SEJARAH SINGKAT KERAJAAN KESULTANAN TERN

SEJARAH SINGKAT
KERAJAAN/KESULTANAN TERNATE
Masuknya Islam ke Maluku erat kaitannya dengan kegiatan perdagangan. Pada abad ke-15, para
pedagang dan ulama dari Malaka dan Jawa menyebarkan Islam ke sana. Dari sini muncul empat
kerajaan Islam di Maluku yang disebut Maluku Kie Raha (Maluku Empat Raja) yaitu Kesultanan
Ternate yang dipimpin Sultan Zainal Abidin (1486-1500), Kesultanan Tidore yang dipimpin oleh
Sultan Mansur, Kesultanan Jailolo yang dipimpin oleh Sultan Sarajati, dan Kesultanan Bacan
yang dipimpin oleh Sultan Kaicil Buko. Pada masa kesultanan itu berkuasa,
masyarakat muslim di Maluku sudah menyebar sampai ke Banda, Hitu, Haruku, Makyan, dan
Halmahera. Kerajaan Ternate dan Tidore yang terletak di sebelah Pulau Halmahera (Maluku
Utara) adalah dua kerajaan yang memiliki peran yang menonjol dalam
menghadapi kekuatan-kekuatan asing yang mencoba menguasai Maluku. Dalam perkembangan
selanjutnya, kedua kerajaan ini bersaing memperebutkan hegemoni politik di kawasan Maluku.
Kerajaan Ternate dan Tidore merupakan daerah penghasil rempah-rempah, seperti pala dan
cengkeh, sehingga daerah ini menjadi
pusat perdagangan rempah-rempah. Wilayah Maluku bagian timur dan pantai-pantai Irian
(Papua), dikuasai
oleh Kesultanan Tidore, sedangkan sebagian besar wilayah Maluku, Gorontalo, dan Banggai di
Sulawesi, dan sampai ke Flores dan Mindanao, dikuasai oleh Kesultanan Ternate. Kerajaan
Ternate mencapai puncak kejayaannya pada masa Sultan Baabullah, sedangkan Kerajaan Tidore
mencapai puncak kejayaannya pada masa Sultan Nuku. Persaingan di antara kerajaan Ternate

dan Tidore adalah dalam perdagangan. Dari persaingan ini menimbulkan dua persekutuan
dagang, masing-masing menjadi pemimpin dalam persekutuan tersebut, yaitu:
a. Uli-Lima (persekutuan lima bersaudara) dipimpin oleh Ternate meliputi Bacan, Seram, Obi,
dan Ambon. Pada masa Sultan Baabulah, Kerajaan Ternate mencapai aman keemasan dan
disebutkan daerah kekuasaannya meluas ke Filipina.
b. Uli-Siwa (persekutuan sembilan bersaudara) dipimpin oleh Tidore meliputi Halmahera, Jailalo
sampai ke Papua. Kerajaan Tidore mencapai aman keemasan di bawah pemerintahan Sultan
Nuku. Kerajaan-kerajaan Islam lainnya yang berkembang adalah Kesultanan Palembang yang
didirikan oleh Ki Gedeng Suro, Kerajaan Bima di daerah bagian timur Sumbawa, dengan rajanya
La Ka’i, Siak Sri Indrapura yang
didirikan oleh Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah, dan masih banyak lagi Kerajaan Islam kecil
lainnya di Indonesia.
LETAK KERAJAAN
Secara geografis kerajaan ternate dan tidore terletak di Kepulauan Maluku, antara sulawesi dan
irian jaya letak terletak tersebut sangat strategis dan penting dalam dunia perdagangan masa itu.
Pada masa itu, kepulauan maluku merupakan penghasil rempah-rempah terbesar sehingga di
juluki sebagai “The Spicy Island”. Rempah-rempah menjadi komoditas utama dalam dunia
perdagangan pada saat itu, sehingga setiap pedagang maupun bangsa-bangsa yang datang dan
bertujuan ke sana, melewati rute perdagangan tersebut agama islam meluas ke maluku, seperti


Ambon, ternate, dan tidore. Keadaan seperti ini, telah mempengaruhi aspek-aspek kehidupan
masyarakatnya, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
A. KEHIDUPAN POLITIK
Di kepulauan maluku terdapat kerajaan kecil, diantaranya kerajaan ternate sebagai pemimpin Uli
Lima yaitu persekutuan lima bersaudara. Uli Siwa yang berarti persekutuan sembilan bersaudara.
Ketika bangsa portugis masuk, portugis langsung memihak dan membantu ternate, hal ini
dikarenakan portugis mengira ternate lebih kuat. Begitu pula bangsa spanyol memihak tidore
akhirnya terjadilah peperangan antara dua bangsa kulit, untuk menyelesaikan, Paus turun tangan
dan menciptakan perjanjian saragosa. Dalam perjanjian tersebut bangsa spanyol harus
meninggalkan maluku dan pindah ke Filipina, sedangkan Portugis tetap berada di maluku.
o Sultan Hairun
Untuk dapat memperkuat kedudukannya, portugis mendirikan sebuah benteng yang di beri nama
Benteng Santo Paulo. Namun tindakan portugis semakin lama di benci oleh rakyat dan para
penjabat kerajaan ternate. Oleh karena itu sultan hairun secara terang-terangan menentang politik
monopoli dari bangsa portugis.
* Sultan Baabullah
Sultan baabullah (Putra Sultan Hairun) bangkit menentang portugis. Tahun 1575 M Portugis
dapat dikalahkan dan meninggalkan benteng.
B. KEHIDUPAN EKONOMI
Tanah di Kepulauan maluku itu subur dan diliputi hutan rimba yang banyak memberikan hasil

diantaranya cengkeh dan di kepulauan Banda banyak menghasilkan pala. Pada abad ke 12 M
permintaan rempah-rempah meningkat, sehingga cengkeh merupakan komoditi yang penting.
Pesatnya perkembangan perdagangan keluar dari maluku mengakibatkan terbentuknya
persekutuan. Selain itu mata pencaharian perikanan turut mendukung perekonomian masyarakat.
C. KEHIDUPAN SOSIAL
Kedatangan bangsa portugis di kepulauan Maluku bertujuan untuk menjalin perdagangan dan
mendapatkan rempah-rempah. Bangsa Portugis juga ingin mengembangkan agama katholik.
Dalam 1534 M, agama Katholik telah mempunyai pijakan yang kuat di Halmahera, Ternate, dan
Ambon, berkat kegiatan Fransiskus Xaverius.
Seperti sudah diketahui, bahwa sebagian dari daerah maluku terutama Ternate sebagai pusatnya,
sudah masuk agama islam. Oleh karena itu, tidak jarang perbedaan agama ini dimanfaatkan oleh
orang-orang Portugis untuk memancing pertentangan antara para pemeluk agama itu. Dan bila
pertentangan sudah terjadi maka pertentangan akan diperuncing lagi dengan campur tangannya
orang-orang Portugis dalam bidang pemerintahan, sehingga seakan-akan merekalah yang
berkuasa.
Setelah masuknya kompeni Belanda di Maluku, semua orang yang sudah memeluk agama
Katholik harus berganti agama menjadi Protestan. Hal ini menimbulkan masalah-masalah sosial
yang sangat besar dalam kehidupan rakyat dan semakin tertekannya kehidupan rakyat.
Keadaan ini menimbulkan amarah yang luar biasa dari rakyat Maluku kepada kompeni Belanda.
Di Bawah pimpinan Sultan Ternate, perang umum berkobar, namun perlawanan tersebut dapat

dipadamkan oleh kompeni Belanda. Kehidupan rakyat Maluku pada zaman kompeni Belanda
sangat memprihatinkan sehingga muncul gerakan menentang Kompeni Belanda.

D. KEHIDUPAN BUDAYA
Rakyat Maluku, yang didominasi oleh aktivitas perekonomian tampaknya tidak begitu banyak
mempunyai kesempatan untuk menghasilkan karya-karya dalam bentuk kebudayaan. Jenis-jenis
kebudayaan rakyat Maluku tidak begitu banyak kita ketahui sejak dari zaman berkembangnya
kerajaan-kerajaan Islam seperti Ternate dan Tidore.
- See more at: http://northmelanesian.blogspot.com/2012/04/sejarah-kesultananternate.html#sthash.7gACtNve.dpuf

Makalah Sejarah Kerajaan Ternate dan Tidore Minggu, November 03, 2013 PENGETAHUAN 3
comments A. LETAK KERAJAAN Secara geografis kerajaan Ternate dan Tidore terletak di
Kepulauan Maluku, antara Sulawesi dan Papua. Letak tersebut sangat strategis dan penting
dalam dunia perdagangan masa itu. Pada masa itu, kepulauan Maluku merupakan penghasil
rempah-rempah terbesar sehingga dijuluki sebagai “The Spicy Island”. Rempah-rempah menjadi
komoditas utama dalam dunia perdagangan pada saat itu, sehingga setiap pedagang maupun
bangsa-bangsa yang datang dan bertujuan ke sana. Melewati rute perdagangan tersebut agama
Islam meluas ke Maluku, seperti Ambon, Ternate, dan Tidore. Keadaan seperti ini telah
mempengaruhi aspek-aspek kehidupan masyarakatnya, baik dalam bidang politik, ekonomi,
sosial, dan budaya. Pada abad ke 14 Masehi, di Maluku Utara telah berdiri 4 kerajaan yaitu

Jailolo,Ternate, Tidore, dan Bacan. Masing-masing kerajaan dipimpin oleh seorang kolano.
Keempat kerajaan tersebut berasal dari satu keturunan, yaitu JAFAR SADIK, seorang bangsa
Arab keturunan Nabi Muhammad saw. Kemajuan Ternate membuat iri kerajaan lainnya.
Beberapa kali keempat kerajaan tersebut terlibat perang memperebutkan hegemoni rempahrempah. Namun, akhirnya mereka dapat mengakhirinya dalam perundingan di Pulau Motir.
Dalam persetujan Motir ditetapkan Ternate menjadi kerajaan pertama, Jailolo kedua, Tidore yang
ketiga, dan Bacan yang keempat. Kerajaan- kerajaan di Maluku sangat akrab menjalin hubungan
ekonomi dengan pedagang Jawa sejak zaman Majapahit. Pedagang Maluku sering mengunjungi
bandar seperti Surabaya, Gresik, dan Tuban. Sebaliknya, pedagang Jawa datang ke Maluku untuk
membeli rempah-rempah. Hubungan kedua belah pihak ini sangat berpengaruh terhadap proses
penyebaran agama islam di Indonesia. Sejak abad ke-13, Maluku sudah ramai dikunjungi oleh
pedagang-pedagang Islam dari Jawa dan Melayu. Seiring dengan ramainya perdagangan,
berdatangan pula para mubaligh dari Jawa Timur untuk mengajarkan agama Islam.Salah seorang
mubaligh yang berjasa menyiarkan agama islam di Maluku ialah Sunan Giri dari Gresik, Jawa
Timur. Kerajaan Ternate merupakan kerajaan yang mendapatkan pengaruh Islam dari para
pedagang Jawa dan Melayu. Pusat pemerintahan Ternate terdapat di Sampalu. Raja ternate yang
pertama ialah Sultan Zainal Abidin (1486-1500). Raja Ternate yang terkenal ialah Sultan Harun.
Hasil utama Ternate waktu itu ialah cengkeh dan pala. B. KEHIDUPAN POLITIK Di kepulauan
Maluku terdapat kerajaan kecil, diantaranya kerajaan ternate sebagai pemimpin Uli Lima yaitu
persekutuan lima bersaudara. Uli Siwa yang berarti persekutuan sembilan bersaudara. Ketika
bangsa Portugis masuk, Portugis langsung memihak dan membantu Ternate, Hal ini dikarenakan

Portugis mengira Ternate lebih kuat. Begitu pula bangsa Spanyol memihak Tidore akhirnya
terjadilah peperangan antara dua bangsa kulit, untuk menyelesaikan, Paus turun tangan dan
menciptakan perjanjian Saragosa. Dalam perjanjian tersebut bangsa Spanyol harus meninggalkan
Maluku dan pindah ke Filipina, sedangkan Portugis tetap berada di Maluku. Untuk dapat
memperkuat kedudukannya, portugis mendirikan sebuah benteng yang di beri nama Benteng
Santo Paulo. Namun tindakan Portugis semakin lama di benci oleh rakyat dan para penjabat
kerajaan Ternate. Oleh karena itu Sultan Hairun secara terang-terangan menentang politik
monopoli dari bangsa Portugis. Sultan Baabullah (Putra Sultan Hairun) bangkit menentang
Portugis. Tahun 1575 M Portugis dapat dikalahkan dan meninggalkan benteng. C. KEHIDUPAN
EKONOMI Tanah di kepulauan Maluku itu subur dan diliputi hutan rimba yang banyak
memberikan hasil diantaranya cengkeh dan di kepulauan Banda banyak menghasilkan pala. Pada
abad ke 12 M permintaan rempah-rempah meningkat, sehingga cengkeh merupakan komoditi
yang penting. Pesatnya perkembangan perdagangan keluar Maluku mengakibatkan terbentuknya
persekutuan. Selain itu mata pencaharian perikanan turut mendukung perekonomian masyarakat.
D. KEHIDUPAN SOSIAL Kedatangan bangsa Portugis di kepulauan Maluku bertujuan untuk

menjalin perdagangan dan mendapatkan rempah-rempah. Bangsa Portugis juga ingin
mengembangkan agama Katholik. Dalam 1534 M, agama Katholik telah mempunyai pijakan
yang kuat di Halmahera, Ternate, dan Ambon, berkat kegiatan Fransiskus Xaverius. Seperti
sudah diketahui, bahwa sebagian dari daerah maluku terutama Ternate sebagai pusatnya, sudah

masuk agama islam. Oleh karena itu, tidak jarang perbedaan agama ini dimanfaatkan oleh orangorang Portugis untuk memancing pertentangan antara para pemeluk agama itu. Dan bila
pertentangan sudah terjadi maka pertentangan akan diperuncing lagi dengan campur tangannya
orang-orang Portugis dalam bidang pemerintahan, sehingga seakan-akan merekalah yang
berkuasa. Setelah masuknya kompeni Belanda di Maluku, semua orang yang sudah memeluk
agama Katholik harus berganti agama menjadi Protestan. Hal ini menimbulkan masalah-masalah
sosial yang sangat besar dalam kehidupan rakyat dan semakin tertekannya kehidupan rakyat.
Keadaan ini menimbulkan amarah yang luar biasa dari rakyat Maluku kepada kompeni Belanda.
Di Bawah pimpinan Sultan Ternate, perang umum berkobar, namun perlawanan tersebut dapat
dipadamkan oleh kompeni Belanda. Kehidupan rakyat Maluku pada zaman kompeni Belanda
sangat memprihatinkan sehingga muncul gerakan menentang Kompeni Belanda. E.
KEHIDUPAN BUDAYA Rakyat Maluku, yang didominasi oleh aktivitas perekonomian
tampaknya tidak begitu banyak mempunyai kesempatan untuk menghasilkan karya-karya dalam
bentuk kebudayaan. Jenis-jenis kebudayaan rakyat Maluku tidak begitu banyak kita ketahui sejak
dari zaman berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam seperti Ternate dan Tidore. Sejarah Kerajaan
Ternate dan Tidore Jejak-jejak arkeologi atau bukti fisik pengaruh budaya Islam dapat dilihat
dengan berbagai bentuk tinggalan budaya Islam masa lampau baik peninggalan kerajaan maupun
peninggalan daerah negeri-negeri yang bercorak Islam. Daerah Pusat kekuasaan Islam di wilayah
Maluku Utara peninggalan arkeologi yang monumental misalnya istana atau kedaton, masjid
kuno, alqur’an kuno dan berbagai naskah kuno lainnya, selain tentu saja berbagai benda pusaka
peninggalan kerajaan. Sementara itu, di wilayah Maluku bagian selatan, meskipun tidak

berkembang menjadi sebuah kesultanan dengan wilayah kekuasaan yang lebih luas, namun
pengaruh Islam dapat dilihat dengan adanya negeri-negeri bercorak keagaaam Islam. Diantara
negeri mbergabung menjadi kesatuan adat yang menunjukkan adanya ikatan integrasi sosial yang
kuat. Meskipun tidak berkembang menjadi daerah Kesultanan namun negeri-negeri tersebut
memiliki pemerintahan dan simbol-simbol kepemimpinan tertentu. Selain itu dapat dijumpai
pula beberapa bangunan monumental peninggalan Islam yang tidak jauh berbeda dengan
peninggalan yang terdapat di pusat-pusat kekuasaan Islam diantaranya masjid kuno, naskah kuno
dan berbagai barang pusaka kerajaan Secara arkeologis bukti-bukti kemapanan Islam dapat
ditelusuri di wilayah bekas Kerajaan Hitu. Dapat dikatakan pada wilayah bagian selatan
kepulauan Maluku, kerajaan Hitu adalah sebuah wilayah dengan keagamaan dan budaya Islam
yang paling kuat dan paling mapan. Daerah ini selama ini memang dianggap sebagai wilayah
kerajaan Islam di Pulau Ambon yang kekuasaan dan keislamannya sejajar dengan Ternate. Di
wilayah ini ditemukan bekas Masjid Kuno Tujuh Pangkat, yang dibangun diatas bukit bernama
Amahitu. Selain bekas masjid kuno ditemukan juga naskah alquran kuno dan naskah kuno
lainnya, pucuk mustaka masjid kuno, mahkota raja, kompleks makam raja, penanggalan Islam
kuno, timbangan zakat fitrah dan lain-lain (Handoko, 2006; Sahusilawane 1996). Dari data
arkeologi ini dapat menggambarkan bahwa kerajaan Hitu merupakan wilayah kerajaan dengan
corak budaya Islam yang kuat. Sejauh ini tidak ditemui bukti-bukti baik secara arkeologis
maupun laku budaya hidup yang menunjukkan budaya Islam bercampur baur dengan budaya non
Islami. Dengan kata lain, setidaknya budaya Islam yang berkembang di wilayah Hitu, sejauh ini

tidak menunjukkan perbedaan yang menyolok dengan daerah pusat penyebaran Islam lainnya.

Laku budaya yang ada juga lazim ditemui di daerah lain, misalnya tradisi berziarah ke makam
para Raja Hitu, merupakan kegiatan yang lazim sebagaimana daerah lainnya seperti tradisi ziarah
ke makam para wali di Jawa. Selain itu di desa Kaitetu, yang pada masa kerajaan merupakan
salah satu daerah kekuasaaan Hitu, sampai sekarang masih berdiri kokoh Masjid Tua Keitetu
yang konon dibangun pada tahun 1414 M. Selain itu juga tersimpan naskah alquran kuno, kitab
barjanzi, naskah penanggalan kuno dan sebagainya. Bukti-bukti arkeologis ini menunjukkan
kemapanan Islam di wilayah tersebut. Dapat dilihat bahwa penyebaran Islam di wilayah ini
berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam seperti dalam hal dakwah. Di wilayah Kerajaan Hitu
misalnya, sangat mungkin naskah alquran kuno merupakan bukti atau untuk media sosialisasi
Islam (Handoko, 2006), begitu juga kitab barzanji, naskah hukum Islam dan penanggalan Islam
kuno. Data arkeologi ini dapat mewakili gambaran kebudayaan Islam di wilayah pusat-pusat
peradaban Islam yang mapan keIslamannya, seperti halnya di wilayah Maluku Utara yang
diwakili terutama kerajaan Islam Ternate dan Tidore. Sejak abad ke-13, Ternate dan juga Tidore
sudah dikenal dalam kancah perdagangan dunia sebagai pusat perdagangan rempah. Berbagai
saudagar yang berasal dari Arab, India, dan Tionghoa serta Persia datang ke wilayah ini untuk
berdagang hingga akhirnya para pedagang dari Eropa seperti Inggris, Portugis, Belanda, dan
Spanyol juga hadir di wilayah ini, khususnya untuk mencari cengkeh dan pala. Saat itu wilayah
Maluku Utara dikenal degan nama Moluku Kie Hara yang secara harfiah berarti gugusan empat

pulau bergunung. Keempat pulau itu dikuasai oleh empat kesultanan yaitu Kesultanan Ternate,
Tidore, Jailolo, dan Bacan yang hingga saat ini masih berjalan. Oleh Keempat kesultanan inilah
hubungan perdagangan mulai dijalin. Desember 1511, M de Albuquerque, wakil negara Portugis
yang berkedudukan di Malaka pertama kalinya mengirimkan ekspedisi tiga kapal menuju
wilayah Maluku. Diikuti oleh Antonio de Abreu dan Fransesco Serrao tiba di Ternate pada tahun
1512. Pada tahun 1521, bangsa Spanyol tiba dengan Kapal Victoria dan Trinidad di Tidore.
Mulailah terjadi persaingan hingga menimbulkan perang antara Portugis dan Spanyol. Pada
tahun 1522, Portugis yang dipimpin Antonio de Brito berhasil mengusir Spanyol Setelah Spanyol
meninggalkan Tidore, bangsa Portugis mulai memonopoli perdagangan rempah-rempah di
wilayah Ternate ini. Maka timbulah perlawanan rakyat dari keempat kesultanan dalam melawan
monopoli perdagangan. Hal itu juga terjadi saat bangsa lain datang seperti Inggris dan Belanda
dengan niat yang lama hingga peperangan melawan penjajah melahirkan beberapa pahlawan
nasional. Masuknya Islam ke Maluku erat kaitannya dengan kegiatan perdagangan. Pada abad
ke-15, para pedagang dan ulama dari Malaka dan Jawa menyebarkan Islam ke sana. Dari sini
muncul empat kerajaan Islam di Maluku yang disebut Maluku Kie Raha (Maluku Empat Raja)
yaitu Kesultanan Ternate yang dipimpin Sultan Zainal Abidin (1486-1500), Kesultanan Tidore
yang dipimpin oleh Sultan Mansur, Kesultanan Jailolo yang dipimpin oleh Sultan Sarajati, dan
Kesultanan Bacan yang dipimpin oleh Sultan Kaicil Buko. Pada masa kesultanan itu berkuasa,
masyarakat muslim di Maluku sudah menyebar sampai ke Banda, Hitu, Haruku, Makyan, dan
Halmahera. Kerajaan Ternate dan Tidore yang terletak di sebelah Pulau Halmahera (Maluku

Utara) adalah dua kerajaan yang memiliki peran yang menonjol dalam menghadapi kekuatankekuatan asing yang mencoba menguasai Maluku. Dalam perkembangan selanjutnya, kedua
kerajaan ini bersaing memperebutkan hegemoni politik di kawasan Maluku. Kerajaan Ternate
dan Tidore merupakan daerah penghasil rempah-rempah, seperti pala dan cengkeh, sehingga
daerah ini menjadi pusat perdagangan rempah-rempah. Wilayah Maluku bagian timur dan pantaipantai Irian (Papua), dikuasai oleh Kesultanan Tidore, sedangkan sebagian besar wilayah
Maluku, Gorontalo, dan Banggai di Sulawesi, dan sampai ke Flores dan Mindanao, dikuasai oleh
Kesultanan Ternate. Kerajaan Ternate mencapai puncak kejayaannya pada masa Sultan

Baabullah, sedangkan Kerajaan Tidore mencapai puncak kejayaannya pada masa Sultan Nuku.
Persaingan di antara kerajaan Ternate dan Tidore adalah dalam perdagangan. Dari persaingan ini
menimbulkan dua persekutuan dagang, masing-masing menjadi pemimpin dalam persekutuan
tersebut, yaitu: a. Uli-Lima (persekutuan lima bersaudara) dipimpin oleh Ternate meliputi Bacan,
Seram, Obi, dan Ambon. Pada masa Sultan Baabulah, Kerajaan Ternate mencapai aman
keemasan dan disebutkan daerah kekuasaannya meluas ke Filipina. b. Uli-Siwa (persekutuan
sembilan bersaudara) dipimpin oleh Tidore meliputi Halmahera, Jailalo sampai ke Papua.
Kerajaan Tidore mencapai aman keemasan di bawah pemerintahan Sultan Nuku. Kerajaankerajaan Islam lainnya yang berkembang adalah Kesultanan Palembang yang didirikan oleh Ki
Gedeng Suro, Kerajaan Bima di daerah bagian timur Sumbawa, dengan rajanya La Ka’i, Siak Sri
Indrapura yang didirikan oleh Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah, dan masih banyak lagi Kerajaan
Islam kecil lainnya di Indonesia. Kerajaan TERNATE (Abad 13 M) § Terletak di Maluku §
Agama Islam di sana disebarkan oleh Sunan Giri dari Gresik § Raja pertama Sultan Zainal
Abidin § Raja terkenal Sultan Hairun § Hasil utama Ternate cengkeh dan pala § Peninggalan
kerajaan Ternate : 1. Istana Sulatan Ternate 2. Benteng kerajaan Ternate 3. Masjid di Ternate
Kerajaan TIDORE (Abad13 M) § Terletak di Maluku § Raja yang pertama Sultan Mansur § Raja
terkenal pangeran Nuku § Antara Ternate dan Tidore sering terjadi peperangan untuk
memperluas daerah kekuasaan § Ternate membentuk persekutuan yang disebut Uli Lima §
Tidore membentuk persekutuan yang disebut Uli Siwa (persekutuan sembilan ) § Peninggalan
kerajaan Tidore : 1. Benteng-benteng peninggalan Portugis, Spanyol 2. Keraton Tidore
KERAJAAN TERNATE A. Awal Perkembangan Kerajaan Ternate Pada abad ke-13 di Maluku
sudah berdiri Kerajaan Ternate. Ibu kota Kerajaan Ternate terletak di Sampalu (Pulau Ternate).
Selain Kerajaan Ternate, di Maluku juga telah berdiri kerajaan lain, seperti Jaelolo, Tidore,
Bacan, dan Obi. Di antara kerajaan di Maluku, Kerajaan Ternate yang paling maju. Kerajaan
Ternate banyak dikunjungi oleh pedagang, baik dari Nusantara maupun pedagang asing. A.
Aspek Kehidupan Politik dan Pemerintahan Raja Ternate yang pertama adalah Sultan Marhum
(1465-1495 M). Raja berikutnya adalah putranya, Zainal Abidin. Pada masa pemerintahannya,
Zainal Abidin giat menyebarkan agama Islam ke pulau-pulau di sekitarnya, bahkan sampai ke
Filiphina Selatan. Zainal Abidin memerintah hingga tahun 1500 M. Setelah mangkat,
pemerintahan di Ternate berturut-turut dipegang oleh Sultan Sirullah, Sultan Hairun, dan Sultan
Baabullah. Pada masa pemerintahan Sultan Baabullah, Kerajaan Ternate mengalami puncak
kejayaannya. Wilayah kerajaan Ternate meliputi Mindanao, seluruh kepulauan di Maluku, Papua,
dan Timor. Bersamaan dengan itu, agama Islam juga tersebar sangat luas. B. Aspek Kehidupan
Ekonomi, Sosial, dan Kebudayaan Perdagangan dan pelayaran mengalami perkembangan yang
pesat sehingga pada abad ke-15 telah menjadi kerajaan penting di Maluku. Para pedagang asing
datang ke Ternate menjual barang perhiasan, pakaian, dan beras untuk ditukarkan dengan
rempah-rempah. Ramainya perdagangan memberikan keuntungan besar bagi perkembangan
Kerajaan Ternate sehingga dapat membangun laut yang cukup kuat. Sebagai kerajaan yang
bercorak Islam, masyarakat Ternate dalam kehidupan sehari-harinya banyak menggunakan
hukum Islam . Hal itu dapat dilihat pada saat Sultan Hairun dari Ternate dengan De Mesquita
dari Portugis melakukan perdamaian dengan mengangkat sumpah dibawah kitab suci Al-Qur’an.
Hasil kebudayaan yang cukup menonjol dari kerajaan Ternate adalah keahlian masyarakatnya
membuat kapal, seperti kapal kora-kora. C. Kemunduran Kerajaan Ternate Kemunduran
Kerajaan Ternate disebabkan karena diadu domba dengan Kerajaan Tidore yang dilakukan oleh
bangsa asing ( Portugis dan Spanyol ) yang bertujuan untuk memonopoli daerah penghasil
rempah-rempah tersebut. Setelah Sultan Ternate dan Sultan Tidore sadar bahwa mereka telah

diadu domba oleh Portugis dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir
Portugis dan Spanyol ke luar Kepulauan Maluku. Namun kemenangan tersebut tidak bertahan
lama sebab VOC yang dibentuk Belanda untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di
Maluku berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata kerja yang teratur, rapi dan
terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat. KERAJAAN TIDORE A. Awal Perkembangan
Kerajaan Tidore Kerajaan tidore terletak di sebelah selatan Ternate. Menurut silsilah raja-raja
Ternate dan Tidore, Raja Ternate pertama adalah Muhammad Naqal yang naik tahta pada tahun
1081 M. Baru pada tahun 1471 M, agama Islam masuk di kerajaan Tidore yang dibawa oleh
Ciriliyah, Raja Tidore yang kesembilan. Ciriliyah atau Sultan Jamaluddin bersedia masuk Islam
berkat dakwah Syekh Mansur dari Arab. A. Aspek Kehidupan Politik dan Kebudayaan Raja
Tidore mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Nuku (1780-1805 M). Sultan
Nuku dapat menyatukan Ternate dan Tidore untuk bersama-sama melawan Belanda yang dibantu
Inggris. Belanda kalah serta terusir dari Tidore dan Ternate. Sementara itu, Inggris tidak
mendapat apa-apa kecuali hubungan dagang biasa. Sultan Nuku memang cerdik, berani, ulet, dan
waspada. Sejak saat itu, Tidore dan Ternate tidak diganggu, baik oleh Portugis, Spanyol, Belanda
maupun Inggris sehingga kemakmuran rakyatnya terus meningkat. Wilayah kekuasaan Tidore
cukup luas, meliputi Pulau Seram, Makean Halmahera, Pulau Raja Ampat, Kai, dan Papua.
Pengganti Sultan Nuku adalah adiknya, Zainal Abidin. Ia juga giat menentang Belanda yang
berniat menjajah kembali. B. Aspek Kehidupan Ekonomi dan Sosial Sebagai kerajaan yang
bercorak Islam, masyarakat Tidore dalam kehidupan sehari-harinya banyak menggunakan hukum
Islam . Hal itu dapat dilihat pada saat Sultan Nuku dari Tidore dengan De Mesquita dari Portugis
melakukan perdamaian dengan mengangkat sumpah dibawah kitab suci Al-Qur’an. Kerajaan
Tidore terkenal dengan rempah-rempahnya, seperti di daerah Maluku. Sebagai penghasil
rempah-rempah, kerajaan Tidore banyak didatangi oleh Bangsa-bangsa Eropa. Bangsa Eropa
yang datang ke Maluku, antara lain Portugis, Spanyol, dan Belanda. C. Kemunduran Kerajaan
Tidore Kemunduran Kerajaan Tidore disebabkan karena diadu domba dengan Kerajaan Ternate
yang dilakukan oleh bangsa asing ( Spanyol dan Portugis ) yang bertujuan untuk memonopoli
daerah penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah Sultan Tidore dan Sultan Ternate sadar bahwa
mereka telah diadu domba oleh Portugis dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil
mengusir Portugis dan Spanyol ke luar Kepulauan Maluku. Namun kemenangan tersebut tidak
bertahan lama sebab VOC yang dibentuk Belanda untuk menguasai perdagangan rempah-rempah
di Maluku berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata kerja yang teratur, rapi dan
terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.
Copy and WIN : http://bit.ly/copy_win

Sejarah Kerajaan Islam: Kerajaan Ternate
dan Tidore



Follow any responses to this article



Subscribe to entry RSS 2.0



Subscribe to entry RSS 0.92



Subscribe to responses RSS

Home › Sains

(Sejarah Kerajaan Islam: Kerajaan Ternate dan Tidore) – Ternate merupakan kerajaan Islam
di timur yang berdiri pada abad ke-13 dengan raja Zainal Abidin (1486-1500). Zainal Abidin
adalah murid dari Sunan Giri di Kerajaan Demak. Kerajaan Tidore berdiri di pulau lainnya
dengan Sultan Mansur sebagai raja.
Kerajaan yang terletak di Indonesia Timur menjadi incaran para pedagang karena Maluku kaya
akan rempah-rempah. Kerajaan Ternate cepat berkembang berkat hasil rempah-rempah terutama
cengkih.
Ternate dan Tidore hidup berdampingan secara damai. Namun, kedamaian itu tidak berlangsung
selamanya. Setelah Portugis dan Spanyol datang ke Maluku, kedua kerajaan berhasil diadu
domba. Akibatnya, antara kedua kerajaan tersebut terjadi persaingan. Portugis yang masuk
Maluku pada tahun 1512 menjadikan Ternate sebagai sekutunya dengan membangun benteng
Sao Paulo. Spanyol yang masuk Maluku pada tahun 1521 menjadikan Tidore sebagai sekutunya.
Dengan berkuasanya kedua bangsa Eropa itu di Tidore dan Ternate, terjadi pertikaian terusmenerus. Hal itu terjadi karena kedua bangsa itu sama-sama ingin memonopoli hasil bumi dari
kedua kerajaan tersebut. Di lain pihak, ternyata bangsa Eropa itu bukan hanya berdagang tetapi
juga berusaha menyebarkan ajaran agama mereka. Penyebaran agama ini mendapat tantangan
dari Raja Ternate, Sultan Khairun (1550-1570). Ketika diajak berunding oleh Belanda di benteng
Sao Paulo, Sultan Khairun dibunuh oleh Portugis.
Setelah sadar bahwa mereka diadu domba, hubungan kedua kerajaan membaik kembali. Sultan
Khairun kemudian digantikan oleh Sultan Baabullah (1570-1583). Pada masa pemerintahannya,
Portugis berhasil diusir dari Ternate. Keberhasilan itu tidak terlepas dari bantuan Sultan Tidore.
Sultan Khairun juga berhasil memperluas daerah kekuasaan Ternate sampai ke Filipina.

Sementara itu, Kerajaan Tidore mengalami kemajuan pada masa pemerintahan Sultan Nuku.
Sultan Nuku berhasil memperluas pengaruh Tidore sampai ke Halmahera, Seram, bahkan Kai di
selatan dan Misol di Irian.
Dengan masuknya Spanyol dan Portugis ke Maluku, kehidupan beragama dan bermasyarakat di
Maluku jadi beragam: ada Katolik, Protestan, dan Islam. Pengaruh Islam sangat terasa di Ternate
dan Tidore. Pengaruh Protestan sangat terasa di Maluku bagian tengah dan pengaruh Katolik
sangat terasa di sekitar Maluku bagian selatan.
Maluku adalah daerah penghasil rempah-rempah yang sangat terkenal bahkan sampai ke Eropa.
Itulah komoditi yang menarik orang-orang Eropa dan Asia datang ke Nusantara. Para pedagang
itu membawa barang-barangnya dan menukarkannya dengan rempah-rempah. Proses
perdagangan ini pada awalnya menguntungkan masyarakat setempat. Namun, dengan berlakunya
politik monopoli perdagangan, terjadi kemunduran di berbagai bidang, termasuk kesejahteraan
masyarakat.
Tags: Sejarah

Kerajaan TERNATE DAN TIDORE

LETAK
KERAJAAN
Secara
geografis
kerajaan ternate dan tidore terletak di
Kepulauan Maluku, antara sulawesi dan
irian jaya letak terletak tersebut sangat
strategis
dan
penting
dalam
dunia
perdagangan masa itu. Pada masa itu,
kepulauan maluku merupakan penghasil
rempah-rempah terbesar sehingga di juluki
sebagai “The Spicy Island”. Rempahrempah menjadi komoditas utama dalam
dunia perdagangan pada saat itu, sehingga
setiap pedagang maupun bangsa-bangsa
yang datang dan bertujuan ke sana,
melewati rute
perdagangan
tersebut
agama islam meluas ke maluku, seperti
Ambon, ternate, dan tidore. Keadaan
seperti ini, telah mempengaruhi aspekaspek kehidupan masyarakatnya, baik
dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan
budaya. A. KEHIDUPAN POLITIK Di
kepulauan maluku terdapat kerajaan kecil,
diantaranya kerajaan ternate sebagai
pemimpin Uli Lima yaitu persekutuan lima

bersaudara.
Uli
Siwa
yang
berarti
persekutuan sembilan bersaudara. Ketika
bangsa portugis masuk, portugis langsung
memihak dan membantu ternate, hal ini
dikarenakan portugis mengira ternate lebih
kuat. Begitu pula bangsa spanyol memihak
tidore akhirnya terjadilah peperangan
antara
dua
bangsa
kulit,
untuk
menyelesaikan, Paus turun tangan dan
menciptakan perjanjian saragosa. Dalam
perjanjian tersebut bangsa spanyol harus
meninggalkan maluku dan pindah ke
Filipina, sedangkan Portugis tetap berada di
maluku.
o

Sultan Hairun

Untuk dapat memperkuat kedudukannya,
portugis mendirikan sebuah benteng yang di
beri nama Benteng Santo Paulo. Namun
tindakan portugis semakin lama di benci oleh
rakyat dan para penjabat kerajaan ternate.
Oleh karena itu sultan hairun secara terangterangan menentang politik monopoli dari
bangsa portugis.


Sultan Baabullah

Sultan baabullah (Putra Sultan Hairun) bangkit
menentang portugis. Tahun 1575 M Portugis dapat
dikalahkan
dan
meninggalkan
benteng.
B.
KEHIDUPAN
EKONOMI
Tanah di Kepulauan maluku itu subur dan diliputi
hutan rimba yang banyak memberikan hasil
diantaranya cengkeh dan di kepulauan Banda
banyak menghasilkan pala. Pada abad ke 12 M
permintaan rempah-rempah meningkat, sehingga
cengkeh merupakan komoditi yang penting.
Pesatnya perkembangan perdagangan keluar dari
maluku mengakibatkan terbentuknya persekutuan.
Selain itu mata pencaharian perikanan turut
mendukung
perekonomian
masyarakat.
C.
KEHIDUPAN
SOSIAL
Kedatangan bangsa portugis di kepulauan Maluku
bertujuan untuk menjalin perdagangan dan
mendapatkan rempah-rempah. Bangsa Portugis
juga ingin mengembangkan agama katholik. Dalam
1534 M, agama Katholik telah mempunyai pijakan
yang kuat di Halmahera, Ternate, dan Ambon,
berkat
kegiatan
Fransiskus
Xaverius.
Seperti sudah diketahui, bahwa sebagian dari
daerah maluku terutama Ternate sebagai pusatnya,
sudah masuk agama islam. Oleh karena itu, tidak
jarang perbedaan agama ini dimanfaatkan oleh
orang-orang
Portugis
untuk
memancing

pertentangan antara para pemeluk agama itu. Dan
bila
pertentangan
sudah
terjadi
maka
pertentangan akan diperuncing lagi dengan
campur tangannya orang-orang Portugis dalam
bidang pemerintahan, sehingga seakan-akan
merekalah
yang
berkuasa.
Setelah masuknya kompeni Belanda di Maluku,
semua orang yang sudah memeluk agama Katholik
harus berganti agama menjadi Protestan. Hal ini
menimbulkan masalah-masalah sosial yang sangat
besar dalam kehidupan rakyat dan semakin
tertekannya
kehidupan
rakyat.
Keadaan ini menimbulkan amarah yang luar biasa
dari rakyat Maluku kepada kompeni Belanda. Di
Bawah pimpinan Sultan Ternate, perang umum
berkobar, namun perlawanan tersebut dapat
dipadamkan oleh kompeni Belanda. Kehidupan
rakyat Maluku pada zaman kompeni Belanda
sangat memprihatinkan sehingga muncul gerakan
menentang
Kompeni
Belanda.
D.
KEHIDUPAN
BUDAYA
Rakyat Maluku, yang didominasi oleh aktivitas
perekonomian tampaknya tidak begitu banyak
mempunyai kesempatan untuk menghasilkan
karya-karya dalam bentuk kebudayaan. Jenis-jenis
kebudayaan rakyat Maluku tidak begitu banyak kita
ketahui
sejak
dari
zaman
berkembangnya

kerajaan-kerajaan Islam seperti Ternate dan Tidore.
SALAM
RULIYADI
ARMAN
SUMBER (KERAJAAN TERNATA DAN TIDORE)
Diposkan oleh Ruliyadi Arman di 14.49 Tidak ada
komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi
TwitterBerbagi ke Facebook

ke

Sejarah Indonesia Dari Kutai sampai NKRI-1
I-Kerajaan Kutai
1. Sejarah
Sejarah mengenai kerajaan Kutai berikut
terbagi menjadi dua fase: (1), era Kutai
Martadipura, dan (2), era Kutai Kartanegara.
Berikut ini sekilas sejarahnya.
a. Kutai Martadipura
Berdasarkan data tektual tertua yang ditemukan,
Kutai merupakan kerajaan tertua di Indonesia.
Kerajaan ini diperkirakan muncul pada abad 5 M,
atau ± 400 M. Keberadaan kerajaan tersebut
diketahui
berdasarkan
prasasti
berbentuk
Yupa/tiang batu berjumlah 7 buah, yang ditemukan
di daerah Muara Kaman, Kabupaten Kutai
Kartanegara.

Prasasti Yupa yang menggunakan huruf Pallawa
dan bahasa Sansekerta tersebut menceritakan
tentang seorang raja bernama Mulawarman, yang
menjadi raja di Kerajaan Kutai Martadipura. Raja
Mulawarman adalah putra Raja Aswawarman, dan
cucu dari Maharaja Kudungga. Pengetahuan
mengenai keberadaan Kerajaan Kutai Martadipura
ini sangat minim. Selama ini, para arkeologi amat
bertumpu pada informasi tertulis yang terdapat
pada prasasti dan Salasilah Kutai. b. Kutai
Kartanegara
Ing
Martadipura
Secara umum, penelitian sejarah mengenai Kutai
amat kurang. Bahkan, situs purbakala tempat
ditemukannya peninggalan Kerajaan Kutai banyak
yang rusak akibat kegiatan penambangan. Periode
gelap sejarah Kutai ini sedikit terkuak pada abad
13 ke atas, seiring berdirinya Kerajaan Kutai
Kartanegara, dengan raja pertama Aji Batara
Agung Dewa Sakti (1300-1325). Pusat kerajan
berada di Tepian Batu atau Kutai Lama.
Dalam perkembangannya, Raja Kutai Kartanegara,
Aji Pangeran Sinum Panji Mendapa berhasil
menaklukkan Kerajaan Kutai Martadipura pada
abad
ke-16,
dan
menyatukannya
dengan
kerajaannya, Kutai Kartanegara. Selanjutnya,
gabungan dua kerajaan tersebut dinamakannya
Kutai
Kartanegara
Ing
Martadipura.

Pada abad ke-17, Islam mulai mulai masuk dan
diterima
dengan
baik
di
Kerajaan
Kutai
Kartanegara. Selanjutnya, Islam menjadi agama
resmi di kerajaan ini, dan gelar raja diganti dengan
sultan. Sultan yang pertama kali menggunakan
nama Islam adalah Sultan Aji Muhammad Idris
(1735-1778).
Di era pemerintahan Sultan Aji Muhammad Idris, ia
bersama pengikutnya berangkat ke daerah Wajo
untuk membantu Sultan Wajo Lamaddukelleng
yang juga menantunya itu, berperang melawan
VOC Belanda. Selama Sultan pergi, kerajaan
dipimpin oleh sebuah Dewan Perwalian. Pada tahun
1739, Sultan A.M. Idris gugur di medan laga.
Sepeninggal Sultan Idris, tahta kerajaan direbut
oleh Aji Kado, yang sebenarnya tidak berhak atas
tahta kerajaan. Dalam peristiwa perebutan tahta
ini, Putera Mahkota Aji Imbut yang masih kecil
terpaksa dilarikan ke Wajo, tanah kakeknya. Sejak
itu, Aji Kado secara resmi berkuasa di Kutai dengan
gelar
Sultan
Aji
Muhammad
Aliyeddin.
Setelah dewasa, Aji Imbut sebagai putera mahkota
yang sah dari Kesultanan Kutai Kartanegara
kembali ke tanah Kutai. Oleh kalangan Bugis dan
kerabat istana yang setia pada mendiang Sultan
Idris, Aji Imbut dinobatkan sebagai Sultan Kutai
Kartanegara dengan gelar Sultan Aji Muhammad

Muslihuddin. Penobatan Sultan Muslihuddin ini
dilaksanakan
di
Mangkujenang
(Samarinda
Seberang). Sejak itu, dimulailah perlawanan
terhadap
Aji
Kado.
Perlawanan
berlangsung
dengan
cara
mengembargo
Pemarangan,
ibukota
Kutai
Kartanegara. Dalam perlawanan ini, Aji Imbut
dibantu oleh para bajak laut dari Sulu. Pemarangan
mengalami kesulitan untuk menumpas blokade Aji
Imbut yang dibantu para bajak laut ini. kemudian
Aji Kado meminta bantuan VOC, namun tidak bisa
dipenuhi oleh Belanda. Akhirnya, Aji Imbut berhasil
merebut kembali tahta Kutai Kartanegara dan
menjadi raja dengan gelar Sultan Aji Muhammad
Muslihuddin. Sementara Aji Kado dihukum mati dan
dimakamkan
di
Pulau
Jembayan.
Setelah menjadi raja, Aji Imbut memindahkan
ibukota Kesultanan Kutai Kartanegara ke Tepian
Pandan pada tanggal 28 September 1782.
Perpindahan ini dilakukan untuk menghapus
kenangan pahit masa pemerintahan Aji Kado, dan
juga, Pemarangan (ibukota sebelumnya) dianggap
telah kehilangan tuahnya. Karena raja berpindah
ke Tepian Pandan, maka nama Tepian Pandan
kemudian diubah menjadi Tangga Arung yang
berarti Rumah Raja. Lambat laun, Tangga Arung
disebut orang dengan Tenggarong. Nama tersebut

tetap bertahan hingga saat ini. Pada tahun 1883,
Aji Imbut mangkat dan digantikan oleh Sultan Aji
Muhammad Salehuddin. c. Era Kolonial Eropa
Hubungan
dengan
Eropa
diawali
dengan
datangnya dua buah kapal dagang Inggris
pimpinan James Erskine Murray pada tahun 1844.
Inggris datang untuk meminta tanah tempat
mereka mendirikan pos dagang. Inggris juga
menuntut hak eksklusif untuk menjalankan kapal
uap di perairan Mahakam. Permintaan Inggris
ditolak Sultan A.M. Salehuddin. Selanjutnya, Sultan
hanya mengizinkan Murray berdagang di wilayah
Samarinda saja. Murray tidak puas dengan
keputusan Sultan ini. Karena itu, Murray kemudian
melepaskan tembakan meriam ke arah istana.
Pasukan kerajaan Kutai melakukan perlawanan
hingga mereka berhasil mengalahkan Inggris.
Pasukan Inggris melarikan diri, sementara Murray
sendiri tewas dalam pertempuran tersebut.
Insiden pertempuran di Tenggarong ini sampai ke
pihak
Inggris.
Sebenarnya
Inggris
hendak
melakukan serangan balasan terhadap Kutai,
namun ditanggapi oleh pihak Belanda, bahwa Kutai
adalah salah satu bagian wilayah Hindia Belanda.
Oleh
karena
itu,
masalah
ini
menjadi
tanggungjawab Belanda. Sebagai tindak lanjut,
Belanda kemudian mengirimkan armadanya untuk

menyerang
Kutai.
Dalam
pertempuran
mempertahankan Tenggarong, Panglima Kutai
Awang Lor gugur di medan pertempuran.
Sementara Sultan A.M. Salehuddin diungsikan ke
Kota Bangun. Sejak saat itu, Kutai takluk di bawah
kekuasaan
Belanda.
Sebagai tindak lanjut, tanggal 11 Oktober 1844,
Sultan A.M. Salehuddin harus menandatangani
perjanjian dengan Belanda, yang berisi pengakuan
dan ketundukan pada Belanda. Perwakilan Belanda
berkedudukan di Banjarmasin. Pada tahun 1863,
kerajaan Kutai Kartanegara kembali mengadakan
perjanjian dengan Belanda. Dalam perjanjian itu
disepakati bahwa, Kerajaan Kutai Kartanegara
menjadi bagian dari Pemerintahan Hindia Belanda.
Tahun 1888, pertambangan batubara pertama di
Kutai dibuka di Batu Panggal oleh insinyur tambang
asal Belanda, J.H. Menten. Menten juga meletakkan
dasar bagi eksploitasi minyak pertama di wilayah
Kutai. Royalti atas pengeksloitasian sumber daya
alam di Kutai diberikan kepada Sultan Sulaiman.
Ketika Jepang menduduki wilayah Kutai pada tahun
1942, Sultan Kutai kembali harus tunduk pada
Tenno Heika, Kaisar Jepang. Ketika itu, Jepang
memberi Sultan gelar kehormatan Koo dengan
nama
kerajaan
Kooti.
Ketika Indonesia merdeka pada tahun 1945.

Kesultanan Kutai Kartanegara dengan status
Daerah
Swapraja,
masuk
dalam
Federasi
Kalimantan
Timur
bersama-sama
daerah
kesultanan lainnya, seperti Bulungan, Sambaliung,
Gunung Tabur dan Pasir. Kemudian dibentuk pula
Dewan Kesultanan. Pada 27 Desember 1949, Kutai
masuk dalam Republik Indonesia Serikat. 2.
Silsilah
Hingga saat ini, para arkeolog belum mengetahui
secara lengkap silsilah para raja di era Kutai
Martadipura. Tapi diyakini bahwa, pendiri keluarga
atau dinasti kerajaan ini adalah Aswawarman.
Dalam prasasti Yupa juga dijelaskan bahwa,
Aswawarman
disebut
sebagai
Dewa
Ansuman/Dewa
Matahari
dan
dipandang
sebagai Wangsakerta, atau pendiri keluarga raja.
Ini menunjukkan bahwa, Asmawarman sudah
menganut agama Hindu dan dipandang sebagai
pendiri keluarga atau dinasti dalam Agama Hindu.
Sebelum Aswawarman, yang berkuasa di Kutai
Martadipura
adalah
Maharaja
Kudungga.
Berbeda dengan Kutai Martadipura, silsilah para
raja di era Kutai Kartanegara yang berdiri di abad
ke-13 bisa dilacak secara lengkap. Berikut urutan
raja-raja yang berkuasa hingga sa at ini.
1.

Aji Batara Agung Dewa Sakti (1300-1325)

2.

Aji Batara Agung Paduka Nira (1325-1360)

3.

Aji Maharaja Sultan (1360-1420)

4.

Aji Raja Mandarsyah (1420-1475)

5.

Aji Pangeran Tumenggung Bayabaya (14751545)

6.

Aji Raja Mahkota Mulia Alam (1545-1610)

7.

Aji Dilanggar (1610-1635)

8.

9.

10.

Aji Pangeran Sinum
Martapura (1635-1650)
Aji Pangeran
(1650-1665)

Dipati

Panji
Agung

Mendapa
ing

Martapura

Aji Pangeran Dipati Maja Kusuma ing Martapura
(1665-1686)

11.

Aji Ragi gelar Ratu Agung (1686-1700)

12.

Aji Pangeran Dipati Tua (1700-1730)

13.

ing

Aji Pangeran Anum
Martapura (1730-1732)

Panji

Mendapa

14.

Aji Muhammad Idris (1732-1778)

15.

Aji Muhammad Aliyeddin (1778-1780)

16.

Aji Muhammad Muslihuddin (1780-1816)

ing

17.

Aji Muhammad Salehuddin (1816-1845)

18.

Aji Muhammad Sulaiman (1850-1899)

19.

Aji Muhammad Alimuddin (1899-1910)

20.

Aji Muhammad Parikesit (1920-1960)

21.

H. Aji Muhammad Salehuddin II (1999-kini)

3.
Periode
Pemerintahan
Jika dirunut, masa pemerintahan Kutai Martadipura
berlangsung sejak masa Kudungga pada abad ke-5
hingga digabungnya kerajaan ini pada abad ke-13
ke dalam Kerajaan Kutai Kartanegara akibat kalah
perang. Sementara Kerajaan Kutai Kartanegara
berlangsung sejak abad ke-13 hingga saat ini. 4.
Wilayah
Kekuasaan
Wilayah kekuasaan Kutai Martadipura mencakup
wilayah Kalimantan Timur saat ini, terutama
daerah aliran Sungai Mahakam. Sementara wilayah
kekuasaan Kutai Ing Martadipura, mencakup
wilayah yang sekarang menjadi Kabupaten Kutai
Kartanegara, Kutai Barat, Kutai Timur, Bontang ,
Samarinda
dan
Balikpapan.
5.
Struktur
Pemerintahan
Belum didapat data arkeologis yang lengkap
mengenai sistem dan struktur pemerintahan di
Kerajaan Kutai. Dari data arkeologis yang

menunjukkan pengaruh Hindu di Kerajaan ini,
maka bisa disimpulkan bahwa Kerajaan ini dipimpin
oleh seorang raja. Namun, tidak bisa dilacak lebih
lanjut, bagaimana struktur pemerintahan yang
lebih rendah. 6. Kehidupan Sosial-Budaya
Sejarah Kerajaan Kutai Martadipura merupakan
periode yang masih gelap. Sedikit sekali bukti-bukti
arkeologis yang ditemukan untuk mngugnkap
sejarah tersebut. Selama ini, bukti tersebut terlalu
bersadnar pada penemuan 7 prasasti Yupa,
ditambah naskah Salasilah Kutai. Namun, dari data
yang masih sangat minim tersebut, bisa diungkap
sedikit tentang kehidupan sosial budaya di masa
lalu.
a.
Kehidupan
Sosial
Dalam kehidupan sosial terjalin hubungan yang
harmonis antara Raja Mulawarman dengan kaum
Brahmana. Dalam prasasti Yupa dijelaskan
bagaimana
Raja
Mulawarman
memberi
persembahan emas yang sangat banyak, dan juga
sedekah 20.000 ekor sapi kepada kaum
Brahmana di dalam tanah yang suci bernama
Waprakeswara. Waprakeswara adalah tempat suci
untuk memuja dewa Syiwa. Di pulau Jawa, tanah
suci
ini
disebut
Baprakewara.
Tidak diketahui secara pasti asal emas dan sapi
tersebut diperoleh. Apabila emas dan sapi tersebut
didatangkan dari tempat lain, maka, bisa

disimpulkan bahwa kerajaan Kutai telah melakukan
kegiatan dagang. b. Kehidupan Budaya

Dalam kehidupan budaya dapat dikatakan kerajaan
Kutai sudah cukup maju. Hal ini bisa dilihat dari
prosesi penghinduan (pemberkatan memeluk
agama Hindu), atau disebut juga upacara
Vratyastoma
yang
telah
dilakukan
di
kerajaan ini. Upacara Vratyastoma dilaksanakan
pertama
kalinya
di
era
pemerintahan
Aswawarman. Pemimpin upacara Vratyastoma,
menurut
para
ahli
adalah
para
pendeta
(Brahmana) dari India. Tetapi pada masa
Mulawarman,
kemungkinan
sekali
upacara
penghinduan tersebut dipimpin oleh pendeta/kaum
Brahmana pribumi. Keberadaan kaum Brahmana
dari penduduk pribumi menunjukkan mereka telah
memiliki kemampuan intelektual yang cukup
tinggi,
sebab
untuk
menjadi
Brahmana
mensyaratkan penguasaan bahasa Sanskerta.
Selain itu, dari berbagai benda purbakala yang

berhasil
ditemukan
di
Kalimantan
Timur,
menunjukkan di kawasan tersebut telah eksis
suatu komunitas budaya dengan peradaban yang
cukup tinggi. Bahkan ada yang memperkirakan
eksistensi komunitas budaya ini telah ada sejak
ribuan tahun yang lalu, di masa pra sejarah. Di
antara temuan yang sangat menarik adalah goagoa di Kalimantan Timu, di kawasan Gunung
Marang, sekitar 400 kilometer utara Balikpapan.
Dalam goa tersebut, juga ditemukan pecahanpecahan perkakas tembikar dan sejumlah makam.
Goa yang berfungsi sebagai tempat tinggal ini juga
dilengkapi dengan hiasan-hiasan atau lukisan
purbakala pada dindingnya. Temuan ini diduga
berasal dari zaman prasejarah yang telah berusia
10.000 tahun. Ini menunjukkan kawasan ini telah
cukup maju. Dalam penggalian lain di situs sejarah
Kerajaan Kutai, juga ditemukan berbagai artefak,
seperti reruntuhan candi berupa peripih, manikmanik, gerabah, patung perunggu dan keramik
yang
sangat
indah.
SALAM
RULIYADI
ARMAN
SUMBER (PARDEDE JABI-JABI)
Diposkan oleh Ruliyadi Arman di 14.32 Tidak ada
komentar:

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi
TwitterBerbagi ke Facebook

ke

Kerajaan Hindu-Budha di Indonesia
1.
Kerajaan
Hindu-Budha
di
Indonesia
Untuk bahasan kali ini, saya akan membahas
mengenai kerajaan Hindu-Budha yang ada di
Indonesia.
Pertama
saya
akan
membahas
kerajaan
Kutai,
yaitu
kerajaan
Hindu
pertama di Indonesia yang tercatat dalam
sejarah.
Kerjaan
Kutai......
Kerajaan kutai berada di hulu sungai
Mahakam, yaitu di daerah kalimantan timur.
Menurut sejarah, kerajaan Kutai didirikan
oleh rajanya yang pertama, yaitu Kudungga,
yang kemudian di teruskan oleh putra
putranya, yaitu Raja Asmawarman, dan Raja
Mulawarman.
Sumber mengenai keberadaan kerajaan kutai
berdasarkan dari tujuh buah tiang batu yang
biasa di sebut yupa. Di dalam yupa ini
sendiri
terdapat
aksara
aksara
yang
menggunakan
huruf
pallawa
dan
bahasa
sansekerta.
Sejak
adanya
pengaruh
Hindu(hindia) di kalimantan timur, terjadi

perubahan dalam tata pemerintahan, yaitu
dari
sitem
kepala
suu
menjadi
sitem
pemerintahan kerajaan dengan seorang raja
sebagai
kepala
pemerintahan.
Berdasarkan isi prasasti prasasti kutai,
dapat diketahui bahwa pada abad ke-4 M
masyarakat di daerah kutai telah benyak
menerima
pengaruh
hindu.
Sementara
kehiduupan perekonomian masyrakat kutai
tidak banyak yang di ketahui dari prasasti
prasasti kutai. Namun melihat letaknya,
kutai sangat strategis, terletak pada jalur
aktivitas pelayaran dan perdagangan antara
dunia
barat
dan
dunia
timur.
Sedangkan kebudayaan masyarakat kutai adalh
yupa. Yupa merupakan sebuah tugu batu untuk
mengikat kurban yang dipersembahkan. Namun,
sebenarnya tugu batu itu merupakan warisan
nenek moyang bangsa Indonesia dari jaman
Megalithikum,
yaitu
kebudayaan
menhir.
Selain itu juga ada kebiasaan unik kerajaan
Kutai
pada
saat
pemerintahan
Raja
Asmawarman, yaitu upacara perluasan wilayah
dengan cara melepas kuda, atau yang biasa
di
sebut
Asmaweda.
Masyrakat kutai memeluk agam siwa, hal ini

didukung
oleh
beberap
faktor
berikut:
1. Besarnya pengaruh kerajaan pallawa yang
beragama
siwa
menyebabkan
agama
siwa
terkenal
di
Kutai.
2. Pentingnya peranan para brahmana di
Kutai menunjukan besarnya pengaruh brahmana
dalam agama siwa terutama mengenai upacara
korban.
Sekian dari saya mengenai kerajaan hindu
pertama di Indonesia, di posting berikutnya
saya
akan
membahas
mengenai
kerajaan
Tarumanegara.
SALAM
RULIYADI
ARMAN SUMBER
(MERDEKA
INDONESIAKU)
Diposkan oleh Ruliyadi Arman di 14.20 Tidak ada
komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi
TwitterBerbagi ke Facebook

ke

SEJARAH SINGKAT KABUPATEN BANGGAI
Tepatnya pada tanggal 3 November 1999 Gubernur
Sulawesi Tengah (Brigjen Purn. H.B. Palidju) atas nama
Menteri Dalam Negeri meresmikan berdirinya Kabupaten
Banggai Kepulauan yang sebelumnya masih bernaung
bergabung
dalam Kabupaten
Banggai.
Kabupaten
Banggai Kepulauan menjadi satu kabupaten otonom
berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1999

tentang Pembentukan Kabupaten Buol, Kabupaten
Morowali dan Kabupaten Banggai Kepulauan.
Secara historis wilayah Kabupaten Banggai dan Banggai
Kepulauan mulanya adalah bagian dari Kerajaan Banggai
yang sudah dikenal sejak abad 13 Masehi sebagaimana
termuat dalam buku Negara Kertagama yang ditulis oleh
Pujangga Besar Empu Prapanca pada tahun Saka 1478
atau 1365 Masehi. Kerajaan Banggai, awalnya hanya
meliputi wilayah Banggai Kepulauan, namun kemudian
oleh Adi Cokro yang bergelar Mumbu Doi Jawa disatukan
dengan Wilayah Banggai Darat. Adik Cokro yang
merupakan panglima perang dari Kerajaan Ternate yang
menikah dengan seorang Putri Portugis kemudian
melahirkan putra bernama Mandapar. Mandapar inilah
yang dikenal sebagai Raja Banggai Pertama yang dilantik
pada tahun 1600 oleh Sultan Said Berkad Syam dari
Kerajaan Ternate. Raja Mandapar yang bergelar Mumbu
Doi Godong ini memimpin Banggai sampai tahun 1625
Adapun sisa peninggalan Kerajaan Banggai yang
dibangun pada abad ke XVI yang masih dapat ditemui
hingga saat ini yaitu Keraton Kerajaan Banggai yang ada
di Kota Banggai. Pada masa pemerintahan Raja Syukuran
Amir, ibukota Kerajaan Banggai yang semula berada di
Banggai Kepulauan dipindahkan ke Banggai Darat
(Luwuk). Untuk penyelenggaraan pemerintahan diwilayah

Banggai Laut ditempatkan pejabat yang disebut Bun
Kaken sedang untuk Banggai Darat disebut Ken Kariken.
Wilayah Banggai Darat dan Banggai Laut kemudian
be