BAB II PENGATURAN TENTANG PELAYANAN UMUM YANG DILAKUKAN OLEH PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) SEBAGAI BUMN PERSERO A. Pengertian dan Sejarah Singkat Badan Usaha Milik Negara - Pelayanan Umum yang Dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Persero da
BAB II PENGATURAN TENTANG PELAYANAN UMUM YANG DILAKUKAN OLEH PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) SEBAGAI BUMN PERSERO A. Pengertian dan Sejarah Singkat Badan Usaha Milik Negara Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh atau
sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan modal secara
15 langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Pemerintah sebagai inverstor mewakili negara dalam menyediakan berbagai prasarana dan sarana yang dibutuhkan masyarakat luas (publik). Dengan demikian motivasinya tentu berbeda dengan investor swasta yang mencari keuntungan, sementara pemerintah untuk kesejahteraan masyarakat berupa pelayanan bagi rakyatnya. Berbagai prasarana dan sarana yang dibutuhkan publik, seperti jalan raya, jembatan, taman, pelabuhan, lapangan terbang, pasar, rumah sakit, dan lainnya, pada hakikatnya adalah kewajiban negara untuk menyediakannya. Pemerintah sebagai penyelenggara negara perlu melakukan investasi untuk pengadaan prasarana dan sarana publik tersebut, untuk memenuhi
16 kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat atau rakyatnya (publik).
Berdasarkan hasil studi tentang BUMN yang dilakukan oleh United
Nation and Development Organization (UNI-DO), organisasi di bawah naungan
PBB untuk pengembangan industri, bersama ICPE (International Center For
15 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN.
Public Enterprise) yang berpusat di Ljubljana, Yugoslavia, di mana dikemukakan
bahwa pada umumnya negara-negara yang mempunyai usaha negara atau BUMN mencantumkan hasrat dan latar belakang penguasaan negara pada bidang kehidupan yang vital dan strategis oleh karena bidang itu menyangkut
17 kepentingan umum atau masyarakat banyak.
BUMN dalam perkembangannya hingga kini melewati proses yang sangat panjang. Secara historis kehadiran BUMN di Indonesia sudah ada sebelum Indonesia merdeka. Perusahaan negara atau Badan Usaha Milik Negara telah lama dikenal sejak masuknya Belanda di Indonesia, adanya VOC (Verenigde Dost lndische Companie) dapat dijadikan bukti keterlibatan negara dalam kegiatan ekonomi. VOC adalah suatu Trust yang dibentuk pemerintah Belanda
18 untuk melaksanakan usaha dagang di Indonesia.
Secara garis besar, perkembangan BUMN, termasuk perusahaan negara di Indonesia dapat dibagi dalam lima periode, pertama periode sebelum kemerdekaan. Dalam periode sebelum kemerdekaan ini, pelbagai jenis badan usaha termaksud diatur oleh ketentuan Indische Bedrijfen Wets (IBW) dan
19 Indische Comptabiliteit Wets (ICW).
Periode kedua adalah masa antara tahun 1945-1960. Mengingat pentingnya keberadaan badan usaha milik negara dalam pembangunan dan dalam rangka perjuangan untuk mengembalikan Irian Barat ke wilayah Republik Indonesia, pada periode ini terjadi gerakan nasionalisasi terhadap semua
17 Aminuddin Ilmar, Hak Menguasai Negara dalam Privatisasi BUMN, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2012), hlm. 72-72. 18 Syamsul Rizal, ”Analisis Juridis dari Badan Usaha Milik Negara”, perusahaan negara milik asing/bekas milik Belanda. Pengambilalihan ini diatur dalam PP No.27 Tahun 1957 jo. UU No. 26 Tahun 1959 tentang Nasionalisasi Perusahaan Belanda. Perusahaan-perusahaan yang dinasionalisasikan tersebut pada mulanya berbentuk Perseroan Terbatas (PT) dan yang beroperasi dalam hampir semua sektor perekonomian negara yang mencakup lapangan perbankan,
20 perkebunan, perdagangan dan jasa.
Periode ketiga berlangsung tahun 1960-1969. Dalam perkebangan selanjutnya, berbagai bentuk badan usaha dalam periode ini telah diseragamkan dengan berdasarkan UU No. 19 Tahun 1960 menjadi satu bentuk, yaitu
21
perusahaan negara. Perusahaan Negara adalah semua perusahaan dalam bentuk apapun yang modal seluruhnya merupakan kekayaan negara Republik Indonesia,
22 kecuali jika ditentukan lain dengan atau berdasarkan undang-undang.
Periode keempat berlangsung mulai tahun 1969-1998. Dalam periode ini, peranan perusahaan negara dalam menunjang pembangunan nasional semakin meningkat, sejalan dengan pelaksanaan pembangunan sejak Pembangunan Lima Tahun (Pelita) I sampai berakhirnya masa Orde Baru, yang merupakan kelanjutan
23 dan peningkatan dari periode pembangunan sebelumnya.
Periode kelima berlangsung pada tahun 1998 sampai sekarang. Dalam periode ini, terjadi perubahan penguasaan atau wewenang atas perusahaan- perusahaan negara, yang ditandai oleh dibentuknya Kabinet Reformasi Pembangunan oleh B.J.Habibie. Sejak masa pemerintahan itu dan selanjutnya,
20 21 Ibid. 22 Ibid .
Elsi Kartika Sari dan Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, (Jakarta : PT semua perusahaan negara, kecuali Pertamina, ditempatkan wewenang pengelolaannya, yang semula di bawah menteri atau direktur jenderal masing- masing departemen, disatukan di bawah Kementerian Negara BUMN yang
24 dipimpin oleh seorang menteri negara.
Dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea 4 secara jelas menyebutkan cita- cita bangsa Indonesia yang mendasar, yaitu dapat dijelaskan sebagai berikut, “...Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejaheraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial ,...”25 Cita-cita bangsa tersebut secara lebih jelas diuraikan sebagai berikut :
(4) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas kekeluargaan.
(5) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(6) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Filosofi dibentuknya BUMN dapat dilihat khususnya dalam ayat (2) dan (3) Pasal 33 UUD 1945 yang menerangkan bahwa cabang-cabang produksi yang penting yang menguasai hajat hidup orang banyak serta bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dalam bentuk BUMN. Dalam pengertian di atas secara jelas Indonesia menyatakan dirinya sebagai negara
26
kesejahteraan (welfare state) , oleh karena itu kesejahteraan rakyat merupakan tujuan utama dari pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam teori Negara Kesejahteraan, tujuan negara tidak lain untuk mewujudkan kesejahteraan setiap warga negaranya. Konsep keterlibatan negara
27
dalam bidang ekonomi untuk pertama kali dikemukakan oleh Beveridge. Dalam negara kesejahteraan, untuk mencapai tujuan kesejahteraan masyarakat, negara dituntut ikut campur dalam segala aspek kehidupan sosial, mulai dari buaian ibu sampai masuk liang kubur (from the craddle to the grave). Dengan demikian, tidak satupun aspek kehidupan masyarakat yang lepas dari campur tangan
28 pemerintah.
Sejak Indonesia memproklamirkan kemerdekaan hingga sekarang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah memainkan peranan yang penting dalam pembangunan dan perekonomian negara. Negara melakukan kegiatan ekonomi
29 dalam bentuk perusahaan dalam rangka pelaksanaan Pasal 33 UUD 1945.
Sebenarnya Pasal 33 UUD 1945 dan selanjutnya semua perundang- undangan yang didasarkan kepada Pasal 33 UUD 1945 tersebut adalah suatu
26 Menurut J.M. Keyness dan Smith (2006), ide dasar negara kesejahteraan beranjak dari
abad ke-18 ketika Jeremy Bentham (1748-1832) mempromosikan gagasan bahwa pemerintah
memiliki tanggung jawab untuk menjamin the greatest happiness (atau welfare) of the greatest
number of their citizens. Bentham menggunakan istilah ‘utility’ (kegunaan) untuk menjelaskan
konsep kebahagiaan atau kesejahteraan. Berdasarkan prinsip utilitarianisme yang ia kembangkan, Bentham berpendapat bahwa sesuatu yang dapat menimbulkan kebahagiaan ekstra adalah sesuatuyang baik. Sebaliknya, sesuatu yang menimbulkan sakit adalah buruk. Menurutnya, aksi-aksi
pemerintah harus selalu diarahkan untuk meningkatkan kebahagian sebanyak mungkin orang.
Gagasan Bentham mengenai reformasi hukum, peranan konstitusi dan penelitian sosial bagi
pengembangan kebijakan sosial membuat ia dikenal sebagai “bapak kesejahteraan negara” (father of welfare states ). 27 28 Muchsan, Peradilan Administrasi Negara, (Yogyakarta : Liberty, 1981), hlm. 1.Ibrahim, BUMN dan Kepentingan Umum, (Bandung : PT.Citra Aditya Bakti, 1997), hlm.9. amanat dari Proklamasi dan UUD 1945 mengenai perekonomian nasional Pancasila. Yang dimaksudkan dengan ini adalah suatu susunan perekonomian
30 Indonesia yang pusatnya adalah kemakmuran rakyat.
Secara politik-ekonomi, pendirian BUMN di Indonesia mempunyai tiga alasan pokok. Pertama, sebagai wadah bisnis aset yang dinasionalisasi. Alasan ini terjadi di tahun 1950-an ketika pemerintah menasionalisasi perusahaan- perusahaan asing. Peristiwanya dimulai pada tahun 1957, ketika kabinet Ali Satroamidjojo II jatuh disertai krisis ekonomi yang parah. Kejatuhan kabinet ini seakan memperkuat sinyal bahwa pemerintahan parlementer akan membawa
31 Indonesia ke dalam keterpurukan.
Kedua, membangun industri yang diperlukan masyarakat, namun masyarakat sendiri (atau swasta) tidak mampu memasukinya, baik karena alasan investasi yang sangat besar maupun risiko usaha yang sangat besar. Pada pertengahan tahun 1960-an pemerintah mulai mendirikan pabrik-pabrik pupuk urea, mulai di Sumatera Selatan, Jawa Barat, Kalimantan Timur, Jawa Timur, dan Aceh. Pemerintah mengambil alih Indosat sebagai home-base pemilikan dan pengelolaan Satelit Palapa. Pemerintah juga mendirikan industri-industri kelistrikan sebagai bahan bakar energi nasional. Pemerintah juga mendirikan industri-industri kelistrikan sebagai bahan bakar energi nasional. Pemerintah mendirikan industri pesawat terbang, IPTN, dengan tujuan menjadi pelaku bisnis
32 regional di bidang pesawat angkut jenis menengah dan kecil.
30 31 Sumantoro, Hukum Ekonomi, (Jakarta : Universitas IndonesiaPress, 1986), hlm. 259.
Riant Nugroho dan Randy R. Wrihatnolo, Manajemen Privatisasi BUMN, (Jakarta: PT
Ketiga, membangun industri yang sangat strategis karena berkenaan dengan keamanan negara. Oleh karena itu pemerintah membangun industri persenjataan Pindad, bahan peledak, Dahana, pencetakan uang, Peruri, hingga
33 pengelolaan stok pangan, Bulog.
Jika diteliti lebih jauh, alasan yang dikemukakan di atas cukup akurat mengingat BUMN di Indonesia sebenarnya telah muncul sebelum Indonesia merdeka yaitu ketika pemerintah Hindia Belanda mendirikan diantaranya
Gomeenschappelike Mijnbow maatschapij (GMB) yang merupakan perusahaan
timah di Belitung, Pegadaian Spoorswagen (SS). Perusahaan inilah yang kemudian setelah Indonesia merdeka dinasionalisasi pemerintah menjadi perusahaan milik negara yang saat itu berstatus jawatan, yaitu Jawatan Angkutan Motor RI, Jawatan Kereta Api, Jawatan Pegadaian dan lainnya. Namun, alasan pendirian BUMN saat itu juga dirasa tidak terlepas dari cita-cita pemerintah Indonesia dalam mewujudkan Pasal 33 UUD 1945. Kehadiran BUMN seperti PT Pupuk Sriwijaya dan PT Semen Gresik (sektor manufaktur), Jakarta Llyod, Garuda, Pelni (sektor transportasi), BIM dan BNI di sektor perbankan adalah bukti usaha pemerintah dalam mengaplikasikan semangat UUD 1945 dalam perekonomian nasional. Perkembangan jumlah BUMN yang dinasionalisasi bahkan terbilang fantastis pada periode 1958-1965 yang mencapai 630 BUMN sebagi dampak pelaksanaan nasionalisasi berdasarkan Peraturan Pemerintah No.
23 Tahun 1958 sehubungan dengan pembebasan Irian Barat. Momentum penting lainnya adalah ketika pemerintah juga melakukan nasionalisasi terhadap perusahaan asing selain yang dimiliki oleh Hindia Belanda sebagai akibat konfrontasi Indonesia terhadap Malaysia. Perusahaan-perusahaan asing tersebut
34 adalah perusahaan milik Singapura, Inggris, dan Malaysia.
Keberadaan BUMN yang dulu dikenal dengan PN, dalam perjalanan sejarah, tidak dapat dipisahkan dari PN zaman Hindia Belanda, serta kebijaksanaan Pemerintah Indonesia mengenai nasionalisasi perusahaan-
35
perusahaan milik Belanda. Seiring dengan konfrontasi politik di Indonesia pada tahun 1959, Pemerintah telah mengambil alih perusahaan-perusahaan asing termasuk perusahaan Belanda. Ketika itu pemerintah menginginkan dan berharap agar perusahaan-perusahaan Belanda yang telah diambil-alih dapat dikelola dan dikembangkan oleh para pengusaha swasta pribumi, akan tetapi kenyataan menunjukkan bahwa para pengusaha swasta pribumi saat itu belum memiliki kemampuan untuk menanganinya karena keterbatasan modal usaha dan sumber daya manusia. Sejumlah pengusaha etnis Tionghoa yang bersedia membeli dan mengelola bekas perusahaan-perusahaan Belanda tersebut ditolak Pemerintah dengan alasan pengusaha etnis Tionghoa tidak boleh lagi mendominasi dunia usaha di bidang perdagangan, industri dan pertanian seperti pada jaman pemerintahan kolonial Belanda. Karena itu Pemerintah akhirnya mengambil
34 Lammindo Jelita, Analisis Pengaruh Kebijakan Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN dan Penerapan Good Corporate Governance (GCG) Terhadap Kinerja Keuangan PTPN , Skripsi, (Jakarta, Fakultas Ekonomi, 2007), hlm. 46.
keputusan mendirikan sejumlah perusahaan negara untuk mengelola eks
36 perusahaan-perusahaan Belanda dimaksud.
Tentu ada juga perusahaan BUMN yang tidak berasal dari nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing yang memang merupakan badan usaha yang didirikan oleh pengusaha pribumi untuk menjawab tantangan zaman. Pabrik baja PT. Krakatau Steel yang didirikan tahun 1970, salah satu BUMN yang tidak berasal dari nasionalisasi. Contoh lainnya adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang didirikan oleh kalangan pedagang Muslim pribumi di Solo pada 1895 untuk menyelamatkan rakyat dari rentenir Tionghoa. Bank ini sampai sekarang masih
37 eksis bahkan berkembang menjadi salah satu bank terbesar di Tanah Air.
Posisi dan peranan negara dalam perekonomian nasional pasca kemerdekaan sangatlah dominan. Argumentasi paling mendasar diperlukannya dominasi dan intervensi pemerintah adalah: (1) situasi negara yang baru lepas dari
38
penjajahan tidak memiliki social overhead capital (SOC) sebagai modal pembangunan; (2) Besarnya kerugian dan kerusakan public utilities sebagai akibat perang; dan (3) terpinggirkannya pengusaha pribumi sebagai kelas ketiga (setalah Eropa dan Keturunan Arab dan China). Berbagai permasalahan tersebut mendorong pemerintah untuk berperan besar dan melakukan beberapa intervensi untuk mendorong tumbuhnya perekonomian nasional. Usaha menstimulasi
36 Parluhutan Sagala, Penyebaran Kepemilikan Saham Pemerintah Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk Menciptakan Perusahaan yang Efektif dan Efisien, Disertasi, (Medan: Sekolah Pascasarjana, 2009), hlm. 44. 37 Ishak Rafick dan Baso Amir, BUMN Expose “Menguak Pengelolaan Aset Negara Senilai 2.000 Triliun Lebih” , (Jakarta : Ufuk Press, 2010), hlm. 2-3. 38 Social overhead capital, adalah barang-barang modal yang menjadi dasar atau sarana perekonomian dalam masa Demokrasi Parlementer diimplementasikan melalui Rencana Urgensi Perekonomian (RUP dan Program Benteng yang ditujukan
39 untuk membantu pengusaha pribumi (Sutter, 1959).
Pendirian BUMN pada masa itu dipilih sebagai suatu alternatif terbaik guna mengembangkan roda perekonomian nasional, di samping belum adanya minat dan kemampuan usaha swasta nasional maupun koperasi untuk memasuki bidang-bidang usaha tertentu. Padahal kegiatan penyelenggaraan pada bidang usaha tertentu itu sangat diperlukan dan vital dalam mendukung pembangunan nasional. Kondisi tersebut dapatlah dipahami dengan mengingat kemampuan usaha swasta nasional pada masa itu, apalagi usaha koperasi belum memadai
40 untuk menyelenggarakan atau mengusahakan cabang produksi tersebut.
Dalam kaitan dengan pengelolaan BUMN, pada awal orde baru pemerintah menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan BUMN, yang terdiri atas
41
dekonsentrasi, debirokratisasi, dan desentralisasi . Hal ini ditujukan untuk membuka kesempatan bagi pihak swasta agar terlibat dalam proses pembangunan.
Upaya perbaikan kinerja BUMN dilakukan melalui ditetapkannya Peraturan
39 Roziq M. Kaelani, Landasan Hukum dan Sejarah BUMN di Indonesia, http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=11&ved=0CB4QFjAAOA o&url=http%3A%2F%2Fketawanggede.tripod.com%2Fedisi1.pdf&ei=FZWQU_nIJMG8ugTe44J
I&usg=AFQjCNGVMBpFylSTq3fQlExXaMQlNO7R9g&bvm=bv.68235269,d.c2E, diakses 5
Juni 2014. 40 41 Aminuddin Ilmar, Op.cit., hlm. 74.Dekonsentrasi merupakan pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada aparat
pemerintah pusat yang ada di daerah untuk melaksanakan tugas pemerintah pusat di daerah.
dengan kata lain, dekonsentrasi adalah perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah.
Debirokratisasi merupakan penghapusan atau pengurangan hambatan yg terdapat dl sistem
birokrasi. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurus urusan yang ada di daerah, wujud nyata dari desentralisasi adalah adanya otonomi daerah. Otonomi daerah itu akan mengakibatkan daerah melalui DPRD dapat membuat kebijakan sendiri dalam lingkup wilayahnya untuk mengurus sendiri urusannya dan daerah dapatPemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Bentuk Badan Usaha Negara. Dalam peraturan ini BUMN dipisahkan berdasarkan fungsi dan peran sosial ekonomisnya, yakni Perusahaan Jawatan, Perusahaan Umum, dan Perusahaan Perseroan. Dalam perkembangan selanjutnya BUMN di Indonesia mengalami beberapa perubahan, yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat
42 dan kebijakan pemerintah.
Pasca-reformasi, pengelolaan BUMN diatur dalam ketetapan MPR Nomor
IV/MPR/1999 mengenai : (1) penataan BUMN secara efisien, transparan, dan profesional; (2) penyehatan BUMN yang berkaitan dengan kepentingan umum; dan (3) mendorong BUMN yang tidak berkaitan dengan kepentingan umum untuk melakukan privatisasi di pasar modal. Untuk melaksanakan TAP MPR tersebut, diterbitkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, yang peraturan pelaksanaannya diatur melalui Peraturan Pemerintah,
43 Keputusan Presiden, dan Keputusan Menteri.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 ini mengganti tiga undang-undang sebelumnya, yaitu Indonesische Berdrijvenwet (Stb. No. 419 Tahun 1927) sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah terakhir dengan Undang- Undnag Nomor 12 Tahun 1955; Undang-Undang Nomor 19 Prp Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara; dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara menjadi undang-undang. Sejak
diundangkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003, ketiga undang-undang
44 tersebut dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi.
Setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang
45 Badan Usaha Milik Negara, bentuk BUMN terbagi atas 3 (tiga), yaitu: 1.
Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk Perseroan Terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruhnya atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.
2. Perusahaan Perseroan Terbuka, yang selanjutnya disebut Persero Terbuka, adalah Persero yang modal dan jumlah pemegang sahaamnya memenuhi kriteria tertentu atau Persero yang melakukan penawaran umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
3. Perusahaan Umum, yang selanjutnya disebut Perum adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Setelah dikeluarkannya Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 Tentang
BUMN, pada tahun 2005 diterbitkan 2 (dua) Peraturan Pemerintah yang berkaitan dengan BUMN yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2005 tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan dan Perubahan Badan Hukum dan
44 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung : PT Citra Aditya
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas (PT). Pada tahun yang sama, Pemerintah juga menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Privatisasi Perseroan (Persero) yang merupakan kebijakan tentang privatisasi BUMN. Pada tanggal 23 September 2009, pemerintah menetapkan kebijakan tentang privatisasi BUMN melalui penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2005 tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perusahaan Perseroan (Persero).
B. Maksud dan Tujuan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Persero
Keikutsertaan negara dalam aktifitas ekonomi publik diwujudkan melalui pembentukan badan usaha, salah satunya Badan Usaha Milik Negara. Maksud dan tujuan pendirian BUMN diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No.19 Tahun 2003.
Pertama , tujuan pendiriran BUMN adalah untuk memberikan sumbangan
bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya. BUMN diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat sekaligus memberikan kontribusi dalam meningkatkan
46 pertumbuhan ekonominasional dan membantu penerimaan keuangan negara.
Kedua , tujuan pendirian BUMN adalah untuk mengejar keuntungan.
Meskipun maksud dan tujuan persero adalah untuk mengejar keuntungan, dalam
47 hal-hal tertentu adalah untuk adalah untuk melakukan pelayanan umum.
Ketiga , tujuan pendirian BUMN adalah menyelenggarakan kemanfaatan
umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak. Dengan maksud dan tujuan seperti ini, setiap hasil usaha dari BUMN, baik barang maupun jasa, dapat memenuhi
48 kebutuhan masyarakat.
Keempat , tujuan pendirian BUMN adalah menjadi perintis kegiatan- kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi.
Kegiatan perintisan merupakan suatu kegiatan usaha untuk menyediakan barag dan/atau jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat, namun kegiatan tersebut belum dapat dilakukan oleh swasta dan koperasi karena secara komersial tidak
49 menguntungkan.
Kelima , tujuan pendirian BUMN adalah turut aktif memberikan bimbingan
dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan
50 masyarakat.
Dalam sistem perekonomian nasional, BUMN ikut berperan menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat. Peran BUMN dirasakan semakin penting sebagai
47 Lihat Pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN beserta pejelasannya. 48 Lihat Pasal 2 ayat (1) huruf c Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN beserta pejelasannya. 49 Lihat Pasal 2 ayat (1) huruf d Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN pelopor dan perintis dalam sektor usaha yang belum diminati swasta. Di samping itu, BUMN juga mempunyai peran strategis sebagai pelaksana pelayanan publik, penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta besar, dan turut membantu pengembangan usaha kecil atau koperasi. BUMN juga merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang signifikan dalam bentuk berbagai jenis pajak,
51 deviden, dan hasil privatisasi.
Kehadiran BUMN di Indonesia diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi perekonomian nasional, BUMN diharapkan mampu memberikan kontribusi yang signifikan pada APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja
52 Negara) . APBN merupakan salah satu wujud dari upaya penyelenggaran
kehidupan berbangsa dan bernegara. Melalui APBN inilah pemerintah mengalokasikan penerimaan yang diperolehnya untuk pengeluaran dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara selama satu tahun. Tidak hanya diharapkan menjadi salah satu sumber penerimaan negara, BUMN juga diharapkan mampu melayani kebutuhan masyarakat dalam kaitannya dengan posisi Public Service Obligation (PSO) yang dipikulnya.
Pada pertengahan Juli 2003 pemerintah dengan persetujuan bersama dengan DPR RI menerbitkan Undang-undnag No. 19 Tahun 2003 tentang Badan
51 Yusuf Wibisono, Membedah Konsep & Aplikasi Corporate Social Responsibility (CSR), (Gresik:Fascho Publishing, 2007), hlm. 81. 52 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar
Usaha Milik Negara. Dalam UU ini bentuk BUMN hanya ada 2 (dua), yakni
53 Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Perseroan (Persero).
54 Maksud dan tujuan BUMN Persero disebutkan antara lain : a.
menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat; b. mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan. Persero sebagai salah satu pelaku ekonomi nasional dituntut untuk memenuhi permintaan pasar melalui penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat baik di pasar dalam negeri maupun internasional. Dengan demikian dapat meningkatkan keuntungan dan nilai Persero yang bersangkutan sehingga akan memberikan manfaat yang optimal bagi pihak-
55 pihak yang terkait.
Adapun tujuan BUMN Persero untuk menjawab kebutuhan masyarakat melalui penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat seperti yang dimaksud sebelumnya adalah untuk memperoleh keuntungan bagi perusahaan. Dengan demikian dapatlah kita katakan bahwa pada dasarnya tujuan yang lebih dominan dari BUMN Persero adalah mengejar keuntungan, dibandingkan dengan tujuan-tujuan BUMN Persero yang lainnya.
BUMN Persero dapat pula menerima penugasan khusus untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
53 Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan Dalam Peraturan Perundang-Undangan, (Bandung : Penerbit Nuansa Aulia, 2005), hlm.17.
56 Pasal 12 tersebut di atas. Dalam bagian penjelasan ketentuan tersebut
dikemukakan, bahwa pemerintah dapat pula menugaskan suatu BUMN Persero untuk melaksanakan fungsi pelayanan kemanfaatan umum, termasuk dalam fungsi tersebut adalah pelaksanaan program kemitraan dan pembinaan usaha kecil dan
57 kpoerasi.
Maka dari itu fungsi BUMN tidak hanya melaksanakan fungsi komersial semata dengan mengedepankan orientasi keuntungan akan tetapi harus pula melaksanakan fungsi sosial. Hal itu dikarenakan sifat, maksud dan tujuan pendirian BUMN Persero yang khas.
Berbeda dengan Persero, maksud dan tujuan dari Perum adalah menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas dengan harga yang terjangkau
58 oleh masyarakat berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.
Perum dibedakan dengan Perusahaan Perseroan karena sifat usahanya. Perum dalam usahanya lebih berat pada pelayanan demi kemanfaatan umum, baik pelayanan maupun penyediaan barang dan jasa. Namun demikian, sebagai badan usaha diupayakan untuk tetap mandiri dan untuk itu Perum perlu mendapat laba
59
agar dapat hidup berkelanjutan. Perum diarahkan sebagai perusahaan yang dapat menutup operasinya dengan memperoleh keuntungan, tetapi memperoleh keuntungan bukan menjadi tujuan utamanya.
56 57 Lihat Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang No.19 Tahun 2003 tentang BUMN.
Aminuddin Ilmar, Op.cit., hlm.87.
C. Sejarah Singkat PT. Kereta Api Indonesia (Persero)
Salah satu alat transportasi publik yang masih disukai oleh masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera adalah kereta api. Bepergian dengan menggunakan moda kereta api dirasa lebih aman dan tidak terkena dampak kemacetan seperti angkutan jalan, selain biayanya lebih murah, kepastian waktu perjalanan juga lebih terjamin di bandingkan dengan moda transportasi lainnya. Ditambah lagi pada saat ini pelayanan angkutan rel massal ini sudah lebih baik dibandingkan dengan kondisi di masa lalu. Untuk mencapai kondisi seperti sekarang, perkeretaapian Indonesia mengalami sejarah yang sangat panjang.
Kereta api adalah salah satu alat atau saran transportasi yang diciptakan dan digunakan oleh manusia sebagai media perpindahan dari suatu tempat ke tempat lain, baik perpindahan orang maupun perpindahan barang. Lahirnya kereta api sebagai sarana transportasi mempunyai kaitan erat dengan upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dan mengatasi kesulitan hidup yang dihadapi oleh mereka yang kesemuanya merupakan upaya untuk meningkatkan taraf hidup manusia.
Keunggulan moda transportasi kereta api (KA) antara lain mampu mengangkut penumpang dan barang dalam jumlah besar dan massal, hemat energi, hemat lahan, ramah lingkungan, tingkat keselamatan tinggi, adaptif
60 terhadap perkembangan teknologi.
60 Taufik Hidayat, Regulasi, Keselamatan dan Pelayanan Perkeretaapian Indonesia,
Sejarah kelahiran PT. Kereta Api Indonesia (Persero) bermula dari ditemukannya lokomotif oleh George Stephenson di Inggris tahun 1814. Pada waktu itu masyarakat menamakannya “kuda besi”. Dari penemuan lokomotif
61 tersebut membawa angin baru terhadap pertumbuhan alat transportasi mekanis.
Kehadiran kereta api di Indonesia ditandai dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan kereta api di desa Kemijen, Jumat tanggal 17 Juni 1864 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet van den Beele. Pembangunan diprakarsai oleh Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische
Spoorweg Maatschappij (NV. NISM) yang dipimpin oleh Ir. J.P de Bordes dari
Kemijen menuju desa Tanggung (26 Km) dengan lebar sepur 1435 mm. Ruas
62 jalan ini dibuka untuk angkutan umum pada hari Sabtu, 10 Agustus 1867.
Dilihat dari sudut waktu, sesungguhnya penggunaan kereta api sebagai alat transportasi umum di Indonesia tidaklah begitu terlambat, bila dibandingkan dengan penggunaan kereta api sebagai alat transportasi umum di Eropa, apalagi bila dibandingkan dengan negeri Belanda yang mulai menggunakannya baru pada tahun 1939, jadi hanya terpaut waktu 28 tahun. Hal itu dapat dipahami, karena pada masa itu tanah air kita sedang dalam cengkraman penguasa kolonial dari
63 negeri Belanda.
Selain di Jawa, pembangunan jalan kereta api juga dilakukan di Sumatera Selatan (1914), Sumatera Barat (1891), Sumatera Utara (1886), Aceh (1874),
61 Sugeng Harsoyo, Kedudukan Hukum PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Skripsi, (Medan, Fakultas Hukum, 2003), hlm. 73. 62 PT. Kereta Api Indonesia, Sejarah Perkeretaapian, http://www.kereta-api.co.id/, diakses 6 Juni 2014. bahkan tahun 1922 di Sulawesi juga telah dibangun jalan kereta api sepanjang 47 km antara Makassar-Takalar, yang pengoperasiannya dilakukan tanggal 1 Juli 1923, sisanya Ujungpandang-Maros belum sempat diselesaikan. Sedangkan Kalimantan, meskipun belum sempat dibangun, studi jalan kereta api Pontianak- Sambas (220 km) sudah diselesaikan. Demikian juga pulau Bali dan Lombok juga
64 pernah dilakukan studi pembangunan jalan kereta api.
Pada zaman penjajahan Belanda, perkeretaapian benar-benar mengalami kejayaan akibat melimpahnya barang komoditas hasil produksi perkebunan dan pabrik yang saat itu diangkut oleh kereta api, sebagai satu-satunya alat transportasi darat yang mampu mengangkut dalam jumlah besar dengan biaya yang relatif murah dan waktu yang relatif lebih cepat, s elain agar dapat
mengangkut hasil bumi, kereta api juga bermanfaat bagi kepentingan pertahanan pada
waktu itu. Belanda memang memiliki pandangan jauh ke depan soal masa depan
transportasi Indonesia.Kesuksesan pembangunan dan pemanfaatan jaringan transportasi kereta api
yang dirasakan pemerintah kolonial Belanda maupun pihak-pihak swasta terpaksa
berakhir setelah Jepang masuk ke Indonesia. Setelah pemerintahan Belanda menyerahtanpa syarat kepada Jepang pada tahun 1942, sejak saat itulah sarana-sarana yang
telah dibangun oleh pemerintah Belanda juga dikuasi oleh Jepang termasuk sarana
perkeretaapian.Pada masa pendudukan Jepang (1 Maret 1942 - 17 Agustus 1945) semua perkeretaapian di Jawa dikuasai oleh pemerintah angkatan darat (Rikuyun). Pada
64 Wikipedia, Sejarah Perkeretaapian di Indonesia ,
masa ini perkeretaapian lebih difungsikan sebagai perangkat perang. Dimana terjadilah pembongkaran jalan rel, sarana dan prasarana berkurang, pekerjaan perawatan terabaikan, sehingga kondisi operasi perkeretaapian sangat merosot. Semua perusahaan kereta api disatukan dengan nama Rikuyu Kyoku. Sedangkan perkeretaapian di Sumatera di bawah pemerintahan angkatan laut Jepang (Kaigun)
65 dengan nama Tetsudo Tai dengan pusat di Bukit Tinggi.
Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, karyawan kereta api yang tergabung dalam "Angkatan Moeda Kereta Api" (AMKA) mengambil alih kekuasaan perkeretaapian dari pihak Jepang. Peristiwa bersejarah yang terjadi pada tanggal 28 September 1945, pembacaan pernyataan sikap oleh sejumlah anggota AMKA, menegaskan bahwa mulai tanggal 28 September 1945 kekuasaan perkeretaapian berada ditangan bangsa Indonesia.
Orang Jepang tidak diperkenankan lagi campur tangan dengan urusan perkeretaapian di Indonesia. Inilah yang melandasi ditetapkannya 28 September 1945 sebagai Hari Kereta Api di Indonesia, serta dibentuknya "Djawatan Kereta
66 Api Republik Indonesia" (DKARI).
Setelah negara Republik Indonesia menjadi negara kesatuan pada Januari 1950, DKARI berubah menjadi DKA. Berdasarkan UU No. 19 dengan Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1963, terhitung 22 Mei 1963 status perusahaan kereta api di Indonesia berubah menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA).
Sedangkan di Sumatera, Deli Spoorweg My terhitung 1957 dinasionalisasi dan
65 Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat, Sejarah Panjang Perkeretaapian di Indonesia,
masuk di bawah perusahaaan kereta api pemerintah pada saat itu dan kemudian
67 bergabung menjadi PNKA.
Masih dalam rangka pembenahan BUMN, Pemerintah mengeluarkan UU No. 9 Tahun 1969 Tentang BUMN tanggal 1 Agustus 1969, yang menetapkan BUMN menjadi tiga, yaitu Perseroan, Perusahaan Umum dan Perusahaan Jawatan. Sejalan dengan UU dimaksud berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 1971 tanggal 15 September 1971, bentuk Perusahaan PNKA dikembalikan ke dalam bentuk perusahaan Jawatan menjadi “Perusahaan Jawatan Kereta Api” (PJKA).
Selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 1990 Tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Jawatan (Perjan) Kereta Api Menjadi Perusahaan Umum (Perum) Kereta Api, pada 2 Januari 1991, Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) mengalami perubahan menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka). Bentuk Perum digunakan hingga menjelang akhir pemerintahan Orde Baru.
Tujuan Perum adalah menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan atau jasa yang bermutu tinggi, sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Sifat usaha Perum lebih menitikberatkan pada pelayanan umum baik pelayanan maupun penyediaan barang dan jasa. Perum memiliki kekayaan sendiri yang
68 terpisah dengan kekayaan negara.
Kemudian diikuti dengan diterbitkannya Undang-Undang No 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian, dengan tujuan agar lebih otonom dan berorientasi komersial. Dokumen tersebut juga menyatakan komitmen pemerintah tentang hal spesifik yang hendak dilaksanakan, yaitu korporatisasi dan komersialisasi
69 subsektor perkeretaapian.
Berikutnya, dalam rangka “Loan Agreement” No. 4106-IND tanggal 15 Januari 1997 berupa bantuan proyek dari Bank Dunia, yang kemudian lebih dikenal dengan Proyek efisiensi perkeretaapian atau “Railway Efficiency Project” (REP), diarahkan pada peningkatan efisiensi dan kualitas pelayanan yang
70
ditempuh melalui delapan kebijakan, yaitu: a.
Memperjelas peranan antara pemilik (owner), pengaturan (regulator), dan pengelola (operator); b.
Melakukan restrukturisasi Perumka, termasuk merubah status Perusahaan Umum menjadi Perseroan Terbatas; c. Kebijakan pentarifan dengan pemberian kompensasi dari pemerintah kepada Perumka atas penyediaan KA non komersial, yaitu tarifnya ditetapkan oleh pemerintah; d. Rencana jangka panjang dituangkan dalam Perencanaan Perusahaan
(Corpoorate Planning), yang dijabarkan ke dalam rencana kerja anggaran perusahaan secara tahunan; e.
Penggunaan peraturan dan prosedur dalam setiap kegiatan; f. Pengingkatan peran serta sektor swasta; g.
Peningkatan SDM; h. Pengelolaan lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja.
Sejalan dengan maksud REP (Railway Efficiency Project) tersebut, langkah berikut menuju korporatisasi dan komersialisasi subsektor perkeretaapian adalah perubahan status dari bentuk Perusahaan Umum (Perum) Kereta Api menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) berdasarkan Peraturan Pemerintah No.
69 Taufik Hidayat (1), Jalan Panjang Menuju Kebangkitan Perkeretaapian Indonesia
Reformasi dan Restrukturisasi Perkeretaapian , (Bandung : Indonesian Railway Watch, 2012),