Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS) pada Mata Pelajaran IPA terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas IV SDN Karanggeneng I Kec. Kunduran Kab. Blora Tahun Pelajaran 2014/2015

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Model Pembelajaran Kooperatif

  Rusman (2011:201) Teori yang melandasi pembelajaran kooperatif adalah teori konstruktivisme. Menurut Slavin, dalam Rusman (2011:201)

  Pembelajaran kooperatif menggalakan siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok. Dalam model pembelajaran kooperatif ini, guru lebih berperan sebagai fasilitator yang berfungsi sebagai jembatan [enghubung kea rah pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri. Nurulhayati dalam Rusman (2011:203)

  Pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi. Selain itu Nurulhayati (Rusman 2011:204) mengemukakan lima unsur dasar dari model kooperatif learning, yaitu:

  1. Ketergantungan yang positif.

  2. Pertanggung jawaban individual.

  3. Kemampuan bersosialisasi.

  4. Tatap muka.

  5. Evaluasi proses kelompok.

2.1.2 Tujuan Pembelajaran Kooperatif

  Rusman (2011: 210) Tujuan penting lain dari pembelajaran kooperatif adalah Untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerja sama dan kolaborasi. Keterampilan ini sangat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat di mana banyak kerja orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung satu sama lain di mana masyarakat secara budaya semakin beragam. Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja. Namun, siswa juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang di sebut dengan keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif bertujuan untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok, sedangkan peranan tugas dilakukan dengan membagi tugas antar anggota kelompok selama dalam proses kegiatan.

  Tabel 2.1 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif

  

Tahap Tingkah laku guru

Tahap 1 Menyampaikan tujuan dan motivasi siswa

  Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai pada kegiatan pelajaran dan menekankan pentingnya topic yang akan di pelajari dan memotivasi siswa belajar.

  Tahap 2 Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi atau materi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau melalui bahan bacaan.

  Tahap 3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

  Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membimbing setiap kelompok agar melakukan transisi secara efektif dan efisien.

  Tahap 4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

  Tahap 5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

  Tahap 6 Memberikan penghargaan Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

  2.1.3 Prinsip Pembelajaran Kooperatif

  Menurut Riger dan David Johnson (Lie 2008), (Rusman 2011: 212) Ada lima unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif (cooperative

  learning) adalah sebagai berikut: 1.

  Prinsip ketergantungan positif (positive interdependence), yaitu dalam pembelajaran kooperatif, keberhasilan dalam penyelesaian tugas tergantung pada usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut.

  2. Tanggungjawab perseorangan (individual accountability), yaitu keberhasilan kelompok sangat tergantung dari masing-masing anggota kelompoknya.

  3. Interaksi tatap muka (face to face promotion interaction), yaitu memberikan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi untuk saling memberikan dan menerima informasi dari anggota kelompok lain.

  4. Partisipasi dan komunikasi (participacion communication), yaitu melatih siswa untuk dapat berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran.

  5. Evaluasi proses kelompok, yaitu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka, agar selanjutnya bisa bekerjasama dengan lebih efektif.

  2.1.4 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS)

a. Model pembelajaran Think Pair Share (TPS)

  Model pembelajaran think pair share (TPS) adalah salah satu model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada setiap siswa untuk mrnunjukkan partisipasi kepada orang lain. Dengan metode klasikal yang nkelas, tipe think pair share (TPS) ini memberi kesempatan sedikitnya delapan kali lebih banyak kepada siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain.

  Menurut Frank Lyman dalam Trianto (2010: 81)

  Think Pair Share (TPS) adalah strategi diskusi. Model ini

  memberikan siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan dari model ini adalah optimalisasi partisipasi siswa. Dengan metode klasikal yang memungkinkan hanya satu siswa maju membagikan hasilnya untuk seluruh kelas, model ini memberikan kesempatan kepada orang lain. Model pembelajaran Think Pair Share (TPS) mampu mengubah asumsi bahwa metode resitasi dan diskusi perlu diselenggarakan dalam setting kelompok kelas secara keseluruhan. Think Pair Share

  (TPS) memberikan kepada siswa waktu untuk berpikir dan merespon serta saling membantu satu sama lain.

  Menurut Agus Suprijono (2009:89) Model pembelajaran Think Pair Share (TPS) merupakan model pembelajaran yang dapat digunakan secara efektif untuk mengarahkan peserta didik dalam mempelajari sebuah materi pelajaran, model pembelajaran Think Pair Share (TPS) dilaksanakan melalui tiga tahap yaitu thinking (berfikir secara individu), pairing (berdiskusi dengan pasangan), dan shairing (berbagi dengan teman).

  Menurut Hanifah dkk (2009:46) Model pembelajaran Think Pair Share (TPS) diawali oleh guru menyampaikan inti materi pelajaran, kemudian peserta didik diminta untuk menyampaikan inti inti materi atau permasalahan yang disampaikan guru.

  Sedangkan menurut Jumanta Hamdayana (2014:201)

  Think Pair Share (TPS) merupakan suatu teknik sederhana

  dengan keuntungan besar. Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengingat suatu informasi dan seoran siswa juga dapat belajar dari siswa lain serta saling menyampaikan idenya untuk didiskusikan sebelum disampaikan di depan kelas.

  Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Think Pair Share (TPS) merupakan model pembelajaran yang sangat efektif dan dapat meningkatkan daya pikir siswa, berdiskusi dengan teman, dan juga berbagi dengan teman yang lain.

b. Langkah-langkah Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS)

  Berikut ini adalah langkah-langkah yang diterapkan dalam model pembelajaran Think Pair Share (TPS) :

   Menurut Jumanta (2012, 202)

  Model pembelajaran tipe TPS terdiri atas lima langkah, dengan tiga langkah utama sebagai ciri khas, yaitu tahap pendahuluan think, , dan share, penghargaan. Penjelasan dari setiap langkah-

  pair langkah adalah sebagai berikut.

  a.

  Tahap Pendahuluan Awal pembelajaran dimulai dengan penggalian apersepsi sekaligus memotivasi siswa agar terlibat pada aktivitas pembelajaran. Pada tahap ini, guru juga menjelaskan aturan main serta menginformasikan batasan waktu untuk setiap tahap kegiatan.

  b.

  Tahap Think (berfikir secara individual)

  Proses Think Pair Share dimulai pada saat guru melakukan demonstrasi untuk menggali konsepsi awal siswa. Pada tahap ini, siswa dberi batasan waktu (think time) oleh guru untuk memikirkan jawabannya secara individual terhadap pertanyaan yang diberikan. Dalam penentuannya, guru harus mempertimbangkan pengetahuan dasar siswa dalam menjawab pertanyaan yang diberikan.

  c.

  Tahap Pairs (berpasangan dengan teman sebangku) Pada tahap ini, guru mengelompokkan siswa secara berpasangan.

  Guru menentukan pasangan setiap siswa adalah teman sebangkunya. Hal ini dimaksudkan agar siswa tidak pindah mendekati siswa lain yang pintar dan meninggalkan teman sebangkunya. Kemudian, siswa mulai bekerja dengan pasangannya untuk mendiskusikan mengenai jawaban atas permasalahan yang telah diberikan oleh guru. Setiap siswa memiliki kesempatan untuk mendiskusikan berbagai kemungkinan jawaban secara bersama.

  d.

  Tahap Share (berbagi jawaban dengan pasangan lain seluruh kelas) Pada tahap ini, siswa dapat mempresentasikan jawaban secara perseorangan atau secara kooperatif kepada kelas sebagai keseluruhan kelompok. Setiap anggota dari kelompok dapat memperoleh nilai dari hasil pemikiran mereka.

  e.

  Tahap Penghargaan Siswa mendapat penghargaan berupa nilai baik secara individu maupun kelompok. Nilai individu berdasarkan hasil jawaban pada tahap think, sedangkan nilai kelompok berdasarkan jawaban pada tahap pair dan share, terutama pada saat presentasi memberikan penjelasan terhadap seluruh kelas.

  Menurut Miftahul Huda (2013:206) Model pembelajaran Think Pair Share (TPS) sebaiknya dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: a.

  Siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok. Setia kelompok terdiri dari 4 anggota/siswa.

  b.

  Guru memberikan tugas pada setiap kelompok.

  c.

  Masing-masing anggota memikirkan dan menjelaskan tugas tersebut sendiri-sendiri terlebih dahulu.

  d.

  Kelompok membentuk anggota-anggotanya secara berpasangan.

  Setiap pasangan mendiskusikan hasil pengerjaan individunya.

  e.

  Kedua pasangan lalu bertemu kembali dalam kelompoknya masing- masing untuk menshare hasil diskusinya.

  Menurut Frank Lyman dalam Trianto (2010) Model pembelajaran Think Pair Share (TPS) yang digunakan oleh guru menerapkan langkah-langkah sebagai berikut: Langkah 1: Think (berpikir)

  Guru mengajukan pertanyaan atau masalah yang berhubungan dengan pelajaran. Kemudian siswa diminta untuk memikirkan jawaban dari pertanyaan tersebut secara mandiri untuk waktu beberapa menit. Langkah 2: Pairing (berpasangan) Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkan dari pertanyaan yang diberikan oleh guru.interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan dan menghasilkan jawaban bersama jika permasalahan khusus telah diidentifikasi. Guru memberi waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menitngan tersebut untuk berpasangan. Langkah 3: Share (berbagi) Pada tahap akhir, guru meminta pasangan-pasangan tersebut untuk berbagi atau bekerja sama dengan teman sekelas secara keselurhan mengenai yang telah mereka bicarakan. Langkah ini efektif jika guru berkeliling kelas dari pasangan yang satu ke pasangan yang lain, sehingga seerempat atau separuh dari pasangan-pasangan tersebut memperoleh kesempatan untuk melaporkan.

  Berdasarkan pandangan dari beberapa ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah Think Pair Share (TPS) adalah sebagai berikut: 1.

  Langkah Think (berpikir) Pada tahap ini guru mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan pelajaran. Kemudian guru memberi bahasan waktu untuk memikirkan jawaban secara individu.

  2. Tahap Pairs (berpasangan) Pada tahap ini guru melaporkan siswa secara berpasangan untuk mendiskusikan mengenai pertanyaan yang diberikan oleh guru. Dalam diskusi,setiap siswa memiliki kesempatan untuk menyampaikan idenya masing-masing.

  3. Tahap Share (berbagi) Pada tahap ini, guru meminta pasangan-pasangan tersebut menyampaikan gagasannya kepada teman sekelas.

c. Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif tipe think pair share

  (TPS)

  Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Share

  (TPS) sebagai berikut : Menurut Hartina (2008) kelebihan model pembelajaran Think Pair Share

  (TPS) 1.

  Memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai materi yang diajarkan karena secara tidak langsung memperoleh contoh pertanyaan yang diajukan oleh guru, serta memperoleh kesempatan untuk memikirkan materi yang diajarkan.

  2. Siswa akan terlatih menerapkan konsep karena bertukar pendapat dan pemikiran dengan temannya untuk mendapatkan kesepakatan dalam memecahkan masalah.

  3. Siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena menyelesaikan tugasnya dalam kelompok, dimana tiap kelompok hanya terdiri dari 2 orang.

  4. Siswa memperoleh kesempatan untuk mempersentasikan hasil diskusinya dengan seluruh siswa sehingga ide yang ada menyebar.

  5. Memungkinkan guru untuk lebih banyak memantau siswa dalam proses pembelajaran Sedangkan menurut Jumanta (2012:203) kelebihan model pembelajaran think pair share (TPS)

  a.

   Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas. Penggunaan metode

  pembelajaran think pair share (TPS) menuntut siswa menggunakan waktunya untuk mengerjakan tugas-tugas atau permasalahan yang diberikan oleh guru di awal pertemuan sehingga diharapkan siswa mampu memahami materi dengan baik sebelum guru menyampaikannya pada pertemuan selanjutnya.

  b.

   Memperbaiki kehadiran. Tugas yang diberikan oleh guru pada setiap

  pertemuan selain untuk melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran juga dimaksudkan agar siswa dapat selalu berusaha hadir pada setiap pertemuan. Sebab bagi siswa yang sekali tidak hadir maka siswa tersebut tidak mengerjakan tugas dan hal ini akan mempengaruhi hasil belajar mereka.

  c.

   Angka putus sekolah berkurang. Model pembelajaran think pair share (TPS) diharapkan dapat memotivasi siswa dalam pembelajaran

  sehingga hasil belajar siswa dapat lebih baik dari pada pembelajaran dengan model konvensional.

  d.

   Sikap apatis berkurang. Sebelum pembelajaran dimulai,

  kecenderungan siswa merasa malas karena proses belajar di kelas hanya mendengarkan apa yang disampaikan guru dan menjawab semua yang ditanyakan oleh guru. Dengan melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar, metode pembelajaran think pair akan lebih menarik dan tidak monoton dibandingkan

  share (TPS) metode konvensional.

  e.

   Penerimaan terhadap individu lebih besar. Dalam model pembelajaran yang benar-benar rajin dan cepat dalam menerima materi yang disampaikan oleh guru sedangkan siswa lain hanyalah “pendengar” materi yang disampaikan oleh guru. Dengan pembelajaran think pair

  share (TPS), hal ini dapat diminimalisir sebab semua siswa akan terlibat dengan permasalahan yang diberikan oleh guru.

  f.

   Hasil belajar lebih mendalam. Parameter dalam proses belajar

  mengajar adalah hasil belajar yang diraih oleh siswa. Dengan pembelajaran think pair share (TPS), perkembangan hasil belajar siswa dapat diidentifikasi secara bertahap, sehingga pada akhir pembelajaran, hasil yang diperoleh siswa dapat lebih optimal.

  g.

   Meningkatkan kebaikan budi. Kepekaan dan toleransi. Sistem kerja

  sama yang diterapkan dalam model pembelajaran think pair share

  (TPS) menuntut siswa untuk dapat bekerja sama dalam tim, sehingga

  siswa dituntut untuk dapat belajar berempati, menerima pendapat orang lain atau mengakui secara sportif jika pendapatnya tidak diterima.

d. Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif tipe think pair share

  (TPS)

  Menurut Hartina (2008: 12) Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif tipe think pair

  share (TPS) sangat sulit diterapkan di sekolah yang rata-rata

  kemampuan siswanya rendah dan waktu yang terbatas, sedangkan jumlah kelompok yang terbentuk banyak.

  Menurut Lie (2005) Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif tipe think pair share

  (TPS) adalah sebagai berikut: 1.

  Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor.

2. Lebih sedikit ide yang muncul, dan 3.

  Tidak ada penengah jika terjadi perselisihan dalam kelompok”. Sedangkan menurut Jumanta (2012:204)

  Kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share

  (TPS) adalah sebagai berikut: a.

  Tidak selamanya mudah bagi siswa untuk mengatur cara berpikir sistematik.

  b.

  Lebih sedikit ide yang masuk.

  c.

  Jika ada perselisihan, tidak ada penengah dari siswa dalam kelompok yang bersangkutan sehingga banyak kelompok yang melapor dan dimonitor.

  d.

  Jumlah murid yang ganjil berdampak pada saat pembentukan kelompok, karena ada satu murid tidak mempunyai pasangan.

  e.

  Jumlah kelompok yang terbentuk banyak.

  f.

  Menggantungkan pada pasangan.

2.2 Pengertian IPA

  Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar.

  Carin dan Sund (1993) dalam Paskur (2007:3) Mendefinisikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai pengetahuan sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum

  (universal), dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen.

  Depdiknas (2003) dalam Trianto (2011) Secara khusus fungsi dan tujuan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi adalah sebagai berikut :

  1. Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

  2. Mengembangkan keterampilan, sikap, dan nilai ilmiah.

  3. Mempersiapkan siswa menjadi warga Negara yang melek sains dan teknologi.

  4. Menguasai konsep sains untuk bekal hidup di masyarakat dan melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Secara umum kegiatan dalam Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan eksperimen. Namun dalam hal-hal tertentu konsep Ilmu Pengetahuan

  Alam (IPA) adalah hasil tanggapan pikiran manusia atas gejala yang terjadi di alam. Seorang ahli Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dapat memberikan sumbangan besar kepada Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) tanpa harus melakukan sendiri suatu percobaan, tanpa membuat suatu alat atau tanpa melakukan observasi

2.2.1 Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

  Menurut kurikulum KTSP Depdiknas, 2006 (Sekolah Dasar net, 2011) secara terperinci adalah sebagai berikut :

  1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaanNya.

  2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep

  IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

  3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.

  4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.

  5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, dan 6. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP atau MTs.

2.3 Hasil Belajar

  Hasil belajar menurut Nana Sudjana (2009) Menyatakan bahwa hasil belajar pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar menurut Winkel dalam Purwanto (2014: 450)

  Mengemukakan bahwa hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Aspek perubahan itu mengacu kepada taksonomi tujuan pengajaran dikembangkan oleh Bloom, Simpson dan Harrow mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentukny a, yaitu “hasil” dan

  “belajar”. Pengertian hasil menunjukkan pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional.

  Hasil belajar menurut pandangan Hamalik Oemar (2009: 27) Hasil belajar adalah apabila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku orang tersebut. Hasil belajar merupakan hasil yang dicapai individu atau siswa setelah siswa tersebut mengalami atau melakukan soatu proses aktivitas belajar dalam waktu jangka waktu yang tertentu. Hasil belajar atau prestasi belajar itu merupakan kecakapan aktual (actual Ability) yang diperoleh siswa, kecakapan potensial (potencial ability) yaitu kemampuan dasar yang berupa disposisi yang dimiliki individu untuk

  Cara mengetahui hasil belajar siswa, guru dapat melakukan dengan berbagai cara salah satunya adalah dengan melakukan evaluasi dan tes. Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjamin, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggara pendidikan (UU No 20 Tahun 2003 Sisdiknas). Ulangan adalah proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran, untuk memantau kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik. Tes merupakan salah satu cara memperoleh data tentang hasil belajar siswa setelah mengikuti proses belajar, dari tes itu dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk tes. Tes Esai (Essay-type test) tes ini bertujuan untuk mengetahui seberapa siswa mengorganisir gagasan-gagasan tentang apa yang telah dipelajari dengan cara mengemukakan dalam bentuk tulisan. Tes obyektif (obyektif test) adalah tes yang keseluruhanya informasi diperlukan untuk menjawab tes yang telah oleh sebab itu obyektif tes sering disebut dengan tes pilihan jawaban (selected response test). Butir soal telah mengandung kemungkinan apakah jawaban yang harus dipilih. Bentuk tes jawaban pendek yaitu bentuk tes dangan menggunakan soal yang memerlukan jawaban yang pendek, biasanya jawabanya bukan merupakan kalimat yang panjang. Ketiga bentuk tes tersebut sering digunakan dalam ulangan harian atau tes formatif, dan tes sumatif.

  Tes formatif adalah penilaian yang dilaksanakan pada akhir program belajar mengajar untuk melihat tingkat keberhasilan proses belajar mengajar itu sendiri. Orientasi penilaian formatif difokuskan pada proses belajar mengajar. Tujuan pelaksanaan penilaian formatif diharapkan guru dapat memperbaiki program pengajaran dan setrategi pelaksanaanya. Penilaian sumatif, penilaian yang dilaksanankan pada akhir unit program yaitu akhir semester dan akhir tahun.

  Fungsi dan tujuan penilaian hasil belajar mencakup tujuan umum dan khusus, tujuan penilaian antara lain sebagai berikut: a. Tujuan umum penilaian hasil belajar meliputi: 1) menilai pencapaian kompetensi peserta didik. 2) memperbaiki proses pembelajaran. 3) sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan belajar siswa. b. Tujuan khusus penilaian hasil belajar meliputi: 1) mengetahui kemajuan dan hasil belajar siswa. 2) mendiagnosis kesulitan belajar siswa. 3) memberikan umpan balik/perbaikan dalam proses belajar mengajar. 4) memotivasi belajar siswa dengan cara mengenal dan memahami diri serta merangsang untuk usaha perbaikan.

  c. Fungsi penilaian hasil belajar antara lain: 1) bahan pertimbangan dalam menentukan kenaikan kelas. 2) umpan balik dalam perbaikan proses belajar mengajar. 3) meningkatkan motivasi belajar siswa. 4) evaluasi diri terhadap kinerja siswa.

  Dilihat dari tujuan dan fungsi penilaian hasil belajara, maka dalam pelaksanan penilainya guru harus memperhatikan prinsip- prinsip penilaian hasil belajar agar mendapatkan hasil yang maksimal. Prinsip-prinsip penilaian hasil belajar itu sebagai berikut a. Valid/sahih artinya penilaian hasil belajar oleh pendidik harus mengukur pencapaian kompetensi yang ditetapkan dalam standar isi

  (standar kompetensi dan kompetensi dasar) dan standar kelulusan. Penilaian valid adalah menilai apa yang seharusnya dinilai dengan menggunakan alat yang sesuai untuk mengukur kompetensi.

  b.

  Obyektif artinya penilaian hasil belajar peserta didik hendaknya tidak dipengaruhi oleh subyektivitas penilai, perbedaan latar belakang agama, sosial ekonomi, budaya, bahasa, gender, dan hubungan emosional.

  c.

  

Transparan/terbuka artinya penilaian hasil belajar oleh pendidik dalam

  prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan hasil belajar dapat diketahui secara umum baik oleh peserta didik , instansi terkait, maupun masyarakat. (http: // buku infoque.com).

  Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah bukti usaha yang dicapai yang berupa pengetahuan, ketrampilan, dan sikap seseorang dalam memahami serta menyelesaikan permasalahan dan juga kemampuan yang dimiliki seseorang setelah menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik dengan melakukan usaha secara maksimal yang dilakukan oleh seseorang setelah melakukan usaha-usaha belajar.Untuk selanjutnya yang dimaksud hasil belajar dalam penelitian ini adalah hasil tes yang diambil dari mata pelajaran IPA kelas

  IV SDN Karanggeneng 1 pada pokok bahasan energi panas dan energi bunyi.

2.4 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan

  Berdasarkan telaah pustaka yang dilakukan, berikut dikemukakan beberapa penelitian yang ada kaitannya dengan variable penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut :

  Osmaini S, Evi Suryawati dan Mariani N. L ( dalam skripsinya Stevanus Oky Rudy Santoso,

  2010) dengan judul “PENERAPAN PENDEKATAN STRUKTURAL THINK PAIR SHARE (TPS) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS SISWA KELAS 1.7 SLTPN 20 PEKANBARU PADA POKOK BAHASAN KEANEKARAGAMAN HEWAN TA 2002/2003”.

  Dengan menggunakan pendekatan TPS rata-rata hasil belajar siswa meningkat yang ditunjukkan oleh daya serap siswa sebesar 78,85% termasuk dalam kategori baik, ketuntasan belajar siswa mencapai 90,48%. Aktivitas siswa meningkat rata-rata 69,27% yang termasuk kategori baik. Jadi dengan menerapkan pendekatan struktural TPS dapat meninkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa.

  Evi Masluhatun Ni’mah (dalam Skripsinya Stevanus Oky Rudy Santoso,2010) dengan judul “EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN TPS DALAM MATA PELAJARAN SEJARAH PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 3

  SEMARANG” Adapun hasilnya sebagai berikut : 1. Hasil belajar siswa dalam pembelajaran sejarah pada materi pokok kehidupan awal masyarakat kepulauan Indonesia yang menggunakan model TPS diperoleh hasil post test rata-rata sebesar 70,85%.

  2. Hasil belajar siswa dalam pembelajaran sejarah yang tidak menggunakan model pembelajaran TPS diperoleh dari hasil post test rata-rata sebesar 64,17%.

  3. pembelajaran sejarah siswa kelas X SMA Negeri 3 Semarang dengan menggunakan model pembelajaran TPS lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran sejarah yang tidak diberikan model pembelajaran TPS atau menggunakan metode konvensional. Jadi dengan diterapkannya cara pembelajaran yang Evektif dengan menggunakan model pembelajaran TPS dapat meningkatkan nilai hasil belajar siswa.

  Peningkatan hasil belajar siswa dipengaruhi oleh model pembelajaran yang digunakan guru.Kegiatan diskusi yang dilakukan siswa mengharuskan siswa untuk dapat berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok. Dalam pembelajaran kelompok ini siswa tidak hanya mempelajari materi saja. Namun, siswa juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif, selain itu keterampilan ini juga dapat berfungsi untuk melancarkan hubungan, kerja dan tugas.Peranan hubungan kerja yang dilakukan siswa juga dapat dibangun dengan mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok, sedangkan peranan tugas dilakukan dengan membagi tugas antar anggota kelompok selama kegiatan. Sehingga kegiatan demikian mengakibatkan siswa lebih memahami materi pelajaran dan hasil pelajaran siswa pun meningkat.

2.5 Kerangka Berfikir

  Untuk memperoleh ketrampilan dan ilmu pendidikan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya yaitu melalui pembelajaran, dimana pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang ditunjuk untuk membelajarkan siswa. Keberhasilan proses pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajarnya. Untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimal diperlukan berbagai faktor yang mendukung. Diantaranya kurikulum, metode belajar, serta sarana dan prasarana yang mendukung proses belajar mengajar di sekolah.

  Berpikir berpasangan berbagi Think Pair Share (TPS) adalah salah satu cara model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain, selain itu strategi ini merupakan cara yang efektif untuk mengubah pola diskursus didalam kelas. Think Pair Share

  

(TPS) memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa

  waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan. Selain itu dengan menggunakan model pembelajaran guru dapat mendorong siswa untuk

  kooperatif tipe Think Pair Share mengembangkan kemampuan mereka, bukan guru atau orang lain. mereka harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaraan kooperatif tipe Think Pair Share (TPS ) dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

  Kelas kontrol Perlakuan semula Kondisi awal siswa sama

  Hasil Belajar Perlakuan Kelas metode think eksperimen pair share

  )

2.6 Hipotesis Penelitian

  Hipotesis dalam penelitian ini diduga bahwa ada pengaruh positif dan signifikan dari penggunaan model pembelajaran Think Pair Share (TPS) pada mata pelajaran IPA terhadap hasil belajar siswa kelas IV SDN Karanggeneng 1 Kec. Kunduran Kab. Blora Tahun Pelajaran 2014/2015.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektifitas Penggunaan Metode Discovery Learning terhadap Pencapaian Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD Negeri Bringin 01 Kabupaten Semarang Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015

0 0 126

BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Make A Match untuk Meningkatkan Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 5 SD Negeri Sumogawe 02 Kecamatan Getasan Kabupaten Se

0 0 22

BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Make A Match untuk Meningkatkan Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 5 SD Negeri Sumogawe 02 Kecamatan Getasan Kabupate

0 0 38

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Tindakan - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Make A Match untuk Meningkatkan Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 5 SD Negeri

0 0 67

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN PROSES PEMBELAJARAN DAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS 5 SD NEGERI SUMOGAWE 02 KECAMATAN GETASAN KABUPATEN SEMARANG SEMESTER II TAHUN PELAJARAN 20142015

0 0 19

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining terhadap Keaktifan dan Hasil Belajar pada Mata Pelaj

0 1 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining terhadap Keaktifan dan Hasil Belajar pada Mata Pelajaran IPA Siswa Kelas IV SDN Ledok 05 Salatiga Semester II Tahun 2014/2015

0 0 22

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining terhadap Keaktifan dan Hasil Belajar pada Mata Pelajaran IPA Siswa Kelas IV SDN Ledok 05 Salatiga Semester II Tahun 2014/2015

0 0 17

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING TERHADAP KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR PADA MATA PELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SDN LEDOK 05 SALATIGA SEMESTER II TAHUN 20142015 SKRIPSI

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining terhadap Keaktifan dan Hasil Belajar pada Mata Pelajaran IPA Siswa Kelas IV SDN Ledok 05 Salatiga Semester II Tahun 2014/2015

0 0 61