KONSEP KLASTER INDUSTRI UNTUK PENGEMBANG

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN | INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat dan kasih sayangnya berupa nikmat jasmani dan rohani tim penulis dapat menyelesaikan Makalah Konsep Klaster Industri untuk Pengembangan Industri Mbel Kabupaten Jepara. Makalah ini merupakan laporan yang berisikan Latar Belakang, Tinjauan Teori, Gambaran Umum Wilayah, Analisa, Konsep Penanganan, Kesimpulan, dan Lesson Learned.

Selama proses penulisan makalah ini banyak mendapatkan bantuan dari pihak-pihak lain sehingga laporan ini dapat terselesaikan dengan optimal. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tugas ini yaitu :

1. Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.rer.reg dan Vely Kukinul S., ST, MT sebagai dosen mata kuliah Ekonomi Wilayah yang telah membantu kami mendapatkan informasi dan membimbing kami dalam menyelesaikan laporan ini serta memberikan ilmu yang sangat bermanfaat

2. Serta semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran penyelesaian tugas ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu Tanpa adanya bantuan dari pihak-pihak tersebut, laporan ini tidak akan selesai dengan

baik. Laporan ini masih jauh dari tahap sempurna, sehingga kritik dan saran yang membangun merupakan hal yang sangat dinanti. Semoga kedepannya laporan ini dapat bermanfaat, baik bagi tim penulis yang menempuh studi di Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota, maupun bagi pembaca laporan ini.

Surabaya, Juni 2017

Tim Penulis

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industri Furniture adalah industri yang mengolah bahan baku atau bahan setengah jadi dari kayu, rotan, dan bahan baku alami lainnya menjadi produk barang jadi furniture yang mempunyai nilai tambah dan manfaat yang lebih tinggi. Industri furniture di Indonesia tersebar hampir di seluruh propinsi, dengan sentra-sentra yang cukup besar terletak di Jepara, Cirebon, Sukoharjo, Surakarta, Klaten, Pasuruan, Gresik, Sidoarjo, Jabodetabek, dan lain-lain.

Industri pengolahan kayu dibagi menjadi dua kelompok antara lain kelompok industri pengolahan kayu hulu dan kelompok industri pengolahan kayu hilir. Kelompok industri pengolahan kayu hulu merupakan industri pengolahan kayu primer yaitu industri yang mengolah kayu bulat/log menjadi berbagai sortimen kayu. Kelompok industri pengolahan kayu hilir merupakan industri yang menghasilkan produk produk kayu diantaranya dowel, moulding, pintu, jendela, wood-flooring, dan sejenisnya (Kementrian Perindustrian, 2011).

Berdasarkan dari data Kementrian Perindustrian Republik Indonesia tahun 2011 dalam Statistik Perdagangan, perkembangan ekspor Indonesia pada komoditas kayu lapis dan olahan lainnya menunjukkan trend yang menurun dalam beberapa tahun terakhir. Jepara identic dengan mebel ukir. Mebel ukir tidak hanya merupakan pilar utama ekonomi Jepara, tetapi juga merupakan sumber penghidupan dan budaya dari masyarakat Jepara. Industri mebel di Kabupaten Jepara menjadi sektor andalan perekonomian Kabupaten tersebut. Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jepara tahun 2009. Jepara diperkirakan menyumbang sekitar 10% dari total ekspor mebel Indonesia, dimana kontribusi mebel terhadap perekonomian Kabupaten Jepara mencapai 27%.

Industri mebel Jepara selain melayani pasar dalam negeri, juga melayani pasar uar negeri, antara lai, Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Hong Kong, dan Australia. Komoditi mebel memiliki nilai ekspor tertinggi di Kabupaten Jepara dengan sebesar US$111.498.084,22 dari jumlah keseluruhan nilai ekspor US$131.379.679,76 atau sebesar 84,87%. Selama beberapa tahun terakhir industri mebel Jepara mengalami penurunan voume ekspor dan nilai produksi. Permasalahan ini disebabkan oleh adanya permasalahan internal dan esternal. Permasalahan eksternal terdiri dari kelangkaan bahan baku Industri mebel Jepara selain melayani pasar dalam negeri, juga melayani pasar uar negeri, antara lai, Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Hong Kong, dan Australia. Komoditi mebel memiliki nilai ekspor tertinggi di Kabupaten Jepara dengan sebesar US$111.498.084,22 dari jumlah keseluruhan nilai ekspor US$131.379.679,76 atau sebesar 84,87%. Selama beberapa tahun terakhir industri mebel Jepara mengalami penurunan voume ekspor dan nilai produksi. Permasalahan ini disebabkan oleh adanya permasalahan internal dan esternal. Permasalahan eksternal terdiri dari kelangkaan bahan baku

1.2 Tujuan dan Sasaran

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan arahan pengembangan klaster industri mebel menjadi sektor unggulan di Kabupaten Jepara. Sasaran :

1. Mengidentifikasi jenis industri apa saja yang ada pada Kabupaten Jepara

2. Menentukan sektor basis Kabupaten Jepara melalui analisis LQ dan Shiftshare

3. Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab suatu klaster industri tidak berkembang

4. Menyusun strategi pengembangan klaster industri melalui analisis SWOT

1.3 Ruang Lingkup Dalam penelitian ini terdapat ruang lingkup yang membatasi fokus penelitian. Ruang

lingkup penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu ruang lingkup wilayah yang menjelaskan batasan fisik dari wilayah penelitian, dan ruang lingkup pembahasan yang menjelaskan batasan pada aspek yang akan dibahas.

1.3.1 Ruang Lingkup Wilayah Lingkup wilayah pada penelitian ini adalah wilayah Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa

tengah.

1.3.2 Ruang Lingkup Pembahasan Lingkup pembahasan yang dibahas pada penelitian ini dilihat dari sudut pandang

ekonomi wilayah Kabupaten Jepara dalam pengembangannya pada klaster industri pengolahan.

1.4 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam makalah ini adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN menjelaskan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran penelitian, ruang lingkup penelitian, hasil yang diharapkan, dan sistematika pembahasan BAB II TINJAUAN PUSTAKA menjelaskan tentang landasan – landasan yang digunakan dalam penelitian. Landasan yang dimaksud dapat berupa teori yang menjadi dasar dalam melakukan analisa. BAB III METODOLOGI PENELITIAN menjelaskan tentang pendekatan yang digunakan dalam proses penelitian. Proses penelitian berupa teknik pengumpulan data dan analisa yang digunakan dalam penelitian.

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN menjelaskan tentang pembahasan penelitian yang terdiri dari gambaran umum wilayah yang membahas tentang lingkup wilayah administrasi penelitian serta analisa dan pembahasan yang membahas tentang hasil analisis dari setiap sasaran beserta pembahasannya. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN menjelaskan tentang kesimpulan dari penelitian ini dan saran dari peneliti berdasarkan hasil penelitian yang didapat.

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 Teori klaster Industri

mengundang perhatian berbagai stakeholders baik akademisi, praktisi, politisi, birokrat, para ahli ekonomi serta semua pihak yang concern terhadap pengembangan ekonomi lokal suatu wilayah. Pengertian kluster industri hingga saat ini masih debatable disebabkan terdiri dari bermacam-macam konsep dan metode pendekatan yang digunakan (David, 2004). Klaster industri merupakan konsep multidimensi yang didasarkan atas sejumlah teori-teori ekonomi dan diukur menggunakan metodologi pendekatan yang berbeda-beda. Namun demikian, secara teoritis konsep klaster industri dibangun oleh teori ekonomi terutama sekali oleh teori ekonomi eksternal dan aglomerasi (Hoover, 1937; Marshall, 1890; Perroux, 1950 dalam Martin, 1999).

Penggagas konsep klaster yang pertamakali adalah Porter (1990), memperkenalkan konsep klaster industri (industrial cluster ) dalam bukunya “The Competitive Advantage of Nation ” sebagai kebijakan untuk meningkatkan daya saing negara Amerika Serikat. Porter mendefinisikan klaster sebagai kelompok perusahaan yang saling berhubungan, berdekatan secara geografis dengan institusi-institusi yang terkait dalam suatu bidang khusus karena kebersamaan dan saling melengkapi.

“cluster as a geographically proximate group of interconnected companies and associated institutions in a particular field linked by commonalities and complementarities (Porter, 1990)”.

Sedangkan menurut Bernat (1999) klaster didefinisikan sebagai grup perusahaan yang berkumpul pada satu lokasi dan saling terhubung membentuk suatu jaringan (networking). Sementara Ketels (2003), mendefinisikan klaster sebagai perusahaan- perusahaan yang sejenis/sama atau yang saling berkaitan, berkumpul dalam suatu batasan geografis tertentu dan terhubungkan karena saling ketergantungan dalam penyedian produk maupun jasa yang sama/berhubungan. Pengertian klaster menurut UNIDO ( 2004) juga dapat didefinisikan sebagai pemusatan geografis industri-industri terkait dan kelembagaan-kelembagaannya pada suatu lokasi yang saling berdekatan.

Kementerian Koperasi dan UKM seperti tersurat dalam buku Pemberdayaan UKM Melalui Pemberdayaan SDM dan Klaster Bisnis, menunjukkan pengertian klaster sebagai kelompok kegiatan yang terdiri atas industri inti, industri terkait, industri penunjang, dan kegiatan-kegiatan ekonomi (sektor-sektor) penunjang dan terkait lain, yang dalam kegiatannya akan saling terkait dan saling mendukung. Lingkup geografis klaster dapat sangat bervariasi, terentang dari satu desa saja atau salah satu jalan di daerah perkotaan sampai mencakup sebuah kecamatan atau provinsi. Sebuah klaster dapat juga melampaui batas negara menjangkau beberapa negara tetangga (mis. Batam, Singapore, Malaysia).

Ilustrasi Klaster Industri Sumber Gambar : Tambunan, 2008

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat difahami bahwa klaster tidak hanya berupa kesatuan bisnis seperti perusahaan tetapi juga kesatuan lembaga-lembaga penelitian (universitas), asosiasi perdagangan, lembaga keuangan (bank), penyedian layanan bimbingan teknis, pemerintah dan mediator lainnya yang membantu unit usaha dalam klaster untuk berkembang, misalnya dengan pengembangan produk, teknologi, informasi pasar, serta peningkatan proses produksi. Lebih lanjut, klaster merupakan suatu bentuk jaringan (network) yang saling terhubung diantara unit usaha dalam klaster juga dengan lembaga lain di luar klaster

2.2 Teori Analisis LQ dan Shift Share

Location Quotient dan Shift Share Analysis sebagai Alat Guna Menentukan Strategi Pengembangan Ekonomi

2.2.1 Location Quotient Analysis (LQ) Analisis ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana tingkat spesialisasi

sektor-sektor ekonomi di suatu daerah atau sektor-sektor apa saja yang merupakan sektor basis atau leading sektor. Pada dasarnya teknik ini menyajikan perbandingan sektor-sektor ekonomi di suatu daerah atau sektor-sektor apa saja yang merupakan sektor basis atau leading sektor. Pada dasarnya teknik ini menyajikan perbandingan

Location Quotient Analysis (LQ) Dimana :

Si = Jumlah buruh sektor kegiatan ekonomi i di daerah yang diselidiki S = Jumlah buruh seluruh sektor kegiatan ekonomi di daerah yang diselidiki Ni = Jumlah sektor kegiatan ekonomi i di daerah acuan yang lebih luas, di

mana daerah yang di selidiki menjadi bagiannya

N = Jumlah seluruh buruh di daerah acuan yang lebih luas Itu jika menggunakan data buruh atau tenaga kerja. Demikian pula jika menggunakan data lain, seperti PDRB. Dari perhitungan Location Quotient (LQ) suatu sektor, kriteria umum yang dihasilkan adalah :

a. Jika LQ > 1, disebut sektor basis, yaitu sektor yang tingkat spesialisasinya lebih tinggi dari pada tingkat wilayah acuan

b. Jika LQ < 1, disebut sektor non-basis, yaitu sektor yang tingkat spesialisasinya lebih rendah dari pada tingkat wilayah acuan

c. Jika LQ = 1, maka tingkat spesialisasi daerah sama dengan tingkat wilayah acuan. Asumsi metoda LQ ini adalah penduduk di wilayah yang bersangkutan mempunyai pola permintaan wilayah sama dengan pola permintaan wilayah acuan. Asumsi lainnya adalah permintaan wilayah akan suatu barang akan dipenuhi terlebih dahulu oleh produksi wilayah, kekurangannya diimpor dari wilayah lain. Keunggulan Analisis LQ:

Location Quotient merupakan suatu alat analisa yang digunakan dengan mudah dan cepat. LQ dapat digunakan sebagai alat analisis awal untuk suatu daerah, yang kemudian dapat dilanjutkan dengan alat analisis lainnya. Karena demikian sederhananya, LQ dapat dihitung berulang kali untuk setiap perubahan spesialisasi dengan menggunakan berbagai peubah acuan dan periode waktu. Perubahan tingkat spesialisasi dari tiap sektor dapat pula diketahui dengan membandingkan LQ dari tahun ke tahun. Kelemahan Analisis LQ:

Perlu diketahui bahwa nilai LQ dipengaruhi oleh berbagai faktor. Nilai hasil perhitungannya bias, karena tingkat disagregasi peubah spesialisasi, pemilihan peubah acuan, pemilihan entity yang diperbandingkan, pemilihan tahun dan kualitas data.

Masalah paling mendasar pada model ekonomi basis ini adalah masalah time lag. Hal ini diakui, bahwa base multiplier atau pengganda tidak berlangsung secara tepat, karena membutuhkan time lag antara respon dari sektor basis terhadap permintaan dari luar wilayah dan respon dari sektor non basis terhadap perubahan sektor basis. Pendekatan yang biasanya dilakukan terhadap masalah ini adalah mengabaikan masalah time lag ini, namun dalam jangka panjang masalah ini pasti terjadi.

Pengganda basis dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut (Budiharsono, 2001:31) :

Atau:

Atau:

Dimana : T

= Total Tenaga Kerja

X = Jumlah Tenaga Kerja Pada Sektor Basis

1/(1-dl)

= Multiplier. (Ma’rif : 2000)

Pada umumnya jika dilakukan dengan hati-hati dan menggunakannya dengan hati-hati pula, maka model ekonomi basis ini merupakan alat yang baik untuk mengeksplorasi, mengevaluasi dan memberikan dugaan permintaan basis untuk masa mendatang dan memprediksi tenaga kerja, pendapatan, populasi, investasi, kebutuhan pelayanan masyarakat dan sebagainya.

Menurut teori ini, sektor ekspor merupakan sektor yang paling penting dalam pembangunan daerah, karena (1) ekspor akan secara langsung menimbulkan kenaikan pendapatan faktor-faktor produksi dan pendapatan daerah, (2) pengembangan ekspor akan menimbulkan permintaan atas produksi industri lokal (residentary industry), yaitu industri di daerah yang memproduksi untuk memenuhi pasaran di daerah tersebut. Walaupun sebetulnya ada faktor lain yang tidak kalah pentingnya dalam pembangunan daerah, yaitu pertambahan penduduk dan modal yang besar ke daerah tersebut.

Dalam perkembangannya, teori ekspor base dikembangkan lagi oleh Perlof dan Wingo ke dalam teori resource base yang didasarkan pada pengalaman empirik sejarah perkembangan daerah di Amerika Serikat (Sukirno,1982). Teori ini menganggap bahwa di samping ekspor, peranan kekayaan alam suatu daerah juga menentukan perkembangan daerah tersebut.

2.2.2 Shift – Share Analysis Metoda ini digunakan untuk mengetahui kinerja perekonomian daerah,

pergeseran struktur, posisi relatif sektor-sektor ekonomi dan identifikasi sektor pergeseran struktur, posisi relatif sektor-sektor ekonomi dan identifikasi sektor

Analisis ini bertolak pada asumsi bahwa pertumbuhan sektor daerah sama dengan pada tingkat wilayah acuan, membagi perubahan atau pertumbuhan kinerja ekonomi daerah (lokal) dalam tiga komponen :

1. Komponen Pertumbuhan Wilayah Acuan (KPW), yaitu mengukur kinerja perubahan ekonomi pada perekonomian acuan. Hal ini diartikan bahwa daerah yang bersangkutan tumbuh karena dipengaruhi oleh kebijakan wilayah acuan secara umum.

2. Komponen Pertumbuhan Proporsional (KPP), yaitu mengukur perbedaan pertumbuhan sektor-sektor ekonomi acuan dengan pertumbuhan agregat. Apabila komponen ini pada salah satu sektor wilayah acuan bernilai positif, berarti sektor tersebut berkembang dalam perekonomian acuan. Sebaliknya jika negatif, sektor tersebut menurun kinerjanya.

3. Komponen Pergeseran atau Pertumbuhan Pangsa Wilayah (KPK), yaitu mengukur kinerja sektor-sektor lokal terhadap sektor-sektor yang sama pada perekonomian acuan. Apabila komponen ini pada salah satu sektor positif, maka daya saing sektor lokal meningkat dibandingkan sektor yang sama pada ekonomi acuan, dan apabila negatif terjadi sebaliknya.

Dengan demikian apabila perubahan atau pertumbuhan kinerja ekonomi kota adalah PEK, maka persamaannya dapat diformulasikan sebagai berikut (Ma’rif, 2000:3):

Atau:

Di mana : Y* = Indikator ekonomi acuan akhir tahun kajian Y = Indikator ekonomi acuan awal tahun kajian

Y’i = Indikator ekonomi acuan sektor i akhir tahun kajian Yi = Indikator ekonomi acuan sektor i awal tahun kajian y’i = Indikator ekonomi daerah (lokal) sektor i akhir tahun kajian yi = Indikator ekonomi daerah (lokal) sektor i awal tahun kajian

Pergeseran Netto (PN) dihitung dengan rumus :

Selain data pendapatan dapat juga dipergunakan data kesempatan kerja. Keunggulan Shift – Share Analysis:

a. Digunakan untuk memperileh gambaran rinci mengenai pergeseran struktur ekonomi

b. Menggambarkan posisi relatif masing-masing sektor perekonomian daerah terhadap wilayah acuan

c. Menggambarkan sektor-sektor unggulan yang dapat dipacu untuk mendorong pertumbuhan ekonomi

d. Menggambarkan sektor yang posisinya relatif lemah, namun dianggap strategis untuk dipacu (pertimbangan penyerapan tenaga kerja)

Kelemahan Shift – Share Analysis:

a. Asumsi yang digunakan bahwa sektor-sektor ekonomi acuan tumbuh dengan tingkat yang sama,

b. Pergeseran posisi sektor dianggap linier.

2.3 Teori Analisis SWOT

2.3.1 Pengertian SWOT SWOT adalah akronim untuk kekuatan (Strenghts), kelemahan (Weakness),

peluang (Opportunities), dan ancaman (Threats) dari lingkungan eksternal perusahaan. Menurut Jogiyanto (2005:46), SWOT digunakan untuk menilai kekuatan- kekuatan dan kelemahan-kelemahan dari sumber-sumber daya yang dimiliki peluang (Opportunities), dan ancaman (Threats) dari lingkungan eksternal perusahaan. Menurut Jogiyanto (2005:46), SWOT digunakan untuk menilai kekuatan- kekuatan dan kelemahan-kelemahan dari sumber-sumber daya yang dimiliki

Menurut David (Fred R. David, 2008,8), Semua organisasi memiliki kekuatan dan kelemahan dalam area fungsional bisnis. Tidak ada perusahaan yang sama kuatnya atau lemahnya dalam semua area bisnis. Kekuatan/kelemahan internal, digabungkan dengan peluang/ancaman dari eksternal dan pernyataan misi yang jelas, menjadi dasar untuk penetapan tujuan dan strategi.Tujuan dan strategi ditetapkan dengan maksud memanfaatkan kekuatan internal dan mengatasi kelemahan. Berikut ini merupakan penjelasan dari SWOT (David,Fred R.,2005:47) yaitu:

1. Kekuatan (Strenghts) Kekuatan adalah sumber daya, keterampilan, atau keungulan-keungulan lain yang berhubungan dengan para pesaing perusahaan dan kebutuhan pasar yang dapat dilayani oleh perusahaan yang diharapkan dapat dilayani. Kekuatan adalah kompetisi khusus yang memberikan keunggulan kompetitif bagi perusahaan di pasar

2. Kelemahan (Weakness) Kelemahan adalah keterbatasan atau kekurangan dalam sumber daya, keterampilan, dan kapabilitas yang secara efektif menghambat kinerja perusahaan. Keterbatasan tersebut daoat berupa fasilitas, sumber daya keuangan,kemampuan manajemen dan keterampilan pemasaran dapat meruoakan sumber dari kelemahan perusahaan.

3. Peluang (Opportunities) Peluang adalah situasi penting yang mengguntungkan dalam lingkungan perusahaan. Kecendrungan – kecendrungan penting merupakan salah satu sumber peluang, seperti perubahaan teknologi dan meningkatnya hubungan antara perusahaan dengan pembeli atau pemasokk merupakan gambaran peluang bagi perusahaan.

4. Ancaman (Threats) Ancaman adalah situasi penting yang tidak menguntungan dalam lingkungan perusahaan. Ancaman merupakan pengganggu utama bagi posisi sekarang atau 4. Ancaman (Threats) Ancaman adalah situasi penting yang tidak menguntungan dalam lingkungan perusahaan. Ancaman merupakan pengganggu utama bagi posisi sekarang atau

2.3.2 Fungsi SWOT Menurut Ferrel dan Harline (2005), fungsi dari Analisis SWOT adalah untuk

mendapatkan informasi dari analisis situasi dan memisahkannya dalam pokok persoalan internal (kekuatan dan kelemahan) dan pokok persoalan eksternal (peluang dan ancaman).

Analisis SWOT tersebut akan menjelaskan apakah informasi tersebut berindikasi sesuatu yang akan membantu perusahaan mencapai tujuannya atau memberikan indikasi bahwa terdapat rintangan yang harus dihadapi atau diminimalkan untuk memenuhi pemasukan yang diinginkan.

Analisis SWOT dapat digunakan dengan berbagai cara untuk meningkatkan analisis dalam usaha penetapan strategi. Umumnya yang sering digunakan adalah sebagai kerangka / panduan sistematis dalam diskusi untuk membahas kondisi altenatif dasar yang mungkin menjadi pertimbangan perusahaan.

2.3.3 Matriks SWOT Menurut Rangkuti (2006), Matriks SWOT dapatmenggambarkan secara jelas

bagaimana peluang dan ancaman eksternalyang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dankelemahan yang dimilikinya. Matriks ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan altenatif strategis.

Berikut ini adalah keterangan dari matriks SWOT diatas:

1. Strategi SO (Strength and Oppurtunity). Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar – besarnya.

2. Strategi ST (Strength and Threats). Strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman.

3. Strategi WO (Weakness and Oppurtunity). Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.

4. Strategi WT (Weakness and Threats). Strategi ini berdasarkan kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.

2.4 Teori Secondary Data Analysis

Metode Analisis Data Sekunder (kadang disebut singkat dengan Metode Penelitian Sekunder) merupakan salah satu metode penelitian. Oleh karena namanya yang

berbunyi “analisis data sekunder” sering kali disalahpahami sebagai teknik menganalisis data sekunder. Analisis Data Sekunder itu metode penelitian juga. Artinya ada prosedur

pengumpulan data dan analisis data. Namun demikian tidak semua definisi tentang Analisis Data Sekunder menunjukkannya sebagai duatu metodem penelitian. Hakim (1982:1; dinukil Johnston, 2014:620), misalnya, merumuskan Analisis Data Sekunder itu

sebagai ““any further analysis of an existing dataset which presents interpretations, conclusions or knowledge additional to, or different from, those presented in the first rep ort on the inquiry as a whole and its main results” (analisis lebih lanjut himpunan data

yang sudah ada yang memunculkan tafsiran, simpulan atau pengetahuan sebagai tambahan terhadap, atau yang berbeda dari, apa yang telah disajikan dalam keseluruhan dan temuan utama penelitian terdahulu atau semula).

Heaton (2004:16; dinukil Andrews, et.al., 2012:12) merumuskan analisis data sekunder (ASD) itu sebagai “a research strategy which makes use of pre-existing quantitative data or pre-existing qualitative data for the purposes of investigating new questions or verifying previous studies.” Jadi, analisis data sekunder, menurut Heaton, merupakan suatu strategi penelitian yang memanfaatkan data kuantiatif ataupun kualitatif

yang sudah ada untuk menemukan permasalahan baru atau menguji hasil penelitian terdahulu. Sebutan strategi penelitian itu setara dengan sebutan metode penelitian.

Johnston (2014:620) menegaskannya dengen menyatakan bahwa “Secondary data analysis remains an under-used research technique in many fields . . . . Given the

increasingly availability of previously collected data to researchers, it is important to increasingly availability of previously collected data to researchers, it is important to

bidang . . . . Dengan semakin banyaknya data hasil penelitian yang tersedia untuk dimanfaatkan para peneliti, maka sangat penting untuk kemudian menegaskan analisis data sekunder itu sebagai metode penelitian yang sistematik) Analisis data sekunder itu dengan demikian dapat dirumuskan sebagai berikut.

Pertama, ASD bukan merupakan metode analisis data, melainkan metode (strategi) penelitian. Oleh karenanya, menurut Andrews dkk (2012), metode analisis data semisal teori grounded (analisis data kualtiatif) dan analisis stastisik (analisis data kuantitatif) dapat dipergunakan oleh metode penelitian analisis data sekunder.

Kedua, ASD mempergunakan atau memanfaatkan data sekunder, yaitu data yang sudah ada. Dalam hal ini peneliti ASD tidak mengumpukan data sendiri, baik dengan wawancara, penyebaran angket atau daftar isian, melakukan tes, menggunakan skala penilaian atau skala semacam skala likert, ataupun observasi. Data sekunder itu dapat berupa data hasil penelitian, dapt pula berupa data dokumenter administratif kelembagaan.

Ketiga, tujuan ASD, menurut Heaton, bisa berupa menggali dan menemukan permasalahan (pertanyaan) penelitian baru, bisa pula menguji kebenaran hasil penelitian terdahulu.

Tujuan penelitian ASD sebenarnya bisa beragam. Andrews dkk, misalnya, mencatat rumusan tujuan penelitian ASD itu antara lain untuk: (1) menerapkan permasalahan penelitian baru –tegasnya meneliti dengan tujuan penelitian yang baru yang berbeda dari penelitian terdahulu (Heaton, 2004), (2) memanfaatkan data lama untuk memunculkan idea- idea baru (Fielding, 2004), (3) “menguji” hasil penelitian yang sudah dilakukan, baik berujud “verifikasi” (menguji ketidakbenaran dengan bukti yang benar),”refutasi” (menguji kebenaran dengan bukti ketidakbenaran) a taupun “refinemen” (perbaikan), (4) “mengksplor” data dari sudut pandang yang berbeda (Hinds,Vogel & Clarke-Steffen, 1997) –“mengksplor” data dimaksudkan “mengobok-obok” data (dalam arti netral) atau menjelajahi, menyelami, mengayak-menyaring data.

Tujuan-tujuan penelitian ASD di atas lebih banyak terkait dengan data sekunder hasil penelitian. Seperti telah disebutkan, selain data hasil penelitian masih ada data sekunder lain yang dapat disebut sebagai data administratif yang hasilnya lebih banyak Tujuan-tujuan penelitian ASD di atas lebih banyak terkait dengan data sekunder hasil penelitian. Seperti telah disebutkan, selain data hasil penelitian masih ada data sekunder lain yang dapat disebut sebagai data administratif yang hasilnya lebih banyak

administratif, utamanya “penelitian evaluatif administratif.” Dari pembahasan di atas, maka jika ASD mempergunakan atau memanfaatkan

data hasil penelitian terdahulu, maka tujuan ASD berbeda (harus berbeda) dari tujuan penelitian terdahulu. Tegasnya, dengan tujuan lain, peneliti ASD menggunakan data hasil penelitian terdahulu (baik hasil penelitian sendiri ataupun penelitian orang lain) untuk dianalisis guna menjawab fokus penelitian atau permasalahan (pertanyaan) penelitiannya. Ini perlu ditegaskan, karena pada umumnya penelitian ASD yang mempergunakan atau menafaatkan data administratif kelembagaan sudah dapat dipastikan tujuannya berbeda dari maksud atau tujuan data adminitratif dikumpulkan. Data administratif dikumpulkan lazimnya untuk keperluan administratif, bukan untuk keperluan penelitian.

2.4.1 Pengertian Dan Jenis Data Sekunder Seperti telah diutarakan di muka, data sekunder itu dimaksudkan data yang sudah ada, tidak dikumpulkan (digali) sendiri oleh peneliti. Jika peneliti melakukan wawancara, atau menyebarkan angket, atau melakukan observasi, atau mengetes, maka data yang dihasilkan (terkumpul) itu disebut data primer, data tangan pertama (tangan peneliti). Data sekunder tidak dikumpulkan sendiri oleh peneliti. Data itu sudah dikumpulkan oleh orang lain, atau sudah didokumentasikan dan atau dipublikasikan oleh orang lain.

Data sekunder itu dapat dibedakan menjadi dua macam. Pertama data hasil penelitian (orang lain), dan kedua, data administratif kelembagaan. Data penelitian merupakan data yang dihasilkan oleh sesuatu penelitian, bisa penelitian orang lain, bisa penelitian sendiri. Data administratif kelembagaan dimaksudkan data yang dikumpulkan oleh sesuatu lembaga, misalnya sekolah atau Dinas Pendidikan, yang berupa data-data administratif semisal daftar calon murid yang mendaftar dan diterima sekolah, data lengkap murid baru, data kelulusan, data nilai hasil ujian, data kepegawaian dan sebagainya.

Data sekunder, seperti juga data primer, bisa bersifat “kuantitatif” (berupa bilangan), misalnya statistik murid, guru dan pegawai, bisa pula “kualitatif” (bukan

berupa bilangan), misalnya peraturan, hasil wawancara penelitian, rekaman video, berita surat kabar, artikel majalah, dan sebagainya.

2.4.2 Prosedur Penelitian (Analisis Data) Sekunder Seperti telah disebutkan, data sekunder itu data yang sudah ada (dengan

istilah umum disebut berupa “dokumen”). Dengan kata lain peneliti tidak mengumpulkan data itu seperti dalam penelitian primer menggunakan teknik

pengumpulan data tertentu (angket, wawancara, observasi, tes dsb). Oleh karena itu maka langkah penelitian analisis data sekunder itu relati f “pendek.” M. Katherine McCaston (2005) menyatakan bawha analisis data sekunder itu mencakup dua proses pokok, yaitu mengumpulkan data dan menganalisisnya. Dalam kaoimat

aslinya disebut “collecting and analyzing a vast array of information” (mengumpulkan dan mengalisis sekian banyak informasi). Namun demikian,

menurut McCaston, agar tidak menyimpang, yang perlu dilakukan oleh peneliti sebagai langkah awal adalah merumuskan tujuan penelitian dan disain penelitian.

Rumusan tujuan penelitian dimaksudkan McCas ton sebagai “a clear understanding of why you are collecting the data and of what kind of data you want

to collect, analyze, and better understand” (penegasan mengenai mengapa perlu mengumpulkan data serta penegasan mengenai data macam apa yang ingin

dihimpun, dianalisis dan dipahami dengan baik). Disain (rancangan) penelitian dimaksudkan McCaston sebagai “a step-by- step plan that guides data collection and analysis. In the case of secondary data

reviews it might simply be an outline of what you want the final report to look like,

a list of the types of data that you need to collect, and a preliminary list of data sources” (langkah demi langkah rencana yang mengarahkan pengumpulan dan analisis data; dalam penelitian analisis data sekunder sederhananya merupakan

kerangka kerja garis besar mengenai hasil akhir seperti apa yang di=ingin dilaporkan, daftar data yang dirasa perlu dikumpulkan, dan daftar sementara sumber data).

Wallace Foundation (Workbook B; Secondary Data Analysis – www.wallacefoundation.org, diunduh Januari 2015) merumuskan langkah-l;angkah penelitian analisis data sekunde itu sebagai berikut.

Jadi, dalam penelitian sekunder (analisis data sekunder) langkah penelitiannya sebagai berikut:

1. Menetapkan (mencari-temukan) sumber data/informasi (sekolah, universitas, Dinas Pendidikan, dsb);

2. Mengumpulkan data yang sudah tersedia (dalam “dokumen”);

3. Menormalisasikan data jika diperlukan dan memungkinkan (membuat data dari berbagai sumber sesetara mungkin “menjadi satu bentuk yang sama”);

4. Menganalisis data (misalnya menghitung, mentabulasi, memetakan data-data kuantiatif, atau membandingkan berbagai peraturan dan menelaahnya).

2.4.3 Pendekatan Penelitian (Analisis Data) Sekunder Melakukan penelitian analisis data sekunder dapat dilakukan dengan dua pendekatan (Sarah Boslaugh, 2007:6-8). Pertama, dimulai dengan pertanyaan penelitian (rumusan masalah) kemudian dilanjutkan dengan mengumpulkan data sekunder yang relevan. Data kemudian dihimpun dicari dari sekolah-sekolah favorit atau dari Dinas Pendidikan untuk selanjutnya dianalisis menggunakan analisis matematik (tidak harus disebut analisis statistik karena pada dasarnya hanya menghitung-menjumlah).

Pendekatan yang kedua, dimulai dengan mengumpulkan data sekunder, lalu menelaahnya untuk mencermati variabel-variabel (aspek-aspek) apa saja yang ada dalam data tersebut untuk kemudian dimunculkan pertanyaan penelitian (rumusan Pendekatan yang kedua, dimulai dengan mengumpulkan data sekunder, lalu menelaahnya untuk mencermati variabel-variabel (aspek-aspek) apa saja yang ada dalam data tersebut untuk kemudian dimunculkan pertanyaan penelitian (rumusan

yang diikuti dengan mencari data sekunder yang diperlukan. Pendekatan ini “relatif sama” dengan pendekatan penelitian kualitatif grounded, atau penelitian ekspl oratif, yang “mencari masalah” di lapangan, bukan dimulai dengan pertanyaan penelitian sebelum terjun ke lapangan.

2.5 Tinjauan Kebijakan

Penyusunan dokumen perencanaan pembangunan daerah (Kabupaten) harus berpedoman pada berbagai dokumen perencanaan yang ada di Provinsi dan Pusat; sebagai suatu kesatuan yang tidak terpisahkan, tarkait, terintegrasi dan sinkron dengan perencanaan pembangunan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Disamping itu juga terkait dengan tahapan perencanaan pembangunan jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Jepara Tahun 2005-2025 merupakan dokumen perencanaan pembangunan Kabupaten Jepara yang memuat visi, misi, dan arah pembangunan daerah yang akan diacu dan dipedomani dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan 20 tahun yang akan datang. Secara operasional, dari sisi perencanaan, dokumen RPJPD Kabupaten Jepara Tahun 2005-2025 ini akan dijabarkan dalam dokumen perencanaan lima tahunan (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) dan dokumen perencanaan tahunan (Rencana Kerja Pemerintah Daerah).

Dokumen rencana yang berkaitan dengan industri di Kabupaten Jepara ialah Perda Nomor 11 tahun 2012 , RPJMD Kab Jepara tahun 2012 -2017. Berikut beberapa kebijakan pembangunan tentang industri di Kabupaten Jepara.

RPJMD

•Sektor unggulan pertama di Kabupaten Jepara adalah industri pengolahan, Sektor industri merupakan tiang penyangga utama daripada perekonomian Kabupaten

Jepara •Kondisi ekonomi di Kabupaten Jepara selama ini didukung oleh kebesaran industri

mebelair sehingga Jepara dikenal sebagai kota ukir, dimana terdapat sentra kerajinan ukiran kayu (Pusat kerajinan ini di Kecamatan Tahunan dan Jepara) yang ketenarannya hingga ke luar negeri

•Kabupaten Jepara memiliki beberapa keunggulan komparatif antara lain jumlah tenaga kerja sektor industri mebel sangat besar, sedangkan keunggulan

kompetitifnya antara lain kualitas produk industri yang sudah dikenal di manca negara. lenis industri yang berkembang dan merupakan komoditi unggulan antara lain kerajinan mebel, tenun ikat troso, konveksi, keramik/gerabah.

•Potensi unggulan daerah ditunjukkan oleh 4 komoditas unggulan, yakni ukir, karet,

produk plastik, kayu olahan/aneka kerajinan, handikraft dan produk kayu.

BAB III Gambaran Umum

Secara geografis Kabupaten Jepara terletak pada posisi 110° 9' 48,02" sampai 110° 58' 37,40" Bujur Timur dan 5° 43' 20,67" sampai 6° 47' 25,83" Lintang Selatan, sehingga merupakan daerah paling ujung sebelah utara dari Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Jepara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang beribukota di Jepara, dengan jarak tempuh ke Ibukota Provinsi sekitar 71 km dan dapat ditempuh dengan kendaraan lebih kurang 2 jam. Adapun batas-batas wilayah administratif Kabupaten Jepara adalah sebagai berikut:

• Sebelah Utara : Laut Jawa • Sebelah Selatan : Kabupaten Demak • Sebelah Timur : Kabupaten Kudus dan Kabupaten Pati • Sebelah Barat : Laut Jawa

Wilayah Kabupaten Jepara juga meliputi Kepulauan Karimunjawa, yang berada di Laut Jawa, di mana untuk menuju ke wilayah tersebut sekarang dilayani oleh kapal ferry dari Pelabuhan Jepara dan kapal cepat dari Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. Selain itu di Kepulauan Karimunjawa juga terdapat lapangan terbang perintis yang dapat didarati pesawat terbang berjenis kecil dari Semarang.

Luas wilayah daratan Kabupaten Jepara 100.413,189 ha (1.004,132 km 2 ) dengan panjang garis pantai 72 km. Wilayah tersempit adalah Kecamatan Kalinyamatan (2.3710,001

ha) sedangkan wilayah terluas adalah Kecamatan Keling (12.311,588 ha). Sebagian besar luas ha) sedangkan wilayah terluas adalah Kecamatan Keling (12.311,588 ha). Sebagian besar luas

3.1 Letak Kabupaten Jepara dalam Konstalasi Jawa Tengah

Wilayah Kabupaten Jepara juga mencakup luas lautan sebesar 1.845,6 km². Pada lautan tersebut terdapat daratan kepulauan sejumlah 29 pulau, dengan 5 pulau berpenghuni dan 24 pulau tidak berpenghuni. Wilayah kepulauan tersebut merupakan Kecamatan Karimunjawa yang berada di gugusan Kepulauan Karimunjawa, yakni gugusan pulau-pulau yang ada di Laut Jawa dengan dua pulau terbesarnya adalah Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemujan. Sedangkan sebagian besar wilayah perairan tersebut dilindungi dalam Taman Nasional Laut Karimunjawa.

Peta Kabupaten Jepara

Kondisi ekonomi di Kabupaten Jepara selama ini didukung oleh kebesaran industri meubeler sehingga Kabupaten Jepara dikenal sebagai Kota Ukir, di mana terdapat sentra kerajinan ukiran kayu (pusat kerajinan ini terdapat di Kecamatan Tahunan dan Jepara) yang ketenarannya hingga ke luar negeri. Banyaknya usaha mebeler ternyata mampu mendongkrak sektor industri pengolahan, sehingga menjadi leading sector dalam perekonomian. Sektor ini dibanding delapan sektor lainnya memberikan kontribusi paling besar bagi produk domestik regional bruto (PDRB). Selain itu, di Kabupaten Jepara juga banyak terdapat tempat pariwisata yang sangat memikat wisatawan, sehingga sektor ini juga selama ini memberikan kontribusi yang cukup baik bagi pendapatan daerah.

Sedangkan hal lain yang cukup mempengaruhi kondisi ekonomi Kabupaten Jepara adalah adanya pembangunan pembangkit listrik energi alternatif (PLTU Tanjung Jati B – dalam proses pembangunan unit 3 dan 4) dan pembangunan Jepara The World Carving Centre , di mana pembangunan kedua hal tersebut akan membawa dampak yang sangat luas baik dalam ekonomi, sosial dan budaya masyarakat. Pada bidang ekonomi pembangunan pembangkit listrik energi alternatif akan meningkatkan perputaran roda perekonomian daerah. Hal tersebut berdampak pada peningkatan penyerapan tenaga kerja, berkembangnya usaha kecil dan besar, sarana prasarana (transportasi dan pelabuhan batubara), serta meningkatnya pendapatan daerah.

Berdasarkan gambaran sepintas tentang perekonomian daerah di atas berikut akan diuraikan tentang struktur perekonomian daerah terkait kontribusinya terhadap wilayah dan ciri-ciri ekonomi wilayah, berdasar basis ekonomi dan sektor-sektor unggulan.

Untuk melihat pertumbuhan perekonomian Kabupaten Jepara secara umum, maka berikut akan disajikan melalui indikator perkembangan Produk Domestik Regional Bruto yang selanjutnya disingkat PDRB.

PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan 2000 serta Perkembangannya Tahun 2000-2008 (jutaan rupiah)

Harga Konstan Tahun

Harga Berlaku

Perkembangan

Perkembangan

Besarnya

Besarnya

138,34 Sumber : Kabupaten jepara dalam Angka 2010

Dari tabel diatas terlihat bahwa PDBR Kabupaten Jepara pada tahun 2008 atas dasar harga berlaku sebesar Rp. 7.455.878,02 juta, yang berarti selama kurun waktu 9 tahun (2000-2008) PDRB Kabupaten Jepara mengalami kenaikan sebesar 265,16% dan secara konstan naik sebesar 138,34%.

Adapun secara sektoral, PDRB Kabupaten Jepara Tahun 2008 didominasi oleh tiga pilar terpenting penyangga ekonomi Kabupaten Jepara yang dipegang oleh sektor industri, pertanian dan perdagangan. Pasang surut di tiga sektor ini akan sangat berperan dalam menggoyang irama gerak kegiatan ekonomi masyarakat Jepara.

Tiang penyangga utama roda ekonomi Jepara tahun 2008 masih pada sektor industri dengan andil sebesar 27,87%. Jenis industri utama di Kabupaten Jepara adalah mebel dan ukiran dari kayu. Sedangkan industri yang lain adalah tenun ikat, konveksi, makanan, rokok, genteng/batu bata, dan lain-lain. Pada tahun 2008 sektor industri masih mampu tumbuh sebesar 4,87%, setelah tahun sebelumnya tumbuh sebesar 5,79%. Sektor pertanian senantiasa mengalami dinamika, di mana pada tahun 2008 hanya mampu tumbuh sebesar 1,40%, sedikit lebih rendah dibanding tahun 2007 yang sebesar 1,50%. Sub sektor tanaman bahan makanan yang pada tahun 2007 hanya tumbuh sebesar 0,71%, kini (tahun 2008) tumbuh sebesar 1,75%. Komoditas yang berkembang pesat adalah sayuran, sedangkan padi dan palawija mengalami penurunan. Sub sektor tanaman perkebunan pada tahun 2008 tumbuh sebesar 2,30% dan kehutanan naik sebesar 6,74%. Sub sektor pertanian yang mengalami penurunan adalah Peternakan (-2,81%) dan perikanan (-5,00%). Dinamika sektor pertanian, seperti yang diuraikan di atas ternyata masih mampu menyumbang PDRB Kabupaten Jepara sebesar 22,49% yang berarti masih sangat penting artinya dalam memberikan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat Jepara.

Laju pertumbuhan ekonomi daerah merupakan salah satu indikator penting dalam pengukuran kinerja ekonomi makro daerah, di mana tahun 2008 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Jepara secara agregat tumbuh sebesar 4,49%. Laju pertumbuhan ekonomi tersebut tidak setinggi dibanding dengan pertumbuhan tahun sebelumnya (2007) sebesar

4,74%. Sedangkan laju pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah sebesar 5,47% dan Nasional sebesar 6,06%.

Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah dan Nasional Tahun 2001-2008 (persen) Provinsi

Tahun

Kabupaten Jepara

Nasional

Jawa Tengah

6,06 Sumber : Kabupaten jepara dalam Angka 2010

Adapun indikator ekonomi yang ketiga adalah tingkat inflasi, di mana informasi akan laju inflasi merupakan tolok ukur kestabilan perekonomian suatu daerah. Berdasarkan data dari buku Jepara Dalam Angka 2008 (BPS) menunjukkan bahwa tingkat inflasi Kabupaten Jepara tahun 2008 sebesar 11,61% atau mengalami kenaikan 5,28% dari tahun 2007 yang hanya sebesar 6,33%.

Besarnya angka inflasi Kabupaten Jepara di tahun 2008 ini dipengaruhi oleh perubahan harga menurut kelompok barang. Faktor yang sangat mempengaruhi terjadinya kenaikan inflasi adalah adanya kenaikan kolompok Makanan Jadi sebesar 21,73%, kelompok Bahan Makanan naik sebesar 14,72%, kelompok Sandang naik 12,85%, serta kelompok Transportasi yang naik sebesar 11,51%.

Struktur ruang wilayah Kabupaten Jepara merupakan kerangka tata ruang wilayah kabupaten yang tersusun atas konstelasi pusat-pusat kegiatan yang berhirarki satu sama Struktur ruang wilayah Kabupaten Jepara merupakan kerangka tata ruang wilayah kabupaten yang tersusun atas konstelasi pusat-pusat kegiatan yang berhirarki satu sama

o Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yang terdiri dari Kota Jepara dan Pecangaan o Pusat Kegiatan Lokal Potensial (PKLp) merupakan pengembangan kawasan perkotaan

di Kecamatan Bangsri, Kalinyamatan dan Kecamatan Karimunjawa. o Pusat Pelayanan Kegiatan (PPK) di tetapkan di Kecamatan Keling dan Batealit

Pola ruang Kabupaten Jepara adalah distribusi peruntukan ruang dalam wilayah Kabupaten Jepara yang meliputi rencana peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan untuk fungsi budi daya. Untuk kawasan lindung terdiri dari:

o Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya. o Kawasan perlindungan setempat. o Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya. o Kawasan RencanaBencana alam Sedangkan Kawasan Budidaya yang ada di

Kabupaten Jepara meliputi: o Kawasan pertanian.

o Kawasan non pertanian o Kawasan tertentu

Rencana umum tata ruang kota adalah arahan kebijakan pembangunan dan pengembangan fisik spasial wilayah kota. Di dalamnya mencakup arahan pengembangan struktur pemanfaatan ruang kota, arahan pengembangan penduduk, pengembangan bagian wilayah kota, arahan pemanfaatan dan penggunaan lahan, sistem transportasi dan saranasera prasarana kota.

Untuk mencapai kebijaksanaan pengembangan kota tersebut, terlebih dahulu dirumuskan suatu konsep penataan ruang, yang didasari oleh kondisi fisik kota, arahan kebijakan serta fungsi dan peran kota terhadap wilayah di belakangnya.

3.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan Perda Kabupaten Jepara Nomor 2 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jepara Tahun 2011-2031 mengatakan bahwa Penataan Ruang Bertujuan untuk mewujudkan perkembangan kabupaten yang bertumpu pada sektor industri pengolahan, pertanian dan pariwisata berbasis pada potensi lokal yang berkelanjutan. Berdasarkan tujuan tersebut, yang menjadi salah satu fokusan utama untuk Berdasarkan Perda Kabupaten Jepara Nomor 2 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jepara Tahun 2011-2031 mengatakan bahwa Penataan Ruang Bertujuan untuk mewujudkan perkembangan kabupaten yang bertumpu pada sektor industri pengolahan, pertanian dan pariwisata berbasis pada potensi lokal yang berkelanjutan. Berdasarkan tujuan tersebut, yang menjadi salah satu fokusan utama untuk

Berdasarkan Perda Kabupaten Jepara Nomor 2 Tahun 2011 tentang RTRW Kab. Jepara Pasal 6 ayat 1, Strategi pengembangan dan pemberdayaan industri mikro, kecil dan menengah dengan titik berat pada pengolahan hasil pertanian, kehutanan, bahan dasar hasil tambang, dan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a, meliputi:

1. mengembangkan industri mebel ukir, tenun ikat, konveksi, perhiasan, makanan, keramik dan rokok;

2. mengembangkan klaster-klaster industri;

3. mendorong peningkatan kegiatan koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah;

4. mengembangkan pusat pengolahan hasil pertanian dan perikanan; dan

5. mengembangkan wilayah industri. Berdasarkan point-point diatas, point pertama mengatakan mengenai Industri mebel ukir. Berdasarkan berbagai sumber, industri mebel di Kabupaten jepara merupakan pendukung utama sektor industri pengolahan sebagai sektor unggulan. Industri mebel di kabupaten Jepara mampu menarik industri kecil lainnya. Akibat dari adanya industri mebel ini, industri-industri kecil yang berhubungan dengan inovasi terhadap produksi-produksi mebel bermunculan. Selain itu, industri mebel memberikan kontribusi yang cukup tinggi terhadap pendapatan daerah. Hal tersebut dapat dilihat dalam PDRB Kabupaten Jepara ADHK menurut lapangan usaha Tahun 2013-2015. Dalam dokumen PDRB tersebut, di tahun 2013 sektor industri Pengolahan memiliki hasil produksi sebesar 5.148.447,78 juta rupiah, di tahun 2014 sebesar 5.472.144,33 juta rupiah, dan 5.756.335,67 juta rupiah di tahun 2015. Berdasarkan angka hasil produksi tersebut, sektor industri merupakan sektor yang memiliki angka produksi terbesar dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya.

Besarnya angka produksi sektor industri diakibatkan oleh unggulnya industri mebel. Akibat dari tingginya hasil produksi Industri mebel, Kabupaten Jepara mampu melayani pasar dalam negeri dan luar negeri dari hasil produksi mebel. Nilai eksport mebel di Kabupaten Jepara termasuk dalam kategori tinggi dibandingkan dengan nilai eksport barang lainnya. Di Kabupaten Jepara, terdapat berbagai jenis hasil olahan dari kayu yang menjadikan industri mebel di Kabupaten Jepara memiliki nilai yang tinggi. Selain itu, Besarnya angka produksi sektor industri diakibatkan oleh unggulnya industri mebel. Akibat dari tingginya hasil produksi Industri mebel, Kabupaten Jepara mampu melayani pasar dalam negeri dan luar negeri dari hasil produksi mebel. Nilai eksport mebel di Kabupaten Jepara termasuk dalam kategori tinggi dibandingkan dengan nilai eksport barang lainnya. Di Kabupaten Jepara, terdapat berbagai jenis hasil olahan dari kayu yang menjadikan industri mebel di Kabupaten Jepara memiliki nilai yang tinggi. Selain itu,