PENGENALAN DAERAH TANGKAPAN SUNGAI BAWAH

PENGENALAN DAERAH TANGKAPAN SUNGAI BAWAH
TANAH KARST GUNUNGSEWU, KAB. GUNUNG KIDUL
Analisis Spasial dan Ekologikal Wilayah Karst di D.I.Yogyakarta

1

Rizka Dwi Amalia1
Departemen Geografi Lingkungan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada
Email: 1rizkadwia13@gmail.com
INTISARI

Karst merupakan salah satu bentanglahan yang mempunyai tiga syarat utama sistem karts: tersusun atas batuan
mudah larut, mempunyai cekungan-cekungan tertutup, tidak ada sistem air permukaan dimana sistem air adalah
mutlibasinal. Kawasan karst dibedakan dengan daerah batuan gamping, dimana porositas sekundernya > porositas
primernya. Semakin lama proses pembentukan karst, semakin kompleks sistem sungai bawah tanah dibawahnya
menyebabkan karst mempunyai arah aliran yang tidak sama (Anisotropis). Sungai Bawah Tanah (SBT) Karst mampu
menampung jumlah air hasil pengatusan dari air hujan dari permukaan dalam jumlah yang banyak. Untuk itu potensi
air di daerah tangkapan sungai bawah tanah Karst sangat besar. Pengupayaan untuk memanfaatkan air pada sungai
bawah tanah perlu diupayakan untuk mencukupi kebutuhan masyakarat sekitar , dimana air hasil presipitasi di sekitar
Karst umumnya langsung masuk ke sistem sungai bawah tanah (SBT).
Kata Kunci : Karst, Sungai Bawah Tanah, Potensi Air


BAB 1. PENDAHULUAN

1.

Latar Belakang

Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu kabupaten di Provinsi D.I.Yogyakarta
yang mempunyai kondisi geomorfologis sebagian besar berupa bukit batuan gamping
yang sudah lama membentuk sistem Karst. . Istilah Karst didefinisikan oleh Ford dan
Williams

(1992)

dalam

Sudarmadji.,dkk

(2012)


adalah

sebagai

medan

dengan

karaktersitik hidrologi dan bentuklahan yang diakibatkan oleh kombinasi dari batuan
yang mudah larut (soluble rock) dan mempunyai porositas sekunder yang berkembang
baik. Sebagai akibatnya, kawasan Karst dicirikan dengan minimnya sungai permukaan
dan berkembangnya jalur-jalur sungai bawah permukaan (Sungai Bawah Tanah = SBT).
Karst di wilayah Gunungkidul termahsyur di dunia dengan kawasan disebut Gunungsewu
yang diperkenalkan pertama kali oleh Danes (1910) dan Lehman (1936) dalam
Sudarmadji.,dkk (2012).

Sumber : http://99indonesiatourism.blogspot.co.id

Karst di Gunungsewu mempunyunyai kenampakan khas berupa kubah karst
(kegelkarst), dimana bentukannya positif yang menjulang ke atas disebut kubah


[1]

sinusoidal. Menurut Adji, (2010) kawasan karst Gunungsewu dikategorikan sebagai
karst jenis terbuka dengan topografi yang sangat khas berupa conical hills yang tidak
dijumpai di kawasan karst lain di seluruh dunia. Salah satu batasan topografi permukaan
untuk daerah tangkapan hujan adalah igir, dengan asumsi bahwa hujan yang jatuh pada
wilayah itu akan diatuskan ke sungai dibawahnya. Meskipun demikian, penetapan daerah
tangkapan ini tentu akan tidak mungkin sedemikan tepatnya mengingat daerah Karst
sangat mungkin terjadinya ”kebebasan air masuk atau keluar” melewati batas Daerah
Aliran Sungai (DAS) pada sistem Karst. Hal ini dapat dilihat dari sistem debit aliran
sungainya.

Kawasan Karst Gunungsewu mempunyai sistem karst yang berkembang baik
dengan potensi air bawah tanah yang sangat besar. Air hujan maupun air
permukaan yang jatuh ke dalamnya mengakibatkan langkanya air permukaan
dan sebaliknya menyebabkan melimpahnya air bawah tanah. Kondisi tersebut
perlu diketahui proses penangkapan air pada sistem Karst Gunungsewu
Kab.Gunungkidul sampai ke sungai bawah tanah sebagai sistem penampungai
air yang kompleks dan terintegrasi.


2.

Rumusan Masalah

-

Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi peresapan air dalam sistem sungai

bawah tanah?
-

Bagaimanakah peran topografi permukaan karst dalam proses penangkapan air

hujan ?
3.

Tujuan dan Manfaat

-


Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi peresapan air dalam

sistem sungai bawah tanah
-

Untuk Mengetahui peran bentuklahan Karst dalam membentuk sistem sungai

bawah tanah

[2]

BAB 2 .

ISI

Karst merupakan salah satu deskripsi tentang bentuklahan yang mempunyai
karakteristik yang khas. Thornbury (1958) mendefinisikan bahwa suatu kawasan karst
dapat berkembang apabila memiliki empat kondisi berikut :
1. Harus terdapat batuan yang mudah larut seperti limestone .Batuan yang dolomit

dan

chalk

juga

dapat

berkembang

menjadi

topografi

karst

namun

perkembangannya tidak secepat limestone
2. Batuan yang mudah larut tersebut harus bervolume besar (tebal dan luas) banyak

rekahan dan memiliki penutup lahan yang rapat
3. Batuan tersebut mengalalmi pengangkatan (upland) sehingga membentuk lembah
mayor yang didasari oleh batuan yang mudah larut yang memiliki rekahan batuan
yang baik. Kondisi tersebut sangat penting untuk memudahkan airtanah mengalir
ke bawah (vertikal) melalui limestone, proses pelarutan, dan membentuk aliran
sungai bawah tanah
4. Memiliki surah hujan yang tinggi, karena air hujan merupakan media utama dalam
proses pelarutan
Secara umum, komponen aliran karst dibedakan menjadi 2 tipe aliran : aliran conduit
dan aliran diffuse. Perbedaannya ialah dari besar rongga dan jalur air masuk melalui
karst. Aliran diffuse mempunyai celah rongga-rongga yang kecil, sehingga air masuk dari
permukaan lalu ke dalam karst melalui celah-celah batuan tersebut atau dapat dikatakan
merembes ke celah-celah antar batuan. Adapun aliran konduit merupakan aliran air yang

[3]

mengalirkan air melalui rongga yang besar. Sehingga air yang masuk dari pori-pori
batuan atas langsung mengalir ke sistem Sungai Bawah Tanah (SBT).

Sumber gambar : http://geomagz.geologi.esdm.go.id


Sistem peresapan air di kawasan Karst ini sangat mempengaruhi sirkulasi dan
ketersediaan air di dalam Sungai Bawah Tanah (SBT). Untuk sistem aliran conduit
dimana meloloskan air dalam jumlah besar ini akan berdampak pada direct
runoff yang lebih sedikit dibandingkan infiltrasi, maka implikasinya adalah ketika
ada limbah yang masuk ke dalam sistem conduit maka limbah atau sumber
pencemar itu akan cepat masuk ke dalam sistem sungai bawah tanah dan
akhirnya mempengaruhi kualitas sumber daya air yang ada dibawahnya. Adapun
sistem diffuse dengan besar celah yang terbatas dimana air hanya merembas
melalui dinding-dinding gua yaitu memperlambat aliran air langsung ke sungai
bawah tanah. Dimana melambatnya proses masuknya air ke sistem sungai
bawah tanah melalui perembesan ini merupakan potensi yang dimiliki sistem
karst pada dalam hal penyimpanan air. Sehingga, sistem diffuse berperan
sebagai media penyimpan yang paling baik.
Merujuk pada Haryono (2001), adalah
permukaan dari bukit-bukit karst itulah yang
berperan

sebagai


reservoir

utama

air

di

kawasan karst, dan sebaliknya tidak ada zone
untuk

menyimpan

aliran

konduit

karena

geraknya yang sangat cepat dan segera

mengalir ke laut. Dalam istilah ilmu karst,
zone

permukaan

bukit

karst

ini

disebut

sebagai zona epikarst, yaitu lapisan dimana
terdapat konsentrasi air hasil infiltrasi air
hujan.
Sumber: http://geomagz.geologi.esdm.go.id

Klimchouk


(1997)

juga

menambahkan bahwa epikarstic zone atau

[4]

disebut juga sebagai subcutaneous zone ialah zona teratas yang tersingkap dari
batuan karst yang memiliki permeablitas dan porositas karena proses pelebaran
cerah adalah paling tinggi dibanding lapisan-lapisan yang lain , sehingga proses
pelebaran sebagai media penyimpanan yang baik. Zone ini berkontribusi sebagai
penyedia aliran andalan di SBT bahkan pada periode kekeringan yang panjang.
Ketersediaan bukit-bukit karst sebagai penyedia aliran air, saat ini sudah banyak
ditambang warga dalam usaha pertambangan bidang ekonomi. Usaha tambang sudah
banyak tersebar di beberapa titik di kawasan Karst Gunungsewu untuk berbagai
keperluan seperti : bahan eksterior rumah, lantai, dinding, dan bahan material campuran
bangunan.

Penambangan pada bukit karst tua dimana keberadaannya sudah sangat

bermanfaat untuk penyerapan karbon pada sistem pelarutan air membantu mengurangi
sistem pemanasan global. Untuk itu, kawasan karst perlu dijaga dan dilindungi
keberadaannya untuk mengurangi pemanasan meningkat secara global.
Permukaan karst mempunyai banyak

fungsi diantaranya : peresapan air hujan,

menangkap karbon pada pelarutan air, dan mengalirkan air masuk ke dalam sistem
sungai bawah tanah. Faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan masuknya air dalam
sistem sungai bawah tanah ialah : permukaan sistem karst yang apabila sudah mature
akan jauh lebih kompleks atau banyak dan besar lubang salurannya, tipe sistem aliran
air pada rongga-rongga goa, dan penutup lahan.

Batugamping (limestone) yang telah mengalami pelarutan mengalami
bentuk relief yang khas didalam gua. Intensifnya pembentukan relief ini di
daerah Gunungsewu merupakan cukup tinggi karena Indonesia merupakan
negara beriklim tropis. Morfologi karst dan struktur rekahan (diaklas) , yakni jalur
resapan air permukaan yang terbentuk akibat proses-proses geomorfologi sangat
terkait dengan sifat penyusun batu gamping yaitu karbonat (CaCO3). Dalam
proses pelarutannya akan membentuk ornamen-ornamen yang terus terjadi.
Sebagian air yang masuk dari presipitasi akan melalui sistem aliran air, sebagian
akan meresapkan karbondioksida yang dibawanya dan sebagian lagi akan
menguap ke udara. Melalui proses inilah pelarutan batu kapur menjadi lubanglubang masuk air ke dalam sistem gua serta penangkapan karbondioksida untuk
modal kartisifkasi terjadi bersamaan.

BAB III : KESIMPULAN



Kesimpulan

[5]

- Faktor-faktor yang mempengaruhi peresapan air ke dalam sistem
sungai bawah tanah karst adalah : kedewasaan sistem karst, tipe
sistem aliran air, dan enutup lahan.
- Proses pelarutan batuan gamping dan peresapan air kedalam sistem
karst berlangsung beriringan. Sehingga kedua proses fisika-kimia ini
mempengaruhi sistem pemasukkan air ke dalam daerah tangkapan
sungai bawah tanah. Dimana topografi permukaan yang sudah
dewasa menunjukkan sistem karst yang lebih kompleks dengan
lubang peresapan lebih banyak dan sistem saluran lebih kompleks.


Saran
- Berdasarkan berbagai literatur dan penelitian yang telah dilakukan
bahwa sistem karst mempunyai banyak manfaat baik secara
kelilmuwan, lingkungan, maupun ekonomi. Ketersediaan sumberdaya
alam berupa bentuklahan karst merupakan salah satu sumberdaya
yang perlu dijaga dan dilestarikan sebagai anugerah dan kekayaan
untuk generasi kini dan mendatang. Adanya pemanfaatan yang
kurang memperhatikan ketersediaan jangka panjang dinilai kurang
baik dalam segi lingkungan maupun ekonomi. Pengambilan manfaat
dari alam harus mempertimbangkan regenerasi sumberdaya serta
ketersediaan sumberdaya itu sendiri untuk menjaga keseimbangan
alam di kemudian hari. Apabila pemanfaatan yang kurang bijak
dilakukan maka akan menyebabkan kerugian dan penggantian yang
sulit dilakukan.

[6]

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur bagi Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan
anugerah-Nya yang telah diberikan kepada semua ciptaan-Nya. Segala rezeki
dan keberhasilan maupun kelancaran selama penulisan karya ini.
Ucapan syukur dan terima kasih ini juga tidak lupa disampaikan kepada
orang-orang yang telah membantu kelancaran pembuatan karya ini
Pada kesempatan ini, ucapan terima kasih diberikan khusus kepada :
1. Ahmad Cahyasi S.Si., M.Si.,

selaku dosen pengampu mata kuliah

Gohidrologi
2. Indra Agus Riyanto, S.Si. selaku aisten kordinator praktikum
geohidrologi
3. Egha Fitriyani selaku asisten praktikum mata kuliah geohidrologi
4. Mutiara Ayu Hayati selaku asisten praktikum
mata kuliah
geohidrologi
5. Semua orang yang tidak bisa disebutkan secara lengkap.
Karya yang baik dan memuaskan pastilah dikerjakan dengan waktu yang
tidak singkat. Penulis menyadari bahwa hasil karya ini masih memiliki
kekurangan dan perlu diperbaiki serta dikembangkan lebih luas. Oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran untuk pengembangan karya yang
selanjutnya. Semoga hasil karya ini dapat memberikan kontribusi bagi semua
orang yang membutuhkannya.
Terima Kasih.

[7]

DAFTAR PUSTAKA

Sudarmadji, dkk., 2013 . Ekologi Lingkungan Kawasan Karst Indonesia :
Menjaga Asa kelestarian Kawasan Karst Indonesia. Yogyakarta :
Deepublish
Adji , 2010. Kondisi Daerah Tangkapan Sungai Bawah Tanah Karst
Gunungsewu Dan Kemungkinan Dampak Lingkungannya Terhadap
Sumberdaya Air (Hidrologi) Karena Aktivitas Manusia. Jurnal dalam
buku Kumpuan Seri Bunga Rampai - Ekologi Lingkungan
Kawasan Karst Indonesia : Menjaga Asa kelestarian Kawasan
Karst Indonesia. Yogyakarta : Deepublish
Thornbury, W.D. 1958 . Principless of Geomorphology . New York
Villey Sons Inc . ISBN-13 : 9780471861973

: John

Kimchouck, A. 1997. The nature and principal characteristic s of epikarsr,
In : P-Y Jeannin (Editor) 12th International Congress of Speology. La
Chaux-de Fonds. P. 306
Haryono, E. 2001. Nilai Hidrologis Bukit Karst . Makalah pada Seminar
Nasional, Ekohidraulik . 28-29 Maret 2001. Jurusan Teknik Sipil
UGM

[8]

[9]

Dokumen yang terkait

ANALISIS ELASTISITAS TRANSMISI HARGA IKAN LEMURU DI DAERAH PENANGKAPAN IKAN KECAMATAN MUNCAR KABUPATEN BANYUWANGI

23 357 18

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten Jember)

37 330 20

ANALISIS PENGARUH PERSEPSI TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS TERHADAP KINERJA LAYANAN PUBLIK SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI

19 247 18

STRATEGI PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN MALANG KOTA LAYAK ANAK (MAKOLA) MELALUI PENYEDIAAN FASILITAS PENDIDIKAN

73 431 39

KEBIJAKAN BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN DAERAH (BAPEDALDA) KOTA JAMBI DALAM UPAYA PENERTIBAN PEMBUANGAN LIMBAH PABRIK KARET

110 657 2

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

INTENSIFIKASI PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH ( DI KABUPATEN BANYUWANGI

16 118 18

INTENSI ORANG TUA DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN UNTUK MENIKAHKAN ANAK PEREMPUAN DI BAWAH USIA 20 TAHUN DI KECAMATAN PAKEM KABUPATEN BONDOWOSO

10 104 107

PENGARUH MOTIVASI TERHADAP KINERJA PADA BIRO TATA PEMERINTAHAN UMUM SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI LAMPUNG

11 47 138

RECONSTRUCTION PROCESS PLANNING REGULATORY FRAMEWORK IN THE REGIONAL AUTONOMY (STUDY IN THE FORMATION OF REGULATION IN THE REGENCY LAMPUNG MIDDLE ) REKONSTRUKSI PERENCANAAN PERATURAN DAERAH DALAM KERANGKA OTONOMI DAERAH (STUDI PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

0 34 50