Pelayanan Umum yang Dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Persero dalam Melaksanakan Maksud dan Tujuannya ditinjau dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara (studi pada PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional I Suma

(1)

PELAYANAN UMUM YANG DILAKUKAN OLEH BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN) PERSERO DALAM MELAKSANAKAN MAKSUD DAN TUJUANNYA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA

(Studi pada PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional I Sumatera Utara)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

OLEH

KELKEISA PUTRI HALOHO 100200164

Departemen Hukum Ekonomi

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkah dan rahmat yang telah diberikan-Nya selama ini, sehingga Penulis bisa menyelesaikan karya tulis skripsi ini dengan baik dan benar.

Penulisan Skripsi yang berjudul “Pelayanan Umum yang Dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Persero dalam Melaksanakan Maksud dan Tujuannya ditinjau dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara (studi pada PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional I Sumatera Utara)” ini ditujukan guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH) di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa hasil penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karenanya, Penulis sangat mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun dari para pembaca skripsi ini. Kelak dengan adanya saran dan kritik tersebut, maka penulis akan dapat menghasilkan karya tulis yang lebih baik dan berkualitas, baik dari segi substansi maupun dari segi cara penulisannya.

Secara khusus, Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua Penulis, Ruben Sihaloho dan Eldina Simanihuruk, yang telah membesarkan, mendidik, dan mendukung Penulis hingga dapat menyelesaikan pendidikan formal Strata Satu (S1) ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada saudara terkasih, Heru Fajar Setiawan Haloho, yang selalu mendukung dan menyemangati Penulis dalam penulisan skripsi ini.


(3)

Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc.(CTM), Sp.A(K)., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah mengelola dan menyelenggarakan universitas sesuai dengan visi dan misi USU.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M. Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah memimpin penyelenggaraan pendidikan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, serta membina tenaga pendidik dan mahasiswa di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).

3. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah banyak membantu Dekan dalam memimpin pelaksanaan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

4. Bapak Syarifuddin Hasibuan, S.H., M.Hum.,DFM, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah banyak membantu Dekan dalam memimpin pelaksanaan kegiatan di bidang administrasi umum.

5. Bapak Dr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah banyak membantu Dekan dalam pelaksanaan kegiatan di bidang pembinaan dan pelayanan kesejahteraan mahasiswa.


(4)

6. Ibu Windha, S. H., M. Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi dan Dosen Hukum Ekonomi. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas segala saran dan kritik yang sangat berarti dan bermanfaat bagi penyelesaian skripsi ini.

7. Bapak Ramli Siregar, S.H., M. Hum., selaku Sekretaris Jurusan Departemen Hukum Ekonomi. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas ilmu yang telah diberikan dalam perkuliahan.

8. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.Hum., Dosen Hukum Ekonomi dan Dosen Pembimbing I. Di tengah kesibukan Beliau, Beliau masih dapat meluangkan waktu untuk mengkaji perkembangan hasil studi Penulis hingga selesai. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas segala bantuan dan dukungannya yang sangat berarti dan bermanfaat bagi penyelesaian skripsi ini.

9. Ibu Dr. T. Keizeirina Devi A., S.H., C.N., M.Hum., selaku Dosen Hukum Ekonomi dan Dosen Pembimbing II. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas segala bantuan, kritikan, saran, bimbingan, dan dukungan yang sangat berarti dan bermanfaat hingga selesainya penyusunan skripsi ini.

10. Bapak Dr. Drs. Ramlan Yusuf Rangkuti, M.A., selaku Dosen Penasihat Akademik Penulis. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas bimbingannya kepada Penulis selama menjalankan perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(5)

11. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas segala ilmu yang telah iberikan sejak awal perkuliahan hingga selesainya penulisan skipsi ini.

12. Seluruh Staf Pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah berjasa membantu Penulis dalam kegiatan perkuliahan hingga menyelesaikan skripsi ini.

13. Sahabat-sahabat terbaik Penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Winda Sembiring, S.H., Nova Iasha Kalo, S.H., Windy Febrina, S.H., dan Umar Ismail Sipahutar, S.H., yang telah menemani dan mewarnai masa perkuliahan Penulis sehingga perkuliahan menjadi masa-masa yang sangat indah dan tak terlupakan. Semoga kita semua sukses selalu.

14. Yohannes Panjaitan yang selalu ada bersama Penulis dalam suka maupun duka dan telah banyak membantu Penulis sampai menyelesaikan perkuliahan. 15. Jimmy Simamora, Tutor Ambarita, Dyon Hutagalung, Reni Sihaloho, Tiur

Nainggolan yang selalu ada bersama Penulis dalam suka maupun duka mengisi hari-hari Penulis sampai menyelesaikan perkuliahan.

16. DPC PERMAHI (Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia) MEDAN, yang telah memberi pengalaman-pengalaman baru yang menarik baik di dalam maupun di luar kegiatan organisasi. Abangda Andreas, Kak Donita, Kak Winda, Agnes, Winda, Lidya, Synta, Nopi, Natalia, Jonathan, Edyson, Riswanto, Lasman, Husein, Bonar, Jerry, Joko, Ridho, Beni, Hikler dan


(6)

teman-teman yang lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, Penulis akan selalu mengingat keceriaan bersama di sekretariat tercinta.

17. Sahabat-sahabat Green Alga, terutama Winda, Agnes, Jerry, Eka, Dyna, Lidya, Ika, Raymond, Dadhan, Maruli yang telah mewarnai perjalanan Penulis dalam mengikuti Kompetisi Peradilan Semu Tingkat Nasional Piala A.G. Pringgodigdo IV yang diadakan di Surabaya. Penulis akan selalu mengingat kehangatan pertemanan mereka.

18. Abang-kakak senior dan adik-adik junior Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendukung Penulis menyelesaikan perkuliahan hingga selesai.

Salam Hormat,

Penulis

             


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

ABSTRAKSI ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 8

D. Keaslian Penulisan ... 10

E. Tinjauan Kepustakaan ... 11

F. Metode Penelitian ... 13

G. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II PENGATURAN TENTANG PELAYANAN UMUM YANG DILAKUKAN OLEH PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) SEBAGAI BUMN PERSERO ... 20

A. Pengertian dan Sejarah Singkat Badan Usaha Milik Negara ... 20

B. Maksud dan Tujuan Badan Usaha Miilik Negara (BUMN) Persero ... 32


(8)

D. Pengaturan Tentang Public Service Obligation (PSO) sebagai Bentuk Pelayanan Umum oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai BUMN Persero ... 46

BAB III PELAKSANAAN PUBLIC SERVICE OBLIGATION (PSO) SEBAGAI BENTUK PELAYANAN UMUM OLEH PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) DIVISI REGIONAL I SUMATERA UTARA ... 62

A. Pelaksanaan Public Service Obligation (PSO) dalam Penyelenggaraan Kereta Api “Putri Deli”... 62 B. Pelaksanaan Public Service Obligation (PSO) dalam

Penyelenggaraan Kereta Api “Siantar Ekspress” ... 66 C. Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana

Penyelenggaraan Public Service Obligation (PSO) Sebagai Bentuk Pelayanan Umum oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional I Sumatera ... 70

BAB IV PERMASALAHAN YANG DIHADAPI DALAM

PELAKSANAAN PELAYANAN UMUM OLEH PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) DIVISI REGIONAL I SUMATERA UTARA SIMPULAN DAN SARAN ... 80

A. Kendala yang Dialami oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara dalam Pengelolaan Public Service Obligation (PSO) ... 80 B. Peran Serta Masyarakat dan Pemerintah dalam Penyelenggaraan

Pelayanan Umum oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara ... 89


(9)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 95

A. Kesimpulan ... 95 B. Saran ... 98


(10)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 2.1 Ringkasan Sejarah Perkeretaapian Indonesia ... 43 2. Tabel 2.2 Rekapitulasi Perhitungan Kontrak PSO Kereta Api Ekonomi

Tahun Anggaran 2014 ... 61 3. Tabel 3.1 Rekapitulasi Perhitungan PSO Kereta Api “Putri Deli” Tahun

Anggaran 2013... 64 4. Tabel 3.2 Rekapitulasi Perhitungan PSO Kereta Api “Putri Deli” Tahun

Anggaran 2014... 66 5. Tabel 3.3 Rekapitulasi Perhitungan PSO Kereta Api “Siantar Ekspress”

Tahun Anggaran 2013... 68 6. Tabel 3.4 Rekapitulasi Perhitungan PSO Kereta Api “Siantar Ekspress”

Tahun Anggaran 2014... 69 7. Tabel 4.1 Kronologi besaran PSO, IMO, dan TAC... 86

                   


(11)

ABSTRAK

PELAYANAN UMUM YANG DILAKUKAN OLEH BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN) PERSERO DALAM MELAKSANAKAN MAKSUD DAN TUJUANNYA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA

(Studi pada PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional I Sumatera Utara)

Kelkeisa Putri Haloho

Program Studi S-1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara Abstrak

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara menggambarkan adanya dualisme dalam pelaksanaan maksud dan tujuan Badan Usaha Milik Negara yang berbentuk Persero antara melaksanakan pelayanan umum dengan mencari keuntungan. PT. Kereta Api Indonesia (Persero) merupakan suatu badan usaha yang menyelenggarakan angkutan kereta api penumpang dan barang di Indonesia yang diberi penugasan khusus oleh pemerintah sebagai salah satu bentuk penyelarasan antara misi pelayanan umum dengan misi mengejar keuntungan melalui mekanisme Public Service Obligation (PSO).

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif kualitatif. Penelitian normatif adalah penelitian dengan hanya mengolah dan menggunakan data sekunder, sedangkan bersifat deskriptif maksudnya penelitian tersebut kadang kala dilakukan dengan melakukan survei ke lapangan untuk mendapatkan informasi yang dapat mendukung teori yang sudah ada dengan melakukan wawancara kepada pejabat terkait pelaksanaan pelayanan umum di lingkungan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara.

Berdasarkan hasil penelitian pelaksanaan Public Service Obligation (PSO) di lingkungan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara masih belum optimal dikarekanan berbagai kendala, seperti kondisi sarana dan prasarana yang belum memadai serta masalah pendanaan penyelenggaraan angkutan Public Service Obligation (PSO). Untuk mengatasi kendala tersebut PT. Kereta Api Indonesia (Persero) harus meningkatkan kerjasama dengan pemerintah sebagai pemberi penugasan khusus dan penyedia dana penyelenggaraan Public

Service Obligation (PSO).

Kata Kunci : PT. Kereta Api Indonesia (Persero), Public Service Obligation (PSO)

   


(12)

ABSTRAK

PELAYANAN UMUM YANG DILAKUKAN OLEH BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN) PERSERO DALAM MELAKSANAKAN MAKSUD DAN TUJUANNYA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA

(Studi pada PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional I Sumatera Utara)

Kelkeisa Putri Haloho

Program Studi S-1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara Abstrak

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara menggambarkan adanya dualisme dalam pelaksanaan maksud dan tujuan Badan Usaha Milik Negara yang berbentuk Persero antara melaksanakan pelayanan umum dengan mencari keuntungan. PT. Kereta Api Indonesia (Persero) merupakan suatu badan usaha yang menyelenggarakan angkutan kereta api penumpang dan barang di Indonesia yang diberi penugasan khusus oleh pemerintah sebagai salah satu bentuk penyelarasan antara misi pelayanan umum dengan misi mengejar keuntungan melalui mekanisme Public Service Obligation (PSO).

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif kualitatif. Penelitian normatif adalah penelitian dengan hanya mengolah dan menggunakan data sekunder, sedangkan bersifat deskriptif maksudnya penelitian tersebut kadang kala dilakukan dengan melakukan survei ke lapangan untuk mendapatkan informasi yang dapat mendukung teori yang sudah ada dengan melakukan wawancara kepada pejabat terkait pelaksanaan pelayanan umum di lingkungan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara.

Berdasarkan hasil penelitian pelaksanaan Public Service Obligation (PSO) di lingkungan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara masih belum optimal dikarekanan berbagai kendala, seperti kondisi sarana dan prasarana yang belum memadai serta masalah pendanaan penyelenggaraan angkutan Public Service Obligation (PSO). Untuk mengatasi kendala tersebut PT. Kereta Api Indonesia (Persero) harus meningkatkan kerjasama dengan pemerintah sebagai pemberi penugasan khusus dan penyedia dana penyelenggaraan Public

Service Obligation (PSO).

Kata Kunci : PT. Kereta Api Indonesia (Persero), Public Service Obligation (PSO)

   


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Merupakan fakta yang tidak bisa dibantah bahwa BUMN Indonesia mengemban misi yang amat strategis dalam pembangunan nasional. BUMN dituntut untuk mampu memberikan kontribusi optimal bagi pembangunan perekonomian nasional, diantaranya melalui deviden dan pajak. BUMN juga diwajibkan untuk berpartisipasi dalam program-program strategis untuk mengatasi berbagai permasalahan nasional. Lebih dari itu, BUMN juga dituntut untuk memiliki tanggung jawab dalam upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat pada umumnya.1

Keterlibatan negara dalam pembangunan, khususnya pembangunan ekonomi melalui BUMN, dilandasi oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, menyebutkan :2

(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas kekeluargaan.

(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Salah satu perwujudan dari pasal tersebut di atas adalah bahwa negara mellui satuan atau unit-unit usahanya, yaitu perusahaan negara/BUMN,       

1

Dibyo Soemantri Priambodo, Perjalanan Panjang dan Berliku Refleksi BUMN 1993-2003 Sebuah Catatan tentang Peristiwa, Pandangan dan Renungan dalam Satu Dasawarsa, (Yogyakarta:Media Pressindo, 2004), hlm. 3.

2


(14)

melakukan kegiatan usaha yang menghasilkan barang dan atau jasa serta mengelola sumber-sumber alam untuk memenuhi kebutuhan masyarakat luas. Dengan demikian, karena menyangkut kepentingan masyarakat luas, BUMN mempunyai peran yang menentukan dalam menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, khususnya di bidang perekonomian. Mengingat peranan BUMN adalah menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, khususnya di bidang perekonomian, maka kebijakan pemerintah dalam pembinaan BUMN-pun disesuikan dengan kebijakan nasional.3

BUMN sebagai unit ekonomi milik negara merupakan sektor yang penting peranannya dalam membantu pemerintah mengimplementasikan kebijakan pembangunan yang telah digariskan. Dalam konteks pencarian alternatif sumber dana, pemerintah memberikan perhatian atau mungkin semacam tuntutan yang makin besar kepada BUMN, khususnya yang berstatus Persero. Hal ini mengingatkan untuk memupuk keuntungan, besarnya jumlah BUMN dalam status Persero, besarnya investasi yang ditanamkan oleh negara. BUMN merupakan sektor kunci dalam perkembangan perekonomian negara, mempunyai potensi dalam pengembangan sumber daya manajerial dan keterampilan serta mempunyai potensi alih teknologi. Tuntutan yang makin besar di masa mendatang ini akan menuntut peningkatan pengelolaan yang lebih efektif dan efisien. Dengan kata lain, pada masa mendatang fungsi BUMN khususnya Persero sebagai unit bisnis

       3

Pariata Westra, Administrasi Perusahaan Negara Perkembangan & Permasalahan, (Yogyakarta : Ghalia Indonesia, 2009), hlm.1.


(15)

strategi (SBU : Strategic Business Unit) akan lebih menonjol dibandingkan dengan fungsi-fungsi lainnya yang majemuk itu.4

Sebagai suatu badan usaha bentukan negara, BUMN dapat dikatakan memiliki sifat yang unik. Di satu sisi BUMN sebagai agen pembangunan dituntut melaksanakan program dan kebijakan pemerintah, namun di sisi yang lain sebagai salah satu pelaku ekonomi BUMN tetap harus berfungsi sebagai suatu unit usaha komersial yang menghasilkan laba (profit). Kedua misi BUMN tersebut menimbulkan dilema antara misi menjadi pelayan publik yang optimal dengan misi menjadi organisasi yang profitable, dikarenakan keduanya sering kali kurang mampu berjalan selaras dan seimbang.

Oleh karena itu BUMN dikatakan mempunyai keistimewaan karakteristik yang tidak dipunyai oleh badan usaha lain, yang dirumuskan sebagai :”A corporation clothed with the power of goverment but possessed the flexibility an

initiative of a private enterprise” (suatu badan usaha yang “berbaju” pemerintah

tetapi mempunyai fleksibilitas dan inisiatif sebagai perusahaan swasta). Di sanalah letak keampuhannya lembaga BUMN.5

Pendirian BUMN secara umum memiliki maksud dan tujuan untuk mengejar keuntungan, terutama BUMN Persero. Meskipun maksud dan tujuannya adalah untuk mengejar keuntungan, namun dalam hal-hal tertentu BUMN Persero juga dimaksudkan untuk melakukan pelayanan umum dan dapat diberikan

      

4

Pandji Anoraga, BUMN Swasta dan Koperasi (Tiga Pelaku Ekonomi), (Jakarta : PT. Dunia Pustaka Jaya, 1995), hlm. 21-22.

5


(16)

penugasan khusus oleh pemerintah dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.6

Apabila penugasan tersebut menurut kajian secara finansial tidak fisibel, pemerintah harus memberikan kompensasi atas semua biaya yang telah dikeluarkan oleh BUMN tersebut termasuk margin yang diharapkan. Dalam hal ini, terdapat intervensi politik dalam penetapan harga.7 Dengan demikian, penugasan pemerintah harus disertai dengan pembiayaan (kompensasi) berdasarkan perhitungan bisnis atau komersial, yang kemudian dikenal dengan istilah Kewajiban Pelayanan Umum (Public Service Obligation/PSO).

Secara sederhana PSO diartikan sebagai kewajiban pelayanan publik yaitu kewajiban negara untuk mengeluarkan biaya akibat disparitas atau perbedaan harga pokok penjualan barang dan/atau jasa oleh BUMN atau swasta dengan harga atas barang dan/atau jasa tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah agar pelayanan barang dan/atau jasa tetap terjamin dan terjangkau oleh sebagian besar masyarakat, khususnya bagi masyarakat dari golongan ekonomi lemah.

Kehadiran PSO diperlukan dalam rangka menjaga agar kegiatan penyediaan barang dan jasa publik, khususnya penyediaan jasa transportasi perhubungan, tersedia dalam jumlah yang cukup sekalipun tidak memberikan keuntungan yang cukup bagi penyedian jasa untuk tetap dapat menjalankan kegiatannya. PSO yang ditawarkan untuk rute-rute yang secara finansial tidak memberikan keuntungan harus tetap disediakan, karena hal tersebut diharapkan       

6

Lihat Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN.

7

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Anggaran, Public Service Obligation (PSO), http://www.anggaran.depkeu.go.id/web-content-list.asp?ContentId=193, diakses 16 Juli 2014.


(17)

akan memberikan efek multi-ganda (multiplier effect) secara ekonomi bagi masyarakat di wilayah yang dilewati oleh rute tersebut.8

Terkait dengan penugasan Pemerintah kepada BUMN untuk menyelenggarakan PSO tentunya Pemerintah harus menyediakan sejumlah dana pada pos pengeluarannya dalam APBN. Dana yang dianggarkan tersebut termasuk dalam pos pengeluaran subsidi.9 Pemberian subsidi tersebut disesuaikan dengan kemampuan negara.

Adapun BUMN yang diberikan tugas PSO adalah BUMN-BUMN yang bergerak di bidang transportasi dan komunikasi, beberapa diantaranya adalah PT Kereta Api (Persero) untuk tugas layanan jasa angkutan kereta api kelas ekonomi, PT Pos Indonesia (Persero) untuk tugas layanan jasa pos pada kantor cabang luar kota dan daerah terpencil, PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) untuk tugas layanan jasa angkutan laut kelas ekonomi, dan PT TVRI (Persero) antara lain untuk program penyiaran publik.10

PT Kereta Api Indonesia (Persero) yang belum diswastanisasi, adalah contoh yang baik untuk keseimbangan usaha profit dan non-profit, atau “the

cross-subsidising scheme”, dalam usaha pengoperasiannya. Sementara melayani

yang kaya, dengan membuat keuntungan yang besar, ini adalah dalam posisi untuk memberi jasa-jasa subsidi bagi yang miskin, dan disebut “loss profits       

8

Makmun Syadullah, “Evaluasi Pelaksanaan Kewajiban Pelayanan Publik (Public Service Obligation) dan Subsidi, Studi Kasus: Bidang Tarnsportasi”, dalam Jurnal Ekonomi dan Pembangunan (JEP), Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2E-LIPI), Vol. XV (2), (2007), hlm. 52.

9

Ibid., hlm.59.

10

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Anggaran, Public Service Obligation (PSO), http://www.anggaran.depkeu.go.id/web-content-list.asp?ContentId=193, diakses 16 Juli 2014.


(18)

operations”. Dalam pengoperasiannya, kebanyakan jasa-jasa pengangkutan dibagi dalam tiga kelas pelayanan jasa. Kelas pertama diperuntukkan untuk pelayanan penumpang-penumpang dengan pendapatan tinggi, kelas kedua, adalah kelas untuk melayani para pengguna jasa dengan pendapatan menengah, dan kelas ketiga, adalah kelas yang diperuntukan untuk melayani para pemegang tiket dengan pendapatan rendah. Apabila PSO berpengaruh terhadap keuangan perusahaan, maka adalah tugas pemerintah menyediakan subsidi untuk menutup pengaruhnya terhadap keuangan perusahaan.11

Perkeretaapian sebagai salah satu moda transportasi dengan karakteristik massal dan keunggulan lainnya perlu dikembangkan potensi dan ditingkatkan peranannya sebagai penghubung antarwilayah secara nasional maupun internasional dalam menunjang, mendorong dan menggerakkan pembangunan nasional guna meningkatkan kesejahteraan rakyat. Angkutan kereta api mempunyai kemampuan untuk mengangkut penumpang maupun barang dalam jumlah besar, hemat energi, lebih rendah tingkat polusinya dan tidak menimbulkan kemacetan. Angkutan ini dapat diandalkan untuk angkutan jarak dekat, jarak menengah, jarak jauh, antarkota, antar propinsi bahkan antar negara.12

Masyarakat memiliki hak dasar berupa kebutuhan angkutan, sedangkan pemerintah mempunyai kewajiban menyediakan angkutan dengan menetapkan lintas pelayanan kepada masyarakat khususnya masyarakat yang daya belinya       

11

Safri Nugraha, Privatisation of State Enterprises in the 20th Century A Step Forwards or Backwards, (Jakarta: Institute for Law and Economics Studies, Faculty of Law University of Indonesia, 2004), hlm. 181.

12

Yuli Nugrahini, “Analisis Kinerja Pelaksanaan Kewajiban Pelayanan Publik Bidang Angkutan Kereta Api Penumpang Kelas Ekonomi”, Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Volume 23, No.1, April 2012, hlm. 20.


(19)

masih rendah. Di Indonesia dalam rangka penyelenggaraan angkutan publik bidang angkutan kereta api, Pemerintah memberikan penugasan kepada PT. Kereta Api Indonesia (Persero) untuk melakukan kewajiban pelayanan publik khususnya angkutan kereta api penumpang kelas ekonomi.

Dalam penugasan kewajiban pelayanan publik (Public Service

Obligation/PSO), Pemerintah menetapkan tarif, frekuensi, jumlah tempat duduk

dan standar kualitas pelayanan yang harus dipenuhi oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero). Apabila tarif yang ditetapkan Pemerintah lebih rendah daripada tarif yang dihitung oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) yang menyebabkan tidak tertutupinya biaya operasional dan profit yang reasonable, maka Pemerintah diwajibkan memberikan kompensasi atas selisih tarif tersebut. Kompensasi besaran selisih tarif tersebut dituangkan dalam bentuk kontrak perjanjian dan ditandatangani secara bersama-sama antara Pemerintah dan PT Kereta Api Indonesia (Persero).

Berdasarkan uraian tersebut menarik untuk dilakukannya penelitian dengan judul “Pelayanan Umum yang Dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Persero dalam Melaksanakan Maksud dan Tujuannya ditinjau dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara (studi pada PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional I Sumatera Utara)”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian-uraian latar belakang tersebut, selanjutnya dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :


(20)

1. Bagaimanakah pengaturan tentang Public Service Obligation (PSO) sebagai bentuk pelayanan umum yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Persero menurut Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara?

2. Bagaimanakah pelaksanaan Public Service Obligation (PSO) sebagai bentuk pelayanan umum dalam penyelenggaraan perkeretaapian oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara sebagai BUMN Persero?

3. Bagaimanakah kendala dalam pelaksanaan pelayanan umum yang dilakukan oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara dalam melaksanakan maksud dan tujuannya sebagai salah satu BUMN yang berbentuk persero?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan utama penulisan adalah untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Hukum. Namun berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan tentang pelayanan umum yang dilakukan oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Persero dalam melaksanakan maksud dan tujuannya ditinjau dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara.


(21)

2. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Public Service Obligation (PSO) sebagai bentuk pelayanan umum yang dilakukan oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Persero.

3. Untuk mengetahui manfaat pelaksanaan Public Service Obligation (PSO) sebagai bentuk pelayanan umum yang dilakukan oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara.

4. Untuk mengetahui kendala dalam pelaksanaan Public Service Obligation (PSO) sebagai bentuk pelayanan umum yang dilakukan oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara.

Manfaat Penulisan : 1. Secara Teoritis

a. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya.

b. Menambah pengetahuan normatif, khususnya terkait dengan kaidah hukum, teori dan doktrin ilmu hukum yang relevan dengan tema pelayanan umum yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Persero.

c. Mengetahui secara konkrit sejauhmana pelaksanaan pelayanan umum yang dilakukan oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Persero.


(22)

2. Secara Praktis

a. Memberikan masukan kepada PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara tentang pelaksanaan kewajiban pelayanan umum oleh BUMN Persero.

b. Bahan masukan bagi pemerintah khususnya Kementrian Perhubungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian terkait pelaksanaan kewajiban pelayanan umum oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara sebagai BUMN Persero.

c. Bahan masukan dan sumber informasi bagi pihak-pihak yang memerlukan dan masyarakat secara umum.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelitian dan penelusuran yang telah dilakukan, baik hasil-hasil penelitian yang masih ada maupun yang sedang dilakukan khususnya di lingkungan Universitas Sumatera Utara penelitian dengan judul “Pelayanan Umum yang Dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Persero dalam Melaksanakan Maksud dan Tujuannya ditinjau dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara (studi pada PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional I Sumatera Utara)” belum pernah dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya. Sehubungan dengan keaslian judul ini, penulis telah melakukan pemeriksaan pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk membuktikan bahwa judul skripsi ini belum pernah ditulis oleh orang lain di lingkungan universitas / perguruan tinggi lain dalam wilayah Republik Indonesia.


(23)

Apabila di kemudian hari, ternyata terdapat judul yang sama atau telah tertulis orang lain dalam berbagai tingkat kesarjanaan sebelum skripsi ini dibuat, maka hal tersebut dapat dimintakan pertanggungjawaban.

E. Tinjauan Kepustakaan

Dalam tinjauan kepustakaan ini perlu diperhatikan beberapa ketentuan atau batasan yang menjadi sorotan. Ketentuan atau batasan tersebut berguna untuk membantu melihat ruang lingkup skripsi ini agar sesuai dengan topik yang telah ditentukan sebelumnya serta membantu pembaca untuk mengerti cakupan skripsi ini. Adapun ketentuan-ketentuan dan batasan-batasan yang akan ditentukan antara lain sebagai berikut :

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara dalam Pasal 1 angka 1 dinyatakan bahwa : “Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan modal secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan”.

Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 dinyatakan bahwa : “Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.”

Dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 disebutkan bahwa :


(24)

(1) Maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah :

a. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya; b. mengejar keuntungan;

c. menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memaddai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak;

d. menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi;

e. turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.

Disebutkan dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) huruf b bahwa meskipun maksud dan tujuan persero adalah untuk mengejar keuntungan, namun dalam hal-hal tertentu untuk melakukan pelayanan umum, Persero dapat diberikan tugas khusus dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.

Dalam pengaturan lebih lanjut diatur mengenai maksud dan tujuan Persero yang lebih spesifik dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 disebutkan bahwa :

Maksud dan tujuan pendirian Persero adalah :

a. menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat;

b. mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.”

Untuk memahami lebih lanjut mengenai pelayanan umum yang dilakukan oleh BUMN, dalam BAB V tentang Kewajiban Pelayanan Umum Pasal 66 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 dijelaskan Pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN.


(25)

F. Metode Penulisan

Metode ilmiah dari suatu ilmu pengetahuan yaitu segala cara dalam rangka ilmu tersebut, untuk sampai kepada kesatuan pengetahuan. Tanpa metode ilmiah, suatu ilmu pengetahuan itu sebenarnya bukan suatu ilmu, tetapi suatu himpunan pengetahuan saja tentang berbagai gejala, tanpa dapat disadari hubungan antara gejala yang satu dengan gejala lainnya.13

1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif. Penelitian normatif adalah penelitian dengan hanya mengolah dan menggunakan data sekunder, sedangkan bersifat deskriptif maksudnya penelitian tersebut kadang kala dilakukan dengan melakukan survei ke lapangan untuk mendapatkan informasi yang dapat mendukung teori yang sudah ada.

2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis normatif, yaitu menganalisis permasalahan dalam penelitian ini dari sudut pandang atau menurut ketentuan hukum/ perundang – undangan yang berlaku dan pendekatan yuridis empiris yaitu menganalisis permasalahan dari sudut pandang pelaksanaan peraturan perundang – undangan di lapangan.

      

13

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,2011), hlm. 45.


(26)

3. Lokasi Penelitian

Adapun yang menjadi lokasi penelitian yang penulis laksanakan adalah di PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional I Sumatera Utara.

4. Sumber Data a. Data Primer

Yaitu data yang diperoleh langsung di lapangan yang berasal dari pihak PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional I Sumatera Utara dan pihak-pihak yang terkait.

b. Data Sekunder

Data sekunder tersebut meliputi :

1) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari:

1. Norma dasar, yaitu Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Peraturan Dasar, yaitu Batang Tubuh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara 4. Peraturan Perundang-undangan lainnya.

2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang meberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti hasil-hasil penelitian atau pendapat pakar hukum.


(27)

3) Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus (hukum), ensiklopedia.

5. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah:

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research), penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang disebut dengan data sekunder berupa: Peraturan perundang-undangan, sejumlah buku-buku, artikel-artikel dari media elektronik yang semua itu dimaksdukan untuk memperoleh data-data atau bahan-bahan yang bersifat teoritis yang dipergunakan sebagai dasar dalam penelitian. b. Penelitian Lapangan (Field Research), yaitu dengan melakukan

penelitian lapangan untuk mencari dan mengumpulkan bahan-bahan yang aktual dari PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional I Sumatera Utara dengan metode wawancara terarah atau guided

interview.

6. Alat Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini pengumpulan data sekunder dilakukan dengan menggunakan instrumen studi pustaka dan studi dokumen pada lokasi penelitian di PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara. Pada tahap awal pengumpulan data, dilakukan inventarisasi seluruh data dan atau dokumen yang relevan dengan topik


(28)

pembahasan. Selanjutnya dilakukan pengkategorian data-data tersebut berdasarkan rumusan permasalahan yang telah ditetapkan. Data tersebut selanjutnya dianalisis dengan metode analisis yang sudah di pilih.

Data primer dikumpulkan dengan menggunakan wawancara. Metode wawancara digunakan untuk memperoleh informasi tentang hal-hal yang tidak dapat diperoleh melalui pengamatan.14 Tehnik wawancara dengan menggunakan wawancara tidak terstruktur dengan memakai pedoman wawancara. Wawancara dilakukan kepada pejabat terkait pelaksanaan pelayanan umum di lingkungan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara, yaitu Manajer Pelayanan dan Manager Keuangan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara.

7. Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan baik dari penelitian kepustakaan maupun dari penelitian lapangan selanjutnya dianalisis secara kualitatif yaitu metode analisa data dengan cara mengelompokkan dan menseleksi data yang diperoleh dari penelitian menurut kualitas dan kebenarannya, kemudian dihubungkan dengan teori – teori dari studi kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan dalam penelitian ini. Dalam analisis data ini digunakan cara berfikir induktif, yaitu menyimpulkan hasil penelitian dari hal yang bersifat khusus untuk

      

14


(29)

kemudian diambil kesimpulan yang bersifat umum dan hasilnya dituangkan dalam bentuk skripsi.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan menjadi salah satu metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini, hal ini bertujuan untuk mempermudah dalam menyusun serta mempermudah untuk memahami isi dari skripsi ini.

Skripsi ini disusun secara sitematis dan dibagi dalam 5 (lima) bab, dan setiap bab dibagi dalam sub bab (bagian-bagian) yang secara garis besarnya akan digambarkan sebagai berikut:

BAB PERTAMA : PENDAHULUAN

Bab ini menerangkan ringkasan mengenai Latar Belakang, Perumusan Masalah, Manfaat dan Tujuan Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penulisan, Sistematika Penulisan.

BAB KEDUA : PENGATURAN TENTANG PELAYANAN UMUM YANG DILAKUKAN OLEH PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) SEBAGAI BUMN PERSERO

Bab ini membahas tentang Pengertian dan Sejarah Singkat Badan Usaha Milik Negara, Maksud dan Tujuan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Persero, Sejarah Singkat PT. Kereta Api Indonesia (Persero), Pengaturan tentang


(30)

Pelayanan Umum oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai BUMN Persero.

BAB KETIGA : PELAKSANAAN PUBLIC SERVICE OBLIGATION

(PSO) SEBAGAI BENTUK PELAYANAN UMUM OLEH PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) DIVISI REGIONAL I SUMATERA UTARA

Bab ini membahas tentang Pelaksanaan Public Service

Obligation (PSO) dalam Penyelenggaraan Kereta Api

“Putri Deli”, Pelaksanaan Public Service Obligation (PSO) dalam Penyelenggaraan Kereta Api “Siantar Ekspress” dan Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Penyelenggaraan Public

Service Obligation (PSO) sebagai Bentuk Pelayanan

Umum oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara.

BAB KEEMPAT : PERMASALAHAN YANG DIHADAPI DALAM PELAKSANAAN PELAYANAN UMUM OLEH PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) DIVISI REGIONAL I SUMATERA UTARA

Bab ini membahas tentang Kendala yang Dialami oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara dalam Pengelolaan Public Service


(31)

Pemerintah dalam Penyelenggaraan Pelayanan Umum oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara.

BAB KELIMA : PENUTUP

Bab ini merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan dari apa yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya dan sekaligus dikemukakan beberapa saran.  

                                 


(32)

BAB II

PENGATURAN TENTANG PELAYANAN UMUM YANG DILAKUKAN OLEH PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) SEBAGAI BUMN

PERSERO

A. Pengertian dan Sejarah Singkat Badan Usaha Milik Negara

Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan modal secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.15

Pemerintah sebagai inverstor mewakili negara dalam menyediakan berbagai prasarana dan sarana yang dibutuhkan masyarakat luas (publik). Dengan demikian motivasinya tentu berbeda dengan investor swasta yang mencari keuntungan, sementara pemerintah untuk kesejahteraan masyarakat berupa pelayanan bagi rakyatnya. Berbagai prasarana dan sarana yang dibutuhkan publik, seperti jalan raya, jembatan, taman, pelabuhan, lapangan terbang, pasar, rumah sakit, dan lainnya, pada hakikatnya adalah kewajiban negara untuk menyediakannya. Pemerintah sebagai penyelenggara negara perlu melakukan investasi untuk pengadaan prasarana dan sarana publik tersebut, untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat atau rakyatnya (publik).16

Berdasarkan hasil studi tentang BUMN yang dilakukan oleh United

Nation and Development Organization (UNI-DO), organisasi di bawah naungan

PBB untuk pengembangan industri, bersama ICPE (International Center For       

15

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN.

16

Henry Faizal Noor, Ekonomi Publik “Ekonomi untuk Kesejahteraan Rakyat”, (Padang : Akademia Permata, 2013), hlm. 70.


(33)

Public Enterprise) yang berpusat di Ljubljana, Yugoslavia, di mana dikemukakan bahwa pada umumnya negara-negara yang mempunyai usaha negara atau BUMN mencantumkan hasrat dan latar belakang penguasaan negara pada bidang kehidupan yang vital dan strategis oleh karena bidang itu menyangkut kepentingan umum atau masyarakat banyak.17

BUMN dalam perkembangannya hingga kini melewati proses yang sangat panjang. Secara historis kehadiran BUMN di Indonesia sudah ada sebelum Indonesia merdeka. Perusahaan negara atau Badan Usaha Milik Negara telah lama dikenal sejak masuknya Belanda di Indonesia, adanya VOC (Verenigde Dost lndische Companie) dapat dijadikan bukti keterlibatan negara dalam kegiatan ekonomi. VOC adalah suatu Trust yang dibentuk pemerintah Belanda untuk melaksanakan usaha dagang di Indonesia.18

Secara garis besar, perkembangan BUMN, termasuk perusahaan negara di Indonesia dapat dibagi dalam lima periode, pertama periode sebelum kemerdekaan. Dalam periode sebelum kemerdekaan ini, pelbagai jenis badan usaha termaksud diatur oleh ketentuan Indische Bedrijfen Wets (IBW) dan

Indische Comptabiliteit Wets (ICW).19

Periode kedua adalah masa antara tahun 1945-1960. Mengingat pentingnya keberadaan badan usaha milik negara dalam pembangunan dan dalam rangka perjuangan untuk mengembalikan Irian Barat ke wilayah Republik Indonesia, pada periode ini terjadi gerakan nasionalisasi terhadap semua       

17

Aminuddin Ilmar, Hak Menguasai Negara dalam Privatisasi BUMN, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2012), hlm. 72-72.

18

Syamsul Rizal, ”Analisis Juridis dari Badan Usaha Milik Negara”,

http://digilib.usu.ac.id/ diakses pada tanggal 16 Juli 2014.

19


(34)

perusahaan negara milik asing/bekas milik Belanda. Pengambilalihan ini diatur dalam PP No.27 Tahun 1957 jo. UU No. 26 Tahun 1959 tentang Nasionalisasi Perusahaan Belanda. Perusahaan-perusahaan yang dinasionalisasikan tersebut pada mulanya berbentuk Perseroan Terbatas (PT) dan yang beroperasi dalam hampir semua sektor perekonomian negara yang mencakup lapangan perbankan, perkebunan, perdagangan dan jasa.20

Periode ketiga berlangsung tahun 1960-1969. Dalam perkebangan selanjutnya, berbagai bentuk badan usaha dalam periode ini telah diseragamkan dengan berdasarkan UU No. 19 Tahun 1960 menjadi satu bentuk, yaitu perusahaan negara.21 Perusahaan Negara adalah semua perusahaan dalam bentuk apapun yang modal seluruhnya merupakan kekayaan negara Republik Indonesia, kecuali jika ditentukan lain dengan atau berdasarkan undang-undang.22

Periode keempat berlangsung mulai tahun 1969-1998. Dalam periode ini, peranan perusahaan negara dalam menunjang pembangunan nasional semakin meningkat, sejalan dengan pelaksanaan pembangunan sejak Pembangunan Lima Tahun (Pelita) I sampai berakhirnya masa Orde Baru, yang merupakan kelanjutan dan peningkatan dari periode pembangunan sebelumnya.23

Periode kelima berlangsung pada tahun 1998 sampai sekarang. Dalam periode ini, terjadi perubahan penguasaan atau wewenang atas perusahaan-perusahaan negara, yang ditandai oleh dibentuknya Kabinet Reformasi Pembangunan oleh B.J.Habibie. Sejak masa pemerintahan itu dan selanjutnya,       

20

Ibid.

21

Ibid.

22

Elsi Kartika Sari dan Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, (Jakarta : PT Grasindo, 2005), hlm. 68.

23


(35)

semua perusahaan negara, kecuali Pertamina, ditempatkan wewenang pengelolaannya, yang semula di bawah menteri atau direktur jenderal masing-masing departemen, disatukan di bawah Kementerian Negara BUMN yang dipimpin oleh seorang menteri negara.24

Dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea 4 secara jelas menyebutkan cita-cita bangsa Indonesia yang mendasar, yaitu dapat dijelaskan sebagai berikut,

“...Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara

Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejaheraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,

perdamaian abadi dan keadilan sosial,...”

Cita-cita bangsa tersebut secara lebih jelas diuraikan sebagai berikut :25 (4) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas

kekeluargaan.

(5) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

(6) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Filosofi dibentuknya BUMN dapat dilihat khususnya dalam ayat (2) dan (3) Pasal 33 UUD 1945 yang menerangkan bahwa cabang-cabang produksi yang penting yang menguasai hajat hidup orang banyak serta bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dalam bentuk BUMN. Dalam pengertian di atas secara jelas Indonesia menyatakan dirinya sebagai negara

       24

Ibid.

25


(36)

kesejahteraan (welfare state)26, oleh karena itu kesejahteraan rakyat merupakan tujuan utama dari pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam teori Negara Kesejahteraan, tujuan negara tidak lain untuk mewujudkan kesejahteraan setiap warga negaranya. Konsep keterlibatan negara dalam bidang ekonomi untuk pertama kali dikemukakan oleh Beveridge.27 Dalam negara kesejahteraan, untuk mencapai tujuan kesejahteraan masyarakat, negara dituntut ikut campur dalam segala aspek kehidupan sosial, mulai dari buaian ibu sampai masuk liang kubur (from the craddle to the grave). Dengan demikian, tidak satupun aspek kehidupan masyarakat yang lepas dari campur tangan pemerintah.28

Sejak Indonesia memproklamirkan kemerdekaan hingga sekarang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah memainkan peranan yang penting dalam pembangunan dan perekonomian negara. Negara melakukan kegiatan ekonomi dalam bentuk perusahaan dalam rangka pelaksanaan Pasal 33 UUD 1945.29

Sebenarnya Pasal 33 UUD 1945 dan selanjutnya semua perundang-undangan yang didasarkan kepada Pasal 33 UUD 1945 tersebut adalah suatu       

26

Menurut J.M. Keyness dan Smith (2006), ide dasar negara kesejahteraan beranjak dari abad ke-18 ketika Jeremy Bentham (1748-1832) mempromosikan gagasan bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menjamin the greatest happiness (atau welfare) of the greatest number of their citizens. Bentham menggunakan istilah ‘utility’ (kegunaan) untuk menjelaskan konsep kebahagiaan ataukesejahteraan. Berdasarkan prinsip utilitarianisme yang ia kembangkan, Benthamberpendapat bahwa sesuatu yang dapat menimbulkan kebahagiaan ekstra adalahsesuatu yang baik. Sebaliknya, sesuatu yang menimbulkan sakit adalah buruk. Menurutnya, aksi-aksi pemerintah harus selalu diarahkan untuk meningkatkan kebahagian sebanyak mungkin orang. Gagasan Bentham mengenai reformasi hukum, peranan konstitusi dan penelitian sosial bagi pengembangan kebijakan sosial membuat ia dikenal sebagai “bapak kesejahteraan negara” (father of welfare states).

27

Muchsan, Peradilan Administrasi Negara, (Yogyakarta : Liberty, 1981), hlm. 1.

28

Ibrahim, BUMN dan Kepentingan Umum, (Bandung : PT.Citra Aditya Bakti, 1997), hlm.9.

29

Moch. Faisal Salam, Pemberdayaan BUMN di Indonesia, (Bandung : Pustaka, 2005) hlm.1.


(37)

amanat dari Proklamasi dan UUD 1945 mengenai perekonomian nasional Pancasila. Yang dimaksudkan dengan ini adalah suatu susunan perekonomian Indonesia yang pusatnya adalah kemakmuran rakyat.30

Secara politik-ekonomi, pendirian BUMN di Indonesia mempunyai tiga alasan pokok. Pertama, sebagai wadah bisnis aset yang dinasionalisasi. Alasan ini terjadi di tahun 1950-an ketika pemerintah menasionalisasi perusahaan-perusahaan asing. Peristiwanya dimulai pada tahun 1957, ketika kabinet Ali Satroamidjojo II jatuh disertai krisis ekonomi yang parah. Kejatuhan kabinet ini seakan memperkuat sinyal bahwa pemerintahan parlementer akan membawa Indonesia ke dalam keterpurukan.31

Kedua, membangun industri yang diperlukan masyarakat, namun masyarakat sendiri (atau swasta) tidak mampu memasukinya, baik karena alasan investasi yang sangat besar maupun risiko usaha yang sangat besar. Pada pertengahan tahun 1960-an pemerintah mulai mendirikan pabrik-pabrik pupuk urea, mulai di Sumatera Selatan, Jawa Barat, Kalimantan Timur, Jawa Timur, dan Aceh. Pemerintah mengambil alih Indosat sebagai home-base pemilikan dan pengelolaan Satelit Palapa. Pemerintah juga mendirikan industri-industri kelistrikan sebagai bahan bakar energi nasional. Pemerintah juga mendirikan industri-industri kelistrikan sebagai bahan bakar energi nasional. Pemerintah mendirikan industri pesawat terbang, IPTN, dengan tujuan menjadi pelaku bisnis regional di bidang pesawat angkut jenis menengah dan kecil.32

       30

Sumantoro, Hukum Ekonomi, (Jakarta : Universitas IndonesiaPress, 1986), hlm. 259.

31

Riant Nugroho dan Randy R. Wrihatnolo, Manajemen Privatisasi BUMN, (Jakarta: PT Gramedia, 2008), hlm. 15.

32


(38)

Ketiga, membangun industri yang sangat strategis karena berkenaan dengan keamanan negara. Oleh karena itu pemerintah membangun industri persenjataan Pindad, bahan peledak, Dahana, pencetakan uang, Peruri, hingga pengelolaan stok pangan, Bulog.33

Jika diteliti lebih jauh, alasan yang dikemukakan di atas cukup akurat mengingat BUMN di Indonesia sebenarnya telah muncul sebelum Indonesia merdeka yaitu ketika pemerintah Hindia Belanda mendirikan diantaranya

Gomeenschappelike Mijnbow maatschapij (GMB) yang merupakan perusahaan

timah di Belitung, Pegadaian Spoorswagen (SS). Perusahaan inilah yang kemudian setelah Indonesia merdeka dinasionalisasi pemerintah menjadi perusahaan milik negara yang saat itu berstatus jawatan, yaitu Jawatan Angkutan Motor RI, Jawatan Kereta Api, Jawatan Pegadaian dan lainnya. Namun, alasan pendirian BUMN saat itu juga dirasa tidak terlepas dari cita-cita pemerintah Indonesia dalam mewujudkan Pasal 33 UUD 1945. Kehadiran BUMN seperti PT Pupuk Sriwijaya dan PT Semen Gresik (sektor manufaktur), Jakarta Llyod, Garuda, Pelni (sektor transportasi), BIM dan BNI di sektor perbankan adalah bukti usaha pemerintah dalam mengaplikasikan semangat UUD 1945 dalam perekonomian nasional. Perkembangan jumlah BUMN yang dinasionalisasi bahkan terbilang fantastis pada periode 1958-1965 yang mencapai 630 BUMN sebagi dampak pelaksanaan nasionalisasi berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1958 sehubungan dengan pembebasan Irian Barat. Momentum penting lainnya adalah ketika pemerintah juga melakukan nasionalisasi terhadap

       33


(39)

perusahaan asing selain yang dimiliki oleh Hindia Belanda sebagai akibat konfrontasi Indonesia terhadap Malaysia. Perusahaan-perusahaan asing tersebut adalah perusahaan milik Singapura, Inggris, dan Malaysia. 34

Keberadaan BUMN yang dulu dikenal dengan PN, dalam perjalanan sejarah, tidak dapat dipisahkan dari PN zaman Hindia Belanda, serta kebijaksanaan Pemerintah Indonesia mengenai nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda.35 Seiring dengan konfrontasi politik di Indonesia pada tahun 1959, Pemerintah telah mengambil alih perusahaan-perusahaan asing termasuk perusahaan Belanda. Ketika itu pemerintah menginginkan dan berharap agar perusahaan-perusahaan Belanda yang telah diambil-alih dapat dikelola dan dikembangkan oleh para pengusaha swasta pribumi, akan tetapi kenyataan menunjukkan bahwa para pengusaha swasta pribumi saat itu belum memiliki kemampuan untuk menanganinya karena keterbatasan modal usaha dan sumber daya manusia. Sejumlah pengusaha etnis Tionghoa yang bersedia membeli dan mengelola bekas perusahaan-perusahaan Belanda tersebut ditolak Pemerintah dengan alasan pengusaha etnis Tionghoa tidak boleh lagi mendominasi dunia usaha di bidang perdagangan, industri dan pertanian seperti pada jaman pemerintahan kolonial Belanda. Karena itu Pemerintah akhirnya mengambil

       34

Lammindo Jelita, Analisis Pengaruh Kebijakan Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN dan Penerapan Good Corporate Governance (GCG) Terhadap Kinerja Keuangan PTPN, Skripsi, (Jakarta, Fakultas Ekonomi, 2007), hlm. 46.

35

Undang-Undang No. 86 Tahun 1958 Tentang Nasionalisasi Perusahaan Milik Belanda, LN No.162 Tahun 1958.


(40)

keputusan mendirikan sejumlah perusahaan negara untuk mengelola eks perusahaan-perusahaan Belanda dimaksud.36

Tentu ada juga perusahaan BUMN yang tidak berasal dari nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing yang memang merupakan badan usaha yang didirikan oleh pengusaha pribumi untuk menjawab tantangan zaman. Pabrik baja PT. Krakatau Steel yang didirikan tahun 1970, salah satu BUMN yang tidak berasal dari nasionalisasi. Contoh lainnya adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang didirikan oleh kalangan pedagang Muslim pribumi di Solo pada 1895 untuk menyelamatkan rakyat dari rentenir Tionghoa. Bank ini sampai sekarang masih eksis bahkan berkembang menjadi salah satu bank terbesar di Tanah Air.37

Posisi dan peranan negara dalam perekonomian nasional pasca kemerdekaan sangatlah dominan. Argumentasi paling mendasar diperlukannya dominasi dan intervensi pemerintah adalah: (1) situasi negara yang baru lepas dari penjajahan tidak memiliki social overhead capital38 (SOC) sebagai modal pembangunan; (2) Besarnya kerugian dan kerusakan public utilities sebagai akibat perang; dan (3) terpinggirkannya pengusaha pribumi sebagai kelas ketiga (setalah Eropa dan Keturunan Arab dan China). Berbagai permasalahan tersebut mendorong pemerintah untuk berperan besar dan melakukan beberapa intervensi untuk mendorong tumbuhnya perekonomian nasional. Usaha menstimulasi

      

36

Parluhutan Sagala, Penyebaran Kepemilikan Saham Pemerintah Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk Menciptakan Perusahaan yang Efektif dan Efisien, Disertasi, (Medan: Sekolah Pascasarjana, 2009), hlm. 44.

37

Ishak Rafick dan Baso Amir, BUMN Expose “Menguak Pengelolaan Aset Negara Senilai 2.000 Triliun Lebih”, (Jakarta : Ufuk Press, 2010), hlm. 2-3.

38

Social overhead capital, adalah barang-barang modal yang menjadi dasar atau sarana penting bagi keperluan masyarakat yang secara tidak langsung bermanfaat dalam usaha menghasilkan atau meningkatkan produksi. Misalnya perumahan, sekolah, rumah sakit.


(41)

perekonomian dalam masa Demokrasi Parlementer diimplementasikan melalui Rencana Urgensi Perekonomian (RUP dan Program Benteng yang ditujukan untuk membantu pengusaha pribumi (Sutter, 1959).39

Pendirian BUMN pada masa itu dipilih sebagai suatu alternatif terbaik guna mengembangkan roda perekonomian nasional, di samping belum adanya minat dan kemampuan usaha swasta nasional maupun koperasi untuk memasuki bidang-bidang usaha tertentu. Padahal kegiatan penyelenggaraan pada bidang usaha tertentu itu sangat diperlukan dan vital dalam mendukung pembangunan nasional. Kondisi tersebut dapatlah dipahami dengan mengingat kemampuan usaha swasta nasional pada masa itu, apalagi usaha koperasi belum memadai untuk menyelenggarakan atau mengusahakan cabang produksi tersebut.40

Dalam kaitan dengan pengelolaan BUMN, pada awal orde baru pemerintah menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan BUMN, yang terdiri atas dekonsentrasi, debirokratisasi, dan desentralisasi41. Hal ini ditujukan untuk membuka kesempatan bagi pihak swasta agar terlibat dalam proses pembangunan. Upaya perbaikan kinerja BUMN dilakukan melalui ditetapkannya Peraturan       

39

Roziq M. Kaelani, Landasan Hukum dan Sejarah BUMN di Indonesia,

http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=11&ved=0CB4QFjAAOA o&url=http%3A%2F%2Fketawanggede.tripod.com%2Fedisi1.pdf&ei=FZWQU_nIJMG8ugTe44J I&usg=AFQjCNGVMBpFylSTq3fQlExXaMQlNO7R9g&bvm=bv.68235269,d.c2E, diakses 5 Juni 2014.

40

Aminuddin Ilmar, Op.cit., hlm. 74.

41Dekonsentrasi

merupakan pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada aparat pemerintah pusat yang ada di daerah untuk melaksanakan tugas pemerintah pusat di daerah. dengan kata lain, dekonsentrasi adalah perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah. Debirokratisasi merupakan penghapusan atau pengurangan hambatan yg terdapat dl sistem birokrasi. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurus urusan yang ada di daerah, wujud nyata dari desentralisasi adalah adanya otonomi daerah. Otonomi daerah itu akan mengakibatkan daerah melalui DPRD dapat membuat kebijakan sendiri dalam lingkup wilayahnya untuk mengurus sendiri urusannya dan daerah dapat memilih sendiri kepala daerah yang dipilih oleh masyarakat daerah tsb melalui pemilihan kepala daerah (pilkada / pemilukada).


(42)

Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Bentuk Badan Usaha Negara. Dalam peraturan ini BUMN dipisahkan berdasarkan fungsi dan peran sosial ekonomisnya, yakni Perusahaan Jawatan, Perusahaan Umum, dan Perusahaan Perseroan. Dalam perkembangan selanjutnya BUMN di Indonesia mengalami beberapa perubahan, yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan kebijakan pemerintah.42

Pasca-reformasi, pengelolaan BUMN diatur dalam ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 mengenai : (1) penataan BUMN secara efisien, transparan, dan profesional; (2) penyehatan BUMN yang berkaitan dengan kepentingan umum; dan (3) mendorong BUMN yang tidak berkaitan dengan kepentingan umum untuk melakukan privatisasi di pasar modal. Untuk melaksanakan TAP MPR tersebut, diterbitkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, yang peraturan pelaksanaannya diatur melalui Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, dan Keputusan Menteri.43

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 ini mengganti tiga undang-undang sebelumnya, yaitu Indonesische Berdrijvenwet (Stb. No. 419 Tahun 1927) sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-Undnag Nomor 12 Tahun 1955; Undang-Undang Nomor 19 Prp Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara; dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara menjadi undang-undang. Sejak

       42

Riant Nugroho dan Randy R. Wrihatnolo, Op. cit., hlm. 11.

43


(43)

diundangkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003, ketiga undang-undang tersebut dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi.44

Setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, bentuk BUMN terbagi atas 3 (tiga), yaitu:45

1. Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk Perseroan Terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruhnya atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.

2. Perusahaan Perseroan Terbuka, yang selanjutnya disebut Persero Terbuka, adalah Persero yang modal dan jumlah pemegang sahaamnya memenuhi kriteria tertentu atau Persero yang melakukan penawaran umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

3. Perusahaan Umum, yang selanjutnya disebut Perum adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.

Setelah dikeluarkannya Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN, pada tahun 2005 diterbitkan 2 (dua) Peraturan Pemerintah yang berkaitan dengan BUMN yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2005 tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan dan Perubahan Badan Hukum dan       

44

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2010), hlm. 169.

45


(44)

Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas (PT). Pada tahun yang sama, Pemerintah juga menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Privatisasi Perseroan (Persero) yang merupakan kebijakan tentang privatisasi BUMN. Pada tanggal 23 September 2009, pemerintah menetapkan kebijakan tentang privatisasi BUMN melalui penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2005 tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perusahaan Perseroan (Persero).

B. Maksud dan Tujuan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Persero

Keikutsertaan negara dalam aktifitas ekonomi publik diwujudkan melalui pembentukan badan usaha, salah satunya Badan Usaha Milik Negara. Maksud dan tujuan pendirian BUMN diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No.19 Tahun 2003.

Pertama, tujuan pendiriran BUMN adalah untuk memberikan sumbangan

bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya. BUMN diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat sekaligus memberikan kontribusi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonominasional dan membantu penerimaan keuangan negara.46

       46

Lihat Pasal 2 ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN beserta pejelasannya.


(45)

Kedua, tujuan pendirian BUMN adalah untuk mengejar keuntungan. Meskipun maksud dan tujuan persero adalah untuk mengejar keuntungan, dalam hal-hal tertentu adalah untuk adalah untuk melakukan pelayanan umum. 47

Ketiga, tujuan pendirian BUMN adalah menyelenggarakan kemanfaatan

umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak. Dengan maksud dan tujuan seperti ini, setiap hasil usaha dari BUMN, baik barang maupun jasa, dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.48

Keempat, tujuan pendirian BUMN adalah menjadi perintis

kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi. Kegiatan perintisan merupakan suatu kegiatan usaha untuk menyediakan barag dan/atau jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat, namun kegiatan tersebut belum dapat dilakukan oleh swasta dan koperasi karena secara komersial tidak menguntungkan.49

Kelima, tujuan pendirian BUMN adalah turut aktif memberikan bimbingan

dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.50

Dalam sistem perekonomian nasional, BUMN ikut berperan menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat. Peran BUMN dirasakan semakin penting sebagai       

47

Lihat Pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN beserta pejelasannya.

48

Lihat Pasal 2 ayat (1) huruf c Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN beserta pejelasannya.

49

Lihat Pasal 2 ayat (1) huruf d Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN beserta pejelasannya.

50


(46)

pelopor dan perintis dalam sektor usaha yang belum diminati swasta. Di samping itu, BUMN juga mempunyai peran strategis sebagai pelaksana pelayanan publik, penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta besar, dan turut membantu pengembangan usaha kecil atau koperasi. BUMN juga merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang signifikan dalam bentuk berbagai jenis pajak, deviden, dan hasil privatisasi.51

Kehadiran BUMN di Indonesia diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi perekonomian nasional, BUMN diharapkan mampu memberikan kontribusi yang signifikan pada APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)52. APBN merupakan salah satu wujud dari upaya penyelenggaran kehidupan berbangsa dan bernegara. Melalui APBN inilah pemerintah mengalokasikan penerimaan yang diperolehnya untuk pengeluaran dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara selama satu tahun. Tidak hanya diharapkan menjadi salah satu sumber penerimaan negara, BUMN juga diharapkan mampu melayani kebutuhan masyarakat dalam kaitannya dengan posisi Public Service Obligation (PSO) yang dipikulnya.

Pada pertengahan Juli 2003 pemerintah dengan persetujuan bersama dengan DPR RI menerbitkan Undang-undnag No. 19 Tahun 2003 tentang Badan

       51

Yusuf Wibisono, Membedah Konsep & Aplikasi Corporate Social Responsibility (CSR), (Gresik:Fascho Publishing, 2007), hlm. 81.

52

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember)


(47)

Usaha Milik Negara. Dalam UU ini bentuk BUMN hanya ada 2 (dua), yakni Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Perseroan (Persero).53

Maksud dan tujuan BUMN Persero disebutkan antara lain :54

a. menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat;

b. mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.

Persero sebagai salah satu pelaku ekonomi nasional dituntut untuk memenuhi permintaan pasar melalui penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat baik di pasar dalam negeri maupun internasional. Dengan demikian dapat meningkatkan keuntungan dan nilai Persero yang bersangkutan sehingga akan memberikan manfaat yang optimal bagi pihak-pihak yang terkait.55

Adapun tujuan BUMN Persero untuk menjawab kebutuhan masyarakat melalui penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat seperti yang dimaksud sebelumnya adalah untuk memperoleh keuntungan bagi perusahaan. Dengan demikian dapatlah kita katakan bahwa pada dasarnya tujuan yang lebih dominan dari BUMN Persero adalah mengejar keuntungan, dibandingkan dengan tujuan-tujuan BUMN Persero yang lainnya.

BUMN Persero dapat pula menerima penugasan khusus untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN sebagaimana dimaksud dalam ketentuan

       53

Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan Dalam Peraturan Perundang-Undangan, (Bandung : Penerbit Nuansa Aulia, 2005), hlm.17.

54

Pasal 12 Undang-Undang No.19 tahun 2003 tentang BUMN.

55


(48)

Pasal 12 tersebut di atas. 56 Dalam bagian penjelasan ketentuan tersebut dikemukakan, bahwa pemerintah dapat pula menugaskan suatu BUMN Persero untuk melaksanakan fungsi pelayanan kemanfaatan umum, termasuk dalam fungsi tersebut adalah pelaksanaan program kemitraan dan pembinaan usaha kecil dan kpoerasi.57

Maka dari itu fungsi BUMN tidak hanya melaksanakan fungsi komersial semata dengan mengedepankan orientasi keuntungan akan tetapi harus pula melaksanakan fungsi sosial. Hal itu dikarenakan sifat, maksud dan tujuan pendirian BUMN Persero yang khas.

Berbeda dengan Persero, maksud dan tujuan dari Perum adalah menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.58

Perum dibedakan dengan Perusahaan Perseroan karena sifat usahanya. Perum dalam usahanya lebih berat pada pelayanan demi kemanfaatan umum, baik pelayanan maupun penyediaan barang dan jasa. Namun demikian, sebagai badan usaha diupayakan untuk tetap mandiri dan untuk itu Perum perlu mendapat laba agar dapat hidup berkelanjutan.59 Perum diarahkan sebagai perusahaan yang dapat menutup operasinya dengan memperoleh keuntungan, tetapi memperoleh keuntungan bukan menjadi tujuan utamanya.

       56

Lihat Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang No.19 Tahun 2003 tentang BUMN.

57

Aminuddin Ilmar, Op.cit., hlm.87.

58

Lihat Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang No.19 Tahun 2003 tentang BUMN.

59


(49)

C. Sejarah Singkat PT. Kereta Api Indonesia (Persero)

Salah satu alat transportasi publik yang masih disukai oleh masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera adalah kereta api. Bepergian dengan menggunakan moda kereta api dirasa lebih aman dan tidak terkena dampak kemacetan seperti angkutan jalan, selain biayanya lebih murah, kepastian waktu perjalanan juga lebih terjamin di bandingkan dengan moda transportasi lainnya. Ditambah lagi pada saat ini pelayanan angkutan rel massal ini sudah lebih baik dibandingkan dengan kondisi di masa lalu. Untuk mencapai kondisi seperti sekarang, perkeretaapian Indonesia mengalami sejarah yang sangat panjang.

Kereta api adalah salah satu alat atau saran transportasi yang diciptakan dan digunakan oleh manusia sebagai media perpindahan dari suatu tempat ke tempat lain, baik perpindahan orang maupun perpindahan barang. Lahirnya kereta api sebagai sarana transportasi mempunyai kaitan erat dengan upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dan mengatasi kesulitan hidup yang dihadapi oleh mereka yang kesemuanya merupakan upaya untuk meningkatkan taraf hidup manusia.

Keunggulan moda transportasi kereta api (KA) antara lain mampu mengangkut penumpang dan barang dalam jumlah besar dan massal, hemat energi, hemat lahan, ramah lingkungan, tingkat keselamatan tinggi, adaptif terhadap perkembangan teknologi.60

       60

Taufik Hidayat, Regulasi, Keselamatan dan Pelayanan Perkeretaapian Indonesia, (Jakarta : Indonesian Railway Watch, 2011), hlm.2.


(50)

Sejarah kelahiran PT. Kereta Api Indonesia (Persero) bermula dari ditemukannya lokomotif oleh George Stephenson di Inggris tahun 1814. Pada waktu itu masyarakat menamakannya “kuda besi”. Dari penemuan lokomotif tersebut membawa angin baru terhadap pertumbuhan alat transportasi mekanis.61

Kehadiran kereta api di Indonesia ditandai dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan kereta api di desa Kemijen, Jumat tanggal 17 Juni 1864 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet van den Beele. Pembangunan diprakarsai oleh Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische

Spoorweg Maatschappij (NV. NISM) yang dipimpin oleh Ir. J.P de Bordes dari

Kemijen menuju desa Tanggung (26 Km) dengan lebar sepur 1435 mm. Ruas jalan ini dibuka untuk angkutan umum pada hari Sabtu, 10 Agustus 1867.62

Dilihat dari sudut waktu, sesungguhnya penggunaan kereta api sebagai alat transportasi umum di Indonesia tidaklah begitu terlambat, bila dibandingkan dengan penggunaan kereta api sebagai alat transportasi umum di Eropa, apalagi bila dibandingkan dengan negeri Belanda yang mulai menggunakannya baru pada tahun 1939, jadi hanya terpaut waktu 28 tahun. Hal itu dapat dipahami, karena pada masa itu tanah air kita sedang dalam cengkraman penguasa kolonial dari negeri Belanda.63

Selain di Jawa, pembangunan jalan kereta api juga dilakukan di Sumatera Selatan (1914), Sumatera Barat (1891), Sumatera Utara (1886), Aceh (1874),       

61

Sugeng Harsoyo, Kedudukan Hukum PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN),Skripsi, (Medan, Fakultas Hukum, 2003), hlm. 73.

62

PT. Kereta Api Indonesia, Sejarah Perkeretaapian, http://www.kereta-api.co.id/, diakses 6 Juni 2014.

63

Tim Telaga Bakti Nusantara, Sejarah Perkeretaapian Indonesia Jilid I, (Bandung : Penerbit Angkasa, 1997), hlm.155.


(51)

bahkan tahun 1922 di Sulawesi juga telah dibangun jalan kereta api sepanjang 47 km antara Makassar-Takalar, yang pengoperasiannya dilakukan tanggal 1 Juli 1923, sisanya Ujungpandang-Maros belum sempat diselesaikan. Sedangkan Kalimantan, meskipun belum sempat dibangun, studi jalan kereta api Pontianak-Sambas (220 km) sudah diselesaikan. Demikian juga pulau Bali dan Lombok juga pernah dilakukan studi pembangunan jalan kereta api.64

Pada zaman penjajahan Belanda, perkeretaapian benar-benar mengalami kejayaan akibat melimpahnya barang komoditas hasil produksi perkebunan dan pabrik yang saat itu diangkut oleh kereta api, sebagai satu-satunya alat transportasi darat yang mampu mengangkut dalam jumlah besar dengan biaya yang relatif murah dan waktu yang relatif lebih cepat, selain agar dapat mengangkut hasil bumi, kereta api juga bermanfaat bagi kepentingan pertahanan pada waktu itu. Belanda memang memiliki pandangan jauh ke depan soal masa depan transportasi Indonesia.

Kesuksesan pembangunan dan pemanfaatan jaringan transportasi kereta api yang dirasakan pemerintah kolonial Belanda maupun pihak-pihak swasta terpaksa berakhir setelah Jepang masuk ke Indonesia. Setelah pemerintahan Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang pada tahun 1942, sejak saat itulah sarana-sarana yang telah dibangun oleh pemerintah Belanda juga dikuasi oleh Jepang termasuk sarana perkeretaapian.

Pada masa pendudukan Jepang (1 Maret 1942 - 17 Agustus 1945) semua perkeretaapian di Jawa dikuasai oleh pemerintah angkatan darat (Rikuyun). Pada       

64

Wikipedia, Sejarah Perkeretaapian di Indonesia,


(52)

masa ini perkeretaapian lebih difungsikan sebagai perangkat perang. Dimana terjadilah pembongkaran jalan rel, sarana dan prasarana berkurang, pekerjaan perawatan terabaikan, sehingga kondisi operasi perkeretaapian sangat merosot. Semua perusahaan kereta api disatukan dengan nama Rikuyu Kyoku. Sedangkan perkeretaapian di Sumatera di bawah pemerintahan angkatan laut Jepang (Kaigun) dengan nama Tetsudo Tai dengan pusat di Bukit Tinggi.65

Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, karyawan kereta api yang tergabung dalam "Angkatan Moeda Kereta Api" (AMKA) mengambil alih kekuasaan perkeretaapian dari pihak Jepang. Peristiwa bersejarah yang terjadi pada tanggal 28 September 1945, pembacaan pernyataan sikap oleh sejumlah anggota AMKA, menegaskan bahwa mulai tanggal 28 September 1945 kekuasaan perkeretaapian berada ditangan bangsa Indonesia. Orang Jepang tidak diperkenankan lagi campur tangan dengan urusan perkeretaapian di Indonesia. Inilah yang melandasi ditetapkannya 28 September 1945 sebagai Hari Kereta Api di Indonesia, serta dibentuknya "Djawatan Kereta Api Republik Indonesia" (DKARI).66

Setelah negara Republik Indonesia menjadi negara kesatuan pada Januari 1950, DKARI berubah menjadi DKA. Berdasarkan UU No. 19 dengan Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1963, terhitung 22 Mei 1963 status perusahaan kereta api di Indonesia berubah menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA). Sedangkan di Sumatera, Deli Spoorweg My terhitung 1957 dinasionalisasi dan

       65

Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat, Sejarah Panjang Perkeretaapian di Indonesia, http://dishub.jabarprov.go.id/content.php?id=299, diakses 6 Juni 2014.

66


(53)

masuk di bawah perusahaaan kereta api pemerintah pada saat itu dan kemudian bergabung menjadi PNKA.67

Masih dalam rangka pembenahan BUMN, Pemerintah mengeluarkan UU No. 9 Tahun 1969 Tentang BUMN tanggal 1 Agustus 1969, yang menetapkan BUMN menjadi tiga, yaitu Perseroan, Perusahaan Umum dan Perusahaan Jawatan. Sejalan dengan UU dimaksud berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 1971 tanggal 15 September 1971, bentuk Perusahaan PNKA dikembalikan ke dalam bentuk perusahaan Jawatan menjadi “Perusahaan Jawatan Kereta Api” (PJKA).

Selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 1990 Tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Jawatan (Perjan) Kereta Api Menjadi Perusahaan Umum (Perum) Kereta Api, pada 2 Januari 1991, Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) mengalami perubahan menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka). Bentuk Perum digunakan hingga menjelang akhir pemerintahan Orde Baru.

Tujuan Perum adalah menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan atau jasa yang bermutu tinggi, sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Sifat usaha Perum lebih menitikberatkan pada pelayanan umum baik pelayanan maupun penyediaan barang dan jasa. Perum memiliki kekayaan sendiri yang terpisah dengan kekayaan negara.68

       67

Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat, Loc.cit.

68


(54)

Kemudian diikuti dengan diterbitkannya Undang-Undang No 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian, dengan tujuan agar lebih otonom dan berorientasi komersial. Dokumen tersebut juga menyatakan komitmen pemerintah tentang hal spesifik yang hendak dilaksanakan, yaitu korporatisasi dan komersialisasi subsektor perkeretaapian.69

Berikutnya, dalam rangka “Loan Agreement” No. 4106-IND tanggal 15 Januari 1997 berupa bantuan proyek dari Bank Dunia, yang kemudian lebih dikenal dengan Proyek efisiensi perkeretaapian atau “Railway Efficiency Project” (REP), diarahkan pada peningkatan efisiensi dan kualitas pelayanan yang ditempuh melalui delapan kebijakan, yaitu: 70

a. Memperjelas peranan antara pemilik (owner), pengaturan (regulator), dan pengelola (operator);

b. Melakukan restrukturisasi Perumka, termasuk merubah status Perusahaan Umum menjadi Perseroan Terbatas;

c. Kebijakan pentarifan dengan pemberian kompensasi dari pemerintah kepada Perumka atas penyediaan KA non komersial, yaitu tarifnya ditetapkan oleh pemerintah;

d. Rencana jangka panjang dituangkan dalam Perencanaan Perusahaan

(Corpoorate Planning), yang dijabarkan ke dalam rencana kerja anggaran

perusahaan secara tahunan;

e. Penggunaan peraturan dan prosedur dalam setiap kegiatan; f. Pengingkatan peran serta sektor swasta;

g. Peningkatan SDM;

h. Pengelolaan lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja.

Sejalan dengan maksud REP (Railway Efficiency Project) tersebut, langkah berikut menuju korporatisasi dan komersialisasi subsektor perkeretaapian adalah perubahan status dari bentuk Perusahaan Umum (Perum) Kereta Api menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) berdasarkan Peraturan Pemerintah No.       

69

Taufik Hidayat (1), Jalan Panjang Menuju Kebangkitan Perkeretaapian Indonesia Reformasi dan Restrukturisasi Perkeretaapian, (Bandung : Indonesian Railway Watch, 2012), hlm. 83.

70


(1)

B. Saran

1. Hendaknya Kontrak PSO antara Direktur Jenderal Perkeretaapian dengan Direktur Utama PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dibuat di awal tahun anggaran agar perusahaan tidak terbebani untuk menyediakan dana yang sangat besar untuk penyelenggaraan angkutan PSO.

2. Hendaknya dana PSO yang disepakati dalam kontrak dibayar terlebih dahulu sebelum pelaksanaannya, karena proses dari penyelenggaraan angkutan PSO sampai pembayaran oleh Pemerintah memakan waktu yang cukup lama akibat proses verifikasi yang panjang, sehingga menambah beban likuiditas perusahaan. Jika terjadi ketidaksesuaian antara kontrak dengan realisasi yang mengakibatkan adanya pemotongan dana, maka kelebihan dana tersebut dapat disetor kembali kepada kas negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Dana PSO yang disediakan pemerintah untuk melaksanakan angkutan penumpang kereta api kelas ekonomi belum memadai. Padahal dana tersebutlah yang akan digunakan oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai biaya operasi termasuk di dalamnya perawatan sarana dan prassarana perkeretaapian. Sebaiknya Pemerintah menyiapkan dana yang lebih besar untuk perawatan sarana dan prasarana angkutan kereta api demi meningkatkan kualitas pelayanan dalam penyelenggaraan angkutan PSO.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Anoraga, Pandji. BUMN Swasta dan Koperasi (Tiga Pelaku Ekonomi). Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya. 1995.

Priambodo, Dibyo Soemantri. Perjalanan Panjang dan Berliku Refleksi BUMN 1993-2003 Sebuah Catatan tentang Peristiwa, Pandangan dan Renungan dalam Satu Dasawarsa. Yogyakarta: Media Pressindo, 2004.

Ashofa, Burhan. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2004. Djuraid, Hadi M. Jonan & Evolusi Kereta Api Indonesia. Jakarta: PT Mediasuara

Shakti-BUMN Track. 2013.

Hidayat, Taufik. Jalan Panjang Menuju Kebangkitan Perkeretaapian Indonesia

Reformasi dan Restrukturisasi Perkeretaapian. Bandung: Indonesian

Railway Watch. 2012.

_____________. Perkeretaapian Indonesia di Persimpangan Jalan. Jakarta: YLKI, IRW, dan Ford Foundation. 2004.

_____________. Regulasi, Keselamatan dan Pelayanan Perkeretaapian Indonesia. Jakarta: Indonesian Railway Watch. 2011.

Ibrahim, BUMN dan Kepentingan Umum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 1997. Ilmar, Aminuddin. Hak Menguasai Negara dalam Privatisasi BUMN. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group. 2012.

Muchsan, Peradilan Administrasi Negara. Yogyakarta: Liberty. 1981.

Muhammad, Abdulkadir. Hukum Perusahaan Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. 2010.

Noor, Henry Faizal. Ekonomi Publik “Ekonomi untuk Kesejahteraan Rakyat”. Padang: Akademia Permata. 2013.

Nugraha, Safri. Privatisation of State Enterprises in the 20th Century A Step

Forwards or Backwards?. Jakarta: Institute for Law and Economics

Studies, Faculty of Law University of Indonesia. 2004.

Nugroho, Riant dan Randy R. Wrihatnolo. Manajemen Privatisasi BUMN. Jakarta: PT Gramedia. 2008.


(3)

Rafick, Ishak dan Baso Amir. BUMN Expose “Menguak Pengelolaan Aset Negara Senilai 2.000 Triliun Lebih”. Jakarta: Ufuk Press. 2010.

Salam, Moch. Faisal. Pemberdayaan BUMN di Indonesia. Bandung: Pustaka. 2005.

Sari, Elsi Kartika dan Advendi Simangunsong. Hukum dalam Ekonomi. Jakarta: PT Grasindo. 2005.

Sembiring, Sentosa. Hukum Perusahaan Dalam Peraturan Perundang-Undangan. Bandung: Penerbit Nuansa Aulia. 2005.

Sumantoro. Hukum Ekonomi. Jakarta: Universitas Indonesia Press. 1986.

Sunggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2011.

Tim Telaga Bakti Nusantara, Sejarah Perkeretaapian Indonesia Jilid I. Bandung: Penerbit Angkasa. 1997.

Tim Penulis PPM Manajemen, Inovasi Perusahaan Indonesia. Jakarta: Penerbit PPM. 2014.

Westra, Pariata, Administrasi Perusahaan Negara Perkembangan dan Permasalahan. Yogyakarta: Ghalia Indonesia. 2009.

Wibisono, Yusuf. Membedah Konsep & Aplikasi Corporate Social Responsibility (CSR). Gresik: Fascho Publishing. 2007.

Jurnal, Skripsi dan Disertasi

Nugrahini, Yuli. 2012. “Analisis Kinerja Pelaksanaan Kewajiban Pelayanan Publik Bidang Angkutan Kereta Api Penumpang Kelas Ekonomi”, Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Volume 23 No.1. April 2012.

Jelita, Lammindo, “Analisis Pengaruh Kebijakan Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN dan Penerapan Good Corporate Governance (GCG) Terhadap Kinerja Keuangan PTPN”, (Skripsi, Fakultas Ekonomi UI, 2007).

Sagala, Parluhutan, “Penyebaran Kepemilikan Saham Pemerintah Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk Menciptakan Perusahaan yang Efektif dan Efisien”, (Disertasi, Sekolah Pascasarjana USU, 2009).


(4)

Sugeng, Harsoyo, “Kedudukan Hukum PT.Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN)”, (Skripsi, Fakultas Hukum USU, 2003).

Internet

Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat, “Sejarah Panjang Perkeretaapian di Indonesia”, http://dishub.jabarprov.go.id/content.php?id=299, diakses 6 Juni 2014.

Hukumonline, ”Stasiun KA Bebas Pedagang Asongan”,

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt512f08e22fb74/stasiun-ka-bebas-pedagang-asongan, diakses 16 Juli 2014.

Kaelani, Roziq M., “Landasan Hukum dan Sejarah BUMN di Indonesia”, http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1 1&ved=0CB4QFjAAOAo&url=http%3A%2F%2Fketawanggede.tripod.c om%2Fedisi1.pdf&ei=FZWQU_nIJMG8ugTe44JI&usg=AFQjCNGVM BpFylSTq3fQlExXaMQlNO7R9g&bvm=bv.68235269,d.c2E, diakses 5 Juni 2014.

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Anggaran, “Pubic Service Obligation”, http://www.anggaran.depkeu.go.id/web-content-list.asp?ContentId=193, diakses 16 Juli 2014.

PT. Kereta Api Indonesia, “Sejarah Perkeretaapian”, http://www.kereta-api.co.id/, diakses 6 Juni 2014.

Siregar, Wahyudi, “80 Persen Perlintasan Kereta Api di Sumut Tak Berpalang”,

http://news.okezone.com/read/2012/09/07/340/686661/80-persen-perlintasan-kereta-api-di-sumut-tak-berpalang, diakses 9 Juli 2014.

Wikipedia, “Sejarah Perkeretaapian di Indonesia”, http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_perkeretaapian_di_Indonesia,

diakses 6 Juni 2014.

________, “Kereta api Putri Deli”, http://id.wikipedia.org/wiki/Kereta_api_Putri_Deli, diakses tanggal 16

Juni 2014.

_________, "Kereta api Siantar Ekspres”, http://id.wikipedia.org/wiki/Kereta_api_Siantar_Ekspres, diakses 16 Juni

2014.


(5)

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara

Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian

Peraturan Pemerintah No.56 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian

Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran BUMN

Perpres No. 53 Tahun 2012 tentang Kewajiban Pelayanan Publik dan Subsidi Angkutan Perintis Bidang Perkeretaapian, Biaya Penggunaan Prasarana Perkeretaapian Milik Negara, serta Perawatan dan Pengoperasian Perkeretaapian Milik Negara.

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM 9 Tahun 2011 Tentang Standar Pelayanan Minimum untuk Angkutan Orang dengan Kereta Api.

Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor : KP. 1389 Tahun 2013 Tentang Penugasan kepada PT. Kereta Api Indonesia (Persero) untuk Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik (Public Service

Obligation) Angkutan Orang dengan Kereta Api Kelas Ekonomi Tahun

Anggaran 2014.

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM 5 Tahun 2014 Tentang Tarif Angkutan Orang dengan Kereta Api Kelas Ekonomi

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 143/PMK.02/2012 Tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban dana Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik Bidang Angkutan Kereta Api Kelas Ekonomi.

Peraturan Direktur Jenderal Perkeretaapian Nomor : KU.303/SK.276/DJKA/12/12 Tentang Tata Cara Pengajuan Tagihan Bulanan untuk Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik (Public Service Obligation/PSO) Angkutan Kereta Api Kelas Ekonomi.

SKB 3 Menteri : Menteri Perhubungan, Menteri Keuangan, dan Menteri PPN/Kepala Bappenas No. KM.19 Tahun 1999, No. 83/KMK.03/1999, No. KEP.024/K/03/1999, tentang Pembiayaan atas Pelayanan Umum


(6)

Angkutan Kereta Api Penumpang Kelas Ekonomi, Pembiayaan atas Perawatan dan Pengoperasian Prasarana Kereta Api serta Biaya atas Penggunaan Prasarana Kereta Api

SKB 3 Dirjen : Dirjen Perhubungan Darat, Dirjen Anggaran, dan Deputi Kepala Bappenas Bidang Prasarana No. SK.95/HK.101/DRJD/1999, No.KEP-37/A/1999, No.3998/D.VI/06/1999, tentang Kriteria, Tolok Ukur, Prosedur dan Mekanisme Pembiayaan atas Pelayanan Umum Kereta Api Kelas Ekonomi, Biaya Perawatan dan Pengoperasian serta Biaya penggunaan Prasarana Kereta Api.


Dokumen yang terkait

Penerapan Sita Umum Terhadap Aset Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Persero Pailit Terkait Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara

2 90 127

Analisis Kedudukan Keuangan Negara dalam Badan Usaha Milik Negara yang Sudah Di Privatisasi

4 88 116

Pelayanan Umum yang Dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Persero dalam Melaksanakan Maksud dan Tujuannya ditinjau dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara (studi pada PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional I Suma

2 49 114

Tanggung Jawab Direksi Dalam Pelepasan Asset Tidak Bergerak Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

1 80 168

Analisis Pengaruh Institusi terhadap Strategi dan Kinerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

0 0 15

Penerapan Prinsip Kekebalan Negara Terhadap Badan Usaha Milik Negara

1 1 7

BAB II KETERKAITAN BADAN USAHA MILIK NEGARA PERSERO DENGAN BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS A. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia - Penerapan Sita Umum Terhadap Aset Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Persero Pailit Terkait Undang-Undang N

2 1 31

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penerapan Sita Umum Terhadap Aset Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Persero Pailit Terkait Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara

0 0 19

BAB II PENGATURAN TENTANG PELAYANAN UMUM YANG DILAKUKAN OLEH PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) SEBAGAI BUMN PERSERO A. Pengertian dan Sejarah Singkat Badan Usaha Milik Negara - Pelayanan Umum yang Dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Persero da

0 1 42

Pelayanan Umum yang Dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Persero dalam Melaksanakan Maksud dan Tujuannya ditinjau dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara (studi pada PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional I Suma

0 0 11