Tanggung Jawab Direksi Dalam Pelepasan Asset Tidak Bergerak Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

(1)

TESIS

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PELEPASAN ASSET

TIDAK BERGERAK PADA BADAN USAHA MILIK NEGARA

(BUMN)

OLEH :

BORNOK MARIA IRENE NABABAN

NIM.087005020/HK

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PELEPASAN ASSET

TIDAK BERGERAK PADA BADAN USAHA MILIK NEGARA

(BUMN)

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister Hukum Dalam Program Studi Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Utara

OLEH :

BORNOK MARIA IRENE NABABAN

087005020/HK

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

JUDUL TESIS : TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PELEPASAN ASSET TIDAK BERGERAK PADA BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN)

NAMA MAHASISWA : BORNOK MARIA IRENE NABABAN NOMOR POKOK : 087005020/HK

PROGRAM STUDI : ILMU HUKUM

Menyetujui Komisi Pembimbing

Ketua

(Prof.Dr.Bismar Nasution,SH,MH)

(Prof.Dr.Ningrum N.Sirait,SH,MLI)

Anggota Anggota

(Dr.Mahmul Siregar,SH,M.Hum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof.Dr.Suhaidi,SH,MH) (Prof.Dr.Runtung,SH,M.Hum)


(4)

Telah diuji pada : Tanggal 25 Juli 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof.Dr.Bismar Nasution,S.H,M.H Anggota : 1. Prof.Dr.Ningrum N.Sirait,S.H,M.LI

2. Dr.Mahmul Siregar,S.H,M.Hum 3. Prof.DR.Suhaidi,S.H,M.H 4. Dr.Dedy Harianto,S.H,M.Hum


(5)

ABSTRAK

Direksi dalam melakukan pelepasan asset tidak bergerak berupa pengalihan tanah eks HGU, dimana direksi harus mendapat persetujuan dari Menteri BUMN sebagai pemegang saham dan begitu juga dalam hasil pelepasan asset tidak bergerak harus masuk ke kas negara, karena tanah eks HGU menjadi milik negara maka hasil pelepasan asset tidak bergerak harus masuk ke kas negara.

Penelitian menggunakan penelitan deskriptif analitis, yang menguraikan/memaparkan sekaligus menganalisis tentang tanggung jawab direksi dalam pelepasan asset tidak bergerak pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN

).

Dari hasil penelitian diketahui, Direksi BUMN dalam melakukan pelepasan asset tidak bergerak harus sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku yaitu berdasarkan pasal 7 ayat 1 dari Keputusan Menteri Keuangan No.89/KMK.013/1999 tentang Pedoman Pemindahtanganan Aktiva Tetap Badan Usaha Milik Negara dan Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No.42/HGU/BPN/2002 tentang pemberian perpanjangan jangka waktu Hak Guna Usaha atas tanah terletak di Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara, yang menyatakan pada bagian memutuskan diktum ketiga dan keempat. Jadi direktur utama PTPN.II (Persero) tidak dapat dimintakan pertanggung jawaban sebagai direksi BUMN, karena direktur utama PTPN.II (Persero) sudah melaksanakan tugasnya dengan baik dalam pelepasan asset tidak bergerak atas tanah seluas 78,16 Ha yang terletak di Desa Dagang Kerawang, Kec.Tanjung Morawa, Prop.Sumatera Utara. Direksi BUMN dalam memasukkan hasil pelepasan asset tidak bergerak yang tidak masuk ke kas negara harus berdasarkan pasal 31 ayat 1 dari Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor : PER-02/MBU/2010 tentang Tata Cara Penghapusbukuan Dan Pemindahtanganan Aktiva Tetap Badan Usaha Milik Negara. Jadi direktur utama PTPN.II (Persero) harus bertanggung jawab terhadap hasil pelepasan asset yang tidak masuk ke kas negara melainkan ke kas perusahaan yang mengakibatkan kerugian pada negara.

Disarankan kepada Direksi dalam melakukan pelepasan asset tidak bergerak harus sesuai dengan tata cara pelepasan asset tidak bergerak yang diatur dalam BUMN, sehingga tidak ada tuntutan dikemudian hari yang menyebabkan kerugian bagi direksi BUMN itu sendiri. Disarankan Direksi BUMN harus lebih berhati-hati dalam memasukkan hasil pelepasan asset tidak bergerak ke kas negara, apabila hasil pelepasan asset tidak bergerak ingin dimasukkan ke kas perusahaan terlebih dahulu harus mendapat izin dari Menteri BUMN selaku wakil negara dalam menjalankan perusahaan di BUMN dan sebagai pemegang saham di perusahaan tersebut.


(6)

ABSTRACT

Board of Directors in conducting the release of assets do not move in the form of land transfers ex HGU, where directors must be approved by the Minister of BUMNs as a shareholder, and so are the immovable asset disposal proceeds should go into state coffers, because the ex HGU land belonged to the state asset disposal proceeds should not move into the treasury.

The research uses descriptive analytical research, which describes / presents at once analyzed the responsibilities of directors in the release of assets do not move to the State Owned Company (BUMNs).

From the survey results revealed, the Board of Directors in conducting the release of state-owned immovable assets should be in accordance with the regulations that apply are based onArticle 7 paragraph 1 of the Decree of the Minister of Finance on Guidelines No.89/KMK.013/1999 transfer of Fixed Assets of State-Owned Enterprises and Decree of the Head of National Land Agency No.42/HGU/BPN/2002 on the granting of extension of time Hak Guna Usaha of land situated in Deli Serdang regency, North Sumatra Province, which states in part decide the third and fourth dictum. So the president PTPN.II (Persero) can not be requested liability as directors of state enterprises, since the maindirector PTPN.II (Persero) has been carrying out their duties properly in the release of immovable assets of the land area of 78.16 hectares located in the Village Trade filigree , Kec.TanjungMorawa, North Prop.Sumatera. Directors of state enterprises in entering the asset disposal proceeds do not move that does not go into state coffers must be based on Article 31, paragraph 1 ofRegulation of the Minister for State Enterprises Number: PER-02/MBU/2010 concerning Procedures for transfer of fixed assetsand write-State Owned Enterprises. So the president PTPN.II(Persero) shall be responsible for the release of assets that do notgo into the state treasury but to the company's cash which resulted in losses to the state.

It is recommended to the Board of Directors in conducting the release of assets do not move should be in accordance with the procedures for the release of immovable assets provided for in state enterprises, so there is no demand in the future that causes harm to directors of state enterprises themselves. Directors advised BUMNs should be more cautious in entering assetdisposal proceeds did not move into the state treasury, assetdisposal proceeds, if not move to put the cash advance companiesmust obtain permission from the Minister of BUMNs as representative of the state in running the state-owned companies and as ashareholder in the company.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji Tuhan penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hanya dengan berkatnyalah penulis dapat menyelesaikan penulis tesis ini dengan judul “TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PELEPASAN ASSET TIDAK BERGERAK PADA BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN)”. Penulis tesis ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Humaniora pada program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan, oleh karnanya Penulis sangat berterima kasih. Rasa terima kasih tersebut secara khusus Penulis sampaikan kepada para dosen pembimbing yaitu : Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H., Ibu Prof.Dr. Ningrum Natasya Sirait, S.H., M.LI., Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum., atas segala bimbingan, koreksi dan perbaikan yang diberikan guna penyempurnaan penulisan Tesis ini.

Selanjutnya Penulis mengucapkan terima kasih kepada para dosen penguji yaitu : Bapak Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.H., dan Bapak Dr.Dedi Harianto, S.H., M.Hum., yang walaupun dalam kapasitas sebagai penguji, namun telah memberikan bimbingan yang sangat berharga kepada Penulis.

Kemudian juga, semua pihak yang telah berkenan memberi masukan dan arahan konstruktif dalam penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil sampai pada tahap ujian tertutup sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah.


(8)

Demikian juga rasa terima kasih yang sebesar-besarnya Penulis sampaikan dengan hormat kepada :

1. Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan dalam menyelesaikan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi SH, MH., Selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan dorongan kepada Penulis untuk segera menyelesaikan penulisan Tesis ini.

3. Bapak dan Ibu dosen di lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, khususnya Bapak dan Ibu dosen pada Sekolah Pascasarjana Ilmu Hukum, yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan serta ilmu yang sangat bermanfaat kepada Penulis, selama Penulis mengikuti proses kegiatan belajar mengajar di bangku kuliah.

4. Rekan-rekan mahasiswa di Sekolah Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara khususnya seangkatan penulis, yang telah banyak membantu penulis untuk menyelesaikan penulisan Tesis ini.

5. Seluruh staf/pegawai di Sekolah Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas

Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bantuan kepada Penulis selama menjalani pendidikan.

6. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Posman Nababan dan Ibunda Barita Rotua Simbolon, yang selalu memberikan doa dan kasih sayangnya, serta selalu


(9)

memberikan dorongan dan semangat untuk terus menuntut ilmu, sehingga memberikan kesempatan kepada Penulis untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi lagi, di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

7. Saudara-saudaraku Abangda Manaor Bismar Nababan, Adinda Lamtiur Imelda Nababan, Hotma Febrina Nababan dan Christina Hasian Nauli Nababan yang telah memberikan kasih sayang dan juga mengorbankan sebahagian kebahagiaannya, baik waktu, tenaga maupun pikiran demi tercapaiya cita-cita Penulis untuk menyelesaikan perkuliahan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Penulis berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa, agar selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan dan rezeki yang melimpah kepada kita semua.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun tak ada salahnya jika penulis berharap kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat bukan hanya kepada diri Penulis, tetapi juga kepada masyarakat, khususnya masyarakat dilingkungan pendidikan hukum. Semoga penelitian ini berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya bagi rekan-rekan praktisi hukum demi tegaknya supermasi hukum di negeri ini.

Amien.... Medan, Juli 2011 Penulis,


(10)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Bornok Maria Irene Nababan Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/Tgl lahir : Medan/18 Oktober 1985

Agama : Kristen

Alamat : Jln.Jenggala No.64 Medan

PENDIDIKAN

1991-1997 : SD.Santo Yoseph Medan 1997-2000 : SLTP Methodist-I Medan 2000-2003 : SMU Methodist-I Medan 2003-2007 : Universitas HKBP Nommensen

2008-2011 : Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi Magister Ilmu Hukum


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 22

C. Tujuan Penelitian ... 23

D. Manfaat Penelitian ... 23

E. Keaslian Penelitian ... 24

F. Kerangka Teoritis dan Koseptual ... 25

1. Kerangka Teoritis ... 25

2. Kerangka Konseptual ... 36

G. Metode Penelitian ... 38

1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 38

2. Sumber Data Penelitian ... 39

3. Teknik Pengumpulan Data ... 40

4. Analisis Data ... 40

BAB II TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP PELEPASAN ASSET TIDAK BERGERAK PADA BUMN DALAM PUTU- SAN NOMOR : 1491/PID.B/2006/PN-LP... 42


(12)

A. Pengertian BUMN ... 42

B. Tujuan Pendirian BUMN ... 46

C. Penyertaan Modal Negara ... 49

D. Pemisahan Kekayaan Negara Pada BUMN Persero ... 53

E. Jenis-Jenis BUMN ... 60

1. Perusahaan Umum (Perum)... 60

2. Perusahaan Perseroan (Persero)... 62

F. Organ-Organ Persero ... 63

1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) ... 63

2. Direksi ... 64

3. Komisaris ... 71

G. Tanggung Jawab Direksi Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas ... . 73

H. Tanggung Jawab Direksi Menurut Undang-Undang BUMN ... . 82

I. Tanggung Jawab Direksi Dalam Pelepasan Asset Tidak Bergerak Pada BUMN ... .... 85

1. Analisa Hukum Tentang Tanggung Jawab Direksi Dalam Pelep san Asset Tidak Bergerak Pada BUMN Terhadap Putusan Nomor a :1491/PID.B/2006/PN-LP... 90

BAB III TANGGUNG JAWAB HUKUM DIREKSI BUMN TERH DAP HASIL PELEPASAN ASSET TIDAK BERGERAK A YANG TIDAK MASUK KE KAS NEGARA DALAM P TUSAN NOMOR : 1491/PID.B/2006/PN-LP…………... 109

U A. Tanggung Jawab Hukum Direksi Secara Perdata ... 109


(13)

B. Tanggung Jawab Hukum Direksi Secara Pidana ... 116

C Tanggung Jawab Direksi BUMN Terhadap Hasil Pelepasan Asset Tidak Bergerak Yang Tidak Masuk Ke Kas Negara . . 128

1. Analisa Hukum Tentang Tanggung Jawab Direksi Terhadap Hasil Pelepasan Asset Tidak Bergerak Pada BUMN Terhadap Putusan Nomor: 1491/PID.B/2006/PNLP... 130

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN... 146

A. Kesimpulan ... 146

B. Saran ... 148


(14)

ABSTRAK

Direksi dalam melakukan pelepasan asset tidak bergerak berupa pengalihan tanah eks HGU, dimana direksi harus mendapat persetujuan dari Menteri BUMN sebagai pemegang saham dan begitu juga dalam hasil pelepasan asset tidak bergerak harus masuk ke kas negara, karena tanah eks HGU menjadi milik negara maka hasil pelepasan asset tidak bergerak harus masuk ke kas negara.

Penelitian menggunakan penelitan deskriptif analitis, yang menguraikan/memaparkan sekaligus menganalisis tentang tanggung jawab direksi dalam pelepasan asset tidak bergerak pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN

).

Dari hasil penelitian diketahui, Direksi BUMN dalam melakukan pelepasan asset tidak bergerak harus sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku yaitu berdasarkan pasal 7 ayat 1 dari Keputusan Menteri Keuangan No.89/KMK.013/1999 tentang Pedoman Pemindahtanganan Aktiva Tetap Badan Usaha Milik Negara dan Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No.42/HGU/BPN/2002 tentang pemberian perpanjangan jangka waktu Hak Guna Usaha atas tanah terletak di Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara, yang menyatakan pada bagian memutuskan diktum ketiga dan keempat. Jadi direktur utama PTPN.II (Persero) tidak dapat dimintakan pertanggung jawaban sebagai direksi BUMN, karena direktur utama PTPN.II (Persero) sudah melaksanakan tugasnya dengan baik dalam pelepasan asset tidak bergerak atas tanah seluas 78,16 Ha yang terletak di Desa Dagang Kerawang, Kec.Tanjung Morawa, Prop.Sumatera Utara. Direksi BUMN dalam memasukkan hasil pelepasan asset tidak bergerak yang tidak masuk ke kas negara harus berdasarkan pasal 31 ayat 1 dari Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor : PER-02/MBU/2010 tentang Tata Cara Penghapusbukuan Dan Pemindahtanganan Aktiva Tetap Badan Usaha Milik Negara. Jadi direktur utama PTPN.II (Persero) harus bertanggung jawab terhadap hasil pelepasan asset yang tidak masuk ke kas negara melainkan ke kas perusahaan yang mengakibatkan kerugian pada negara.

Disarankan kepada Direksi dalam melakukan pelepasan asset tidak bergerak harus sesuai dengan tata cara pelepasan asset tidak bergerak yang diatur dalam BUMN, sehingga tidak ada tuntutan dikemudian hari yang menyebabkan kerugian bagi direksi BUMN itu sendiri. Disarankan Direksi BUMN harus lebih berhati-hati dalam memasukkan hasil pelepasan asset tidak bergerak ke kas negara, apabila hasil pelepasan asset tidak bergerak ingin dimasukkan ke kas perusahaan terlebih dahulu harus mendapat izin dari Menteri BUMN selaku wakil negara dalam menjalankan perusahaan di BUMN dan sebagai pemegang saham di perusahaan tersebut.


(15)

ABSTRACT

Board of Directors in conducting the release of assets do not move in the form of land transfers ex HGU, where directors must be approved by the Minister of BUMNs as a shareholder, and so are the immovable asset disposal proceeds should go into state coffers, because the ex HGU land belonged to the state asset disposal proceeds should not move into the treasury.

The research uses descriptive analytical research, which describes / presents at once analyzed the responsibilities of directors in the release of assets do not move to the State Owned Company (BUMNs).

From the survey results revealed, the Board of Directors in conducting the release of state-owned immovable assets should be in accordance with the regulations that apply are based onArticle 7 paragraph 1 of the Decree of the Minister of Finance on Guidelines No.89/KMK.013/1999 transfer of Fixed Assets of State-Owned Enterprises and Decree of the Head of National Land Agency No.42/HGU/BPN/2002 on the granting of extension of time Hak Guna Usaha of land situated in Deli Serdang regency, North Sumatra Province, which states in part decide the third and fourth dictum. So the president PTPN.II (Persero) can not be requested liability as directors of state enterprises, since the maindirector PTPN.II (Persero) has been carrying out their duties properly in the release of immovable assets of the land area of 78.16 hectares located in the Village Trade filigree , Kec.TanjungMorawa, North Prop.Sumatera. Directors of state enterprises in entering the asset disposal proceeds do not move that does not go into state coffers must be based on Article 31, paragraph 1 ofRegulation of the Minister for State Enterprises Number: PER-02/MBU/2010 concerning Procedures for transfer of fixed assetsand write-State Owned Enterprises. So the president PTPN.II(Persero) shall be responsible for the release of assets that do notgo into the state treasury but to the company's cash which resulted in losses to the state.

It is recommended to the Board of Directors in conducting the release of assets do not move should be in accordance with the procedures for the release of immovable assets provided for in state enterprises, so there is no demand in the future that causes harm to directors of state enterprises themselves. Directors advised BUMNs should be more cautious in entering assetdisposal proceeds did not move into the state treasury, assetdisposal proceeds, if not move to put the cash advance companiesmust obtain permission from the Minister of BUMNs as representative of the state in running the state-owned companies and as ashareholder in the company.


(16)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perekonomian yang diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, perlu didukung oleh kelembagaan perekonomian yang kokoh dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, untuk lebih meningkatkan pembangunan perekonomian nasional dan sekaligus memberikan landasan yang kokoh bagi dunia usaha dalam menghadapi perekonomian dunia dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi sekarang dan akan terus berlanjut pada masa yang akan datang, juga perlu dukungan lembaga perseroan terbatas yang dapat menjamin terselenggaranya iklim dunia usaha yang kondusif yang tentunya digerakkan dalam kerangka yang kokoh dari undang-undang yang mengatur tentang perseroan terbatas.1

Perseroan terbatas merupakan bentuk usaha kegiatan ekonomi yang paling disukai saat ini, di samping karena pertanggung jawabannya yang bersifat terbatas, perseroan terbatas juga memberikan kemudahan bagi pemilik atau pemegang sahamnya untuk mengalihkan perusahaannya kepada setiap orang dengan menjual

1

Try Widiyono, Direksi Perseroan Terbatas Keberadaan,Tugas Wewenang &Tanggung Jawab, (Bogor : Penerbit Ghalia Indonesia, 2000), hlm.4.


(17)

seluruh saham yang dimilikinya pada perusahaan tersebut.2

Perseroan terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.3

Perseroan terbatas merupakan subjek hukum yang berhak menjadi pemegang hak dan kewajiban, termasuk menjadi pemilik dari suatu benda atau kekayaan tertentu. Hanya subjek hukum yang merupakan individu (orang-perorangan) yang dinilai memiliki kecakapan melakukan perbuatan melawan hukum serta mempertahankan haknya di dalam hukum, juga badan hukum yang merupakan artificial person yaitu sesuatu yang diciptakan oleh hukum untuk memenuhi perkembangan kebutuhan kehidupan masyarakat.4

Sebagai badan hukum, pada prinsipnya perseroan terbatas dapat memiliki segala hak dan kewajiban yang dapat dimiliki oleh perorang, dengan pengecualian hal-hal yang bersifat pribadi, dan hanya mungkin dilaksanakan oleh orang-perorang, seperti yang diatur dalam buku pertama Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), dan sebagian dari buku kedua KUHPerdata tentang kewarisan.

Salah satu yang paling penting dalam menjalankan kegiatan perseroan

2

Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan tentang Perseroan Terbatas, (Bandung : CV.Nuansa Aulia, 2006), hlm.43.

3

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

4

Frans Satrio Wicaksono, Tanggung Jawab Pemegang Saham, Direksi & Komisaris Perseroan Terbatas (PT), (Jakarta : Visi Media, 2009), hlm.2


(18)

adalah direksi. Di samping cukup penting karena direksilah yang mengendalikan perusahaan dan kegiatan sehari-hari. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan jika masyarakat awam berpandangan posisi direksi dalam suatu perusahan acap kali diidentikkan dengan pemilik perusahaan. Pandangan demikian tidaklah sepenuhnya dapat disalahkan, terlebih lagi dalam perusahan tertutup dimana pemegang sahamnya didominasikan oleh kalangan keluarga, hampir dapat dipastikan yang duduk diposisi direksi pun adalah kalangan keluarga, hampir dapat dipastikan yang duduk diposisi direksi pun adalah kalangan perusahaan sendiri.5

Keberadaan direksi dalam suatu perusahaan merupakan keharusan atau dengan kata lain wajib memiliki direksi. Direksi dalam perseroan terbatas ibarat nyawa bagi perseroan jadi tidak mungkin suatu perseroan tanpa adanya direksi. Sebaliknya tidak mungkin direksi tanpa adanya perseroan. Oleh karena itu keberadaan direksi bagi perseroan sangat penting sekalipun perseroan terbatas sebagai badan hukum yang mempunyai kekayaan terpisah dengan direksi. Tetapi hal itu berdasarkan fiksi hukum bahwa perseroan dianggap seakan-akan sebagai subyek Menurut pasal 1 angka 5 dari Undang-Undang Nomor : 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT) direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik didalam maupun di luar Pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

5

Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Perseroan Terbatas, (Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 1999), hlm.77.


(19)

hukum sama seperti manusia. Di dalam menjalankan tugas tersebut, direksi diberikan hak dan kekuasaan penuh dengan konsekuensi bahwa setiap tindakan dan perbuatan yang dilakukan direksi dianggap dan diperlukan sebagai tindakan dan perbuatan perseroan sepanjang mereka bertindak sesuai dengan apa yang ditentukan dalam anggaran dasar perseroan, maka perseroan yang akan menanggung akibat dari perbuatan direksi. Sedangkan tindakan direksi yang merugikan perseroan, yang dilakukan diluar batas dari kewenangan yang diberikan kepadanya oleh anggaran dasar, dapat tidak diakui oleh perusahaan. Dengan demikian direksi bertanggung jawab secara pribadi atas setiap tindakannya diluar batas kewenangan yang diberikan dalam anggaran dasar perseroan.6

Di Indonesia, hubungan antara direksi dengan perusahaan adalah hubungan bersifat kontraktual, yang artinya meskipun secara faktual antara direksi dengan perusahaan tidak menandatangani suatu kontrak apapun, tetapi dalam hukum dianggap ada kontrak pemberian kuasa. Sebagai konsekuensi yuridisnya, Direksi sebagai pemegang kuasa tidak boleh bertindak melebihi dari kekuasaan yang diberikan kepadanya dimana kekuasan direksi dapat dilihat dalam anggaran dasar perseroan.

Dalam melaksanakan kepengurusan terhadap perseroan, direksi tidak hanya bertanggung jawab kepada perseroan dan pemegang saham perseroan melainkan juga kepada pihak ketiga yang berhubungan dengan perseroan baik langsung maupun

6


(20)

tidak langsung dengan perseroan. Oleh karena itu direksi dalam kewajiban atau tindakan hukum berdasarkan kemauan serta kehati-hatian (duty of skill and care)

yang bermanfaat bagi pemegang saham secara keseluruhan karena kepentingan perseroan adalah identik dengan kepentingan pemegang saham dan juga termasuk didalamnya kepentigan pihak kreditor perseroan.7

Dalam fiduciary duty, direksi hanya berhak dan berwenang untuk bertindak atas nama dan untuk kepentingan perseroan dalam batas-batas yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam anggaran dasar. Setiap tindakan yang dilakukan oleh direksi diluar kewenangan yang diberikan tersebut tidak mengikat perseroan. Ini berarti direksi memiliki legitimasi dalam bertindak atas nama dan untuk kepentingan perseroan. 8

Pada dasarnya direksi dalam menjalankan tugas kepengurusannya harus senantiasa bertindak dengan itikad baik, senantiasa memperhatikan kepentingan perseroan dan bukan kepentingan dari pemegang saham semata-mata, kepengurusan perseroan harus dilakukan dengan baik sesuai dengan tugas dan kewenangan yang diberikan kepadanya dengan tingkat kecermatan yang wajar dengan ketentuan bahwa Direksi tidak diperkenankan untuk memperluas maupun mempersempit ruang lingkup geraknya sendiri dan tidak diperkenankan melakukan tindakan yang dapat menyebabkan benturan kepentingan antara kepentingan perseroan dengan

7

Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, (Bandung : PT.Citra Aditya Bhakti, 2002), hlm.20-21.

8

Munir Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2003), hlm. 81.


(21)

kepentingan direksi. Keempat hal tersebut menjadi penting artinya karena empat hal tersebut mencerminkan bahwa antara direksi dan perseroan terdapat suatu bentuk hubungan saling ketergantungan dimana perseroan bergantung kepada direksi sebagai organ yang dipercayakan untuk melakukan kepengurusan sedangkan perseroan merupakan sebab keberadaan direksi tanpa perseroan, tidak pernah ada direksi. Dari penjelasan dapat disimpulkan bahwa direksi merupakan organ kepercayaan perseroan yang akan bertindak mewakili perseroan dalam segala macam tindakan hukumnya untuk mencapai tujuan dan kepentingan perseroan.9

Pelanggaran terhadap fiduciary duty adalah pelanggaran-pelanggaran hukum dan memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk dan atas namanya melakukan gugatan terhadap pihak yang menerbitkan kerugian tersebut. Dalam hal pelanggaran fiduciary duty oleh direksi, ada kepentingan yang harus diperhatikan yaitu kepentingan perseroan, kepentingan pemegang saham perseroan khususnya pemegang saham minoritas dan kepentingan pihak ketiga yang berhubungan hukum dengan perseroan khususnya kepentingan dari para kreditor perseroan.10

Pertanggung jawaban secara pribadi sampai harta kekayaan pribadi bagi direksi, atas keputusan bisnis yang merugikan perseroan telah menjadi perdebatan yang sejak lama. Di Amerika mengenal istilah business judgment rule, yang artinya untuk melindungi kepentingan anggota direksi dari pertanggung jawaban diambilnya

9

Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan, (Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2005), hlm.22-24.

10


(22)

keputusan suatu usaha tertentu yang mengakibatkan kerugian bagi perseroan. Menurut business judgment rule, pertimbangan bisnis para anggota direksi tidak dapat diganggu gugat lagi atau ditolak oleh pengadilan atau pemegang saham. Para anggota direksi tidak dapat dibebani tanggung jawab atas akibat-akibat yang timbul karena telah diambilnya pertimbangan bisnis oleh anggota direksi yang bersangkutan sekalipun pertimbangan itu keliru, kecuali dalam hal-hal tertentu.11

Beberapa Pengadilan berpendapat bahwa pertimbangan seorang anggota direksi tidak dapat diganggu gugat lagi kecuali apabila pertimbangan tersebut didasarkan atas kecurangan, menimbulkan benturan kepentingan, atau merupakan perbuatan yang melanggar hukum. Perlindungan business judgment rule dikatakan tidak berlaku bagi anggota direksi perseroan jika dalam transaksi bisnis yang dilakukan oleh direksi, bahwa direksi tersebut telah berupaya mengedepankan kepentigan pribadinya atau telah terdorong untuk membuat syarat-syarat transaksi

yang dilakukannya demi kepentingan pribadinya. Jadi business judgment rule, para direksi tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan apabila

anggota direksi dalam mengambil suatu pertimbangan diketahui telah melakukannya dengan itikad baik.12

Dalam Pasal 97 ayat (5) menyebutkan ”bahwa anggota direksi tidak dapat dipertanggung jawabkan secara pribadi atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) jika dapat membuktikan kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya, telh melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk

11

Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Moderen dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2002), hlm.99.

12


(23)

kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian, dan telah mengambil tindakan untuk mencegah timbulnya atas berlanjutnya kerugian tersebut.

Tanggung jawab direksi perseroan berdasarkan ketentuan UUPT dapat diimplementasikan dalam ketentuan direksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) khususnya Perseroan. Hal ini didasarkan ketentuan Pasal 11 UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN yang menyatakan BUMN yang khususnya Persero berlaku Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas sebagaiamana telah dirubah menjadi Undang-Undang Nomor : 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Pada saat menyusun Undang-Undang Dasar 1945, para perintis kemerdekaan menyadari bahwa Indonesia sebagai kolektivitas politik masih belum memiliki modal yang cukup untuk melaksanakan pembangunan ekonomi. Indonesia hanya memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia, sementara faktor produksi yang lain seperti modal dan teknologi belum tersedia. Atas dasar kenyataan inilah kemudian dirumuskan landasan hukum tentang asas keadilan di bidang ekonomi dan kesejahteraan sebagaimana tertera dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Berawal dari pasal 33 UUD 1945 dirumuskanlah strategi politik ekonomi Indonesia. Dalam strategi ini negara mengambil peran penting di bidang ekonomi untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat dan pemenuhan kebutuhan masyarakat dengan mendirikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan eks Pemerintah Belanda.


(24)

Secara eksplisit Pasal 33 UUD 1945 ini menyatakan bahwa negara akan mengambil peran dalam kegiatan ekonomi. Oleh karena itu pasal 33 UUD 1945 masih tercantum dalam konstitusi, selama itu pula keterlibatan Pemerintah (termasuk BUMN) dalam perekonomian Indonesia masih tetap diperlukan. Namun demikian, dalam realitanya seberapa jauh BUMN mampu menjadi alat negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan bangsa ini tergantung pada tingkat efisiensi dan kinerja dari BUMN itu sendiri.13

Dalam sistem perekonomian nasional, BUMN ikut berperan menghasilkan barang dan jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat. Untuk dapat mengoptimalkan perannya dan mampu mempertahankan keberadaanya dalam perkembangan ekonomi dunia yang semakin terbuka dan kompetitif, BUMN perlu menumbuhkan budaya korporasi dan profesionalisme antara lain melalui pembenahan pengurusan dan pengawasannya. Pengurusan dan pengawasan BUMN harus dilakukan berdasarkan prinsip tata kelola perusahaan. Peran BUMN dirasakan semakin penting sebagai pelopor atau perintis dalam sektor-sektor usaha yang belum diminati usaha swasta. Di samping itu BUMN juga mempunyai peran strategis sebagai pelaksana pelayanan pengembangan usaha kecil atau koperasi. BUMN juga merupakan salah satu sumber penerimaan Negara yang signifikan dalam bentuk berbagai jenis pajak, deviden dan hasil privitasasi.

13

Mulhadi, Hukum Perusahaan Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia, (Bogor : Penerbit Ghalia Indonesia, 2010), hlm.142.


(25)

Pelaksanaan peran BUMN tersebut diwujudkan dalam kegiatan usaha pada hampir seluruh sektor perekonomian, seperti sektor pertanian, perikanan, perkebunan, kehutanan,dll.14

Pada saat ini permasalahan yang menyangkut BUMN khususnya yang berbentuk perseroan terbatas (Persero) banyak mendapat sorotan dan perhatian publik baik dari pakar ahli hukum, lembaga swadaya masyarakat maupun dari aparat penegak hukum. Fenomena ini muncul sejak reformasi pada tahun 1998 yang menuntut dilaksanakan perubahan secara total. Pengaturan tentang perseroan terbatas sebagai suatu badan hukum telah ada dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas selanjutnya disebut UUPT. Di dalam UUPT juga terdapat ketentuan mengenai tanggung jawab direksi atas pengurusan perseroan. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 92 ayat 1 UUPT dan Pasal 98 ayat 1 UUPT.

Tujuan didirikannya BUMN diarahkan untuk mencapai dua tujuan yaitu tujuan komersial dan tujuan sosial. Komersial karena dituntut untuk mengejar keuntungan, sedangkan sosial dituntut untuk mengembangkan misi sosial dengan cara memberikan bimbingan dan bantuan kepada ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat. Di dalam UU BUMN dinyatakan bahwa terhadap BUMN berlaku undang-undang ini, anggaran dasar dan ketentuan perundangan lainnya. Yang dimaksud dalam perundangan lainnya adalah undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 (saat ini telah diganti dengan UU No.40 tahun 2007) termasuk perubahannya jika ada

14

Riant Nugroho, Randy R.Wrihatnolo, Manajemen Privatisasi BUMN, (Jakarta : PT.Elex Media Komputindo, 2010), hlm.14.


(26)

dan peraturan pelaksanannya serta peraturan perundang-undangan sektoral yang mengatur bidang usaha BUMN dan swasta yang dikeluarkan oleh Departemen/ lembaga non departemen.15

Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.16 Badan Usaha Milik Negara atau BUMN merupakan suatu unit usaha yang sebagian besar atau seluruh modal berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan serta membuat suatu produk atau jasa yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. BUMN juga sebagai salah satu sumber penerimaan keuangan negara yang nilainya cukup besar

Untuk menjalankan perseroan harus mempunyai organ-organ perseroan. Organ yang dimaksud adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Komisaris, dan Direksi.

. Dalam Pasal 2 dinyatakan bahwa pendirian, pengurusan dan pengawasan dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang Perseroan Terbatas. Yang artinya adalah bahwa terhadap BUMN Persero berlaku undang-undang perseroan terbatas yaitu undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas.

17

15

Lihat Penjelasan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara

Di dalam hukum perusahaan mengajarkan bahwa diantara ketiga organ perusahaan tersebut, RUPS merupakan organ dengan kekuasaan yang tertinggi dalam

16

Lihat Pasal 1 angka (1).

17


(27)

suatu perseroan terbatas. Dalam kedudukannya selaku RUPS, pengangkatan dan pemberhentian cukup dilakukan dengan Keputusan Menteri. Keputusan Menteri tersebut mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan keputusan yang diambil secara sah dalam RUPS. Karena modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang diwakili oleh Menteri. Menteri yang ditunjuk mewakili Negara selaku pemegang saham dalam setiap keputusan tertulis yang berhubungan dengan persero adalah merupakan keputusan RUPS.18

Salah satu organ yang cukup penting dalam menjalankan kegiatan persero adalah direksi. Disamping cukup penting, karena direksilah yang mengendalikan perusahaan dan kegiatan sehari-hari.

RUPS dapat melakukan tindakan berupa pemberhentian sementara atau tetap terhadap direksi perseroan apabila ditemukan bukti-bukti penyimpangan yang merugikan perusahaan atau merugikan keuangan negara serta dapat melaporkan kepada aparat penegak hukum dalam hal ini kepolisian atau kejaksaan maupun kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk di proses secara pidana. Di samping itu pemegang saham dengan hak suara minimal 10 % (sepuluh persen) dapat menggugat direksi untuk mempertanggungjawabkan perbuatan atau tindakannya yang merugikan perseroan.

19

18

Pasal 14 ayat 1Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.

Menurut pasal 1 angka 9 dari Undang-Undang No.19 Tahun 2003 tentang BUMN ”direksi adalah organ BUMN yang bertanggung

19

Pasal 14 ayat 1Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.


(28)

jawab atas pengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili BUMN baik di dalam maupun di luar pengadilan.”

Kalau dikaji lebih dalam bukankah kewenangan perwakilan yang diemban direksi itu timbul karena adanya pengangkatan oleh rapat umum pemegang saham sebagai organ persero yang mempunyai wewenang mengangkat direksi, sesuai dengan ketentuan Pasal 15 ayat (1) UU BUMN. Pengangkatan ini bersifat sepihak, sebab pengangkatan adalah perintah untuk melakukan pengurusan perseroan untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan BUMN, mewakili BUMN didalam maupun diluar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Kewenangan untuk mewakili berdasarkan pengangkatan itu menjadi hapus atau tidak ada ketika kewenangan mewakili itu ditarik kembali atau orang yang mewakili meninggal dunia. Oleh sebab itu Pasal 16 ayat (4) UU BUMN, yang mengatakan bahwa anggota direksi diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat kembali. Keputusan RUPS untuk mengangkat direksi itu biasanya disertai dengan penetapan gaji, honorium dan fasilitas lainnya didelegasikan dengan dewan komisaris.

Pengaturan mengenai pengurusan BUMN diatur dalam UU BUMN yang menyatakan bahwa20

1. Pengurusan BUMN dilakukan oleh Direksi. :

2. Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN serta mewakili BUMN baik didalam maupun diluar Pengadilan. 3. Dalam melaksanakan tugasnya, anggota Direksi harus mematuhi anggaran dasar

BUMN dan peraturan perundang-undangan serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas,

20


(29)

pertanggung jawaban serta kewajaran.

Meskipun kedudukan Menteri selaku wakil pemerintah telah dikuasakan kepada perorangan dan badan hukum untuk mewakilinya dalam RUPS, untuk hal-hal tertentu Penerima kuasa wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari Menteri yang berwenang. Hal ini perlu mendapat perhatian terlebih dahulu dari Menteri mengingat sifatnya yang sangat strategis bagi kelangsungan persero.21

Kewenangan pengurusan perseroan diberikan oleh undang-undang kepada direksi agar direksi dapat melakukan tindakan hukum yang diperlukan. Atau kewenangan pengurusan dipercayakan kepada direksi agar direksi dengan itikad baik senantiasa bertindak semata-mata demi kepentingan dan tujuan perseroan. Namun demikian ada kalanya dalam pengurusan dijumpai hal-hal sebagai berikut. Sebagai contoh terkaitnya "pertentangan/benturan kepentingan" antara direksi secara pribadi dengan perseroan22

1. Direktur tidak boleh menggunakan kekayaan atau uang perseroan untuk membuat keuntungan bagi dirinya.

, antara lain sebagai berikut:

2. Direktur tidak boleh menggunakan informasi yang diperoleh atas dasar jabatan untuk memperoleh keuntungan bagi dirinya.

3. Direktur tidak boleh menggunakan jabatannya mendapatkan keuntungan pribadi.

4. Direktur tidak boleh menahan keuntungan yang dibuat dengan alasan dan di dalam hubungan fidusianya dengan perusahaan.

21

Pasal 14 ayat 3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.

22

Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Moderen dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia, Op Cit., hlm.20-21.


(30)

Setiap jabatan memiliki tugas dan kewajiban serta wewenang yang harus dilaksanakan dengan baik. Jika tugas dan kewajiban tersebut dilalaikan atau telah terjadi penyalahgunaan jabatan atau membawa konsekuensi terhadap pejabat yang bersangkutan. Demikian direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan, serta mewakili perseroan baik di dalam maupun diluar pengadilan. Direksi dalam menjalankan jabatannya harus berorientasi semata-mata untuk kepentingan dan tujuan perseroan. Semua tindakan dan keputusan yang diambil harus dilakukan demi kepentingan umum dan tujuan perseroan.

Dalam hal direksi melakukan penyimpangan atas ketentuan dimaksud, komisaris dapat mengusulkan pemberhentian direksi. Tidak jarang terjadi bahwa walaupun komisaris, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ataupun akuntan publik tidak menemukan adanya penyimpangan keuangan negara atau perseroan dan laporan pertanggung jawaban direksi telah diterima oleh RUPS tidak menjamin bagi Direksi untuk tidak diperiksa oleh aparat penegak hukum. Alasan pemeriksaan sering didasarkan hanya pada adanya laporan dan pengaduan masyarakat. Tindakan ini tidak logis dari segi analisis yuridis, karena secara yuridis apabila pertanggung jawaban direksi telah diterima dan disetujui oleh RUPS selaku pihak yang berkepentingan melindungi perseroan dari kerugian yang diakibatkan direksi atau selaku pemegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan maka pihak lain (instansi/lembaga pemerintahan atau pihak manapun) tidak berhak mencampurinya.


(31)

Hal ini timbul karena kurang pemahaman tentang hukum perusahaan dan adanyan disharmonisasi antara hukum perusahaan dengan hukum keuangan negara. Sehingga aparat penegak hukum selalu mengedepankan peraturan-peraturan atau hukum publik sebagai suatu alat untuk menekan direksi atau pekerja BUMN. Kesewenang-wenangan penyelenggara negara atau aparat hukum telah menimbulkan rasa ketakutan kepada direksi atau pekerja BUMN. Intervensi yang mengatasnamakan kepentingan publik atau masyarakat dijadikan dasar atau alasan untuk secara langsung masuk melakukan pemeriksaan terhadap perangkat organisasi atau terhadap pekerja BUMN. Sehingga patut direnungkan kembali konsep hukum pembangunan dalam konteks perkembangan hukum yang menjunjung tinggi demokrasi dan hak asasi manusia. Perangkat kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur kehidupan masyarakat termasuk didalamnya lembaga-lembaga dan proses-proses yang mewujudkan hukum dalam kenyataan. Dalam pengurusan dan pengelolaan kegiatan di BUMN merupakan picu terjadinya situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan bagi direksi dapat mengurus dan mengelola kegiatan usaha BUMN secara optimal.23

23

Riant Nugroho, Op Cit., hlm.16-17.

Bahkan yang terlihat adalah kekhawatiran dan ketakutan untuk mengambil suatu keputusan atau kebijakan karena takut diperiksa oleh aparat hukum. Masih banyak pandangan negatif yang mengarah pada pembentukan opini tentang ketidak beresan dan ketidak profesionalisme direksi dalam mengurus perseroan. Dengan perkata lain banyak pihak-pihak yang mengkritisi pengurusan dan


(32)

pengelolaan BUMN tanpa didasari pemahaman yang komperhensif sampai sejauh mana tanggung jawab direksi dalam pengurusan BUMN dan mengapa kinerja BUMN tidak seperti yang diharapkan.

Tanggung jawab direksi dalam pengelolaan asset BUMN banyak mendapat sorotan. Asset atau aktiva adalah sumber ekonomi yang diharapkan memberikan manfaat usaha di kemudian hari yang dimiliki oleh perusahaan. Menurut Afryan Thamrim, asset biasanya dikelompokkan menjadi beberapa kategori,24

1. Asset lancar

seperti:

Adalah asset yang biasanya akan dijual, dipertukarkan, dikonversi ke uang tunai, atau digunakan sampai dalam satu tahun. Asset ini dikelompokkan menjadi asset lancar dan asset tidak lancar. Aktiva lancar meliputi kas dan setara kas (mata uang, uang yang disimpan dalam rekening bank, cek, money order, dll), Investasi jangka pendek (misalnya saham dibeli dan dimiliki untuk dijual dalam waktu dekat), piutang (uang yang dimiliki oleh debitur), persediaan (stock) dan biaya dibayar dimuka (misalnya asuransi atau jasa yang dibayar, tetapi yang belum dipergunakan). 2. Investasi jangka panjang

Adalah asset yang dibeli dan dimiliki untuk jangka waktu yang panjang, dengan tujuan mencapai pertumbuhan modal dalam nilai asset, dan / atau penghasilan dividen. Investasi jangka panjang termasuk investasi pada efek (misalnya obligasi, saham, dan panjang catatan panjang), aktiva yang tidak digunakan dalam usaha

24


(33)

(properti misalnya) dan investasi atau pensiun dana pensiun. 3. Asset tetap

adalah asset berwujud yang digunakan dalam operasi perusahaan tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Asset ini dikelompokkan menjadi asset tetap bergerak adalah asset tetap yang secara fisik dapat bergerak atau dipindahkan, merupakan alat/sarana atau prasarana yang dipergunakan langsung atau tidak langsung dalam kegiatan usaha perusahaan yang bersangkutan, contohnya properti, bangunan, pabrik, alat-alat produksi, mesin, kendaraan bermotor, perabotan, perlengkapan kantor, komputer, dan lain-lain. Dan asset tetap tidak bergerak adalah asset tetap yang secara fisik tidak dapat bergerak atau tidak dapat dipindahkan, contohnya tanah, gedung,dan lain-lain.

4. Asset berwujud

Adalah aktiva yang memiliki substansi. Contohnya properti, peralatan, kendaraan dan komputer.

5. Asset tidak berwujud

Aktiva tidak berwujud adalah aktiva yang memiliki nilai, tetapi tidak memiliki substansi. Yang termasuk asset ini seperti hak cipta, paten, merek dagang dan goodwill.

6. Asset Lainnya

Adalah perkiraan atau akun yang tidak dapat dikategorikan pada harta atau aset di atas baik dalam bentuk asset tetap, asset investasi, asset tak berwujud dan asset


(34)

lancar. Contoh : Mesin rusak, uang jaminan, harta yang masih dalam proses kepengurusan yang sah, dan lain-lain.

Harus diakui ini dalam pengelolaan asset BUMN masih banyak ditemui kendala yang sulit diatasi dengan tepat dan cepat. Salah satu kendalanya adalah masih kuatnya budaya korupsi, kolusi dan nepotisme. Namun, bila diamati lebih lanjut, ternyata banyak asset BUMN yang belum dikelola secara profesional dan efisien. Selain itu, masih terdapat beberapa asset di BUMN yang tidak digunakan secara produktif dan tidak digunakan dalam proses produksi. Bahkan masih terdapat asset yang dibiarkan tidak terurus (terlantar). Hal itu dapat mengakibatkan rendahnya pencapaian bagi BUMN yang bersangkutan. Asset-asset BUMN yang dibiarkan terlantar, misalnya tanah atau bangunan, kemungkinan dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Akhirnya dapat menimbulkan sengketa, dan penyelesaiannya memerlukan waktu berlarut-larut. Oleh karena itu, sudah saatnya BUMN melakukan pengkajian secara komprehensif terhadap asset-asset yang dimilikinya. Setiap asset yang dikelola oleh BUMN seharusnya dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan profit dalam bentuk pemasukan kas sehingga bernilai tambah. Sering terjadi kasus adanya pelepasan asset tanah dan bangunan milik BUMN dengan pihak ketiga yang berakibat merugikan BUMN. Pada saat ini seharusnya hal tersebut dapat dihindari oleh manajemen BUMN.

Pengelolaan asset BUMN harus dapat memenuhi prinsip pertanggungjawaban. Artinya asset BUMN dikelola sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.


(35)

Manajemen BUMN juga perlu memperhatikan adanya keputusan Menteri Keuangan maupun Menteri BUMN yang mengatur tentang pengelolaan asset (aktiva tetap), termasuk ketentuan yang mengatur masalah pelepasan aset atau penjualan asset non produktif.

Pengelolaan asset BUMN harus memenuhi prinsip kewajaran. Artinya perlu diperhatikan masalah keadilan dan kesetaraan. Bila terdapat kontrak/kerja sama yang terkait dengan pihak ketiga dalam pengelolaan aset BUMN. Bila manajemen BUMN dapat mengelola assetnya diharapkan dapat diperoleh 5 (lima) manfaat. Pertama, BUMN memperoleh nilai perusahaan secara maksimal. Kedua, BUMN memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional. Ketiga, kontribusi BUMN kepada pemerintah berupa dividen dan pajak lebih meningkat, sehingga dapat mendukung bangkitnya perekonomian nasional. Keempat, pengelolaan BUMN lebih transparan, akuntabel dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Kelima, kinerja BUMN akan lebih bagus karena pencapaian lebih baik.25

Persetujuan pelepasan asset oleh Menteri Negara BUMN kepada perusahaan dilakukan sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya sebagai wakil pemerintah sebagai pemegang saham melalui RUPS berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2003 Tentang Pelimpahan Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan Pada Perusahaan Perseroan (Persero),

25

Oktober 2010 pada pukul 10.00.


(36)

Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Jawatan (Perjan) Kepada Menteri Negara BUMN. Pemberian persetujuan didasarkan kepada Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor : PER-02/MBU/2010 Tentang Tata Cara Penghapusbukuan Dan Pemindahtanganan Aktiva Tetap Badan Usaha Milik Negara dan ketentuan sebagaimana diatur anggaran dasar perusahaan, dimana perusahaan harus mendapatkan persetujuan Menteri Negara BUMN dalam pelepasan aktiva perusahaan. Pelepasan Asset dapat dilakukan dengan pemindahantanganan.

Pemindahantanganan adalah setiap tindakan mengalihkan aktiva tetap Badan Usaha Milik Negara dengan cara penjualan, tukar menukar, penghibahan dan cara-cara lain yang mengakibatkan beralihnya hak pemilikan/penguasaan atas aktiva tetap Badan Usaha Milik Negara yang bersangkutan kepada Pihak Lain. Apabila tidak melalui RUPS maka pelepasan asset itu bisa dianggap korupsi.

Contohnya direktur utama PTPN.II (Persero) dalam melakukan pelepasan asset tetap tidak bergerak berupa pengalihan tanah eks HGU tanpa mendapat rekomendasi dari dewan komisaris dan tidak ada persetujuan pemegang saham melalui RUPS dan hasil pelepasan asset tidak bergerak dimasukkan ke kas PTPN.II (Persero). Dengan berakhirnya HGU (hak guna usaha), maka status tanah menjadi tanah negara. HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam pasal 29 guna perusahaan pertanian, perikanan atau


(37)

peternakan (dalam pasal 28 ayat 1 UU No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria). Menurut pasal 18 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah, konsekuensi dari HGU yang hapus dan tidak diperpanjang atau diperbaharui itu adalah bekas pemegang hak wajib membongkar bangunan-bangunan dan benda-benda yang ada diatasnya, menyerahkan tanah dan tanaman yang ada di atas tanah bekas HGU tersebut kepada Negara dalam batas waktu yang ditetapkan oleh menteri yang bertanggung jawab di bidang keagrarian/pertanahan. Jadi pelepasan tanah bekas HGU sebagai asset perusahaan, yang berwenang adalah Menteri Negara BUMN selaku pemegang saham perusahaan dan juga tentang ganti rugi atas pelepasan asset harus masuk ke kas negara dan penggunaan uang tersebut harus mendapat izin dari Menteri BUMN selaku pemegang saham. Berdasarkan pemikiran latar belakang permasalahan ini, penulis menganggap perlu melakukan penelitian dengan mengambil judul “Tanggung jawab direksi dalam pelepasan asset tidak bergerak pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN)”.

B. Rumusan Masalah.

Berdasarkan latar belakang sebelumnya maka dapat dikemukakan perumusan masalah sebagai berikut :

2. Bagaimanakah tanggung jawab direksi terhadap pelepasan asset tidak bergerak pada BUMN dalam putusan nomor : 1491/Pid.B/2006/PN-LP ?


(38)

3. Bagaimanakah tanggung jawab hukum direksi BUMN terhadap hasil pelepasan asset tidak bergerak yang tidak masuk ke kas Negara dalam putusan nomor : 1491/Pid.B/2006/PN-LP ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini dilakukan dengan maksud :

1. Untuk mengetahui tanggung jawab direksi terhadap pelepasan asset tidak bergerak pada BUMN dalam putusan nomor : 1491/Pid.B/2006/PN-LP. 2. Untuk mengetahui tanggung jawab hukum direksi BUMN terhadap hasil

pelepasan asset tidak bergerak yang tidak masuk ke kas negara dalam putusan nomor : 1491/Pid.B/2006/PN-LP.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis :

Penelitian ini diharapkan berguna untuk memberikan sumbangan pemikiran dan memeperkaya perkembangan ilmu hukum bisnis dan perusahaan khususnya tanggung jawab Direksi Dalam Pelepasan Asset BUMN tidak bergerak.

2. Manfaat Praktis :

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat yang besar untuk kepentingan baik bagi pemerintah, Perusahaan dan masyarakat dalam Pertanggungan jawaban Direksi Dalam Pelepasan Asset BUMN tidak


(39)

bergerak.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pengamatan serta penelusuran kepustakaan yang dilakukan di perpustakaan Universitas Sumatera Utara, penelitian yang membahas judul Tanggung jawab direksi dalam pelepasan asset BUMN tidak bergerak belum pernah dilakukan baik dalam judul, topik, dan objek permasalahan yang sama. Penelitian ini spesifik mengenai “Tanggung jawab direksi dalam pelepasan asset tidak bergerak pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN)”. Namun pada tesis sebelumnya terdapat

penelitian sejenis yang dilakukan oleh 3 (tiga) orang mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara yaitu:

1) Rudi Dogar Harahap dengan judul Penerapan Business Judgement Rule dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank pada tahun 2008. Dalam judul penelitian tesis tersebut yang dibahas adalah mengenai prinsip pembelaan direksi sebagai penyeimbang prinsip fiduciary duty.

2) Bustanul Arifin dengan judul Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terhadap Perseroan Yang Dinyatakan Pailit pada tahun 2009. Dalam judul penelitian tesis ini yang dibahas adalah mengenai secara umum ketentuan-ketentuan kewenangan dan tanggung jawab direksi perseroan terbatas jika Perseroan yang diurusnya mengalami pailit.

3) Jujur Hutabarat dengan judul Analisis Yuridis Terhadap Tanggung Jawab Direksi Badan Usaha Milik Negara dalam pengurusan Perseroan pada tahun 2007.


(40)

Dalam penelitian ini yang dibahas merupakan cakupan pembahasan tanggung jawab direksi dalam melakukan pengurusan dan pengelolaan BUMN .

Dengan demikian, berdasarkan penelusuran pada beberapa penelitian sebelumnya, penulis berkeyakinan bahwa penelitian yang penulis lakukan ini telah dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, karena penulis memperhatikan ketentuan-ketentuan atau etika penelitian yang harus dijunjung tinggi. Jadi penelitian ini adalah baru dan asli karena dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional, objektif dan terbuka.

F. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis

Dalam setiap penelitian harus disertai pemikirkan secara teoritis, karena ada hubungannya antara teori dengan kegiatan pengumpulan data, pengolahan dan analisis data.26 Teori menguraikan jalan pemikiran menurut kerangka yang logis yang artinya yang mendudukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan dalam kerangka teoritis yang relevan yang mampu menerangkan masalah tersebut.27

Oleh sebab itu kerangka teoritis bagi suatu penelitian mempunyai kegunaan28

26

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986), hlm.122.

sebagai berikut:

27

Made Wiratha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi dan Tesis, (Yogyakarta: Andi, 2006), hlm. 6.

28


(41)

1. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.

2. Teori sangat berguna dalam mengembangkan sistem klarifikasi fakta, membina, struktur konsep-konsep serta memperkembangkan defenisi-defenisi.

3. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar daripada hal-hal yang diteliti.

4. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya faakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.

Sejalan dengan hal tersebut, maka terdapat beberapa teori yang dipergunakan dalam menjawab permasalahan ini antara lain sebagai berikut: 1. Teori Organisme

Menurut Teori Organisme dari OTTO VON GIERKE: “ Direksi adalah organ atau alat perlengkapan badan hukum. Sama seperti halnya manusia mempunyai organ-organ seperti tangan, kaki, mata, telinga dan seterusnya dan karena setiap gerakan organ-organ itu dikehendaki atau diperintahkan oleh otak manusia, maka setiap gerakan atau aktifitas Direksi badan hukum dikehendaki atau diperintah oleh badan hukum sendiri.29

2. Teori Tanggung Jawab

Menurut Hans Kelsen “satu konsep yang berhubungan dengan konsep 29

Buletin Hukum Perbankan dan Kebank Sentaralan, Volume 5 Nomor 3, Desember 2007, hlm.15.


(42)

kewajiban hukum adalah konsep tanggung jawab hukum”. Bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab hukum berarti bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan. Biasanya yakni dalam hal sanksi ditujukan kepada pelaku langsung, seseorang bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri.30

Pembenahan pertanggungjawaban perdata terhadap direksi harus merujuk kepada hukum perusahaan dan anggaran dasar perseroan itu sendiri. Artinya sepanjang direksi perseroan telah melakukan tugas dan kewenangannya dengan segala kemampuan profesionalitasnya, kehati-hatian dan dengan itikad baik untuk kepentingan perseroan sesuai maksud dan tujuan perseroan, maka direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan untuk mengganti kerugian yang diderita perseroan.

Teori pertanggungjawaban ada secara perdata dan pidana. Menurut pertanggungjawaban perdata, tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Artinya tidak ada kewajiban yang mengganti kerugian tanpa ada kesalahan. Sedangkan pertanggungjawaban pidana “tidak ada pidana tanpa kesalahan.

Kedua teori ini tidak terlepas dari hak dan kewajiban yang sering 30

Hans Kelsen, Teori Hukum Murni dengan buku Asli General Theory Of Law And State, Alih Bahasa Somardi, (Rimdi Press, Jakarta,1997), hlm.65


(43)

dikaitkan dengan pertanggung jawaban hukum. Dalam Hal ini Anggota Direksi berkewajiban melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya memenuhi kepentingan ini merupakan kewajiban sedangkan melalaikan adalah kesalahan. Di samping dua teori ini tersebut, teori lain yang relevan adalah teori fiduciary duty. Fiduciary of duty adalah suatu tugas yang disebut dari trustee yang terbit dari suatu hubungan hukum antara trustee dengan pihak lain. Trustee adalah pihak yang memegang suatu kepercayaan untuk kepentingan orang lain.

Dalam teori fiduciary duty, direksi hanya berhak dan berwenang untuk bertindak atas nama dan untuk kepentingan perseroan dalam batas-batas yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam anggaran dasar. Ini berarti direksi memiliki limitasi dalam bertindak atas nama dan untuk kepentingan perseroan.31

31

Gunawan Widjaja, Op Cit., hlm.22-24.

Teori fiduciary duty perkembangannya masih baru di Indonesia sehingga diperlukan pengembangan terhadap teori tersebut. Dalam hukum perseroan, untuk mengerakkan perseroan, perseroan dibagi-bagi ke dalam organ-organ, yang masing-masing organ memiliki tugas dan kewenangannya sendiri. Di Indonesia, ada tiga jenis organ yang dikenal dan dari yang ketiga jenis organ tersebut yang ada dalam perseroan adalah direksi organ yang

undang-undang diberikan hak dan kewajiban/diberikan tugas

melakukan/melaksanakan kegiatan pengurusan dan dibawah pengawasan dewan komisaris. Walau demikian, organ perseroan itu sendiri adalah juga sesuatu yang


(44)

fiktif. Untuk menjadikannya konkrit, maka organ-organ tersebut dilengkapi dengan anggota-anggota yang merupakan orang-orang yang memiliki kehendak yang akan menjalankan perseroan tersebut sesuai dengan maksud dan tujuan pendirian perseroan. Dengan demikian berarti pada dasarnya Perseroan juga dijalankan oleh orang perorangan yang duduk dan menjabat sebagai pengurus perseroan yang berada dalam satu wadah/organ yang dikenal dengan nama direksi.32

Dalam menjalankan kegiatan dan aktivitasnya sehari-hari, perseroan memiliki maksud dan tujuan perseroan yang dimuat dalam setiap akta pendirian dan anggaran dasar perseroan.

Praktik hukum perseroan menunjukkan adanya 2 tindakan yang merupakan tindakan yang tidak sesuai dengan anggaran dasar perseroan 33

1. Tindakan yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku serta anggaran dasar perseroan adalah tindakan yang berada diluar maksud dan tujuan perseroan.

yaitu :

2. Tindakan dari direksi perseroan yang berada diluar kewenangan yang diberikan kepadanya berdasarkan ketentuan yang berlaku termasuk anggaran dasar perseroan terbatas.

32

Try Widiyono, Op Cit., hlm.40.

33

Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Moderen dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia, Op Cit.,hlm.52.


(45)

Direksi hanya berhak dan berwenang untuk bertindak atas nama dan untuk kepentingan perseroan dalam batas-batas yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku dan anggaran dasar perseroan. Setiap tindakan yang dilakukan oleh direksi diluar kewenangan yang diberikan tersebut tidak mengikat perseroan, kecuali dalam hal ini diatur lain oleh undang-undang. Ini berarti direksi memiliki limitasi dalam bertindak atas nama dan untuk kepentingan perseroan.

Dalam tugas fidusia bagi direksi terhadap perseroan terbatas yang telah mengangkatnya sebagai pengurus dan perwakilan bagi perseroan terbatas, dalam segala macam tindakan hukumnya untuk mencapai maksud dan tujuan, serta untuk kepentingan perseroan terbatas.

Ada 2 macam kewajiban Direksi 34 1. Kewajiban berdasarkan tugas hukum

yaitu :

adalah suatu kewajiban dari direksi yang secara tegas dinyatakan dalam perundang-undangan dan anggaran dasar perseroan terbatas.

2. Kewajiban berdasarkan tugas fidusia.

adalah suatu kepercayaan yang diberikan dari pihak perseroan kepada direksi untuk menjalankan tugas dan itikad baik dan loyal yang tinggi.

Philip Lipton dan Abraham Herzberg membagi tugas Fidusia ada 5

34


(46)

macam yaitu :

1. Duty To Act Bona Fide In The Interest Of The Company (Tugas untuk kepentingan perseroan semata-mata), yang artinya kewajiban direksi untuk melakukan kepengurusan perseroan hanya untuk kepentingan perseroan semata-mata. Untuk menentukan sampai seberapa jauh suatu tindakan yang diambil oleh direksi perseroan telah dilakukan untuk kepentingan perseroan, maka hal tersebut harus dipulangkan kembali kepada direksi perseroan. Direksi perseroan Harus mengetahu dan memiliki penilaian sendiri tentang tindakan yang menurut pertimbangannya adalah sesuatu yang harus atau tidak dilakukan untuk kepentingan perseroan. 35

2. Duty To Exercise Power For Their Proper Purpose (Tugas untuk melatih kekuatan direksi dengan tujuan yang tepat),

35

Gunawan Widjaja, Op Cit., hlm.50.

yang artinya untuk dapat melaksanakan tugasnya, direksi yang diberikan hak dan wewenang untuk bertindak untuk dan atas nama serta bagi perseroan terbatas. Hal ini membawa konsekwensi bahwa jalannya perseroan terbatas, termasuk pengelolaan harta kekayaan erseroan terbatas. Sebagai orang kepercayaan perseroan terbatas yang diangkat oleh rapat pemegang saham untuk kepentingan para pemegang saham secara keseluruhan, direksi diharapkan dapat bertindak adil dalam memberikan manfaat yang optimal bagi pemegang saham perseroan terbatas. Sebagai trustee bagi perseroan terbatas, maka


(47)

sudah selayaklah jika dalam melakukan tindakan atau perbuatan yang mengatasnamakan kepentingan perseroan terbatas, direksi harus melakukannya secara benar dan tidak memihak bagi keuntungan atau kepentingan manapun juga. Direksi diberikan kepercayaan kepercayaan oleh pemegang saham melalui mekanisme rapat pemegang saham. Setelah rapat pemegang saham menyetujui pengangkatan direksi perseroan, maka pemegang saham tidak lagi berhubungan dengan direksi perseroan dan oleh karena itu maka direksi tidak dapat mempergunakan kepercayaan yang diberikan kepadanya tersebut dipergunakan dalam kapasitasnya untuk merugikan satu atau lebih pemegang saham tertentu dalam perseroan.36

3. Duty To Retain Their Discrenatory Powers (Tugas untuk mempertahankan kekuatan direksi),

36

Ibid., hlm.52.

yang artinya direksi dalam undang-undang dan anggaran dasar dan kadang kala melalui rapat pemegang saham telah diberikan kewenangan fiduciary untuk bertindak seluas-luasnya, namun demikian hal tersebut haruslah dilakukan dan diselenggarakan untuk kepentingan perseroan, dan oleh karena itu maka tidak selayaknyalah jika direksi kemudian melakukan pembatasan dini atau membuat untuk bertindak untuk tujuan dan kepentingan perseroan. Dalam hal ini tidak berarti direksi tidak boleh mengadakan, membuat atau menandatangani suatu kesepakatan pendahuluan sebelum suatu perjanjian yang mengikat dibuat dan ditanda


(48)

tangani. Pada saat perjanjian yang mengikat tersebut dibuat dan ditanda tangani, direksi sudah harus mempunyai pandangan, sikap dan kepastian bahwa tindakan yang dilakukan tersebut hanya memberikan manfaat bagi kepentingan perseroan terbatas.37

4. Duty To Avoid Conflicts Of Interests (Tugas untuk menghindari konflik kepentingan perseroan),

37

Ibid., hlm.54.

yang artinya direksi memiliki kewajiban untuk menghindari diadakan, dibuat atau ditanda tanganinya perjanjian atau dilakukan perbuatan yang menempatkan direksi tersebut dapat suatu keadaan yang tidak memungkinkan dirinya untuk bertindak secara wajar demi tujuan dan kepentingan perseroan. Kewajiban ini bertujuan untuk mencegah direksi secara tidak layak memperoleh keuntungan dari perseroan yang mengangkat dirinya menjadi direksi. Kewajiban ini sebenarnya melarang dengan mencegah direksi untuk menempatkan dirinya pada satu keadaan yang memungkinkan direksi bertindak untuk kepentingan mereka sendiri, pada saat yang bersamaan mereka harus bertindak mewakili untuk dan atas nama perseroan. Jadi sesunguhnya kewajiban tersebut bukan untuk melakukan penghukuman atas terjadinya suatu tindakan yang mengadung unsur benturan kepentingan, melainkan merupakan suatu bentuk pencegahan sebelum suatu tindakan, perbuatan atau keputusan yang mengandung unsur benturan kepentingan tersebut dilakukan, dilaksanakan atau diambil. Tugas dan


(49)

tanggung jawab direksi juga merupakan tugas dan tanggung jawab anggota direksi. Ini berarti setiap tindakan yang diambil atau dilakukan oleh salah satu atau lebih anggota direksi akan mengikan anggota direksi lainnya. Dalam hal yang demikian, maka direksi harus semata-mata memperhatikan kepentingan dari perseroan sebagai satu kesatuan dan bukan untuk kepentingan masing-masing pemegang saham.38

5. Duty Of Care And Duties Of Diligence (Tugas untuk menjalankan kepengurusan dan perwakilan perseroan), yang artinya direksi sebagai organ kepercayaan perseroan diharapkan dapat menjalankan perseroan hingga memberikan keuntungan bagi perseroan. Direksi diberikan fleksibilitas dalam bertindak untuk melaksanakan fungsi kegiatan manajemen, dengan mengambil resiko dan peluang dimasa depan. Tidak semua orang diharapkan dan dihadapkan pada keadaan untuk memiliki suatu standar keahlian tertentu yang sama antara yang satu dengan yang lainnya. Dalam hal demikian maka setiap anggota direksi tersebut patut diharapkan dapat bertindak dan melakukan perbuatan yang dapat menghasilkan keuntungan bagi perseroan dari masing-masing bidang keahliannya tersebut.39

Dalam menjalankan kepengurusan dan perwakilan perseroan, direksi harus bertindak secara hati-hati, patut atau sebaik-baiknya sesuai dengan kewenangan yang diberikan dalam anggaran dasar. Seandainya dalam

38

Ibid, hlm.56.

39


(50)

pengurusan dan perwakilan perseroan, direksi melakukan perbuatan atau tindakan yang melanggar batas kewenangan atau sesuatu ketentuan yang sudah ditetapkan dalam anggaran dasar, kepadanya dapat dimintai pertanggung jawaban secara pribadi oleh pihak ketiga baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama untuk keseluruhannya.

Perseroan terbatas tidak bertanggung jawab kepada direksi yang melampaui wewenang yang diberikan anggaran dasar kepadanya, sehingga kerugian yang diderita pihak ketiga bukan menjadi tanggung jawab perseroan melainkan tanggung jawab direksi seluruhnya. Sebaliknya direksi tidak bertanggung jawab secara pribadi kepada pihak ketiga apabila direksi dapat membuktikan bahwa direksi telah menjalankan pengurusan dan perwakilan secara baik-baik. Dalam hal ini perseroan terbatas yang memikul tanggung jawab atas segala kerugian yang diderita pihak ketiga dan direksi terbebas dari tanggung jawab secara pribadi.40

Teori organisme dapat digunakan dalam menyelesaikan tentang tanggung jawab direksi terhdap pelepasan asset tidak bergerak pada BUMN dalam putusan Nomor : 1491/Pid.B/2006/PN-LP dan tanggung jawab direksi Jadi untuk mengukur kinerja direksi dapat dilihat dari tingkat efisiensi yang dapat dicapai dan keuntungan yang berhasil dicapai.

40

Rachamadi Usman, Dimensi Hukum Perseroan Terbatas, (Bandung : PT.Alumni, 2004), hlm.179.


(51)

BUMN terhadap pelepasan asset tidak bergerak yang tidak masuk ke kas negara dalam putusan Nomor : 1491/Pid.B/2006/PN-LP, karena direksi adalah bagian dari organisme maka direksi dapat dimintai pertanggung jawaban secara hukum. Begitu juga dengan teori tanggung jawab dapat juga digunakan apabila direksi terbukti bersalah maka direksi harus bertanggung jawab terhadap perbuatan yang dilakukannya dapat dikenakan sanksi secara pidana yaitu berupa hukuman penjara mengakibatkan kerugian bagi negara.

2. Kerangka Konseptual

Konsepsi adalah salah satu bagian yang terpenting dari konsepsi yang diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan defenisi operasional. Pentingnya defenisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua dari suatu yang dipakai untuk dapat ditemukan suatu kebenaran dengan substansi yang diperlukan.41

Dalam penulisan tesis ini diperlukan konsepsi yang merupakan defenisi operasional dari istilah-istilah yang dipergunakan untuk menghindari perbedaan : 2. Tanggung jawab Direksi adalah semua kewajiban yang harus dijalankan direksi

sebagai wakil perseroan yang dilakukan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab baik kepada perseroan, pemegang saham maupun kepada pihak ketiga yang

41

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Surabaya : Fakultas Hukum Universitas Airlangga, 2005), hlm.139.


(52)

berhubungan hukum dengan perseroan terbatas. 42

3. Direksi adalah Organ BUMN yang bertanggung jawab atas pengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN, serta mewakili BUMN baik didalam maupun diluar pengadilan.43

4. Asset adalah benda baik yang memiliki wujud maupun yang semu yang dimiliki oleh perusahaan.44

5. Asset tidak bergerak adalah asset yang secara fisik tidak dapat bergerak atau tidak dapat dipindahkan.45

6. Pelepasan Asset adalah Pelepasan yang dilakukan organ perseroan dalam melepaskan asset BUMN berupa lahan tanah, bangunan,dll.

Yang termasuk asset tidak bergerak dalam penelitian ini adalah tanah, dimana tanah tersebut sudah berakhir HGU nya.

46

7. Sanksi hukum adalah alat untuk memaksa seseorang yang bersalah untuk mendapatkan ganjaran hukum atas perbuatan yang dilakukannya atau mendapatkan hukuman atas perbuatan yang dilakukan.47

8. Badan Usaha Milik Negara atau BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung

42

Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, op.cit., hlm.111.

43

Lihat Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.

44 45

15.00 wib.

46

15.00 wib.

47


(53)

yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.48

9. Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.49

10.Kekayaan Negara sebagai suatu asset negara begitu luas ruang lingkupnya yang secara umum meliputi dua hal, yaitu barang yang dikuasai oleh negara (domain publik) dan yang dimiliki oleh negara (domain privat).

11.Kekayaan negara yang dipisahkan adalah kekayaan negara yang berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk dijadikan penyertaan modal negara pada Persero dan/atau Perum serta perseroan terbatas lainnya.

G. Metode Penelitian

Untuk keberhasilan suatu penelitin yang baik dalam memberikan gambaran dan jawaban terhadap permasalahan yang diangkat, tujuan serta manfaat penelitian sangat ditentukan oleh Metode yang digunakan dalam penelitian.

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang berbasis kepada ilmu hukum normatif dan mengacu kepada norma-norma hukum positif yang terdapat

48

Lihat Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No.19 Tahun 2003 Tentang BUMN.

49


(54)

dalam perundang-undangan, putusan pengadilan dan bahan hukum lainnya. Penelitian hukum normatif adalah Pendekatan hukum dengan melihat peraturan-peraturan baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder atau pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif analitis, sebab penelitian ini menggambarkan dan melukiskan azas-azas atau peraturan-peraturan yang berhubungan dengan tujuan penelitian ini. Deskriptif maksudnya menggambarkan atau menelaah permasalahan hukum hal-hal yang berkaitan tanggung jawab dalam Pelepasan Asset BUMN. Sedangkan analitis maksudnya data hasil penelitian diolah lebih dahulu, lalu dianalisis dan kemudian baru diuraikan secara cermat tentang “Tanggung jawab direksi dalam pelepasan asset tidak bergerak pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN)”. Seperti yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto,

Penelitian deskriptif analitis adalah penelitian yang bertujuan membuat gambaran atau lukisan secara sistematik, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan fenomena yang diselidiki.50

2. Sumber Data Penelitian

Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder 51 a. Bahan hukum primer

yang meliputi :

yaitu Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN, Undang-Undang 50

Soerjono Soekanto, Metodologi Research, (Yogyakarta : Andi Offset, 1998), hlm.3.

51

Penelitian Normatif data sekunder sebagai sumber/bahan informasi dapat merupakan bahan hukum premier, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier, Bambang Waluyo, Penelitian hukum dalam Praktek, (Jakarta : Sinar Grafika, 2002), hlm.14.


(55)

Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan undang-undang serta peraturan lainnya.

b. Bahan hukum sekunder

yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai hukum premier, seperti hasil-hasil penelitian serta bahan dokumen-dokumen lainnya.

c. Bahan hukum tertier

yaitu bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus umum, kamus hukum, majalah/jurnal atau surat kabar sepanjang memuat informasi yang relevan dengan materi penelitian ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research). Sehubungan dengan permasalahan dalam penelitian kepustakaan, dikumpulkan melalui penelitian literatur, yakni dengan mempelajari ketentuan perundang-undangan, karya ilmiah dan dokumen lainnya yang menyangkut materi ini.

4. Analisis Data

Setelah semua data sekunder diperoleh melalui penelitian kepustakaan (library research). Bahan-bahan yang diperoleh dalam penelitian tersebut selanjutnya akan dipilah-pilah sehingga diperoleh bahan-bahan hukum yang mengatur tentang


(56)

Milik Negara (BUMN)”, kemudian data-data yang diperoleh tersebut akan dianalisis

secara induktif-deduktif. Dipilihnya metode tersebut adalah agar gejala-gejala normatif yang diperhatikan dapat dianalisis dari berbagai aspek secara mendalam dan terintegral antara aspek yang satu dengan lainnya. Setelah bahan penelitian dikumpulkan, kemudian di abstraksi untuk menentukan konsep-konsep yang lebih umum. Konsep yang lebih umum sebagai hasil abstraksi merupakan jawaban-jawaban dari permasalahan yang didukung oleh argumentasi-argumentasi yang diperoleh dari bahan-bahan hukum yang sudah ada. Adapun penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika berpikir deduktif-induktif. Dengan demikian dari hasil analisis yang dilakukan diharapkan akan diperoleh temuan-temuan dan kesimpulan yang bersifat deskriptif-analitis sehingga pokok permasalahan yang dijawab dalam permasalahan ini dapat dijawab.


(57)

BAB II

TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP

PELEPASAN ASSET TIDAK BERGERAK PADA BUMN DALAM PUTUSAN NOMOR : 1491/PID.B/2006/PN-LP

A. Pengertian BUMN

Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN), Perusahaan perseroan (persero) adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruhnya atau yang paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.

Dari defenisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ada beberapa unsur yang menjadikan suatu perusahaan dapat dikategorikan sebagai BUMN Persero, yaitu:

1. Badan usaha atau perusahaan tersebut berbentuk perseroan terbatas;

2. Modal badan usaha tersebut seluruhnya atau sebagian besar dimiliki oleh negara. Jika modal tersebut tidak seluruhnya dikuasai negara, maka agar tetap dikategorikan sebagai BUMN Persero, negara minimum menguasai 51 % (lima puluh satu persen) modal tersebut;

3. Di dalam usaha tersebut, negara melakukan penyertaan secara langsung. Penyertaan modal negara pada BUMN Persero yang berasal dari APBN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;


(1)

Negara dikatakan pembayaran atas transaksi pemindahtanganan disetorkan langsung ke kas BUMN dan dilakukan secara tunai/sekaligus pada hari pelaksanaan pemindahtanganan dilakukan. Jadi direktur utama PTPN.II (Persero) harus bertanggung jawab terhadap hasil pelepasan asset yang tidak masuk ke kas negara melainkan ke kas perusahaan yang mengakibatkan kerugian pada negara. B. Saran

1. Direksi BUMN dalam melakukan pelepasan asset tidak bergerak harus sesuai dengan tata cara pelepasan asset tidak bergerak yang diatur dalam BUMN, sehingga tidak ada tuntutan dikemudian hari yang menyebabkan kerugian bagi direksi BUMN itu sendiri.

2. Direksi BUMN harus lebih berhati-hati dalam memasukkan hasil pelepasan asset tidak bergerak ke kas negara, apabila hasil pelepasan asset tidak bergerak ingin dimasukkan ke kas perusahaan terlebih dahulu harus mendapat izin dari Menteri BUMN selaku wakil negara dalam menjalankan perusahaan di BUMN dan sebagai pemegang saham di perusahaan tersebut.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Ali, Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Sinar Grafika, 2005.

Atmasasmita, Romli, Perbandingan Hukum Pidana, Bandung: Mandar Maju, 2000.

Block, Dennis J. (et.al), Third Edition, The Business Judgement Rule, Fiduciary

Duties of Corporate Directors, NJ: Prentice Hall Law & Business, 1989.

Dirjosiswo, Soedjono, dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu

Tinjauan Singkat. Jakarta : Raja Grafindo Persada. 1995.

Friedmann, W, Teori dan Filsafat Hukum, Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2000.

Fuady, Munir, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law;Eksistensinya

Dalam Hukum Indonesia, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2002.

---, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2002.

---, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2003.

---, Perlindungan Pemegang Saham Minoritas, Bandung: CV Utomo, 2005.

Harahap, Yahya,M, Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta : Sinar Grafika, 2009. Huda, Chairul, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada

Pertanggung Jawaban Pidana Tanpa Kesalahan Yogyakarta: Liberty, 1995.

Kansil,CST, Kamus Istilah Aneka Hukum, Jakarta : PT.Sinar Grafika, 2005. Kansil, C.S.T, dan Kansil, Christine S.T., Pengantar Ilmu Hukum dan Tata

Hukum Indonesia Jilid I, Jakarta:Balai Pustaka, 2000.

Kelsen, Hans, Teori Hukum Murni (General Theory Law, Alih Bahasa Somardi), Rindi Press, 1995.


(3)

Khairandy, Ridwan, dan Malik, Camelia, Good Corporate Governance, Perkembangan Pemikiran Dan Implementasinya Di Indonesia Dalam

Perspektif Hukum, Yogyakarta: Kreasi Total Media, 2007.

Khairandy, Ridwan, Pengantar Hukum Dagang, Yogyakarta : FH UII Press, 2006.

Muhammad, Abdul Kadir, Hukum Perikatan, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1990.Marzuki, Mahmud, Peter, Penelitian Hukum, Surabaya : Fakultas Hukum Universitas Airlangga, 2005.

Mulhadi, Hukum Perusahaan bentuk-bentuk badan usaha di Indonesia, Bogor : Penerbit Ghalia Indonesia, 2010.

Muladi dan Dwidja Priyatno, Pertanggungjawaban Pidana Korupsi, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010.

Nasution.S, dan M.Thomas, Buku Penuntun Membuat Tesis, Skripsi, Disertasi,

Makalah, Jakarta : Penerbit Bumi Aksara, 1999.

Nugroho, Riant, dan Randy R.Wrihatnolo, Manajemen Privatisasi BUMN, Jakarta : Penerbit PT.Elex Media Komputindo, 2010.

Sembiring, Sentosa, Hukum Perusahaan tentang Perseroan Terbatas, Bandung : CV.Nuansa Aulia, 2006.

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : Universitas Press, 1986.

---. Metodologi Research, Yogyakarta : Andi Offset, 1998. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Bandung : Bina Cipta, 1987.

Sjahdeini, Remy, Sutan, Pertanggungjawaban Pidana Korupsi, Jakarta : PT.Grafiti Pers, 2007.

Simanungkalit, Parasian, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Kaitannya

Dengan Tanggung Jawab Direksi Pada Perseroan Terbatas, Jakarta :

Yayasan Wajar Hidup, 2006.

Usman, Rachmadi, Dimensi Hukum Perseroan Terbatas, Bandung : PT.Alumni, 2004.


(4)

Wirantha, Made, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi dan Tesis,

Yogyakarta : Andi, 2006.

Wijaksono, Satrio, Frans, Tanggung Jawab Pemegang Saham, Direksi &

Komisaris Perseroan Terbatas (PT), Jakarta : Visimedia, 2009.

Widjaja, Gunawan, Risiko Hukum sebagai Direksi, Komisaris & Pemilik PT, Jakarta : Forum Sahabat, 2008.

Widiyono,Try, Direksi Perseroan Terbatas Keberadaan, Tugas, Wewenang &

Tanggung Jawab, Bogor : Ghalia Indonesia, 2009.

B. Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria.

Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2005 tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum.

Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 2006 tentang perubahan atas peraturan pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Penyertaan dan Penata Usahaan Modal Negara Pada


(5)

BUMN dan Perseroan Terbatas.

Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 Tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran BUMN.

Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor : PER-05/MBU/2007 tertanggal 27 April 2007 tentang Program kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan usaha kecil dan program bina lingkungan.

Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor : PER-02/MBU/2010 tentang Tata Cara Penghapusbukuan Dan Pemindahtanganan Aktiva Tetap Badan Usaha Milik Negara.

Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor : KEP-117/M-MBU/2002 Tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governence Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Keputusan Menteri Keuangan No.89/KMK.013/1991 tentang pedoman pemindahtanganan aktiva tetap Badan Usaha Milik Negara.

Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nomor 42/HGU/BPN/2002 Tentang Pemberian Perpanjangan Jangka Waktu Hak Guna Usaha Atas Tanah Terletak di Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara.

C. Jurnal Hukum, Makalah, Newsletters

Muladi, Prinsip-Prinsip Dasar Hukum Pidana Lingkungan Dalam Kaitannya

Dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997, Makalah Seminar Kajian

Dan Sosialisasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Semarang : FH UNDIP, 1998.

Rajagukguk, Erman, Pengertian Keuangan Negara dan Kerugian Negara, Makalah disampaikan pada peran BUMN Dalam Mempercepat Pertumbuhan Perekonomian Nasional, Jakarta, 12-13 April 2007.

Sjahdeini, Remy, Sutan, Tanggung Jawab Pemegang Saham Perseroan Pailit,

Jurnal Hukum Bisnis, Volume 14, Juli 2001.

Tambunan, Fred B.G, Tugas dan Wewenang Organ Perseroan Terbatas Menurut Undang-Undang Tentang Perseroan Terbatas, Newsletter, Hukum dan Perkembangannya, No.70, Spetember 2007.


(6)

D. Artikel Internet

http://www.iamedia.com diakses pada tanggal 18 Juli 2010 pada pukul 21.48.

diakses pada tanggal 10

Oktober 2010 pada pukul 10.00.

diakses pada tanggal 26 Januari 2011

pada pukul 15.00 wib.

E. Putusan Pengadilan

Putusan Pengadilan Negeri Kelas I-B Lubuk Pakam Nomor 1491/PID.B/2006/PN-LP tertanggal 26 Maret 2007.

Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 397/PID/2007/PT-MDN tertanggal 29 Oktober 2007

Putusan Pengadilan Mahkamah Agung RI Nomor 798 K/Pid.Sus/2008 tertanggal 12 September 2008.


Dokumen yang terkait

Penerapan Sita Umum Terhadap Aset Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Persero Pailit Terkait Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara

2 90 127

Analisis Kedudukan Keuangan Negara dalam Badan Usaha Milik Negara yang Sudah Di Privatisasi

4 88 116

Analisis Yuridis Terhadap Pengurusan Piutang Perusahaan Negara Dikaitkan dengan Non Performing Loan Pada Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN):(Studi Pada PT Bank Mandiri Tbk (Persero) Wilayah I Medan)

2 63 130

Analisis Kebijakan Privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada Era Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2010)

9 152 128

Analisis Hukum Privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Melalui Pasar Modal: Studi Mengenai Go Public Pt. Krakatau Steel (Persero) Tbk

17 131 163

Kemitraan Usaha Kecil Menengah Dengan Badan Usaha Milik Negara Di Kota Medan (Studi Pada PT. Perkebunan Nusantara III (PERSERO) dan PT. Jamsostek (PERSERO) Cabang Kantor Medan)

0 56 199

Penyebaran Kepemilikan Saham Pemerintah Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Untuk Menciptakan Perusahaan Yang Sehat Dan Efisien

4 85 458

Penerapan Analytical Hierarchy Process (AHP) Dalam Pemilihan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Sebagai Tempat Kerja Mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU)

1 86 77

Kedudukan, Peran Dan Tanggung Jawab Hukum Direksi Dalam Pengurusan BUMN

1 45 167

KEPAILITAN BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN) YANG BERGERAK DI BIDANG KEPENTINGAN PUBLIK DIKAITKAN DENGAN KEDUDUKAN ASET NEGARA DALAM BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN).

1 1 1