Perkembangan Pendidikan Zaman Reformasi Reformasi

BIODATA

NAMA

: NINDI SAFITRI MAMONTO

ALAMAT

: BOLAANG MONGODOW TIMUR (BOLTIM)

FAKULTAS : TARBIYAH
JURUSAN

: PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

NIM

: 15.2.3.076

Perkembangan Pendidikan Zaman
Reformasi


BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pendidikan sebagai suatu proses berkesinambungan yang ada sejak manusia itu ada,
memiliki suatu perkembangan yang dinamis sesuai dengan jiwa zaman (zeitgist) dalam suatu
masa tertentu. Pendidikan mengikuti pola kehidupan masyarakat dan sistem kebudayaan yang
melatarbelakanginya. Sehingga tidak jarang peralihan atau pergantian dari suatu sistem
kekuasaan akan mengakibatkan pula perubahan substansi dalam bidang pendidikan. Dari
zaman prasejarah, zaman kuno, zaman pertengahan sampai pada zaman modern pendidikan
mengalami suatu perubahan secara dinamissamapai pada rezim orde baru dibawah kekuasaan
Suharto.
Setelah Rezim orde baru mengalami keruntuhan pada tahun 1998 maka dimulaialah
suatu zaman perubahan (Reformasi) yang tentu saja ikut merubah tatanan sistem pendidikan
di Indonesia. Ketidakteraturan politik, ekonomi, sosial dan budaya Indonesia pada saat itu
hingga sekarang mengalami perubahan – perubahan secara signifikan. Seiring dengan hal
tersebut, pendidikan juga tidak terlepas dari dampak perubahan politik. Untuk mengkaji dan
mengidentifikasi permasalahan tersebut, maka kami mencoba memaparkan hasil tinjauan
pustaka mengenai perkembangan pendidikan pada jaman reformasi hingga sekarang.1


B. RUMUSAN MASALAH
1.

Bagaimana Lahirnya Zaman Reformasi?

2.

Bagaimana Sistem Pendidikan Zaman Reformasi?

3.

Bagaimana Perkembangan Pendidikan Zaman Reformasi?

1 Ricklefs, M. C. 2001. Sejarah Indonesia Modern: 1200-2004. (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta) h.56

BAB II
PEMBAHASAN

A. LAHIRNYA ZAMAN REFORMASI
1. Latar Belakang Reformasi

Reformasi merupakan suatu gerakan yang menghendaki adanya perubahan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ke arah yang lebih baik secara konstitusional. Artinya,
adanya perubahan kehidupan dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, dan budaya yang
lebih baik, demokratis berdasarkan prinsip kebebasan, persamaan, dan persaudaraan.2
Gerakan reformasi lahir sebagai jawaban atas krisis yang melanda berbagai segi kehidupan.
Krisis politik, ekonomi, hukum, dan krisis sosial merupakan faktor-faktor yang mendorong
lahirnya gerakan reformasi.3 Bahkan, krisis kepercayaan telah menjadi salah satu indikator yang
menentukan. Artinya, reformasi dipandang sebagai gerakan yang tidak boleh ditawar-tawar lagi
dan karena itu, hampir seluruh rakyat Indonesia mendukung sepenuhnya gerakan tersebut.
Reformasi merupakan suatu perubahan kehidupan lama dengan tatanan perikehidupan baru
yang secara hukum menuju ke arah perbaikan. Gerakan reformasi yang terjadi di Indonesia pada
tahun 1998 merupakan suatu gerakan untuk mengadakan pembaharuan dan perubahan terutama
perbaikan dalam bidang politik, sosial, ekonomi, hukum, dan pendidikan.
Persoalan pokok yang mendorong atau menyebabkan lahirnya gerakan reformasi adalah
kesulitan warga masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok. Harga-harga sembilan bahan
pokok (sembako), seperti beras, terigu, minyak goreng, minyak tanah, gula, susu, telur, ikan
kering, dan garam mengalami kenaikan yang tinggi. Bahkan, warga masyarakat harus mengalami
kenaikan yang tinggi. Bahkan, warga masyarakat harus antri untuk membeli sembako itu.
Sementara, situasi politik dan kondisi ekonomi Indonesia semakin tidak menentu dan tidak
terkendali. Harapan masyarakat akan perbaikan politik dan ekonomi semakin jauh dari

kenyataan. Keadaan itu menyebabkan masyarakat Indonesia semakin kritis dan tidak percaya
terhadap pemerintahan Orde Baru.

2 http://id.wikipedia.org/wiki/ (diakses pada tanggal 11 Desember 2017)
3 Surya negara, Ahmad Mansyur, Menemukan Sejarah, Cet IV (Bandung; Mizan. 1998), h. 90

Dengan semangat reformasi, rakyat Indonesia menghendaki adanya pergantian
kepemimpinan nasional sebagai langkah awal. Pergantian kepemimpinan nasional diharapkan
dapat memperbaiki kehidupan politik, ekonomi, hukum, sosial, dan budaya.4 Semua itu
merupakan jalan menuju terwujudnya kehidupan yang aman, tenteram, dan damai. Rakyat tidak
mempermasalahkan siapa yang akan pemimpin nasional, yang penting kehidupan yang adil
dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan dapat segera terwujud (cukup pangan, sandang,
dan papan). Namun demikian, rakyat Indonesia mengharapkan agar orang yang terpilih menjadi
pemimpin nasional adalah orang yang peduli terhadap kesulitan masyarakat kecil dan krisis
sosial.
2. Faktor Lahirnya Era Reformasi
Pemerintahan Orde Baru dinilai tidak mampu menciptakan kehidupan masyarakat yang
adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Oleh karena itu, tujuan lahirnya gerakan reformasi adalah untuk memperbaiki tatanan
perikehidupan bermasyarakat berbangsa, dan bernegara.

Kesulitan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok merupa-kan faktor atau penyebab
utama lahirnya gerakan reformasi. Namun, persoalan itu tidak muncul secara tiba-tiba. Banyak
faktor yang mem-pengaruhinya, terutama ketidakadilan dalam kehidupan politik, ekonomi, dan
hukum. Pemerintahan baru yang dipimpin Presiden Suharto selama 32 tahun, ternyata tidak
konsisten dan konsekuen dalam melaksanakan cita-cita orde baru.5 Pada awal kelahirannya tahun
1966, orde baru bertekad untuk menata kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.6
Namun

dalam

pelaksanaannya,

pemerintahan

Orde

Baru

banyak


melakukan

penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam UUD
1945 yang sangat merugikan rakyat kecil. Bahkan, Pancasila dan UUD 1945 hanya dijadikan
legitimasi untuk mempertahankan kekuasaan. Penyimpangan-penyimpangan itu melahirkan

4 Surya negara, Ahmad Mansyur, Menemukan Sejarah, Cet IV (Bandung; Mizan. 1998), h. 91
5 Edward, Aspinall. Titik Tolak Reformasi Hari-hari Berakhirnya Presiden Soeharto (Yogyakarta: LKIS.
2000), h.333
6 Ahmad Mansyur Suryanegara, API Sejarah 2 (Bandung: PT. Salamadani Pustaka Semesta, 2002),h. 250

krisis multidimensional yang menjadi penyebab umum lahirnya gerakan reformasi, seperti
berikut ini:7
a. Krisis Politik
Krisis politik yang terjadi pada tahun 1998 merupakan puncak dari berbagai kebijakan
politik pemerintahan Orde Baru. Berbagai kebijakan politik yang dikeluarkan
pemerintahan Orde Baru selalu dengan alasan dalam kerangka pelaksanaan demokrasi
Pancasila. Namun yang sebenarnya terjadi adalah dalam rangka mempertahankan
kekuasaan Presiden Suharto dan kroni-kroninya. Artinya, demokrasi yang dilaksanakan

pemerintahan Orde Baru bukan demokrasi yang semestinya, melainkan demokrasi
rekayasa. Dengan demikian, yang terjadi bukan demokrasi yang berarti dari, oleh, dan
untuk rakyat, melainkan demokrasi yang berarti dari, oleh, dan untuk penguasa. Pada masa
Orde Baru, kehidupan politik sangat represif, yaitu adanya tekanan yang kuat dari

pemerintah terhadap pihak oposisi atau orang-orang yang berpikir kritis. Ciri-ciri
kehidupan politik yang represif, di antaranya:
 Setiap orang atau kelompok yang mengkritik kebijakan pemerintah dituduh sebagai
tindakan subversif (menentang Negara Kesatuan Republik Indonesia).
 Pelaksanaan Lima Paket UU Politik yang melahirkan demokrasi semu atau demokrasi
rekayasa. Terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang merajalela dan
masyarakat tidak memiliki kebebasan untuk mengontrolnya. Pelaksanaan Dwi Fungsi
ABRI yang memasung kebebasan setiap warga negara (sipil) untuk ikut berpartisipasi
dalam pemerintahan.
 Terciptanya masa kekuasaan presiden yang tak terbatas. Meskipun Suharto dipilih
menjadi presiden melalui Sidang Umum MPR, tetapi pemilihan itu merupakan hasil
rekayasa dan tidak demokratis.
b. Krisis Hukum

7 M. C. Riclefs. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta. 2001),h. 471


Rekayasa-rekayasa yang dibangun pemerintahan Orde Baru tidak terbatas pada bidang
politik. Dalam bidang hukumpun, pemerintah melakukan intervensi. Artinya, kekuasaan
peradilan harus dilaksanakan untuk melayani kepentingan para penguasa dan bukan untuk
melayani masyarakat dengan penuh keadilan. Bahkan, hukum sering dijadikan alat
pembenaran para penguasa. Kenyataan itu bertentangan dengan ketentuan pasal 24 UUD
1945 yang menyatakan bahwa kehakiman memiliki kekuasaan yang merdeka dan terlepas
dari kekuasaan pemerintah(eksekutif).
c. Krisis Ekonomi
Krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara sejak Juli 1996 mempengaruhi
perkembangan perekonomian Indonesia. Ternyata, ekonomi Indonesia tidak mampu
menghadapi krisis global yang melanda dunia. Krisis ekonomi Indonesia diawali dengan
melemahnya nilai tukar
rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Pada tanggal 1 Agustus 1997, nilai tukar rupiah
turun dari Rp 2,575.00 menjadi Rp 2,603.00 per dollar Amerika Serikat. Pada bulan
Desember 1997, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat turun menjadi Rp
5,000.00 per dollar. Bahkan, pada bulan Maret 1998, nilai tukar rupiah terus melemah dan
mencapai titik terendah, yaitu Rp 14,000.00 per dollar Krisis ekonomi yang melanda
Indonesia tidak dapat dipisahkan dari berbagai kondisi.
d. Krisis Sosial

Krisis politik, hukum, dan ekonomi merupakan penyebab terjadinya krisis sosial.
Pelaksanaan politik yang represif dan tidak demokratis menyebabkan terjadinya konflik
politik maupun konflik antar etnis dan agama. Semua itu berakhir pada meletusnya
berbagai kerusuhan di beberapa daerah. Ketimpangan perekonomian Indonesia
memberikan sumbangan terbesar terhadap krisis sosial. Pengangguran, persediaan
sembako yang terbatas, tingginya harga-harga sembako, rendahnya daya beli masyarakat
merupakan faktor-faktor yang rentan terhadap krisis sosial.
e. Krisis Kepercayaan
Krisis multidimensional yang melanda bangsa Indonesia telah mengurangi kepercayaan
masyarakat terhadap kepemimpinan Presiden Suharto. Ketidakmampuan pemerintah
dalam membangun kehidupan politik yang demokratis, menegakkan pelaksanaan hukum

dan sistem peradilan, dan pelaksanaan pembangunan ekonomi yang berpihak kepada
rakyat banyak telah melahirkan krisis kepercayaan.

B. SISTEM PENDIDIKAN ZAMAN REFORMASI
Reformasi pendidikan merupakan hukum alam yang akan mencari jejaknya sendiri,
khususnya memasuki masa millennium ketiga yang mengglobal dan sangat ketat dengan
persaingan. Agar kita tidak mengalami keterkejutan budaya dan merasa asing dengan dunia kita
sendiri, refleksi pendidikan ini setidaknya merupakan sebuah potret diri agar dikemudian hari kita

tidak lupa dengan wajah diri kita sendiri (Suyanto&Hisyam, 2000: 2).Perubahan yang sangat
menonjol pada era reformasi adalah UU No. 22/1999 tentang pemerintahan daerah. Lebih lanjut,
tantangan yang berkaitandenganregulasiadalahkondisi UU No. 2/1989 tentang system pendidikan
nasional (UU SPN) yang menganut manajemen pendidikan sentralistis/k dan masih lebih menitik
beratkan penyelenggaraan pendidikan pada pemerintah, yang tidak lagi sesuai dengan prinsip
otonomi daerah.
Dari segi kualifikasi tenaga guru di Indonesia masih jauh dari harapan. Hal ini ditunjukkan
oleh statistic sebagai berikut: dari jumlah guru SD sebanyak 1.141.161 orang, 53% diantaranya
berkualifikasi D-II atau statusnya lebih rendah. Dari jumlah guru SLTP sebanyak 441.174 orang,
36% berkualifikasi D-II atau lebih rendah, 24,9% berijasah D-III kemudian dari 346.783 orang
guru sekolah menengah, sebanyak 32% masih berkualifikasi D-III atau lebih rendah statusnya.
Sementara itu pengangkatan tenaga pendidik yang baru setiap tahunhanya dipenuhi 25% dari
usulan kebutuhan akan tenaga pendidik (Soearni, 2003: 396 – 397).
Implikasi dari situasi bangsa Indonesia seperti itu adalah dalam waktu kurang dari satu
dasawarsa ini sering terjadi pergantian cabinet sesuai dengan presiden yang berkuasa.Hal ini tentu
saja membawa dampak di Indonesia.Pergantiankabinet, secara tidak langsung terhadap system
pendidikan termasuk menteri pendidikan nasional dapat berdampak seringnya terjadi pergantian
kurikulum pendidikan yang diterapkan di seluruh Indonesia.8

8 Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2003.

Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Reformasi pendidikan merupakan hukum alam yang akan mencari jejaknya sendiri,
khususnya memasuki masa milenium ketiga yang mengglobal dan sangat ketat dengan
persaingan. Agar kita tidak mengalami keterkejutan budaya dan merasa asing dengan dunia kita
sendiri, refleksi pendidikan ini setidaknya merupakan sebuah potret diri agar dikemudian hari kita
tidak lupa dengan wajah diri kita sendiri (Suyanto & Hisyam, 2000: 2). Perubahan yang sangat
menonjol pada era reformasi adalah dilaksanakannya otonomi daerah sebagai implementasi dari
UU No. 22/1999 tentang pemerintahan daerah. Lebih lanjut, tantangan yang berkaitan dengan
regulasi adalah kondisi UU No. 2/1989 tentang sistem pendidikan nasional (UU SPN) yang
menganut

manajemen

pendidikan

sentralistis/k

dan

masih

lebih

menitikberatkan

penyelenggaraan pendidikan pada pemerintah, yang tidak lagi sesuai dengan prinsip otonomi
daerah.
Dari segi kualifikasi tenaga guru di Indonesia masih jauh dari harapan. Hal ini ditunjukkan
oleh statistik sebagai berikut: dari jumlah guru SD sebanyak 1.141.161 orang, 53% diantaranya
berkualifikasi D-II atau statusnya lebih rendah. Dari jumlah guru SLTP sebanyak 441.174 orang,
36% berkualifikasi D-II atau lebih rendah, 24,9% berijasah D-III kemudian dari 346.783 orang
guru sekolah menengah, sebanyak 32% masih berkualifikasi D-III atau lebih rendah statusnya.
Sementara itu pengangkatan tenaga pendidik yang baru setiap tahun hanya dipenuhi 25% dari
usulan kebutuhan akan tenaga pendidik (Soearni, 2003: 396 – 397).
Implikasi dari situasi bangsa Indonesia seperti itu adalah dalam waktu kurang dari satu
dasawarsa ini sering terjadi pergantian kabinet sesuai dengan presiden yang berkuasa. Hal ini
tentu saja membawa dampak secara tidak langsung terhadap sistem pendidikan di Indonesia.
Pergantian kabinet, termasuk menteri pendidikan nasional dapat berdampak seringnya terjadi
pergantian kurikulum pendidikan yang diterapkan di seluruh Indonesia.9

C. PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ZAMAN REFORMASI
Era reformasi telah memberikan ruang yang cukup besar bagi perumusan kebijakankebijakan pendidikan baru yang bersifat reformatif dan revolusioner. Bentuk kurikulum menjadi
berbasis kompetensi. Begitu pula bentuk pelaksanaan pendidikan berubah dari sentralistik (orde
9 Eddy Soearni. 2003. Pengembangan Tenaga Kependidikan pada Awal Era Reformasi (1998- 2001) dalam
“Guru di Indonesia, Pendidikan, Pelatihan dan Perjuangan Sejak Jaman Kolonial Hingga Era Reformasi”.( Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional RI, Dirjen Dikdasmen, Direktorat Tenaga Kependidikan.) h. 58

lama) menjadi desentralistik. Pada masa ini pemerintah menjalankan amanat UUD 1945 dengan
memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan
belanja negara. “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh
persen (20%) dari anggaran pendapatan dan belanja negara, serta dari anggaran pendapatan dan
belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Dengan didasarkan oleh UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, yang
diperkuat dengan UU No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah, maka
pendidikan digiring pada pengembangan lokalitas, di mana keberagaman sangat diperhatikan.
Masyarakat dapat berperan aktif dalam pelaksanaan satuan pendidikan.
Pendidikan di era reformasi 1999 mengubah wajah system pendidikan Indonesia melalui
UU No 22 tahun 1999, dengan ini pendidikan menjadi sector pembangunan yang
didesentralisasikan. Pemerintah memperkenalkan model “Manajemen Berbasis Sekolah”.
Sementara untuk mengimbangi kebutuhan akan sumber daya manusia yang berkualitas, maka
dibuat sistem “Kurikulum Berbasis Kompetensi”.
Memasuki tahun 2003 pemerintah membuat UU No.20 tahun 2003 tentang system
pendidikan nasional menggantikan UU No 2 tahun 1989. dan sejak saat itu pendidikan dipahami
sebagai: “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didiks ecara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsadan Negara.
Pendidikan di masa reformasi juga belum sepenuhnya dikatakan berhasil.Karena,
pemerintah belum memberikan kebebasan sepenuhnya untuk mendesain pendidikan sesuai
dengan kebutuhan dan kepentingan lokal, misalnya penentuan kelulusan siswa masih diatur dan
ditentukan oleh pemerintah. Walaupun telah ada aturan yang mengatur posisi siswa sebagai
subjek yang setara dengan guru, namun dalam pengaplikasiannya, guru masih menjadi pihak yang
dominan dan mendominasi siswanya, sehingga dapat dikatakan bahwa pelaksanaan proses
pendidikan Indonesia masih jauh dari dikatakan untuk memperjuangkan hak-hak siswa.
1. Ada beberapa kesalahan dalam pengelolaan pendidikan pada masa ini, telah melahirkan
hasilnya yang pahit yakni:

a. Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global.
b. Birokrasi yang lamban, korup dan tidak kreatif.
c. Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis.
d. Sumber daya alam (terutama hutan) yang rusak parah.
e. Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan.
f. Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya10

2. Kurikulum Zaman Reformasi
a. Kurikulum Berbasis Kompetensi
Pada pelaksanaan kurikulum ini, posisi siswa kembali ditempatkan sebagai subjek dalam
proses pendidikan dengan terbukanya ruang diskusi untuk memperoleh suatu pengetahuan. Siswa
justru dituntut untuk aktif dalam memperoleh informasi. Kembali peran guru diposisikan sebagai
fasilitator dalam perolehan suatu informasi
Kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi, sumber
belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif. Hal
ini mutlak diperlukan mengingat KBK juga memiliki visi untuk memperhatikan aspek afektif dan
psikomotorik siswa sebagai subjek pendidikan. Berikut karakteristik utama KBK, yaitu:
1). Menekankan pencapaian kompetensi siswa, bukan tuntasnya materi.
2). Kurikulum dapat diperluas, diperdalam, dan disesuaikan dengan potensi siswa (normal,
sedang, dan tinggi).
3). Berpusat pada siswa.
4). Orientasi pada proses dan hasil.
5). Pendekatan dan metode yang digunakan beragam dan bersifat kontekstual.

10 Rianti Nugroho, Pendidikan Indonesia: Harapan, Visi,dan Strategi, (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h.
35

6). Guru bukan satu-satunya sumber ilmu pengetahuan.
7). Buku pelajaran bukan satu-satunya sumber belajar.
8). Belajar sepanjang hayat
9). Belajar mengetahui (learning how to know),
10). Belajar melakukan (learning how to do),
11). Belajar menjadi diri sendiri (learning how to be),
12). Belajar hidup dalam keberagaman (learning how to live together).

b. kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006
Secara umum KTSP tidak jauh berbeda dengan KBK namun perbedaan yang menonjol
terletak pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu pada desentralisasi sistem
pendidikan. Pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, sedangkan
sekolah dalam hal ini guru dituntut untuk mampu mengembangkan dalam bentuk silabus
dan penilaiannya sesuai dengan kondisi sekolah dan daerahnya.( menyusun dan membuat silabus
pendidikan sesuai dengan kepentingan siswa dan kepentingan lingkungan. KTSP lebih mendorong
pada lokalitas pendidikan. Karena KTSP berdasar pada pelaksanaan KBK, maka siswa juga
diberikan kesempatan untuk memperoleh pengetahuan secara terbuka berdasarkan sistem ataupun
silabus yang telah ditetapkan oleh masing-masing sekolah.
Dalam kurikulum ini, unsur pendidikan dikembalikan kepada tempatnya semula yaitu
unsur teoritis dan praksis. Namun, dalam kurikulum ini unsur praksis lebih ditekankan dari pada
unsur teoritis. Setiap kebijakan yang dibuat oleh satuan terkecil pendidikan dalam menentukan
metode pembelajaran dan jenis mata ajar disesuaikan dengan kebutuhan siswa dan lingkungan
sekitar.

c. Kurikulum 2013 (K-13)
Kurikulum

2013 (K-13) adalah kurikulum yang berlaku dalam Sistem Pendidikan

Indonesia.Kurikulum ini merupakan kurikulum tetap diterapkan oleh pemerintah untuk
menggantikan Kurikulum-2006 (yang sering disebut sebagai Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan) yang telah berlaku selama kurang lebih 6 tahun. Kurikulum 2013 masuk dalam masa
percobaanya pada tahun 2013 dengan menjadikan beberapa sekolah menjadi sekolah rintisan.

Di dalam Kurikulum 2013, terutama di dalam materi pembelajaran terdapat materi yang
dirampingkan dan materi yang ditambahkan. Materi yang dirampingkan terlihatada di materi
Bahasa Indonesia, IPS, PPKn, dsb.,sedangkan materi yang ditambahkan adalah materi
Matematika. Materi pelajaran tersebut (terutama Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam)
disesuaikan dengan materi

pembelajaran standar Internasional (seperti PISA dan TIMSS

)sehingga pemerintah berharap dapat menyeimbangkan pendidikan di dalam negeri dengan
pendidikan di luar negeri. Kurikulum 2013 memiliki empat aspek penilaian, yaitu aspek
pengetahuan, aspek keterampilan, aspek sikap, dan perilaku. Selain itu, dalam kurikulum 2013
ini lebih menuntut siswa menjadi lebih aktif untuk mencari sumber belajar lain selain dari guru,
sehingga siswa menjadi lebih bebas dalam memebuka sumber pengetahuan dan lebih bisa
mengembangkan pengetahuan yang ada. Dengan kata lain, pada kurikulum ini telah memberikan
hak-hak siswa dalam mendapat pengetahuan11

11 Kurikulum di Indonesia”, (meilanikasim.wordpress.com, diakses 11 Desembar 2017, pukul. 20.45
WITA).

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1. Lahirnya Zaman Reformasi
a. Latar belakang Reformasi
Gerakan reformasi lahir sebagai jawaban atas krisis yang melanda berbagai segi kehidupan.
Krisis politik, ekonomi, hukum, dan krisis sosial merupakan faktor-faktor yang mendorong
lahirnya gerakan reformasi. Bahkan, krisis kepercayaan telah menjadi salah satu indikator yang
menentukan. Artinya, reformasi dipandang sebagai gerakan yang tidak boleh ditawar-tawar lagi
dan karena itu, hampir seluruh rakyat Indonesia mendukung sepenuhnya gerakan tersebut
b. Faktor Lahirnya Era Reformasi
1). Krisis Politik
2). Krisis Hukum
3). Krisis Ekonomi
4). Krisis Sosial
5). Krisis Kepercayaan
2. Sistem Pendidkan Zaman Reformasi
sistem pendidikan di Indonesia pada masa reformasi diwarnai oleh keadaan politik dan
ekonomi pada saat itu.Pada masa tersebut telah lahirlah Undang-Undang No 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional.Dalam bidang pendidikan bukan lagi merupakan tanggung
jawab pemerintah pusat tetapi diserahkan kepada tanggung jawab pemerintah daerah. Selain itu
pada masa ini telah terjadi beberapa pergantian presiden yang menyebabkan pergantian nama
dari Depdikbud menjadi Depdiknas.
Sejarah sistem pendidikan nasional pada masa reformasi diterapkan juga hingga sekarang
yaitu dalam proses pendidikan, guru tidak hanya menjalankan fungsi sebagai pemindah ilmu
pengetahuan (Transfer of Knowledge) dari guru ke murid (top Down), tetapi juga berfungsi
sebagai orang yang menanamkan nilai (values), membangun karakter (Character building) serta
mengembangkan potensi besar yang dimiliki murid secara berkelanjutan.

3. Perkembangan Pendidikan Zaman Reformasi
Era reformasi telah memberikan ruang yang cukup besar bagi perumusan kebijakankebijakan pendidikan baru yang bersifat reformatif dan revolusioner. Bentuk kurikulum menjadi
berbasis kompetensi. Begitu pula bentuk pelaksanaan pendidikan berubah dari sentralistik (orde
lama) menjadi desentralistik. Pada masa ini pemerintah menjalankan amanat UUD 1945 dengan
memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan
belanja negara.

DAFTAR PUSTAKA
M. C. Riclefs. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta , 2001

http://id.wikipedia.org/wiki/ diakses pada tanggal 11 Desember, 2017
Surya Negara Ahmad Mansyur, MenemukanSejarah, Cet IV, Bandung; Mizan, 1998
API Sejarah 2, Bandung: PT. Salamadani Pustaka Semesta, 2002
Edward, Aspinall. Titik Tolak Reformasi Hari-hari Berakhirnya Presiden Soeharto Yogyakarta: LKIS,
2000

Soearni. Eddy. Pengembangan Tenaga Kependidikan pada Awal Era Reformasi (1998-2001)
dalam “Guru di Indonesia, Pendidikan, Pelatihan dan Perjuangan Sejak Jaman
Kolonial Hingga Era Reformasi”. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional RI, Dirjen
Dikdasmen, Direktorat Tenaga Kependidikan, 2003
Nugroho, Rianti Pendidikan Indonesia: Harapan, Visi,dan Strategi,Jogjakarta: Pustaka
Pelajar, 2008
Kurikulum di Indonesia”, meilanikasim.wordpress.com, diakses 11 Desember 2017, pukul.
20.45 WITA.