Sesuaikah Democratic Peace dalam Krisis

Sesuaikah Democratic Peace dalam Krisis Korea

Di Susun oleh:
Anindira Febry Zalistya
1110412056

Hubungan Internasional – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universtitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta
2013

Kata Pengantar

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT. Karena atas berkat rahmat dan hidayatNya, kami dapat menyelesaikan makalah Sesuaikah Democratic Peace dalam Krisis Korea
dalam mata kuliah Teori Hubungan Internasional II. Tak lupa kita panjatkan sholawat serta salam
kepada junjungan kita, Nabi Muhammad S.A.W. beserta para keluarga dan sahabatnya.
Kami ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pengajar
mata kuliah Teori Hubungan Internasional II yang terhormat mas Musa Maliki, M.si yang telah
membimbing serta memberi masukan dalam penyusunan makalah ini. Kami juga mengucapkan
terima kasih kepada orang tua, teman-teman dan seluruh pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini.

Dalam penulisan makalah kali ini, kami akan menerangkan mengenai akankah konsep
Democratic Peace sesuai dengan keadaan dalam Krisis Korea. Kami menyadari bahwa makalah
yang dibuat masih jauh dari kesempurnaan dan terdapat banyak kekurangan.Oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari para pembaca agar
kami dapat memperbaiki dan membuat makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
Akhir kata, semoga penulisan makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan berkah kita
semua.
Wassalamualikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Jakarta, Juni 2013

Penulis

2

Daftar Isi

Kata Pengantar

2


Daftar Isi

3

Bab I Pendahuluan
I.1 Latar Belakang Penulisan

4

I.2 Rumusan Masalah

5

I.3 Metodologi Penulisan

5

I.4 Sistematika Penulisan

5


Bab II Pembahasan

6

Bab III Kesimpulan

11

Daftar Pustaka

12

3

BAB I
Pendahuluan

I.1. Latar Belakang
Semenanjung Korea (Korean Peninsula) adalah sebuah semenanjung di wilayah Asia

Timur yang memanjang sekitar 1.100 kilometer ke arah selatan daratan Asia Kontinental hingga
ke Samudera Pasifik yang dikelilingi oleh Laut Jepang pada bagian timur, Laut China Timur
pada bagian Selatan, dan Laut Kuning pada bagian barat. Sedangkan pada perbatasan utara bagi
semenanjung korea ini dianggap sebagai perbatasan politik antara Korea Utara, RRC dan Rusia
yang perbatasan ini terbentuk secara alami melalui sungai Yalu dan sungai Tumen.
Pada saat ini semenanjung Korea terbagi menjadi dua Negara yakni Korea Selatan dan
Korea Utara yang disebabkan oleh berakhirnya perang dunia ke II. Konflik di semenanjung
Korea terjadi sejak 25 Juni 1950 yang pada awalnya hanya diawali oleh dua Negara yaitu Korea
Selatan dan Korea Utara. Alasan mendasar penyebab terjadinya konflik ini ialah perbedaan
ideologi serta isu perbatasan yang menjadi isu yang sangat sensitif antara kedua wilayah ini,
mengingat pembatas wilayah bagi kedua Negara ini bukan dianggap sebagai perbatasan antar
negara.Kemudian ketegangan di semenanjung Korea ini semakin lama semakin panas dan
genting keadaannya. Hal ini dibuktikan dengan ancaman yang dikeluarkan oleh pihak Korea
Utara terhadap Pihak Korea Selatan.
Korea Utara yang terkenal dengan ideologi komunisnya serta sosok pemimpin otoriter
kembali menjadi sorotan publik pasca meninggalnya Kim Jong-il. Kematian seorang pemimpin
politik puncak di negara seperti Korea Utara, dipandang penuh dengan ketidakpastian.
Ketidakpastian ini dapat berarti memperburuk situasi krisis yang tengah berlangsung atau
sebaliknya dapat dipandang membawa dampak posotif untuk mewujudkan perdamaian. Situasi
apa yang muncul akan sebagian besar ditentukan oleh watak dan karakter kepemimpinan yang

menggantikan Kim Jong-il.
Berdasarkan hal tersebut, kemudian banyak spekulasi tentang Krisis yang terjadi di Korea
yang kembali merebak pasca meninggalnya Kim Jong-il. Salah satunya adalah pandangan dari
4

kaum Liberal dengan Konsep Democratic Peace. Namun akankan konsep yang digaunggaungkan oleh kaum Liberal ini sesuai dengan apa yang terjadi dalam kasus Krisis Korea? Hal
inilah yang menarik perhatian penulis untuk membahas secara lebih lanjut.

I.2. Rumusan Masalah
Dalam Makalah ini, penulis mengambil rumusan masalah yaitu : “Akankah Konsep
Democratic Peace Bisa Disesuaikan dengan Keadaan Krisis Korea Saat Ini?”
I.3. Metodologi Penulisan
Penulis menggunakan metode deskriptif analisis. Yaitu metode pencarian data atau bahan
penulisan pada makalah ini dengan objektif dan membandingkan hasil analisis dari berbagai sumber yang
di lakukan dengan cara mengumpulkan data dari website, buku dan referensi lainya kemudian
memilahnya menjadi suatu laporan penulisan berupa makalah.

I.4. Sistematika Penulisan
Adapun penulisan yang dipakai penulis untuk memberikan informasi yang jelas maka penulis
memaparkanya menjadi tiga bab, yang dimana setiap bagian dari bab sebagai berikut


BAB I PENDAHULUAN
Menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, metodologi penulisan, dan sistematika
penulisan.
BAB II PEMBAHASAN
Menguraikan permasalahan sesuai dengan rumusan masalah yang telah dipaparkan oleh penulis.
BAB III KESIMPULAN
Penulis memberikan kesimpulan yang dapat menjadi acuan bagi pembaca baik untuk pengertian
lebih dalam ataupun untuk penulisan artikel selanjutnya.

5

BAB II
Pembahasan
Spekulasi yang timbul tentang perkembangan krisis Semenanjung Korea setelah
meninggalnya Kim Jong-il sepertinya sangat dipengaruhi oleh kuatnya arus dari pemikiran
Liberal dalam tataran Internasional. Berdasarkan pandangan dari kaum Liberal, konflik yang
terjadi di Semenanjung Korea merupakan contoh dari konflik identitas antara dua Negara dan
sistem politik yang berbeda. Penganut paham liberal menyatakan bahwa jika memiliki keyakinan
yang kuat, krisis yang menuju ke arah perang terbuka ini akan dapat dicegah apabila kedua

Negara Korea sama-sama menganut sistem politik yang Liberal demokratis yang dikenal dengan
tesis Democratic Peace.
Democratic Peace sendiri menurut Paul R. Viotti dan Mark V. Kauppi dalam tulisannya
yang berjudul Liberalism: Interdependence and Global Governance dari buku International
relation theory, fourth edition adalah bahwa bilamana negara-negara demokrasi bersatu maka
tidak akan terjadi perang diantara negara-negara demokrasi tersebut. Teori ini mencoba untuk
memaparkan bahwa budaya politik, nilai, dan struktur politik domestik dapat mempengaruhi
masa depan perdamaian internasional. Immanuel Kant dan para teoritisi liberal berpendapat
bahwa peperangan dapat dialihkan dengan hubungan dagang yang kuat antara negara. Ikatan
tersebut kemudian akan memunculkan saling ketergantungan antara satu negara dengan negara
lain sehingga potensi peperangan dapat diminimalisasi. Bagi para penganut teori democratic
peace, kedudukan negara dan masyarakat di dalamnya adalah sama pentingnya karena komposisi
dari negara yang berupa kumpulan masyarakat di dalamnya.1
Dalam konflik Semenanjung Korea, pada produk kebijakannya terdapat suatu pemikiran
akan adanya penekanan yang terlalu besar pada faktor personal, khususnya pada aspek
kepemimpinan nasional. Seperti yang dijelaskan diawal bahwa Kematian seorang pemimpin
politik puncak di negara seperti Korea Utara, dipandang penuh dengan ketidakpastian.
Ketidakpastian ini dapat berarti memperburuk situasi krisis yang tengah berlangsung atau
sebaliknya dapat dipandang membawa dampak positif untuk mewujudkan perdamaian. Situasi


1 International Relation Theory, 4th ed. Karya Paul Viotti 7 Mark Kauppi. Hal 140 par 4

6

apa yang muncul akan sebagian besar ditentukan oleh watak dan karakter kepemimpinan yang
menggantikan Kim Jong-il.
Analisis inilah yang digunakan oleh kalangan liberal untuk menyatakan mengapa
pergantian kepemimpinan di Korea Selatan yang demokratik itu tidak dipandang memberikan
kontribusi bagi krisis di Semenanjung Korea. Hal inilah yang diasumsikan oleh kalangan liberal
bahwa Negara demokratik seperti Korea Selatan lebih memiliki pelembagaan politik yang baik
yang dimana sirkulasi elit kepemimpinan nasionalnya diyakini tidak memberikan guncangan
politik karena faktor personal kepemimpinan berperan minor atau tidak berperan vital dalam
pengendalian krisis. Keadaan yang dianggap sangat bertolak belakang dengan apa yang terjadi di
Korea Utara. Secara singkat dapat dijelaskan bahwa pergantian presiden di Korea Selatan
dianggap memiliki predikbilitas politik yang tinggi sedangkan pergantian presiden di Korea
Utara dianggap sangat rawan dengan resiko politik.
Menurut Makmur Keliat dalam tulisannya yang berjudul Krisis Korea Pasca Kim Jong-Il
mengungkapkan bahwa tesis pemikiran liberal ini memiliki beberapa keterbatasan, yakni :
1. Tesis Democratic Peace cenderung untuk menyudutkan Korea Utara dalam opini
media Internasional.

2. Tesis ini membatasi pembahasan krisis Semenanjung Korea pada dua identitas
politik nasional yang berbeda yaitu sebatas antara Korea Utara yang komunis dan
Korea Selatan yang demokratik.
3. Konsekuensi lainnya dari tesis ini adalah ia juga cenderung untuk mengabaikan
faktor objektif dari dimensi regional dan internasional yang sangat mewarnai
konflik di Semenanjung Korea.
Selain itu, Makmur Keliat juga menjelaskan bahwa fakta yang sukar dibantah sebagai
akibat dari kuatnya tesis Democratic Peace ini adalah komunitas internasional cenderung untuk
terjebak dalam strategic soft balancing yang pada intinya strategi ini dilakukan untuk
mengasingkan Korea Utara dari kerjasama regional dan internasional.
Krisis yang terjadi di Semenanjung Korea pada kenyataannya tidak hanya dilakukan
antar kedua Negara Korea saja tapi juga melibatkan Negara-negara lain yang ikut andil dan
memiliki kepentingan masing-masing. Negara-negara tersebut tidak lain adalah China dan
7

Amerika Serikat (AS). Kepentingan strategis China terhadap Korea Utara adalah sebagai
Strategis Buffer Zone. Selain itu bagi China Korea Utara juga dapat berfungsi sebagai guard
post untuk mengamati pergerakan Amerika Serikat di wilayah perbatasan antara China dan
Korea. Sedangkan bagi Amerika Serikat, kepentingan strategisnya adalah untuk melakukan
pembendungan (containment) terhadap kebangkitan China di masa depan dan sebagai bagian

dari strategi Hard Balancing yang riil.
Dari pemaparan yang telah diungkapkan diatas, penulis beranggapan bahwa tesis
Democratic Peace ini memilii keterbatasan dan krisis yang terjadi di Semenanjung Korea tidak
bisa semata-mata diprediksi hanya berdasarkan meninggalnya Kim Jong-il selaku presiden
Negara otoriter seperti Korea Utara saja. Hal ini dikarenakan terdapatnya turunan dari
perhitungan strategis objektif dan rasional antara Amerika Serikat dan China yang dimana
keberadaan keterlibatan kedua Negara ini di dalam konflik Semenanjung Korea memiliki
peranan yang cukup penting.
Jika dilihat berdasarkan perspektif Realis maka yang dilakukan oleh Amerika Serikat dan
China merupakan cara dari kedua Negara tersebut untuk mewujudkan apa yang menjadi
kepentingan nasional dari masing-masing Negara tersebut. Selain itu, apa yang terjadi dalam
konflik Semenanjung Korea terutama hubungan yang terjadi antara Korea Utara – China dan
Korea Selatan – Amerika Serikat tidak terlepas dari apa yang disebut dengan Security Dilemma
dan Interdependensi.


Security Dilemma
A security dilemma refers to a situation where in two or more states are

drawn into conflict, possibly even war, over security concerns, even though none of

the states actually desire conflict. Essentially, the security dilemma occurs when two
or more states each feel insecure in relation to other states. 2 Security Dilemma
mengacu pada situasi yang melibatkan dua aktor negara atau lebih dalam suatu
konflik, dimana konflik yang terjadi berdasar pada adanya rasa tidak aman terhadap
negara sekitar, sehingga tindakan suatu negara untuk meningkatkan keamanan akan
dianggap sebagai ancaman bagi keamanan negara lain.
2 O. Kanji, Security, Conflict Research Consortium University of Colorado, Colorado, 2003

8



Interdependensi
Interdependence is things that are interdependent are related to one
another in sucha close way that each one needs the others in order to exist.3
Interdependensi merupakan hubungan saling terkaitnya satu aktor dengan aktor
lain yang didasari oleh adanya kepentingan dan keuntungan yang didapat.
Biasanya dalam interdependensi, aktor yang terkait memiliki perbedaan status
atau kedudukan, negara maju dengan negara berkembang atau yang memiliki
kedudukan yang sama seperti negara berkembang dengan sesama Negara
berkembang.

Dalam konflik yang terjadi di Semenanjung Korea ini Security Dilemma yang terjadi
sangat terlihat jelas. Hal ini dibuktikan dengan ancaman penyerangan nuklir Korea Utara
terhadap Korea Selatan yang dilakukan setelah Korea Selatan memperkuat keamanannya di
pulau perbatasan antara kedua Negara Korea. Selain itu Korea Selatan juga melakukan latihan
gabungan militer dengan pihak Amerika Serikat serta menerima penempatan pasukan Amerika
Serikat di negaranya. Saat ini terdapat sekitar 28.500 pasukan Amerika Serikat

yang

ditempatkan di Korea Selatan.4
Sedangkan untuk interdependensi dapat terlihat dari hubungan yang terjadi antara Korea
Utara – China dan Korea Selatan – Amerika Serikat. Untuk hubungan antara Korea Selatan –
Amerika Serikat, interdepedensi terlihat bahwa Amerika Serikat membutuhkan keberdaan Korea
Selatan untuk pembendungan (containment) terhadap kekuatan China di Asia Timur khususnya
daerah rawan konflik seperti semenanjung korea yang secara tidak langsung berbatasan dengan
wilayah perimeter keamanan China. Kemudian bagi Korea Selatan keterlibatan Amerika Serikat
sendiri selaku Negara nuclear power dan Negara adidaya dapat digunakan untuk menghadapi
ancaman dari pihak Korea Utara.
Selanjutnya hubungan antara Korea Utara – China, interdepedensi yang terjadi terlihat
dari China membutuhkan Korea Utara sebagai buffer zone (zona penyangga) untuk membatasi
3 M. Milan, Mc Milan Dictionary (online), 2009, , diakses
8 April 2013

4 K. Ferida, Korsel Didesak Waspadai Kebijakan Militer AS (online), 2012,
,
Diakses pada tanggal 30 oktober 2012

9

infiltrasi liberalisme serta untuk penghindar dari ancaman pengembangan kekuatan nuklir yang
dilakukan oleh Korea Utara. Sebaliknya keterlibatan China dalam kasus ini menguntungkan
pihak Korea Utara karena China dapat membantu Korea Utara terhindardari sanksi yang
diberikan oleh PBB. Tingkat ketergantunganyang cukup tinggi dari Korea Utara terhadap Cina
ini menyebabkan China bisa denganmudah membawa Korea Utara untuk ikut dalam Six Party
Talks.5
Berdasarkan penjelasan diatas, penulis tidak sepakat dengan adanya Democratic Peace
yang menekankan terhadap factor personal yaitu kepemimpinan nasional. Kondisi yang terjadi
dalam semenanjung korea tidak bisa diprediksikan semata-mata berdasarkan watak dan karakter
pemimpin yang menggantikan Kim Jong-il saja. Hal ini dikarenakan actor yang terlibat
didalamnya dipengaruhi oleh actor lain yang terlibat yakni China dan Amerika Serikat.
Sedangkan untuk tesis Democratic Peace menurut penulis tidak sesuai dengan apa yang terjadi
di Semenanjung Korea dan selamanya tidak akan pernah terwujud di Semenanjung Korea jika
kedua Negara utama yakni Korea Utara dan Korea Selatan masih sama-sama mengalami apa
yang disebut dengan Security Dilemma.

BAB III
Kesimpulan
5

J. Bashoria, The Six Party Talks on North Korea’s Nuclear Program(online), 29 Februari
, diakses tanggal 8 April 2013

2012,

10

Kondisi yang terjadi dalam konflik Semenanjung Korea terutama pasca meninggalnya
pemimpin Korea Utara yang dianggap otoriter yaitu Kim Jong-il menimbulkan banyak spekulasi
yang dipengaruhi oleh arus pemikiran Liberal. Kaum Liberal beranggapan kondisi yang akan
terjadi dalam Konflik Semenanjung Korea dipengaruhi oleh sifat dan karakter dari
kepempimpinan Nasional yang akan menggantikan Kim Jong-il. Penganut paham liberal
menyatakan bahwa jika memiliki keyakinan yang kuat, krisis yang menuju ke arah perang
terbuka ini akan dapat dicegah apabila kedua Negara Korea sama-sama menganut sistem politik
yang Liberal demokratis yang dikenal dengan tesis Democratic Peace.
Namun pada kenyataannya, tesis ini sendiri masih memiliki beberapa keterbatasan dan
ketidaksesuaian dengan apa yang terjadi sebenarnya dalam Konflik Semenanjung Korea.
Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan actor yang terlibat didalamnya dipengaruhi oleh actor
lain yang terlibat yakni China dan Amerika Serikat. Sedangkan untuk tesis Democratic Peace
menurut penulis tidak sesuai dengan apa yang terjadi di Semenanjung Korea dan selamanya
tidak akan pernah terwujud di Semenanjung Korea jika kedua Negara utama yakni Korea Utara
dan Korea Selatan masih sama-sama mengalami apa yang disebut dengan Security Dilemma.

Daftar Pustaka

11

Bashoria, J. “The Six Party Talks on North Korea’s Nuclear Program”. 2012. Council on Foreign
Relations. 8 April 2013. .
Ferida, K. “Korsel Didesak Waspadai Kebijakan Militer AS”. 2012. OkeZone. 30 Oktober 2012.
.
Kanji, O. “Security”. Colorado: Conflict Research Consortium University of Colorado. 2003.
Milan,

M.

“Mc

Milan

Dictionary”.

2009.

8

April

2013.

.
Viotti, P. & Kauppi, M. (2010). International Relation Theory, fourth ed. New York: Pearson.

12