EMATIKA AM ACHIE TERBIMB AJAR SISW N GARIS L PATEN KL

Yuliana

S851008058

Telah disetujui Tim Pembimbing Pada tanggal :………………………………

Pembimbing I,

Dr. Riyadi, M.Si. NIP. 19670116 199402 1 001

Pembimbing II,

Triyanto, S.Si, M.Si. NIP. 19720508 199802 1 001

Mengetahui, Ketua Program Studi Pendidikan Matematika,

Dr. Mardiyana, M.Si. NIP. 19660225 199302 1 002

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT

DIVISIONS (STAD) DAN PENEMUAN TERBIMBING DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN PERSAMAAN GARIS LURUS KELAS VIII DI SMP NEGERI SE-KABUPATEN KLATEN TAHUN AJARAN 2011/2012 Disusun oleh : Yuliana

S851008058

Telah Disetujui dan Disahkan oleh Tim Penguji Pada Tanggal ........................................

Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua

Dr. Mardiyana, M.Si.

....................................

Sekretaris

Dr. Imam Sujadi, M.Si.

....................................

Penguji :

1. Dr. Riyadi, M.Si.

....................................

2. Triyanto, S.Si, M.Si. ....................................

Mengetahui

Direktur PPs UNS Ketua Program Studi Pendidikan Matematika

Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S. Dr. Mardiyana, M.Si. NIP.19610717 198601 1001

NIP. 19660225 199302 1002

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya : Nama

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul :

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DAN PENEMUAN TERBIMBING DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN PERSAMAAN GARIS LURUS KELAS VIII DI SMP NEGERI SE-KABUPATEN KLATEN TAHUN AJARAN 2011/2012

adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis ini diberi tanda sitasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis ini.

Surakarta, ........................... Yang membuat pernyataan

Yuliana

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

MOTTO

ΟŠÏm§9$#⎯≈uΗ÷q§9$# !$# ÇΟó¡Î0 É ∩⊇∪

In the name of Allah, Most Gracious and Most Merciful.

(QS. Al-Fatihah (1) : 1)

⎦,Î#Ïj.uθtGßϑø9$# © =Ïtä† t!$#¨βÎ)4 « !$# ’n?tã≅©.uθtGsùMøΒz•tã#sŒÎ*sù ∩⊇∈®∪

…. Then, when thou hast Taken a decision put thy trust in Allah. For Allah loves those who put their trust (in Him).

(QS. Al-Imran (3) : 159)

©tëy™$tΒ ωÎ)⎯≈|¡Σ∼Ï9 §øŠ©9 βr&uρÇ ∩⊂®∪ That man can have nothing but what he strives for;

(QS. An-Najm(53) : 39)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Penulis mempersembahkan karya sederhana ini untuk :

1. Allah SWT pemilik segala ilmu, makhluk, dan kesempurnaan.

2. Bapak dan Ibuku tercinta, yang selalu mendoakanku dan mengingatkanku akan Keagungan Illahi serta dengan ikhlas memberikan kasih sayang.

3. Mas dan mbakyu, yang memberikan arahan, motivasi, dan membuatku memahami arti dari suatu kehidupan.

4. Adikku, terima kasih dukunganmu.

5. Keponakanku tersayang.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S, Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin menyusun tesis ini.

2. Dr. Mardiyana, M.Si, Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin menyusun tesis ini.

3. Dr. Riyadi, M.Si, pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, arahan, motivasi, dan masukan yang sangat bermanfaat dalam penyusunan tesis ini.

4. Triyanto, M.Si, pembimbing II yang telah memberikan arahan, petunjuk, motivasi, dan masukan dalam penyusunan tesis ini.

5. Bapak/Ibu Dosen program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak memberikan bekal ilmu pengetahuan sehingga mempermudah penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

6. Bapak Kepala SMP Negeri 1 Karangdowo, SMP Negeri 2 Pedan, SMP Negeri 3 Cawas, dan SMP Negeri 2 Ceper yang telah memberikan ijin kepada peneliti untuk melakukan penelitian ini.

7. Guru Matematika dan semua siswa kelas VIII SMP N 1 Karangdowo, SMP Negeri 2 Pedan, dan SMP N 3 Cawas, yang telah membantu penelitian ini.

8. Teman-teman mahasiswa angkatan 2010 Program Studi Pendidikan Matematika PPs Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan motivasi dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.

Surakarta, Januari 2012 Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

Tabel 2.1 Kriteria Skor Kemajuan Individu ......................................................... 14 Tabel 2.2 Kriteria Penghargaan Kelompok .......................................................... 14 Tabel 2.3 Peran Guru dan Siswa dalam Model Peneman Terbimbing ................. 16 Tabel 2.4 Langkah-Langkah Dalam Pembelajaran Konvensional ....................... 19 Tabel 3.1 Rancangan Penelitian ........................................................................... 30 Tabel 3.2 Data SMP Negeri di Kabupaten Klaten ............................................... 31 Tabel 3.3 Pemberian Skor Pada Metode Angket ................................................. 36 Tabel 3.4 Notasi dan Tata Letak Rataan dan Jumlah Rataan ............................... 45 Tabel 3.5 Notasi dan Tata Letak Data Amatan, Rataan, dan Jumlah Kuadrat

Deviasi .................................................................................................. 46 Tabel 3.6 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan ............................................. 49 Tabel 3.7 Komparasi Rataan Antarbaris .............................................................. 50 Tabel 3.8 Komparasi Rataan Antarkolom ............................................................. 50 Tabel 4.1 Deskripsi Data Prestasi Belajar Matematika Berdasarkan

Model Pembelajaran ............................................................................ 55 Tabel 4.2 Deskripsi Data Prestasi Belajar Matematika Berdasarkan Aktivitas Belajar ................................................................................... 55 Tabel 4.3 Deskripsi Data Prestasi Belajar Matematika Berdasarkan Model Pembelajaran dan Aktivitas Belajar .......................................... 56 Tabel 4.4 Rangkuman Hasil Uji Normalitas Prestasi .......................................... 57 Tabel 4.5 Rangkuman Hasil Uji Homogenitas . ................................................... 57 Tabel 4.6 Rangkuman Hasil Uji Hipotesis ........................................................... 58 Tabel 4.7 Rangkuman Komparasi Ganda Antarbaris .......................................... 59 Tabel 4.8 Rangkuman Komparasi Ganda Antarkolom ........................................ 59 Tabel 4.9 Rangkuman Komparasi Ganda Antarsel Pada Baris Sama .................. 60 Tabel 4.10 Rangkuman Komparasi Ganda Antarsel Pada Kolom Sama ............. 60 Gambar 2.1 Interaksi Dalam Kegiatan Pembelajaran Penemuan Terbimbing .... 17 Gambar 2.2 Paradigma Penelitian ……………………………………………... 28

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

ABSTRAK

Yuliana. S851008058. 2011. Eksperimentasi Pembelajaran Matematika Dengan Model Kooperatif Tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) Dan Penemuan Terbimbing Ditinjau Dari Aktivitas Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Persamaan Garis Lurus Kelas VIII Di SMP Negeri Se- Kabupaten Klaten Tahun Ajaran 2011/2012. Komisi Pembimbing I Dr. Riyadi, M.Si. dan Pembimbing II Triyanto, S.Si, M.Si. Tesis. Surakarta: Program Studi Pendidikan Matematika, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Tujuan penelitian ini, yaitu: (1) untuk mengetahui manakah diantara model pembelajaran, penemuan terbimbing, STAD, dan konvensional yang dapat memberikan prestasi belajar siswa paling baik, (2) untuk mengetahui manakah diantara kategori aktivitas siswa tinggi, sedang, dan rendah yang dapat memberikan prestasi belajar matematika paling baik, (3) untuk mengetahui pada masing-masing tingkat aktivitas belajar, manakah diantara model pembelajaran penemuan terbimbing, STAD, dan konvensional yang dapat memberikan prestasi belajar siswa lebih baik, serta untuk mengetahui pada masing-masing model pembelajaran, manakah diantara tingkat aktivitas tinggi, sedang, dan rendah yang dapat memberikan prestasi belajar siswa lebih baik.

Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental semu dengan desain penelitian 3 ×3. Populasinya adalah siswa kelas VIII SMP Negeri Se-Kabupaten Klaten semester I tahun pelajaran 2011/2012. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara stratified cluster random sampling. Kemudian, sampelnya dibagi dalam 3 kelompok, yaitu 2 kelompok eksperimen dan satu kelompok kontrol. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama.

Dari hasil analisis diperoleh kesimpulan bahwa: (1) model pembelajaran penemuan terbimbing menghasilkan prestasi belajar matematika yang sama baiknya dengan STAD, dan keduanya masing-masing lebih baik daripada konvensional, (2) diantara ketiga aktivitas, siswa dengan aktivitas tinggi mempunyai prestasi belajar paling baik, sedangkan siswa yang mempunyai aktivitas sedang lebih baik prestasinya daripada aktivitas rendah, (3) efektivitas model pembelajaran penemuan terbimbing, STAD, dan konvensional tergantung pada aktivitas belajar siswa. Pada kelompok yang diberikan perlakuan model pembelajaran penemuan terbimbing maupun STAD, siswa dengan aktivitas sedang mempunyai prestasi belajar yang sama baiknya dengan siswa aktivitas tinggi, sedangkan kedua aktivitas masing-masing lebih baik daripada siswa dengan aktivitas rendah. Sementara itu, pada siswa yang dengan aktivitas rendah, model pembelajaran penemuan terbimbing, STAD, maupun konvensional sama baiknya. Pada siswa dengan aktivitas sedang maupun siswa dengan aktivitas tinggi, model pembelajaran penemuan terbimbing dan STAD sama baiknya, dan kedua model masing-masing lebih baik daripada konvensional.

Kata Kunci: Penemuan Terbimbing, STAD, Konvensional, Aktivitas Belajar.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

ABSTRACT

Yuliana. S851008058. 2011. The Experimentation of Mathematics Learning with the Model of Cooperative Learning Type Student Team Achievement Divisions (STAD) and Guided Discovery Viewed from the Students Learning Activities on Topics Straight-Line Equations of the Students of Eighth Junior High School in Klaten Regency of Academic Year 2011/2012. The First Commission of Supervisor is Dr. Riyadi, M.Si and the second is Triyanto, S.Si, M.Si. Thesis: Study Program of Mathematics Education, Postgraduate Program of Sebelas Maret University Surakarta.

The aims of this research are: 1) to know the best learning model from to guided discovery, STAD, and conventional type which gives the best student’s achievement, 2) to know the best learning activities from to high activities, intermediate activities, and low activities which gives the best student’s achievement, 3) to know the best model from to guided discovery, STAD, and conventional type which gives the best student’s achievement on the each activity, and to know the best activity categories which gives the best student’s achievement on the each models.

This research was a quasi experimental with the research design of 3 ×3. The population was all of the students of eighth Junior High School in the Klaten Regence academic year of 2011/2012. Samples were taken through a stratified cluster random sampling technique. Then, the sample was divided into three groups is two experiment and a control group. The technique of data analyzed was

two-ways analyzed of variance with unequal cell sizes.

Based on the result of the analysis, we can conclude that: (1) the student’s achievement on topics of equality of linear line due to guided discovery model was the same with STAD, and both model are better than conventional, (2) from the third activities, the students with high learning activities has the best these achievement, the students with moderate learning activities better than low learning activities, (3) the effectiveness of guided discovery, STAD, and conventional models depend on the learning activities. In the group which was given the treatment as the guided discovery learning model and STAD as well, the students with medium activities have the same learning achievement with the students with high activities, and both activities are better than the students with low activities. For the students with medium activities, in the group in which the students got guided discovery model has same the achievement with STAD, and both models are better than the conventional. For students with high activities, in the group in which the students got guided discovery model has same the achievement with STAD, and both model are better than the conventional.

Key Words: Guided Discovery, Student Team Achievement Divisions, Conventional, The Learning Activities.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan, yaitu dengan meningkatkan kualitas pendidikan matematika. Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang dipelajari di sekolah dinilai sangat memegang peranan penting karena belajar matematika dapat meningkatkan pengetahuan siswa dalam berpikir secara logis, rasional, kritis, cermat, sistematis, dan efisien. Tak hanya itu, matematika mempunyai daya abstraksi yang mampu mengabstraksikan permasalahan-permasalahan yang sering muncul baik dalam matematika itu sendiri maupun dalam kehidupan sehari-hari sehingga dengan matematika diharapkan mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan dengan tepat dan cepat. Begitu pentingnya manfaat yang diperoleh dari belajar matematika, maka sangat relevan apabila berbagai usaha perlu dilakukan demi terwujudnya peningkatan kualitas pendidikan matematika di Indonesia.

Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2007 yang saat ini dipakai, pembahasan mengenai gradien garis lurus dengan persamaan ax + by + c = 0 dan persamaan garis pada suatu grafik dipelajari pada kompetensi dasar menentukan gradien, persamaan, dan grafik garis lurus di kelas VIII pada semester gasal. Pada kompetensi ini juga akan dipelajari lebih mendalam lagi di tingkat SMA/SMK. Namun disisi lain, ada laporan dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang tidak memuaskan. Menurut laporan BSNP (2010), daya serap Ujian Nasional (UN) pada tahun 2009/2010 tingkat SMP di Kabupaten Klaten untuk kemampuan uji menentukan gradien garis lurus dengan persamaan ax + by + c = 0 sebesar 60,01% dan menentukan persamaan garis lurus pada suatu grafik sebesar 48,02%. Sementara itu, hasil UN mata pelajaran matematika SMP se-Kabupaten Klaten pada tahun pelajaran 2009/2010 rata-ratanya adalah 6,62. Berdasarkan daya serap UN dan hasil UN tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pada kompetensi dasar ini tentu hasilnya belum memuaskan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Ada banyak faktor yang menyebabkan hasil UN pada kemampuan uji menentukan gradien garis lurus dan persamaan garis lurus ini masih sangat memprihatinkan. Permasalahan dan akar penyebab permasalahan pada pokok bahasan persamaan garis lurus yang dialami oleh siswa kelas VIII di SMP se- Kabupaten Klaten menurut pemaparan sebagian guru, yaitu : pertama, siswa beranggapan bahwa matematika merupakan suatu mata pelajaran yang sulit, dikarenakan siswa merasa kesulitan dalam melakukan penghitungan dan penghafalan rumus-rumusnya. Hal ini dapat muncul dikarenakan dalam pembelajaran selama ini, siswa hanya diberikan rumus-rumus tanpa diajak untuk berpikir mencari asal mula rumus tersebut sehingga siswa cenderung mudah lupa jika hanya menghafal rumus-rumus. Apalagi pada materi persamaan garis lurus, pada materi ini banyak ditemukan konsep-konsep dan rumus-rumus yang baru dikenal oleh siswa di kelas VIII. Kedua, siswa cenderung kurang memahami cara memecahkan masalah. Hal ini disebabkan karena siswa tidak mampu untuk menemukan cara penyelesaian dari permasalahan tersebut, serta siswa tidak memahami tujuan dari soal yang mengakibatkan siswa kesulitan dalam dalam menemukan penyelesaian. Ketiga, keterampilan siswa dalam penyelesaian soal yang masih rendah. Akar penyebabnya, siswa hanya memperoleh cara penyelesaian yang dicontohkan oleh guru, tanpa diimbangi dari referensi lain atau buku-buku pendukung lainnya sehingga siswa tidak mempunyai kreativitas dalam menyelesaikan soal dan siswa kurang wahana wacana bentuk soal serta cara penyelesaiannya. Keempat, kegiatan pembelajaran yang terpusat pada guru. Dalam penyampaian materi, guru hanya berceramah dan monoton menguasai kelas sehingga siswa kurang aktif serta kurang dapat dengan leluasa menyampaikan idenya. Akibatnya, pemahaman matematika menjadi kurang optimal serta perilaku belajar yang lain seperti keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika hampir tidak tampak.

Peran guru sebagai salah satu sumber belajar sangat diperlukan kemampuannya dalam mengemas suatu pembelajaran yang dapat membantu siswa agar mampu mengontruksi sendiri pengetahuannya. Dalam membelajarkan matematika kepada siswa, guru hendaknya lebih memilih berbagai variasi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user commit to user

Untuk itu, sangat diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat lebih meningkatkan minat dan keaktifan siswa untuk belajar. Model pembelajaran yang menarik serta dapat memicu siswa untuk ikut serta secara aktif dalam kegiatan belajar, yaitu dengan model pembelajaran aktif. Pada dasarnya, pembelajaran aktif adalah suatu pembelajaran yang mengajak peserta didik untuk belajar secara aktif (Silberman, 1996). Peserta didik diajak untuk turut serta dalam proses pembelajaran. Di samping itu, siswa ikut aktif berpartisipasi, mencoba-coba, dan melakukan sendiri apa yang dipelajari. Dalam pembelajaran aktif, guru mempunyai peran untuk menciptakan suatu kondisi belajar yang memungkinkan siswa berkembang secara optimal dengan memberikan kesempatan siswa untuk menemukan dan mengaitkan antarkonsep berdasarkan pengalaman yang telah dipelajari.

Ada banyak bentuk model pembelajaran aktif yang dapat diterapkan oleh guru sehingga diharapkan dapat mengatasi permasalahan-permasalahan seperti yang telah dipaparkan di atas, diantaranya seperti model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) dan model pembelajaran penemuan (discovery learning). Pada model pembelajaran kooperatif, siswa belajar dalam pasangan-pasangan atau kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi. Menurut Baharuddin (2009 : 128), dengan model pembelajaran kooperatif ini siswa akan lebih mudah menemukan konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang sulit jika mereka mendiskusikannya bersama siswa lain

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user commit to user

Dalam proses pembelajaran, keaktifan para siswa juga harus perlu diperhatikan oleh guru agar proses pembelajaran dapat memperoleh hasil yang optimal. Aktivitas siswa selama proses belajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan siswa untuk belajar. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Aktivitas yang timbul dari siswa akan mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan keterampilan yang akan mengarah pada peningkatan prestasi belajar siswa.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, dapat diidentifikasi masalah-masalahnya sebagai berikut.

1. Ada kemungkinan banyak guru yang masih memakai pembelajaran konvensional dalam melaksanakan pembelajarannya, padahal ada pokok bahasan yang kurang tepat untuk diterapkan menggunakan model tersebut, misalnya pada pokok bahasan persamaan garis lurus sehingga dimungkinkan rendahnya prestasi belajar matematika siswa disebabkan karena kurang tepatnya pemilihan model pembelajaran yang sesuai dengan pokok bahasan. Untuk menjawab permasalahan tersebut, perlu dilakukannya suatu penelitian untuk membandingkan suatu model pembelajaran yang sesuai.

2. Ada kemungkinan, banyak guru hanya cukup memberikan rumus-rumus praktis yang dihapal oleh siswa padahal pada pokok bahasan tertentu banyak ditemukan rumus-rumus yang baru dikenal oleh siswa. Untuk menjawab permasalahan ini, perlu dilakukan penelitian terkait dengan penggunaan model pembelajaran penemuan terbimbing, yang dapat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user commit to user

3. Ada kemungkinan, model pembelajaran yang digunakan oleh guru tidak mendukung siswa untuk mau bekerja sama dan diskusi dengan temannya sehingga berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Untuk itu, perlu dilakukan suatu penelitian tentang model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD).

4. Ada kemungkinan rendahnya hasil belajar siswa matematika karena guru tidak menggunakan media sehingga dalam pembelajaran tidak membuat siswa untuk tertarik mengikuti pembelajaran. Untuk menjawab permasalahan ini, perlu dilakukan penelitian yang membandingkan pembelajaran dengan berbagai media serta dapat diteliti manakah media manakah yang paling cocok.

5. Banyak siswa dalam belajar matematika masih kurang aktif mengikuti proses belajar dan hanya mengorganisasi sendiri yang diperolehnya tanpa mengkomunikasikan dengan siswa lain atau dengan gurunya sehingga kemungkinan rendahnya prestasi belajar disebabkan aktivitas siswa pada saat pembelajaran masih kurang. Ada kemungkinan, aktivitas belajar siswa berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika siswa.

C. Pemilihan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang tertulis di atas, peneliti ingin melakukan penelitian yang terkait dengan permasalahan eksperimentasi model pembelajaran penemuan terbimbing dan model kooperatif tipe STAD terhadap prestasi belajar siswa yang ditinjau dari aktivitas belajar siswa. Alasan terpilihnya masalah ini karena sebagian banyak waktu dalam kegiatan pembelajaran didominasi oleh guru sehingga siswa kurang berpikir aktif serta siswa hanya mampu menguasai materi yang bersifat mengingat jangka pendek. Hal ini kemungkinan dapat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa matematika.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

D. Batasan Masalah

Agar permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini lebih terarah dan tidak menyimpang dari tujuan dilaksanakannya peneliti maka dalam penelitian ini perlu adanya pembatasan masalah. Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, batasan- batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu penemuan terbimbing pada kelompok eksperimen I, model pembelajaran STAD pada kelompok eksperimen II, dan pembelajaran konvensional pada kelompok kontrol.

2. Aktivitas belajar siswa yang dimaksud ialah kegiatan belajar matematika siswa Sekolah Menegah Pertama kelas VIII selama semester gasal pada tahun pelajaran 2011/2012.

3. Prestasi belajar matematika dibatasi pada hasil belajar siswa pada bahasan persamaan garis lurus.

E. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang telah disebutkan di atas maka penulis dapat merumuskan masalah-masalah yang timbul sebagai berikut.

1. Diantara model pembelajaran penemuan terbimbing, model pembelajaran kooperatif tipe STAD, dan pembelajaran konvensional, manakah yang dapat memberikan prestasi belajar siswa paling baik?

2. Diantara kategori aktivitas belajar siswa, yaitu aktivitas belajar rendah, sedang, dan tinggi, manakah yang memberikan prestasi belajar siswa paling baik?

3. Pada masing-masing tingkatan aktivitas, manakah diantara model pembelajaran, yaitu penemuan terbimbing, model pembelajaran kooperatif tipe STAD, dan konvensional yang dapat memberikan prestasi belajar siswa lebih baik. Disisi lain pada masing-masing model pembelajaran, manakah siswa dengan aktivitas rendah, sedang, tinggi dan yang dapat memberikan prestasi belajar lebih baik?

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

F. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan perumusan masalah yang dipaparkan tersebut maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui manakah diantara model pembelajaran yaitu, konvensional, penemuan terbimbing, dan kooperatif tipe STAD yang dapat memberikan hasil prestasi belajar siswa paling baik.

2. Untuk mengetahui manakah diantara kategori aktivitas siswa tinggi, sedang, dan rendah yang dapat memberikan prestasi belajar matematika paling baik.

3. Untuk mengetahui pada masing-masing tingkat aktivitas tinggi, sedang, dan rendah, manakah diantara model pembelajaran penemuan terbimbing, model pembelajaran kooperatif tipe STAD, dan konvensional yang dapat memberikan prestasi belajar siswa lebih baik, serta untuk mengetahui pada masing-masing model tersebut, manakah diantara tingkat aktivitas tinggi, sedang, dan rendah yang dapat memberikan prestasi belajar siswa lebih baik.

G. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Memberikan informasi kepada guru atau calon guru matematika tentang model pembelajaran penemuan terbimbing dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam meningkatkan prestasi belajar matematika siswa.

2. Memberikan informasi tentang implementasi model pembelajaran penemuan terbimbing dan model pembelajaran STAD pada pokok bahasan yang bersangkutan.

3. Memberikan masukan kepada peneliti selanjutnya, khususnya penelitian dalam bidang pendidikan matematika.

4. Bagi siswa diharapkan dapat memberikan pengalaman langsung serta mengenal adanya kebebasan dalam belajar matematika secara aktif, kreatif, dan menyenangkan melalui model pembelajaran penemuam terbimbing dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Prestasi Belajar Matematika

a. Pengertian Prestasi

Pengertian prestasi yang dikemukakan oleh para ahli sangatlah bervariasi. Walaupun bermacam-macam, pernyataan-pernyataan tersebut justru dapat saling mengisi dan melengkapi. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online ( http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/2011 ), prestasi didefinisikan sebagai hasil yang telah dicapai. Menurut Sardiman A.M (2001), prestasi adalah kemampuan nyata sebagai hasil interaksi berbagai faktor yang mempengaruhi, baik dari dalam maupun dari luar individu dalam belajar. Sementara itu, Sutratinah Tirtonagoro (2001: 43) menyatakan bahwa, “Prestasi belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar mengajar yang dalam bentuk simbol, angka, huruf, atau kalimat yang dapat mencerminkan hasil usaha yang sudah dicapai oleh anak dalam periode tertentu.” Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dicapai dan merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi, baik dari dalam maupun dari luar individu dalam belajar.

b. Pengertian Belajar

Ada berbagai pendapat tentang makna belajar. Menurut Gestalt dalam Baharudin (2007: 88), belajar adalah proses yang didasarkan pada pemahaman. Pada situasi belajar, keterlibatan seseorang secara langsung dalam belajar akan menghasilkan pemahaman yang dapat membantu individu tersebut untuk memecahkan suatu masalah. Dengan kata lain, dari pendapat ini menyatakan bahwa dalam proses belajar, individu harus mengerti dengan baik apa yang telah dipelajarinya.

Teori belajar menurut teori konstruktivisme, menekankan bahwa pengetahuan itu merupakan konstruksi atau bentukan diri sendiri. Menurut

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pandangan teori kontrukstivisme, belajar merupakan proses aktif dari subjek belajar untuk merekonstruksi makna sesuatu, baik itu teks, kegiatan dialog, maupun pengalaman fisik, sehingga belajar merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajarinya dengan pengertian-pengertian yang sudah dimiliki. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep-konsep, atau kaidah yang siap diambil atau diingat. Akan tetapi, manusia harus dapat mengkonstruksi pengetahuan sedikit demi sedikit dan memberi makna melalui pengalaman nyata (Baharudin, 2007:116). Pendapat ini juga sejalan dengan Nurhadi (2004 : 110), yang menyatakan bahwa pemahaman manusia akan semakin mendalam dan kuat, jika teruji oleh pengalaman- pengalaman baru.

Berdasarkan pendapat-pendapat mengenai pengertian belajar yang dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu perilaku seseorang sebagai hasil pengalaman-pengalaman individu itu sendiri (pelaku pembelajaran) saat berinteraksi dengan lingkungannya yang dilakukan secara sadar. Di dalam belajar terkandung suatu aktivitas yang dilakukan dengan segenap pancaindra untuk memahami arti dari hubungan-hubungan, kemudian menerapkan konsep-konsep yang dihasilkan dari proses pembelajaran tersebut ke situasi yang nyata. Ini berarti pembelajaran merupakan upaya membuat seseorang belajar tentang sesuatu hal. Adapun proses pembelajaran di sini merupakan titik pertemuan antara berbagai input pembelajaran, mulai dari faktor utama, yaitu: siswa, guru, dan materi pelajaran yang membentuk proses, hingga faktor pendukung seperti sarana, sumber belajar, lingkungan, dan sebagainya.

c. Pengertian Prestasi Belajar Matematika

Berdasarkan pengertian prestasi dan belajar tersebut, prestasi belajar merupakan suatu hasil usaha yang dicapai seseorang dalam penguasaan pengetahuan, sikap serta keterampilan berkat pengalaman dan latihan yang dinyatakan dalam perubahan tingkah laku. Menurut Kamus besar Bahasa Indonesia Online ( http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/ , 2011), prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan melalui

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru. Hal ini sejalan dengan pendapat Sutratinah Tirtonagoro (2001:43), yang mengatakan bahwa,“Prestasi belajar adalah hasil dari pengukuran serta penilaian usaha belajar. ” Sementara itu, Zainal Arifin (1999: 3) menyatakan bahwa, “Prestasi belajar merupakan suatu masalah yang bersifat perenial dalam sejarah manusia karena sepanjang rentang kehidupannya, manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang kemampuannya masing-masing.” Zainal Arifin juga mengemukakan bahwa prestasi belajar mempunyai beberapa fungsi utama, antara lain prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai oleh peserta didik, prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu, prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan, prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan, dan prestasi belajar dapat dijadikan indikator terhadap daya serap atau kecerdasan peserta didik.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika merupakan hasil usaha yang dicapai oleh siswa dalam proses belajar. Pengukurannya menggunakan alat atau tes tertentu yang dinyatakan dalam bentuk angka, huruf, maupun simbol. Dalam penelitian ini, prestasi belajar dinyatakan dalam bentuk angka.

Ada banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar matematika. Menurut Nana Sudjana (2000 : 39), dia mengemukakan bahwa prestasi belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh faktor dari dalam siswa dan faktor dari luar siswa atau faktor lingkungan. Faktor yang datang dari diri siswa, meliputi kemampuan yang dimilikinya, minat, perhatian, sikap, kebiasaan belajar, dan lain- lain. Sementara itu, faktor yang datang dari luar siswa meliputi kualitas pengajaran melalui kompetensi guru, model pembelajaran yang digunakan, karakteristik kelas, dan lain-lain.

2. Model Pembelajaran Kooperatif

Istilah model pembelajaran dibedakan dari istilah strategi, metode, atau prinsip pembelajaran. Model pembelajaran mempunyai empat ciri, yaitu rasional teoritik yang logis, tujuan yang akan dicapai, tingkah laku mengajar diperlukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

agar model tersebut dapat dilaksanakan secara berhasil, dan lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai (Mohammad Asikin, 2001 : 3).

Metode dapat menjadi model jika memenuhi empat unsur yang seperti dikemukakan oleh Joyce dan Weil (1986 : 14-15). Setiap model mengajar atau model pembelajaran harus memiliki empat unsur, yaitu sintak (fase-fase dari model yang menyatakan pelaksanaan model secara nyata), sistem sosial (peran guru dan hubungan guru dengan siswa), prinsip reaksi (perlakuan guru terhadap siswa dan cara merespon terhadap yang dilakukan oleh siswanya), dan sistem pendukung yang menunjukkan alat dan sarana dalam pembelajaran. Oleh karena itu, Toeti Soekamto dan Winataputra (1995:78) mendefinisikan bahwa model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar bagi para siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.

Penggunaan metode mengajar yang tepat merupakan salah satu hal yang mendukung keberhasilan proses belajar mengajar. Pemilihan metode mengajar hendaknya memperhatikan beberapa hal, antara lain kesesuaian dengan tujuan pembelajaran, karakteristik materi pelajaran, karakter siswa, kesiapan guru, dan ketersediaan sarana dan prasarana. Dengan pemilihan metode, strategi, pendekatan serta teknik pembelajaran, diharapkan adanya perubahan dari mengingat atau menghapal ke arah berpikir dan pemahaman, dari model ceramah ke pendekatan discovery learning atau inquiry learning, dari belajar individual ke kooperatif, serta dari berpusat materi ke terkonstruksinya pengetahuan siswa (Fadjar Shadiq, 2009).

Slavin (1995) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mendorong siswa bekerja secara tim dalam menyelesaikan masalah atau tugas untuk mencapai tujuan bersama. Pada strategi pembelajaran kooperatif, siswa terdorong aktif untuk menemukan sendiri pengetahuannya melalui keterampilan proses. Menurut Anita Lie (2007), model

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok serta di dalamnya menekankan kerjasama. Dalam pembelajaran kooperatif ini siswa dapat lebih menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit melalui diskusi. Apabila dibandingkan dengan pembelajaran individual, pembelajaran kooperatif lebih dapat mencapai kesuksesan akademik dan sosial siswa.

Dalam pembelajaran kooperatif terdapat tiga tujuan pembelajaran, yaitu prestasi akademik, penerimaan pendapat yang beraneka ragam, dan pengembangan keterampilan sosial.

a. Prestasi akademik Para pengembang pembelajaran kooperatif telah menunjukkan bahwa struktur penghargaan kooperatif dapat meningkatkan prestasi akademik siswa. Selain itu pembelajaran kooperatif bermanfaat bagi siswa yang berprestasi rendah, sedang, tinggi karena mereka bekerja sama dalam menangani persoalan dengan cara tutor sebaya.

b. Penerimaan pendapat yang beraneka ragam Pembelajaran kooperatif memberikan peluang bagi setiap siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi yang berbeda untuk bekerja sama dalam menangani persoalan akademik.

c. Pengembangan keterampilan sosial Dalam pembelajaran kooperatif siswa akan belajar bekerja sama, menghargai pendapat orang lain dan menetapkan tujuan bersama. Banyak keuntungan yang akan diperoleh melalui pembelajaran kooperatif.

Pembelajaran kooperatif dapat diterapkan pada berbagai macam mata pelajaran. Matematika menjadi salah satu mata pelajaran yang sangat sesuai penerapannya. Menurut Whicker, et al (1997), kepustakaan matematika telah mengakui adanya efek positif dari pembelajaran kooperatif dalam meningkatkan prestasi, sikap, kemampuan berpikir yang lebih tinggi, dan kepercayaan diri siswa. Pembelajaran kooperatif juga sesuai diterapkan pada berbagai tingkatan usia peserta didik, termasuk pada anak usia dini.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3. Model Pembelajaran Student Team Achievement Divisions (STAD)

Salah satu tipe model pembelajaran kooperatif paling sederhana yang dikemukakan oleh beberapa ahli antara lain Slavin (1985), Lazarowitz (1988), atau Sharan (1990) dalam Rachmadi adalah tipe STAD. Model STAD merupakan model yang bagus bagi guru yang ingin memulai pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD sebagai berikut.

a. Tahap penyajian materi Pada tahapan ini, guru menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai. Guru dapat menggunakan berbagai pilihan dalam menyampaikan materi pembelajaran ini kepada siswa. Langkah ini tidak harus dilakukan dalam satu kali pertemuan, tetapi dapat lebih dari satu.

b. Tahap pembentukan kelompok dan kegiatan kelompok Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 anggota, yang mempunyai kemampuan akademik yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah). Jika mungkin, anggota kelompok berasal dari budaya atau suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jenis kelamin. Guru memberikan tugas kepada kelompok berkaitan dengan materi yang telah diberikan, mendiskusikannya secara bersama-sama, saling membantu antaranggota lain, serta membahas jawaban tugas yang diberikan guru. Hal ini bertujuan agar setiap kelompok dapat menguasai konsep dan materi. Bahan tugas untuk kelompok dipersiapkan oleh guru agar kompetensi dasar yang diharapkan dapat dicapai.

c. Tahap pelaksanaan kuis individu Guru memberikan tes atau kuis kepada setiap siswa secara individu. Setiap individu mendapatkan skor awal.

d. Tahap pemantauan skor kemajuan individu Adanya skor kemajuan individual untuk memberikan hasil akhir yang maksimal pada setiap siswa. Nilai perkembangan individu didasarkan pada skor awal yang didapat dari nilai rata-rata siswa pada pelaksanaan tes yang sama. Skor kemajuan individu dapat dilihat seperti pada Tabel 2.1 berikut.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Tabel 2.1 Kriteria Skor Kemajuan Individu

Skor Kuis

Poin Kemajuan Lebih dari 10 poin di bawah skor awal

1 –10 poin di bawah skor awal

0 – 10 poin di atas skor awal

20 Lebih dari 10 poin di atas skor awal

30 Kertas jawaban sempurna

e. Tahap pemberian penghargaan kelompok Guru memberi penghargaan kepada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individu dari nilai awal ke nilai kuis berikutnya. Berdasarkan nilai perkembangan yang diperoleh kelompok terdapat tiga tingkat penghargaan yang diberikan untuk prestasi kelompok.

Tabel 2.2 Kriteria Penghargaan Kelompok

Rata-Rata Poin Kelompok Penghargaan Kelompok

Kelompok baik (Good Team)

Kelompok hebat (Great Team)

Kelompok super (Super Team) (Slavin, 1995) Dalam penelitian ini, proses pembelajaran dengan model STAD akan dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut.

a. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.

b. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah). Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta kesetaraan jender.

c. Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual sehingga akan diperoleh skor awal.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

d. Bahan materi yang telah dipersiapkan didiskusikan dalam kelompoknya masing-masing untuk mencapai kompetensi dasar.

e. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.

f. Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual.

g. Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya.

4. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing (Guided Discovery)

Sebelum membahas model penemuan terbimbing, akan dijelaskan dahulu model pembelajaran penemuan murni. Dalam model penemuan murni, yang oleh Maier (1995:8) disebutnya sebagai heuristik, yaitu sesuatu yang hendak ditemukan, jalan, atau proses semata-mata ditentukan oleh siswa itu sendiri. Menurut Jerome Bruner (Cooney dan Davis, 1975:138), penemuan adalah suatu proses, suatu jalan atau, suatu cara dalam mendekati permasalahan bukannya suatu produk pengetahuan tertentu. Proses penemuan dapat menjadi kemampuan umum melalui latihan pemecahan masalah, praktik membentuk, dan menguji hipotesis. Di dalam pandangan Bruner, belajar dengan penemuan adalah belajar untuk menemukan, dimana seorang siswa dihadapkan dengan suatu masalah atau situasi yang tampaknya ganjil sehingga siswa dapat mencari jalan pemecahan. Metode penemuan murni ini kurang tepat digunakan, karena pada umumnya sebagian besar siswa masih membutuhkan konsep dasar untuk dapat menemukan sesuatu. Di samping itu, penemuan tanpa bimbingan dapat memakan waktu berhari-hari dalam pelaksanaannya, bahkan siswa tidak berbuat apa-apa karena tidak tahu, begitu pula jalannya penemuan. Jelas bahwa model penemuan ini kurang tepat untuk siswa, apabila tidak dengan bimbingan guru.

Mengingat hal-hal yang telah disebutkan di atas timbul model pembelajaran dengan penemuan yang dipandu oleh guru. Model ini melibatkan suatu dialog atau interaksi antara siswa dan guru dimana siswa mencari kesimpulan yang diinginkan melalui suatu urutan pertanyaan yang diatur oleh guru. Model pembelajaran penemuan yang dimaksud ini adalah model pembelajaran penemuan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

terbimbing. Prince dan Felder (2006 : 123) mengatakan bahwa model penemuan terbimbing merupakan salah satu model mengajar secara inductive dan sesuai dengan teori kontruktivisme.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, model pembelajaran penemuan terbimbing adalah model pembelajaran yang terpusat pada siswa, dimana siswa dihadapkan kepada situasi siswa bebas menyelidiki dan menarik kesimpulan, terkaan, instituisi, dan mencoba-coba (trial and error). Guru membimbing siswa jika diperlukan dan siswa didorong untuk berpikir sendiri sehingga dapat menemukan prinsip umum berdasarkan bahan yang disediakan oleh guru dan sampai seberapa jauh siswa dibimbing tergantung pada kemampuannya dan materi yang sedang dipelajari. Dengan bimbingan guru sebagai penunjuk jalan, guru dapat membantu siswa mempergunakan ide, konsep, dan keterampilan yang sudah mereka pelajari untuk menemukan pengetahuan yang baru.

Pada model pembelajaran dengan penemuan terbimbing, peran siswa cukup besar karena pembelajaran tidak lagi terpusat pada guru, melainkan pada siswa. Guru memulai kegiatan belajar mengajar dengan menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan siswa dan mengorganisisasi kelas untuk kegiatan seperti pemecahan masalah, investigasi, atau aktivitas lainnya. Pemecahan masalah merupakan suatu tahap yang penting. Hal ini dapat dilakukan secara individu maupun kelompok. Dengan membiasakan siswa dalam kegiatan pemecahan masalah dapat diharapkan akan meningkatkan kemampuan siswa dalam mengerjakan soal matematika, karena siswa dilibatkan dalam berpikir matematika pada saat manipulasi, eksperimen, dan menyelesaikan masalah. Peran guru dan siswa dalam model penemuan terbimbing dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut ini.

Tabel 2.3 Peran Guru dan Siswa dalam Model Penemuan Terbimbing

Penemuan Terbimbing

Peran Guru

Peran Siswa Sedikit bimbingan

Menyatakan persoalan

Menemukan pemecahan Banyak bimbingan

Menyatakan persoalan Memberikan bimbingan

Mengikuti petunjuk Menemukan penyelesaian

(Rachmadi Widdiharto, 2004 : 5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Dalam proses pembelajaran, model penemuan terbimbing lebih menekankan pada interaksi guru, siswa, dan bahan ajar. Interaksi dapat terjadi antara guru dengan siswa tertentu, dengan beberapa siswa, atau serentak dengan semua siswa dalam kelas (S – G), siswa dengan siswa (S – S), siswa dengan bahan ajar (S – B), siswa dengan bahan ajar dan siswa (S – B – S), serta siswa dengan bahan ajar dan guru (S – B – G). Tujuannya untuk saling mempengaruhi berpikir masing-masing, guru memancing berpikir siswa, yaitu dengan pertanyaan-pertanyaan terfokus sehingga dapat memungkinkan siswa untuk memahami dan mengkontruksikan konsep-konsep tertentu, membangun aturan- aturan, dan belajar menemukan sesuatu untuk memecahkan masalah. Interaksi yang mungkin terjadi dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 2.1 Interaksi Dalam Kegiatan Pembelajaran Penemuan Terbimbing

(Markaban, 2008 : 12) Agar pelaksanaan pembelajaran dengan model penemuan terbimbing ini berjalan dengan efektif, maka langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data secukupnya dan perumusannya harus jelas.

b. Dari data yang diberikan oleh guru, siswa menyusun, memproses, mengorganisasi, dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini, bimbingan guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja. Bimbingan ini dapat mengarahkan siswa untuk melangkah ke arah yang hendak dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan, atau lembar kerja siswa (LKS).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

c. Siswa menyusun konjektur (perkiraan) dari hasil analisis yang dilakukannya.

d. Konjektur yang telah dibuat siswa tersebut diperiksa oleh guru. Hal ini dilakukan untuk meyakinkan kebenaran perkiraan siswa, sehingga akan menuju arah yang hendak dicapai.

e. Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut, maka verbalisasi konjektur diserahkan kepada siswa untuk menyusunnya.

f. Sesudah siswa menemukan apa yang dicari, guru menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa kebenaran hasil penemuan itu.

5. Model Pembelajaran Konvensional

Definisi mengajar yang lama menurut Slameto (1995: 29), “Mengajar adalah penyerahan kebudayaan berupa pengalaman dan percakapan kepada anak didik”. Dari sini terlihat bahwa mengajar hanyalah mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa sehingga pusat perhatian ada pada guru. Proses pembelajaran dengan definisi mengajar seperti inilah yang dianut dalam pembelajaran konvensional. Pernyataan ini sejalan dengan pendapat Purwoto (2003: 104), “Dalam model mengajar tradisional, seorang guru matematika dianggap sebagai sumber ilmu, guru bertindak otoriter, dan mendominasi kelas”.

Pembelajaran konvensional merupakan suatu metode mengajar yang telah lama dan biasa digunakan, misalnya dengan metode ceramah. Pada pembelajaran ini, guru cenderung sangat mendominasi dan memegang peranan utama dalam menentukan isi dan mengakibatkan siswa hanya pasif, mudah jenuh, kurang inisiatif, sangat tergantung pada guru dan tidak terlatih mandiri dalam belajar. Menurut Purwoto (2003: 67) dinyatakan metode konvensional memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Kelebihan dan kelemahannya sebagai berikut.

a. Kelebihan pembelajaran konvensional

1. Dapat menampung kelas besar, tiap siswa mendapat kesempatan yang sama untuk mendengarkan.

2. Bahan pengajaran dapat diberikan secara lebih urut oleh guru.

3. Guru dapat memberikan tekanan terhadap hal-hal yang penting, sehingga waktu dan energi dapat digunakan sebaik mungkin.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4. Isi silabus dapat diselesaikan dengan lebih mudah, karena guru tidak harus menyesuaikan dengan kecepatan belajar siswa.

5. Kekurangan atau tidak adanya buku pelajaran dan alat bantu pelajaran, tidak menghambat dilaksanakannya pelajaran dengan metode ini.

6. Kelas relatif teratur, tenang, dan tidak ramai.

7. Daya serap dan target kurikulum pembelajaran guru dapat tercapai.

b. Kelemahan pembelajaran konvensional

1. Pelajaran berjalan membosankan siswa dan siswa menjadi pasif, karena tidak berkesempatan untuk menemukan sendiri konsep yang diajarkan. Siswa hanya aktif membuat catatan.

2. Kepadatan konsep-konsep yang diberikan dapat berakibat siswa tidak mampu menguasai bahan yang diajarkan.

3. Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini lebih cepat terlupakan.

4. Ceramah menyebabkan belajar siswa menjadi menghafal yang tidak mengakibatkan timbulnya pengertian.

Dengan memperhatikan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa kegiatan pembelajaran konvensional didominasi oleh guru. Langkah-langkah pembelajaran konvensional dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut.

Tabel 2.4

Langkah-Langkah Pembelajaran Konvensional

Langkah-langkah Peran Guru

1. Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa.

Guru memperkenalkan serta menjelaskan tujuan dan latar belakang materi yang diajarkan.

2. Mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan.

Guru mendemonstrasikan keterampilan dan menyampaikan informasi tahap demi tahap.

3. Memberikan contoh soal dan pelatihan.

Guru memberikan contoh soal dan membahasnya.

4. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik.

Guru mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan, kemudian memberikan umpan balik.

5. Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan.

Guru mempersiapkan latihan lanjutan berupa tugas atau pekerjaan rumah (PR).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6. Aktivitas Belajar Siswa