Dari Revolusi Teknologi Informasi hingga

Reza Akbar Felayati (071311233075) - Globalisasi dan Masyarakat Informasi – Week 3

Dari Revolusi Teknologi Informasi hingga Globalisasi: Sifat Dasar, Sejarah, dan Sisi Lain
Teknologi informasi dan globalisasi merupakan dua konsep utama yang dianggap dapat menjelaskan
perkembangan peradaban di abad ke 21 ini. Dimulai dari tahun 1970, perkembangan –atau lebih tepat
disebut revolusi, mengingat jangka waktunya yang singkat– teknologi informasi telah sampai pada tahap
yang tidak pernah diprediksikan oleh para penstudi ilmu sosial sebelumnya. Berangkat dari hal tersebut,
banyak kemudian penstudi globalisasi yang mulai memetakan sifat dasar revolusi teknologi informasi dan
dampaknya terhadap struktur dan konstelasi individu, masyarakat, negara, dan sistem internasional. Salah
satunya adalah Manuel Castells (1996) dalam tulisannya the Rise of the Network Society yang menyatakan
ada tiga sifat utama dari revolusi teknologi informasi.
Yang pertama adalah kemampuannya untuk mempenetrasi hingga ke ranah pribadi individu. Berbeda dari
revolusi agrikultur dan industri, revolusi teknologi informasi tidak pernah dianggap sebagai suatu yang
bersifat eksternal ataupun exogenous. Di era teknologi informasi, perkembangan teknologi telah sampai
pada titik dimana tidak ada lagi batasan antara alat dan penggunanya. Castells (1996) menyatakan bahwa
berbeda dari era revolusi industri yang mana alat harus melalui proses penguasaan atau by using terlebih
dahulu sebelum digunakan, teknolgi di era revolusi teknologi informasi berkaitan erat dengan kehidupan
sehari – hari manusia dan dapat digunakan secara langsung dengan melakukan atau by doing. Yang kedua
adalah siklus inovasi yang berlangsung dengan cepat. Nathan Rosenberg (dalam Castells, 1996)
menggambarkan bahwa terjadi percepatan dalam siklus di dalam perkenalan teknologi baru,
penggunaannya, dan mengembangkannya ke arah yang lebih modern di era teknologi informasi saat ini.

Yang ketiga adalah munculnya ide dan pikiran manusia sebagai kekuatan produktif langsung, bukan hanya
unsur penentu dari sistem produksi. Teknologi seperti komputer, sistem komunikasi, dan pemrograman
merupakan perpanjangan dari pikiran manusia. Dengan kata lain, terjadi integrasi tumbuh antara pikiran dan
mesin, yang mana dijembatani oleh teknologi informasi sebagai media realisasi ide manusia ke alam nyata.
Sedangkan yang terakhir adalah jangka waktu dan ruang lingkup yang cepat. Berbeda dari revolusi
sebelumnya yang bersifat inkremental dan menyebar secara perlahan, revolusi teknologi informasi
berlangsung dalam waktu singkat dan telah mencapai hampir seluruh belahan dunia hanya dalam waktu 40
tahun sejak kemunculannya. Ini dikarenakan teknologi yang memungkinkan persebaran informasi dari satu
tempat ke tempat lain dapat berlangsung dengan cepat (Castells, 1996).
Berangkat dari hakikat revolusi teknologi informasi di atas, dapat dilihat bagaimana ada perbedaan yang
mencolok dari revolusi industri dan revolusi agrikultur. Salah satunya dikemukakan oleh Webster (2002),
yang, senada dengan Castells, menggambarkan bahwa revolusi teknologi informasi sebagai fenomena yang
berlangsung dengan cepat dan diadopsi di berbagai belahan dunia dalam waktu yang lebih cepat daripada
dua revolusi sebelumnya. Revolusi teknologi informasi dikaitkan dengan aktivitas penggunaan langsung dari
bentuk teknologinya. Hal ini berbeda dari revolusi agrikultur dan industri, yang mana teknologi yang
dihadirkan masih sebatas untuk memudahkan pekerjaan manusia dan memiliki tendensi ekonomi yang kuat.

Reza Akbar Felayati (071311233075) - Globalisasi dan Masyarakat Informasi – Week 3

Di era revolusi teknologi, terjadi persebaran informasi dari satu individu ke individu lain di tempat yang

berjauhan, yang mana diwadahi oleh teknologi itu sendiri. Dengan kata lain, di era revolusi ini tidak ada lagi
batasan antara pengguna dan pencipta.
Memmi (2015) memperkuat argumen tersebut dengan contoh smartphone. Smartphone memungkinkan
persebaran informasi hingga ke tahap individu, dan pula memungkinkan penggunanya untuk ikut
mengembangkan teknologi tersebut. Di sisi lain, Alvin Toffler (1980) dalam bukunya The Third Wave
menggambarkan era revolusi teknologi informasi sebagai gelombang ketiga dari peradaban manusia.
Revolusi teknologi informasi dianggap Toffler sebagai satu fenomena yang mengubah tatanan relasi sosial
dan insitusional manusia. Salah satunya adalah munculnya relasi individu dengan lembaga yang disebut
electronic village atau teknologi eletronika modern. Selain itu, terjadi pergeseran kode tingkah laku yang
menggeser manusia dari standar yang telah ada, serta memperkecil peran negara dan menumbuhkan
perekonomian semi-otonom (Toffler, 1980).
Lalu apa kemudian yang dihasilkan dari adanya revolusi teknologi informasi ini? Jawabannya adalah
globalisasi. Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas perihal sifat dasar revolusi teknologi informasi,
adanya kombinasi antara persebaran teknologi komunikasi yang berlangsung dengan cepat ke seluruh
belahan dunia, siklus inovasi teknologi yang cepat, dan informasi yang disebarluaskan melalui teknologi
tersebut dianggap sebagai unsur yang melahirkan globalisasi. Dengan didasarkan definisi dari Thomas L.
Friedman (1990) yang berbunyi:
“interweaving of markets, technology, information systems and telecommunications systems in a
way that is shrinking the world from a size medium to a size small, and enabling each of us to
reach around the world farther, faster, deeper, and cheaper than ever before, and enabling the

world to reach into each of us farther, faster, deeper, cheaper than ever before”
Maka terlihat bahwa revolusi teknologi informasi berkaitan erat dengan kemunculan globalisasi. Adalah
melalui teknologi komunikasi dan persebaran informasi yang intenslah muncul globalisasi. Sebagaimana
argumen dari Anthony Giddens (2000), bahwa salah satu corak globalisasi adalah terjadinya keterhubungan
dari relasi sosial yang menghubungan lokalitas yang jauh, sehingga fenomena lokal dapat dipengaruhi oleh
faktor eksternal, dan sebaliknya. Hal ini hanya dimungkinkan untuk terjadi jika ada teknologi dan
persebaran informasi yang intens, yang mana hal tersebut disediakan oleh adanya revolusi teknologi
informasi.
Dari penjelasan yang telah disampaikan di atas, penulis memosisikan diri, sekaligus melihat bahwa
fenomena mengenai revolusi teknologi informasi yang dianggap sebagai suatu berkah dari inovasi saintifik
tidak lebih dari sekedar satu sisi dari sebuah koin. Di sisi lain, penulis melihat bahwa revolusi teknologi
informasi tidak lepas dari relasi kuasa dari mereka yang memiliki kapabilitas lebih untuk memanfaatkannya.
Hal ini didasarkan oleh penjelasan dari James Petras (2003) yang melihat bahwa munculnya teknologi
informasi dan globalisasi sejatinya tidak lebih dari upaya penciptaan imperium baru dari negara maju di

Reza Akbar Felayati (071311233075) - Globalisasi dan Masyarakat Informasi – Week 3

seluruh belahan dunia. Argumen Toffler (1980) yang mengatakan bahwa revolusi teknologi informasi dapat
menciptakan bentuk perekonomian yang semi-otonom, ternyata tidak serealistis itu. Kenyataannya, Petras
(2003) mengatakan bahwa 79 persen korporasi terbesar di dunia masih terletak di Amerika Serikat dan

negara – negara Eropa Barat. Sedangkan 5 besar korporasi terbesar di dunia pun berasal dari Amerika
Serikat. Sedangkan di saat yang sama, adanya revolusi teknologi informasi dan globalisasi malah
menciptakan krisis finansial yang besar, sebagaimana yang terjadi di Asia pada 1998. Selain itu, era
teknologi informasi dianggap Petras (2003) tidak lebih baik dari era sebelumnya. Pada tahun 1965 – 1973,
tingkat produktivitas dunia mencapai rata – rata 2,6 persen peningkatan. Sedangkan di tahun 1972 – 1993,
hanya terjadi peningkatan 1,1 persen. Dengan kata lain, era informasi dan teknologi ini pun masih tetap
dikuasai oleh negara – negara maju dan korporat yang memiliki kapabilitas dan kuasa lebih.
Dapat kemudian disimpulkan bahwa era teknologi informasi dimulai dari revolusi teknologi informasi pada
tahun 1970an ketika muncul internet dan microchip yang dalam perkembangannya turut menciptakan suatu
era konektivitas yang diwadahi oleh internet. Revolusi teknologi informasi memungkinkan terjadi
persebaran informasi yang intens dari seluruh belahan dunia, dan kemudian mendorong intensifikasi inovasi
dari teknologi tersebut. Berbeda kemudian dari revolusi lainnya, revolusi ini berlangsung dalam waktu
singkat dan mencapai belahan dunia yang sebelumnya belum pernah tercapai oleh revolusi industri. Tetapi di
saat yang sama, muncul suara – suara negatif yang melihat bahwa globalisasi dan revolusi teknologi
informasi ini sejatinya tidak lebih dari upaay penciptaan imperium baru dari negara – negara maju dengan
mengendarai perkembangan teknologi sebagai wahana pencapaian kepentingan mereka.
Referensi:
Castells, M. (1996). “The Information Technology Revolution”, dalam the Rise of the Network Society,
Oxford: Blackwell Publisher, pp. 29-65.
Friedman, Thomas L. (1990). The Lexus and the Olive Tree. New York: Anchor Books

Giddens, A (2000) Runaway World. London : Routledge
Memmi, D, (2015). "Information Technology as Social Phenomenon, " Al & Soc, 30: 2017-214
Petras, J. (2003). “The Myth of the Third Scientific-Technological Revolution”, dalam The New
Development Politics: the Age of Empire Building and New Social Movements, Aldershot:
Ashgate, pp. 55-67
Toffler, A (1980). The Third Wave. New York: Bantam Books
Webster, F. (2002). "The Idea of an Information Society," dalam Theories of the Information Society,
London: Rouledge, hlm. 8-26