SEJARAH PEMIKIRAN PENDIDIKAN ABBASIYAH.p (1)
BIODATA
NAMA
: NURHAYATI OLII
ALAMAT
: BOLAANG MONGODOW URATA (BOLMUT)
T.T.L
: BOHABAK, 28 OKTOBER 1997
FAKULTAS : TARBIYAH
JURUSAN
: PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
NIM
: 15.2.3.074
SEJARAH PEMIKIRAN PENDIDIKAN BANI
ABBASIYAH
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bani Abbasiyah atau Kekhalifahan Abbasiyah adalah kekhalifahan Islam yang berkuasa
di Baghdad. Kehalafihan ini berkembang pesat dan menjadikan dunia Islam sebagai pusat
pengetahuan dengan menerjemahkan dan melanjutkan tradisi keilmuan Yunani dan Persia.
Kekhalifahan ini berkuasa setelah merebut dari Bani Umayyah dan menundukan semua
wilayahnya kecuali Andalusia. Bani Abbasiyah adalah keturunan dari paman Nabi Muhammad
yang termudah, yaitu Abbas bin Abdul-Muththalib (566-652), oleh karena itu mereka juga
termasuk ke dalam Bani Hasyim. Berkuasa mulai tahun 750-1258 M.
Pemerintahan Abbasiyah dari Tahun 132 H. Hingga tahun 656 H. Temponya ialah selama
524 tahun. Pada tahun 656 H. Kaum tatar melanggar dunia Islam, membunuh khalifah Abbasiyah
serta kaum keluarganya dan mengumumkan berakhirnya pemerintahan Abbasiyah.
Tempo sebegitu lama yang dinikmati oleh golongan Abbasiyah ketika memegang tampuk
pemerintahan, tidak berarti bahwa kekuasaan para khalifahnya sama sejajar. Sebaliknya kekuasaan
tersebut adalah berbeda-beda yang menyebabkan para pengkaji memberikan tempo pemerintahan
Abbasiyah itu kepada beberapa periode. Pandangan ahli-ahli tentang pembagian ini dan sebabsebabnya mungkin berbeda. Tetapi di pihak kita, tempo pemerintahan Abbasiyah itu kita bagi
kepada tiga periode yang masing-masing mempunyai ciri-ciri tersendiri berbeda dari yang lain.
Periode-periode tersebut ialah : Periode pertama (132-232 H.). Kekuasaan pada periode ini berada
di tangan para khalifah. Periode kedua (232-590 H.). Pada periode ini kekuasaan hilang dari tangan
para khalifah. Dan periode ketiga (590-656 H.). Pada periode ini kekuasaan berada kembali di
tangan para khalifah. Tetapi hanya di Baghdad dan kawasan-kawasan sekitarnya.
Dalam peradaban ummat Islam, Bani Abbasiyah merupakan salah satu bukti sejarah
peradaban ummat Islam yang terjadi. Bani Abbasiyah merupakan masa pemerintahan ummat
Islam yang memperoleh masa kejayaan yang gemilang. Pada masa ini banyak kesuksesan yang
diperoleh Bani Abbasiyah, baik itu dibidang Ekonomi, Politik, dan Ilmu pengetahuan. Hal inilah
yang perlu untuk kita ketahui sebagai acuan semangat bagi generasi ummat Islam bahwa
peradaban ummat Islam itu pernah memperoleh masa keemasan yang melampaui kesuksesan
negara-negara Eropa. Dengan kita mengetahui bahwa dahulu peradaban ummat Islam itu diakui
oleh seluruh dunia, maka akan memotifasi sekaligus menjadi ilmu pengetahuan kita mengenai
sejarah peradaban ummat Islam sehingga kita akan mencoba untuk mengulangi masa keemasan
itu kembali nantinya oleh generasi ummat Islam saat ini.
B. Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
Bagaimana Sejarah berdirinya Daulah Abbasiyah ?
Kedudukan Khalifah ?
Sistem Politik, pemerintah dan Bentuk Negara ?
Sistem Sosial ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. SEJARAH BERDIRINYA DAULAH ABBASIYAH
Berdirinya daulah Abbasiyah diawali dengan dua strategi, yaitu : satu dengan sistem
mencari pendukung dan penyebaran ide secara rahasia, hal ini sudah berlangsung sejak akhir abad
pertama hijriah yang bermarkas di Syam dan tempatnya di Al Hamimah, sistem ini berakhir
dengan bergabungnya Abu mulim al-Khurasani pada jum’iyah yang sepakat atas terbentuk Daulah
Abbasiyah. Sedangakan strategi kedua dilanjutkan dengan terang-terangan dan himbauan-hibauan
di forum-forum resmi untuk mendirikan Daulah Abbasiyah berlanjut dengan peperangan melawan
Daulah Umawiyah. Dari dua strategi yang diterapkan oleh Muhammad bin Al-‘Abasy dan kawankawannya sejak akhir abad pertama sampai 132 H akhirnya membuahkan hasil dengan berdirinya
Daulah Abbasiyah.1
Berbagai teknis diterapkan oleh pengikut Muhammad Al-‘Abbasy, seperti sambil
berdagang dan melaksanakan haji di balik itu terprogram bahwa mereka menyebarkan ide dan
mencari pendukung terbentuknya Daulah. Penulis melihat pendirian Daulah tidak semudah
membalik telapak tangan dan tidak semudah meminum air, tetapi memerlukan tenaga dan usahausaha yang sampai mengorbankan nyawa dalam jumblah yang tidak sedikit.
Dan ini bisa terlihat pada peperangan yang terjadi antara Daulah Umawiyah dan
pendukung berdirinya Daulah Abbasiyah seperti peristiwa 11 jumadil Al-Akhirah 132 H dalam
waktu itu terbunuh 300 orang dari Daulah Umawiyah dan termasuk Ibrahim bin Al-Walid bin Adil
Malik saudara dari Yazid. Seperti dikatakan : terbunuhnya Marwan bin Muhammad malam Ahad
3 Zulhijjah 132 H dan dikirim kepalanya kepada Asyafah di kuffah dan berakhirlah Daulah
Umawiyah dengan kematiannya pada usia 65 tahun 9 bulan dan beberapa hari.
Pemerintahan Abbasiyah adalah keturunan daripada al-Abbas, paman Nabi SAW pendiri
kerajaan al-Abbas ialah Abdullah s-Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin al-Abbas, dan
pendiriannya di dianggap suatu kemenangan bagi idea yang dianjurkan oleh kalangan Bani
Hasyim setelah kewafatan Rasulullah SAW, agar jabatan khlifah diserahkan kepada keluarga
Rasul dan sanak-saudaranya. Tetapi idea ini telah dikalahkan di zaman permulaan Islam, di mana
pemikiran Islam yang sehat menetapkan bahwa jabatan khalifah itu adalah milik kepunyaan
seluruh kaum Muslimin, dan mereka berhak melantik siapa saja antara kalangan mereka untuk
menjadi ketua setelah mendapat dukungan. Tetapi orang-orang Parsi yang masih berpegang
kepada prinsip hak ketuhanan yang suci, terus berusaha menyebarkan prinsip tersebut, sehingga
mereka berhasil membawa Bani Hasyim ke tampuk pemerintahan.
1 Samsul Munir Amin,M.A, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta : Amzah, 2009) h. 36
Berdirinya pemerintahan ini dianggap sebagai kemenangan pemikiran yang pernah
dikumandangkan oleh bani Hasyim (alawiyun ) setelah meninggalnya Rasulullah dengan
mengatakan bahwa yang berhak berkuasa adalah keturunan Rasulullah dan anak-anaknya.
Kelahiran bani Abbasiyah erat kaitannya dengan gerakan oposisi yang di lancarkan oleh
golongan syi’ah terhadap pemerintahan Bani Umayyah. Golongan Syi’ah selama pemerintahan
Bani Umayyah merasa tertekan dan tersingkir karena kebijakan-kebijakan yang di ambil
pemerintah. Hal ini bergejolak sejak pembunuhan terhadap Husein Bin Ali dan pengikutnya di
Karbela. Gerakan oposisi terhadap Bani Umayyah dikalangan orang syi’ah dipimpin oleh
Muhammad Bin Ali, ia telah di bai’ah oleh orang-orang syi’ah sebagai imam. Tujuan utama dari
perjuangan Muhammad Bin Ali untuk merebut kekuasaan dan jabatan khalifah dari tangan Bani
Umayyah, karena menurut keyakinan orang syi’ah keturunan Bani Umayyah tidak berhak menjadi
imam atau khalifah, yang berhak adalah keturunan dari Ali Bin Abi Thalib, sedangkan bani
umayyah bukan berasal dari keturunan Ali Bin Abi Thalib. Pada awalnya golongan ini memakai
nama Bani Hasyim, belum menonjolkan nama Syi’ah atau Bani Abbas, tujuannya adalah untuk
mencari dukungnan masyarakat. Bani Hasyim yang tergabung dalam gerakan ini adalah keturunan
Ali Bin Abi Thalib dan Abbas Bin Abdul Muthalib. Keturunan ini bekerjasama untuk
menghancurkan Bani Umayyah.2
Strategi yang digunakan untuk menggulingkan Bani Umayyah ada dua tahap :
Gerakan secara rahasia
Propoganda Abbasiyah dilaksakan dengan strategi yang cukup matang sebagai gerakan
rahasia, akan tetapi Imam Ibrahim pemimpin abbasiyah yang berkeinginan mendirikan
kekuasaan Abbasiyah, gerakannya diketahui oleh khalifah Umayyah terakhir, Marwan bin
Muhammad. Ibrahim akhirnya tertangkap oleh pasukan dinasti umayyah dan dipenjarakan di
Haran sebelum akhirnya di eksekusi. Ia mewasiatkan kepada adiknya Abul Abbas untuk
menggantikan kedudukannya ketika ia telah mengetahui bahwa ia akan di eksekusi dan
memerintahkan untuk pindah ke kuffah.
Tahap terang-terangan dan terbuka secara umum
Tahap ini dimulai setelah terungkap surat rahasia Ibrahim bin Muhammad yang ditujukan
kepada Abu Musa Al-Khurasani Agar membunuh setiap orang yang berbahasa Arab di
Khurasan. Setelah khalifah Marwan bin Muhammad mengetahi isi surat rahasia tersebut ia
menangkap Ibrahim bin Muhammad dan membunuhnya. Setelah itu pimpinan gerakan oposisi
dipegang oleh Abul Abbas Abdullah bin Muhammad as-saffah, saudara Ibrahim bin
Muhammad.
Abul Abbas sangat beruntung, karena pada masanya pemerintahan Marwan bin
Muhammad telah mulai lemah dan sebaliknya gerakan oposisi semakin mendapat dukungan
dari rakyat dan bertambah luas pengaruhnya. Keadaan ini tambah mendorong semangat Abul
2 Badri Yatim,M.A, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1993) h. 24
Abbas untuk menggulingkan khalifah Marwan bin Muhammad dari jabatannya. Untuk maksud
tersebut Abul Abbas mengutus pamannya Abdullah bin Ali untuk menumpas pasukan Marwan
bin Muhammad. Pertempuran terjadi antara pasukan yang dipimpin oleh khalifah Marwan bin
Muhammad dengan pasukan Abdullah bin Ali di tepi sungai Al-Zab Al-Shagirdi, Iran. Marwan
bin Muhammad terdesak dan melarikan diri ke Mosul, kemudian ke palestina, Yordania dan
terakhir di Mesir. Abdullah bin Ali terus mengejar pasukan Marwan bin Muhammad sampai
ke Mesir dan akhirnya terjadi pertempuran disana. Marwan bin Muhammad pun akhirnya
tewas karena pasukannya sudah sangat lemah yaitu pada tanggal 27 Zulhijjah 132 H/750 M.3
Pada tahun 132 H/ 750 M Abul Abbas Abdullah bin Muhammad diangkat dan di bai’ah
menjadi khalifah , dalam pidato pembiatan tersebut , ia antara lain mengatakan “saya berharap
semoga pemerintahan kami ( Bani Abbas ) akan mendatangkan kebaikan dan kedamaian pada
kalian. Wahai penduduk koufah, bukan intimidasi, kezaliman, malapetaka dan sebagainya.
Keberhasilan kami beserta ahlul Bait adalah berkat pertolongan Allah SWT. Hai penduduk
koufah, kalian adalah tumpuan kasih sayang kami, kalian tidak pernah berubah dalam
pandangan kami, walaupun penguasa yang zalim ( Bani Umayyah ) telah menekan dan
menganiaya kalian. Kalian telah dipertemukan oleh Allah dengan Bani Abbas, maka jadilah
kalian orang-orang yang berbahagia dan yang paling kami muliakan….. ketahuilah, hai
penduduk koufah, saya adalah al-saffah”. Setelah Abul Abbas resmi menjadi khalifah ia tidak
lagi mengambil Damaskus sebagai pusat pemerintahan tetapi ia memilih Koufah sebagai pusat
pemerintahannya, dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut:
1. Para pendukung Bani Umayyah masih banyak yang tinggal di Damaskus
2. Kota Koufah jauh dari Persia, walaupun orang-orang Persia merupakan tulang
punggung Bani Abbas dalam menggulingkan Bani Umayyah
3. Kota Damaskus terlalu dekat dengan wilayah kerajaan Bizantium yang merupakan
ancaman bagi pemerintahannnya, akan tetapi pada masa pemerintahan khalifah AlMansur (754-775 M ) dibangun kota Baghdad sebagai ibu kota Dinasti Bani Abbas
yang baru.
Faktor-faktor pendorong berdirinya Daulah Abbasiyah dan penyebab suksesnya.
a. Banyak terjadi perselisihan antara intern bani Umawiyah pada dekade terakhir
pemerintahannya hal ini di antara penyebabnya : memperebutkan kursi kekhalifahan
dan harta.
3 Chadijah Ismail, sejarah pendidikan Islam (Padang : IAIN-IB Press, 1999) h. 56
b. Pendeknya masa jabatan khalifah di akhir-akhir pemerintahan bani Umawiyah, seperti
khalifah Yazid bin al-walid lebih kurang memerintah sekitar 6 bulan.
c. Dijadikan putra mahkota lebih dari jumlah satu orang seperti yang di kerjakan oleh
Marwan bin Muhammad yang menjadikan anaknya Abdullah dan Ubaidilah sebagai
putra mahkota.
d. Bergabungnya sebagian afrad keluarga Umawi kepada mazhab-mazhab agama yang
tidak benar menurut syariah, seperti Al-Qadariah.
e. Hilangnya kecintaan rakyat pada akhir-akhir pemerintahan bani Umawiyah.
f. Kesombongan pembesar-pembesar bani Umawiyah pada akhir pemerintahannya.
g. Timbulnya dukungan dari Al-Mawali (non-Arab). Umawiyah mengakibatkan runtuhnya
Daulah dan berdiri Daulah bani Abbas hal ini dapat dilihat dengan bantuan para Mawali
dari Khurasan dan Persi. Misalnya, bergabungnya Abu muslim al-Khurasani, ia berhasil
menjadi pimpinan di Khurasan yang pada awalnya di bawah kekuasaan Umawiyah.
Masa Kejayaan Peradaban Bani Abbasiyah
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai masa keemasan, secara
politis para khalifah memang orang-orang yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik
sekaligus Agama. Disisi lain kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga
berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan Filsafat dan ilmu pengetahan dalam Islam.
Peradaban dan kebudayyan Islam berkembang dan tumbuh mencapai kejayaan pada masa
Bani Abbasiyah. Hal tersebut dikarenakan pada masa ini Abbasiyah lebih menekankan pada
perkembangan peradaban dan kebudayaan Islam dari pada perluasan wilayah. Disinilah letak
perbedaan pokok dinasti Abbasiyah dengan dinasti Umayyah.4
Puncak kejayaan dinasti Abbasiyah terjadi pada masa khalifah Harun Al- Rasyid (786-809
M) dan anaknya Al-Makmun (813-833 M). Ketika Al-Rasyid memerintah, negara dalam keadaan
makmur, kekayaan melimpah, keamanan terjamin walaupun ada juga pemberontakan dan luas
wilayahnya mulai dari Afrika Utara sampai ke India.
Lembaga pendidikan pada masa Bani Abbasiyah mengalami perkembangan dan kemajuan
yang sangat pesat, hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab, baik sebagai bahasa
administrasi yang sudah berlaku sejak Bani Umayyah, maupun sebagai bahasa pengetahuan.
Zaman ini kota baghdad mencapai puncak kemegahannya yang belum pernah dicapai sebelumnya,
Harun sangat cinta pada sastrawan, ulama, Filosof yang datang dari segala penjuru ke Baghdad.
Salah satu pendukung utama tumbuh pesatnya ilmu pengetahuan tersebut adalah didirikannya
pabrik kertas di Baghdad. Orang Islam pada awalnya membawa kertas dari Tiongkok, usaha
pembuatan kertas erat kaitannya dengan perkembangan Universitas Islam.
4 Ridwan, Modul Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam, ( Jakarta : Kirana Cakra Buana, 2004) h. 17
Pabrik kertas ini memicu pesatnya penyalinan dan pembuatan naskah-naskah, dimasa itu
seluruh buku ditulis tangan. Ilmu cetak muncul pada tahun 1450 M ditemukan oleh gubernur di
Jerman. Dikota-kota besar islam muncul toko-toko buku yang sekaligus juga berfungsi sebagai
sarana pendidikan dan pengajaran non-formal.
Popularitas Bani Abbasiyah ini juga ditandai dengan kekayaan yang dimanfaatkan oleh
khalifah Al-Rasyid untuk keperluan sosial seperti Rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan
faramasi didirikan, dan pada masannya telah ada sekitar 800 orang dokter, selain itu pemandianpemandian umum didirikan. Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan
kebudayaan serta kesusastraan berada pada zaman keemasannya. Pada zaman inilah negara Islam
menempatkan
dirinya
sebagai
negara
terkuat
dan
tak
tertandingi.
Adapun ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa Bani Abbasiayah adalah sebagai berikut
:
1. Ilmu Kedokteran
Pada mulanya Ilmu Kedokteran telah ada pada saat Bani Umayyah, ini terbukti dengan
adannya sekolah tinggi kedokteran Yundisapur dan Harran.
2. Ilmu tafsir
Pada masa ini muncul dua alirang yaitu ilmu tafsir Al-matsur dan Tafsir Bir ra’yi, aliran
yang pertama lebih menekan pada ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadist dan pendapat tokohtokoh sahabat. Sedangkan aliran tafsir yang kedua lebih menekan pada logika ( rasio ) dan
Nash.
3. Ilmu Hadist
Pada masa pemerintahan khalifah Umar Bin Abdul Aziz (717-720 M) dari Bani Umayyah
sudah mulai usaha untuk mengumpulkan dan membukukan Hadist. Akan tetapi
perkembangan ilmu hadist yang paling menonjol pada amasa Bani Abbasiyah, sebab pada
masa inilah muncul ulama-ulama hadist yang belum ada tandingannya sampai sekarang.
4. Ilmu Kalam
Bukanlah hal yang berlebihan jika dikatakan pada masa Bani Abbasaiyah merupakan
dasar-dasar Ilmu Fiqh. Ilmu ini disusun oleh ulama-ualama yang terkenal pada masa itu
dan masih besar pengaruhnya sampai sekarang, Diakalangan Ulama Ahlu al-Sunnah wal
jamaah.
5. Ilmu Tashawuf
Dalam bidang ilmu Tashawuf juga muncul ulama-ulama yang terkenal pada masa
pemerintahn Daulah Bani Abbasiyah. Imam Al-Ghazali sebagai seorang ulama sufi pada
masa Daulah Bani Abbasiyah meninggalkan karyanya yang masih beredar sampai
sekarang yaitu buku Ihya’ Al-Din, yang terdiri dari lima jilid
6. Ilmu Matematika
Terjemahan dari bahasa asing ke bahasa Arab menghasilkan karya dibidang matematika.
Diantara ahli matematika islam yang terkenal adalah Al-Khawarizmi, adalah seorang
pengarang kitab Al-Jabar wal Muqabalah (ilmu hitung) dan penemu angka Nol. Tokoh
lainnya adalah Abu Al-Wafa Muhammad Bin Muhammad Bin Ismail Bin Al-Abbas
terkenal sebagi ahli ilmu matematika.
7. Ilmu Farmasi
Diantara ahli farmasi pada masa Bani Abbasiyah adalah Ibnu Baithar, karyanya yang
terkenal adalah Al-Mughni (berisi tentang obat-obatan), jami’ al-mufradat al-adawiyah
(berisi tentang obat-obatan dan makanan bergizi).
B. KEDUDUKAN KHALIFAH
Sistem pemerintahan ke khalifah atau pemerintahan bani Abbasiyah meniru cara Umawiya
bukan mncontoh Khulafaurrasiddin yang berdasarkan pemilihan khalifah dengan musyawarah
dari rakyat. Dan ada satu hal yang baru lagi bagi khalifah Abbasyiah ialah pemakaian gelar AlMansyur. Hal tersebut dapat di telusuri dari lokasi di mana Abbasyiah berkuasa yang bertumpu
pada bekas kekuasaan persiah, sehingga model persiah dijadikan acuan bagi pemerintahannya.
Antara lain dengan mengatakan seorang penguasa adalah wakil Tuhan di bumi.
Dalam masa pemerintahan Al-Mansyur terjadi pembunuhan terhadap orang-orang yang
kuat yang berjasa dalam merebut kekuasaan dari tangan bani Umawiyah karena khalifah itu tidak
ingin ada tandingannya sehingga melampangkan jalan bagaimana keinginannya. Dalam masa
pemerintahan Al-Mansyur, ibu kota Bani Abbas dipindahkan ke kota Baghdad. Al-Mansyur ini
memerintah selama 22 tahun dan wafat tahun 158 H. Sebelum wafat Al-Mansyur mewasiatkan
kepada anaknya Al-Mahdi untuk menggantikannya dengan menomorduakan Isa Ibn Musa yang
pernah ditetapkan oleh As-Saffah untuk memegang pemerintahan setelah Al-Mansyur.5
Dalam masa pemerintahan Al-Mahdi terjadi perubahan dari sifat keras yang diterapkan
oleh ayahnya ke sifat moderat dan murah hati. Dia mengembalikan harta kekayaan yang disita oleh
ayahnya kepada pemilik harta tersebut, serta membebaskan para tawanan politik dari kelompok
Si’ah serta memerangi kaum kafir yang menyimpang dari ajaran Islam.
Sifat lembut dan kecintaannya kepada manusia karena politiknya ingin menyatukan hati,
mencintai sesama manusia, serta mendapatkan keridhaan dan cinta mereka. Al-Mahdi bisa
5 Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam. (Jakarta : Kencana Sunanto, Musyifah. 2003) h. 78
melakukan hal tersebut, karena dia mencintai dan dekat dengan orang-orang. Hal pertama yang
dia lakukan adalah mencintai musu. Dia membebaskan para tawanan yang ditawan oleh ayahnya
karena sebab-sebab politik- bukan sebab-sebab syariat. Mereka dibebaskan dan dieri kemerdekaan
setelah sebelumnya disiksa dipenjara. Kemudian, dia pun menggunakan politik, yaitu politik kasih
sayang terhadap pengikut, komandan, dan keluarganya. Dia mengambil harta yang banyak dari
kas negara kemudian membagi-bagikannya dengan ikhlas. Diceritakan, bahwa dia pernah duduk
memberikan hadiah sambil disaksikan oleh keluarga dan para komandannya. Dia membacakan
nama-nama, menyuruh untuk menambah sepuluh ribu atau dua puluh ribu, dan hal yang
sejenisnya. Hal itu terjadi pada tahun 169 Hijriah. Kemudian, dia pun mengembalikan barangbarang yang telah disita oleh keluarganya kepada peimiliknya dalam jumlah yang sangat banyak.
Adapun kepada rakyat, dia telah menempuh jalan yang baik untuk mengetahui pemikiranpemikiran mereka.
Dia membuat daftar bagi orang-orang yang dizhalimi dan mendirikan sebuah dewan untuk
hal tersebut. Di dalam istana dia membuat sebuah tempat untuk mengajukan keluhan dan
keinginan. Setiap hari dia duduk bersama orang-orang yang dizhalimi. Majelisnya selalu didatangi
oleh para hakim. Dia berkata, “jika saya tidak malu kepada seorang pun, saya malu kepada
mereka.”
Kedudukan khalifah pada masa kepemerintahan Bani Abbasiyyah sangatlah berbeda
dengan
khalifah-khalifah sebelumnya (Khulafa’ al-Rasyidin dan Bani Ummayah), mereka
beranggapan bahwa seorang khalifah merupakan seseorang yang diberi mandat oleh Allah, bukan
dari manusia ataupun sekedar pelanjut nabi sebagimana pada masa khulafa’ al-Rasyidin. Dan Bani
Abbaslah yang mendapatkan mandat tersebut. Oleh karena itu kedudukan khalifah itu dipegang
sepenuhnya oleh keturunan bani abbas, bahkan pada masa al-Mansur, dia pernah berkata :”innama
ana sulthan Allah fi ardhi”
C. SISTEM POLITIK, PEMERINTAHAN DAN BENTUK NEGARA
1. Sistem politik
Adapun sistem politik yang dijalankan oleh daulah Abbasiyah antara lain:
a) Para khalifah tetap dari turunan Arab murni, sementara para menteri, gubernur, panglima,
dan pegawai lainnya banyak diangkat dari golongan Mawali turunan Persia.
b) Kota baghdad sebagai ibu kota negara, yang menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi,
sosial dan kebudayaan dijadikan kota pintu terbuka, sehingga segala bangsa yang
menganut berbagai keyakinan diizinkan bermukim di dalamnya.
c) Ilmu pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting dan mulia. Para khalifah
dan pembesar lainnya membuka kemungkinan seluas-luasnya untuk kemajuan dan
perkembangan ilmu pengetahuan.
d) Kebebasan berpikir sebagai hak asasi manusia sepenuhnya.
e) Para menteri turunan Persia diberi hak yang penuh dalam menjalankan pemerintahan,
sehingga mereka memegang peranan penting dalam membina Tamandun Islam.
2. Sistem Pemerintahan dan Bentuk Negara
Dasar-dasar pemerintahan Abbasiyah diletakan oleh khalifah kedua, Abu Ja’far AlMansyur yang dikenal sebagai pembangun khalifah tersebut, sedangkan pendiri Abbasiyah adalah
Abdhul Abbas Al-Saffah. Sistem pemerintahan kekhalifahannya diambil dari nilai-nilai Persia.
Para khalifah Abbasiyah memperoleh kekuasaan untuk mengatur negara langsung dari Allah
bukan dari rakyat, yang berbeda dari sistem kekhalifahan yang dipilih oleh rakyat.6
Kekuasaan mereka yang tertinggi diletakan pada ulama sehingga pemerintahannya merupakan
sistem teokrasi. Khalifah bukan sajah berkuasa dibidang pemerintahan duniawi juga berhak
memimpin agama yang berdasarkan pemerintahannya pada agama. Khalifah Abbasiyah juga
memakai gelar imam untuk menunjukkan aspek keagamaannya. Namun dalam hal pengangkatan
mahkota, Abbasiyah meniru sistem yang dilaksanakan Umawiyah, yakni menetapkan 2 orang
putra mahkota sebagai pengganti pendahulunya yang berakibat fatal karena dapat menimbulkan
pertikaian antara putra mahkota. Tetapi tradisi mengangkat dua putra mahkota tidak berjalan
selama masa Abbasiyah.
Pemerintah Abbasiyah berlanjut dari tahun 132-656, kurang lebih selama 524 tahun. Pemerintahan
Abbasiyah menurut pandangan ahli sejarah membagi kepada periode:
a) Periode Khalifah Abbasiyah yang pertama Abdul Abbas Al-Saffah 132-136 H/750-754 M.
Nama aslinya adalah Abu Al-Abbas bin Muhammad ibnu Ali bin Abdillah bin Al-Abbas
bin Abdul Muthalib bin Hasyim. Pada periode ini penulis tidak menemui banyak kemajuan
karena masa ini berawal dari pemerintahan dan tampaknya masih bekonsentrasi pada
kondisi kedalam dan pembenahan, dan masih ada beberapa perlawanan-perlawanan
melawan panglima bani Umawiyah yang loyalitas pada Daulah Umawiyah seperti
Abdurahman Ad-Dakhili yang mendirikan Daulah bani Umawiyah di Andalus ia selamat
dari kejaran Abbasiyah, kemudian memerangi Abu Salamah Al-Khalifah Marwan. Pada
periode ini Al-Khalifah merehabilitasi istana yang berada di Baghdad, namun pada periode
Al-Mansyur Khalifah kedua dibangun kembali dengan megah.
b) Periode khalifah kedu
Khalifah kedua sesudah Abu Al-Abbas asd-Safah adalah Abu Jakfar Al-Mansyur tahun
136-158 H/754-775 M. Dilahirkan Abu jafar Abdullah bin Muhammad bin Ali-Abbasy
6 Musyrifah Sunanto,Sejarah Islam Klasik (Jakarta : Kencana. 2003) h. 45
tahun 101 H di Qemah pada akhir pemerintahan Umar bin Abdul Aziz. Khalifah kedua ini
adalah yang merehabilitasi istana dengan megah, seindah-indahnya, diceritakan dalam
buku siapa yang melihat dengan istana itu akan terheran-heran.
c) Almahdi tahun 158-169 H/775-785 M
Ia adalah khalifah Daulah Abbasiyah ketiga yang memerintah lebih kurang sebelas tahun
namanya adalah Muhammad bin Abdillah al-Mansyur dilahirkan di Al-Hamimah 126 H.
Pada masa khalifah ketiga ini dikeluarkannya para tahanan-tahanan penjara yang
dipenjarakan sebelum ia memerintah kecuali yang punya kesalahan, pelanggaran yang
besar. Ia membangun bangunan jalan untuk menuju Mekkah dan membangun perairan dari
sumur-sumur besar untuk minum para musafir, dan di alirkan ke penjara-penjara, dan
dijaga kebersihannya dari kotoran dan penyakit, ia merehabilitasi masjid Al-Haram akan
tetapi ia menghilangkan nama Al-Walid bin Abdil Malik dari dinding masjid Al-Haram
dan diganti dengan namanya. Ia juga membuat kantor-kantor pos surat untuk penduduk
Mekkah, Madinah dan Yaman, dan menunjuk wakil-wakil raja diberbagai Daulah
Abbasiyah. Khalifah ini dikenal dengan kemakmuran dan disukai rakyatnya. Ia juga
membuat pagar-pagar di sekeliling kota-kota untuk pertahanan dan khususnya daerah
Rafasah. Dan pada masa khalifah Al-Mahdi, Baghdad menjadi pusat perdagangan
internasional dan berkembang berbagai ilmu, seperti Assyiir hikmah, adab, dan musik.
Pada masa ini Al-Mahdi selalu setiap tahun mengganti kain tutup kakbah sehingga
berlanjut menjadi contoh kepada pemerintah dari khalifah selanjutnya. Semasah khalifah
ini juga sholat jamaah yang dilaksanakan di istana berahli ke masjid-masjid dan di buat
mimbar-mimbar seperti mimbar Rasulullohu alaihi wasalam. Semasa khalifah ini juga
dikeluarkan Abdullah bin Marwan bin Muhammad al-Umawih dari pengasingan di negeri
Syam tahun 161 H dan di maafkan oleh khalifah, dan diberikan kehidupan yang layak,
begitu juga Abdul salam bin Husam Yashuri di Jazirah.
d) Khalifah keempat Al-Hadi dari tahun 169-170 H /785-786
Sepertinya secara terperinci tidak disebutkan kemajuan-kemajuan pada zaman ini, namun
penulis melihat khalifah keempat ini adalah melanjutkan kebijakan-kebijakan khalifah
sebelumnya.
e) Khalifah ke Lima Harun Al-Rasyid
Kekhalifahannya dari tahun 170-193 H/876-809 M. Harun Al-Rasyid dilahirkan 145 H. Ia
adalah Khalifah yang terkenal, masyhur dari seluruh khalifah Bani Abas. Pada masa
khalifah ini baghdad adalah paling makmur dari zaman sebelumnya, seperti menjadi pusat
perdagangan, dan banyaknya para ulama, dan udaba.’ Namun Harun Al-Rasyid terkenal
di negri-negri barat. Ketika ia mengadakan hubungan politik dengan adanya buku Seribu
Satu Malam. Buku ini diterjemahkan pada sebagian besar bahasa-bahasa Eropa dan
Amerika, hampir tak ada penduduk tak punya buku ini diperpustakaan pribadi mereka.
Pemerintah pada masa ini adalah lebih aman dan tentram, hampir seluruh rakyat mencintai
Rasyid, para Ulama, As-syu’ra, Al-udaba, Al-Rasyid sendiri juga adalah seorang ulama
dan mencintai ilmu pengetahuan. Kebiasaan al-Rasyid bila ia pergi melaksanakan ibadah
Haji bersamanya ikut 100.000 orang ulma beserta anak-anak mereka, dan kalau khalifah
tidak pergi haji maka ia menghajikan 300 orang Nama-nama ulama semasa Al-Rasyid,
diantaranya Imam Malik bin Annas, Al-Laisy bin saad seorang ahli fikih Mesir, Abu yusuf
yang menulis buku Al Kharrajh, Imam Sibaweih, Marwan bin Abi Habsyah.7
Pada zaman khalifah ini puncak gemilangan kebudayaan Islam, pembangunan istana-istana
megah dan hasil-hasil bumi, dan Baghdad menjadi pusat perdagangan dunia. Kekayaan
pemerintah pada zaman Al-Rasyid hampir mencapai 70 million dinar yang hanya di ambil
dari pajak ini menandakan kemakmuran rakyatnya. Sayuti mengatakan pemerintahan
khalifah Al-Rasyid hari-harinya di penuhi dengan kemakmuran dan kesejahteraan.
Menjelang ia meninggal ada tiga macam nasihat terhadap tentara dari bani Hasyim:
1. Pemeliharaan amanah
2. selalu menasehati para pemimpin.
3. Persatuan dalam membuat keputusan,kemudian menilai Muhammad Amin dan
Abdullah Makmun dengan cara siapa yang bersalah di antara keduanya (yang berbuat
zalim) melaksanakan hukuman.
f) Khalifah Ke Enam Al-Amin
Pemerintahannya adalah dari tahun 193-198 H/808-813 M. Ia dilahirkan 170 H, anak dari
Harun Al-Rasyid. Pada masa ini tidak banyak perkembangan krena pemerintahannya
hanya lebih kurang lima tahun dan jauh berbeda dengan bapaknya Al-Rasyid,Al-Amin
lebih banyak melemahkan kekuatan-kekuatan yang pernah di rintis oleh bapaknya baik itu
dari segi keilmuwan maupun pembangunan fisik.
g) Khalifah ketujuh Al-Ma’mun
Ia memerintah dari tahu 198-218 H/818-833 M. Ia dilahirkan pada tahun 170 H di saat
meninggal pamannya Al-Hadi. Pada masa pemerintahan ini awal dari dimunculkannya
ilmu falsafat (Alhikmah), dan juga munculnya buku kedokteran, ia mewajibkan kepada
para ulama mengatakan Al-Qur’an ini makhluk (makhluk) munculnya pemahaman tentang
Al-Qur’an ini makhluk pada Al-Mu’tasyim saudara Al-Ma’mun. Al-Qur’an sebagai
makhluk bahkan ia di penjara, dan para rakyat diperintahkan untuk memakai baju hijau
karena warna ini adalah baju ahli surga.
h) Khalifah kedelapan Al-Mu’tasim
Ia memerintah dari tahun 218-227 H/833-842 M, ia di lahirkan tahun 178 H nama aslinya
adalah Abu Ishaq Muhammad Al-Mu’tasim bin Ar-Rasyid. Pada masa ini siapa yang tidak
setuju dengan pemikiran Al-Mu’tazirah atau dengan Al-Qur’an sebagai makhluk, maka ia
dihukum dicambuk, namun di lain pihak Al-Mu’tasim sesuatu masalah yang tidak bisa
menyelesaikannya ia serahkan kepada para ahlinya.
7 Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 3, Cet. I, (Jakarta : Pustaka Alhusna, 1993) h. 17
i) Khalifah kesembilan Al-Wasiq
Pemerintahannya dari tahun 227-232 H/742-847 M. Ia dilahirkan 186 H dengan nama
Harun Al-Wasiq Billah bin Al-Mu’tasim.
Pada pemerintahan ini ia lebih banyak berkonsentrasi pada pembenahan Al-Atrak (Turki
sekarang) pada periode ini tidak banyak di sebutkan kemajuan-kemajuan karena khalifah
kesembilan ini lebih banyak membenahi kedalam, seperti memerhatikan para ulama-ulama
yang tidak sepaham dengan mazhab Al-Mu’tazilah.
Perkembangan Peradaban Islam Masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah
merupakan masa kejayaan Islam dalam berbagai bidang, khususnya dalam bidang ilmu
pengetahuan dan kebudayaan. Pada zaman ini, umat Islam telah banyak melakukan kajian
kritis terhadap ilmu pengetahuan, yaitu melalui upaya penterjemahan karya-karya
terdahulu dan juga melakukan riset tersendiri yang dilakukan oleh para ahli. Kebangkitan
ilmiah pada zaman ini terbagi di dalam tiga lapangan, yaitu : kegiatan menyusun bukubuku ilmiah, mengatur ilmu-ilmu Islam dan penerjemahan dari bahasa asing. Setelah
mencapai kemenangan di medan perang, tokoh-tokoh tentara membukakan jalan kepada
anggota-anggota pemerintahan, keuangan, undang-undang dan berbagai ilmu pengetahuan
untuk bergiat di lapangan masing-masing. Dengan demikian munculah pada zaman itu
sekelompok penyair-penyair handalan, filosof- filosof, ahli-ahli sejarah, ahli-ahli ilmu
hisab, tokoh-tokoh agama dan pujangga- pujangga yang memperkaya perbendaharaan
bahasa Arab.
Banyak ahli dalam bidang-bidang ilmu pengetahuan, seperti; filsafat. Filosuf
terkenal saat itu antara lain adalah Al-Kindi (185-260 H/801-873 M). Abu Nasr al Faraby
(258-339 H/870-950 M), yang menghasilkan karya dalam bentuk buku berjudul Fusus alHikam, Al-Mufarriqat, Ara’u ahl al-Madinah al-Fadhilah. Selain mereka, juga ada Ibnu
Sina(370-428 H/980-1037 M), Ibnu Bajjah (w. 533 H/1138 M), diantara karyanya adalah
Risalatul Wada’, akhlak, kitab al-Nabat, Risalah al-Ittishal al-‘Aql bil Ihsan, Tadbir alMutawahhid, kitab al-Nais, Risalah al-Ghayah al-Insaniyah, Al- Ghazali (1059-1111 M),
Ibnu Rusyd (520-595 H/1126-1196 M), dan lain-lain.
Selama dinasti Abbasiyyah berkuasa, pola pemerintahan yang di terapkan
berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik sosial, dan budaya. Berdasarkan perubahan
pola pemerintahan dan politik itu, para sejarahwan biasanya membagi masa pemerintahan
bani Abbas menjadi empat periode :
1. Masa Abbasy ; semenjak lahirnya Daulah Abbasiyyah tahun 132 H sampai
meninggalnya khalifah al-Wasiq tahun 232 H.
2. Masa Abbasy , tahun 232-334 H mulai khalifah al-Mutawakkil sampai berdirinya
Daulah Buwaihi di Baghdad.
3. Masa Abbasy , tahun 334-447 H dari berdirinya Daulah Buwaihi sampai masuknya
Daulah Saljuk.
4. Masa Abbasy IV, tahun 447- 656 H, dari masuknya orang-orang Saljuk di Baghdad,
sampai jatuhnya Baghdad ke tangan bangsa Tartar di bawah pimpinan Hulagu.
Sistem Politik dan Kepemerintahan
Secara garis besar sistem politik dan kepemerintahan yang di jalankan oleh Daulah
Abbasiyyah dibagi menjadi dua periode, yaitu :
1. Politik yang dijalankan oleh Daulah Abbasiyyah I
2. Politik yang dijalankan oleh Daulah Abbasiyyah II,III, dan IV
politik yang di jalankan oleh Daulah Abbasiyyah I, meliputi :
a. Kekuasaan sepenuhnya dipegang oleh khalifah yang mempertahankan keturunan arab
murni dibantu wazir, mentri, gubernur dan para panglima beserta para pegawai yang
berasal dari berbagai bangsa.
b. Kota Baghdad sebagai ibukota negara, menjadi pusat kegiatan politik, sosial dan
kebudayaan, dijadikan kota Internasional yaang terbuak untuk segala bangsa dan
keyakinan.
c. Ilmu pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang sangt penting dan mulia. Para kahlifah
dan para pembesar lainnya membuka kemungkinan seluas-luasnya untuk kemajuan dan
perkembangan ilmu pengetahuan.
d. Kebebasan berpikir diakui sepenuhnya.
e. Para mentri turunan Persia diberikan hak penuh dalam memnjalankan pemerintahan
sehingga mereka memegang peranan penting dalam membina tamadun Islam.
politik yang dijalankan oleh Daulah Abbasiyyah II, III, dan IV yaitu :
a. Kekuasaan khalifah sudah lemah bahkan kadang-kadang sebagai lambang saja. Kekuasaan
sebenarnya ditangan wazir atau panglima atau sultan yang berada di Baghdad, oleh karena
itu kekuasaan politik sentral jatuh wibawanya karena negara-negara bagian tidak
menghiraukan lagi pemerintahan pusat kecuali pengakuan politis saja.
b. Kota Baghdad bukan satu-satunya kota Internasional dan terbesar, sebab masing-masing
kerajaan berlomba-lomba untuk mendirikan kota yang menyaingi Baghdad. Dibarat
tumbuh kota Cordon, Toledo, Sevilla. Di Afrika kota Koiruan, Tunisia dan Maroko, dll
c. Kalau keadaan politik dan militer merosot, maka ilmu pengetahuan di majukan sehingga
tambah maju dan pesat, hal ini disebabkan masing-masing kerajaan, Amir, khalifah
ataupun sulatan berlomba-lomba untuk memajukan ilmu pengetahuan, mmendirikan
perpustakaan, mengumpulkan para ilmuwan, para pengarang, penterjemah, hasilnya pada
abad ke-4 H ilmu pengetahuan Islamiyah lebih tinggi martabatnya.
D. SISTEM SOSIAL
Sistem sosial pada zaman Abbasiyah adalah sambungan dari zaman sebelumnya,
yaitu zaman Umawiyah. Pada masa Daulah Abbasyiah ini terjadi perubahan yang sangat
menonjol di antaranya adalah:
1. Tampilnya kelompok Mawali khususnya pada pemerintahan Irak, yang menduduki peran
dan posisi penting di pemerintahan.
2. Menurut janji Jurzi zaidah, masyarakat terdiri dari dua kelompok, yaitu:
a. Kelompok khusus, yaitu: bani Hasyim, pembesar negara, bangsawan yang bukan bani
Hasyim.
b. Kelompok umum, yaitu: seniman, ulama, pengusaha, pujangga,dan lain-lain.
3. Kerajaan Islam Daulah Abbasyiah tersusun dari beberapa unsur bangsa yang berbeda-beda
(bangsa Mesir, Syam, Jazirah, Arab, Irak, Persia, Turki).
4. Perkawinan campur dan melahirkan anak dari unsur campur darah.
5. Terjadinya pertukaran pendapat, cerita, pikiran sehingga muncul kebudayaan baru.
6. Perbudakan
Sistem sosial yang diterapkan oleh penguasa bani abbasiyyah antara penguasa satu dengan
penguasa yang lain berbeda sesuai dengan pemimpin Bani Abbasiyyah pada waktu itu, tetapi
secara garis besar dapat kami gambarkan bahwa kebanyakan para penguasa Abbasiyyah
membentuk masyarakaat berdasarkan asas persamaan, dengan menggunakan sistem administrasi
dari tradisi setempat, pembagian kelas di masyarakat tidak berdasarkan ras atau kesukuan,
melainkan dengan jabatan, jadi semakin tinggi jabatannya semakin tinggi pula kelasnya.
Mungkin sistem sosial yang paling sesuai di antara para penguasa bani Abbasiyyah
menurut kami terjadi pada masa Harun ar-Rasyid yang berkelanjutan pada masa pemerintahan
putranya al-Ma’mun.
Kekayaan yang banyak dimanfaatkan oleh Harun ar-Rasyid untuk keperluan sosial. Rumah
sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi didirikan, pada masanya sudah terdapat paling tidak
sekitar 800 orang dokter, di samping itu pemandian- pemandian umum juga dibangun.8
Di zaman pemerintahan khalifah Harun ar-Rasyid itu juga, Baitul Mal ditugaskan
menanggung narapidana dengan memberikan setiap orang makanan yang cukup serta pakaian
musim panas dan musim dingin, ini tentunya berbeda dengan sistem khalifah sebelumnya, karena
8 Latif Osman, Ringkasan Sejarah Islam, Cet. XXVII, (Jakarta : Widjaya, 1983) h. 24
Harun ar-Rasyid menjadikannya tugas dan tanggung jawab baitul mal, sedangkan khalifah
sebelumnya mangatsnamkan suatu pemberian.
Pada masa ini, sistem sosial adalah sambungan dari masa sebelumnya (Masa Dinasti
Umaiyah). Akan tetapi, pada masa ini terjadi beberapa perubahan yang sangat mencolok, yaitu :
1. Tampilnya kelompok mawali dalam pemerintahan serta mendapatkan tempat yang sama
dalam kedudukan sosial
2. Kerajaan Islam Daulah Abbasiyah terdiri dari beberapa bangsa ang berbeda-beda (bangsa
Mesir, Syam, Jazirah Arab dll.)
3. Perkawina campur yang melahirkan darah campuran
4. Terjadinya pertukaran pendapat, sehingga muncul kebudayaan baru
BAB III
KESIMPULAN
A. PENUTUP
1. Berdirinya Daulah Abbasyiah didirikan atas dua strategi, yaitu: Pertama, dengan sistem
mencari pendukung dan penyebaran ide secara rahasia, ini sudah berlangsung sejak akhir
abad pertengahan hijriah yang dipusatkan di Al Hamimah. Kedua, dengan terang-terangan
dan himbauan di forum –forum resmi untuk mendirikan Daulah Abbasyiah berlanjut
dengan dengan peperangan melawan Daulah Umaiyah.
2. Sistem pemerinthan bani Abbasyiah meniru cara Umaiyah.Dasar –dasar pemerintah
Abbasiyah diletakan oleh khalifah kedua, Abu Ja’far Al-Mansyur.
3. Sistem politik Abbasiyah yang dijalankan antara lain: Para khalifah tetap dari turunan Arab
murni, kota Bagdhad sebagai ibu kota negara yang menjadi pusat kegiatan politik, ilmu
pengetahuan dipandang sbagai sesuatu yang sangat penting, kebebasan berpikir sebagai
HAM diakui penuh, dan para menteri turunan persia diberi hak penuh dalam menjalankan
pemerintahan.
4. Sistem sosial yang diterapkan oleh penguasa bani abbasiyyah antara penguasa satu dengan
penguasa yang lain berbeda sesuai dengan pemimpin Bani Abbasiyyah pada waktu itu,
tetapi secara garis besar dapat kami gambarkan bahwa kebanyakan para penguasa
Abbasiyyah membentuk masyarakaat berdasarkan asas persamaan, dengan menggunakan
sistem administrasi dari tradisi setempat, pembagian kelas di masyarakat tidak berdasarkan
ras atau kesukuan, melainkan dengan jabatan, jadi semakin tinggi jabatannya semakin
tinggi pula kelasnya.
DAFTAR PUSTAKA
Amin Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Amzah, 2009
H. Harun, Maidir dan Drs. Firdaus, Sejarah Peradaban Islam jilid II,Padang : IAIN-IB Press, 2001
Hassan Ibrahim, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Yogyakarta : 1989
Ismail Chadijah, sejarah pendidikan Islam, Padang : IAIN-IB Press, 1999
Musyifah, Sejarah Islam KlasiK, Jakarta : Kencana 2003
Nizar Samsul, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Kencana Sunanto, 2007
Osman, Latif, Ringkasan Sejarah Islam, Cet. XXVII, Jakarta : Widjaya, 1983
Ridwan, dkk, Modul Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam, Jakarta : Kirana Cakra Buana, 2004
Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam Jilid 2, Jakarta: Pustaka Alhusna, 1983
Syalabi, Ahmad, Sejarah dan Kebudayaan Islam 3, Cet. I, Jakarta : Pustaka Alhusna, 1993
Sunanto, Musyrifah, Sejarah Islam Klasik, Jakarta : Kencana. 2003
Wahid, N. Abbas dan Suratno, Khazanah, Sejarah Kebudaan Islam, Solo : PT. Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri, 2009
Yatim,Badri, M. A, Sejarah Peradaban Islam ( Dirasah Islamiyah II ), Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 1993
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, Ed. I, Cet. 13, Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 2002
NAMA
: NURHAYATI OLII
ALAMAT
: BOLAANG MONGODOW URATA (BOLMUT)
T.T.L
: BOHABAK, 28 OKTOBER 1997
FAKULTAS : TARBIYAH
JURUSAN
: PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
NIM
: 15.2.3.074
SEJARAH PEMIKIRAN PENDIDIKAN BANI
ABBASIYAH
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bani Abbasiyah atau Kekhalifahan Abbasiyah adalah kekhalifahan Islam yang berkuasa
di Baghdad. Kehalafihan ini berkembang pesat dan menjadikan dunia Islam sebagai pusat
pengetahuan dengan menerjemahkan dan melanjutkan tradisi keilmuan Yunani dan Persia.
Kekhalifahan ini berkuasa setelah merebut dari Bani Umayyah dan menundukan semua
wilayahnya kecuali Andalusia. Bani Abbasiyah adalah keturunan dari paman Nabi Muhammad
yang termudah, yaitu Abbas bin Abdul-Muththalib (566-652), oleh karena itu mereka juga
termasuk ke dalam Bani Hasyim. Berkuasa mulai tahun 750-1258 M.
Pemerintahan Abbasiyah dari Tahun 132 H. Hingga tahun 656 H. Temponya ialah selama
524 tahun. Pada tahun 656 H. Kaum tatar melanggar dunia Islam, membunuh khalifah Abbasiyah
serta kaum keluarganya dan mengumumkan berakhirnya pemerintahan Abbasiyah.
Tempo sebegitu lama yang dinikmati oleh golongan Abbasiyah ketika memegang tampuk
pemerintahan, tidak berarti bahwa kekuasaan para khalifahnya sama sejajar. Sebaliknya kekuasaan
tersebut adalah berbeda-beda yang menyebabkan para pengkaji memberikan tempo pemerintahan
Abbasiyah itu kepada beberapa periode. Pandangan ahli-ahli tentang pembagian ini dan sebabsebabnya mungkin berbeda. Tetapi di pihak kita, tempo pemerintahan Abbasiyah itu kita bagi
kepada tiga periode yang masing-masing mempunyai ciri-ciri tersendiri berbeda dari yang lain.
Periode-periode tersebut ialah : Periode pertama (132-232 H.). Kekuasaan pada periode ini berada
di tangan para khalifah. Periode kedua (232-590 H.). Pada periode ini kekuasaan hilang dari tangan
para khalifah. Dan periode ketiga (590-656 H.). Pada periode ini kekuasaan berada kembali di
tangan para khalifah. Tetapi hanya di Baghdad dan kawasan-kawasan sekitarnya.
Dalam peradaban ummat Islam, Bani Abbasiyah merupakan salah satu bukti sejarah
peradaban ummat Islam yang terjadi. Bani Abbasiyah merupakan masa pemerintahan ummat
Islam yang memperoleh masa kejayaan yang gemilang. Pada masa ini banyak kesuksesan yang
diperoleh Bani Abbasiyah, baik itu dibidang Ekonomi, Politik, dan Ilmu pengetahuan. Hal inilah
yang perlu untuk kita ketahui sebagai acuan semangat bagi generasi ummat Islam bahwa
peradaban ummat Islam itu pernah memperoleh masa keemasan yang melampaui kesuksesan
negara-negara Eropa. Dengan kita mengetahui bahwa dahulu peradaban ummat Islam itu diakui
oleh seluruh dunia, maka akan memotifasi sekaligus menjadi ilmu pengetahuan kita mengenai
sejarah peradaban ummat Islam sehingga kita akan mencoba untuk mengulangi masa keemasan
itu kembali nantinya oleh generasi ummat Islam saat ini.
B. Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
Bagaimana Sejarah berdirinya Daulah Abbasiyah ?
Kedudukan Khalifah ?
Sistem Politik, pemerintah dan Bentuk Negara ?
Sistem Sosial ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. SEJARAH BERDIRINYA DAULAH ABBASIYAH
Berdirinya daulah Abbasiyah diawali dengan dua strategi, yaitu : satu dengan sistem
mencari pendukung dan penyebaran ide secara rahasia, hal ini sudah berlangsung sejak akhir abad
pertama hijriah yang bermarkas di Syam dan tempatnya di Al Hamimah, sistem ini berakhir
dengan bergabungnya Abu mulim al-Khurasani pada jum’iyah yang sepakat atas terbentuk Daulah
Abbasiyah. Sedangakan strategi kedua dilanjutkan dengan terang-terangan dan himbauan-hibauan
di forum-forum resmi untuk mendirikan Daulah Abbasiyah berlanjut dengan peperangan melawan
Daulah Umawiyah. Dari dua strategi yang diterapkan oleh Muhammad bin Al-‘Abasy dan kawankawannya sejak akhir abad pertama sampai 132 H akhirnya membuahkan hasil dengan berdirinya
Daulah Abbasiyah.1
Berbagai teknis diterapkan oleh pengikut Muhammad Al-‘Abbasy, seperti sambil
berdagang dan melaksanakan haji di balik itu terprogram bahwa mereka menyebarkan ide dan
mencari pendukung terbentuknya Daulah. Penulis melihat pendirian Daulah tidak semudah
membalik telapak tangan dan tidak semudah meminum air, tetapi memerlukan tenaga dan usahausaha yang sampai mengorbankan nyawa dalam jumblah yang tidak sedikit.
Dan ini bisa terlihat pada peperangan yang terjadi antara Daulah Umawiyah dan
pendukung berdirinya Daulah Abbasiyah seperti peristiwa 11 jumadil Al-Akhirah 132 H dalam
waktu itu terbunuh 300 orang dari Daulah Umawiyah dan termasuk Ibrahim bin Al-Walid bin Adil
Malik saudara dari Yazid. Seperti dikatakan : terbunuhnya Marwan bin Muhammad malam Ahad
3 Zulhijjah 132 H dan dikirim kepalanya kepada Asyafah di kuffah dan berakhirlah Daulah
Umawiyah dengan kematiannya pada usia 65 tahun 9 bulan dan beberapa hari.
Pemerintahan Abbasiyah adalah keturunan daripada al-Abbas, paman Nabi SAW pendiri
kerajaan al-Abbas ialah Abdullah s-Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin al-Abbas, dan
pendiriannya di dianggap suatu kemenangan bagi idea yang dianjurkan oleh kalangan Bani
Hasyim setelah kewafatan Rasulullah SAW, agar jabatan khlifah diserahkan kepada keluarga
Rasul dan sanak-saudaranya. Tetapi idea ini telah dikalahkan di zaman permulaan Islam, di mana
pemikiran Islam yang sehat menetapkan bahwa jabatan khalifah itu adalah milik kepunyaan
seluruh kaum Muslimin, dan mereka berhak melantik siapa saja antara kalangan mereka untuk
menjadi ketua setelah mendapat dukungan. Tetapi orang-orang Parsi yang masih berpegang
kepada prinsip hak ketuhanan yang suci, terus berusaha menyebarkan prinsip tersebut, sehingga
mereka berhasil membawa Bani Hasyim ke tampuk pemerintahan.
1 Samsul Munir Amin,M.A, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta : Amzah, 2009) h. 36
Berdirinya pemerintahan ini dianggap sebagai kemenangan pemikiran yang pernah
dikumandangkan oleh bani Hasyim (alawiyun ) setelah meninggalnya Rasulullah dengan
mengatakan bahwa yang berhak berkuasa adalah keturunan Rasulullah dan anak-anaknya.
Kelahiran bani Abbasiyah erat kaitannya dengan gerakan oposisi yang di lancarkan oleh
golongan syi’ah terhadap pemerintahan Bani Umayyah. Golongan Syi’ah selama pemerintahan
Bani Umayyah merasa tertekan dan tersingkir karena kebijakan-kebijakan yang di ambil
pemerintah. Hal ini bergejolak sejak pembunuhan terhadap Husein Bin Ali dan pengikutnya di
Karbela. Gerakan oposisi terhadap Bani Umayyah dikalangan orang syi’ah dipimpin oleh
Muhammad Bin Ali, ia telah di bai’ah oleh orang-orang syi’ah sebagai imam. Tujuan utama dari
perjuangan Muhammad Bin Ali untuk merebut kekuasaan dan jabatan khalifah dari tangan Bani
Umayyah, karena menurut keyakinan orang syi’ah keturunan Bani Umayyah tidak berhak menjadi
imam atau khalifah, yang berhak adalah keturunan dari Ali Bin Abi Thalib, sedangkan bani
umayyah bukan berasal dari keturunan Ali Bin Abi Thalib. Pada awalnya golongan ini memakai
nama Bani Hasyim, belum menonjolkan nama Syi’ah atau Bani Abbas, tujuannya adalah untuk
mencari dukungnan masyarakat. Bani Hasyim yang tergabung dalam gerakan ini adalah keturunan
Ali Bin Abi Thalib dan Abbas Bin Abdul Muthalib. Keturunan ini bekerjasama untuk
menghancurkan Bani Umayyah.2
Strategi yang digunakan untuk menggulingkan Bani Umayyah ada dua tahap :
Gerakan secara rahasia
Propoganda Abbasiyah dilaksakan dengan strategi yang cukup matang sebagai gerakan
rahasia, akan tetapi Imam Ibrahim pemimpin abbasiyah yang berkeinginan mendirikan
kekuasaan Abbasiyah, gerakannya diketahui oleh khalifah Umayyah terakhir, Marwan bin
Muhammad. Ibrahim akhirnya tertangkap oleh pasukan dinasti umayyah dan dipenjarakan di
Haran sebelum akhirnya di eksekusi. Ia mewasiatkan kepada adiknya Abul Abbas untuk
menggantikan kedudukannya ketika ia telah mengetahui bahwa ia akan di eksekusi dan
memerintahkan untuk pindah ke kuffah.
Tahap terang-terangan dan terbuka secara umum
Tahap ini dimulai setelah terungkap surat rahasia Ibrahim bin Muhammad yang ditujukan
kepada Abu Musa Al-Khurasani Agar membunuh setiap orang yang berbahasa Arab di
Khurasan. Setelah khalifah Marwan bin Muhammad mengetahi isi surat rahasia tersebut ia
menangkap Ibrahim bin Muhammad dan membunuhnya. Setelah itu pimpinan gerakan oposisi
dipegang oleh Abul Abbas Abdullah bin Muhammad as-saffah, saudara Ibrahim bin
Muhammad.
Abul Abbas sangat beruntung, karena pada masanya pemerintahan Marwan bin
Muhammad telah mulai lemah dan sebaliknya gerakan oposisi semakin mendapat dukungan
dari rakyat dan bertambah luas pengaruhnya. Keadaan ini tambah mendorong semangat Abul
2 Badri Yatim,M.A, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1993) h. 24
Abbas untuk menggulingkan khalifah Marwan bin Muhammad dari jabatannya. Untuk maksud
tersebut Abul Abbas mengutus pamannya Abdullah bin Ali untuk menumpas pasukan Marwan
bin Muhammad. Pertempuran terjadi antara pasukan yang dipimpin oleh khalifah Marwan bin
Muhammad dengan pasukan Abdullah bin Ali di tepi sungai Al-Zab Al-Shagirdi, Iran. Marwan
bin Muhammad terdesak dan melarikan diri ke Mosul, kemudian ke palestina, Yordania dan
terakhir di Mesir. Abdullah bin Ali terus mengejar pasukan Marwan bin Muhammad sampai
ke Mesir dan akhirnya terjadi pertempuran disana. Marwan bin Muhammad pun akhirnya
tewas karena pasukannya sudah sangat lemah yaitu pada tanggal 27 Zulhijjah 132 H/750 M.3
Pada tahun 132 H/ 750 M Abul Abbas Abdullah bin Muhammad diangkat dan di bai’ah
menjadi khalifah , dalam pidato pembiatan tersebut , ia antara lain mengatakan “saya berharap
semoga pemerintahan kami ( Bani Abbas ) akan mendatangkan kebaikan dan kedamaian pada
kalian. Wahai penduduk koufah, bukan intimidasi, kezaliman, malapetaka dan sebagainya.
Keberhasilan kami beserta ahlul Bait adalah berkat pertolongan Allah SWT. Hai penduduk
koufah, kalian adalah tumpuan kasih sayang kami, kalian tidak pernah berubah dalam
pandangan kami, walaupun penguasa yang zalim ( Bani Umayyah ) telah menekan dan
menganiaya kalian. Kalian telah dipertemukan oleh Allah dengan Bani Abbas, maka jadilah
kalian orang-orang yang berbahagia dan yang paling kami muliakan….. ketahuilah, hai
penduduk koufah, saya adalah al-saffah”. Setelah Abul Abbas resmi menjadi khalifah ia tidak
lagi mengambil Damaskus sebagai pusat pemerintahan tetapi ia memilih Koufah sebagai pusat
pemerintahannya, dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut:
1. Para pendukung Bani Umayyah masih banyak yang tinggal di Damaskus
2. Kota Koufah jauh dari Persia, walaupun orang-orang Persia merupakan tulang
punggung Bani Abbas dalam menggulingkan Bani Umayyah
3. Kota Damaskus terlalu dekat dengan wilayah kerajaan Bizantium yang merupakan
ancaman bagi pemerintahannnya, akan tetapi pada masa pemerintahan khalifah AlMansur (754-775 M ) dibangun kota Baghdad sebagai ibu kota Dinasti Bani Abbas
yang baru.
Faktor-faktor pendorong berdirinya Daulah Abbasiyah dan penyebab suksesnya.
a. Banyak terjadi perselisihan antara intern bani Umawiyah pada dekade terakhir
pemerintahannya hal ini di antara penyebabnya : memperebutkan kursi kekhalifahan
dan harta.
3 Chadijah Ismail, sejarah pendidikan Islam (Padang : IAIN-IB Press, 1999) h. 56
b. Pendeknya masa jabatan khalifah di akhir-akhir pemerintahan bani Umawiyah, seperti
khalifah Yazid bin al-walid lebih kurang memerintah sekitar 6 bulan.
c. Dijadikan putra mahkota lebih dari jumlah satu orang seperti yang di kerjakan oleh
Marwan bin Muhammad yang menjadikan anaknya Abdullah dan Ubaidilah sebagai
putra mahkota.
d. Bergabungnya sebagian afrad keluarga Umawi kepada mazhab-mazhab agama yang
tidak benar menurut syariah, seperti Al-Qadariah.
e. Hilangnya kecintaan rakyat pada akhir-akhir pemerintahan bani Umawiyah.
f. Kesombongan pembesar-pembesar bani Umawiyah pada akhir pemerintahannya.
g. Timbulnya dukungan dari Al-Mawali (non-Arab). Umawiyah mengakibatkan runtuhnya
Daulah dan berdiri Daulah bani Abbas hal ini dapat dilihat dengan bantuan para Mawali
dari Khurasan dan Persi. Misalnya, bergabungnya Abu muslim al-Khurasani, ia berhasil
menjadi pimpinan di Khurasan yang pada awalnya di bawah kekuasaan Umawiyah.
Masa Kejayaan Peradaban Bani Abbasiyah
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai masa keemasan, secara
politis para khalifah memang orang-orang yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik
sekaligus Agama. Disisi lain kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga
berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan Filsafat dan ilmu pengetahan dalam Islam.
Peradaban dan kebudayyan Islam berkembang dan tumbuh mencapai kejayaan pada masa
Bani Abbasiyah. Hal tersebut dikarenakan pada masa ini Abbasiyah lebih menekankan pada
perkembangan peradaban dan kebudayaan Islam dari pada perluasan wilayah. Disinilah letak
perbedaan pokok dinasti Abbasiyah dengan dinasti Umayyah.4
Puncak kejayaan dinasti Abbasiyah terjadi pada masa khalifah Harun Al- Rasyid (786-809
M) dan anaknya Al-Makmun (813-833 M). Ketika Al-Rasyid memerintah, negara dalam keadaan
makmur, kekayaan melimpah, keamanan terjamin walaupun ada juga pemberontakan dan luas
wilayahnya mulai dari Afrika Utara sampai ke India.
Lembaga pendidikan pada masa Bani Abbasiyah mengalami perkembangan dan kemajuan
yang sangat pesat, hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab, baik sebagai bahasa
administrasi yang sudah berlaku sejak Bani Umayyah, maupun sebagai bahasa pengetahuan.
Zaman ini kota baghdad mencapai puncak kemegahannya yang belum pernah dicapai sebelumnya,
Harun sangat cinta pada sastrawan, ulama, Filosof yang datang dari segala penjuru ke Baghdad.
Salah satu pendukung utama tumbuh pesatnya ilmu pengetahuan tersebut adalah didirikannya
pabrik kertas di Baghdad. Orang Islam pada awalnya membawa kertas dari Tiongkok, usaha
pembuatan kertas erat kaitannya dengan perkembangan Universitas Islam.
4 Ridwan, Modul Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam, ( Jakarta : Kirana Cakra Buana, 2004) h. 17
Pabrik kertas ini memicu pesatnya penyalinan dan pembuatan naskah-naskah, dimasa itu
seluruh buku ditulis tangan. Ilmu cetak muncul pada tahun 1450 M ditemukan oleh gubernur di
Jerman. Dikota-kota besar islam muncul toko-toko buku yang sekaligus juga berfungsi sebagai
sarana pendidikan dan pengajaran non-formal.
Popularitas Bani Abbasiyah ini juga ditandai dengan kekayaan yang dimanfaatkan oleh
khalifah Al-Rasyid untuk keperluan sosial seperti Rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan
faramasi didirikan, dan pada masannya telah ada sekitar 800 orang dokter, selain itu pemandianpemandian umum didirikan. Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan
kebudayaan serta kesusastraan berada pada zaman keemasannya. Pada zaman inilah negara Islam
menempatkan
dirinya
sebagai
negara
terkuat
dan
tak
tertandingi.
Adapun ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa Bani Abbasiayah adalah sebagai berikut
:
1. Ilmu Kedokteran
Pada mulanya Ilmu Kedokteran telah ada pada saat Bani Umayyah, ini terbukti dengan
adannya sekolah tinggi kedokteran Yundisapur dan Harran.
2. Ilmu tafsir
Pada masa ini muncul dua alirang yaitu ilmu tafsir Al-matsur dan Tafsir Bir ra’yi, aliran
yang pertama lebih menekan pada ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadist dan pendapat tokohtokoh sahabat. Sedangkan aliran tafsir yang kedua lebih menekan pada logika ( rasio ) dan
Nash.
3. Ilmu Hadist
Pada masa pemerintahan khalifah Umar Bin Abdul Aziz (717-720 M) dari Bani Umayyah
sudah mulai usaha untuk mengumpulkan dan membukukan Hadist. Akan tetapi
perkembangan ilmu hadist yang paling menonjol pada amasa Bani Abbasiyah, sebab pada
masa inilah muncul ulama-ulama hadist yang belum ada tandingannya sampai sekarang.
4. Ilmu Kalam
Bukanlah hal yang berlebihan jika dikatakan pada masa Bani Abbasaiyah merupakan
dasar-dasar Ilmu Fiqh. Ilmu ini disusun oleh ulama-ualama yang terkenal pada masa itu
dan masih besar pengaruhnya sampai sekarang, Diakalangan Ulama Ahlu al-Sunnah wal
jamaah.
5. Ilmu Tashawuf
Dalam bidang ilmu Tashawuf juga muncul ulama-ulama yang terkenal pada masa
pemerintahn Daulah Bani Abbasiyah. Imam Al-Ghazali sebagai seorang ulama sufi pada
masa Daulah Bani Abbasiyah meninggalkan karyanya yang masih beredar sampai
sekarang yaitu buku Ihya’ Al-Din, yang terdiri dari lima jilid
6. Ilmu Matematika
Terjemahan dari bahasa asing ke bahasa Arab menghasilkan karya dibidang matematika.
Diantara ahli matematika islam yang terkenal adalah Al-Khawarizmi, adalah seorang
pengarang kitab Al-Jabar wal Muqabalah (ilmu hitung) dan penemu angka Nol. Tokoh
lainnya adalah Abu Al-Wafa Muhammad Bin Muhammad Bin Ismail Bin Al-Abbas
terkenal sebagi ahli ilmu matematika.
7. Ilmu Farmasi
Diantara ahli farmasi pada masa Bani Abbasiyah adalah Ibnu Baithar, karyanya yang
terkenal adalah Al-Mughni (berisi tentang obat-obatan), jami’ al-mufradat al-adawiyah
(berisi tentang obat-obatan dan makanan bergizi).
B. KEDUDUKAN KHALIFAH
Sistem pemerintahan ke khalifah atau pemerintahan bani Abbasiyah meniru cara Umawiya
bukan mncontoh Khulafaurrasiddin yang berdasarkan pemilihan khalifah dengan musyawarah
dari rakyat. Dan ada satu hal yang baru lagi bagi khalifah Abbasyiah ialah pemakaian gelar AlMansyur. Hal tersebut dapat di telusuri dari lokasi di mana Abbasyiah berkuasa yang bertumpu
pada bekas kekuasaan persiah, sehingga model persiah dijadikan acuan bagi pemerintahannya.
Antara lain dengan mengatakan seorang penguasa adalah wakil Tuhan di bumi.
Dalam masa pemerintahan Al-Mansyur terjadi pembunuhan terhadap orang-orang yang
kuat yang berjasa dalam merebut kekuasaan dari tangan bani Umawiyah karena khalifah itu tidak
ingin ada tandingannya sehingga melampangkan jalan bagaimana keinginannya. Dalam masa
pemerintahan Al-Mansyur, ibu kota Bani Abbas dipindahkan ke kota Baghdad. Al-Mansyur ini
memerintah selama 22 tahun dan wafat tahun 158 H. Sebelum wafat Al-Mansyur mewasiatkan
kepada anaknya Al-Mahdi untuk menggantikannya dengan menomorduakan Isa Ibn Musa yang
pernah ditetapkan oleh As-Saffah untuk memegang pemerintahan setelah Al-Mansyur.5
Dalam masa pemerintahan Al-Mahdi terjadi perubahan dari sifat keras yang diterapkan
oleh ayahnya ke sifat moderat dan murah hati. Dia mengembalikan harta kekayaan yang disita oleh
ayahnya kepada pemilik harta tersebut, serta membebaskan para tawanan politik dari kelompok
Si’ah serta memerangi kaum kafir yang menyimpang dari ajaran Islam.
Sifat lembut dan kecintaannya kepada manusia karena politiknya ingin menyatukan hati,
mencintai sesama manusia, serta mendapatkan keridhaan dan cinta mereka. Al-Mahdi bisa
5 Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam. (Jakarta : Kencana Sunanto, Musyifah. 2003) h. 78
melakukan hal tersebut, karena dia mencintai dan dekat dengan orang-orang. Hal pertama yang
dia lakukan adalah mencintai musu. Dia membebaskan para tawanan yang ditawan oleh ayahnya
karena sebab-sebab politik- bukan sebab-sebab syariat. Mereka dibebaskan dan dieri kemerdekaan
setelah sebelumnya disiksa dipenjara. Kemudian, dia pun menggunakan politik, yaitu politik kasih
sayang terhadap pengikut, komandan, dan keluarganya. Dia mengambil harta yang banyak dari
kas negara kemudian membagi-bagikannya dengan ikhlas. Diceritakan, bahwa dia pernah duduk
memberikan hadiah sambil disaksikan oleh keluarga dan para komandannya. Dia membacakan
nama-nama, menyuruh untuk menambah sepuluh ribu atau dua puluh ribu, dan hal yang
sejenisnya. Hal itu terjadi pada tahun 169 Hijriah. Kemudian, dia pun mengembalikan barangbarang yang telah disita oleh keluarganya kepada peimiliknya dalam jumlah yang sangat banyak.
Adapun kepada rakyat, dia telah menempuh jalan yang baik untuk mengetahui pemikiranpemikiran mereka.
Dia membuat daftar bagi orang-orang yang dizhalimi dan mendirikan sebuah dewan untuk
hal tersebut. Di dalam istana dia membuat sebuah tempat untuk mengajukan keluhan dan
keinginan. Setiap hari dia duduk bersama orang-orang yang dizhalimi. Majelisnya selalu didatangi
oleh para hakim. Dia berkata, “jika saya tidak malu kepada seorang pun, saya malu kepada
mereka.”
Kedudukan khalifah pada masa kepemerintahan Bani Abbasiyyah sangatlah berbeda
dengan
khalifah-khalifah sebelumnya (Khulafa’ al-Rasyidin dan Bani Ummayah), mereka
beranggapan bahwa seorang khalifah merupakan seseorang yang diberi mandat oleh Allah, bukan
dari manusia ataupun sekedar pelanjut nabi sebagimana pada masa khulafa’ al-Rasyidin. Dan Bani
Abbaslah yang mendapatkan mandat tersebut. Oleh karena itu kedudukan khalifah itu dipegang
sepenuhnya oleh keturunan bani abbas, bahkan pada masa al-Mansur, dia pernah berkata :”innama
ana sulthan Allah fi ardhi”
C. SISTEM POLITIK, PEMERINTAHAN DAN BENTUK NEGARA
1. Sistem politik
Adapun sistem politik yang dijalankan oleh daulah Abbasiyah antara lain:
a) Para khalifah tetap dari turunan Arab murni, sementara para menteri, gubernur, panglima,
dan pegawai lainnya banyak diangkat dari golongan Mawali turunan Persia.
b) Kota baghdad sebagai ibu kota negara, yang menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi,
sosial dan kebudayaan dijadikan kota pintu terbuka, sehingga segala bangsa yang
menganut berbagai keyakinan diizinkan bermukim di dalamnya.
c) Ilmu pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting dan mulia. Para khalifah
dan pembesar lainnya membuka kemungkinan seluas-luasnya untuk kemajuan dan
perkembangan ilmu pengetahuan.
d) Kebebasan berpikir sebagai hak asasi manusia sepenuhnya.
e) Para menteri turunan Persia diberi hak yang penuh dalam menjalankan pemerintahan,
sehingga mereka memegang peranan penting dalam membina Tamandun Islam.
2. Sistem Pemerintahan dan Bentuk Negara
Dasar-dasar pemerintahan Abbasiyah diletakan oleh khalifah kedua, Abu Ja’far AlMansyur yang dikenal sebagai pembangun khalifah tersebut, sedangkan pendiri Abbasiyah adalah
Abdhul Abbas Al-Saffah. Sistem pemerintahan kekhalifahannya diambil dari nilai-nilai Persia.
Para khalifah Abbasiyah memperoleh kekuasaan untuk mengatur negara langsung dari Allah
bukan dari rakyat, yang berbeda dari sistem kekhalifahan yang dipilih oleh rakyat.6
Kekuasaan mereka yang tertinggi diletakan pada ulama sehingga pemerintahannya merupakan
sistem teokrasi. Khalifah bukan sajah berkuasa dibidang pemerintahan duniawi juga berhak
memimpin agama yang berdasarkan pemerintahannya pada agama. Khalifah Abbasiyah juga
memakai gelar imam untuk menunjukkan aspek keagamaannya. Namun dalam hal pengangkatan
mahkota, Abbasiyah meniru sistem yang dilaksanakan Umawiyah, yakni menetapkan 2 orang
putra mahkota sebagai pengganti pendahulunya yang berakibat fatal karena dapat menimbulkan
pertikaian antara putra mahkota. Tetapi tradisi mengangkat dua putra mahkota tidak berjalan
selama masa Abbasiyah.
Pemerintah Abbasiyah berlanjut dari tahun 132-656, kurang lebih selama 524 tahun. Pemerintahan
Abbasiyah menurut pandangan ahli sejarah membagi kepada periode:
a) Periode Khalifah Abbasiyah yang pertama Abdul Abbas Al-Saffah 132-136 H/750-754 M.
Nama aslinya adalah Abu Al-Abbas bin Muhammad ibnu Ali bin Abdillah bin Al-Abbas
bin Abdul Muthalib bin Hasyim. Pada periode ini penulis tidak menemui banyak kemajuan
karena masa ini berawal dari pemerintahan dan tampaknya masih bekonsentrasi pada
kondisi kedalam dan pembenahan, dan masih ada beberapa perlawanan-perlawanan
melawan panglima bani Umawiyah yang loyalitas pada Daulah Umawiyah seperti
Abdurahman Ad-Dakhili yang mendirikan Daulah bani Umawiyah di Andalus ia selamat
dari kejaran Abbasiyah, kemudian memerangi Abu Salamah Al-Khalifah Marwan. Pada
periode ini Al-Khalifah merehabilitasi istana yang berada di Baghdad, namun pada periode
Al-Mansyur Khalifah kedua dibangun kembali dengan megah.
b) Periode khalifah kedu
Khalifah kedua sesudah Abu Al-Abbas asd-Safah adalah Abu Jakfar Al-Mansyur tahun
136-158 H/754-775 M. Dilahirkan Abu jafar Abdullah bin Muhammad bin Ali-Abbasy
6 Musyrifah Sunanto,Sejarah Islam Klasik (Jakarta : Kencana. 2003) h. 45
tahun 101 H di Qemah pada akhir pemerintahan Umar bin Abdul Aziz. Khalifah kedua ini
adalah yang merehabilitasi istana dengan megah, seindah-indahnya, diceritakan dalam
buku siapa yang melihat dengan istana itu akan terheran-heran.
c) Almahdi tahun 158-169 H/775-785 M
Ia adalah khalifah Daulah Abbasiyah ketiga yang memerintah lebih kurang sebelas tahun
namanya adalah Muhammad bin Abdillah al-Mansyur dilahirkan di Al-Hamimah 126 H.
Pada masa khalifah ketiga ini dikeluarkannya para tahanan-tahanan penjara yang
dipenjarakan sebelum ia memerintah kecuali yang punya kesalahan, pelanggaran yang
besar. Ia membangun bangunan jalan untuk menuju Mekkah dan membangun perairan dari
sumur-sumur besar untuk minum para musafir, dan di alirkan ke penjara-penjara, dan
dijaga kebersihannya dari kotoran dan penyakit, ia merehabilitasi masjid Al-Haram akan
tetapi ia menghilangkan nama Al-Walid bin Abdil Malik dari dinding masjid Al-Haram
dan diganti dengan namanya. Ia juga membuat kantor-kantor pos surat untuk penduduk
Mekkah, Madinah dan Yaman, dan menunjuk wakil-wakil raja diberbagai Daulah
Abbasiyah. Khalifah ini dikenal dengan kemakmuran dan disukai rakyatnya. Ia juga
membuat pagar-pagar di sekeliling kota-kota untuk pertahanan dan khususnya daerah
Rafasah. Dan pada masa khalifah Al-Mahdi, Baghdad menjadi pusat perdagangan
internasional dan berkembang berbagai ilmu, seperti Assyiir hikmah, adab, dan musik.
Pada masa ini Al-Mahdi selalu setiap tahun mengganti kain tutup kakbah sehingga
berlanjut menjadi contoh kepada pemerintah dari khalifah selanjutnya. Semasah khalifah
ini juga sholat jamaah yang dilaksanakan di istana berahli ke masjid-masjid dan di buat
mimbar-mimbar seperti mimbar Rasulullohu alaihi wasalam. Semasa khalifah ini juga
dikeluarkan Abdullah bin Marwan bin Muhammad al-Umawih dari pengasingan di negeri
Syam tahun 161 H dan di maafkan oleh khalifah, dan diberikan kehidupan yang layak,
begitu juga Abdul salam bin Husam Yashuri di Jazirah.
d) Khalifah keempat Al-Hadi dari tahun 169-170 H /785-786
Sepertinya secara terperinci tidak disebutkan kemajuan-kemajuan pada zaman ini, namun
penulis melihat khalifah keempat ini adalah melanjutkan kebijakan-kebijakan khalifah
sebelumnya.
e) Khalifah ke Lima Harun Al-Rasyid
Kekhalifahannya dari tahun 170-193 H/876-809 M. Harun Al-Rasyid dilahirkan 145 H. Ia
adalah Khalifah yang terkenal, masyhur dari seluruh khalifah Bani Abas. Pada masa
khalifah ini baghdad adalah paling makmur dari zaman sebelumnya, seperti menjadi pusat
perdagangan, dan banyaknya para ulama, dan udaba.’ Namun Harun Al-Rasyid terkenal
di negri-negri barat. Ketika ia mengadakan hubungan politik dengan adanya buku Seribu
Satu Malam. Buku ini diterjemahkan pada sebagian besar bahasa-bahasa Eropa dan
Amerika, hampir tak ada penduduk tak punya buku ini diperpustakaan pribadi mereka.
Pemerintah pada masa ini adalah lebih aman dan tentram, hampir seluruh rakyat mencintai
Rasyid, para Ulama, As-syu’ra, Al-udaba, Al-Rasyid sendiri juga adalah seorang ulama
dan mencintai ilmu pengetahuan. Kebiasaan al-Rasyid bila ia pergi melaksanakan ibadah
Haji bersamanya ikut 100.000 orang ulma beserta anak-anak mereka, dan kalau khalifah
tidak pergi haji maka ia menghajikan 300 orang Nama-nama ulama semasa Al-Rasyid,
diantaranya Imam Malik bin Annas, Al-Laisy bin saad seorang ahli fikih Mesir, Abu yusuf
yang menulis buku Al Kharrajh, Imam Sibaweih, Marwan bin Abi Habsyah.7
Pada zaman khalifah ini puncak gemilangan kebudayaan Islam, pembangunan istana-istana
megah dan hasil-hasil bumi, dan Baghdad menjadi pusat perdagangan dunia. Kekayaan
pemerintah pada zaman Al-Rasyid hampir mencapai 70 million dinar yang hanya di ambil
dari pajak ini menandakan kemakmuran rakyatnya. Sayuti mengatakan pemerintahan
khalifah Al-Rasyid hari-harinya di penuhi dengan kemakmuran dan kesejahteraan.
Menjelang ia meninggal ada tiga macam nasihat terhadap tentara dari bani Hasyim:
1. Pemeliharaan amanah
2. selalu menasehati para pemimpin.
3. Persatuan dalam membuat keputusan,kemudian menilai Muhammad Amin dan
Abdullah Makmun dengan cara siapa yang bersalah di antara keduanya (yang berbuat
zalim) melaksanakan hukuman.
f) Khalifah Ke Enam Al-Amin
Pemerintahannya adalah dari tahun 193-198 H/808-813 M. Ia dilahirkan 170 H, anak dari
Harun Al-Rasyid. Pada masa ini tidak banyak perkembangan krena pemerintahannya
hanya lebih kurang lima tahun dan jauh berbeda dengan bapaknya Al-Rasyid,Al-Amin
lebih banyak melemahkan kekuatan-kekuatan yang pernah di rintis oleh bapaknya baik itu
dari segi keilmuwan maupun pembangunan fisik.
g) Khalifah ketujuh Al-Ma’mun
Ia memerintah dari tahu 198-218 H/818-833 M. Ia dilahirkan pada tahun 170 H di saat
meninggal pamannya Al-Hadi. Pada masa pemerintahan ini awal dari dimunculkannya
ilmu falsafat (Alhikmah), dan juga munculnya buku kedokteran, ia mewajibkan kepada
para ulama mengatakan Al-Qur’an ini makhluk (makhluk) munculnya pemahaman tentang
Al-Qur’an ini makhluk pada Al-Mu’tasyim saudara Al-Ma’mun. Al-Qur’an sebagai
makhluk bahkan ia di penjara, dan para rakyat diperintahkan untuk memakai baju hijau
karena warna ini adalah baju ahli surga.
h) Khalifah kedelapan Al-Mu’tasim
Ia memerintah dari tahun 218-227 H/833-842 M, ia di lahirkan tahun 178 H nama aslinya
adalah Abu Ishaq Muhammad Al-Mu’tasim bin Ar-Rasyid. Pada masa ini siapa yang tidak
setuju dengan pemikiran Al-Mu’tazirah atau dengan Al-Qur’an sebagai makhluk, maka ia
dihukum dicambuk, namun di lain pihak Al-Mu’tasim sesuatu masalah yang tidak bisa
menyelesaikannya ia serahkan kepada para ahlinya.
7 Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 3, Cet. I, (Jakarta : Pustaka Alhusna, 1993) h. 17
i) Khalifah kesembilan Al-Wasiq
Pemerintahannya dari tahun 227-232 H/742-847 M. Ia dilahirkan 186 H dengan nama
Harun Al-Wasiq Billah bin Al-Mu’tasim.
Pada pemerintahan ini ia lebih banyak berkonsentrasi pada pembenahan Al-Atrak (Turki
sekarang) pada periode ini tidak banyak di sebutkan kemajuan-kemajuan karena khalifah
kesembilan ini lebih banyak membenahi kedalam, seperti memerhatikan para ulama-ulama
yang tidak sepaham dengan mazhab Al-Mu’tazilah.
Perkembangan Peradaban Islam Masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah
merupakan masa kejayaan Islam dalam berbagai bidang, khususnya dalam bidang ilmu
pengetahuan dan kebudayaan. Pada zaman ini, umat Islam telah banyak melakukan kajian
kritis terhadap ilmu pengetahuan, yaitu melalui upaya penterjemahan karya-karya
terdahulu dan juga melakukan riset tersendiri yang dilakukan oleh para ahli. Kebangkitan
ilmiah pada zaman ini terbagi di dalam tiga lapangan, yaitu : kegiatan menyusun bukubuku ilmiah, mengatur ilmu-ilmu Islam dan penerjemahan dari bahasa asing. Setelah
mencapai kemenangan di medan perang, tokoh-tokoh tentara membukakan jalan kepada
anggota-anggota pemerintahan, keuangan, undang-undang dan berbagai ilmu pengetahuan
untuk bergiat di lapangan masing-masing. Dengan demikian munculah pada zaman itu
sekelompok penyair-penyair handalan, filosof- filosof, ahli-ahli sejarah, ahli-ahli ilmu
hisab, tokoh-tokoh agama dan pujangga- pujangga yang memperkaya perbendaharaan
bahasa Arab.
Banyak ahli dalam bidang-bidang ilmu pengetahuan, seperti; filsafat. Filosuf
terkenal saat itu antara lain adalah Al-Kindi (185-260 H/801-873 M). Abu Nasr al Faraby
(258-339 H/870-950 M), yang menghasilkan karya dalam bentuk buku berjudul Fusus alHikam, Al-Mufarriqat, Ara’u ahl al-Madinah al-Fadhilah. Selain mereka, juga ada Ibnu
Sina(370-428 H/980-1037 M), Ibnu Bajjah (w. 533 H/1138 M), diantara karyanya adalah
Risalatul Wada’, akhlak, kitab al-Nabat, Risalah al-Ittishal al-‘Aql bil Ihsan, Tadbir alMutawahhid, kitab al-Nais, Risalah al-Ghayah al-Insaniyah, Al- Ghazali (1059-1111 M),
Ibnu Rusyd (520-595 H/1126-1196 M), dan lain-lain.
Selama dinasti Abbasiyyah berkuasa, pola pemerintahan yang di terapkan
berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik sosial, dan budaya. Berdasarkan perubahan
pola pemerintahan dan politik itu, para sejarahwan biasanya membagi masa pemerintahan
bani Abbas menjadi empat periode :
1. Masa Abbasy ; semenjak lahirnya Daulah Abbasiyyah tahun 132 H sampai
meninggalnya khalifah al-Wasiq tahun 232 H.
2. Masa Abbasy , tahun 232-334 H mulai khalifah al-Mutawakkil sampai berdirinya
Daulah Buwaihi di Baghdad.
3. Masa Abbasy , tahun 334-447 H dari berdirinya Daulah Buwaihi sampai masuknya
Daulah Saljuk.
4. Masa Abbasy IV, tahun 447- 656 H, dari masuknya orang-orang Saljuk di Baghdad,
sampai jatuhnya Baghdad ke tangan bangsa Tartar di bawah pimpinan Hulagu.
Sistem Politik dan Kepemerintahan
Secara garis besar sistem politik dan kepemerintahan yang di jalankan oleh Daulah
Abbasiyyah dibagi menjadi dua periode, yaitu :
1. Politik yang dijalankan oleh Daulah Abbasiyyah I
2. Politik yang dijalankan oleh Daulah Abbasiyyah II,III, dan IV
politik yang di jalankan oleh Daulah Abbasiyyah I, meliputi :
a. Kekuasaan sepenuhnya dipegang oleh khalifah yang mempertahankan keturunan arab
murni dibantu wazir, mentri, gubernur dan para panglima beserta para pegawai yang
berasal dari berbagai bangsa.
b. Kota Baghdad sebagai ibukota negara, menjadi pusat kegiatan politik, sosial dan
kebudayaan, dijadikan kota Internasional yaang terbuak untuk segala bangsa dan
keyakinan.
c. Ilmu pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang sangt penting dan mulia. Para kahlifah
dan para pembesar lainnya membuka kemungkinan seluas-luasnya untuk kemajuan dan
perkembangan ilmu pengetahuan.
d. Kebebasan berpikir diakui sepenuhnya.
e. Para mentri turunan Persia diberikan hak penuh dalam memnjalankan pemerintahan
sehingga mereka memegang peranan penting dalam membina tamadun Islam.
politik yang dijalankan oleh Daulah Abbasiyyah II, III, dan IV yaitu :
a. Kekuasaan khalifah sudah lemah bahkan kadang-kadang sebagai lambang saja. Kekuasaan
sebenarnya ditangan wazir atau panglima atau sultan yang berada di Baghdad, oleh karena
itu kekuasaan politik sentral jatuh wibawanya karena negara-negara bagian tidak
menghiraukan lagi pemerintahan pusat kecuali pengakuan politis saja.
b. Kota Baghdad bukan satu-satunya kota Internasional dan terbesar, sebab masing-masing
kerajaan berlomba-lomba untuk mendirikan kota yang menyaingi Baghdad. Dibarat
tumbuh kota Cordon, Toledo, Sevilla. Di Afrika kota Koiruan, Tunisia dan Maroko, dll
c. Kalau keadaan politik dan militer merosot, maka ilmu pengetahuan di majukan sehingga
tambah maju dan pesat, hal ini disebabkan masing-masing kerajaan, Amir, khalifah
ataupun sulatan berlomba-lomba untuk memajukan ilmu pengetahuan, mmendirikan
perpustakaan, mengumpulkan para ilmuwan, para pengarang, penterjemah, hasilnya pada
abad ke-4 H ilmu pengetahuan Islamiyah lebih tinggi martabatnya.
D. SISTEM SOSIAL
Sistem sosial pada zaman Abbasiyah adalah sambungan dari zaman sebelumnya,
yaitu zaman Umawiyah. Pada masa Daulah Abbasyiah ini terjadi perubahan yang sangat
menonjol di antaranya adalah:
1. Tampilnya kelompok Mawali khususnya pada pemerintahan Irak, yang menduduki peran
dan posisi penting di pemerintahan.
2. Menurut janji Jurzi zaidah, masyarakat terdiri dari dua kelompok, yaitu:
a. Kelompok khusus, yaitu: bani Hasyim, pembesar negara, bangsawan yang bukan bani
Hasyim.
b. Kelompok umum, yaitu: seniman, ulama, pengusaha, pujangga,dan lain-lain.
3. Kerajaan Islam Daulah Abbasyiah tersusun dari beberapa unsur bangsa yang berbeda-beda
(bangsa Mesir, Syam, Jazirah, Arab, Irak, Persia, Turki).
4. Perkawinan campur dan melahirkan anak dari unsur campur darah.
5. Terjadinya pertukaran pendapat, cerita, pikiran sehingga muncul kebudayaan baru.
6. Perbudakan
Sistem sosial yang diterapkan oleh penguasa bani abbasiyyah antara penguasa satu dengan
penguasa yang lain berbeda sesuai dengan pemimpin Bani Abbasiyyah pada waktu itu, tetapi
secara garis besar dapat kami gambarkan bahwa kebanyakan para penguasa Abbasiyyah
membentuk masyarakaat berdasarkan asas persamaan, dengan menggunakan sistem administrasi
dari tradisi setempat, pembagian kelas di masyarakat tidak berdasarkan ras atau kesukuan,
melainkan dengan jabatan, jadi semakin tinggi jabatannya semakin tinggi pula kelasnya.
Mungkin sistem sosial yang paling sesuai di antara para penguasa bani Abbasiyyah
menurut kami terjadi pada masa Harun ar-Rasyid yang berkelanjutan pada masa pemerintahan
putranya al-Ma’mun.
Kekayaan yang banyak dimanfaatkan oleh Harun ar-Rasyid untuk keperluan sosial. Rumah
sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi didirikan, pada masanya sudah terdapat paling tidak
sekitar 800 orang dokter, di samping itu pemandian- pemandian umum juga dibangun.8
Di zaman pemerintahan khalifah Harun ar-Rasyid itu juga, Baitul Mal ditugaskan
menanggung narapidana dengan memberikan setiap orang makanan yang cukup serta pakaian
musim panas dan musim dingin, ini tentunya berbeda dengan sistem khalifah sebelumnya, karena
8 Latif Osman, Ringkasan Sejarah Islam, Cet. XXVII, (Jakarta : Widjaya, 1983) h. 24
Harun ar-Rasyid menjadikannya tugas dan tanggung jawab baitul mal, sedangkan khalifah
sebelumnya mangatsnamkan suatu pemberian.
Pada masa ini, sistem sosial adalah sambungan dari masa sebelumnya (Masa Dinasti
Umaiyah). Akan tetapi, pada masa ini terjadi beberapa perubahan yang sangat mencolok, yaitu :
1. Tampilnya kelompok mawali dalam pemerintahan serta mendapatkan tempat yang sama
dalam kedudukan sosial
2. Kerajaan Islam Daulah Abbasiyah terdiri dari beberapa bangsa ang berbeda-beda (bangsa
Mesir, Syam, Jazirah Arab dll.)
3. Perkawina campur yang melahirkan darah campuran
4. Terjadinya pertukaran pendapat, sehingga muncul kebudayaan baru
BAB III
KESIMPULAN
A. PENUTUP
1. Berdirinya Daulah Abbasyiah didirikan atas dua strategi, yaitu: Pertama, dengan sistem
mencari pendukung dan penyebaran ide secara rahasia, ini sudah berlangsung sejak akhir
abad pertengahan hijriah yang dipusatkan di Al Hamimah. Kedua, dengan terang-terangan
dan himbauan di forum –forum resmi untuk mendirikan Daulah Abbasyiah berlanjut
dengan dengan peperangan melawan Daulah Umaiyah.
2. Sistem pemerinthan bani Abbasyiah meniru cara Umaiyah.Dasar –dasar pemerintah
Abbasiyah diletakan oleh khalifah kedua, Abu Ja’far Al-Mansyur.
3. Sistem politik Abbasiyah yang dijalankan antara lain: Para khalifah tetap dari turunan Arab
murni, kota Bagdhad sebagai ibu kota negara yang menjadi pusat kegiatan politik, ilmu
pengetahuan dipandang sbagai sesuatu yang sangat penting, kebebasan berpikir sebagai
HAM diakui penuh, dan para menteri turunan persia diberi hak penuh dalam menjalankan
pemerintahan.
4. Sistem sosial yang diterapkan oleh penguasa bani abbasiyyah antara penguasa satu dengan
penguasa yang lain berbeda sesuai dengan pemimpin Bani Abbasiyyah pada waktu itu,
tetapi secara garis besar dapat kami gambarkan bahwa kebanyakan para penguasa
Abbasiyyah membentuk masyarakaat berdasarkan asas persamaan, dengan menggunakan
sistem administrasi dari tradisi setempat, pembagian kelas di masyarakat tidak berdasarkan
ras atau kesukuan, melainkan dengan jabatan, jadi semakin tinggi jabatannya semakin
tinggi pula kelasnya.
DAFTAR PUSTAKA
Amin Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Amzah, 2009
H. Harun, Maidir dan Drs. Firdaus, Sejarah Peradaban Islam jilid II,Padang : IAIN-IB Press, 2001
Hassan Ibrahim, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Yogyakarta : 1989
Ismail Chadijah, sejarah pendidikan Islam, Padang : IAIN-IB Press, 1999
Musyifah, Sejarah Islam KlasiK, Jakarta : Kencana 2003
Nizar Samsul, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Kencana Sunanto, 2007
Osman, Latif, Ringkasan Sejarah Islam, Cet. XXVII, Jakarta : Widjaya, 1983
Ridwan, dkk, Modul Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam, Jakarta : Kirana Cakra Buana, 2004
Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam Jilid 2, Jakarta: Pustaka Alhusna, 1983
Syalabi, Ahmad, Sejarah dan Kebudayaan Islam 3, Cet. I, Jakarta : Pustaka Alhusna, 1993
Sunanto, Musyrifah, Sejarah Islam Klasik, Jakarta : Kencana. 2003
Wahid, N. Abbas dan Suratno, Khazanah, Sejarah Kebudaan Islam, Solo : PT. Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri, 2009
Yatim,Badri, M. A, Sejarah Peradaban Islam ( Dirasah Islamiyah II ), Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 1993
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, Ed. I, Cet. 13, Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 2002