MENENTUKAN TINGKAT PERKEMBANGAN TANAH DE (2)

LAPORAN PRAKTIKUM GEOGRAFI TANAH
MENENTUKAN TINGKAT PERKEMBANGAN TANAH DENGAN INDEKS
WARNA HURST
DOSEN PENGAMPU : ARIF ASHARI, M. Sc

DISUSUN OLEH :
NAMA
NIM
KELAS/KELOMPOK
ASISTEN PRAKTIKUM

: AISYAH NURUL LATHIFAH
: 15405241014
: A/01
: DEWI RAHMAWATI

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2016
I.


JUDUL
91

Menentukan Tingkat Perkembangan Tanah Dengan Indeks Warna Hurst.
II.

TUJUAN
1. Menentukan Tingkat Perkembangan Tanah Dengan Indeks Warna Hurst..

III. DASAR TEORI
Warna tanah

dalam Sugiharyanto, dkk (2009:53) ditentukan

dengan

membandingkan warna tanah tersebut dengan warna standar pada buku
Munsell Soil Color Chart. Diagram warna baku ini disusun tiga variabel, yaitu:
(1) hue, (2) value, dan (3) chroma. Hue adalah warna spektrum yang dominan

sesuai dengan panjang gelombangnya. Value menunjukkan gelap terangnya
warna, sesuai dengan banyaknya sinar yang dipantulkan. Chroma menunjukkan
kemurnian atau kekuatan dari warna spektrum. Chroma didefinisikan juga
sebagai gradasi kemurnian dari warna atau derajat pembeda adanya perubahan
warna dari kelabu atau putih netral (0) ke warna lainnya (19).
Hue dalam Sugiharyanto, dkk (2009:53) dibedakan menjadi 10 warna,
yaitu: (1) Y (yellow = kuning), (2) YR (yellow-red), (3) R (red = merah), (4) RP
(red-purple), (5) P (purple = ungu), (6) PB (purple-brown), (7) B (brown =
coklat), (8) BG (grown-gray), (9) G (gray = kelabu), dan (10) GY (grayyellow). Selanjutnya setiap warna ini dibagi menjadi kisaran hue sebagai
berikut: (1) hue = 0 – 2,5; (2) hue = 2,5 –5,0; (3) hue = 5,0 – 7,5; (4) hue =
7,5 – 10. Nilai hue ini dalam buku hanya ditulis: 2,5 ; 5,0 ; 7,5 ; dan 10.
Berdasarkan buku Munsell Soil Color Chart dalam Sugiharyanto, dkk
(2009:54) nilai Hue dibedakan menjadi: (1) 5 R; (2) 7,5 R; (3) 10 R; (4) 2,5
YR; (5) 5 YR; (6) 7,5 YR; (7) 10 YR; (8) 2,5 Y; dan (9) 5 Y, yaitu mulai dari
spektrum dominan paling merah (5 R) sampai spektrum dominan paling kuning
(5 Y), selain itu juga sering ditambah untuk warna-warna tanah tereduksi (gley)
yaitu: (10) 5 G; (11) 5 GY; (12) 5 BG; dan (13) N (netral).
Value dalam Sugiharyanto, dkk (2009:54) dibedakan dari 0 sampai 8, yaitu
makin tinggi value menunjukkan warna makin terang (makin banyak sinar yang
dipantulkan). Nilai


value pada lembar buku Munsell Soil Color Chart

92

terbentang secara vertikal dari bawah ke atas dengan urutan nilai 2; 3; 4; 5; 6; 7;
dan 8. Angka 2 paling gelap dan angka 8 paling terang.
Chroma dalam Sugiharyanto, dkk (2009:54) juga dibagi dari 0 sampai 8,
dimana makin tinggi chroma menunjukkan kemurnian spektrum atau kekuatan
warna spektrum makin meningkat. Nilai chroma pada lembar buku Munsell
Soil Color Chart dengan rentang horizontal dari kiri ke kanan dengan urutan
nilai chroma: 1; 2; 3; 4; 6; 8. Angka 1 warna tidak murni dan angka 8 warna
spektrum paling murni.
Proses perkembangan tanah adalah berkembangnya fase pembentukan
tanah setelah masa pelapukan batuan dan atau dekomposisi bahan organik.
Berdasarkan pada kondisi tanah tersebut maka proses perkembangannya dapat
dibagi menjadi 2 (dua), yaitu proses perkembangan tanah asasi dan proses
perkembangan

tanah


khas

(Sugiharyanto,

dkk,

2009:30).

Tingkat

perkembangan tanah dapat ditentukan berdasarkan indeks warna BuntleyWestin,Hurts, dan Harden serta indeks profil. Indeks warna Buntley-Westin
mengkonversi nilai hue dengan angka (10YR = 1, 7,5YR=2, 5YR=3,
2,5YR=4). Kemudian angka konversi hue tersebut dikalikan dengan
chromanya. Dari hasil perolehan nilai kemudian dibuat skor untuk dijumlah dan
dikelompokan ke dalam tingkat perkembangan tanah dengan 3 tingkat.
Berdasarkan

indeks


warna

Buntley-Westin

maka

diketahui

tingkat

perkembangan tanahnya bahwa semakin besar nilai indeks warna BuntleyWestin profil tanah semakin berkembang (Sartohadi, dkk, 2004:17-19).
Karena proses perkembangan tanah yang terus berjalan, maka bahan induk
tanah berubah berturut-turut menjadi tanah muda, tanah dewasa, dan tanah tua.
Menurut Hardjowigeno (1993) dalam Anonim (2011), ciri dari tingkat
perkembangan tanah adalah sebagai berikut :
a. Tanah muda (perkembangan awal). Terjadi proses pembentukan tanah
terutama proses pelapukan bahan organik dan bahan mineral, pencampuran
bahan organik dan bahan mineral di permukaan tanah dan pembentukan

93


struktur tanah karena pengaruh dari bahan organik tersebut (sebagai
b.

perekat). Hasilnya adalah pembentukan horison A dan horison C.
Tanah dewasa (perkembangan sedang). Dimana pada proses lebih lanjut
terbentuk horison B akibat penimbunan liat (iluviasi) dari lapisan atas ke
lapisan bawah, atau terbentuknya struktur pada lapisan bawah, atau
perubahan warna (Bw) yang menjadi lebih cerah dari pada horison C di
bawahnya. Pada tingkat ini tanah mempunyai kemampuan berproduksi
tinggi karena unsur hara dalam tanah cukup tersedia sebagai hasil dari

c.

pelapukan mineral, sedangkan pencucian hara lebih lanjut.
Tanah tua (perkembangan lanjut), dengan meningkatnya unsur hara maka
proses pembentukan profil tanah berjalan lebih lanjut sehingga terjadi
perubahan yang nyata pada horison A dan horison B. Tanah menjadi sangat
masam, sangat lapuk, dan kandungan bahan organik lebih rendah daripada
tanah dewasa.

Taksonomi tanah menurut Marpaung (2008) dalam Anonim (2011) adalah

cabang dari klasifikasi tanah. Dalam taksonomi tanah 2010 disajikan secara
lengkap tentang prosedur pengelompokan tanah mulai dari kategori tinggi
sampai kategori rendah. Prosedur taksonomi tanah adalah mengikuti :
1. Deskripsi profil tanah.
2. Penentuan horison penciri (epipedon dan horizon bawah penciri).
3. Penentuan sifat-sifat lain.
4. Pemakaian kunci taksonomi dengan urutan : ordo (ada 12 ordo), sub ordo,
kelompok besar (great group), anak kelompok (sub group), keluarga
(family) dan seri.
Horison penciri digunakan untuk mengklasifikasikan ke dalam ordo.
Horison penciri yang terbentuk di permukaan dinamakan dengan epipedon.
Horison penciri yang langsung di bawahnya dan dapat diamati dinamakan
dengan horison bawah penciri (Darmawijaya, 1992). Menurut Taksonomi Tanah
2010 terdapat 8 epipedon penciri yaitu : mollik, antropik, umbrik, folistik,
histik, melanik, okrik dan plagen. Pada taksonomi tanah 2010, terdapat 19
horison bawah penciri yaitu : horison agrik, albik, argilik, duripan, fragipan,

94


glosik, gipsik, kalsik, kandik, kambik, natrik, orstein, oksik, petrokalsik,
petrogipsik, placik, salik, sombrik dan spodik. Berdasarkan Keys to Soil
Taxonomy 2010, ordo tanah terdiri atas 12 ordo, yaitu :
A. Gelisol
Tanah yang mempunyai permafrost (lapisan tanah beku) dan bahan-bahan
gelik yang berada didalam 100 cm dari permukaan tanah.
B. Histosol
Tanah yang tidak mempunyai sifat-sifat tanah andik pada 60% atau lebih
ketebalan diantara permukaan tanah dan kedalaman 60 cm.
C. Spodosol
Tanah lain yang memiliki horison spodik, albik pada 50% atau lebih dari
setiap pedon, dan regim suhu cryik.
D. Andisol
Ordo tanah yang mempunyai sifat-sifat andik pada 60% atau lebih dari
ketebalannya.
E. Oksisol
Tanah lain yang memiliki horison oksik (tanpa horison kandik) yang
mempunyai batas atas didalam 150 cm dari permukaan tanah mineral dan
F.


kandungan liat sebesar 40% atau lebih dalam fraksi tanah.
Vertisol
Tanah yang memiliki satu lapisan setebal 35 cm atau lebih, dengan batas
atas didalam 100 cm dari permukaan tanah mineral, yang memiliki bidang
kilir atau ped berbentuk baji dan rata-rata kandungan liat dalam fraksi

tanah halus sebesar 30% atau lebih.
G. Aridisol
Tanah yang mempunyai regim kelembaban tanah aridik dan epipedon okrik
dan antropik atau horison salik dan jenuh air pada satu lapisan atau lebih di
dalam 100 cm dari permukaan tanah selama satu bulan atau lebih.
H. Ultisol
Tanah lain yang memiliki horison argilik atau kandik, tetapi tanpa fragipan
I.

J.

dan kejenuhan basa sebesar kurang dari 35% pada kedalaman 180 cm.
Mollisol

Tanah lain yang memiliki epipedon mollik dan kejenuhan basa sebesar
50% atau lebih pada keseluruhan horison.
Alfisol

95

Tanah yang tidak memiliki epipedon plagen dan memiliki horison argilik,
kandik, natrik atau fragipan yang mempunyai lapisan liat tipis setebal 1
mm atau lebih di beberapa bagian.
IV.

ALAT DAN BAHAN
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain :
a. Data Munsell Soil Color Chart yang telah diketahui ketebalan horison dan
b.

V.

konversinya untuk dihitung kelas intervalnya
Alat tulis untuk mencatat


LANGKAH KERJA
Dalam praktikum pada kesempatan kali ini, langkah kerja yang digunakan
adalah antara lain sebagai berikut :
a. Mengkonversikan nilai hue ke dalam nilai konversi hue untuk tiap horison :
5R
=5
7,5 R
= 7,5
10 R
= 10
2,5 R
= 12,5
5 YR
= 15
7,5 YR
= 17,5
10 YR
= 20
b. Menentukan nilai perbandingan antara value dan chroma.
c. Mengalikan nilai konversi dengan nilai perbandingan value chroma untuk
d.

semua horison.
Memasukkan ke dalam

rumus Hurst untuk menentukan indeks warna

Hurst :
( Y A x Tebal horison A ) +(Y B x Tebal horison B)
Hurst =
(Tebal horison A +Tebal horison B)
e. Menentukan kelas interval untuk mengetahui tngkat perkembangan tanah.
Skor tertinggi−Skor terendah
Kelas Interval=
Jumlah kelas (3)
VI.

HASIL PRAKTIKUM
Tabel 2.1 Data sampel tingkat perkembangan tanah dengan indeks warna Hurst.

Nama Sampel

Horiso

Horiso

nA

nB

96

Tebal

Tebal

Horiso

Horiso

nA

nB

Bahan
Induk

Jenis Tanah

Endapan
Karangkulon

10

10

YR3/2

YR4/4

10

10

YR2/3

YR3/3

7,5

7,5

YR3/2

YR4/4

7,5

7,5

YR4/4

YR3/2

7,5

7,5

YR4/4

YR4/4

Karanggesen

10

10

g

YR4/1

YR4/1

Ngalang-

7,5

7,5

Ngalang

YR3/2

YR3/4

Dogongan

Ngerengereng

Kedung Miri

Tegalrejo

25 cm

111

Gunung

Fluventic

Merapi

Hapludolls

Muda
Aluvium
25 cm

95

Sungai
Celeng
Aluvium

17 cm

15 cm

103

165 cm

17 cm

20 cm

40 cm

21 cm

95 cm

Hapludolls
Mollic

Sungai

Hapludalff

Oyo
Aluvium

s

Sungai
Oyo

20 cm

Vertic

Breksi
Vulkanik
Batu
Gamping
Koloviu
m

Typic
Hapludalfs
Udic
Ustorthent
s
Lithic
Ustorthent
s
Udic
Haplustert
s

Tabel 2.2 Hasil perhitungan konversi dan indeks warna Hurst.
Nama Sampel
Karangkulon
Dogongan
Ngerengereng
Kedung Miri
Tegalrejo
Karanggeseng
Ngalang-Ngalang

Konversi

Konversi

Horison A
30
1,4
26,25
17,5
17,5
80
26,25

Horison B
20
20
17,5
26,25
17,5
80
13,125

97

Hurst
21,83
16,13
18,74
25,52
17,5
80
15,41

Skor tertinggi−Skor terendah
3
80−15,41
Kelas Interval=
3
Kelas Interval=21,53
Kelas Interval=

Tabel 2.3 Pembagian perkembangan tanah Perbukitan Baturagung.
Tingkat Perkembangan

Indeks Warna

Tanah
Berkembang lanjut
Sedang berkembang
Belum berkembang

Bw
15,41 – 36,94
36,95 – 58,47
58,48 – 80

Tabel 2.4 Pembagian tingkat perkembangan tanah menggunakan indeks warna
Hurst.
Lokasi Profil Tanah

Indeks Warna Hurst

Karangkulon
Dogongan
Ngerengereng
Kedung Miri
Tegalrejo
Karanggeseng
Ngalang-Ngalang

21,83
16,13
18,74
25,52
17,5
80
15,41

VII. PEMBAHASAN PRAKTIKUM
1. Karangkulon
0 cm
Horison A
10 YR3/2
25 cm
Horison B
10 YR4/4
136 cm

98

Tingkat Perkembangan
Tanah
BL
BL
BL
BL
BL
BB
BL

Horison A :
Konversi 10
3/2

Horison B
= 20
Konversi 10
= 1,5
4/4
= 20 x 1,5
= 30
(YA x Tebal horison A ) +(YB x Tebal horison B)
Bw =
(Tebal horison A+ Tebal horison B)
( 30 x 25 ) + ( 20 x 111 )
Bw =
(136 )
Bw =21,83

= 20
=1
= 20 x 1
= 20

Tanah pada Karang Kulon memiliki indeks tanah yang berkembang
lanjut dengan indeks warna Hurst 21,83. Pada dasar teori di atas
mengatakan bahwa tanah mengalami peningkatan unsur hara sehingga
proses pembentukan profil tanah berjalan lebih lanjut sehingga terjadi
perubahan yang nyata pada horison A dan horison B. Tanah menjadi sangat
masam, sangat lapuk, dan kandungan bahan organik lebih rendah daripada
tanah dewasa.
Tanah di Karang Kulon memiliki horison A dan B. Hal ini sesuai
dengan proses pembentukan horizon A permukaan tanahnya memiliki
mineral yang berwarna gelap, berstruktur gembur, bertekstur sedang hingga
kasar, konsistensinya lepas hingga agak teguh, dan memiliki banyak
perakaran. Sedangkan horizon B adalah sub horizon tanah yang terbentuk
dari adanya pencucian (elluviasi) koloid liat dan atau koloid organik pada
horizon A sehingga terbentuk horizon Albik, kemudian ditimbun pada
horizon yang ada dibawahnya (illuviasi) atau horizon B. Dengan demikian
Horizon B ialah horizon tanah di bawah permukaan, bertekstur gumpal
atau prismatik atau tiang berwarna lebih kelam dari horizon lainnya, dan
berkonsistensi teguh hingga sangat teguh.
Tanah ini dipengaruhi oleh bahan induk yang berasal dari Gunung
Merapi muda sehingga dapat diperkirakan material pyroclastic berupa
99

batuan, debu, dan sebagainya dapat mempengaruhi keadaan tanah tersebut.
Dalam kurun waktu yang lama, tanah akan mengalami perkembangan
horison. Pada horison A terjadi pelindian yang berpengaruh terhadap
horison di bawahnya. Di samping bahan induk dan waktu, iklim juga
berpengaruh pada pelapukan batuan itu sendiri karena suhu di pegunungan
sangat kompleks pada pagi atau siang dan malam hari.
Fluventic hapludolls merupakan ordo tanah ustolls yang termasuk jenis
tanah mollisol. Tanah ini memiliki epipedon mollik dan kejenuhan basa
sebesar 50% atau lebih pada keseluruhan horison. Tanah ini memiliki hue
10, value 3 dan 4, serta chroma 2 dan 4. Berdasarkan dasar teori di atas,
YR menunjukan bahwa tanah tersebut berwarna yellow-red, makin tinggi
value menunjukkan warna makin terang (makin banyak sinar yang
dipantulkan), dan dimana makin tinggi chroma menunjukkan kemurnian
spektrum atau kekuatan warna spektrum

makin meningkat. Tanah ini

memiliki warna yang memiliki tingkat kecerahannya rendah sampai
sedang, yaitu 3 dan 4 dari 0 sampai dengan 8 sehingga dapat dikatakan
bahwa tanah ini memiliki kandungan bahan organik yang cukup baik.
Pada horison A berwarna grayish very dark brown. Dari warna keabuabuan dapat dipengaruhi oleh abu Gunung Merapi dan cokelat gelap pada
tanah tersebut dapat disebabkan oleh adanya oksidbesi dan sedikit
kandungan hara pada tanah. Sedangkan pada horison B, yellowish dark
brown. Tanah ini mengandung besi (Fe) akibat pelindian dari horison A.

2.

Dogongan

0 cm
Horison A
10 YR2/3
Horison B
10 YR3/3

100

25 cm
120 cm
Horison A :
Konversi 10
2/3

Horison B
Konversi 10
3/3

= 20
= 20
= 0,07
=1
= 20 x 0,07
= 20 x 1
= 1,4
= 20
(YA x Tebal horison A ) +(YB x Tebal horison B)
Bw =
(Tebal horison A+ Tebal horison B)
(1,4 x 25 ) + ( 20 x 95 )
Bw =
( 120 )
Bw =16,13
Tanah pada Dogongan memiliki indeks tanah yang berkembang lanjut

dengan indeks warna Hurst 16,13. Pada dasar teori di atas mengatakan
bahwa tanah mengalami peningkatan

unsur hara sehingga proses

pembentukan profil tanah berjalan lebih lanjut sehingga terjadi perubahan
yang nyata pada horison A dan horison B. Tanah menjadi sangat masam,
sangat lapuk, dan kandungan bahan organik lebih rendah daripada tanah
dewasa.
Tanah di Dogongan memiliki horison A dan B. Hal ini sesuai dengan
proses pembentukan horizon A permukaan tanahnya memiliki mineral
yang berwarna gelap, berstruktur gembur, bertekstur sedang hingga kasar,
konsistensinya lepas hingga agak teguh, dan memiliki banyak perakaran.
Sedangkan horizon B adalah sub horizon tanah yang terbentuk dari adanya
pencucian (elluviasi) koloid liat dan atau koloid organik pada horizon A
sehingga terbentuk horizon Albik, kemudian ditimbun pada horizon yang
ada dibawahnya (illuviasi) atau horizon B. Dengan demikian Horizon B
ialah horizon tanah di bawah permukaan, bertekstur gumpal atau prismatik
atau tiang berwarna lebih kelam dari horizon lainnya, dan berkonsistensi
teguh hingga sangat teguh.

101

Vertic Hapludolls merupakan ordo tanah ustolls yang termasuk jenis
tanah mollisol. Tanah ini memiliki epipedon mollik dan kejenuhan basa
sebesar 50% atau lebih pada keseluruhan horison. Tanah ini memiliki hue
10, value 2 dan 3, serta chroma 3. Berdasarkan dasar teori di atas, YR
menunjukan bahwa tanah tersebut berwarna yellow-red, makin tinggi value
menunjukkan warna makin terang (makin banyak sinar yang dipantulkan),
dan dimana makin tinggi chroma menunjukkan kemurnian spektrum atau
kekuatan warna spektrum makin meningkat. Tanah ini memiliki warna
yang memiliki tingkat kecerahannya rendah, yaitu 2 dan 3 dari 0 sampai
dengan 8 sehingga dapat dikatakan bahwa tanah ini memiliki kandungan
bahan organik yang baik. Namun tanah ini dapat dikatakan tidak subur
karena bahan induk berasal dari aluvium. Sebagian besar tanah aluvium
merupakan tanah tidak subur akibat kadar air yang berlebihan. Selain itu
tanah di sekitar sungai mengalami erosi tebing sungai dan pengendapan
pada meander sungai sehingga unsur hara dan bahan organiknya berkurang.
Tanah pada horison A berwarna dark brown atau cokelat gelap. Tanah
ini memiliki kandungan bahan organik yang tinggi atau memiliki
kandungan asam humus terbentuk dari pelapukan daun dan batang pohon.
Tanah ini tidak stabil apabila terjadi perubahan suhu, kelembaban, dan
aerasi. Sedangkan horison B

berwarna brown. Tanah ini cukup

mengandung oksidbesi atau bisa juga mengandung mikroba karena karbon
sisa makanan mikroba mampu menyerap sebagian warna yang ada dalam
spektrum sinar matahari yang telah menumpuk dan akan mencemari
3.

permukaan tanah.
Ngerengereng

0 cm
Horison A
7,5 YR3/2
Horison B
7,5 YR4/4

17 cm
120 cm

102

Horison A :
Konversi 7,5
3/2

Horison B
= 17,5
Konversi 7,5 = 17,5
= 1,5
4/4
=1
= 17,5 x 1,5
= 17,5 x 1
= 26,25
= 17,5
(YA x Tebal horison A ) +(YB x Tebal horison B)
Bw =
(Tebal horison A+ Tebal horison B)
( 446,25 x 17 ) + ( 17,5 x 103 )
Bw =
(120 )
Bw =18,74
Tanah pada Ngerengereng memiliki indeks tanah yang berkembang

lanjut dengan indeks warna Hurst 18,74. Pada dasar teori di atas
mengatakan bahwa tanah mengalami peningkatan unsur hara sehingga
proses pembentukan profil tanah berjalan lebih lanjut sehingga terjadi
perubahan yang nyata pada horison A dan horison B. Tanah menjadi sangat
masam, sangat lapuk, dan kandungan bahan organik lebih rendah daripada
tanah dewasa.
Tanah di Ngerengereng memiliki horison A dan B. Hal ini sesuai
dengan proses pembentukan horizon A permukaan tanahnya memiliki
mineral yang berwarna gelap, berstruktur gembur, bertekstur sedang hingga
kasar, konsistensinya lepas hingga agak teguh, dan memiliki banyak
perakaran. Sedangkan horizon B adalah sub horizon tanah yang terbentuk
dari adanya pencucian (elluviasi) koloid liat dan atau koloid organik pada
horizon A sehingga terbentuk horizon Albik, kemudian ditimbun pada
horizon yang ada dibawahnya (illuviasi) atau horizon B. Dengan demikian
Horizon B ialah horizon tanah di bawah permukaan, bertekstur gumpal
atau prismatik atau tiang berwarna lebih kelam dari horizon lainnya, dan
berkonsistensi teguh hingga sangat teguh. Tanah ini memiliki hue 10, value
3 dan 4, serta chroma 2 dan 4. Berdasarkan dasar teori di atas, YR
menunjukan bahwa tanah tersebut berwarna yellow-red, makin tinggi value
menunjukkan warna makin terang (makin banyak sinar yang dipantulkan),

103

dan dimana makin tinggi chroma menunjukkan kemurnian spektrum atau
kekuatan warna spektrum makin meningkat.
Tanah pada horison A berwarna dark brown atau cokelat gelap. Tanah
ini memiliki kandungan bahan organik yang tinggi atau memiliki
kandungan asam humus terbentuk dari pelapukan daun dan batang pohon.
Tanah ini tidak stabil apabila terjadi perubahan suhu, kelembaban, dan
aerasi. Horison B pada sampel ini berwarna yellowish dark brown. Warna
ini memungkinan bahwa tanah tersebut diambil dari tempat yang memiliki
drainase baik, yaitu tanah yang tidak pernah terendam air Fe terdapat dalam
keadaan oksidasi (Fe3+) yaitu Fe2O3 (limonit) sehingga warna menjadi
kuning kecokelatan. Tanah berwarna kuning biasanya berada pada daerah
yang lembab. Tanah ini memiliki warna yang memiliki tingkat
kecerahannya rendah sampai sedang, yaitu 3 dan 4 dari 0 sampai dengan 8
sehingga dapat dikatakan bahwa tanah ini memiliki kandungan bahan
organik yang cukup baik. Namun tanah ini dapat dikatakan tidak subur
karena bahan induk berasal dari aluvium. Sebagian besar tanah aluvium
merupakan tanah tidak subur akibat kadar air yang berlebihan dan tanah di
sekitar sungai mengalami erosi tebing sungai serta pengendapan pada
meander sungai sehingga unsur hara atau bahan organiknya sedikit apalagi
Sungai Oyo lebih lebar dan lebih panjang dibandingkan Sungai Opak
walaupun Sungai Opak lebih kecil dan arusnya lebih deras secara otomatis
kadar air di sungai Oyo lebih tinggi dibanding kadar air pada Sungai Opak.
Hal ini dapat menunjukan pengendapan tanah dan erosi di tanah aluvium
4.

Sungai Oyo lebih sedikit dibandingkan Sungai Opak.
Kedung Miri

0 cm
Horison A
7,5 YR3/2
Horison B
7,5 YR3/4

15 cm
180 cm

104

Horison A :
Konversi 7,5
4/4

Horison B
= 17,5
Konversi 7,5 = 17,5
=1
3/2
= 1,5
= 17,5 x 1
= 17,5 x 1,5
= 17,5
= 26,25
(YA x Tebal horison A ) +(YB x Tebal horison B)
Bw =
(Tebal horison A+ Tebal horison B)
(17,5 x 15 ) + ( 26,25 x 165 )
Bw =
( 180 )
Bw =25,5
Tanah pada Kedung Miri memiliki indeks tanah yang berkembang

lanjut dengan indeks warna Hurst 25,52. Pada dasar teori di atas
mengatakan bahwa tanah mengalami peningkatan unsur hara sehingga
proses pembentukan profil tanah berjalan lebih lanjut sehingga terjadi
perubahan yang nyata pada horison A dan horison B. Tanah menjadi sangat
masam, sangat lapuk, dan kandungan bahan organik lebih rendah daripada
tanah dewasa.
Tanah di Kedung Miri memiliki horison A dan B. Hal ini sesuai
dengan proses pembentukan horizon A permukaan tanahnya memiliki
mineral yang berwarna gelap, berstruktur gembur, bertekstur sedang hingga
kasar, konsistensinya lepas hingga agak teguh, dan memiliki banyak
perakaran. Sedangkan horizon B adalah sub horizon tanah yang terbentuk
dari adanya pencucian (elluviasi) koloid liat dan atau koloid organik pada
horizon A sehingga terbentuk horizon Albik, kemudian ditimbun pada
horizon yang ada dibawahnya (illuviasi) atau horizon B. Dengan demikian
Horizon B ialah horizon tanah di bawah permukaan, bertekstur gumpal
atau prismatik atau tiang berwarna lebih kelam dari horizon lainnya, dan
berkonsistensi teguh hingga sangat teguh.
Typic hapludalfs merupakan ordo tanah udalfs yang termasuk jenis
tanah alfisol. Tanah ini tidak memiliki epipedon plagen dan memiliki
horison argilik, kandik, natrik atau fragipan yang mempunyai lapisan liat
tipis setebal 1 mm atau lebih di beberapa bagian. Tanah ini mempunyai

105

sifat penciri horison kambik, epipedon plagen, umbrik, mollik serta regim
suhu cryik atau gelic dan tidak terdapat bahan sulfidik didalam 50 cm dari
permukaan tanah mineral. P
Pada tanah horison A ini, memiliki warna brown. Warna cokelat
disebabkan oleh adanya mikroba karena karbon sisa makanan mikroba
mampu menyerap sebagian warna yang ada dalam spektrum sinar matahari
yang telah menumpuk dan akan mencemari permukaan tanah. Sedangkan
horison B berwarna dark brown. Hal ini menunjukan bahwa tanah ini
memiliki kandungan bahan organik yang tinggi atau memiliki kandungan
asam humus terbentuk dari pelapukan daun dan batang pohon. Tanah ini
tidak stabil apabila terjadi perubahan suhu, kelembaban, dan aerasi.
Tanah ini memiliki hue 10, value 3, serta chroma 2 dan 4. Berdasarkan
dasar teori di atas, YR menunjukan bahwa tanah tersebut berwarna yellowred, makin tinggi value menunjukkan warna makin terang (makin banyak
sinar yang dipantulkan), dan dimana makin tinggi chroma menunjukkan
kemurnian spektrum atau kekuatan warna spektrum makin meningkat.
Tanah ini memiliki warna yang memiliki tingkat kecerahannya rendah,
yaitu 3 dari 0 sampai dengan 8 sehingga dapat dikatakan bahwa tanah ini
memiliki kandungan bahan organik yang baik. Namun tanah ini dapat
dikatakan tidak subur karena bahan induk berasal dari aluvium. Sebagian
besar tanah aluvium merupakan tanah tidak subur akibat kadar air yang
berlebihan dan tanah di sekitar sungai mengalami erosi tebing sungai serta
pengendapan pada meander sungai sehingga unsur hara atau bahan
organiknya sedikit apalagi Sungai Oyo lebih lebar dan lebih panjang
dibandingkan Sungai Opak walaupun Sungai Opak lebih kecil dan arusnya
lebih deras secara otomatis kadar air di sungai Oyo lebih tinggi dibanding
kadar air pada Sungai Opak. Hal ini dapat menunjukan pengendapan tanah
dan erosi di tanah aluvium Sungai Oyo lebih sedikit dibandingkan Sungai
5.

Opak.
Tegalrejo
106

Horison A
7,5 YR4/4
Horison B
7,5 YR4/4

0 cm
20 cm

65 cm
Horison A :
Konversi 7,5
4/4

Horison B
= 17,5
Konversi 7,5
=1
4/4
= 17,5 x 1
= 17,5
(YA x Tebal horison A ) +(YB x Tebal horison B)
Bw =
(Tebal horison A+ Tebal horison B)
(17,5 x 20 ) + ( 17,5 x 45 )
Bw =
( 65 )
Bw =17,5

= 17,5
=1
= 17,5 x 1
= 17,5

Tanah pada Tegalrejo memiliki indeks tanah yang berkembang lanjut
dengan indeks warna Hurst 17,5. Pada dasar teori di atas mengatakan
bahwa tanah mengalami peningkatan

unsur hara sehingga proses

pembentukan profil tanah berjalan lebih lanjut sehingga terjadi perubahan
yang nyata pada horison A dan horison B. Tanah menjadi sangat masam,
sangat lapuk, dan kandungan bahan organik lebih rendah daripada tanah
dewasa.
Tanah di Tegalrejo memiliki horison A dan B. Hal ini sesuai dengan
proses pembentukan horizon A permukaan tanahnya memiliki mineral
yang berwarna gelap, berstruktur gembur, bertekstur sedang hingga kasar,
konsistensinya lepas hingga agak teguh, dan memiliki banyak perakaran.
Sedangkan horizon B adalah sub horizon tanah yang terbentuk dari adanya
pencucian (elluviasi) koloid liat dan atau koloid organik pada horizon A
sehingga terbentuk horizon Albik, kemudian ditimbun pada horizon yang
ada dibawahnya (illuviasi) atau horizon B. Dengan demikian Horizon B
ialah horizon tanah di bawah permukaan, bertekstur gumpal atau prismatik
107

atau tiang berwarna lebih kelam dari horizon lainnya, dan berkonsistensi
teguh hingga sangat teguh.
Udic Ustorthents merupakan ordo tanah orthents yang termasuk jenis
tanah entisol. Tanah ini memiliki epipedon okrik, histik atau albik tetapi
tidak ada horison penciri lain.Tanah ini memiliki hue 10, value 4, dan
chroma 4. Berdasarkan dasar teori di atas, YR menunjukan bahwa tanah
tersebut berwarna yellow-red, makin tinggi value menunjukkan warna
makin terang (makin banyak sinar yang dipantulkan), dan dimana makin
tinggi chroma menunjukkan kemurnian spektrum atau kekuatan warna
spektrum

makin meningkat. Tanah ini memiliki warna yang memiliki

tingkat kecerahannya sedang, yaitu 4 dari 0 sampai dengan 8 sehingga
dapat dikatakan bahwa tanah ini memiliki kandungan bahan organik yang
cukup baik.
Tanah pada horison A dan B memiliki tanah berwarna brown. Warna
cokelat muda disebabkan oleh adanya mikroba karena karbon sisa makanan
mikroba mampu menyerap sebagian warna yang ada dalam spektrum sinar
matahari yang telah menumpuk dan akan mencemari permukaan tanah.
Tanah ini dipengaruhi oleh bahan induk breksi vulkanik yang keluar dari
aktivitas gunung berapi dan berasal dari pelapukan batuan beku. Sehingga
wajar apabila tanah tersebut termasuk tanah yang subur.
6. Karanggeseng
0 cm
Horison A
10 YR4/1
17 cm
Horison B
10 YR4/1
38 cm

Horison A :
Konversi 10

Horison B
Konversi 10

= 20
108

= 20

4/1

=4
4/1
= 20 x 4
= 80
(YA x Tebal horison A ) +(YB x Tebal horison B)
Bw =
(Tebal horison A+ Tebal horison B)
( 80 x 17 ) + ( 80 x 21 )
Bw =
( 38 )
Bw =80
Tanah pada Karanggeseng memiliki indeks

=4
= 20 x 4
= 80

tanah yang belum

berkembang dengan indeks warna Hurst 80. Pada dasar teori di atas,
menyatakan bahwa tanah tersebut terjadi melalui proses pembentukan
tanah terutama proses pelapukan bahan organik dan bahan mineral.
Pencampuran bahan organik dan bahan mineral di permukaan tanah dan
pembentukan struktur tanah karena pengaruh dari bahan organik tersebut
(sebagai perekat). Hasilnya adalah pembentukan horison A dan horison C.
Tanah di Karanggeseng memiliki dua horison, yaitu A dan B. Hal ini
sesuai dengan proses pembentukan horizon A permukaan tanahnya
memiliki mineral yang berwarna gelap, berstruktur gembur, bertekstur
sedang hingga kasar, konsistensinya lepas hingga agak teguh, dan memiliki
banyak perakaran. Sedangkan horizon B adalah sub horizon tanah yang
terbentuk dari adanya pencucian (elluviasi) koloid liat dan atau koloid
organik pada horizon A sehingga terbentuk horizon Albik,

kemudian

ditimbun pada horizon yang ada dibawahnya (illuviasi) atau horizon B.
Dengan demikian Horizon B ialah horizon tanah di bawah permukaan,
bertekstur gumpal atau prismatik atau tiang berwarna lebih kelam dari
horizon lainnya, dan berkonsistensi teguh hingga sangat teguh.
Berdasarkan topografi yang ada, dataran koluvial mengalami proses
deposisi dan erosi sehingga mineral pada tanah menghilang sehingga tanah
dikatakan belum berkembang.
Lithic Ustorthents merupakan ordo tanah orthents yang termasuk jenis
tanah entisol. Tanah ini memiliki epipedon okrik, histik atau albik tetapi
tidak ada horison penciri lain. Tanah ini memiliki hue 10, value 4, dan
109

chroma 1. Berdasarkan dasar teori di atas, YR menunjukan bahwa tanah
tersebut berwarna yellow-red, makin tinggi value menunjukkan warna
makin terang (makin banyak sinar yang dipantulkan), dan dimana makin
tinggi chroma menunjukkan kemurnian spektrum atau kekuatan warna
spektrum

makin meningkat. Tanah ini memiliki warna yang memiliki

tingkat kecerahannya sedang, yaitu 4 dari 0 sampai dengan 8 sehingga
dapat dikatakan bahwa tanah ini memiliki kandungan bahan organik yang
cukup baik. Namun kesuburan tanah ini sekali lagi dapat diragukan
mengingat tanah di daerah tersebut dipengaruhi oleh bahan induk batuan
gamping. Batuan gamping merupakan batuan yang berasal dari laut dan
mengandung karang. Batuan ini terbentuk akibat organisme yang mati di
laut kemudian mengendap menjadi sebuah batuan. Batuan ini mengandung
kalsid (CaCO3) dan dolomit (CO3). Selain itu tanah ini remah dan tidak
dapat menyerap air sehingga memungkinkan bahwa tanah tersebut tidak
mengandung unsur hara. Di sisi lain, horison tanah A dan B memiliki
warna dark gray yang tidak baik bagi tanah. Keabu-abuan merupakan
tanda tanah mengalami pengkaratan yang disebabkan pelindian.
Ngalang-Ngalang

7.
0 cm
Horison A
7,5 YR3/2
Horison B
7,5 YR3/4

20 cm
115 cm

Horison A :
Konversi 7,5
3/2

Horison B
= 17,5
Konversi 7,5
= 1,5
3/4
= 17,5 x 1,5
= 26,25
(YA x Tebal horison A ) +(YB x Tebal horison B)
Bw =
(Tebal horison A+ Tebal horison B)
( 26,25 x 20 ) + ( 13,125 x 95 )
Bw =
( 115 )

110

= 17,5
= 0,75
= 17,5 x 0,75
= 13,125

Bw =15,41
Tanah pada Ngalang-Ngalang memiliki indeks tanah yang berkembang
lanjut dengan indeks warna Hurst 15,41. Pada dasar teori di atas
mengatakan bahwa tanah mengalami peningkatan unsur hara sehingga
proses pembentukan profil tanah berjalan lebih lanjut sehingga terjadi
perubahan yang nyata pada horison A dan horison B. Tanah menjadi sangat
masam, sangat lapuk, dan kandungan bahan organik lebih rendah daripada
tanah dewasa.
Tanah di Ngalang-ngalang memiliki horison A dan B. Hal ini sesuai
dengan proses pembentukan horizon A permukaan tanahnya memiliki
mineral yang berwarna gelap, berstruktur gembur, bertekstur sedang hingga
kasar, konsistensinya lepas hingga agak teguh, dan memiliki banyak
perakaran. Sedangkan horizon B adalah sub horizon tanah yang terbentuk
dari adanya pencucian (elluviasi) koloid liat dan atau koloid organik pada
horizon A sehingga terbentuk horizon Albik, kemudian ditimbun pada
horizon yang ada dibawahnya (illuviasi) atau horizon B. Dengan demikian
Horizon B ialah horizon tanah di bawah permukaan, bertekstur gumpal
atau prismatik atau tiang berwarna lebih kelam dari horizon lainnya, dan
berkonsistensi teguh hingga sangat teguh.
Udic Haplusterts merupakan ordo tanah torrerts yang termasuk jenis
tanah vertisol. Tanah ini memiliki satu lapisan setebal 35 cm atau lebih,
dengan batas atas didalam 100 cm dari permukaan tanah mineral, yang
memiliki bidang kilir atau ped berbentuk baji dan rata-rata kandungan liat
dalam fraksi tanah halus sebesar 30% atau lebih. Horison A dan B pada
tanah ini berwarna dark brown. Hal ini menunjukan bahwa tanah ini
memiliki kandungan bahan organik yang tinggi atau memiliki kandungan

111

asam humus terbentuk dari pelapukan daun dan batang pohon. Tanah ini
tidak stabil apabila terjadi perubahan suhu, kelembaban, dan aerasi.
Tanah ini memiliki hue 10, value 3, serta chroma 2 dan 4. Berdasarkan
dasar teori di atas, YR menunjukan bahwa tanah tersebut berwarna yellowred, makin tinggi value menunjukkan warna makin terang (makin banyak
sinar yang dipantulkan), dan dimana makin tinggi chroma menunjukkan
kemurnian spektrum atau kekuatan warna spektrum makin meningkat.
Tanah ini memiliki warna yang memiliki tingkat kecerahannya rendah,
yaitu 3 dari 0 sampai dengan 8 sehingga dapat dikatakan bahwa tanah ini
memiliki kandungan bahan organik yang baik. Tetapi tanah ini berasal dari
kolovium. Pada dasarnya kolovium mengalami pengendapan dan erosi
yang berbeda tempat sehingga jika mengalami penghancuran, tanah dapat
dikatakan tidak subur.

VIII. KESIMPULAN
1. Indeks tanah pada Karangkulon, Dogongan, Ngerengereng, Kedung Miri,
Tegalrejo, dan Ngalang-Ngalang memiliki indeks tanah yang berkembang
2.

lanjut sedangkan Karanggeseng memiliki indeks tanah belum berkembang.
Masing-masing sampel yang ada rata-rata memiliki warna yang gelap

3.

sampai sedang.
Beberapa sampel mengandung organik yang cukup baik jika dilihat dari
value atau tingkat kecerahannya. Namun jika didukung oleh bahan
induknya, hanya ada beberapa sampel yang tergolong memiliki tingkat

4.

kesuburan yang tinggi.
Sebagian besar horison mengalami pelindian sehingga terdapat gradasi

5.

warna pada horison-horisson dalam kurun waktu tertentu.
Masing-masing sampel dipengaruhi oleh bahan induk yang berbeda-beda
seperti vulkan Gunung Merapi muda, aluvium Sungai Celeng dan Oyo,
batu gamping, breksi vulkanik, dan kolovium.

112

6.

Sampel tanah di atas perkembangannya sebagian besar dipengaruhi iklim,
bahan induk, dan kandungan organik.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Taksonomi Tanah 2010. Universitas Sumatera Utara. Diakses
pada tanggal 14 April 2016 di www.repository.usu.ac.id
Anonim. 2011. Tingkat Perkembangan Tanah. Universitas Sumatera Utara. Diakses
pada tanggal 10 April 2016 di www.repository.usu.ac.id
Darmawijaya, Isa. 1992. Klasifikasi Tanah. Yogyakarta: UGM PRESS.
Sartohadi, Junun, dkk. 2004. Korelasi Spasial antara Tingkat Perkembangan Tanah
dengan Tingkat Kerawanan Gerakan Massa di DAS Kayangan Kabupaten
Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta. Forum Geografi vol. 18 no.1.
Sugiharyanto, dkk. 2009. Diktat Mata Kuliah Geografi Tanah (PGF-207).
Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

113

114