Perkembangan Anak Usia Dini. doc

Perkembangan Anak Usia Dini
Makalah
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Pendidikan Anak Usia Dini
Dosen Pengampu: Sutiman, M.Pd

Kelompok III
1. Arif Bramantyo

(12101241013)

2. Imas Aulia Ruandini

(12101241017)

3. Isna Muslikah

(12101241019)

4. Yanuar Wibowo

(12101241039)


5. Annisa Lestari Widodo

(12101241040)

6. Risky Novitantia

(12101241050)

1

MANAJEMEN PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Perkembangan merupakan suatu proses yang bersifat kumulatif, artinya
perkembangan terdahulu akan menjadi dasar bagi perkembangan selanjutnya. Oleh sebab itu,

apabila terjadi hambatan pada perkembangan terdahulu maka perkembangan selanjutnya
cenderung akan mendapat hambatan (Yuliani ,2011: 54).
Anak usia dini berada dalam masa keemasan di sepanjang rentang usia
perkembangan manusia. Montessori dalam Hainstock (1999:10-11) mengatakan bahwa masa
ini merupakan periode sensitif (sensitive periods), selama masih inilah anak secara khusus
mudah menerima stimulus-stimulus dari lingkungannya. Pada masa peka inilah terjadi
pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis sehingga anak siap merespons dan mewujudkan
semua tugas-tugas perkembangan yang diharapkan muncul pada pola perilakunya sehari hari
(Hainstok, 1999: 34)
Berdasarkan teori perkembangan anak, diyakini bahwa setiap anak yang lahir
dengan lebih dari satu bakat. Bakat tersebut bersifat potensial dan ibaratnya belum muncul di
atas permukaan air. Untuk itulah anak perlu diberikan pendidikan yang sesuai dengan
perkembanganya dengan cara memeperkaya lingkungan bermainnya. Seorang anak dapat
belajar dengan sebaik-baiknya apabila kebutuhan fisiknya dipenuhi dan mereka merasa aman
dan nyaman secara psikologis. Perkembangan anak usia dini melalui tahap-tahap tertentu,
yang pada masing tahapan tersebut diberlakukan cara mendidik anak tersebut berbeda.
Perkembangan anak usia dini, dimulai dari usia 0-8 tahun. Dalam setiap tahapanya,
memiliki karakteristik yang berbeda beda. Masing–masing anak mempunyai perbedaan
karakter meski dilahirkan dihari yang sama dan dibesarkan di lingkungan yang sama. Maka
dari itulah pentingnya mempelajari perkembangan anak usia dini.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaiamana perkembangan anak usia dini?
2

2. Apa saja aspek yang termasuk dalam pendidikan anak usia dini?

C. TUJUAN
1. Mengetahui bagaimana perkambangan anak usia dini.
2. Mengetahu aspek-aspek yang termasuk dalam pendidikan anak usia dini.
3. Memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Pendidikan Anak Usia Dini.

3

BAB II
PEMBAHASAN
A. TEORI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
Batasan tentang anak cukup bervariasi, istilah anak usia dini adala anak yang berkisar
antara usia 0-8 tahun. Bila dilihat dari jenjang pendidikan yang berlaku di Indonesia, yang
termasuk dalam kelompok anak usia dini adalah anak usia SD kelas 1-3, TK, Kelompok
Bermain dan anak pada masa sebelumnya, yaitu masa bayi. Anak sangat aktif, dinamis,

antusias dan hampir selalu ingin tahu terhadap apa yang dilihat dan didengarnya seolaholah tak pernah berhenti untuk belajar.
Pertumbuhan diartikan sebagai perubahan yang bersifat kuantitatif atau mengandung
arti adanya perubahan dalam ukuran dan struktur tubuh sehingga lebih banyak
menyangkut perubahan fisik. Pertumbuhan dipandang pula sebagai perubahan secara
fisiologis sebagai hasil dari proses pematangn fungsi- fungsi hasil dari pertumbuhan yang
berupa bertambah panjang tulang- tulang terutama lengan dan tungkai, bertambah tinggi
dan bertambah berat badan serta susunan tulang dan jaringan syaraf. Pertumbuhan ini
akan terhenti setelah adanya maturasi atau kematangan pada diri seorang individu.
Perkembangan dan pertumbuhan anak dapat diuraikan dalam beberapa butir pemikiran
yang dilihat dari berbagai sudut pandang yang meliputi:
1. Teori Behaviorisme
Watson, Thorndike, dan Skinner adalah para ahli behaviorisme yang terkenal. Masingmasing ahli yang menganut teori ini percaya bahwa perilaku dapat dibentuk dengan
memberikan jawaban dalam bentuk kata-kata ataupun tindakan tertentu. Menurut Dr.
Yuliani N.S, M.Pd (2011:55) teori tersebut identik dengan teori stimulus-respons dan
operant conditioning. Unsur-unsur dasar teori ini meliputi bantuan, hukuman, operant
conditioning dan mengurangi prilaku yang tidak baik.
Dalam classical conditioning seorang anak diberikan stimulus dan suatu penghargaan
dan belajar untuk mengharapkan penghargaan kapan saja stimulus diperkenalkan.
Contoh dari percobaan Pavlov, dimana untuk memukul lonceng dengan tujuan agar
4


seekor anjing mengeluarkan air liur apabila diberikan makanan yang disesuaikan dengan
bunyi bel.
Operant conditioning berbeda dengan classical conditioning dalam arti bahwa
perilaku sudah mendahului penguatan tersebut. Contoh, seekor merpati sedang belajar
untuk mendorong sebuah pengungkit untuk mendapatkan sebutir makanan.
Dalam suatu kelas, operant conditioning boleh jadi digunakan untuk sebagai suatu
pencapaian anak-anak terhadap suatu tugas yang bersifat akademik. Operant
conditioning dapat juga digunakan untuk membentuk suatu perilaku bentuk dengan cara
menyediakan bantuan ketika perilaku anak semakin menjauh dari tujuan. Membentuk
perilaku melibatkan beberapa komponen beikut (Yuliani Nuraini Sujiono , 2011: 56):
1. Mengarahkan perilaku yang diinginkan tersebut.
2. Perbaikan pada suatu dasar dari tingkah laku.
3. Memilih penguatan.
4. Melakukan penelitian dangan memberikan isyarat pada seseorang mengenai tugas
dan peruntunan segmen.
5. Menerapkan sistem penguatan secara sistematis.
Tujuan akhir dari teori behavioristik ini adalah untuk semakin meningkatkan perilaku
yang diinginkan untuk memberikan penghargaan kepada anak, sedemikian sehigga guru
atau orang tua tidak perlu melanjutkan untuk terus memberikan penghargaan yang

disebabkan oleh adanya kedaan dari luar. Teori ini lebih terkait dengan bagaimana anakanak berkembang secara sosial, emosional, dan intelektual, tetapi tidak menjelaskan
tentang perkembangan fisik karena banyak banyak orang yang menyetujui bahwa
perkembangan fisik berkaitan dengan genetika (keturunan) yang ditentukan berdasarkan
gen dari kedua orang tuanya, sehingga dengan demikian tidak mempengaruhi perilaku
anak.
2. Teori Maturationis
Teori maturationis (kematangan) pertama kali ditemukan oleh Hall, Rousseau dan
Gesell dalam Catron dan Allen (1999:6) dimana ketiganya percaya bahwa anak-anak harus
diberi kesempatan untuk “berkembang”. Menurut teori ini pengalaman memainkan
peranan yang sangat penting dalam perkembangan. Hal ini dipandang baik apabila
dibandingkan dengan teori behaviorisme. Teori ini meyakini bahwa perkembangan fisik,
sosial, emosional, dan intelektual mengikuti tahapan perkembangan dari setiap anak yang
5

pada dasarnya berbeda-beda. Teori ini juga percaya bahwa suatu tingkatan perkembangan
anak adalah penentu yang paling utama dalam hal kesuksesan sosial dan intelektual,
terutama dalam lingkungan sekolah.
Teori maturationis menekankan tahap perkembangan dari masing-masing anak lebih
penting daripada penghargaan, hukuman, pengalaman, atau interaksi, dengan lingkungan
tersebut. Pengalaman, dari teori maturationis selalu disaring oleh suatu tingkatan anak.

3. Teori Interaksi
Teori interaksi atau perkembangan ditemukan oleh Piaget. Para tokoh interaksi modern,
seperti Bruner dan Forman sedang berkelanjutan untuk melakukan penyaringan teori dari
Piaget dan untuk memperjelas konsep tentang perkembangan anak-anak.
Piaget dalam Catron dan Allen (1999:7-8) percaya bahwa anak-anak itu membangun
pengetahuanya melalui interaksi dengan lingkungan. Selanjutnya Piaget menguraikan
pemikiran anak-anak yang meliputi konsep asimilasi, akomodasi, dan keseimbangan.
Asimilasi terjadi ketika anak sedang melakukan proses pencocokan informasi ke dalam
kategori atau bagan yang ada.
Menciptakan suatu kategori yang baru adalah proses dari akomodasi anak dimana
secepatnya menciptakan suatu struktur mental yang berkaitan dengan semua hewan yang
ada (Catron dan Allen, 1999:8)
Keseimbangan merupakan bagian akhir dari sisa yang mencapai semua informasi atau
pengalaman, yang kapan saja dapat dicocokan kedalam suatu bagan atau suatu bagan yang
baru diciptakan untuk untuk hal tersebut. Keseimbangan akan menberikan kesempatan
bagi para anak untuk menggunakan asimilasi dan akomodasi sebagai alat untuk menuju
keberhasilan dalam hal keseimbangan.
Para pendukung teori Piagetian menggolongkan pengetahuan sebagai berikut yaitu
perkembangan fisik, sosial, atau logika-matematika. Forman dan Kushner (1983:14-15)
mengemukakan sebuah dalil tentang keempat pengetahuan yang ada yaitu mengetahui apa

yang diketahui oleh seseorang. Istilah lain yang digunakan dalam literatur untuk
menguraikan kategori ini adalah mete-knowledge.
Wadsworth dalam Nasution (1989:25-26) , memguraikan tentang definisi belajar di
dalam terminologi para pengikut Piaget sebagai berikut:
Pemakaian pertama dapat disebut sebagai makna didalam pengertian yang luas, dimana
hal tersebut bersinonim dengan kata perkembangan. Hal tersebut adalah sesuai apabila kita
6

sedang memperbincangkan tentang perkembangan dari fisik pengetahuan, logika–
matematika, dan pengetahuan sosial. Pemakaian kedua tentang belajar adalah mengenai
hal-hal yang lebih dangkal. Hal ini mengacu pada pengadaan informasi yang spesifik dari
lingkungan, yang berasimilasi ke dalam suatu bagan yang ada.
Memori yang dihafal tanpa berpikir/penghafalan, tidaklah dipertimbangankan sebab
dalam hal tersebut tidak melibatkan asimilasi dan pengertian. Beberapa teori, seperti
behavioristik, mempertimbangkan memori yang dihafal tanpa berpikir sebagai salah satu
format belajar dimana tidak membedakan antara dua macam belajar yang digambarkan
disini.
4. Teori Psikoanalisis
Di dalam terminologi dikatakan bahwa anak-anak bergerak melalui langkah – langkah
yang berbeda dengan tujuan untuk mencari kepuasan yang berasal dari sumber berbeda,

dimana mereka juga harus berusaha untuk menyeimbangkan keadaann tersebut dengan
harapan orang tua. Kebanyakan orang belajar untuk mengendalikan perasaan mereka dan
juga berusaha agar dapat diterima di dalam lingkungan sosial serta untuk
mengintegrasikan diri mereka. Frued dalam Catron dan Allen (1999: 7) memandang
manusia sebagai makhluk biologi yang kompleks, baik dalam hal sosial, emosional dan
juga sebagai suatu organisme yang bisa berpikir.
5. Teori Pengaruh
Perkembangan di satu area pasti mempengaruhi perkembangan di dalam area lain.
Anak yang belajar untuk mampu mengendalikan perilaku mereka yang impulsive dapat
berinteraksi dengan orang lain atau alat – alat permainan dalam waktu yang lebih lama,
dimana hal ini juga berpengaruh terhadap perkembangan intelektual mereka.
Perkembangan sosial, fisik, emosional, dan perkembangan intelektual anak biasanya selalu
berkaitan.
6. Teori Konstruktivisme
Semiawan (2002:3-4) berpendapat bahwa pendekatan konstruktivisme bertolak dari
suatu keyakinan bahwa belajar adalah membangan pengetahuan itu sendiri, setelah
dicernakan dan kemudian dipahami dalam diri individu dan merupakan perbuatan dari
dalam diri seseorang. Dalam perbuatan belajar seperti itu, bukan isi pembelajarannya yang
7


penting, melainkan bagaimana mempergunakan peralatan mental untuk menguasai apa
yang dipelajari. Pengetahuan itu diciptakan kembali dan dibangun dari dalam diri
seseorang melalui pengamatan, pengalaman dan pemahamannya. Pengetahuan juga
berasal dari lingkungan budaya.

Biasanya didapatkan secara turun-temurun melalui

orang-orang yang berada di sekitar. Pengetahuan dibangun oleh anak berdasarkan
kemampuannya dalam memahami perbedaan berdasarkan persamaan yang tampak. Aliran
konstruksivisme meyakini bahwa pembelajaran terjadi pada saat anak berusaha memahami
dunia di sekeliling mereka. Setiap anak membangun pengetahuan mereka sendiri berkat
pengalaman-pengalaman dan interaksi aktif dengan lingkungan sekitar dan budaya di
mana mereka berada melalui bermain.
B. ASPEK PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI
1. Kesadaran Personal
Permainan yang kreatif memungkinkan perkembangan kesadaran personal.
Bermain mendukung anak untuk tumbuh secara mandiri dan memiliki kontrol atas
lingkungannya.
2. Pengembangan Emosi
Melalui bermain anak dapat belajar menerima, berekspresi dan mengatasi

masalah dengan cara yang positif. Bermain juga memberikan kesempatan pada
anak untuk mengenal diri mereka sendiri dan untuk mengembangkan pola perilaku
yang memuaskan dalam hidup (Catron dan Allen,1999: 215-232).
3. Membangun sosialisasi
Bermain memberikan jalan perkembangan sosial anak ketika berbagi dengan
anak lain. Bermain adalah sarana yang paling utama bagi pengembangan
kemampuan bersosialisasi dan memperluan empati terhadap orang lain serta
mengurangi sikap egosentrisme dan meningkatkan rasa sosialisasi anak (Catron
dan Allen, 1999: 232-250).
Ada beberapa faktor yang mendukung anak agar dapat bersosialisasi yaitu:
a. adanya kesempatan untuk bergaul dengan orang- orang yang ada di sekitarnya
b. adanya minat dan motivasi untuk bergaul
c. adanya bimbingan dan pengajaran dari orang lain yang biasanya menjadi model
bagi orang lain.
d. adanya kemampuan komunikasi yang baik yang dimilik oleh seorang anak.
8

4. Pengembangan Komunikasi
Bermain dapat memajukan perkembangan dari segi komunikasi berikut ini :
(1) Bahasa reseptif, yaitu mengikuti petunjuk-petunjuk dan memahami konsep
dasar, (2) Bahasa ekpresif, yaitu kebutuhan mengekspresikan keinginan, perasaan,
(3) Komunikasi nonverbal, yaitu menggunakan komunikasi ekspresi muka, isyarat
tubuh, (4) Memory pendengaran, yaitu memahami bahasa berbicara dan
membedakan bunyi (Catron dan Allen, 1999:251-256).
5. Pengembangan kognitif
Selama bermain, anak menerima pengalaman baru, menanipulasi bahan atau
alat, berinteraksi denga orang lain dan mulai merasakan dunia mereka. Bermain
menyediakan kerangka kerja anak untuk mengembangkan pemahaman tentang diri
mereka sendiri, orang lain, dan lingkungan.
6. Pengembangan Kemampuan Motorik
Bermain dapat memacu perkembangan perceptual motorik pada beberapa
area, yaitu :
a. koordinasi mata dan tanagan atau mata dan kaki seperti saat menggambar,
menulis, menangkap, menendang, dan lain-lain.
b. kemampuan motorik kasar, seperti gerak tubuh ketika berjalan, melompat, dan
lain-lain.
c. kemampuan motorik statis, seperti duduk, berdiri, jongkok.
d. mamajemen tubuh dan control seperti menunjukka kepekaan tubuh,
keseimbangan (Catron dan Allan, 1999:287-304).
7. Perkembangan Bahasa.
Kemampuan berbahasa anak berbeda-beda, ada yang berkualitas baik dan
berkualitas buruk. Kemampuan berbicara anak melalui beberapa tahap sesuai
dengan usia dari anak tersebut, dimulai dari seorang anak memulai kehidupan
sampai dengan seorang anak berusia 5 tahun. Berikut ini faktor- faktor yang
mempengarui seseorang anak banyak berbicara (Ulfiani Rahman, 2009: 54)
a. intelegensi, semakin cerdas anak, maka kemampuan berbicaranya semakin
baik.
b. Jenis disiplin, anak akan lebih cepat mudah untuk menguasai bahasa jika
dibangdingkan dengan anak yang dididik oleh orang tua yang memiliki
9

sifat keras yang beranggapan bahwa seorang anak hanya untuk dilihat
tidak untuk di dengar.
c. Posisi urutan, posisi anak sulung dituntut untuk lebih banyak bicara dari
pada adiknya.
d. Besarnya keluarga, anak tunggal lebih mudah untuk dapat berkomunikasi
dengan orang tuanya jika dibandingkan dengan anak yang mempunyak
keluarga besar, hal ini dikarenakan orangtua mempunyai banyak waktu
untuk anak tunggalnya.

10

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari berbagai uraian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat
perbedaan antara pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia dini. Pertumbuhan
lebih mengarah kepada pertumbuhan fisik yang bersifat kuantitatif , sedangkan
perkembangan merupakan perubahan yang bersifat kualitatif yaitu suatu urutan
perubahan yang bersifat saling mempengaruhi antaran aspek- aspek fisik dan psikis
dan merupakan satu kesatuan yang harmonis. Konsep mengenai perkembangan
peserta didik dapat diuraikan dengan mengambil beberapa teori diantaranya teori
behaviorisme, teori maturarationis, teori interksi, teori psikoanalisis, teori pengaruh
dan teori konstruktivisme seperti yang telah dijelaskan pada bagian pembahasan
diatas. Perkembangan anak usia dini dapat meliputi aspek- aspek diantaranya
kemampuan bahasa, kesadaran personal, pengembangan emosi, membangun
sosialisasi, pengembangan komunikasi, pengembangan kognitif, dan pengembangan
kemampuan motorik yang kesemua aspek tersebut dapat diperoleh melalui salah satu
cara yaitu bermain.
B. SARAN
1. Anak pada usia 0-8 tahun berada dalam masa keemasan, sebaiknya dalam masamasa tersebut peran orang tua haruslah menjadi yang paling utama, karena anak
sangat mudah meresapi apa saja yang ditangkap oleh panca indra, apalagi seorang
anak yang masih dalam tahap perkembangan belum bisa membedakan mana yang
baik dan yang buruk.
2. Pengawasan terhadap perkembangan anak usia dini sangat diperlukan, tetapi
jangan sampai membunuh kreativitas yang dimiliki oleh seorang anak melalui
pengawasan yang berlebihan, evaluasi yang berlebihan, memberikan hadiah
kepada anak yang terlalu banyak, kontrol yang terlalu ketat dan membatasi pilihan
anak dan harapan yang berada di luar kemampuan.

11

DAFTAR PUSTAKA
Dr. Yuliani Nurani Sujiono, M.Pd.(2009). Konsep Dasar PAUD. Jakarta : Putri
Media.
Ulfiani Rahman. (2009). Karakteristik Perkembangan Anak Usia Dini. Yogyakarta.
Yuliani Nuraini. (2003). Strategi Pembelajaran. Jakarta: Pusat Penerbitan UT.

12