Perkembangan HIV AIDS di Indonesia HIV A (1)

Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia

Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas

HIV/AIDS Developments In Indonesia

Andalas
Jl.Perintis Kemerdekaan, Padang, Sumatera
Barat, 25148
Telepon/HP: 0751- 38613

FDY

: dianayeza96.dy@gmail.com

APY

: pitria.adindayusril@gmail.com

ST


: sarahsuray39@gmail.com

Fatma Diana Yeza1, Adinda Pitria Yusril2, Sarah Tsurayya3
1

Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat, 25148

Abstrak

Pendahuluan
HIV berarti Human Immunodeficiency Virus. HIV hanya menular antar manusia. Ada
virus yang serupa yang menyerang hewan, tetapi virus ini tidak dapat menular pada
manusia, dan HIV tidak dapat menular hewan. HIV menyerang sistem kekebalan tubuh,
yaitu sistem yang melindungi tubuh terhadap infeksi. Karena pada tahun-tahun pertama
setelah terinfeksi tidak ada gejala atau tanda infeksi, kebanyakan orang yang terinfeksi HIV
tidak mengetahui bahwa dirinya telah terinfeksi. Segera setelah terinfeksi, beberapa orang
mengalami gejala yang mirip gejala flu selama beberapa minggu. Penyakit ini disebut
sebagai infeksi HIV primer atau akut. Selain itu tidak ada tanda infeksi HIV. Tetapi, virus
tetap ada di tubuh dan dapat menular pada orang lain.(1)
AIDS berarti Acquired Immune Deficiency Syndrome. Mendapatkan infeksi HIV

menyebabkan sistem kekebalan menjadi semakin lemah. Keadaan ini akan membuat orang
mudah diserang oleh beberapa jenis penyakit (sindrom) yang kemungkinan tidak
mempengaruhi orang dengan sistem kekebalan tubuh yang sehat. Penyakit tersebut disebut
sebagai infeksi oportunistik. Infeksi oportunistik termasuk jamur pada mulut, jenis kanker
yang jarang, dan penyakit tertentu pada mata, kulit dan sistem saraf.(1)

HIV merupkan virus yang menyebabkan AIDS. AIS adalah suatu kondisi dimana
limfosit dan sel-sel darah putih mengalami kerusakan sehingga melemahkan sistem
pertahanan alami tubuh.(2)
Penyakit AIDS berkembang secara pandemic, menyerang baik negara maju maupun
negara yang sedang berkembang .Hal ini merupakan tantangan terhadap pelayanan
kesehatan masyarakat dunia dan memerlukan tindakan segera. Penyakit ini pertama kali
ditemukan pada tahun 1981, di Amerika Serikat dan sampai saat ini telah menyerang
sebagian besar negara didunia. Penyakit ini telah menjadi masalah internasional karena
dalam waktu relatif singkat terjadi peningkatan jumlah penderita dan melanda semakin
banyak negara.(3)
Pada Januari 2006, UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah
menyebabkan kematian lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali diakui pada tanggal 5
Juni 1981. Pada tahun 2007, epidemi HIV menunjukkan peningkatan yang sangat tajam,
yaitu terdapat sekitar 11.141 pasien AIDS dan 6.066 orang HIV positif yang dilaporkan.

Jumlah ini diperkirakan hanya 10 persen dari seluruh orang yang terinfeksi HIV di Indonesia.
(4)

Di Indonesia, HIV/AIDS pertama kali ditemukan di Bali pada tahun 1987. Pada tahun
1987, Dr. Zubairi Djoerban melaksanakan penelitian terhadap 30 waria di Jakarta. Karena
rendahnya tingkat limfosit dan gejala klinis, Dr. Zubairi menyatakan dua di antaranya
kemungkinan AIDS. Pada November 1987, Menteri Kesehatan RI, Dr. Soewandjono
Soerjaningrat menyatakan pencegahan AIDS terbaik adalah tidak ikut-ikutan jadi homoseks
dan mencegah turis-turis asing membawa masuk penyakit itu.(5)
Dari pertama kali dilaporkan sampai tahun 2009 tercatat 3.492 orang meninggal
karena HIV/AIDS. Dilaporkan 11.856 kasus baru pada tahun 2008, dan 6.962 orang
diantaranya berusia kurang dari 30 tahun, termasuk 55 bayi di bawah usia 1 tahun. Pada
awalnya cara penularan HIV & AIDS melalui hubungan heteroseksual. Peningkatan jumlah
penasun di Indonesia menyebabkan cara penularan HIV & AIDS mengalami perubahan,
cara penularan HIV/AIDS terbanyak melalui penggunaan jarum suntik bersama di kalangan
para penasun. Beberapa tahun terakhir ini, cara penularan HIV & AIDS terbanyak berubah
lagi menjadi hubungan heteroseksual. Perubahan cara penularan tersebut yang bila tidak
diwaspadai akan menyebabkan makin meningkatnya kasus HIV & AIDS akibat upaya
pencegahan yang kurang tepat.(6)
Jumlah kasus HIV/AIDS di Provinsi Sumatera Barat terus mengalami peningkatan.

Sejak tahun 2007 sampai tahun 2013 terjadi peningkatan kasus baru lebih dari 100 kasus
tiap tahunnya. Pada tahun 2013 telah ditemukan 150 kasus AIDS baru dan 200 kasus HIV
baru. Selanjutnya sampai tahun 2013 tercatat kumulatif kasus AIDS di Sumatera Barat
sebanyak 948 kasus dan kumulatif kasus HIV sebanyak 964 kasus.(7)

Latar belakang kasus HIV/AIDS juga tidak terlepas dari faktor lingkungan, khususnya
lingkungan pergaulan seperti berkumpul dan nongkrong dengan komunitas (kelompok gay
dan lesbi) dianggap salah satu faktor pendorong untuk melakukan seks dengan sesama
jenis. Faktor pengaruh dari tayangan/gambar yang terdapat pada HP atau setelah menonton
video porno juga dianggap sebagai pendorong dalam melakukan perilaku seks bebas.(7)
Menurut Suesen (1989) terdapat 5 -10 ,juta HIV positif yang dalam waktu 5-7 tahun
mendatang diperkirakan 10-30% diantaranya akan menjadi penderita AIDS. Masa inkubasi
penyakit ini yaitu mulai terjadinya infeksi sampai timbulnya gejala penyakit sangat lama
(sampai 5 tahun atau lebih) dan karena infeksi HIV dianggap seumur hidup maka resiko
terjadinya penyakit akan berlanjut selama hidup pengidap virus HIV. Seseorang yang
terserang virus AIDS menjadi membawa virus tersebut selama hidupnya. Orang tersebut
bisa saja tidak demikian gejala sama sekali, namun tetap sebagai sumber penularan kepada
orang lain.(3)
Pada tingkat sekarang pandemi HIV infeksi HIV tanpa gejala jauh lebih banyak
daripada penderita AIDS itu sendiri .Tetapi infeksi HIV itu dapat berkembang lebih lanjut dan

menyebabkan kelainan imonologis yang luas dan gejala klinik yang bervariasi. Menurut
Wibisono (1989) diperkirakan 5 -10 juta pengidap HIV yang belum menunjukkan gejala
apapun tetapi potensial sebagai sumber penularan. AIDS adalah suatu penyakit yang sangat
berbahaya karena mempunyai case fatality rate 100% dalam 5 tahun, artinya dalam waktu 5
tahun setelah diagnosa AIDS di tegakkan maka semua penderita akan meninggal.(3)
Tidak ada seorang pun yang tahu asal HIV, cara kerja yang sesungguhnya atau
bagaimana HIV dapat diberantas dari tubuh seseorang. Di setiap negara, waktu laporan
infeksi HIV pertama muncul, orang menyalahkan kelompok yang sudah terpinggirkan (dan
oleh karena itu pada umumnya lebih mudah diserang infeksi HIV, karena kemiskinan dan
tidak terjangkau oleh layanan dan informasi). Biasanya yang disalahkan adalah orang ‘dari
luar’ atau yang penampilannya atau perilakunya ‘berbeda’. Semua itu membawa masalah
saling menyalahkan dan prasangka. Artinya juga bahwa banyak orang menganggap bahwa
hanya orang dalam kelompok ini berisiko tertular HIV dan bahwa ‘itu tidak mungkin terjadi
pada saya.’ Ketidakpastian mengenai asal usulnya HIV dan siapa yang terpengaruh oleh
HIV juga membuat orang bahkan siap menyangkal bahwa HIV sebetulnya ada di antaranya.
(1)

Disamping itu belum ditemukannya obat/vaksin yang efektif terhadap AIDS telah
menyebabkan timbulnya keresahan dan keprihatinan di seluruh dunia. Masalah yang
demikian besar dan menyeluruh serta merugikan tidak saja pada bidang kesehatan, tetapi

juga di bidang lain misalnya bidang sosial, ekonomi, politik, kebudayaan dan demografi

.Dikatakan pula bahwa epidemi yang terjadi tidak saja mengenai penyakitnya (AIDS) tetapi
juga epidemi virus (HIV) dan epidemi reaksi/dampak negatif di berbagai bidang seperti
tersebut diatas .Hal ini merupakan tantangan yang harus dihadapi baik oleh negara maju
maupun negara berkembang.(3)
Penelitian mengenai AIDS telah dilaksanakan dengan sangat intensif dan informasi
mengenai penyakit ini bertambah dengan cepat. Informasi yang semakin banyak, masalah
yang semakin kompleks dan masih barunya penyakit. AIDS ini sering menimbulkan
kesalahpahaman dan ketakutan yang berlebihan mengenai penyakiti ni. Oleh karenanya kita
harus waspada dan siap untuk menghadapi penyakit ini.(3)
Metode Penulisan
Penulisan karya tulis ini disusun berdasarkan telaah pustaka dari literatur-literatur
yang sesuai dengan topik penulisan. Berdasarkan masalah yang ada pada masyarakat
kemudian dilakukan pencarian dan pengkajian terhadap literatur-literatur yang berkaitan
dengan masalah tersebut. Literatur-literatur yang digunakan merupakan literatur-literatur
yang bersifat primer (jurnal) dan sekunder (internet).
Pembahasan
1.


Gambaran Jumlah Kasus HIV/AIDS di Indonesia
Kasus HIV/AIDS terus berkembang dan meningkat jumlah kasusnya dari tahun ke

tahun sejak pertama kali dilaporkan. Di Indonesia, HIV/AIDS pertama kali ditemukan di Bali
pada tahun 1987. Data tentang jumlah sebenarnya orang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA)
di Indonesia sulit untuk didapat. Seringkali dikemukakan bahwa jumlah penderita yang
berhasil dihimpun atau data yang didapatkan itu hanyalah puncak dari sebuah gunung es
yang sebenarnya di bawahnya menyimpan petaka yang sangat mengerikan.(8)
Perkembangan kasus HIV baru pada tahun 1987 sampai dengan 1998 masih di
bawah 100 kasus. Selanjutnya, pada tahun 1999 kasus HIV terus meningkat menjadi diatas
100 kasus. Peningkatan kasus HIV yang cukup tajam terjadi pada tahun 2000, dimana dari
178 kasus meningkat menjadi 403 kasus. Pada tahun 2000 kasus HIV baru mencapai 732
kasus dan terjadi penurunan pada tahun 2003 dan tahun-tahun berikutnya jumlah kasus
baru yang dilaporkan cenderung meningkat.(8)
Sejak ditemukannya kasus AIDS pertama kali pada tahun 1987 ,perkembagan
jumlah kasus HIV/AIDS yang dilaporkan dari tahun ke tahun secara kumulatif cenderung
meningkat. Sampai dengan tahun 2005 jumlah kasus HIV yang dilaporkan sebanyak 859
kasus. Pada tahun 2006 terjadi peningkatan kasus dimana ditemukan 7.195 kasus baru dan
menurun menjadi 6.048 kasus baru yang dilaporkan pada tahun 2007. Selanjutnya, pada
tahun 2008 terjadi kembali peningkatan kasus baru sebesar 10.362 kasus dan pada tahun


2009 terdapat sekitar 9.793 kasus baru. Pada tahun 2010 terdapat 21.591 kasus baru dan
21.031 kasus baru pada tahun 2011. Dari tahun 2012 sampai tahun 2014 kasus HIV/AIDS
terus mengalami peningkatan dari 21.511 kasus baru, meningkat menjadi 29.037 kasus baru
pada tahun 2013 dan 32.711 kasus baru yang dilaporkan pada tahun 2014. Terjadi
penurunan kasus pada tahun 2015 dimana ditemukan 30.935 kasus baru. Sampai dengan
Maret 2016 telah ditemukannya 7.146 kasus baru. Menurut laporan kasus HIV/AIDS di
Indonesia sampai dengan Maret 2016, yang diterima dari Ditjen PP & PL, virus HIV
diperkirakan telah menginfeksi lebih kurang 198.219 orang di Indonesia.(9, 10)
Meningkatnya kasus HIV baru tiap tahunnya menyebabkan kasus AIDS juga
cenderung terus meningkat secara lambat dari tahun ke tahun. Data yang dilaporkan
menunjukkan bahwa jumlah kasus AIDS baru terus meningkat dari tahun 1996 sampai
dengan tahun 2013. Perkembangan jumlah kasus AIDS sejak ditemukan sampai dengan
tahun 1999 hanya terdapat puluhan kasus AIDS dan terus meningkat menjadi ratusan kasus
dalam kurun waktu 3 tahun yaitu pada tahun 2000 sampai 2003. Peningkatan drastis terjadi
pada tahun 2004 di mana terdapat 1.125 kasus AIDS baru. Sampai dengan tahun 2005
jumlah kasus AIDS yang dilaporkan sebanyak 5.231. Pada tahun 2006 terdapat 3.679 kasus
baru dan selalu meningkat menjadi 1.000 kasus baru tiap tahunnya sampai tahun 2013.
Pada tahun 2014 dan 2015 terdapat penurunan jumlah kasus AIDS baru yang ditemukan
yaitu 7.864 dan 6.373 kasus baru. Data menunjukkan bahwa sampai dengan Maret 2016

jumlah kumulatif kasus AIDS di seluruh wilayah Indonesia yang dilaporkan secara resmi
mencapai 78.292 kasus.(9, 10)
Perkembangan Kasus HIV/AIDS di Indonesia Menurut Provinsi
Dari sisi wilayah, virus HIV telah menyebar hampir ke seluruh wilayah Indonesia. Jika
pada awalnya hanya provinsi-provinsi tertentu saja yang rawan terhadap penyebaran virus
HIV, sekarang hampir seluruh provinsi yang ada di Indonesia terinfeksi oleh HIV/AIDS.
Berdasarkan data yang dilaporkan ke Ditjen PPM dan PL Depkes sampai dengan tahun
2010 kasus HIV/AIDS telah menyebar di 32 provinsi di Indonesia. Hanya satu provinsi yaitu
Sulawesi Barat yang belum melaporkan adanya kasus HIV/AIDS di wilayahnya.(8)
Penyebaran kasus HIV/AIDS di beberapa provinsi di Indonesia mulai terjadi pada
tahun 1995 yaitu kasus HIV/AIDS ditemukan di 9 provinsi yaitu DKI Jakarta, Bali, Irian Jaya,
Jawa Barat, Jawa Timur, Yogyakarta, NTB, Sumatera Utara dan Sumatera Selatan. Pada
tahun 2000 penyebaran HIV/AIDS meluas dan ditemukan di 16 provinsi. Persebaran
HIV/AIDS pada akhir tahun 2003 ditemukan di 25 provinsi dan 32 provinsi pada tahun 2006.
Pada tahun 2012 terdapat 33 provinsi yang telah melaporkan adanya kasus HIV/AIDS di
wilayahnya.(11, 12)

Dalam waktu tiap 25 menit di Indonesia, terdapat satu orang baru terinfeksi HIV.
Provinsi Papua, Papua Barat, dan Bali menduduki posisi teratas untuk tingkat kasus HIV
baru per 100.000 orang, dengan Jakarta memiliki jumlah kasus baru tertinggi pada tahun

2011. Dengan populasi hanya1,5 persen dari penduduk Indonesia, Tanah Papua di tahun
2011 berkontribusi terhadap lebih dari 15 persen dari semua kasus HIV baru di Indonesia.
Papua memiliki angka kasus hampir 15 kali lebih tinggi dari rata-rata nasional. Prevalensi
HIV pada penduduk asli Papua lebih tinggi (2,8 persen) dari prevalensi penduduk nonpribumi (1,5 persen) dan lebih tinggi pada laki-laki (2,9 persen) dibandingkan pada
perempuan (1,9 persen).(12, 13)
Dari data yang dilaporkan sampai dengan tahun 2016 jumlah infeksi HIV tertinggi
yaitu Provinsi DKI Jakarta, diikuti Jawa Timur, Papua, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.
Jumlah AIDS terbanyak dilaporkan dari Jawa Timur, Papua, DKI Jakarta, Bali, Jawa Tengah,
Jawa Barat, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, dan NTT.(9)
Perkembangan Kasus HIV/AIDS di Indonesia Menurut Jenis Kelamin
Secara umum data jumlah kasus HIV/AIDS yang dilaporkan dari tahun 1987 sampai
dengan tahun 2016 cenderung lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan. Data
menunjukkan bahwa proporsi kasus AIDS pada laki-laki mencapai 55% dan perempuan
sekitar 31%.(9)
Jumlah kasus HIV/AIDS

lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan

disebabkan karena berbagai faktor, diantaranya adalah jumlah Injecting Drug Users (IDUs)
atau pengguna narkoba suntik (penasun) yang merupakan salah satu faktor penting dalam

penularan HIV & AIDS didominasi oleh laki-laki daripada perempuan, selain itu adanya
perilaku seksual sesama laki-laki (homoseksual/lelaki seks dengan lelaki /LSL) juga
berperan dalam penularan HIV & AIDS pada laki-laki. Pembangunan fisik yang dilakukan di
daerah urban dan lapangan kerja sempit di daerah pedesaan menyebabkan arus urbanisasi
ke kota besar di Indonesia meningkat setiap tahun. Pekerja di daerah industri dan proyek
pembangunan fisik didominasi oleh laki-laki. Dominasi dari satu jenis kelamin di setiap jalur
urbanisasi menunjukkan bahwa para pendatang tersebut hidup jauh dari keluarga (istrinya)
dan berpotensi untuk berperilaku risiko tinggi. Hal ini juga dibuktikan dengan penderita
HIV/AIDS lebih banyak di daerah perkotaan daripada pedesaan.(6)
Perkembangan Kasus HIV/AIDS di Indonesia Menurut Faktor Risiko
Kasus HIV/AIDS pada awalnya hanya ditemukan pada kelompok homoseksual, tapi
sekarang telah menyebar ke semua orang tanpa kecuali. Pada tahun 2004-2007, distribusi
kasus AIDS terbanyak di Indonesia ditemukan pada kelompok pengguna narkoba yang
memakai jarum suntik (Penasun). Dari sekitar 12686 kasus AIDS, 49% di antaranya adalah

pengguna jarurn suntik secara bergantian dan tidak steril. Dalam perkembangannya, kasus
AIDS pada para pengguna jarum suntik meningkat sangat pesat. Kasus AIDS pada
kelompok pengguna jarum suntik ini terutama terjadi pada kelompok penduduk usia remaja.
Indikasinya adalah pada kurun waktu yang sama terjadi pula peningkatan jumlah kasus
AIDS pada kelompok umur muda yaitu umur 20-29 tahun.(8)
Pada tahun 2006 penularan terbanyak melalui penggunaan jarum suntik bersama di
kalangan penasun sebesar 59%, dan penularan melalui heteroseksual sebesar 41%.
Kemudian beberapa tahun berikutnya, tepatnya pada tahun 2010, cara penularan HIV/AIDS
terbanyak adalah melalui hubungan heteroseksual (52,7%), penasun (38,3%), lelaki seks
lelaki (3,0%), dan perinatal (2,6%).(6)
Seiring dengan peningkatan jumlah kasus AIDS pada pengguna jarum suntik, dalam
periode yang sama terjadi pula peningkatan kasus AIDS pada kelompok heteroseksual.
Pada tahun 2004 kasus AIDS pada kelompok heteroseksual terdapat sekitar l000 kasus dan
meningkat menjadi sekitar 7730 kasus pada tahun 2008. Pada beberapa tahun terakhir
kasus AIDS paling banyak terjadi pada kelompok heteroseksual, dan kemudian diikuti oleh
pengguna narkoba injeksi (IDU). Sampai dengan tahun 2016 faktor risiko penularan
terbanyak melalui heteroseksual (66,7%), penasun (11,3%), diikuti homoseksual (2,9%) dan
penularan melalui perinatal (2,8%).(9)
Pola penularan HIV & AIDS di Indonesia yang mengalami perubahan dari
heteroseksual bergeser melalui penasun/IDU dan kemudian bergeser ke heteroseksual lagi
terjadi karena makin tingginya kesadaran penasun untuk tidak menggunakan jarum suntik
secara bersama-sama, namun harus diwaspadai adanya penularan ke populasi risiko
rendah dan meningkatnya kasus IMS karena penularan melalui heteroseksual semakin
meningkat.(6)
Perkembangan Kasus HIV/AIDS di Indonesia Menurut Kelompok Umur
Selain itu, karakteristik orang yang terinfeksi HIV telah menyebar di seluruh
kelompok umur. Jika pada awalnya virus HIV hanya menginfeksi kelompok umur di atas 30
tahun, tetapi saat ini sudah ada bayi-bayi yang terinfeksi. Kementerian Kesehatan telah
memproyeksikan peningkatan infeksi pada anak-anak, seiring dengan meningkatnya infeksi
HIV baru pada perempuan. Temuan awal studi terakhir yang dilakukan oleh UNICEF dan
Komisi Penanggulangan AIDS Nasional menunjukkan kesulitan yang dihadapi oleh
anakanak yang terkena dampak dan terinfeksi HIV/AIDS. Akses mereka ke pelayanan
pendidikan dan kesehatan mengalami keterbatasan karena diskriminasi, kesulitan keuangan
keluarga karena penyakit, kesehatan anak yang buruk dan kebutuhan untuk merawat orang
tua yang sakit.(13)

Pada tahun 2008, Kasus AIDS di Indonesia ditemukan di semua kelompok umur.
Penderita AIDS terbesar berasal dari kelompok umur 20-29 tahun dengan jumlah kasus
mencapai 6782 kasus atau sekitar 53,5% dari jumlah kasus AIDS yang dilaporkan.(8)
Sampai dengan tahun 2016, persentase kumulatif kasus AIDS tertinggi yaitu pada
kelompok umur 20-29 tahun (31,5%), kemudian diikuti kelompok umur 30-39 tahun (29,6%),
40-49 tahun (12%), 50-59 tahun (4,1%), dan 15-19 tahun (2,8%).(9)
Perkembangan Kasus HIV/AIDS di Indonesia Menurut Jenis Pekerjaan
Data yang ada menunjukkan bahwa HIV/AIDS telah menginfeksi ibu rumah tangga,
wiraswasta, karyawan, bahkan pada anak-anak atau bayi yang dikandun ibu pengidap HIV.
Sampai dengan tahun 2016 jumlah AIDS tertinggi adalah pada ibu rumah tangga (10.691),
diikuti

tenaga

non-profesional/karyawan

(9.656),

wiraswasta

(9.512),

petani/peternak/nelayan (3.685), buruh kasar (3.202), penjaja seks (2.581), pegawai negeri
sipil (1.826), dan anak sekolah/mahasiswa (1.776).(9)
Padatnya penduduk dan kemiskinan di daerah perkotaan serta kebutuhan ekonomi
yang makin meningkat menyebabkan banyak perempuan turut mencari nafkah terutama
menjadi pekerja seks komersial karena tidak membutuhkan keterampilan dan uangnya
mudah diperoleh. Prevalensi HIV/AIDS di daerah perkotaan lebih tinggi dibandingkan
daerah pedesaan. Di Indonesia pada 31 Desember tahun 2007 jumlah penderita HIV/AIDS
11.141 kasus per 100.000 penduduk, angka kejadian HIV/AIDS sebanyak 4,91 kasus per
100.000 penduduk. Jawa Barat memiliki jumlah kasus HIV/AIDS 1.675 kasus per 100.000
penduduk, case rate sebanyak 4,28 kasus per 100.000 penduduk.(14)
2.

Penyebab perkembangan kasus HIV dan AIDS di Indonesia
Menurut data statistik dan hasil pemodelan matematik menunjukkan bahwa jalur

utama penularan HIV di Indonesia sekarang ini dan kedepan adalah melalui transeksual.
Dengan adanya peningkatan akses sarana tranpostasi dan komunikasi mengakibatkan
kemudahan bagi masyarakat untuk melakukan mobilisasi. Mobilisasi sangat berdampak
terhadap penyebaran HIV/AIDS di mana kehidupan di desa selalu kental dengan nilai moral
dan agama. Para pendatang lebih cenderung terlihat dalam kegiatan – kegiatan seksual
yang dapat meningkatkan risiko terjangkit HIV dan akhirnya berujung pada AIDS.(15)
Maraknya penggunaan narkoba
Seperti diketahui bahwa penggunaan narkotik dan obat terlarang di Indonesia
semakin meningkat setiap tahunnya. Merebaknya kasus narkotik dan obat membuat
ledakan HIV/AIDS di Indonesia mulai terjadi.

Berbagai

kenyataan

di

lapangan

menunjukkan,

30 - 50%

pecandu

narkotik bisa terinfeksi HIV/AIDS

(Kompas,

30

Nopember 1999). Walaupun pengaruh narkoba terhadap penularan HIV/AIDS bersifat tak
langsung, namun dampaknya cukup luas dirasakan dalam masyarakat.

Selama

pengedaran narkoba masih tetap berlangsung, makajumlah penduduk yang terinfeksi HIV
akan semakin meningkat.(8)
Estimasi yang menggambarkan besamya jwnlah penderita HIV/AIDS di Indonesia
kiranya tidak terlampau berlebihanjika dikaitkan dengan maraknya pemakaian narkoba
terutama melalui jarum suntik yang tidak steril dikalangan penduduk Indonesia.

Jika

sebelumnya kalangan yang mempunyai resiko tinggi terhadap HIV/AIDS adalah melalui
hubungan

seksual,

(heteroseksual},

terutama

maka saat ini

bagi

mereka

yang

sering

ganti-ganti

pasangan

entitas pengguna Napza suntik (penasun) jumlahnya

semakin meningkat. Mengingat besamya potensi penduduk Indonesia yang menggunakan
narkoba, maka tidaklah mengherankan jika ada prediksi yang suram yang mengatakan
bahwa Indonesia akan kehilangan generasi mudanya sebagai akibat pemakaian obat
terlarang tersebut.(8)
Seperti diketahui bahwa penularan HIV pada mereka yang memakai narkoba
tersebut lebih banyak ditularkan melalui jarum suntik tidak steril daripada hubungan seksual.
Pemakaian jarum suntik bagi junkies merupakan tindakan yang sangat berbahaya
apalagi dipakai tidak steril dan berganti-ganti. Jarum suntik tersebut merupakan agen
penularan penyakit HIV/AIDS, hepatitis dan berbagai penyakit lainnya. Padahal bagi
pecandu narkoba jika sedang ketagihan mereka tidak lagi berpikir, apakah alat suntik
mereka steril atau tidak.(8)
Maraknya Pekerja Seks Komersial anak baru gede (ABG)
Merebaknya gaya hidup remaja putri (ABG) yang melakukan hubungan seks
pranikah seperti yang sering diberitakan di media massa merupakan fenomena yang cukup
memprihatinkan. Seperti yang pemah dimuat oleh harian Republika (25 April 1999), bahwa
di Purwakarta terdapat sekelompok remaja putri dari sekolah menengah yang menjadi
pelayan seks, dengan motif tidak hanya sekedar mencari uang tetapi juga untuk mengikuti
tren dan pemuas libido. Maraknya anak remaja yang menjadi pelacur ditemukan di
Surabaya (Rustamaji, 1999: Ill). Padahal, penelitian Suryadi (1998) menunjukkan bahwa
penyakit menular seksual (PMS) di kalangan pekerja seksual komersial (PSK) cukup tinggi.
Munculnya fenomena pelacur usia muda ini dapat memberikan penjelasan mengenai
adanya kasus HIV/AIDS di kalangan anak usia 15-19 tahun.(8)
Selain resiko tertular HIV/AIDS melalui hubungan seksual, para ABG ini juga sangat
rentan terhadap penularan HIV/AIDS melalui jarum suntik. Perilaku dan gaya hidup ABG ini
dekat sekali dengan penggunaan obat-obatan terlarang (napza) seperti ineks, sabu-sabu,

putaw, ganja dan ekstasi. Kalau mereka lagi ketagihan umumnya mereka melakukan pesta
bersama-sama
Penggunaan

teman-temannya,
jarum

suntik

dalam

bahkan

kadang-kadang

mengkonsumsi

dengan

obat-obatan

si

terlarang

pelanggan.
ini

yang

dikhawatirkan akan cepat membawa mereka untuk mendapatkan HIV/AIDS. Fenomena ini
tidak menutup kemungkinan bagi mereka untuk terpapar HIV/AIDS dan nampaknya hal ini
akan menambah deretan jumlah perempuan terinfeksi HIV/AIDS.(8)
Fenomena kehidupan homoseksual dan biseksual serta transgender (waria)
Perilaku seksual kelompok homo cenderung rentan untuk terpapar virus HIV/AIDS
karena hubungan seks mereka biasanya dilakukan melalui dubur.

Hubungan seksual

melalui dubur lebih beresiko terjadi luka kecil karena penetrasi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa hubungan seksual melalui dubur berpotensi mengakibatkan luka 10
kali lipat lebih besar dibandingkan dengan hubungan seks antara pria-wanita. Gesekan yang
terjadi di anus akan cepat melecetkan epitelnya, sebab tipis dan tidak elastis. (16) Luka pada
anus tersebut sangat memudahkan untuk terjadinya penularan HIV/AIDS. Penelitian yang
dilakukan oleh Yayasan Citra Usadha Bali menunjukkan bahwa pada tahun 1995, dari
sejumlah homoseksual dan biseksual dalam program jangkauan (outreach), 10,9% di
antaranya terkena virus HIV/AIDS.(17)
Pada tahun 2011, populasi gay, transgender (waria) dan laki – laki yang orientasi
seksualnya dengan laki – laki termasuk kepada populasi dari waria dengan prevalensi 22 %
dan gay dengan prevalensi 8,5 %. Dan kasus ini meningkat dari tahun sebelumnya. Pada
tahun 2009, STBP menyatakan bahwa prevalensi HIV pada waria di Indonesia ialah 18,96
%.(18)
Penyebab seseorang menjadi homoseks (suatu kondisi ketika sesorang memiliki
ketertarikan erotik seksual terhadap jenis kelamin yang sama) dan transvestitism (homoseks
yang menikmati penampilan sosial dengan menggunakan atribut kewanitaan seperti pada
waria) disebabkan oleh pola asuh keluarga yang sangat menginginkan anak peremupuan
sehingga mendadani anak laki – lakinya seperti mendadani anak perempuan (Sadarjoen,
2005)
Pola asuh orang tua dalam mendidik anak juga sangat berpengaruh dalam tumbuh
kembang si anak. Jika pola asuh orang tua koersif (keras atau otoriter) kepada anak, akan
membuat anak di masa mendatang menjadi sosok yang tidak dapat mengontrol diri
sehingga dapat memicu timbulnya ketidakpercayaan diri terhadap diri mereka.
Risiko dari HIV/AIDS pada MSM (Men who have Sex with Men) sangatlah tinggi.
Karena disaat mereka berhubungan seks dengan laki – laki maka mereka juga akan
berhubungan seks dengan wanita. Tetapi, tidak semua dari mereka adalah pekerja seks

komersial. Jarangnya penggunaan kondom pada saat berhubungan seks anal dan vaginal
dan tingginya mobilitas dari aktifitas seks.(18)
Komunitas waria biasanya berhubungan seks anal dengan pasangan reguler
mereka. Berdasarkan data IBBS tahun 2011, pasangan reguler dari komunitas waria jarang
menggunakan kondom pada saat berhubungan seks di mana kurang dari 50 %. Hal itu
dikarenakan adanya rasa nyaman dan percaya yang ada pada mereka. Dan mereka juga
percaya bahwa menggunakan kondom dapat menurunkan “kenikmatan” pada saat
berhubungan seks.(18)
Mobilitas Penduduk
Letak geografis Indonesia yang strategis baik untuk perdagangan

maupun

pariwisata, merupakan penduduk yang terinfeksi HIV/AIDS. Indonesia semakin menarik
tidak hanya bagi wisatawan asing (mancanegara), melainkanjuga merangsang terjadinya
transaksi-transaksi obat bius (narkotik) yang sifatnya berskala intemasional. Dalam kasuskasus tertentu, meningkatnya wisatawan atau pekerja asing yang masuk ke Indonesia
telah mengakibatkan penduduk sangat rentan terhadap infeksi HIV/AIDS. Sebagai contoh
bisa disebutkan bahwa banyaknya nelayan-nelayan Thailand yang berlabuh di Merauke,
Papua telah mengakibatkan banyak diantara pekerja seksual didaerah tersebut yang
terjangkit HIV/AIDS.(8)
Perpindahan penduduk jangka pendek (short term movements), seperti turisme,
pelaut yang tinggal beberapa saat di pelabuhan, kunjungan ke daerah lain untuk
kepentingan bisnis dan sebagainya juga merupakan faktor penting dalam terjadinya sexual
networking. Dengan pergerakan penduduk yang bersifat sirkuler ini, maka tidak tertutup
kemungkinan bagi seseorang untuk punya hubungan seks dengan pasangan sementara
(casual partner) di tempat lain. Kondisi demikian tentu saja merupakan faktor penting dalam
peningkatan kasus PMS termasuk infeksi HIV/AIDS di masyarakat.(8)
Zaman modernisasi yang terus berkembang pesat, revolusi mobilitas penduduk pun
berubah. Mobilisasi sangat berdampak terhadap penyebaran HIV/AIDS di mana kehidupan
di desa selalu kental dengan nilai moral dan agama. Sehingga norma – norma yang
mengatur pergaulan antara laki – laki dan perempuan sangat dijaga.(15)
Bagi pihak perempuan kebanyakan tidak memiliki bekal pendidikan yang rendah
serta pengalaman yang kurang ketika hidup di kota. Kehidupan di kota menyebabkan
mereka terpaksa mengikuti gaya hidup orang di kota, yang membutuhkan biaya tinggi
sedangkan pekerjaan mereka hanya sebagai buruh pabrik. Sehingga mereka dihadapkan
dengan “survival sex”. Hal ini diikuti dengan permasalahan sulitnya pembinaan layanan
kesehatan dan upaya komunikasi perubahan perilaku PSK.(15)

Dampak dari banyaknya lokalisasi ilegal, tidak adanya kontrol dari keluarga terdekat
yang memungkinkan orang untuk melakukan transaksi seksual dengan perempuan pekerja
seks.(15)
3.

Upaya pencegahan penyebaran HIV dan AIDS
Program untuk memutus mata rantai penyebaran HIV/AIDS perlu memperhatikan

jenis intervensi. Program penyuluhan yang berkaitan dengan upaya peningkatan
pengetahuan dan kesadaran akan perilaku seksual yang positip perlu diikuti dengan upaya
peningkatan akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi yang antara lain mencakup
pelayanan KB dan penanggulangan PMS. Hal ini perlu ditekankan pada kelompok remaja
karena di satu sisi kelompok remaja ini rentan dalam penularan penyakit, namun di sisi lain
pelayanan bagi kelompok ini kurang terstruktur karena pelayanan kesehatan yang berkaitan
dengan kegiatan seksual reproduksi umumnya ditujukan bagi kelompok orang dewasa
dan

sudah menikah.

Sikap prejudice terhadap remaja yang mencari

pertolongan

kesehatan reproduksi di fasilitas pelayanan kesehatan umum perlu diluruskan agar remaja
ini tidak canggung dan malu untuk datang berkonsultasi atau berobat. Bila hal ini dilakukan
maka perlu kesiapan dari aparat pelayanan kesehatan guna memberikan pelayanan yang
baik bagi kelompok remaja.(8, 19)
Sosialisasi
pencegahan

penularan

HIV/AIDS

melalui

formula

'ABCD'

(Abstinence, Befaithful, use Condom, and no Drug use) perlu dimulai dari keluarga
sebagai

unit

Koordinator

yang
Bidang

terkecil

dalam

Kesejahteraan

masyarakat.
Rakyat

dan

Di

samping

itu, ajakan Menteri

Pengentasan Kemiskinan untuk

mencegah HIV/AIDS, kecanduan narkotik dan nasional dengan memadukan

seluruh

potensi masyarakat dapat segera dilakukan sebagai upaya pencegahan secara intensif.
(8, 20)

Kurangnya pengetahuan tentang penggunaan kondom pada saat berhubungan seks

sehingga tidak pernah menanyakan pasangan mereka untuk menggunakan kondom dan
tidak membawa persiapan kondom sebelum berhubungan seks. Kurangnya perhatian
mereka terhadap penggunaan kondom pada saat berhubungan seks sehingga indikasi
penyebaran HIV/AIDS sangat mudah tersebar informasinya.(18, 20)
Berdasarkan faktor risiko penularan, kasus HIV pada ibu rumah tangga menduduki
peringkat kedua. HIV/AIDS merupakan penyebab utama kematian perempuan usia
reproduksi. Infeksi HIV pada ibu hamil dapat mengancam kehidupan ibu serta ibu dapat
menularkan virus kepada bayinya. Lebih dari 90 % kasus anak terinfeksi HIV, ditularkan
melalui proses penularan dari ibu ke anak atau mother to child HIV transmission (MTCT).
Tahun 2012, sekitar 260.000 anak diseluruh dunia terinfeksi HIV.(21)
Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia harus bersinergi dengan pemberantasan
penggunaan narkoba.

Hal ini mengingat penggunaan narkoba, terutama melalui jarum

suntik merupakan media utama bagi penduduk untuk ketularan HIV/AIDS. Oleh karena itu,
untuk memberantas penggunaan narkoba tersebut diperlukan bebagai pendekatan yang
konprehensifmulai dari tingkat keluarga, sekolah dan masyarakat. Penyebaran informasi
melalui berbagai macam penyuluhan kiranya perlu dilakukan secara aktif, terutama untuk
meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat Indonesia dalam penanggulangan dan
pencegahan HIV/AIDS, baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Hal ini
kiranya perlu juga didukung dengan komitmen (political will) dari pemerintah untuk
memberantas secara sungguh-sungguh pengedaran narkoba di Indonesia. Kesungguhan
tersebut tentunya akan berdampak terhadap penurunan jumlah penderita HIV/AIDS di tanah
air.(4, 8)
Kesimpulan
Penanganan HIV/AIDS memerlukan perhatian yang serius dari berbagai pihak. Hal
ini terutama karena penyakit ini mengakibatkan penurunan daya tahan tubuh yang akhirnya
dapat menurunkan kualitas hidup dan produktifitas bangsa.
Kompleksnya masalah HIV/AIDS sehingga tidak mungkin hanya dibebankan kepada
salah satu institusi, termasuk institusi pemerintah. Oleh sebab itu, fenomena HIV/AIDS
tersebut harus menjadi perhatian dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penanggulangan
HIV/AIDS harus dilaksanakan secara komprehensif atau terintegrasi, termasuk dengan
melibatkan tokoh masyarakat dan tokoh agama serta organisasi sosial lokal.
Dengan struktur penduduk Indonesia yang mengarah pada usia muda berarti
proporsi penduduk kelompok seksual aktif juga besar. Bila penduduk usia muda tersebut
termasuk dalam kelompok berperilaku risiko tinggi terhadap penularan terhadap penularan
HIV/AIDS, maka hal tersebut akan mengancam kehidupan sosial ekonomi penduduk
Indonesia. Apalagi mengingat kecenderungan akhir – akhir ini yang menunjukkan bahwa
penduduk kelompok usia muda merupakan kelompok yang paling berisiko untuk menularkan
dan tertular infeksi HIV/AIDS.
Mengingat bahwa epidemi HIV terus meningkat maka diperlukan kepedulian dari
semua pihak yang terkait dengan program

penanggulangan

HIV-AIDS

untuk secara

proaktif terlibat dalam komunikasi, penyebaran informasi maupun melakukan edukasi
kepada masyarakat khususnya kelompok risiko tinggi. Dengan semakin meningkatnya
kasus AIDS pada penduduk usia muda, penyebaran informasi untuk meningkatkan public
awareness mengenai adanya bahaya HIV-AIDS nampaknya tidak dapat ditunda lagi.
Selama ini kelompok usia muda tersebut masih kurang mendapatkan perhatian dari pihakpihak yang peduli terhadap penanggulangan HIV AIDS. Hal ini antara lain disebabkan
persepsi orang bahwa kelompok usia muda relatif masih 'aman' hila dibandingkan dengan
pekerja seks. Persepsi demikian tidak selamanya benar karena dari studi kualitatif yang

telah dilakukan ternyata kelompok usia muda/anak gede (ABG) ini telah terlibat dalam
jaringan seksual multi-partner.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.

Yayasan Spiritia. Dasar HIV & AIDS Jakarta: Yayasan Spiritia; 2009 [updated 7 Januari
2009; cited 2016 10 Desember]. Available from: spiritia.or.id/art/bacaart.php?
artno=1001.
Kalalo JGK, Tjitrosantoso HM, Goenawi LR. Studi Penatalaksanaan Terapi Pada
Penderita HIV/AIDS di Klinik VCT Rumah Sakit Kota Manado. Jurnal Universitas
Samratulangi. 2012.
Siregar FA. AIDS dan Upaya Penanggulangannya di Indonesia. Jurnal Universitas
Sumatera Utara. 2004.
Sudikno, Simanungkalil B, Siswanto. Pengetahuan HIV dan AIDS Pada Remaja di
Indonesia. Jurnal Kesehatan Reproduksi. 2011;1(3):145-54.
Yayasan Spiritia. Sejarah AIDS Jakarta: Yayasan Spiritia; 2008 [updated 9 Mei 2008;
cited 2016 10 Desember]. Available from: spiritia.or.id/art/bacaart.php?artno=1030.
Astindari, Lumintang H. Cara Penularan HIV & AIDS di Unit Perawatan Intermediate
Penyakit Infeksi (UPIPI) RSUD Dr.Soetomo Surabaya. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit
dan Kelamin. 2014;26(1):36-40.
Media Y. Pengembangan Strategi Dalam Upaya Penanggulangan HIV/AIDS Melalui
Pendekatan Sosial Budaya di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat. Jurnal Ekologi
Kesehatan. 2016;15(1):1-14.
Purwaningsih SS. Perkembangan HIV dan AIDS di Indonesia : Tinjauan Sosio
Demografis. Jurnal Kependudukan Indonesia. 2008;III(2).
Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. Laporan Bulanan HIV/AIDS sampai
dengan Maret 2016. Jakarta: Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan
Penyehatan Lingkungan; 2016.
Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. Perkembangan Pengendalian HIV-AIDS di
Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan
Penyehatan Lingkungan; 2014.
Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. Laporan Bulanan HIV/AIDS sampai
dengan akhir bulan Desember 2014. Jakarta: Direktorat Jenderal Pemberantasan
Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan; 2012.
Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. Situasi dan Analisis HIV-AIDS. Jakarta:
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI; 2014.
UNICEF Indonesia. Respon Terhadap HIV & AIDS. Jakarta: UNICEF Indonesia; 2012.
Nurachmah E, Mustikasari. Faktor Pencegahan HIV/AIDS Akibat Perilaku Berisiko
Tertular Pada Siswa SLTP. Makara Kesehatan. 2009;13(2):63-8.
Rokhmah D. Implikasi Mobilitas Penduduk dan Gaya Hidup Seksual Terhadap
Penularan HIV/AIDS. KEMAS. 2014;9(2):183-90.
MATRA. AIDS Pasca 2000. Maret 1995.
Rustamaji NA. Membidik AIDS : Ikhtiar Memahami HIV dan ODHA (Editor).
Yogyakarta: Galang Press bekerja sama dengan Yayasan Memajukan ilmu Penyakit
Dalam; 1998.
Azinar M, Mahardining AB. The Sexual Behavior Of Male Sexual Partner Of
Tranvestite In The Prevention Efforts Of HIV/AIDS Transmission. KEMAS.
2016;12(1):25-33.

19.
20.
21.

Isni K. Dukungan Keluarga, Dukungan Petugas Kesehatan, dan Perilaku Ibu HIV
Dalam Pencegahan Penularan HIV/AIDS ke Bayi. KEMAS. 2016;11(2):96-104.
Azam M, Fibriana AI, Azinar M. Model Integrasi Pendidik Komunitas dan Sistem Poin
"RP" (Reward-Punishment) Untuk Pencapaian Condom Use 100% di Lokalisasi.
KEMAS. 2014;10(1):25-32.
Octavianty L, Rahayu A, Rahman F, Rosadi D. Pengetahuan, Sikap dan Pencegahan
HIV/AIDS Pada Ibu Rumah Tangga. KEMAS. 2015;11(1):53-8.