Analisis Kedudukan Keuangan Negara dalam Badan Usaha Milik Negara yang Sudah Di Privatisasi

(1)

ANALISIS KEDUDUKAN KEUANGAN NEGARA DALAM

BADAN USAHA MILIK NEGARA YANG SUDAH DI

PRIVATISASI

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

WAFDANSYAH ANGGI HUSAINI

NIM: 070200353

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS KEDUDUKAN KEUANGAN NEGARA DALAM BADAN USAHA MILIK NEGARA YANG SUDAH DI

PRIVATISASI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH:

WAFDANSYAH ANGGI HUSAINI NIM: 070200353

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI Disetujui oleh :

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

Windha, SH. M.Hum NIP :197501122005012002

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Bismar Nasution, SH. MH Dr. Mahmul Siregar, SH. M.Hum NIP: 195603291986011001 NIP: 197302202002121001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ABSTRAK

Permasalahan yang berkaitan dengan privatisasi BUMN telah menjadi sorotan publik akhir-akhir ini. Hal ini disebabkan nasionalisasi aset yang merupakan tujuan dari privatisasi sering kali dipertanyakan dengan adanya kebijakan untuk melakukan penjualan sejumlah BUMN khususnya pada pihak asing. Dengan kata lain, permasalahan yang terjadi dalam privatisasi BUMN ini disebabkan kebijakan pemerintah yang tidak memperhatikan kepentingan bangsa secara umum. Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah mengenai pengaturan tentang privatisasi BUMN, aspek hukum keuangan negara dalam BUMN, dan kedudukan keuangan negara dalam BUMN yang telah diprivatisasi.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Metode penelitian normatif disebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis didalam buku (law as it is written in the book), maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law it is decided by the judge through judicial process). Penelitian hukum normatif dalam penelitian ini didasarkan data sekunder dan menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis normatif-kualitatif.

Program privatisasi bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan serta meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemilikan saham Persero, privatisasi dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggung-jawaban, dan kewajaran. Privatisasi dapat dilakukan dengan cara penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar modal, penjualan saham langsung kepada investor, dan penjualan saham kepada manajemen dan/atau karyawan yang bersangkutan. Keuangan negara dalam suatu BUMN merupakan kekayaan yang dipisahkan dari kekayaan negara dan negara berhak atas keuntungan yang diperoleh selama perusahaan tersebut memperoleh dari hasil usahanya. Kekayan negara dalam suatu BUMN tergantung dari jenis BUMN-nya, apabila BUMN tersebut merupakan Perum, maka seluruh modalnya merupakan milik/ keuangan negara, namun apabila berbentuk perusahaan perseroan, maka sebagian besar modalnya (paling sedikit 51%) modalnya merupaka milik/ keuangan negara serta terbagi atas saham. BUMN yang telah diprivatisasi dalam kenyataannya akan mengalihkan sebagian bsar kepemilikan negara (yang diwakili oleh pemerintah) atas keuangan negara di dalam BUMN yang diprivatisasi kepada sektor swasta, sehingga setelah diprivatisasi maka kepemilikan saham negara atas BUMN tersebut dapat menjadi lebih kecil dari 50%. Artinya investor baru yang masuk menjadi pemegang saham dalam BUMN yang diprivatisasi dapat menguasai sebagian besar modal/ saham di dalam BUMN. Sebagai pemegang saham terbesar, investor baru tentu akan berupaya untuk bekerja secara efisien, sehingga mampu menciptakan laba yang optimal, mampu menyerap tenaga kerja yang lebih banyak, serta mampu memberikan kontribusi yang lebih baik kepada pemerintah melalui pembayaran pajak dan pembagian dividen.


(4)

KATA PENGANTAR

Bismillahhirrahmanirrahim

Syukur alhamdulilah penulis panjatkan yang tiada henti-hentinya akan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya yang telah memberikan kesempatan penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, yang merupakan salah satu syarat untuk mendapat gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Shalawat beriring salam tak lupa penulis panjatkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan jalan dan menuntun umatnya dari jaan yang gelap menuju jalan yang terang benderang.

Skripsi ini berjudul : “Analisis Kedudukan Keuangan Negara Dalam Badan Usaha Milik Negara Yang Sudah Di Privatisasi ”.

Penulis menyadari bahwa di dalam pelaksanaan pendidikan ini banyak mengalami kesulitan-kesulitan dan hambatan, namun berkat bimbingan, arahan, serta petunjuk dari dosen pembimbing, maka penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kelemahan serta kekurangan-kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan adanya suatu masukan serta saran yan gbersifat membangun dimasa yang akan datang.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), Sp. A(K), sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara.


(5)

2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M. Hum sebagai Dekan Fakultas Hukum USU.

3. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MH sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Hukum USU.

4. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH, MH, DFM, sebagai Pembantu Dekan II Fakultas Hukum USU.

5. Bapak Muhammad Husni, SH, M. Hum, sebagai Pembantu Dekan III Fakultas Hukum USU.

6. Ibu Windha, SH, M. Hum sebagai Ketua Departemen Hukum Ekonomi. 7. Bapak Ramli Siregar, SH, M. Hum sebagai Sekretaris Departemen Hukum

Ekonomi.

8. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH, sebagai Dosen Pembimbing I, terima kasih atas bimbingan dan dukungan bapak kepada penulis selama penulisan skripsi.

9. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH. M.Hum, sebagai Dosen Pembimbing II, terima kasih atas bimbingan dan dukungan bapak kepada penulis selama penulisan skripsi.

10.Bapak Prof. Dr. H. Tan Kamello, SH, MS, sebagai Dosen Penasehat Akademik selama penulis menjalani perkuliahan di Fakultas Hukum USU. 11.Seluruh staff Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum USU.

12.Seluruh Bapak dan Ibu staff pengajar di Fakultas Hukum USU.

13.Kepada Ibunda dan Ayahanda tercinta, yang telah memberikan kasih saying, perhatian, dan member kesempatan pada penulis untuk berjuang menuntut ilmu sehingga dapat menyelesaikan studi di perguruan tinggi ini.


(6)

14.Kepada saudara-saudaraku terima kasih atas dukungan dan doanyaselama ini kepada penulis.

15.Kepada para senioren Fakultas Hukum USU.

16.Kepada teman-temanku, khususnya stambuk 2007 Fakultas Hukum USU. 17.Dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam bentuk apa pun atas

penulisan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Demikianlah yang penulis dapat sampaikan, atas segala kesalahan dan kekurangannya penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.

Medan, 12 Desember 2012


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 8

D. Keaslian Penulisan ... 8

E. Tinjauan Kepustakaan ... 9

F. Metode Penelitian ... 15

G. Sistematika Penulisan ... 18

BAB II PRIVATISASI BADAN USAHA MILIK NEGARA ... 20

A. Pengertian privatisasi badan usaha milik negara ... 20

B. Maksud dan tujuan privatisasi badan usaha milik negara ... 25

C. Faktor-faktor yang mendorong terjadinya privatisasi badan usaha milik negara ... 53

BAB III ASPEK HUKUM KEUANGAN NEGARA DALAM BADAN USAHA MILIK NEGARA ... 57

A. Pengertian Keuangan Negara ... 57

B. Penambahan dan Pengurangan Modal Negara Negara ke Dalam Badan Usaha Milik Negara ... 63

BAB IV KEDUDUKAN KEUANGAN NEGARA DI DALAM BUMN YANG TELAH DIPRIVATISASI ... 81


(8)

A. Permasalahan hukum dalam privatisasi badan usaha milik

negara ... 81

B. Kedudukan keuangan negara di dalam BUMN yang telah diprivatisasi ... 100

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 105

A. Kesimpulan ... 105

B. Saran ... 106


(9)

ABSTRAK

Permasalahan yang berkaitan dengan privatisasi BUMN telah menjadi sorotan publik akhir-akhir ini. Hal ini disebabkan nasionalisasi aset yang merupakan tujuan dari privatisasi sering kali dipertanyakan dengan adanya kebijakan untuk melakukan penjualan sejumlah BUMN khususnya pada pihak asing. Dengan kata lain, permasalahan yang terjadi dalam privatisasi BUMN ini disebabkan kebijakan pemerintah yang tidak memperhatikan kepentingan bangsa secara umum. Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah mengenai pengaturan tentang privatisasi BUMN, aspek hukum keuangan negara dalam BUMN, dan kedudukan keuangan negara dalam BUMN yang telah diprivatisasi.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Metode penelitian normatif disebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis didalam buku (law as it is written in the book), maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law it is decided by the judge through judicial process). Penelitian hukum normatif dalam penelitian ini didasarkan data sekunder dan menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis normatif-kualitatif.

Program privatisasi bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan serta meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemilikan saham Persero, privatisasi dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggung-jawaban, dan kewajaran. Privatisasi dapat dilakukan dengan cara penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar modal, penjualan saham langsung kepada investor, dan penjualan saham kepada manajemen dan/atau karyawan yang bersangkutan. Keuangan negara dalam suatu BUMN merupakan kekayaan yang dipisahkan dari kekayaan negara dan negara berhak atas keuntungan yang diperoleh selama perusahaan tersebut memperoleh dari hasil usahanya. Kekayan negara dalam suatu BUMN tergantung dari jenis BUMN-nya, apabila BUMN tersebut merupakan Perum, maka seluruh modalnya merupakan milik/ keuangan negara, namun apabila berbentuk perusahaan perseroan, maka sebagian besar modalnya (paling sedikit 51%) modalnya merupaka milik/ keuangan negara serta terbagi atas saham. BUMN yang telah diprivatisasi dalam kenyataannya akan mengalihkan sebagian bsar kepemilikan negara (yang diwakili oleh pemerintah) atas keuangan negara di dalam BUMN yang diprivatisasi kepada sektor swasta, sehingga setelah diprivatisasi maka kepemilikan saham negara atas BUMN tersebut dapat menjadi lebih kecil dari 50%. Artinya investor baru yang masuk menjadi pemegang saham dalam BUMN yang diprivatisasi dapat menguasai sebagian besar modal/ saham di dalam BUMN. Sebagai pemegang saham terbesar, investor baru tentu akan berupaya untuk bekerja secara efisien, sehingga mampu menciptakan laba yang optimal, mampu menyerap tenaga kerja yang lebih banyak, serta mampu memberikan kontribusi yang lebih baik kepada pemerintah melalui pembayaran pajak dan pembagian dividen.


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini, Indonesia sudah memasuki era globalisasi di mana perkembangan perekonomian menjadi patokan untuk kemajuan ekonomi suatu bangsa. Beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada era ini telah memasuki proses go public atau menjadi perusahaan publik, hal ini disebabkan perusahaan yang merupakan BUMN tersebut ingin bersaing dengan perusahaan-perusahaan swasta asing yang telah masuk ke Indonesia. BUMN sesungguhnya dibentuk guna memenuhi kebutuhan dalam proses pelayanan masyarakat. Hal ini berarti agar pelayanan masyarakat tersebut dapat tercapai, maka BUMN harus didorong untuk melakukan ekspansi agar masyarakat dapatmerasakan fungsi dari keberadaan BUMN tersebut.

Beberapa perusahaan yang merupakan BUMN tersebut, kini sudah masuk ke dalam bursa saham di Bursa Efek Indonesia (BEI). Hal ini berarti, perusahaan BUMN tersebut dikatakan telah melakukan penawaran umum perdana yang sering disebut dengan Initial Public Offering (IPO). Dengan masuknya saham milik BUMN tersebut ke bursa dimungkinkan perusahaan tersebut maka pihak-pihak di luar pemerintahan dapat memiliki saham dari BUMN tersebut. Hal ini kemudian dikenal dengan privatisasi BUMN. Pelaksanaan privatisasi ini menyangkut pada aspek ekonomi, industri, sosial, budaya, dan politik. Besarnya dampak privatisasi perlu dikaji ditahap perencanaan secara menyeluruh sehingga


(11)

bisa ditentukan apakah privatisasi akan menguntungkan dalam jangka pendek, menengah,maupun jangka panjang bagi pemerintah, masyarakat, dan lainnya.1

Dalam tujuan yang bersifat ekonomi, BUMN dimaksudkan untuk mengelola sektor-sektor bisnis strategis agar tidak dikuasai pihak-pihak tertentu. Bidang-bidang usaha yang menyangkut hajat hidup orang banyak, seperti perusahaan listrik, minyak dan gas bumi, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 UUD 1945, seyogyanya dikuasai oleh BUMN. Dengan adanya BUMN diharapkan dapat terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat yang berada di sekitar lokasi BUMN. Tujuan BUMN yang bersifat sosial antara lain dapat dicapai melalui penciptaan lapangan kerja serta upaya untuk membangkitkan perekonomian lokal. Penciptaan lapangan kerja dicapai melalui perekrutan tenaga kerja oleh BUMN.2 Upaya untuk membangkitkan perekonomian lokal dapat dicapai dengan jalan mengikutsertakan masyarakat sebagai mitra kerja dalam mendukung kelancaran proses kegiatan usaha. Hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk memberdayakan usaha kecil, menengah dan koperasi yang berada di sekitar lokasi BUMN.

Dalam perkembangannya, BUMN saat ini memegang 5 peranan sebagaimana diamanahkan dalam pasal 2 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, yakni:3

1. memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya

1

Indra Bastian, Privatisasi di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2002), hal. 3. 2

Purwoko, “Model Privatisasi BUMN yang Mendatangkan Manfaat bagi Pemerintah dan Masyarakat Indonesia”, (Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 6, No. 1.), hal. 2.

3

“Hubungan Perusahaan Negara dengan Keuangan Negara”. http://michaelsimbolon. wordpress.com/2010/07/18/hubungan-perusahaan-negara-dengan-keuangan-negara/. Diakses tanggal 15 Agustus 2012.


(12)

2. mengejar keuntungan;

3. menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak;

4. menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi;

5. turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.

BUMN memberikan kontribusi kepada APBN, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kontribusi langsung BUMN berupa penerimaan negara yang bersumber dari pendapatan pajak, setoran dividen dan privatisasi, serta berupa belanja negara melalui kompensasi public serviceobligation PSO/subsidi. Sedangkan kontribusi tidak langsung BUMN berupa multiplier effect bagi perkembangan perekonomian nasional. BUMN memiliki peranan yang cukup signifikan dalam APBN, sebagaimana ditunjukkan dengan terus meningkatnya kontribusi BUMN terhadap APBN. Kontribusi tersebut antara lain terdiri dari:4

1. pembayaran pajak 2. penerimaan privatisasi 3. dividen.

Privatisasi bagi BUMN-BUMN memang perlu dilakukan sepanjang dana hasil privatisasi tersebut digunakan untuk meningkatkan kemampuan finansial BUMN. Hal ini dimaksudkan agar yang terjadi tidak hanya untuk menutup defisit APBN. Artinya dilakukannya privatisasi BUMN tidak semata-mata dilakukan

4


(13)

dengan maksud untuk meningkatkan dana APBN. Namun, perlu dipertimbangkan pula apakah privatisasi yang dilakukan terhadap BUMN tersebut dapat memberikan dampak positif bagi pelayanan publik BUMN terhadap masyarakat. Hal ini disebabkan privatisasi dapat memberikan dampak negatif dengan hilangnya kepemilikan pemerintah atas BUMN tersebut. Sebagaimana diketahui bahwa pemegang saham yang berhak mengendalikan perusahaan, adalah pemegang saham mayoritas. Dengan kata lain, apabila privatisasi dilakukan dan membuat BUMN beralih kepemilikannya secara mayoritas kepada pihak asing, tentu akan menyebabkan BUMN tersebut tidak dapat menjalankan pelayanan publik (public service) sebagaimana fungsinya disebabkan BUMN sudah tidak sepenuhnya dimiliki oleh negara tetapi sudah beralih kepada pihak swasta.

Apabila privatisasi BUMN hendak dilakukan maka pemerintah haruslah tetap menjadi pemegang saham mayoritas agar pengendalian perusahaan serta hasil deviden yang dimiliki dapat kembali pada pemerintah sehingga pelayanan publik dapat berjalan dengan optimal. Hal ini dilakukan agar privatisasi yang dilakukan oleh pemerintah atas BUMN berhasil. Kegagalan pelaksanaan privatisasi salah satunya disebabkan adanya penolakan terhadap privatisasi BUMN tersebut baik dari pihak intern maupun ekstern.5

Permasalahan yang berkaitan dengan privatisasi BUMN telah menjadi sorotan publik akhir-akhir ini. Hal ini disebabkan nasionalisasi aset yang merupakan tujuan dari privatisasi sering kali dipertanyakan dengan adanya kebijakan untuk melakukan penjualan sejumlah BUMN khususnya pada pihak asing. Dengan kata lain, menurut penulis permasalahan yang terjadi dalam

5


(14)

privatisasi BUMN ini disebabkan kebijakan pemerintah yang tidak memperhatikan kepentingan bangsa secara umum.

Definisi Privatisasi menurut Undang-Undangg No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN adalah penjualan saham Persero (Perusahaan Perseroan), baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas saham oleh masyarakat. Secara teori, privatisasi membantu terbentuknya pasar bebas, mengembangnya kompetisi kapitalis, yang oleh para pendukungnya dianggap akan memberikan harga yang lebih kompetitif kepada publik.Sebaliknya,para sosialis menganggap privatisasi sebagai hal yang negatif, karena memberikan layanan penting untuk publik kepada sektor privat akan menghilangkan kontrol publik dan mengakibatkan kualitas layanan yang buruk, akibat penghematan-penghematan yang dilakukan oleh perusahaan dalam mendapatkan profit.6

Privatisasi dilakukan pada umumnya didasarkan kepada berbagai pertimbangan antara lain sebagai berikut:7

1. Mengurangi beban keuangan pemerintah, sekaligus membantu sumber pendanaan pemerintah (divestasi).

2. Meningkatkan efisiensi pengelolaan perusahaan. 3. Meningkatkan profesionalitas pengelolaan perusahaan

4. Mengurangi campur tangan birokrasi/ pemerintah terhadap pengelolaan perusahaan.

6

“Aspek Hukum Privatisasi BUMN”, http://achmadrhamzah.blogspot.com/2010/12/ aspek-hukum-privatisasi-bumn.html. Diakses tanggal 15 Agustus 2012.

7

“Definisi, Fungsi dan Penjelasan Privatisasi BUMN dalam Perekonomian”, http://putracenter.net/2009/11/10/definisi-dan-fungsi-privatisasi-bumn-dalam-perekonomian/. Diakses tanggal 15 Agustus 2012


(15)

5. Mendukung pengembangan pasar modal dalam negeri.

6. Sebagai flag-carrier (pembawa bendera) dalam mengarungi pasar global.

Pelaksanaan privatisasi di negara-negara maju diyakini telah berhasil memperkecil pemborosan terutama dalam masalah keuangan. Walaupun privatisasi digunakan sebagai salah satu cara untuk mengatasi masalah kelangkaan finansial, tetapi ada pendapat lain menganggap bahwa privatisasi dalam pelayanan publik tidak hanya disebabkan adanya masalah-masalah kelangkaan sumber-sumber ekonomi, tetapi juga diakibatkan karena adanya perubahan budaya. Di seluruh dunia, privatisasi BUMN pada dasarnya didorong dua motivasi:8

1. Keinginan menaikkan efisiensi karena buruknya kinerja sebagian BUMN. Dalam wacana teori ekonomi, hal ini secara normatif berasosiasi dengan beberapa teori klasik, seperti:

a. X-efficiency, di mana BUMN memerlukan insentif di luar kompetisi; b. allocative efficiency (dengan pembahas pertama isu natural monopoly

oleh John Stuart Mill, 1848), di mana pasar akan mendorong pencapaian efisiensi melalui persaingan; dan

c. dynamic efficiency, dimana BUMN akan kian efisien jika

manajemennya terdorong untuk melakukan inovasi.

2. Privatisasi BUMN bisa dimaksudkan untuk membantu anggaran pemerintah dari tekanan defisit. Saat Inggris memulai gelombang privatisasi BUMN di era PM Margaret Thatcher tahun 1979, mereka menggunakan hasil privatisasi BUMN untuk mengatasi krisis fiskal atau defisit anggaran.

8


(16)

Pengkajian yang hendak dilakukan adalah meninjau bagaimana pemerintah menetapkan kebijakan privatisasi BUMN di Indonesia yang sering dipandang terdapat kelemahan-kelemahan di dalamnya serta meninjau kebijakan yang seharusnya dan paling ideal diterapkan di Indonesia agar nasionalisasi aset dapat berjalan dengan optimal dan tidak menyebabkan aset-aset milik negara menjadi beralih penguasaannya kepada asing.

B. Permasalahan

1. Bagaimanakah pengaturan tentang privatisasi BUMN?

2. Bagaimanakah aspek hukum keuangan negara dalam BUMN?

3. Bagaimanakah kedudukan keuangan negara dalam BUMN yang telah diprivatisasi?

C. Tujuan dan manfaat penulisan 1. Tujuan

a. Untuk mengetahui dan manganalisis peraturan perundang-undangan tentang privatisasi BUMN

b. Untuk mengetahui dan manganalisis aspek hukum keuangan negara dalam BUMN

c. Untuk mengetahui dan manganalisis kedudukan keuangan negara dalam BUMN yang telah diprivatisasi

2. Manfaat a. Teoritis


(17)

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi wahana pengembangan konsep kebijakan dalam pelayanan publik pada privatisasi BUMN guna memberikan kontribusi kepada khasanah Ilmu Hukum di bidang kajian Hukum, Ekonomi, dan Teknologi.

b. Praktis

Penelitian ini diharapkan sebagai bahan informasi kepada masyarakat dan pengambil kebijakan dalam yang berkaitan dengan privatisasi BUMN.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian mengenai “Analisis Yuridis Kedudukan Keuangan Negara dalam Badan Usaha Milik Negar yang telah Diprivatisasi” belum pernah dibahas oleh mahasiswa lain di lingkungan Universitas Sumatera Utara dan tesis ini asli disusun oleh penulis sendiri dan bukan plagiat atau diambil dari penelitian orang lain. Berikut adalah beberapa penelitian pernah dilakukan mahasiswa Fakultas Hukum USU yang berkaitan dengan privatisasi yang walau memiliki topik yang sama namun membahas permasalahan yang berbeda, yakni sebagai berikut:

1. Maria Sevia L. Perangin-Angin dengan judul Analisis Hukum terhadap Kepemilikan Saham Pemerintah di BUMN setelah Privatisasi BUMN di Indonesia. Adapun permasalahan di dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan alasan pemerintah melakukan privatisasi BUMN dan kepemilikan saham pemerintah di BUMN serta peran pemerintah terhadap BUMN yang telah diprivatisasi.


(18)

2. Elfrida Dwi Rosa Sitindaon dengan judul Analisis Hukum terhadap Privatisasi BUMN melalui mekanisme Initial Public Offering (IFO). Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai proses privatisasi BUMN, proses privatisasi melalui mekanisme Initial Public Offering (IFO) dan mengenai transparansi dalam privatisasi BUMN.

Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah. Apabila ternyata ada tesis yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya.

E. Tinjauan kepustakaan

Perusahaan adalah suatu pengertian ekonomi yang banyak dipakai dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidak memberikan penafsiran maupun penjelasan resmi tentang arti perusahaan. Molengraff merumuskan suatu perusahaan harus mempunyai unsur-unsur:9

1. terus menerus atau tidak terputus-putus;

2. secara terang-terangan (karena berhubungan dengan pihak ketiga); 3. dalam kualitas tertentu (karena dalam lapangan perniagaan); 4. menyerahkan barang-barang;

5. mengadakan perjanjian-perjanjian perdagangan; 6. harus bermaksud memperoleh laba.

Adapun tujuan dari perusahaan adalah untuk turut membangun ekonomi dengan mengutamakan kebutuhan rakyat dan ketentraman serta ketenangnan kerja

9


(19)

dalam perusahaan menuju masyarakat yang adil dan makmur, materiil dan spirituil. Di samping tujuan perusahaan seperti di atas, perusahaan yang merupakan kesatuan produksi mempunyai sifat: (a). memberi; (b). menyelenggarakan kemanfaatan umum; (c). memupuk pendapatan. Di Indonesia pengaturan bentuk-bentuk perusahaan tertuang di dalam berbagai peraturan.

Perusahaan Umum adalah badan usaha milik Negara sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 9 Tahun 1969 di mana seluruh modalnya dimiliki Negara berupa kekayaan Negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham..10 Perusahaan Umum melaksanakan fungsi pemerintah sebagai pelayanan umum kepada masyarakat dan sekaligus pemasok keuangan negara. Perusahaan Umum dan Perusahaan Jawatan masih dilandasi manajemen birokrasi pemerintahan. Sedangkan Perusahaan Perseroan cenderung dikelola dengan sistem manajemen swasta dan melaksanakan fungsi-fungsi sebagai pemasok keuangan negara, di samping selaku penyelenggara pelayanan umum kepada masyarakat. Persamaan dari ketiga bentuk perusahaan tersebut adalah bermodalkan bagian keuangan negara yang dipisahkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

BUMN menurut Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. BUMN adalah suatu badan usaha yang berbaju kekuasaan pemerintah, tetapi mempunyai fleksibilitas dan inisiatif sebagai perusahaan swasta.11 Pengaturan BUMN mengalami beberapa kali perubahan. Secara berurutan diatur dalam peraturan sebagai berikut:

10

Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1998 tentang Perusahaan Umum, Pasal 1 angkat 1 11


(20)

1. Peraturan IBW (Indische Bedrijven Wet) Stb. 1927 No. 419 diubah dengan Stb. 1936, 1954, dan Stb. 1955

2. Peraturan ICW (Indische Comtabilitieits Wet) Stb. 1925 No. 448 diubah dengan Lembaran Negara 1948 No. 334.

3. Undang-undang No. 19 Prp Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara. 4. Undang-undang No. 9 tahun 1969 tentang Perusahaan Negara.

5. Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1969 tentang Perusahaan Perseroan. 6. Undang-undang No. 19 tahun 2003 tentang BUMN

Dalam dunia bisnis BUMN disebut Public enterprise, sedangkan perusahaan yang dilakukan oleh swasta disebut private enterprise. Public enterprise mengandung tiga makna yaitu: public ownership, public control, dan

public purpose. Dari ketiga makna tersebut, public purpose menjadi inti dari konsep BUMN. Public purpose dijabarkan sebagai keinginan pemerintah untuk mencapai cita-cita pembangunan (fungsi sosial politik dan fungsi ekonomis) bagi kesejahteraan bangsa dan negara. Sedangkan public ownership dan public control

dinyatakan mengingat BUMN merupakan usaha milik rakyat yang dijalankan oleh pemerintah. Wajar apabila rakyat memiliki hak kontrol/pengawasan terhadap BUMN menjadi alasan utama pengawasan rakyat atas pengelolaannya.12

Pada tahun 198913 keluar sebuah deregulasi kebijakan yang dikenal dengan Paket Kebijakan Juni 1989 yang berisi penataan kembali perusahaan milik negara dengan menetapkan empat kategori sangat sehat, sehat, kurang sehat dan tidak sehat. Dengan kategori ini perusahan milik negara yang sangat sehat dan

12

Sedarmayanti, Good Governance (kepemerintahan yang baik) Dalam Rangka Otonomi Daerah Upaya Membangun Organisasi Efektif dan Efisien Melalui Restrukturisasi dan Pemberdayaan, (Bandung: Mandar Maju, 2003), hal. 83.

13

Lijan Poltak Sinambela, dkk, Reformasi Pelayanan Publik, Teori, kebijakan, dan Implementasi, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), hal. 22.


(21)

sehat kurang dari separoh jumlah BUMN yang ada. Akibatnya tuntutan reorganisasi, swastanisasi dan transparansi keuangan publik, mengalir deras dari masyarakat.

BUMN yang dianggap kurang sehat dan tidak sehat akan dilakukan privatisasi. Pivatisasi perusahaan diartikan sebagai tindakan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan, melalui perubahan status hukum, organisasi dan pemilikan saham.14 Privatisasi perusahaan dapat berbentuk kerjasama operasi atau kontrak manajemen dengan pihak ketiga, konsolidasi, merger, pemecahan badan usaha, penjaualan saham serta pembentukan perusahaan patungan (join Venture). Kebijakan privatisasi yang diambil oleh pemerintah mempunyai maksud dan tujuan seperti yang termuat dalam Undang-undang. Privatisasi terhadap BUMN mempunyai maksud seperti yang tercantum dalam Pasal 74 Undang-undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN sebagai berikut:

1. memperluas kepemilikan masyarakat atas Persero; 2. meningkatkan efesiensi dan produktivitas perusahaan;

3. menciptakan struktur keuangan dan manajemen keuangan yang baik/kuat; 4. menciptakan struktur industri yang sehat dan kompetitif;

5. menciptakan Persero yang berdaya saing dan berorientasi global; 6. menumbuhkan iklim usaha, ekonomi makro dan kapasitas pasar.

Adapun tujuan privatisasi adalah untuk meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam kepemilikan saham Persero. Dengan demikian, diharapkan hasil privatisasi BUMN akan

14


(22)

merubah budaya yang ada dalam perusahaan. Perusahaan akan menjadi perusahaan yang efisien dan mempunyai nilai tambah sehingga akan berpengaruh terhadap kesejahteraan karyawan dan masyrakat. BUMN selaku perusahaan yang sahamnya dimiliki oleh pemerintah setiap usahanya selalu untuk kepentingan masyarakat. Dalam sistem kerjanya BUMN tidak pernah lepas dari birokrasi pemerintah.15

Pengertian keuangan negara dapat dilihat dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (selanjutnya disebut UU Keuangan Negara), yakni, “Semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut”.16

Semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang tersebut, selanjutnya dipertegas di dalam Pasal 2 UU Keuangan Negara ditentukan sebagai berikut:17

“Keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 meliputi:

a. Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang,

dan melakukan pinjaman;

b. Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum

pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga; c. Penerimaan Negara;

d. Pengeluaran Negara; e. Penerimaan Daerah; f. Pengeluaran Daerah;

g. Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah;

15

“Privatisasi BUMN di Indonesia”, http://zulpiero.wordpress.com/page/2/, Diakses tanggal 15 Agustus 2012.

16

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UU Keuangan Negara). Pasal 1 angka 1.

17


(23)

h. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;

i. Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang

diberikan pemerintah.”

Berdasarkan pengertian keuangan negara dalam Pasal 1 UU Keuangan Negara, maka dapat dipahami bahwa, pengertian keuangan negara dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 dan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah sejalan. Keuangan negara tidak semata-mata yang berbentuk uang, termasuk segala hak dan kewajiban dalam bentuk apapun yang dapat diukur dengan nilai uang. Pengertian keuangan negara juga mempunyai arti luas yang meliputi keuangan negara yang berasal dari APBN, APBD, BUMN, BUMD, dan pada hakekatnya seluruh harta kekayaan negara sebagai suatu sistem keuangan negara. Jika menggunakan pendekatan proses, keuangan negara dapat diartikan sebagai salah satu kegiatan atau aktivitas yang berkaitan erat dengan uang yang diterima atau dibentuk berdasarkan hak istimewa negara untuk kepentingan publik.

F. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Berdasarkan dengan rumusan permasalahan dan tujuan dari penelitian, maka sifat penelitian yang sesuai adalah deskriptif analistis. Penelitian deskriptif

analistis artinya bahwa penelitian ini termasuk lingkup penelitian yang

menggambarkan, menelaah, dan menjelaskan secara tepat serta menganalisa peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga dapat diketahui gambaran jawaban atas permasalahan mengenai kedudukan keuangan negara dalam BUMN yang telah diprivatisasi.


(24)

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yang disebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis di dalam buku (law as it is written in the book). Penelitian hukum normatif dalam penelitian ini didasarkan data sekunder dan menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis normatif-kualitatif.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian normatif yang merupakan prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.18 Logika keilmuan yang juga dalam penelitian hukum normatif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum normatif, yaitu ilmu hukum yang objeknya hukum itu sendiri. Dengan demikian penelitian ini meliputi penelitian terhadap sumber-sumber hukum, peraturan perundang-undangan, dan beberapa buku mengenai kedudukan keuangan negara dalam BUMN yang telah diprivatisasi.

2. Sumber Data

Dalam penelitian ini diperlukan jenis sumber data yang berasal dari literatur-literatur yang berhubungan dengan penelitian, sebab penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan normatif yang bersumber pada data sekunder.

Data yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder yang terdiri dari:

18

Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: UMM Press, 2007), hal. 57.


(25)

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat yang terdiri dari peraturan perundang-undangan dan peraturan lainnya yang berkaitan.19 Data dari pemerintah yang berupa dokumen-dokumen tertulis yang bersumber pada perundang-undangan, di antaranya: 1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas 3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN dan peraturan

perundang-undangan lain yang terkait.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang berupa buku, penelusuran internet, jurnal, surat kabar, makalah, skripsi, tesis maupun disertasi.20

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan atas bahan hukum primer dan sekunder, berupa kamus dan ensiklopedia. Selain itu juga buku mengenai metode penelitian dan penulisan hukum untuk memberikan penjelasan mengenai teknik penulisan.21

3. Alat Pengumpulan Data

Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi ini, maka penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan cara dokumen/Studi kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain

19

Soerjono Soekanto, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1984), hal 6.

20

Sri Mamuji, Teknik Menyusun Karya Tulis Ilmiah, (Jakarta: UI Press, 2006), hal 12. 21


(26)

berasal dari buku-buku baik koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari media cetak maupun media elektronik, makalah ilmiah, peraturan perundang-undangan, dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan meteri yang dibahas dalam penelitian ini.

4. Analisis Data

Analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan menguraikan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesa kerja seperti yang disarankan data.22 Data yang telah dikumpulkan baik dari penelitian kepustakaan maupun data yang diperoleh di lapangan, selanjutnya akan dianalisis dengan pendekatan kualitatif. Analisis kualitatif yaitu metode analisis data yang mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh dari penelitian lapangan menurut kualitas dan kebenarannya. Kemudian analisis itu akan dihubungkan dengan teori-teori yang diperoleh dari studi kepustakaan. Analisa data termasuk penarikan kesimpulan dilakukan secara induktif, sehingga diharapkan akan memberikan solusi dan jawaban atas permasalahan dalam penelitian ini.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I: Bab ini merupakan Bab Pendahuluan yang isinya antara lain

22

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993), hal. 103.


(27)

memuat latar belakang, pokok permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian

dan sistematika penulisan.

BAB II : Bab ini akan membahas privatisasi BUMN, yang memuat

tentang pengertian privatisasi BUMN, maksud dan tujuan privatisasi BUMN, pengaturan privatisasi BUMN dalam peraturan

perundang-undangan, dan faktor-faktor yang mendorong terjadinya privatisasi BUMN.

BAB III: Bab ini akan membahas tentang aspek hukum keuangan negara

dalam BUMN, yang mengulas tentang pengertian keuangan negara, penggunaan dan pemeriksaan keuangan negara, dan

penambahan dan pengurangan modal negara negara ke dalam BUMN

BAB IV: Bab ini akan dibahas tentang kedudukan keuangan negara di dalam bumn yang telah diprivatisasi, yang membahas dan menganalisa permasalahan hukum dalam privatisasi BUMN dan kedudukan keuangan negara di dalam BUMN yang telah diprivatisasi

BAB V: Bab ini merupakan bab terakhir, yaitu sebagai Bab Penutup yang berisi Kesimpulan dan Saran mengenai permasalahan yang dibahas.


(28)

BAB II

PRIVATISASI BUMN

A. Pengertian Privatisasi BUMN

Pengertian privatisasi telah diungkapkan oleh sejumlah ahli ekonomi dunia dewasa ini. Salah seorang ahli dari International Monetary Fund (IMF) yakni Hubert Neiss pada wawancaranya dengan Reuters Television memberikan definisi atas privatisasi, yaitu: 23

Privatization is moving ahead but you have to expect there are some

difficulties in implementation. Also the present world economic environment is not conducive to quick privatization.”

Privatisasi merupakan pergerakan di muka tetapi pihak yang melakukan privatisasi harus menantikan beberapa kesulitan dalam pelaksanaannya. Selain itu, suasana ekonomi dunia saat ini tidak begitu begitu baik untuk dilakukan privatisasi secara cepat.

Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa privatisasi pada masa kini merupakan suatu pekerjaan yang harus dilakukan secara berhati-hati dan bukan didasarkan pada targetisme karena banyak faktor-faktor seperti kondisi pasar, minat investor dan semangat nasionalisme yang merupakan hambatan-hambatan yang sudah dikenal meskipun tidak selalu mudah untuk diatasi. Sedangkan kriteria kepentingan umum, resistensi birokrasi, kekhawatiran kehilangan patron, kekhawatiran karyawan dan sebagainya merupakan faktor yang lebih halus tetapi dapat dirasakan. Selain Hubert, Savas dalam bukunya

Privatization, The Key to Better Government menyatakan bahwa:24

Privatization is the act of reducing the role of government, or increasing the role of private sektor, in activity or in the ownership of assets.”

23

E.S. Savas, Privatization, The Key to Better Government, (New Jersey: New Jersey Chattan House Publishers Inc., 1987), hal. 3.

24


(29)

[Privatisasi adalah pengurangan peran pemerintah atau peningkatan peran sektor privat (swasta), baik dalam suatu aktivitas maupun dalam pemilikan jumlah aset.]

Definisi tersebut berarti bahwa apabila pemerintah terlalu banyak bergerak di sektor ekonomi, akan mengakibatkan terjadinya ketidak efisienan dalam sistem perekonomian nasional. Ketidak efisienan dalam sistem perekonomian, dalam arti ketidak mampuan pemerintah di dalam menata atau mengalokasikan sumber daya yang tersedia, baik yang menyangkut sumber daya manusia, sumber daya keuangan maupun yang lainnya.

Selain itu, Ernst & Young mengemukakan bahwa privatisasi mempunyai arti yang lebih luas dari pada menguraikan peranan pemerintah dan peningkatan peranan swasta dalam sektor ekonomi. Menurut Ernst & Young, privatisasi adalah:25

Privatization means more than the sale of ailing public companies at fire sale prices. Privatization can be defined broadly as the transfer or sale of any asset, organization, function, or activity from the public to private sektor. As such in addition to the sale of publicity owned assets, the term ’privatization’ also applies to joint public-private ventures, concessions, leases, management contracts, as well as to some specialized instruments, such as build-own operate and transfer (BOOT) agreements.” [Privatisasi berarti lebih dari sekedar menjual perusahaan publik dengan harga yang disepakati. Privatisasi juga dapat diartikan sebagai perpindahan atau penjualan aset, organisasi, fungsi dan aktivitas, publik kepada sektor privat. Hal ini berarti yang dilakukakn adalah penjualan aset pribadi yang ditawarkan, pelaksanaan privatisasi juga dapat diaplikasikan dengan melakukan kerjasama berupa penanaman modal privat dan publik, pemberian hak khusus, produk, manajemen penyusutan, termasuk di dalamnya beberapa instrumen khusus seperti halnya perjanjian BOOT.] Hal ini berarti privatisasi tidak dimaksudkan untuk sekedar mengurangi peranan pemerintah disebabkan dapat dilakukan pula dengan cara menjual sahamnya kepada investor swasta melalui sarana pasar modal atau biasa yang

25

Ernst & Young, Privatization: Investing in State-Owned Enterprises Around the World, (USA: John Willey & Sons, Inc., 1994), hal. 14.


(30)

disebut dengan go public.26 Penawaran umum suatu saham perusahaan melalui pasar modal atau bursa saham, dilakukan dengan didahuluinya proses IPO Dalam masyarakat internasional, dikenal empat komponen pengertian privatisasi yang dianut, yaitu:27

1. Privatisasi berarti peralihan dari sistem bukan pasar ke sistem pasar, yang antara lain ditandai dengan pembukaan sektor-sektor yang selama ini hanya dikuasai oleh BUMN ke sektor-sektor swasta;

2. Privatisasi produksi tanpa dilakukan privatisasi keuangan, yang antara lain dapat diartikan sebagai kerjasama dengan sektor swasta dalam melakukan kegiatan produksi yang dapat dapat dilakukan misalnya dengan menjalankan teknik BOT (Built Operate and Transfer) atas aset BUMN pada swasta;

3. Privatisasi diartikan sebagai denasionalisasi, yang antara lain ditandai dengan penjualan BUMN atau pengalihan kepemilikan BUMN kepada swasta;

4. Privatisasi dapat diartikan pula sebagai liberalisasi.

Dari keempat pengertian diatas, pengikutsertaan peran swasta dalam bidang yang biasanya dikuasai oleh BUMN termasuk dalam pengertian yang pertama dan kedua. Hal ini disebabkan pengertian yang pertama menitik beratkan pada pembukaan sektor-sektor yang selama ini dikuasai oleh pemerintah kepada pihak swasta. Namun, apabila sektor-sektor yang dibuka itu adalah sektor produksi maka termasuk dalam pengertian yang kedua.

26

Arie Sukanti Hutagalung, “Dampak Yuridis Ekonomis, Privatisasi Terhadap Status Aset BUMN yang Bersifat Tetap”, Makalah disampaikan pada Seminar Privatisasi BUMN: Tantangan, Harapan, dan Kenyataan, pada tanggal 4 Juli 2002.

27

Paul Cook dan Colin Kirkpatrick, Privatization in Less Developed Countries, (New York: St. Martin’s Press, 1998), hal. 12-18.


(31)

Dengan demikian, privatisasi dapat dikatakan sebagai pengalihan suatu kepemilikan perusahaan milik negara kepada pihak swasta. Pengertian ini lebih dikenal dengan nama swastanisasi dalam masyarakat. Dengan kata lain, masyarakat juga merupakan pemilik dari perusahaan milik negara tersebut. Pengertian tersebut pernah dikemukakan oleh Hasan Zein Mahmud, Mantan Direktur Utama PT. Bursa Efek Jakarta, dimana privatisasi berarti pengalihan kepemilikan atas bisnis atau aset perusahaan negara kepada sektor swasta. Dalam arti lain, privatisasi berarti peralihan kegiatan ekonomi dari sektor publik kepada pihak swasta, dengan atau tanpa terjadi perubahan kepemilikan.28

Privatisasi juga diartikan sebagai salah satu usaha pemerintah dalam mengurangi beban yang harus ditanggung untuk ongkos pengelolaan perusahaan negara dengan mengikutsertakan dana dari luar negeri. Dalam hal ini privatisasi dapat dilakukan dengan memasukkan perusahaan dalam pasar modal atau dengan pengalihan langsung pada pihak swasta baik untuk selamanya maupun dalam jangka waktu tertentu. Selain itu, privatisasi dapat dilakukan dengan cara mengontrakkan pengelolaan perusahaan negara kepada swasta. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pemasaran dan meningkatkan mutu pelayanan. Berdasarkan pengertian tersebut, privatisasi dapat pula dilakukan tanpa melakukan perubahan kepemilikan. Hal ini berarti, pemilikan tetap berada di tangan pemerintah, namun operasional perusahaan dapat dilakukan oleh pihak swasta.

28

Hasan Zein Mahmud, Kondisi Pasar Modal Indonesia sebagai Alternatif untuk Meningkatkan Akses Sumber Dana bagi BUMN, Strategi Pembiayaan & Regrouping BUMN, ed. Toto Pranoto, dkk., (Jakarta: UI Press, 1994), hal. 108.


(32)

Pemahaman tentang privatisasi di Indonesia lebih mengarah pada pendapat yang dikemukakan oleh Ernst & Young.29 Hal ini dapat ditinjau dari Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2001 tentang Tim Kebijakan Privatisasi BUMN, di mana dinyatakan bahwa privatisasi BUMN merupakan kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja BUMN yang meliputi perbaikan struktur permodalan, meningkatkan profesionalisme dan efisiensi usaha, perubahan budaya perusahaan, memperluas partisipasi masyarakat dalam kepemilikian saham BUMN serta penciptaan nilai tambah perusahaan melalui prinsip good governance yang didasarkan pada transparansi, akuntabilitas dan kemandirian.

Hal ini berarti, privatisasi dilakukan agar BUMN dapat semakin berkembang dan mampu bersaing di dalam pasar dunia. Upaya yang harus dilakukan untuk mencapainya tentu harus melakukan perubahan sistem dalam perusahaan yang sering kali sulit dilakukan apabila pemerintah bergerak sendiri. Untuk itu, dibutuhkan bantuan dari pihak swasta agar dapat membantu penyelenggaraan kinerja BUMN sehingga mampu bersaing.

Privatisasi dan go public memiliki kesamaan dan tidak dapat dipisahkan, tetapi sebenarnya tidak demikian disebabkan disamping persamaan terdapat pula perbedaannya. Persamaannya adalah sebagian atau seluruh modalnya berasal dari masyarakat, dan perbedaannya adalah privatisasi dapat menyebabkan hilangnya peran negara dalam perusahaan sedangkan go public peranannya masih dapat dipertahankan guna mencapai tujuan yakni mencari dana yang sudah tidak dapat

29


(33)

disediakan oleh pemerintah, sehingga membutuhkan potensi dana dari masyarakat.

Dengan demikian, privatisasi dapat dikatakan sebagai suatu cara pengalihan penguasaan atas suatu Perusahaan Perseroan (Persero) yang dalam hal ini BUMN dari pemerintah kepada pihak non pemerintah sebagai bentuk nasionalisasi aset atas perusahaan yang dimiliki oleh negara tersebut. Hal ini berarti privatisasi dilakukan agar aset milik negara yang terdapat dalam BUMN juga dapat dimiliki oleh rakyat, selain itu rakyat juga dapat memperoleh manfaat dari pengelolaan perusahaan yang dimiliki oleh negara tersebut.

B. Maksud dan Tujuan Privatisasi BUMN

BUMN merupakan salah satu penunjang perokonomian Indonesia masih dirasakan penting. Disamping sebagai sumber pendapatan negara dalam bentuk laba yang dihasilkan, keberadaan BUMN masih diperlukan dalam merintis sektor-sektor penting yang masih belum dapat menarik minat swasta. Dalam hal demikian BUMN dituntut untuk menyehatkan usahanya terutama dalam hal perolehan laba.

Privatisasi yang dilakukan pemerintah ternyata merupakan program pemerintah dalam usaha menyehatkan BUMN. Hal ini disebabkan timbulnya masalah pendanaan bagi BUMN untuk pengembangan usahanya, sebagai konsekuensi dari kebijakan pemerintah dalam hal Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) bagi BUMN yang akan dikurangi bahkan ditiadakan sama sekali.30

30

Heru Sutojo, et al. Alternatif Pendanaan Bagi BUMN, Strategi Pembiayaan & Regrouping BUMN, ed. Toto Pranoto, et al. (Jakarta: LM FEUI, 1994), hal. 89.


(34)

Dengan demikian dapat diketahui bahwa penyebab utama privatisasi BUMN adalah masalah pendanaan bagi BUMN dengan akan dikurangi bahkan ditiadakannya Penyertaan Modal Pemerintah. Tujuannya adalah agar BUMN lebih mandiri dalam Pendanaan. Oleh karena itu, privatisasi BUMN oleh pemerintah dimaksudkan agar BUMN lebih mandiri dan mampu berkembang sendiri tanpa adanya bantuan dari pemerintah terutama dalam hal dana. Hal ini dapat terjadi karena dana yang ada pada pemerintah lebih diprioritaskan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, privatisasi BUMN juga dimaksudkan untuk meningkatkan peningkatan penerimaan negara dan devisa, disebabkan keuangan negara yang semakin sulit dan kebutuhan devisa yang semakin besar dalam membayar kembali hutang luar negeri. Sehingga privatisasi merupakan alternatif yang tepat untuk meningkatkan kebutuhan negara dari sektor luar negeri.31

Privatisasi BUMN ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, kualitas produksi dan manajemen perusahaan, sehingga dapat bersaing secara global dan dapat meningkatkan perekonomian bangsa. Secara umum ada bermacam-macam tujuan privatisasi, yang meliputi:32

1. Pengembangan pasar modal domestik; 2. Penyebarluasan kepemilikan saham;

3. Meningkatkan kinerja perusahaan negara, kompetisi, efisiensi dalam penggunaan dan alokasi sumber daya;

4. Pengurangan peranan negara dalam perekonomian, yang berarti pula pengurangan beban administratif dan finansiil;

31

Hasan Zein Mahmud, Op. cit., hal. 100-101. 32


(35)

5. Meningkatkan pendapatan negara dan devisa;

6. Meningkatkan investasi swasta, baik domestik maupun asing dan penggunaan teknologi baru;

7. Rasionalisasi atau restrukturisasi dari sektor ekonomi tertentu; 8. Pemerataan distribusi pendapatan;

9. Peningkatan kesempatan kerja, melalui peningkatan investasi dan pertumbuhan;

10.Penciptaan suatu kelas manager yang akan tangguh dan berinisiatif.

Secara garis besar tujuan privatisasi BUMN dititik beratkan pada beberapa hal, yang pertama adalah economic efficiency, dan yang kedua adalah political efficiency. Dengan demikian, maka hanya yang memahami tujuan dari privatisasi BUMN tersebut adalah pemerintah dan perusahaan bersangkutan.

C. Pengaturan Privatisasi BUMN dalam Peraturan Perundang-Undangan 1. Undang-Undang Dasar 1945

Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, disebutkan bahwa Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 merupakan dasar demokrasi ekonomi.33 Hal ini berarti produksi oleh rakyat, untuk rakyat dan diawasi oleh rakyat. Dengan demikian, yang menjadi fokus dalam ketentuan Pasal ini adalah kemakmuran masyarakat, bukan perorangan. Penguasaan yang dilakukan oleh negara tidak perlu secara fisik, tetapi dapat dilakukan dengan cara pembuatan kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang semuanya bertujuan untuk menjamin sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

33


(36)

Ketentuan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 tersebut dirumuskan oleh Mohammad Hatta, yang memiliki latar belakang pendidikan ekonomi dari Belanda. Dalam hal ini Hatta menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ”dikuasai oleh negara” dalam ketentuan Pasal 33 UUD 1945 tersebut tidak berarti negara sendiri yang menjadi pengusaha, usahawan, atau ”ondernemer”. Lebih tepat apabila dikatakan, kekuasaan negara terdapat pada membuat peraturan guna kelancaran jalan ekonomi, peraturan yang melarang pula ”penghisapan” orang yang lemah oleh orang yang bermodal.34

Pengertian ”dikuasai oleh negara” yang terdapat dalam Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 Tentang Telekomunikasi, menyatakan bahwa penguasaan oleh Negara pada garis besarnya berarti kewenangan untuk:

a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan, penggunaan, penyediaan, dan pemeliharaannya;

b. Menentukan dan mengatur hak;

c. Menentukan dan mengatur hubungan hukum dan perbuatan-perbuatan hukum berkenaan dengan telekomunikasi.

Berkaitan dengan istilah ”dikuasai oleh negara” dalam Pasal 33 Undang- Undang Dasar 1945 tersebut, Mantan Ketua Dewan Ekonomi Nasional Emil Salim memberikan pengertian, yaitu:

Negara menguasai bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi dan yang merupakan pokok bagi kemakmuran rakyat. Dalammelaksanakan ”hak menguasai” ini, perlu dijaga supaya sistem yangberkembang tidak menjurus ke arah etatisme. Oleh karena itu, ”hak menguasai oleh negara” harus dilihat dalam konteks pelaksanaan hak dan kewajiban negara sebagai (1) pemilik; (2) pengatur; (3) perencana; (4) pelaksana; dan (5) pengawas. Ramuan kelima pokok ini dengan bobot yang berlainan dapat menempatkan negara dalam kedudukannya untuk

34

Mohammad Hatta, Pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33, dalam


(37)

menguasai lingkungan alam; sehingga ”hak menguasai” bisa dilakukan (1) dengan memiliki sumber daya alam; (2) tanpa memiliki sumber daya alam, namun mewujudkan hak menguasai itu melalui jalur pengaturan, perencanaan, dan pengawasan. Dalam sistem ekonomi Pancasila, negara tidak perlu memiliki semua Sumber Daya Alam, tetapi tetap bisa menguasainya melalui jalur pengaturan, perencanaan, dan pengawasan.” 35 Dengan demikian maka makna mengenai “dikuasai oleh negara” berarti negara sebagai pemilik, negara sebagai regulator yang membuat peraturanperaturan untuk mengatur, merencanakan, dan mengawasi. Dalam kedudukannya sebagai pemilik, negara berarti sebagai bezitter dan bukan sebagai

eigenaar. Dengan kata lain, pemilik berdasarkan prinsip kedaulatan rakyat adalah rakyat sendiri, dan negara yang dalam hal ini BUMN merupakan pelaksana dari hak negara untuk menguasai bukan untuk memiliki sumber ekonomi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak.36

Dengan demikian, maka privatisasi berdasarkan pengertian dikuasai oleh negara dapat dinyatakan menjadi sebuah regulator. Oleh sebab itu, privatisasi harus sejalan dengan Pasal 33 UUD 1945 sehingga harus juga disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan, melindungi cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, dan diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi. Hal ini sejalan dengan prinsip ekonomi kerakyatan, di mana ekonomi diarahkan untuk memenuhi kebutuhan rakyat secara umum. Berkaitan dengan asas kekeluargaan, Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Sri Edi Swasono menyebutkan bahwa perekonomian secara keseluruhan harus diatur dan tidak dibiarkan tumbuh

35

Marwah M. Diah, “Restrukturisasi BUMN: Privatisasi atau Korporatisasi?” (Disertasi Doktor Universitas Indonesia, Jakarta, 1999), hal. 151.

36

Jimly Asshiddiqie, Gagasan Kedaulatan Rakyat dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di Indonesia, cet. I, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), hal. 267.


(38)

sendiri.37 Dengan demikian, privatisasi harus diatur, dianalisa, dikaji, direncanakan, dan dilaksanakan dengan baik sehingga tidak merugikan rakyat.

Berkaitan dengan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, menurut Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie, penguasaan negara terhadap cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak tersebut tidak sepenuhnya dikuasai. Berikut ini merupakan penjelasan pernyataan tersebut:38

a. Sumber-sumber kekayaan yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, harus dikuasai oleh pemerintah;

b. Sumber-sumber kekayaan yang penting bagi Negara, tetapi tidak menguasai hajat hidup orang banyak dapat dikuasai oleh pemerintah;

c. Sumber-sumber kekayaan yang tidak penting bagi Negara, tetapi menguasai hajat hidup orang banyak tidak perlu dikuasai oleh pemerintah; d. Sumber-sumber kekayaan yang tidak penting bagi Negara dan tidak

menguasai hajat hidup orang banyak tidak perlu dikuasai oleh pemerintah. 2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN

Dalam Undang-undang Nomor 19 tahun 2003 Tentang BUMN (selanjutnya disebut Undang-undang BUMN) diatur ketentuan mengenai privatisasi dalam tubuh BUMN. Dalam ketentuan Pasal 1 butir 12 Undang-undang BUMN disebutkan bahwa privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan

37

A. Effendy Choiri, Privatisasi Versus Neo-Sosialisme Indonesia, cet. I, (Jakarta: LP3ES, 2003), hal. 118.

38


(39)

kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat.

Dengan kata lain, privatisasi ditujukan untuk peningkatan kinerja perusahaan agar mampu memberikan pelayanan dan manfaat bagi negara dan masyarakat. Hal ini dilakukan dengan adanya penjualan sejumlah saham kepada masyarakat, dengan maksud agar dapat melakukan pengembangan usaha. Menurut I Putu Gede Ary Suta, Mantan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) disebutkan bahwa alasan dari privatisasi antara lain meningkatkan efisiensi dan efektivitas BUMN dalam rangka menghadapi persaingan di pasar global dan untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat guna turut serta dalam pemilikan saham BUMN.39 Dengan kata lain, I Putu Gede Ary Suta menghendaki apabila BUMN tersebut diprivatisasi maka diharapkan masyarakat dapat berperan serta dalam kepemilikan saham di suatu BUMN.

Menurut ketentuan Pasal 74 ayat (1) Undang-undang BUMN, disebutkan bahwa maksud dari privatisasi, adalah:

a. Memperluas kepemilikan masyarakat atas Persero; b. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan;

c. Menciptakan struktur keuangan dan manajemen keuangan yang baik/kuat; d. Menciptakan struktur industri yang sehat dan kompetitif;

e. Menciptakan Persero yang berdaya saing dan berorientasi global; f. Menumbuhkan iklim usaha, ekonomi makro, dan kapasitas pasar.

Selain itu, Pasal 74 ayat (2) Undang-undang BUMN menegaskan bahwa privatisasi dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja dan nilai tambah

39

I Putu Gede Ary Suta, Menuju Pasar Modal Modern, cet. II, (Jakarta: Yayasan SAD Satria Bakti, 2000), hal. 357.


(40)

perusahaan dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemilikan saham Persero. Dengan demikian berdasarkan penjelasan Pasal 74 Undang-undang BUMN tersebut, maksud dan tujuan privatisasi pada dasarnya adalah untuk meningkatkan peran Persero dalam upaya meningkatkan kesejahteraan umum dengan memperluas kepemilikan masyaraka atas Persero, serta untuk menunjang stabilitas perekonomian nasional.

Meskipun privatisasi bertujuan untuk melakukan efisiensi, sedapat mungkin tidak sampai menimbulkan keresahan bagi karyawan. Oleh karena itu dalam melaksanakan privatisasi sejauh mungkin perlu diupayakan agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK). PHK hanya dapat dilakukan setelah jangka waktu tertentu setelah pelaksanaan privatisasi, kecuali karyawan melakukan tindakan-tindakan yang melanggar ketentuan hukum. Selanjutnya apabila PHK terjadi pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sehubungan dengan itu, dalam upaya agar karyawan dan serikat pekerja maupun masyarakat dapat memahami manfaat privatisasi perlu melakukan sosialisasi tentang manfaat privatisasi secara terarah dan konsisten.

Privatisasi dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, dan kewajaran. Dalam hal ini, Undang-undang BUMN menghendaki pelaksanaan privatisasi yang dilakukan secara transparan, baik dalam proses penyiapannya maupun dalam pelaksanaannya. Proses privatisasi dilaksanakan dengan berpedoman pada prosedur privatisasi yang telah ditetapkan tanpa ada intervensi dari pihak lain di luar mekanisme korporasi serta ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Proses privatisasi juga dilakukan dengan berkonsultasi secara intensif dengan


(41)

pihak-pihak terkait sehingga proses dan pelaksanaannya dapat dipertanggung-jawabkan kepada masyarakat.

Menurut Pasal 76 ayat (1) Undang-undang BUMN dinyatakan bahwa Persero yang dapat diprivatisasi harus sekurang-kurangnya memenuhi kriteria:

a. Industri/sektor usahanya kompetitif, dalam hal ini industri/sektor usaha tersebut dapat diusahakan oleh siapa saja, baik BUMN maupun swasta. Dengan kata lain tidak ada peraturan perundang-undangan (kebijakan sektoral) yang melarang swasta melakukan kegiatan di sektor tersebut, atau tegasnya sektor tersebut tidak semata-mata dikhususkan untuk BUMN;

b. Industri/sektor usaha yang unsur teknologinya cepat berubah yakni industri/sektor usaha kompetitif dengan ciri utama terjadinya perubahan teknologi yang sangat cepat dan memerlukan investasi yang sangat besar untuk mengganti teknologinya.

Selain itu pada Pasal 76 ayat (2) disebutkan bahwa sebagian aset atau kegiatan dari Persero yang melaksanakan kewajiban pelayanan umum dan/atau yang berdasarkan Undang-undang kegiatan usahanya harus dilakukan oleh BUMN, dapat dipisahkan untuk dijadikan penyertaan dalam pendirian perusahaan untuk selanjutnya apabila diperlukan dapat diprivatisasi.

Meninjau pernyataaan tersebut, tentu Undang-undang membuat batasanbatasan jenis perusahaan yang tidak dapat diprivatisasi. Menurut ketentuan Pasal 77, perusahaan yang dalam hal ini adalah Persero yang tidak dapat diprivatisasi adalah:


(42)

a. Persero yang bidang usahanya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya boleh dikelola oleh BUMN;

b. Persero yang bergerak di sektor usaha yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara;

c. Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh pemerintah diberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat;

d. Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dilarang untuk diprivatisasi.

Agar suatu privatisasi dapat berjalan dengan baik dan tepat tujuan, tentu harus diatur ketentuan mengenai bentuk-bentuk privatisasi yang dapat dilakukan oleh BUMN. Bentuk-bentuk privatisasi tersebut sesungguhnya beraneka ragam, sehingga Undang-undang BUMN memberikan batasan bentuk privatisasi yang dapat dilakukan oleh BUMN (BUMN) yang hendak melakukan privatisasi. Dalam Pasal 78 Undang-undang BUMN privatisasi dapat dilaksanakan dengan cara sebagai berikut:

a. Penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar modal, hal ini berarti privatisasi dilakukan dengan penjualan saham melalui penawaran umum (Initial Public Offering atau go public), penerbitan obligasi konversi, dan efek lain yang bersifat ekuitas. Termasuk dalam pengertian ini adalah penjualan saham kepada mitra strategis (direct placement) bagi BUMN yang telah terdaftar di bursa;


(43)

b. Penjualan saham langsung kepada investor, hal ini berarti suatu privatisasi dilakukan dengan penjualan saham kepada mitra strategis (direct placement) atau kepada investor lainnya termasuk financial investor. Cara ini khusus berlaku bagi penjualan saham BUMN yang belum terdaftar di bursa. Hal ini berarti saham milik suatu BUMN tersebut dijual kepada pihak tertentu yang hendak menjadi mitra usaha dari BUMN tersebut sehingga mitra usaha tersebut kemudian bertindak sebagai pemilik. Dengan kata lain, mitra usaha dapat juga bertindak sebagai pemegang saham mayoritas yang kemudian juga sebagai pengendali perusahaan;

c. Penjualan saham kepada manajemen dan/atau karyawan yang bersangkutan merupakan penjualan sebagian besar atau seluruh saham suatu perusahaan langsung kepada manajemen dan/atau karyawan perusahaan yang bersangkutan. Dengan kata lain, kepemilikan perusahaan beralih pada pihak yang terkait dengan perusahaan.

Dalam Pasal 79 disebutkan bahwa untuk membahas dan memutuskan kebijakan tentang privatisasi sehubungan dengan kebijakan lintas sektoral, pemerintah membentuk sebuah komite privatisasi sebagai wadah koordinasi. Komite privatisasi dipimpin oleh Menteri Koordinator yang membidangi perekonomian dengan anggota, yaitu Menteri, Menteri Keuangan, dan Menteri Teknis tempat Persero melakukan kegiatan usaha. Dalam hal ini Menteri Teknis bertindak sebagai regulator di sektor tempat BUMN melakukan kegiatan usaha, menjadi anggota komite privatisasi dalam privatisasi BUMN di bidangnya. Dengan kata lain, Menteri Teknis ini menjadi pengendali dalam proses privatisasi BUMN dalam rangka perannya sebagai Komite privatisasi. Keanggotaan Komite


(44)

Privatisasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Komite privatisasi bertugas untuk:

a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan umum dan persyaratan pelaksanaan privatisasi;

b. Menetapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk memperlancar proses privatisasi;

c. Membahas dan memberikan jalan keluar atas permasalahan strategis yang timbul dalam proses privatisasi, termasuk yang berhubungan dengan kebijakan sektoral pemerintah.

Komite privatisasi dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat dapat mengundang, meminta masukan, dan/atau bantuan instansi pemerintah atau pihak lain yang dipandang perlu. Ketua komite privatisasi secara berkala melaporkan perkembangan pelaksanaan tugasnya kepada Presiden.

Dalam melaksanakan privatisasi, Menteri bertugas untuk: a. Menyusun program tahunan privatisasi;

b. Mengajukan program tahunan privatisasi kepada komite privatisasi untuk memperoleh arahan;

c. Melaksanakan privatisasi.

Dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut, Menteri mengambil langkah-langkah sebagai berikut:

a. Menetapkan BUMN yang akan di privatisasi;

b. Menetapkan metode privatisasi yang akan digunakan;


(45)

d. Menyiapkan perkiraan nilai yang dapat diperoleh dari program privatisasi suatu BUMN.

Dengan kata lain, Menteri harus menyusun suatu perencanaan dan juga memperkirakan kemungkinan yang akan terjadi serta tujuan yang hendak dicapai dari suatu proses privatisasi BUMN. Artinya, langkah-langkah tersebut akan menjadi pedoman dalam pelaksanaan privatisasi suatu BUMN.

Tata cara privatisasi yang diatur dalam Undang-undang BUMN adalah sebagai berikut:

a. Privatisasi harus didahului dengan tindakan seleksi atas perusahaanperusahaan dan mendasarkan pada kriteria yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah. Dalam hal ini, Peraturan Pemerintah yang mengatur ketentuan tersebut adalah Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Persero. Dalam Peraturan Pemerintah diatur antara lain mengenai :

1) Penentuan BUMN yang layak untuk dimasukkan dalam program privatisasi;

2) Penyampaian program tahunan privatisasi kepada komite privatisasi; 3) Konsultasi dengan DPR dan Departemen/Lembaga Non Departemen

terkait;

4) Pelaksanaan privatisasi.

b. Terhadap perusahaan yang telah diseleksi dan memenuhi kriteria yang telah ditentukan, setelah mendapat rekomendasi dari Menteri Keuangan, selanjutnya disosialisasikan kepada masyarakat serta dikonsultasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.


(46)

Setiap orang dan/atau badan hukum yang mempunyai potensi benturan kepentingan dilarang terlibat dalam proses privatisasi. Yang termasuk dalam pengertian orang dan/atau badan hukum yang mempunyai benturan kepentingan adalah meliputi pihak-pihak yang mempunyai hubungan afiliasi sebagai berikut:40

a. Hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horisontal maupun vertikal;

b. Hubungan antara pihak dengan karyawan, Direktur, atau Komisaris dari pihak tersebut;

c. Hubungan antara 2 (dua) perusahaan di mana terdapat satu atau lebih anggota Direksi atau Komisaris yang sama;

d. Hubungan antara perusahaan dan pihak, baik langsung maupun tidak langsung, mengendalikan atau dikendalikan oleh perusahaan tersebut; e. Hubungan antara 2 (dua) perusahaan yang dikendalikan, baik langsung

maupun tidak langsung, oleh pihak yang sama; atau

f. Hubungan antara perusahaan dan pemegang saham utama.

Pihak-pihak yang terkait dalam program dan proses privatisasi diwajibkan menjaga kerahasiaan atas informasi yang diperoleh sepanjang informasi tersebut belum terbuka. Informasi yang dimaksud ini berkaitan dengan fakta material dan relevan mengenai peristiwa kejadian, atau fakta yang dapat mempengaruhi harga dan/atau keputusan pemodal, calon pemodal atau pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau fakta tersebut. Atas informasi atau fakta dimaksud selama belum ditetapkan sebagai informasi atau fakta yang terbuka atau selama belum diumumkan oleh Menteri semua pihak yang terlibat wajib untuk merahasiakan

40


(47)

informasi tersebut. Pelanggaran dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah peraturan perundang-undangan pidana secara umum. Namun, apabila pelanggaran terjadi pada privatisasi BUMN yang telah terdaftar di bursa, dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

Hasil dari privatisasi BUMN dialokasikan kepada berbagai bagian yang diatur menurut Undang-undang BUMN. Hasil privatisasi dengan cara penjualan saham milik negara disetor langsung ke Kas Negara. Hasil privatisasi yang dimaksud adalah hasil divestasi saham milik negara. Sedangkan bagi penjualan saham baru, hasilnya disetorkan ke kas perusahaan. Bagi hasil privatisasi anak perusahaan BUMN, hasil privatisasi nya dapat ditetapkan sebagai deviden interim41. Hasil privatisasi tersebut haruslah hasil bersih setelah dikurangi biaya-biaya pelaksanaan privatisasi. Biaya pelaksanaan privatisasi harus memperhatikan prinsip kewajaran, transparansi, dan akuntabilitas.

Dengan demikian, secara umum dalam Undang-undang BUMN dijelaskan bahwa di dalam sistem perekonomian nasional, BUMN ikut berperan menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat. Peran BUMN dirasakan semakin penting sebagai pelopor dan/atau perintis dalam sektor-sektor usaha yang belum diminati usaha swasta. Di samping itu, BUMN juga mempunyai peran strategis sebagai pelaksana pelayanan publik, penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta besar, dan turut membantu pengembangan usaha kecil/koperasi. BUMN juga

41Dividen Interim

adalah dividen yang dibagikan dalam suatu tahun berjalan sebelum pembukuan ditutup.


(48)

merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang signifikan dalam bentuk berbagai jenis pajak, dividen dan hasil privatisasi.

Pelaksanaan peran BUMN tersebut diwujudkan dalam kegiatan usaha pada hampir seluruh sektor perekonomian, seperti sektor pertanian, perikanan, perkebunan, kehutanan, manufaktur, pertambangan, keuangan, pos dan telekomunikasi, transportasi, listrik, industri dan perdagangan, serta konstruksi. Dalam kenyataannya, walaupun BUMN telah mencapai tujuan awal sebagai agen pembangunan dan pendorong terciptanya korporasi, namun tujuan tersebut dicapai dengan biaya yang relatif tinggi. Kinerja perusahaan dinilai belum memadai, seperti tampak pada rendahnya laba yang diperoleh dibandingkan dengan modal yang ditanamkan. Dikarenakan berbagai kendala, BUMN belum sepenuhnya dapat menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi bagi masyarakat dengan harga yang terjangkau serta belum mampu berkompetisi dalam persaingan bisnis secara global. Selain itu, karena keterbatasan sumber daya, fungsi BUMN baik sebagai pelopor/perintis maupun sebagai penyeimbang kekuatan swasta besar, juga belum sepenuhnya dapat dilaksanakan.

Di lain pihak, perkembangan ekonomi dunia berlangsung sangat dinamis, terutama berkaitan dengan liberalisasi dan globalisasi perdagangan yang telah disepakati oleh dunia internasional seperti kesepakatan mengenai World Trade

Organization (WTO), ASEAN Free Trade Area (AFTA), ASEAN Framework

Agreement on Service, dan kerjasama ekonomi regional Asia Pacific (Asia Pacific

Economic Cooperation/APEC).

Untuk dapat mengoptimalkan perannya dan mampu mempertahankan keberadaannya dalam perkembangan ekonomi dunia yang semakin terbuka dan


(49)

kompetitif, BUMN perlu menumbuhkan budaya korporasi dan profesionalisme antara lain melalui pembenahan pengurusan dan pengawasannya. Pengurusan dan pengawasan BUMN harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip tata-kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Peningkatan efisiensi dan produktifitas BUMN harus dilakukan melalui langkahlangkah restrukturisasi dan privatisasi. Restrukturisasi sektoral dilakukan untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif sehingga tercapai efisiensi dan pelayanan yang optimal. Sedangkan restrukturisasi perusahaan yang meliputi penataan kembali bentuk badan usaha, kegiatan usaha, organisasi, manajemen, dan keuangan.42

Privatisasi bukan semata-mata dimaknai sebagai penjualan perusahaan, melainkan menjadi alat dan cara pembenahan BUMN untuk mencapai beberapa sasaran sekaligus, termasuk didalamnya adalah peningkatan kinerja dan nilai tambah perusahaan, perbaikan struktur keuangan dan manajemen, penciptaan struktur industri yang sehat dan kompetitif, pemberdayaan BUMN yang mampu bersaing dan berorientasi global, penyebaran kepemilikan oleh publik serta pengembangan pasar modal domestik.43

Dengan dilakukannya privatisasi BUMN, bukan berarti kendali atau kedaulatan negara atas BUMN yang bersangkutan menjadi berkurang atau hilang karena sebagaimana dinyatakan di atas, negara tetap menjalankan fungsi penguasaan melalui regulasi sektoral dimana BUMN yang diprivatisasi melaksanakan kegiatan usahanya. Pentingnya penataan yang berkelanjutan atas pelaksanaan peran BUMN dalam sistem perekonomian nasional, terutama upaya peningkatan kinerja dan nilai (value) perusahaan, telah diamanatkan pula oleh

42

Penjelasan Umum IV Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. 43


(50)

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) melalui Ketetapan Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999 - 2004. Tap MPR tersebut menggariskan bahwa BUMN, terutama yang usahanya berkaitan dengan kepentingan umum, perlu terus ditata dan disehatkan melalui restrukturisasi dan bagi BUMN yang usahanya tidak berkaitan dengan kepentingan umum dan berada dalam sektor yang telah kompetitif didorong untuk privatisasi.

Di samping itu, Undang-undang ini mengatur pula ketentuan mengenai restrukturisasi dan privatisasi sebagai alat dan cara pembenahan BUMN untuk mencapai cita-citanya serta hal-hal penting lainnya yang mendukung dan dapat menjadi landasan bagi upaya penyehatan BUMN. Khusus mengenai program privatisasi, Undang-undang ini menegaskan bahwa privatisasi hanya dapat dilakukan terhadap BUMN yang berbentuk Persero sepanjang dimungkinkan berdasarkan peraturan perundang-undangan di sektor kegiatan yang dilakukan Persero tersebut. BUMN Persero dapat diprivatisasi karena selain dimungkinkan oleh ketentuan di bidang pasar modal juga karena pada umumnya hanya BUMN Persero yang telah bergerak dalam sektor-sektor yang kompetitif. Privatisasi senantiasa memperhatikan manfaat bagi rakyat.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero) dan Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 2009 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2005

Privatisasi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero) adalah negara tidak


(51)

memiliki seluruh saham. Dalam hal ini, kepemilikan saham akan disesuaikan dengan pengaturan dari Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN, tetapi harus juga memperhatikan aspek-aspek perjanjian dan atau kesepakatan dengan pemegang saham lainnya. Hal ini berarti, pemerintah tidak dapat secara sepihak memutuskan jumlah saham yang menjadi haknya, sekali pun jumlah saham yang dimiliki pemerintah minimal 51%.

Privatisasi BUMN dapat dilakukan apabila memperoleh persetujuan dari DPRI-RI yang didalam persetujuannya memuat target penerimaan negara dari hasil privatisasi. Rencana privatisasi harus dituangkan dalam program tahunan privatisasi yang pelaksananannya dikonsultasikan kepada DPR-RI. Privatisasi tersebut dapat dilakukan terhadap saham milik negara pada Persero dan atausaham dalam simpanan. Dengan kata lain, terdapat beberapa macam pilihan untuk melakukan privatisasi. Privatisasi memuat beberapa prinsip yang harus ditaati oleh pemerintah, yaitu:

a. Transparansi; b. Kemandirian; c. Akuntabilitas;

d. Pertanggungjawaban; e. Kewajaran; dan

f. Prinsip harga terbaik dengan memperhatikan kondisi pasar.

Tata cara melakukan privatisasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero), yaitu:

a. Penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar modal; b. Penjualan saham secara langsung kepada investor;


(52)

c. Penjualan saham kepada manajemen dan/atau karyawan Persero yang bersangkutan.

Penetapan cara privatisasi dilakukan berdasarkan pengkajian yang dilakukan oleh Menteri. Persero yang dapat diprivatisasi harus sekurangkurangnya memenuhi kriteria:

a. Industri/sektor usahanya kompetitif; atau

b. Industri/sektor usahanya terkait dengan teknologi yang cepat berubah. Selain persyaratan bentuk industrinya, ada pun persyaratan yang harus dipenuhi Perusahaan Perseroan tersebut apabila termasuk dalam kedua kriteria tersebut, yaitu sebagian aset atau kegiatan dari Persero yang melaksanakan kewajiban pelayanan umum dan/atau yang berdasarkan undang-undang kegiatan usahanya harus dilakukan oleh BUMN, dapat dipisahkan untuk dijadikan penyertaan dalam pendirian perusahaan untuk selanjutnya apabila diperlukan dapat diprivatisasi. Aset atau kegiatan Persero adalah aset atau kegiatan yang bersifat komersial dan merupakan perusahaan yang sektor usahanya seperti yang telah disebutkan sebelumnya.

Suatu Perusahaan Perseroan (Persero) tidak dapat diprivatisasi apabila memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut:44

a. Persero yang bidang usahanya berdasarkan ketentuan peraturan\ perundang-undangan hanya boleh dikelola oleh BUMN;

b. Persero yang bergerak di sektor usaha yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara;

44

Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2005 tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero), Pasal 9.


(53)

c. Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh Pemerintah diberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat.

d. Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dilarang untuk diprivatisasi.

Prosedur awal yang harus dipenuhi oleh Perusahaan Perseroan (Persero) apabila hendak melakukan privatisasi, adalah membentuk komite privatisasi. Komite privatisasi yang dimaksudkan wadah koordinasi untuk membahas dan memutuskan kebijakan tentang privatisasi sehubungan dengan kebijakan lintas sektoral. komite privatisasi dipimpin oleh Menteri Koordinator yang membidangi perekonomian dengan anggota-anggotanya yaitu Menteri, Menteri Keuangan, dan Menteri Teknis tempat Persero melakukan kegiatan usaha. Tugas dan kewenangan dari Komite privatisasi, ialah:

a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan umum dan persyaratan pelaksanaan privatisasi;

b. Menetapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk memperlancar proses privatisasi Persero;

c. Membahas dan memberikan jalan keluar atas pemasalahan strategis yang timbul dalam proses privatisasi Persero termasuk yang berhubungan dengan kebijakan sektoral Pemerintah.

Program tahunan privatisasi sebagaimana yang dikemukakan sebelumnya, diatur dalam Pasal 12 Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 2009 Tentang, yaitu:


(1)

apabila BUMN tersebut merupakan Perum, maka seluruh modalnya merupakan milik/ keuangan negara, namun apabila berbentuk perusahaan perseroan, maka sebagian besar modalnya (paling sedikit 51%) modalnya merupaka milik/ keuangan negara serta terbagi atas saham.

3. BUMN yang telah diprivatisasi akan mengalihkan sebagian besar kepemilikan negara (yang diwakili oleh pemerintah) atas keuangan negara di dalam BUMN yang diprivatisasi kepada sektor swasta, sehingga setelah diprivatisasi maka kepemilikan saham negara atas perseroan tersebut dapat menjadi lebih kecil dari 50%. Artinya investor baru yang masuk menjadi pemegang saham dalam perseroan yang diprivatisasi dapat menguasai sebagian besar modal/ saham di dalam perseroan. Dengan demikian, peran negara dalam suatu BUMN yang sebelumnya adalah sebagai pemilik dan pelaksana pengelolaan keuangan negara di BUMN berubah menjadi regulator dan promotor dari kebijaksanaan dan penetapan sasaran yang ingin dicapai perusahaan yang diprivatisasi.

B. Saran

1. Pelaksanaan privatisasi yang telah diatur dalam perundang-undangan harus benar-benar tepat sasaran sehingga tidak merugikan negara yang notabene juga merugikan masyarakat. Oleh karenanya pelaksanaan privatisasi harus benar-benar mengacu pada UUD 1945, khususnya ketentuan Pasal 33 UUD 1945.

2. Sebelum melakukan privatisasi terhadap aset BUMN, pemerintah harus benar-benar melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang perlunya


(2)

dilakukan tindakan privatisasi terhadap aset BUMN tersebut, sehingga masyarakat dapat menerima langkah privatisasi dimaksud dengan tidak menimbulkan polemik di tengah-tengah masyarakat.

3. Harus dioptimalkan peranan BUMN dan kemampuan BUMN mempertahankan keberadaannya dalam perkembangan ekonomi dunia yang semakin terbuka dan kompetitif. BUMN perlu menumbuhkan budaya korporasi dan profesionalisme antara lain melalui pembenahan pengurusan dan pengawasannya. Pengurusan dan pengawasan BUMN harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip tata-kelola perusahaan yang baik (good corporate governance).


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Amiruddin dan Asikin, Zainal, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006.

Asshiddiqie, Jimly, Gagasan Kedaulatan Rakyat dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di Indonesia, cet. I, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994.

Bastian, Indra, Privatisasi di Indonesia, Jakarta: Salemba Empat, 2002.

Chatamarrasjid, Tujuan Sosial Yayasan dan Kegiatan Usaha Bertujuan Laba, Jakarta: Citra Aditya Bakti, 2000.

Choiri, A. Effendy, Privatisasi Versus Neo-Sosialisme Indonesia, cet. I, Jakarta: LP3ES, 2003.

Cook, Paul dan Kirkpatrick, Colin, Privatization in Less Developed Countries, New York: St. Martin’s Press, 1998.

Ernst & Young, Privatization: Investing in State-Owned Enterprises Around the World, (USA: John Willey & Sons, Inc., 1994.

Hatta, Mohammad, Pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33, dalam Penjabaran Pasal 33 UUD 1945 Jilid I, cet. II, Jakarta: Mutiara, 1980. Ibrahim, Johnny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang:

UMM Press, 2007.

Ichsan, Achmad, Dunia Usaha Indonesia, Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2000. Kansil, CST, Hukum Perusahaan Indonesia, Jakarta: Pradnya Paramita, 1985. Kholis, Efi Laila Pembayaran Uang Pengganti Dalam Perkara Korupsi, Jakarta:

Solusi Publishing, 2010.

Mahmud, Hasan Zein, Kondisi Pasar Modal Indonesia sebagai Alternatif untuk Meningkatkan Akses Sumber Dana bagi BUMN, Strategi Pembiayaan & Regrouping BUMN, ed. Toto Pranoto, dkk., Jakarta: UI Press, 1994.


(4)

Moleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993.

Mubyarto, Ekonomi Kerakyatan, Yogyakarta: BFE UGM, 1993.

Reksohadiprodjo, Sukanto dan Handoko, T. Hani, Organisasi Perusahaan, Teori Struktur dan Perilaku. Yogyakarta: BPFE, 1982.

Rido, Ali, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, Bandung: Alumni, 1986.

Savas, E. S, Privatization, The Key to Better Government, New Jersey: New Jersey Chattan House Publishers Inc., 1987

Sedarmayanti, Good Governance (kepemerintahan yang baik) Dalam Rangka Otonomi Daerah Upaya Membangun Organisasi Efektif dan Efisien Melalui Restrukturisasi dan Pemberdayaan, Bandung: Mandar Maju, 2003.

Simbolon, Lijan Poltak, Reformasi Pelyanan Publik, Teori Kebijakan, dan Impelementasi, Jakarta: Bumi Aksara, 2006.

Sinambela, Lijan Poltak dkk, Reformasi Pelayanan Publik, Teori, kebijakan, dan Implementasi, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006

Soekanto, Soerjono, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1984.

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: PT. Intermasa, 1982.

Sunariyah, Pengantar Pengetahuan Pasar Modal, Edisi Ketiga, Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2003.

Suta, I Putu Gede Ary, Menuju Pasar Modal Modern, cet. II, Jakarta: Yayasan SAD Satria Bakti, 2000.

Sutandya R. RT. Hadikusuma dan Sumatoro, Pengertian Pokok Perusahaan, Bentuk-bentuk Perusahaan yang Berlaku di Indonesia, Jakarta: Rajawali Press, 1991.

Sutojo, Heru, et al. Alternatif Pendanaan Bagi BUMN, Strategi Pembiayaan & Regrouping BUMN, ed. Toto Pranoto, et al. Jakarta: LM FEUI, 1994. Suwarno, Kinerja dan Produktivitas Perusahaan, Bandung: Mandar Maju, 1995.


(5)

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.

Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas.

Jurnal, Makalah dan Artikel

Bari, Syaiful, “Kontroversi Privatisasi BUMN”, artikel dalam Bisnis Indonesia, tanggal 23 Juni 2005.

Hutagalung, Arie Sukanti, “Dampak Yuridis Ekonomis, Privatisasi Terhadap Status Aset BUMN yang Bersifat Tetap”, Makalah disampaikan pada Seminar Privatisasi BUMN: Tantangan, Harapan, dan Kenyataan, pada tanggal 4 Juli 2002.

Jurnal “Hukum Perbankan dan Kebangsentralan”, 42 Vol. 3 No. 3, Desember 2005.

Marwah M. Diah, “Restrukturisasi BUMN: Privatisasi atau Korporatisasi?” Disertasi Doktor Universitas Indonesia, Jakarta, 1999.

Purwoko, Model Privatisasi BUMN yang Mendatangkan Manfaat bagi Pemerintah dan Masyarakat Indonesia, Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 6, No. 1.

Rajagukguk, Erman, “Pengerian Keuangan Negara dan Kerugian Keuangan Negara”, Makalah yang Disampaikan pada Diskusi Publik “Pengertian Keuangan Negara Dalam Tindak Pidana Korupsi”, Komisi Hukum Nasional (KHN) RI, Jakarta 26 Juli 2006.

Soepardi., Eddy Mulyadi, “Memahami Kerugian Keuangan Negara Sebagai Salah Satu Unsur Tindak Pidana Korupsi”, Makalah disampaikan dalam ceramah ilmiah pada Fakultas Hukum Universitas Pakuan Bogor, tanggal 24 Januari 2009.

Sofyan A. Djalil, “BUMN dan Status Aset Negara”, merupakan artikel dalam PPH Newsletter, No. 70, September 2007.

Surat Kabar


(6)

Internet

Setyanto P. Santosa, “Privatisasi: Penerapan Nasionalisme Pengelolaan BUMN”, http://

kolom.pacific.net.id/ind/media/PrivatisasiPenerapanNasionalismePengelol aanBUMN.pdf , adalah makalah yang dikontribusikan dalam kolom pakar Pacific Internet, pada tanggal 15 Februari 2012.