang penting pada orang-orang yang menjadi tahanan di Vietnam (Henman, 2001). Menggunakan humor dalam mengatasi masalah akan membantu individu untuk berhubungan dengan masalahnya dan mampu mengurangi beban mereka (Nezlek&Derks, 2001) 2.

   Fungsi Humor Klein (1989) menyatakan bahwa humor memiliki beberapa fungsi, antara

  lain: 1.

  Humor memberikan individu kekuatan 2. Humor membantu individu untuk mengatasi perubahan dan ketidakpastian 3. Humor menyediakan beberapa perspektif, dan 4. Humor memberikan individu keseimbangan

  Mindess (dalam Hartanti, 2002) berpendapat bahwa fungsi humor yang paling

  penting dan paling fundamental adalah kekuatannya untuk membebaskan diri dari banyak rintangan dan pembatasan dalam kehidupan sehari-hari. Humor dapat melepas individu dari berbagai tuntutan yang dapat dialami dan dapat membebaskannya dari perasaan inferioritas.

  Bila digunakan secara cermat, humor dapat menciptakan suasana yang lebih rileks, memacu komunikasi pada persoalan-persoalan sensitif, menjadi sumber wawasan suatu konflik, membantu mengatasi pola sosial yang kaku dan formal, serta mempermudah pengungkapan perasaan atau impuls dengan cara aman dan tidak mengancam (Herkowitz, dalam hartanti, 2002).

3. DefinisiSense of Humor

  Sense of Humor (rasa akan humor) adalah kemampuan seseorang untuk

  menggunakan humor sebagai cara menyelesaikan masalah, keterampilan menciptakan humor, dan kemampuan menghargai atau menanggapi humor (Hartanti, 2002). Thorson & Powell (1993) menyatakan bahwa sense of humor merupakan konsep yang multidimensional, yang berarti sense of humor yang dimiliki oleh seseorang tidak hanya ditunjukkan melalui satu dimensi seperti kemampuan seseorang untuk menciptakan humor melainkan juga menunjukkan dimensi lainnya seperti kemampuan bereaksi, menghargai, bahkan menyelesaikan masalah menggunakan humor.

  Menurut Hurlock (1990) individu yang memiliki sense of humor mampu mengembangkan pemahaman diri yang realistis serta mampu memandang dirinya secara realistis pula. Meskipun individu diperhadapkan dengan situasi yang tidak disukainya, namun dengan sense of humor yang dimiliki individu dapat melakukan pengembangan diri, penerimaan diri serta mampu menambah kematangan psikisnya. Kartono (1979) menyatakan bahwa individu yang memiliki sense of humor yang baik memiliki kepribadian yang matang.

4. Aspek-aspek Sense of Humor

  Menurut Thorson & Powell (1997, dalam Hartanti 2002), sense of humor terdiri dari beberapa aspek yakni:

  a.

   Humor production

  Kemampuan untuk menemukan humor pada setiap peristiwa berhubungan dengan perasaan diterima oleh lingkungan b.

  Coping with humor Bagaimana individu menggunakan humor untuk mengatasi emosional dan situasi yang mengandung stresful pada individu c.

  Humor appreciation Kemampuan untuk mengapresiakan humor yang dihubungkan dengan

  internal locus of control seseorang, sebuah indikasi dari seberapa banyak

  individu mempersepsikan setiap peristiwa lucu sebagai bagian dari perilaku orang lain d.

  Attitude toward humor Kecenderungan untuk tersenyum dan tertawa pada setiap situasi yang lucu.

B. STRES 1. Definisi Stres

  Sarafino (1999) mengartikan stres adalah kondisi yang disebabkan oleh

  interaksi antara individu dengan lingkungan,menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari situasi yang bersumber pada sistem biologis, psikologis dan sosial dari seseorang.Sependapat dengan Sarafino, Santrock (2003) mendefinisikan stres adalah respon individu terhadap keadaan atau kejadian yang memicu stres (stressor), yang mengancam dan mengganggu kemampuan seseorang untuk menanganinya atau coping. Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa stres adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh adanya interaksi antara individu dengan keadaan yang menimbulkan stres (seperti ketidaksesuaian antara keinginan dengan kenyataan) 2.

   Aspek Stres Sarafino (1999) membagi dua aspek stres, yaitu : 1.

  Aspek Biologis Setiap individu akan mengalami suatu kondisi yang mengancam. Kondisi tersebut dapat menimbulkan reaksi fisiologis di dalam tubuh individu seperti detak jantung yang meningkat, dsb. Seyle (dalam Sarafino, 2002) menyebutkan terdapat serangkaian reaksi fisiologis yang disebut dengan

  General Adaptation Syndrome (GAS) yang terdiri dari tiga level, yaitu:

  a.

   Alarm Reaction

  Merupakan tahap pertama tubuh terhadap bahaya. Pada tahapan ini tubuh mulai memobilisasi sumber-sumber daya tubuh b.

  Stages of Resistence Merupakan tahapan di mana tubuh mulai beradaptasi dengan stres yang ada. Keterbangkitan fisik mulai berkurang, namun masing tetap lebih tinggi dari kondisi normal c. Stage of Exhaustion

  Pada tahapan ini ketegangan fisiologis yang muncul lebih lama dan berulang, sehingga dapat mengakibatkan kekebalan tubuh yang menurun serta simpanan energi tubuh juga berkurang.

2. Aspek Psikologis

  Ada 3 gejala psikologis yang dirasakan ketika seseorang sedang mengalami stres. Ketika gejala tersebut adalah gejala kognisi, gejala emosi, dan gejala tingkah laku.

  a.

  Gejala kognisi Gangguan daya ingat (menurunnya daya ingat, mudah lupa dengan suatu hal), perhatian dan konsentrasi yang berkurang sehingga seseorang tidak fokus dalam melakukan suatu hal, merupakan gejala-gejala yang muncul pada aspek gejala kognisi b.

  Gejala emosi Mudah marah, kecemasan yang berlebihan terhadap segala sesuatu, merasa sedih dan depresi merupakan gejala-gejala yang muncul pada aspek gejala emosi c. Gejala tingkah laku

  Tingkah laku negatif yang muncul ketika seseorang mengalami stres pada aspek gejala tingkah laku adalah mudah menyalahkan orang lain dan mencari kesalahan orang lain, suka melanggar norma karena dia tidak bisa mengontrol perbuatannya dan bersikap tak acuh pada lingkungan, dan suka melakukan penundaan pekerjaan.

3. Penyebab Stres

  Menurut Musbakin (2005) seseorang perlu untuk mengetahui penyebab atau sumber-sumber stres, hal ini bertujuan agar individu mampu mengendalikan sumber stres sehingga tidak menimbulkan kerugian. Berikut adalah beberapa penyebab dari stres, antara lain:

1. Kerja/ Belajar/ Tugas-tugas Rumah Tangga

  Contohnya: Memiliki kegiatan yang terlalu banyak atau terlalu sedikit untuk dilakukan, tidak dihargai seperti tidak mendapatkan ucapan terimakasih, tidak memiliki keterampilan untuk menyelesaikan pekerjaan, menghadapi tantangan yang terlalu banyak atau bahkan kurang tertantang, tidak ada tujuan dari apa yang dilakukan, memiliki keraguan apakah yang ia lakukan merupakan keinginannya atau tidak, terlalu perfeksionis dan kaku

  2. Keluarga Contohnya: Merasa tidak memiliki keluarga dekat, keluarga memiliki tanggungan yang berat, jarang memiliki quality time bersama keluarga, keluarga sering diwarnai dengan kekerasan, dan keuangan keluarga memprihatinkan

  3. Masyarakat/teman/komunitas Contohnya: Mempunyai teman yang tidak cukup banyak, kurang mampu bersosialisasi, tidak memiliki teman yang dapat dipercaya

  4. Karakter Kepribadian Contohnya: Tipikal yang sering merasa gelisah, khawatir, merasa tertekan dan terancam, tidak melatih dan mengelola diri secara teratur, tidak menyukai diri sendiri karena merasa memiliki fisik dan kondisi kejiwaan yang tidak baik), cenderung pesimis (sulit termotivasi, agak sinis dan menginginkan yang terburuk), sulit tertawa atau tidak memiliki sense of

  humor yang baik

  4. Jenis-Jenis Stres

  Menurut Seyle (dalam Warga,1983) stres dikelompokkan menjadi dua, yakni: 1.

  Distres : diartikan sebagai segala pengalaman negatif yang dirasakan oleh individu. Seseorang mengalami distres saat ia berhadapan dengan kegagalan atau kondisi yang menyakitkan 2. Eustres: merupakan pengalaman menyenangkan seperti kemenangan dan keberhasilan.

  5. Coping stres

  Stres merupakan kejadian yang mengancam keadaan psikologis maupun fisiologis seseorang. Keadaan yang mengancam mengakibatkan individu perlu untuk berusaha mengatasi kondisi stres yang menganggu dirinya. Usaha ini dikenal dengan sebutan coping stress. Coping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stres, termasuk upaya penyelesaian masalah dan mekanisme pertahanan ego yang digunakan untuk melindungi diri (Stuart, 2007). Seseorang dapat mengatasi stresnya dengan cara yang adaptif dan maladaptif. Hal ini dinyatakan oleh Brunner&Sudden (2002) di mana mekanisme coping merupakan suatu proses dalam pengaturan individu dalam menyelesaikan masalahnya baik yang adaptif maupun maladaptif.

  Mekanisme coping adaptif mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar

  dalam mencapai tujuan seperti berbicara dengan orang lain, teknik relaksasi, latihan seimbang dan aktivitas konstruktif. Mekanisme koping maladaptif menghambat fungsi integrasi, memecahkan pertumbuhan, menurunkan otonomi, cenderung menguasi lingkungan, seperti makan berlebihan atau bahkan tidak makan, belanja berlebihan, dan berhenti bekerja. (Brunner&Suddarth, 2002)

6. Jenis-jenis Coping Stress

  Menurut Lazarus & Folkman (1984) terdapat dua strategi dalam melakukan

  coping antara lain: 1.

   Problem-Focused coping

  Merupakan usaha mengatasi stresdengan cara mengatur atau mengubah masalah yang dihadapi dan mengatur lingkungan sekitarnya yang menyebabnya terjadinya tekanan. Individu cenderung menggunakan

  problem focused coping dalam menghadapi masalah-masalah yang menurut individu dapat dikontrolnya.

2. Emotion-Focused coping

  Merupakan usaha mengatasi stres dengan cara mengatur respon emosional dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang dianggap penuh dengan tekanan. Individu cenderung menggunakan emotion focused coping ketika menurut seseorang masalah tersebut sulit untuk dikontrol.

C. REMAJA 1. Definisi Remaja

  Remaja atau adolescence berasal dari bahasa latin adolescare yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa” (Bobak, 2004). Menurut Sudrajat (2008) Remaja merupakan masa transisi, artinya masa remaja merupakan masa peralihan di antara periode anak-anak dan dewasa. Pada sebagian besar masyarakat, masa remaja umumnya dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun (Notoatdmojo, 2007)

  Hurlock (2008) menyatakan bahwa remaja merupakan fase pertumbuhan dan

  perkembangan ketika seseorang berada pada rentang usia 11-18 tahun. Remaja umumnya dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu remaja awal (11-15 tahun), remaja menengah (16

  • – 18 tahun), dan remaja akhir (19 – 20 tahun) (Marcia, 1989 dalam

  

Sprinthall & Collins , 2002). Dalam fase perkembangannya, remaja tidak terlepas

  dari tugas perkembangan yang akan mempengaruhi kehidupannya. Menurut

  

Havinghurst (1961) kemampuan individu untuk menyelesaikan tugas

  perkembangannya, akan menjadi penentu keberhasilannya dalam menyelesaikan tugas perkembangan pada fase perkembangan selanjutnya.

2. Tugas Perkembangan Remaja

  Tugas perkembangan merupakan kemampuan yang harus dikuasai oleh individu agar ia mampu untuk mengatasi permasalahan yang timbul dalam fase perkembangannya. Menurut Havighurst (dalam Yusuf, Syamsu, 2001), remaja memiliki beberapa tugas perkembangan antara lain:

  1. Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita

  2. Mencapai peran sosial pria dan wanita 3.

  Menerima keadaan fisiknya dan menggunakannya secara efektif 4. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang-orang dewasa 5. Mencapai jaminan kemandirian ekonomi 6. Memilih dan mempersiapkan karir (pekerjaan) 7. Mempersiapkan pernikahan dan berkeluarga 8. Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan bagi warga Negara

  9. Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial 10.

  Memperoleh perangkat-perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku dan mengembangan ideologi

  11. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa 3.

   Karakteristik Perkembangan Emosi Remaja

  Menurut Ali (2004) terdapat beberapa karakteristik perkembangan emosi remaja yang dibagi ke dalam empat periode, yaitu: a)

  Periode pra remaja Pada periode ini perubahan fisik belum tampak jelas, tetapi pada remaja putri biasanya memperlihatkan penambahan berat badan yang cepat sehingga mereka merasa gemuk, gerakan-gerakan mereka mulai mejadi kaku serta respon mereka terhadap rangsangan dari luar yang berlebihan sehingga mudah tersinggung dan cengeng, tetapi juga cepat merasa senang atau bahkan meledak-ledak b)

  Periode remaja awal Pada periode ini tampak adanya perubahan fungsi alat kelamin. Karena adanya perubahan yang tampak nyata, banyak remaja yang mengalami kesukaran untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan tersebut sehingga tidak jarang mereka cenderung menyendiri dan merasa terasing, mendapat kurang perhatian dari orang lain, serta merasa tidak ada orang yang memperdulikannya.

  c) Periode remaja tengah

  Pada periode ini, tanggung jawab remaja terhadap hidupnya tampak semakin meningkat di mana mereka harus mampu memikul sendiri masalah mereka. Tuntutan yang diterima oleh remaja seringkali berasal dari orangtua maupun dari masyarakat sehingga tidak jarang dapat menimbulkan masalah bagi para remaja di mana terdapat kontradiksi antara apa yang sering terjadi di masayakat dengan nilai-nilai moral yang mereka ketahui, hal ini tidak jarang mengakibatkan keraguan mengenai apa yang mereka anggap benar, baik maupun pantas untuk dikembangkan.

  d) Periode remaja akhir

  Selama periode ini, remaja sudah mulai memandang dirinya sebagai orang dewasa serta mampu menunjukkan pemikiran, sikap dan perilaku yang semakin dewasa. Oleh karena itu orangtua dan masyarakat mulai memberikan kepercayaan kepada mereka

4. Karakteristik Perkembangan Sosial Remaja

  Menurut Wong (2009) terdapat beberapa karakteristik perkembangan sosial remaja yang dikelompokkan ke dalam beberapa, yakni:

  1. Hubungan dengan orang tua Selama masa remaja, hubungan orangtua dengan anak berubah dari menyayangi menjadi persamaan hak. Proses untuk mencapai kemandirian seringkali melibatkan kekacauan dan ambiguitas karena baik orangtua maupun remaja belajar untuk menampilkan peran yang baru dan menjalankannya sampai selesai, sementara pada saat yang bersamaan seringkali penyelesaiannya diliputi dengan kerenggangan yang menyakitkan. Pada saat remaja menuntuk hak mereka untuk mengembangkan hak-hak istimewanya, mereka seringkali menciptakan ketengangan di dalam rumah. Mereka menentang kendali orangtua dan konflik dapat muncul pada hamper semua situasi atau masalah

  2. Hubungan dengan teman sebaya Meskipun orangtua memberikan pengaruh utama terhadap kehidupan remaja namun teman sebaya dianggap lebih berperan penting ketika masa remaja dibandingkan masa kanak-kanak. Kelompok teman sebaya memberikan remaja perasaan kekuatan dan kekuasaan.

  a) Kelompok teman sebaya Remaja umumnya suka bergaul, bersosial dan suka berkelompok.

  Kelompok teman sebaya memiliki evaluasi diri dan perilaku remaja. Remaja akan berusaha untuk menyesuaikan diri semaksimal mungkin agar mendapatkan penerimaan kelompok seperti model berpakaian, gaya rambut, tata bahasa dan seleras musik. Seringkali mereka mengorbankan individualitas dan tuntutan diri. Segala sesuatu pada remaja diukur oleh reaksi teman sebayanya.

  b) Sahabat

  Hubungan personal antara satu orang dengan orang lain yang berbeda biasanya terbentuk antara remaja sesame jenis. Hubungan ini lebih dekat dan lebih stabil daripada hubungan yang dibentuk pada masa kanak-kanak pertengahan, dan penting untuk pencarian identitas. Seorang sahabat meruapakan pendengar terbaik, yaitu tempat di mana remaja dapat mencoba menjalani suatu peran atau beberapa peran dalam waktu yang bersamaan, mereka saling memberikan dukungan satu sama lain.

  Hurlock (2008) menyatakan bahwa masa remaja memiliki beberapa

  karakteristik tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya. Beberapa karakteristiknya antara lain:

1. Masa remaja merupakan periode penting

  Segala akibat langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap periode di masa mendatang. Dalam perkembangan remaja, segala aspek perkembangan adalah penting baik fisik, psikologis, maupun sosial 2. Masa remaja merupakan periode peralihan

  Pada masa remaja anak belum sepenuhnya dikatakan sebagai orang lebih dewasa dan meninggalkan sifat-sifat yang kekanakan, selain itu anak juga akan mempelajari perilaku baru untuk menggantikan perilaku dan sikap yang sudah ditinggalkan 3. Masa remaja merupakan periode perubahan

  Perubahan yang dimaksud adalah perubahan emosi, proporsi tubuh, minat, perilaku dan nilai yang dianut. Perubahan-perubahan tersebut akan mempengaruhi perkembangan psikologis anak, terkhusus bagaimana cara mereka memandang diri mereka

4. Masa remaja merupakan masa mencari identitas

  Erickson menyatakan bahwa pembetukan identitas diri akan

  mempengaruhi perilaku remaja. Pembentukan identitas akan dipengaruhi oleh perubahan fisik, kognitif, psikologis, serta lingkungan remaja seperti pola asuh orangtua, guru dan kondisi lingkungan remaja 5. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan

  Banyak anggapan bahwa masa remaja merupakan masa bermasalah, berantakan, tidak rapi, dsb. Anggapan ini yang seringkali membuat pertentangan dengan orangtuan dan antara orangtua dan anak terjadi jarak yang menghalangi anak untuk meminta bantuan orangtua untuk menghadapi berbagai masalahnya 6. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistis

  Remaja cenderung melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan orang lain, terlebih dalam hal cita-cita

7. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

  Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Remaja akan melakukan peran baru menjadi sosok orang dewasa dalam berperilaku serta bersikap dan bertindak, kondisi ini yang akan mengakibatkan remaja membentuk citra agar mereka terlihat seperti orang dewasa. Hal ini ditunjukkan dari bagaimana mereka berpakaian, bagaimana mereka berbicara selayaknya orang dewasa. Tidak jarang remaja juga berpikir bahwa merokok, menggunakan obat-obatan terlarang merupakan indikasi citra seorang sebagai orang dewasa.

D. PENDIDIKAN AKSELERASI 1. Definisi Akselerasi

  Istilah Akselerasi memiliki arti pemberian perlakuan apapun yang memungkinkan remaja yang cerdas dan berbakat untuk menyelesaikan sekolahnya secara cepat sesuai dengan tingkat kemampuan dan kematangannya, sehingga mereka dapat menyelesaikan pendidikan formalnya dalam waktu yang lebih singkat atau pada usia yang lebih muda (Alsa,2007). Akselerasi diberikan untuk memelihara minat remaja terhadap sekolah, mendorong remaja agar mencapai prestasi akademik yang baik, dan untuk menyelesaikan pendidikan dalam tingkat yang lebih tinggi bagi keuntungan dirinya maupun masyarakat (Felhusen,

  Proctor, dan Black , 1986, dalam Hawadi, 1999)

  Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan Akselerasi adalah suatu program pendidikan percepatan yang disesuaikan dengan keterbakatan anak yang memiliki potensi melebihi anak-anak pada umumnya.

2. Karakteristik Anak Berbakat

  Pendidikan Akselerasi secara umum diberikan kepada anak-anak berbakat, berikut adalah karakteristik anak-anak berbakat menurut JosephRenzulli (1978, dalamAkbar & Hawadi 2002) berdasarkan teorinya yang disebut Three-Ring

  Conception: 1.

  Above Average Ability (Kemampuan di atas rata-rata) Kemampuan di atas rata-rata menggambarkan mencakup dua hal yakni kemampuan secara umum dan kemampuan secara spesifik.

  a.

  Kemampuan umum terdiri dari kapasitas untuk memproses informasi, untuk mengintegrasikan pengalaman, dan hal ini terlihat dalam respons yang cocok dan adaptif dalam situasi baru, serta kemampuan dalam berpikir abstrak. Contohnya:

  Kemampuan verbal dan logika hitungan Hitungan spasial Daya ingat Kelancaran kata Beberapa kemampuan umum tersebut dapat diukur melalui Tes Inteligensi. b.

  Kemampuan secara spesifik terdiri dari kemampuan dalam menampilkan satu atau lebih aktivitas yang khusus dan bersifat terbatas. Hal ini terlihat pada kemampuan dalam mengekspresikannya pada situasi kehidupan sehari-hari seperti kemampuan dalam bidang kimia, matematika, balet, komposisi musik, patung dan fotografi. Setiap kemampuan spesifik dapat lagi dipecah ke dalam daerah yang khusus, seperti portrait photography,

  astrophotography, photojournalism , dan sebagainya. Pengukuran dapat juga dilakukan dengan tes prestasi atau tes khusus dalam bidang tersebut.

2. Task Commitment (komitmen terhadap tugas)

  Komitmen terhadap tugas menunjukkan adanya energi yang dibawa ke dalam beberapa tugas atau permasalahan khusus atau area-area spesifik dan diikuti dengan satu atau lebih hal-hal berikut ini: 1.

   Kapasitas terhadap level ketertarikan yang tinggi, antusias, daya tarik yang

  kuat, keterlibatan yang tinggi pada beberapa masalah khusus, area belajar, atau bentuk dari ekspresi individu

2. Kapasitas pada ketekunan, daya tahan, penentuan, kerja keras, berdedikasi

  praktis, self-confidence, ego dan belief yang kuat dalam kemampuan individu untuk menyelesaikan pekerjaan yang utama, bebas dari perasaan inferior, atau memiliki pergerakan untuk berprestasi 3.

   Kemampuan untuk mengidentifikasi permasalahan yang signifikan di

  dalam area khusus dan mampu masuk ke dalam saluran utama komunikasi dan menunjukkan perkembangan yang baru pada beberapa area yang diberikan

4. Membuat standar yang tinggi terhadap pekerjaan, terbuka terhadap

  kritikan baik dari diri sendiri maupun dari lingkungan eksternal, dan mengembangkan sense of quality (rasa akan kualitas) dan rasa akan kesempurnaan atas pekerjaan yang dimiliki individu dan pekerjaan dari orang lain

  Ciri-ciri pada cluster ini adalah ciri yang tidak mudah dan objektif, namun komponen tersebut merupakan komponen utama dari keterbakatan. Renzulli (dalam Sternberg& Davidson, 1986) 3.

   Creativity (Kreatifitas)

  Kreatifitas dapat diikuti oleh satu atau lebih dari beberapa hal berikut ini: individu fasih, secara fleksibel, original, dan mampu untuk mengembangkan pemikiran, termasuk juga menjadi: 1.

  Terbuka terhadap pengalaman dan menerima pengalamaan yang baru dan berbeda (meskipun tidak irasional) yang terdapat dalam pemikiran, tindakan atau merupakan hasil dari individu dan orang lain 2. Memiliki rasa ingin tahu (Curious), petualang, dan “mentally playful” dan memiliki keinginan untuk mengambil resiko dalam pemikiran dan tindakan, bahkan menjadi individu dengan tujuan yang tidak dapat dihalangi

  3. Sensitif terhadap karakteristik yang detail dan eksetika dari ide-ide dan memiliki keinginan untuk bertindak dan bereaksi terhadap stimulus eksternal dan terhadap ide-ide dirinya maupun perasaannya

  Menurut Renzulli keterbakatan merupakan interaksi antara ketiga cluster di atas, dengan kata lain anak berbakat adalah mereka yang memiliki semua ciri-ciri pada cluster tersebut dan menampilkannya sebagai potensi yang dimiliki ke segala bidang.

3. Persyaratan Remaja Kelas Akselerasi di Indonesia

  Peserta Kelas Akselerasi di Indonesia memiliki beberapa persyaratan menurut Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah (2003), yakni: 1.

  Informasi data objektif, yang diperoleh dari pihak sekolah berupa skor akademis dan pihak psikolog berupa skor hasil pemeriksaan psikologis.

  Skor akademis diperoleh dari: a.

  Nilai ujian nasional dari sekolah sebelumnya, dengan rata-rata 8,0 ke atas baik untuk SMP maupun SMA, sedangkan untuk SD tidak dipersyaratkan; b. Tes kemampuan akademis, dengan nilai sekurang-kurangnya 8,0; c. Rapor, nilai rata-rata seluruh mata pelajaran tidak kurang dari 8,0.

  Skor psikologis diperoleh dari hasil pemeriksaan psikologis yang meliputi tes inteligensi umum, tes kreativitas, dan inventori keterikatan pada tugas. Peserta yang lulus tes psikologi adalah mereka yang memiliki kemampuan intelektual umum dengan kategori jenius (IQ ≥ 140) atau mereka yang memiliki kemampuan intelektual umum dengan kategori cerdas (IQ ≥ 125) yang ditunjang oleh kreativitas dan keterikatan terhadap tugas dalam kategori di atas rata-rata.

  2. Informasi data subyektif, yaitu nominasi yang diperoleh dari diri sendiri, teman sebaya, orangtua, dan guru sebagai hasil dari pengamatan dari sejumlah ciri-ciri keberbakatan.

3. Kesehatan fisik, ditunjukan dengan surat keterangan sehat dari dokter.

  4. Kesediaan calon remaja percepatan dan persetujuan orangtua, yaitu pernyataan tertulis dari pihak penyelenggara program percepatan belajar untuk remaja dan orangtuanya tentang hak dan kewajiban serta hal-hal yang dianggap perlu dipatuhi untuk menjadi peserta program percepatan belajar 4.

   Kelebihan dan Kekurangan Penyelenggaraan Kelas Akselerasi di Indonesia

  Kehadiran kelas Akselerasi di Indonesia memang memberikan kesempatan pada anak berbakat untuk mendapatkan pendidikan sesuai dengan potensi mereka yang berbeda pada anak umumnya, namun di sisi layanan ini juga memiliki kekurangan. Berikut adalah kelebihan dan kekurangan dari penyelenggaraan Kelas Akselerasi SMA di Indonesia berdasarkan pidato yang disampaikan oleh Prof. Dr. Asmadi Alsa di depan Rapat Terbuka Majelis Guru Besar Universitas Gadjah Mada pada Tanggal 6 Juni 2007 di Yogyakarta.

a. Kelebihan Layanan Akselerasi

  Menurut Alsa (2007) terdapat beberapa kelebihan Layanan Akselerasi di Indonesia, antara lain: 1.

  Materi pelajaran yang menantang akan meningkatkan minat belajar sehingga kemajuan belajar menjadi lebih cepat (Hasil Penelitian

  Ablard, 1994) 2.

  Remaja yang mengikuti program akselerasi di SMA mempunyai

  Grade Point Average yang lebih tinggi, mendapat lebih banyak

  beasiswa, dan mempunyai aspirasi karir lebih tinggi daripada remaja yang tidak mengikuti program akselerasi (Hasil Penelitian

  Brody dan Benbow dalam Pyryt, 1999) 3.

  Program akselerasi membuat remaja cerdas dan berbakat menyukai kegiatan belajar mereka, dan meningkatkan harga diri mereka.

  (Gross, 1999) 4. Waktu belajar remaja SMA kelas akselerasi yang diperpendek dari tiga tahun menjadi dua tahun membuat aktivitas belajar remaja kelas akselerasi menjadi padat, jumlah jam belajar di sekolah lebih banyak dibandingkan dengan jumlah jam belajar remaja kelas reguler. Aktivitas belajar yang padat menjadikan remaja kelas akselerasi mampu melakukan regulasi diri dalam belajar (Alsa, 2006) 5. Beban dan tugas belajar di dalam dan di luar jam sekolah ternyata menjadi stresor positif (eustres) bagi remaja kelas akselerasi.

b. Kekurangan Layanan Akselerasi

  Menurut Alsa (2007) selain memiliki kelebihan, Layanan Akselerasi juga memiliki beberapa kekurangan antara lain:

  1. Kendala utama yang paling nyata bagi sekolah dan guru untuk mengembangkan ranah afektif remaja, adalah padatnya kurikulum, sistem ujian nasional, dan ketidaksiapan guru menggunakan metode pembelajaran yang variatif

  2. Penyelenggaraan kelas akselerasi adalah tidak dipenuhinya persyaratan IQ minimal remaja kelas akselerasi. Penelitian yang dilakukan oleh Rejeki (2005) di Solo, Alsa (2006) di Yogyakarta, dan Nuraida, dkk. (2007) di Jakarta, menemukan beberapa remaja SMA kelas akselerasi tidak memenuhi IQ minimal yang dipersyaratkan

  3. Belajar tidak sekedar menguasai ilmu pengetahuan, tapi berfikir, mencari dan menggali pengetahuan, mengerti, menilai, dan membandingkan 4. Anak sering bermasalah dalam penyesuaian sosial (Gibson, 1980) serta penyesuaian emosional (Richardson dan Benbow, 1990)

  5. Program Akselerasi berpengaruh positif terhadap perkembangan akademik remaja, tapi tidak berpengaruh terhadap perkembangan sosial dan emosional remaja. Sourther dan Jones (1991)

  6. Percepatan pendidikan dari 3 tahun menjadi 2 tahun hanya terjadi pada ranah kognitif (pengetahuan dan intelek) dan tidak terjadi pada ranah afektif dan ranah psikomotorik 7. Pemberian pengalaman belajar dengan melibatkan remaja dalam kehidupan masyarakat, di instansi, kunjungan ke museum, atau pembelajaran oleh tokoh masyarakat, maupun pengalaman belajar melalui kegiatan eksplorasi, hampir tidak pernah dilakukan (pembelajaran kurang kontekstual) E.

PERMASALAHAN PADA ANAK BERBAKAT

  Berdasarkan ciri-ciri keterbakatan yakni kemampuan berpikir tingkat tinggi, kritis, kreativitas, movitasi maka menjadi implikasi munculnya kebutuhan anak yang berbeda dengan kebutuhan anak pada umumnya. Potensi yang unggul tersebut dapat menjadi predisposisi terhadap munculnya berbagai masalah, sehingga keterbakatan anak dapat menjadikan anak rentan terhadap munculnya masalah, terutama jika anak tidak memperoleh akses untuk memenuhi kebutuhannya sebagai anak berbakat. Menurut Seagoe (dalam Hawadi, 1985), ciri-ciri tertentu pada anak berbakat dapat atau mungkin mengakibatkan timbulnya masalah-masalah tertentu seperti: 1.

  Kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat mengarah ke sikap ragu-ragu (skeptis) dan sikap kritis baik terhadap diri maupun lingkungan

  2. Kemampuan kreatif dan minat untuk melakukan hal-hal baru dapat menyebabkan anak berbakat tidak menyukai atau cepat bosan terhadap tugas rutin 3. Perilaku ulet dan terara pada tujuan yang sering tampak pada anak berbakat ke arah keinginan untuk memaksakan atau mempertahankan pendapatnya 4. Kepekaan dari anak berbakat dapat membuatnya mudah tersinggung atau peka terhadap kritik orang lain

  5. Semangat yang tinggi, kesiagaan mental dan prakarsanya dapat membuatnya kurang sabar atau kurang toleran jika tidak ada kegiatan atau kurang tampak kemajuan dalam kegiatan yang sedang berlangsung 6. Dengan kemampuan dan minatnya yang beragam, anak berbakat membutuhkan keluwesan dan dukungan untuk dapat menjajaki dan mengembangkan minat-minatnya 7. Keinginan anak untuk mandiri dalam belajar dan bekerja, kebutuhan kebebasan dapat menimbulkan konflik karena tidak mudah menyesuaikan diri atau tunduk terhadap tekanan orang tua atau teman sebaya. Ia dapat juga merasa ditolak atau kurang dimengerti oleh lingkungannya.

F. PENGARUH SENSE OF HUMOR TERHADAP STRES PADA REMAJA DARI KELAS AKSELERASI DI KOTA MEDAN

  Masa Remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Menurut Hurlock (2008) masa remaja merupakan masa yang penting, hal ini dikarenakan tugas perkembangan di masa sebelum dan sesudah masa remaja akan menentukan keberhasilan seseorang dalam menjalani fase-fase perkembangan selanjutnya.

  Layanan Akselerasi merupakan layanan percepatan. Artinya adalah bahwa segala perlakuan yang diterima oleh anak mengalami percepatan baik waktu yang digunakan untuk menyelesaikan sekolah maupun waktu penyelesaian tugas yang diberikan oleh sekolah (Alsa, 2007). Hal ini yang ditemukan menjadi masalah bagi remaja dari kelas akselerasi terutama yakni bagi perkembangan sosial remaja (Gibson, 1980)

  Sebagai remaja, mereka memiliki beberapa tugas perkembangan. Salah satu tugas perkembangan menurut Hurlock (2010) adalah mencapai hubungan baru dan lebih matang dengan teman sebaya. Namun ternyata tuntutan dari sekolah mengenai tugas-tugas yang diberikan menjadi penghalang anak untuk melaksanakan tugas perkembangannya tersebut. Kondisinya adalah bahwa setiap hari anak akan diberikan tugas dengan frekuensi belajar yang banyak. Alsa (2007) menyatakan bahwa sebagai anak berbakat mereka senang dengan pelajaran- pelajaran menantang yang diberikan. Ketika anak diperhadapkan dengan materi pembelajaran yang menantang, anak menganggap kondisi ini merupakan

  

eustres (kondisi stres yang menyenangkan). Namun ternyata dengan keberadaan

  tugas yang begitu banyak, anak harus menerima resiko bahwa mereka dianggap kurang sosial dan angkuh oleh teman-teman sebayanya (Alsa, 2007). Anggapan ini tidak tanpa alasan. Anak akan menghabiskan waktu untuk belajar dan mengerjakan tugas, baik pada jam sekolah maupun ketika berada di rumah. Hal inilah yang mengakibatkan anak seolah terisolasi dan tidak mau bergabung dengan teman-teman sebayanya. Kondisi seperti ini yang akan mengganggu perkembangan sosial pada anak. Satu sisi mereka memiliki tugas perkembangan untuk membina relasi dengan teman-teman sebayanya namun di sisi lain mereka memiki tuntutan tugas yang tidak dapat dihindari.

  Menurut Buescher dan Higham (1990) salah satu yang menjadi karakteristik remaja adalah mereka sangat rentan dengan berbagai kritik, saran dan serangan emosional dari orang lain. Kondisi seperti ini seringkali mengakibatkan anak ingin menjadi sempurna dan mengingat bahwa sejak kecil mereka selalu memiliki keinginan untuk melakukan tugas secara sempurna dan hal ini menjadi kebiasaan hingga ia remaja. Menjadi sempurna dalam segala hal tidaklah selalu positif, terbukti bahwa anak sering mengalami disonansi antara apa yang sesungguhnya mereka lakukan dengan kualitas pekerjaan yang diharapkan. Anak barangkali mengaku bahwa mereka sudah mengerjakan sesuatu secara maksimal, namun ternyata lingkungan tidak mengakui hal yang sama. Alsa (2007) menyatakan bahwa semakin berbakat anak, semakin banyak pihak yang ikut campur terhadap keterbakatannya. Orangtua dan guru seringkali menyalahkan perbendaharaan

  „keterbakatan‟ pada anak berbakat, di mana anak berbakat wajib menunjukkan performan yang selalu sempurna.

  Berbagai permasalahan ini seringkali dapat mengancam kondisi individu. Hal tersebut terjadi karena individu merasa bahwa antara keinginan dengan kenyataan yang ia miliki ternyata tidak sejalan. Kondisi ini dikenal dengan Stres. Sarafino (2007) mendefinisikan stres sebagai kondisi yang menimbulkan persepsi jarak antara individu dengan tuntutan yang ada. Ketika seseorang mengalami stres maka yang sering terjadi adalah seseorang mengalami kondisi tegang yang menimbulkan ketidaknyamanan.

  Ketika seseorang mengalami stres, maka ia akan memanifestasikannya ke dalam beberapa aspek. Menurut Sarafino (2007) stres memiliki beberapa aspek yakni biologis (sakit kepala berlebihan, tidak nafsu makan, dll); kognisi (daya ingat menurun, perhatian dan konsentrasi menurun); emosi (mudah marah, cemas) dan tingkah laku (menyalahkan orang lain dan melanggar norma). Kondisi stres yang dialami oleh seseorang perlu untuk ditangani, tujuannya adalah agar ketidaknyamanan yang dirasakannya dapat berkurang. Hal inilah yang dikenal sebagai coping stres. Coping Stress merupakan upaya yang diarahkan untuk menatalaksanaan stres (stuart, 2007)

  Beberapa penelitian seringkali menghubungkan antara penggunaan humor sebagai coping stres yang ada pada seseorang. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Eva Binti Nurhanifah terhadap siswa akselerasi di SMA Negeri Surabaya dikatakan bahwa terdapat hubungan antara sense of humor dan stres di mana koefisien korelasi antara kedua variabel tersebut adalah -0.402 yang berarti bahwa jika skor sense of humor tinggi, maka tingkat stres menjadi rendah. Meredith (dalam Kartono, 1979: 134) menambahkan bahwa humor merupakan salah satu ciri dari pribadi yang matang. Individu yang memiliki humor sanggup untuk menertawakan hal-hal yang tidak disenangi, termasuk diri sendiri, namun demikian tetap mencintainya. Seseorang yang menyukai humor tidak mungkin tidak memiliki sense of humor (rasa akan humor). Sense of humor merupakan kemampuan seseorang untuk menciptakan, menghargai dan menggunakan humor untuk menyelesaikan masalah (Hartanti, 2002). Para Psikolog Perkembangan menyatakan bahwa sense of humor yang didapatkan pada masa kanak-kanak dan akan membantu anak untuk mengatasi kejadian-kejadian yang mengakibatkan

  

stres (stresor)Bariaud, 1989; Martin, 1989; McGhee, 1979, 1980, 1994; Simons,

McCluskey-Fawcett, & Papini, 1986)

  Permasalahan yang dialami oleh Remaja dari kelas akselerasi yang berhubungan dengan perkembangan sosialnya tidak jarang mengakibatkan anak menjadi sulit untuk bergaul dengan teman-teman sebayanya dikarenakan tuntutan tugas yang besar (Alsa, 2007). Bariud et al., (1989) menyatakan bahwa dengan menggunakan sense of humor pada usia sekolah, anak akan mampu berhubungan dengan teman-teman sebayanya, berkomunikasi, serta mampu memahami peristiwa kehidupannya.

  Kondisi lain yang juga menjadi stresor bagi remaja dari kelas akselerasi adalah tuntutan dari berbagai pihak terutama orangtua dan guru. Guru seringkali bahwa kamu cerdas‟ di sisi lain orangtua selalu mengharapkan hasil yang sempurna dari anaknya (Alsa, 2007). Permasalahan inilah yang sering memunculkan stres pada anak. Penelitian yang dilakukan oleh Kuper et.al (1993) memperoleh hasil bahwa ketika seseorang menggunakan humor maka ia akan memiliki persepsi yang lebih positif terhadap masalah yang dihadapinya selain itu juga akan membuat perspektif alternatif dari masalah yang dialaminya, individu secara emosional akan membuat jarak antara dirinya dengan stressor dan akan menurunkan perasaan-perasaan negatif terhadap permasalahan yang dialaminya.

  Penggunaan sense of humor bagi remaja dari kelas akselerasi tentunya memberikan banyak keuntungan, mengingat bahwa permasalahan yang dialami seringkali mengakibatkan perasaan tidak nyaman yang dikenal dengan stres. Kelly (2002) menyatakan bahwa dengan menggunakan sense of humor, maka seseorang memiliki 3 keuntungan besar yakni pertama, penggunaan sense of humor membantu individu membentuk hubungan sosial yang baik; kedua, humor memiliki efek secara tidak langsung terhadap stres individu, dan yang ketiga, tertawa yang merupakan ekspresi dari pengalaman terhadap humor terbukti dapat mengurangi ketegangan syaraf akibat stres

E. HIPOTESA PENELITIAN

  Berdasarkan pemaparan di atas, adapun hipotesa dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh Sense of Humor terhadap stres pada Remaja dari kelas akselerasi di Kota Medan