BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Make A Match untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA pada Siswa Kelas V SDN Bugel 01 Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
2.1.1.1 Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan atau Sains yang semula berasal dari bahasa Inggris ‘ science’. Kata ‘science’ itu sendiri merupakan singkatan dari kata “natural science”. Natural artinya alamiah, berhubungan dengan alam, sedangkan science artinya adalah pengetahuan. Jadi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau science dapat disebut sebagai ilmu yang mempelajari tentang alam atau peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam.
Menurut Ahmad Susanto (2013:167) IPA adalah usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan. Trianto (2012:136) menyatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala
- – gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah, seperti observasi dan eksperimen, serta menuntut sikap ilmiah, seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur dan sebagainya. Abdullah Aly dan Eny Rahma (2011:18) IPA adalah suatu pengetahuan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu melakukan observasi eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori, eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait-mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain. Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan suatu ilmu pengetahuan yang diperoleh dari pengamatan yang tepat pada gejala-gejala alam yang didapatkan dengan cara observasi maupun eksperimen sehingga menciptakan sikap rasa ingin tahu, ilmiah, terbuka dan jujur.
2.1.1.2 Tujuan IPA
Tujuan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar menurut Trianto (2012:142) antara
lain: a.
Memberikan pengetahuan kepada siswa tentang dunia tempat hidup dan bagaimana bersikap.
b.
Menanamkan sikap hidup ilmiah.
c.
Memberikan keterampilan untuk melakukan pengamatan.
d.
Mendidik siswa untuk menangani, mengetahui cara kerja serta menghargai para ilmuwan penemunya.
e.
Menggunakan dan menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan permasalahan. Berdasarkan tujuan IPA yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA tidak hanya dimaksudkan agar siswa dapat menguasai materi pelajaran. Lebih jauh dari pada itu, pembelajaran IPA mempunyai beberapa tujuan yang hendak dicapai yaitu membentuk sikap ilmiah, menerapkan metode ilmiah untuk memecahkan berbagai permasalahan, serta untuk meningkatkan keimanan dan mewujudkan rasa syukur kepada Tuhan atas keindahan alam yang telah Tuhan berikan. Oleh karena itu, saat melaksanakan pembelajaran IPA guru tidak hanya memperhatikan bagaimana caranya agar siswa mengusai materi pelajaran. Guru juga harus mampu mengarahkan proses pembelajaran agar dapat mencapai berbagai tujuan
IPA di atas. Hal ini akan sangat menentukan berhasil atau tidaknya pendidikan IPA di SD.
2.1.1.3 Karakteristik IPA
Karakteristik IPA menurut Jacobson dan Bergman dalam (Ahmad Susanto, 2013:170) yaitu: a.
IPA merupakan kumpulan konsep, prinsip, hukum, dan teori. b.
Proses ilmiah dapat berupa fisik dan mental, serta mencermati fenomena alam, termasuk juga penerapannya.
c.
Sikap keteguhan hati, keingintahuan, dan ketekunan dalam menyingkap rahasia alam.
d.
IPA tidak dapat membuktikan semua akan tetapi hanya sebagian atau beberapa saja.
e.
Keberanian IPA bersifat subjektif dan bukan kebenaran yang bersifat objektif.
Berdasarkan karakteristik IPA di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA berdasarkan pada prinsip-prinsip dan proses yang dapat menumbuhkan sikap ilmiah siswa terhadap konsep-konsep IPA. Oleh karena itu, pembelajaran IPA di sekolah dasar dilakukan dengan penyelidikan sederhana dan bukan hafalan terhadap kumpulan konsep IPA. Dengan kegiatan-kegiatan tersebut maka siswa dalam pembelajarn IPA akan mendapat pengalaman melalui pengamatan langsung, diskusi, dan penyelidikan sederhana. Pembelajaran yang demikian dapat menumbuhkan sikap ilmiah siswa dengan cara merumuskan masalah, menarik kesimpulan, sehingga mampu berfikir kritis melalui pembelajaran IPA.
2.1.1.4 Ruang Lingkup IPA
Ruang lingkup IPA menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (2006) secara garis besar terdiri dari aspek-aspek berikut:
1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan;
2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas 3.
Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana
4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya. Berdasarkan aspek-aspek tersebut dapat digambarkan secara spiral, yang artinya semakin tinggi tingkat kelasnya semakin dalam pula tingkat bahasa dan materi yang diajarkan. Dalam standar isi telah disebutkan beberapa Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang harus dicapai siswa dalam proses belajar. Dengan adanya SK dan KD yang telah ditetapkan dalam standar isi , maka guru harus menyajikan bahan ajar yang sesuai dengan SK dan KD yang telah ditetapkan tersebut. Setelah guru memahami SK dan KD guru kemudian menjabarkannya kedalam indikator dan tujuan pembelajaran yang pada akhirnya akan dijadikan sebagai pedoman dalam menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa.
Make A Match
2.1.2 Model Pembelajaran
2.1.2.1 Pengertian Model Make A Match
Salah satu model kooperatif yang dapat diterapkan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam kelas adalah model pembelajaran make a match. Penerapan model pembelajaran make a match diperkenalkan oleh Lorna Curran pada tahun (1994). Tujuan dari startegi ini antara lain pendalaman materi, penggalian materi, dan
edutainment . Salah satu keunggulan model ini adalah siswa mencari pasangan sambil
belajar menguasi suatu konsep atau topik dalam suasana belajar yang menyenangkan.Miftahul Huda (2014: 135) make a match adalah salah satu model pembelajaran dimana siswa mencari pasangan sambil mempelajari suatu konsep atau topik tertentu dalam suasana yang menyenangkan. Model ini bisa diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan kelas. Menurut Anita Lie (2002:55) make a match adalah teknik yang dikembangkan Loma Curran(1994) teknik dimana siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia”. Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk tingkat usia dan anak didik.
Rusman (2013:223) make a match merupakan suatu model yang dimulai dengan teknik, yaitu siswa disuruh mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Salah satu keunggulan model ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa make a match merupakan model pembelajaran dengan menggunakan cara mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep untuk menciptakan suasana yang menyenangkan dalam proses pembelajaran. Pembelajaran make a match guru lebih berperan sebagai fasilitator dan ruangan kelas juga perlu ditata sedemikian rupa, sehingga menunjang pembelajaran. Melalui model pembelajaran make a match maka siswa lebih aktif untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Disamping itu make a match juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat serta berinteraksi dengan siswa yang menjadikan aktif dalam kelas. Hal-hal yang perlu dipersiapkan jika pembelajaran dikembangkan dengan make
a match menurut Miftahul Huda (2013:251-252) adalah: a.
Membuat beberapa pertanyaan yang sesuai dengan materi yang dipelajari kemudian menuliskannya dalam kartu
- – kartu pertanyaan.
b.
Membuat kunci jawaban dari pertanyaan – pertanyaan yang telah dibuat dan menuliskannya dalam kartu
- – kartu jawaban.
c.
Membuat aturan yang berisi penghargaan bagi siswa yang berhasil dan sanksi bagi siswa yang gagal (disini guru dapat membuat aturan ini bersama – sama dengan siswa).
d.
Menyediakan lembaran untuk mencatat pasangan – pasangan yang berhasil sekaligus untuk penskoran presentasi. Tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran menggunakan kartu berpasangan ada 3 yaitu: (1) pendalaman materi, (2) penggalian materi, dan (3) untuk selingan. Siswa melatih penguasaan materi dengan cara memasangkan antara pertanyaan dengan jawaban, tapi sebelumnya guru terlebih dahulu membekali siswa dengan materi yang akan dilatihkan.
2.1.2.2 Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Make A Match
Ada beberapa keunggulan dari model pembelajaran make a match seperti yang dikemukakan oleh Anita Lie (2002:55) bahwa salah satu keunggulan make a match adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan dan dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia. Sedangkan beberapa keunggulan make a match menurut Miftahul Huda (2013:253) yaitu :
1) Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik. 2) Karena ada unsur permainan, metode ini menyenangkan. 3)
Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. 4) Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi. 5) Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar.
Selain memiliki keunggulan, Miftahul Huda (2013:253-254) juga mengungkapkan bahwa model pembelajaran make a match juga memiliki beberapa kelemahan yaitu: a.
Jika tidak dipersiapkan dengan baik, akan banyak waktu yang terbuang.
b.
Banyak siswa yang akan malu berpasangan dengan lawan jenisnya.
c.
Jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, akan banyak siswa yang kurang memperhatikan pada saat presentasi pasangan.
d.
Guru harus hati – hati dan bijaksana saat memberi hukuman pada siswa yang tidak mendapat pasangan, karena mereka bisa malu.
e.
Jika model pembelajaran make a match digunakan terus menerus akan menimbulkan kebosanan.
2.1.2.3 Langkah-Langkah Pembelajaran Make A Match
Sintak pembelajaran make a match menurut Miftahul Huda (2013 : 252) dapat dilihat pada langkah
- – langkah kegiatan pembelajaran berikut ini: 1)
Guru menyampaikan materi atau memberi tugas pada siswa untuk mempelajari materi di rumah. 2) Siswa dibagi kedalam 2 kelompok, misalnya kelompok A dan kelompok B.
Kedua kelompok diminta untuk berhadap – hadapan. 3)
Guru membagikan kartu pertanyaan kepada kelompok A dan kartu jawaban kepada kelompok B. 4)
Guru menyampaikan kepada siswa bahwa mereka harus mencari / mencocokkan kartu yang dipegang dengan kartu kelompok lain. Guru juga perlu menyampaikan batasan maksimum waktu yang ia berikan kepada mereka. 5)
Guru meminta semua anggota kelompok A untuk mencari pasangannya di kelompok B. Jika mereka sudah menemukan pasangannya masing
- – masing, guru meminta mereka melaporkan diri kepadanya. Guru mencatat mereka pada kertas yang sudah dipersiapkan.
6) Jika waktu sudah habis, mereka harus diberitahu bahwa waktu sudah habis.
Siswa yang belum menemukan pasangan diminta untuk berkumpul tersendiri. 7)
Guru memanggil satu pasangan untuk presentasi. Pasangan lain dan siswa yang tidak mendapat pasangan memperhatikan dan memberikan tanggapan apakah pasangan itu cocok atau tidak. 8)
Guru memberikan konfirmasi tentang kebenaran dan kecocokan pertanyaan dari jawaban dari pasangan yang memberikan presentasi. 9)
Guru memanggil pasangan berikutnya, begitu seterusnya sampai seluruh pasangan melakukan presentasi. Anita Lie (2002:55-56) berpendapat bahwa langkah – langkah pembelajaran
make a match adalah: 1.
Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang
2. Setiap siswa mendapat satu buah kartu.
3. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya.
4. Siswa bisa juga bergabung dengan dua atau tiga siswa lain yang memegang kartu yang cocok. Agus Suprijono (2009:94) menyatakan bahwa langkah – langkah pembelajaran
make a match adalah: 1.
Guru membagi komunitas kelas menjadi 3 kelompok. Kelompok pertama merupakan kelompok pembawa kartu berisi pertanyaan. Kelompok ke dua adalah kelompok pembawa kartu berisi jawaban. Kelompok ke tiga adalah kelompok penilai.
2. Aturlah posisi kelompok – kelompok tersebut berbentuk huruf U. Upayakan kelompok pertama dan kelompok ke dua berjajar saling berhadapan.
3. Jika masing – masing kelompok sudah berada di posisi yang telah ditentukan, maka guru membunyikan peluit sebagai tanda agar kelompok pertama maupun kelompok ke dua saling bergerak untuk mencari pasangan pertanyaan jawaban yang cocok.
4. Pasangan – pasangan yang sudah terbentuk wajib menunjukkan pertanyaan – jawaban kepada kelompok penilai.
5. Kelompok penilai kemudian membaca apakah pasangan pertanyaan jawaban itu cocok.
6. Setelah penilaian dilakukan, aturlah sedemikian rupa kelompok pertama dan kelompok ke dua bersatu kemudian memposisikan dirinya menjadi kelompok penilai. Sementara kelompok penilai pada sesi pertama tersebut di atas dipecah menjadi dua, sebagian memegang kartu pertanyaan, sebagian lagi memegang kartu jawaban.
7. Permainan diulang sampai semua siswa pernah memposisikan dirinya menjadi kelompok pertama, ke dua, maupun kelompok penilai.
- – langkah pembelajaran make a match yang telah dikemukakan oleh para ahli, maka penulis dapat menyimpulkan langkah
- – langkah pembelajaran make a match dalam kegiatan pembelajaran IPA di kelas yang disajikan dalam tabel berikut ini:
- – langkah
Menyajikan informasi Guru menyampai- kan materi dilengkapi dengan alat peraga dan melakukan tanya jawab dengan siswa.
Baris menurut kelompok masing
Mengelompokkan siswa ke dalam 2 kelompok, yakni 1.
match 2.
1. Menjelaskan langkah-langkah permainan make a
Guru membagi kelompok belajar secara heterogen.
2.Mengorganisir peserta didik ke dalam tim
3. Menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru.
2. Mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan materi.
1. Memperhatikan penjelasan dari guru.
1. Menyampaikan materi kepada siswa 2. Melakukan tanya jawab dengan siswa tentang materi yang disampaikan.
Kegiatan Inti 1.
2. Menyimak tujuan pembelajaran yang disampaikan oleh guru.
1. Memperhatikan dan menanggapi apersepsi yang dilakukan guru dengan melakukan tanya jawab.
2. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
1. Melakukan kegiatan apersepsi dengan tanya jawab untuk menuju materi yang akan disampaikan.
kegiatan apersepsi dan menyampaikan tujuan pembelajaran.
Kegiatan Awal Melakukan
Kegiatan Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
Langkah
Tabel 2.1 Sintak Pembelajaran Make A MatchBerdasarkan langkah
- – tim belajar
- – masing dan berhadap- hadapan dengan kelompok lain.
2. Masing-masing kelompok B. satu kartu.
3. Membagi kartu pertanyaan kepada kelompok A dan kartu jawaban kepada kelompok B
3. Permainan make Guru 1.
1. Meminta semua Mencari kartu
a match memberikan anggota kelompok pasangan
instruksi agar A untuk mencari berdasarkan kelompok yang pasangannya di waktu yang telah mendapatkan kelompok B ditentukan. kartu soal dengan waktu mencari yang sudah pasangan ditetapkan. berupa kartu 2.
Mengawasi jawaban, dan aktivitas siswa dan yang memberikan mendapatkan bantuan pada kartu jawaban siswa selama mencari melakukan pasangan permainan. berupa kartu soal yang sesuai.
4. Presentasi Pasangan yang
1 Memanggil masing 1.
Membacakan dipanggil urut kartu soal dan
- – masing pasangan berdasarkan untuk melakukan kartu jawaban nomor kartu presentasi. dari soal yang pasangannya diterima. masing - masing.
5.Mengevaluasi Mengoreksi
1.Memberikan 1.
Memberikan apakah masing kesempatan pada tanggapan siswa untuk tentang
- – masing pasangan memberikan kecocokan kartu sudah benar tanggapan dari pasangan dan sesuai atau mengenai yang sedang belum. kecocokan kartu melakukan pasangan siswa presentasi. yang sedang 2.
Memperhatikan presentasi. diberikan oleh 2.Memberikan guru. konfirmasi tentang kebenaran dan kecocokan pertanyaan dan jawaban dari pasangan yang melakukan presentasi.
Kegiatan Akhir
1.Membuat Menarik Membimbing siswa Membuat kesimpulan kesimpulan untuk membuat kesimpulan dari materi kesimpulan. bersama guru. yang baru saja dipelajari.
2.. Refleksi Refleksi Menanamkan nilai Membacakan pesan berupa moral pada siswa. moral yang terdapat penanaman dalam kartu. nilai moral.
2.1.3 Hasil Belajar
Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan ketrampilan (Agus Supridjono, 2009:5). Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan belajar melalui kegiatan belajar. Menurut Ahmad Susanto (2013:5) hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Karena belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan peilaku yang relatif menetap. Dalam kegiatan pembelajaran atau kegiatan intruksional, biasanya guru menetapkan tujuan belajar. Anak yang berhasil dalam belajar adalah berhasil mencapi tujuan- tujuan pembelajaran atau tujuan intruksional.
Dimyati dan Mudjiono (2013:20) hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar tersebut terjadi berkat evalusi guru. Hasil belajar dapat berupa dampak pengajaran dan dampak pengiring. Kedua dampak tersebut bermanfaat bagi guru dan siswa. Tujuan pendidikan bersifat ideal, sedangkan hasil belajar bersifat aktual. Hasil belajar merupakan realisasi tercapainya tujuan pendidikan, sehingga hasil belajar yang diukur sangat tergantung kepada tujuan pendidikannya.
Menurut Nana Sudjana (2004:39) menyatakan bahwa hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni:
1. Faktor dari dalam diri siswa itu, seperti kemampuan, motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis.
2. Faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan.
Lingkungan belajar yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar di sekolah ialah kualitas pengajaran. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2013:251) hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi :
1. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat pra belajar.
2. Dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran. Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku pada siswa yang meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang merupakan hasil dari aktivitas atau kegiatan belajar guna mencapai sebuah tujuan pendidikan.
Hasil belajar dalam penelitian ini diukur dengan memberikan soal tes kepada siswa. Tes pada umunya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran.
Menurut Sudjana (2014:35) tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaan- bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan), atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan). Ada dua tes yang digunakan dalam mengukur hasil belajar siswa meliputi: 1.
Tes Uraian Tes uraian atau disebut juga dengan essay examination, merupakan alat penilaian hasil belajar yang sudah lama digunakan. Tes uraian terdiri dari uraian bebas, uraian terbatas, dan uraian terstruktur. Tes uraian menuntut kemampuan siswa dalam hal mengekspresikan gagasannya melalui bahasa tulisan. Hal itu merupakan kekuatan atau kelebihan tes esai dari alat penilaian lainnya. Menurut Sudjana (2014:35) kelebihan tes uraian antara lain adalah: a.
Dapat mengukur proses mental yang tinggi atau aspek kognitif tingkat tinggi.
b.
Dapat mengembangkan kemampuan berbahasa, baik lisan maupun tulisan, dengan baik dan benar sesuai kaidah-kaidah bahasa.
c.
Dapat melatih kemampuan berpikir teratur atau penalaran, yakni berpikir logis, analitis dan sistematis.
d.
Mengembangkan ketrampilan pemecahan masalah (problem solving).
e.
Adanya keuntungan teknis seperti mudah membuat soalnya sehingga tanpa memakan waktu yang lama, guru dapat secara langsung melihat proses berpikir siswa. Adapun kelemahan dari tes uraian antara lain sebagai berikut: a.
Sampel tes sangat terbatas sebab dengan tes ini tidak mungkin dapat semua bahan yang telah diberikan, tidak seperti pada tes objektif yang dapat menanyakan banyak hal melalui sejumlah pertanyaan.
b.
Sifatnya sangat subjektif, baik dalam menanyakan, dalam membuat pertanyaan, maupun dalam cara memeriksanya. Guru bisa saja bertanya tentang hal-hal yang menarik baginya, dan jawabannya juga berdasarkan apa yang dikehendaki. c.
Tes ini biasanya kurang reliabel, mengungkap aspek yang terbatas, pemeriksaannya memerlukan waktu lama sehingga tidak praktis bagi kelas yang jumlah siswanya relatif besar.
2. Tes Objektif
Soal-soal bentuk objektif banyak digunakan dalam menilai hasil belajar. Hal ini disebabkan antara lain oleh luasnya bahan pelajaran yang dapat dicakup dalam tes dan mudahnya menilai jawaban yang diberikan. Beberapa bentuk tes objektif, yakni jawaban singkat, benar-salah, menjodohkan dan pilihan ganda.
a.
Kebaikan dari tes objektif yaitu: Soal dapat disusun dengan mudah.
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cepat.
Penilaian dapat dilakukan dapat dilakukan dengan cepat dan objektif.
b. Kelemahan dari tes objektif yaitu: Kurang dapat mengukur aspek pengetahuan yang lebih tinggi.
Proses berpikir siswa tidak dapat dilihat dengan nyata.
Pada penelitian ini dalam mengukur hasil belajar siswa, guru memberikan soal tes yang berbentuk pilihan ganda yaitu dimana siswa mempunyai tugas untuk memilih satu jawaban yang benar atau paling tepat. Selain mengukur hasil belajar siswa dari ranah kognitif, hasil belajar siswa dapat diukur melalui ranah psikomotor dan afektifnya. Untuk mengukur hasil belajar ranah psikomotorik dapat diukur melalui tes tindakan (perbuatan). Ada beberapa bentuk cara pengukuran untuk menilai hasil belajar ranah psikomotorik. Bentuk-bentuk penilaian hasil belajar ranah psikomotorik antara lain: penilaian unjuk kerja, penilaian produk, penilaian proyek dan portofolio. Sedangkan hasil belajar ranah afektif (sikap) dapat dilakukan dengan beberapa cara atau teknik. Teknik-teknik tersebut antara lain: observasi perilaku, pertanyaan langsung dan laporan pribadi. Dalam penelitian ini peneliti mengukur hasil belajar siswa dalam ranah kognitif dan ranah afektif yaitu dengan tes tertulis dalam bentuk pilihan ganda
2.1.4 Hubungan Pembelajaran Make A Match Terhadap Hasil Belajar IPA
Pembelajaran make a match lebih mengutamakan kerja sama dalam
menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan ketrampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajarannnya. Dalam penerapan pembelajaran make a
match diperoleh beberapa temuan bahwa make a match dapat memupuk kerjasama
siswa dalam proses pembelajaran khususnya dalam menjawab pertanyaan dengan mencocokkan kartu yang ada di tangan mereka, proses pembelajaran lebih menarik dan nampak sebagian besar siswa lebih antusias mengikuti proses pembelajaran, dan siswa tampak sekali pada saat siswa mencari pasangan kartunya masing
- – masing. Selain siswa dapat membuat hubungan antara pengetahuan yang dipelajari dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, siswa dapat melatih dirinya untuk berfikir aktif dengan menemukan suatu jawaban. Dengan melihat keunggulan dari model maka a match, maka peneliti bermaksud untuk menerapkan model tersebut dalam pembelajaran IPA yang bertujuan untuk membangkitkan kerjasama di antara siswa serta mampu menciptakan kondisi yang menyenangkan sehingga hasil belajar siswa khususnya pada mata pelajaran IPA meningkat. Pembelajaran IPA itu sendiri bertujuan untuk menanamkan sikap ilmiah, rasa ingin tahu dan memberikan ilmu pengetahuan tentang gejala
- – gejala alam pada siswa. Hal ini sesuai dengan materi yang akan diajarkan mengenai Peristiwa Alam dan Sumber Daya Alam. Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan model
maka e match dimana guru akan membagi kartu soal dan jawaban yang berisi materi
tentang peristiwa alam dan sumber daya alam dan diharapkan melalui model ini siswa akan lebih aktif , tidak bosan dan lebih mudah dalam memahami materi yang diajarkan. Pada model make a match kartu soal yang berisi clue tentang isi jawaban sedangkan kartu jawaban berisi kalimat atau gambar yang menunjukkan isi dari clue soal. Dengan model make a match yang berbentuk kartu soal dan jawaban siswa diharapkan dapat lebih antusias dan tertarik untuk mengikuti pembelajaran sehingga secara tidak langsung siswa dapat memahami materi melalui permainan yang
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Suratman (2012)
dalam skripsi yang berjudul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar
IPA melalui Pendekatan Make a Match pada Siswa Kelas V SDN Timbang 01
Semester II Tahun Ajaran 2011/2012”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
penerapan model make a match dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V. Terbukti pada hasil belajar siklus I persentase ketuntasan hasil belajar siswa 70,59% dengan 12 siswa yang mengalami tuntas belajar dan 5 siswa atau 29,41% siswa yang belum tuntas. Pada siklus II ketuntasan hasil belajar siswa meningkat menjadi 100% atau 17 siswa sudah tuntas.
Astuti, Ria Yuni (2012) dalam skripsi yang berjudul
“Upaya Meningkatkan
Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match
Siswa Kelas V SD Negeri 1 Colo Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus Semester
Genap Tahun Ajaran 2011/2012”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe make a match dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas V. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan nilai siswa dari kondisi awal, siklus I dan siklus II. Pada saat kondisi awal terdapat 5 siswa yang tuntas dalam KKM atau sebesar 41,7% dan yang belum tuntas terdapat 7 siswa atau sebesar 58,3%. Pada siklus I terdapat 9 siswa yang tuntas dalam KKM atau sebesar 75%, dan yang belum tuntas terdapat 3 siswa atau sebesar 25%, sedangkan pada siklus II terdapat 12 siswa yang tuntas dalam KKM atau sebesar 100%, dan yang belum tuntas dalam belajar terdapat 0 siswa atau sebesar 0 %. Dari analisis data tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V. Pada penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan terdapat persamaan dan perbedaan. Persamaannya dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya adalah penerapan model pembelajaran maka a match untuk meningkatkan hasil belajar, sedangkan perbedaannya terletak pada lokasi penelitian karakteristik siswa dan model kartu yang digunakan dalam permainan make a match. menerapkan model pembelajaran make a match dengan tujuan meningkatkan hasil belajar IPA melalui kegiatan mencari pasangan sehingga siswa dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan. Berdasarkan hasil analisis terhadap kedua penelitian sebelumnya dimana model
make a match yang menggunakan kartu soal dan jawaban lebih cenderung monoton,
kurang variatif dan kurang jelas maksud dari masing-masing kartu baik kartu soal maupun jawaban. Dengan melihat kekurangan dari penelitian sebelumnya, maka peneliti akan memberikan suatu variasi baru yang bertujuan untuk meningkatkan ketertarikan dan pemahaman siswa terhadap suatu materi melalui permainan mencari pasangan atau make a match. Dengan melakukan kegiatan mencari pasangan melalui kartu soal dan jawaban diharapkan siswa lebih tertarik mengikuti pelajaran sehingga hasil belajar pada mata pelajaran tersebut dapat meningkat. Penelitian yang akan dilakukan yaitu menggunakan model make a match dimana pembelajarannya menggunakan kartu soal dan jawaban yang divariasikan dengan sebuah gambar yang bertujuan untuk menarik antusias siswa dalam mengikuti pembelajaran, selain itu dapat menambah kejelasan siswa dalam memahami materi yang disajikan melalui permainan maka a match. Kelebihan pada penelitian ini yaitu dalam pembelajarannya peneliti akan menggunakan model make match yang tidak hanya menggunakan kartu soal dan jawaban saja melainkan akan divariasikan dengan gambar
- – gambar yang menggambarkan jawaban dari soal tersebut. Hal ini diharapkan dapat lebih memberikan ketertarikan siswa untuk lebih antusias dalam mengikuti pembelajaran. Selain itu, dengan menggunakan kartu soal dan jawaban yang divariasaikan dengan gambar diharapkan akan membuat siswa lebih jelas dalam memahami materi yang disajikan dalam permainan make a match yang berbentuk soal maupun jawaban.
2.3 Kerangka Berpikir
Pada tahap awal sebelum guru menggunakan model pembelajaran make a match
hasil belajar IPA siswa kelas V di SDN Bugel 01 Salatiga masih rendah. Dengan adanya hasil belajar tersebut peneliti berupaya untuk meningkatkan hasil belajar dengan melakukan inovasi dengan menggunakan model-model yang variatif dalam proses pembelajaran yaitu salah satunya dengan menggunakan model pembelajaran
make a match .
Adapaun langkah pembelajaran dengan menggunakan model make a match adalah sebagai berikut:
1. Pada kegiatan awal pembelajaran guru memberikan apersepsi dan menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
2. Pada kegiatan inti guru menyampaiakan informasi. Informasi ini berisi materi yang akan diajarkan yang dimana dalam penyampaian materi dilengkapi dengan alat peraga dan dilakukan tanya jawab.
3. Guru mengorganisasi siswa ke dalam tim-tim belajar dimana guru membagi kelompok belajar secara heterogen.
4. Guru memberikan permaian make a match. Pada kegiatan ini guru akan memberikan intruksi agar kelompok yang mendaptkan kartu soal mencari pasangan berupa kartu jawaban, dan yang mendapatkan kartu jawaban mencari pasangan berupa kartu soal yang sesuai.
5. Presentasi. Dalam kegiatan presentasi pasangan akan dipanggil urut berdasarkan nomer kartu soal yang diterima.
6. Mengevaluasi. Guru dan siswa mengoreksi secara bersama-sama apakah masing-masing sudah benar dan sesuai atau belum.
7. Membuat kesimpulan. Guru bersama siswa membuat kesimpulan atas materi yang sudah dipelajari bersama.
8. Guru memberikan refleksi berupa penanaman nilai moral terhadap siswa. Adapun untuk lebih jelasnya dapat dilihat bagan kerangka berfikir dibawah ini.
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir Model Make A MatchGURU SISWA YANG Belum menggunakan DITELITI
PROSES
model pembelajaran Hasil belajar
PEMBELAJARAN siswa rendah.
namun menggunakan Di bawah KKM metode ceramah saja
≥70 Pembelajaran dengan SIKLUS I. menggunakan model pembelajaran make a match Dengan menggunakan 1. Apersepsi dan model penyampaian tujuan pembelajaran pembalajaran.
make a match 2.
Guru menyampaikan materi menggunakan media dan melakukan
TINDAKAN tanya jawab
3. Mengorganisasi siswa Ada menjadi tim belajar peningkatan 4. Permainan make a tapi belum match tuntas ( guru memberi intruksi pada siswa untuk mencari pasangan sesuai dengan soal maupun
SIKLUS II jawabannya) Perbaikan
5. Presentasi proses
6. Evaluasi pembelajaran
7. Membuat kesimpulan siklus II dengan make a
8. Refleksi
match
Kondisi akhir Hasil Belajar meningkat dengan baik dan tuntas sebanyak 100%
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian pustaka, kajian hasil penelitian yang relevan dan kerangka berpikir maka dirumuskan suatu hipotesis bahwa penerapan model pembelajaran
make a match dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V semester II SDN
Bugel 01 Salatiga tahun pelajaran 2014/2015