Makalah Eksploitasi perempuan dalam ekon

ARTIKEL JURNAL
EKSPLOITASI PEREMPUAN DALAM EKONOMI GLOBAL

OLEH
MUSTAQIM AKRAM

HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
CABANG MAKASSAR TIMUR
2015

ABSTRAK
This study aims to see how the exploitation has happened toward women by or using the
media in this XXI century, which all of them are being controlled by the capitalist and its
correlation to the second sila (principle) of Pancasila. This study is trying to analyze by observing
the figure of “cewek kece” as an ideal women figure of XXI century in television.
The result of analyzing has proved that exploitation toward women by or using media has
actually happened, especially through television in the form of commodification of “cewek kece”,
symbolic viciousness, and it has shown by the pressure toward women to have slim body. If we
connect the result of analyzing to the second sila of Pancasila, in fact, it shows that there is an
unsuitable construction with the values and ethics of Pancasila as a basic personality of our nation.
Keyword : “Cewek Kece”, Exploitation, Commodification, The second sila of Pancasila

PENDAHULUAN
Di abad 21 ini, telah terjadi eksploitasi besar-besaran kepada perempuan yang tidak
tersadari. Dengan topeng sebagai model iklan, covergirl, bintang film dan lain sebagainya,
perempuan dituntut untuk tampil semaksimal mungkin sesuai keinginan para elit bisnis. Selain itu
di kalangan masyarakat biasa yang mencerna topeng-topeng tersebut melalui media, juga tertuntut
untuk tampil sesempurna topeng yang dibuat elit bisnis, karena topeng-topeng itu telah menjadi
patokan standar untuk menjadi perempuan.
Bukan lagi kulit putih, rambut lurus, dan mata besar, tetapi lebih ke penglobalisasian
tampang perempuan, atau percampuran ke-barat-baratan dan ketimur-timuran, sudah menjadi
patokan perempuan disebut cantik oleh masyarakat umum. Desain Amerikanisasi atau Koreanisasi
juga telah menjadi tren busana yang wajib digunakan untuk memperlihatkan keindahan perempuan
itu sendiri. Sebegitu banyak tuntutan perempuan di zaman ini, sehingga membuat perempuan
seakan-akan harus memperhatikan ujung kuku tanganya hingga ujung kuku kakinya.
Sekarang bila kita melihat televisi, tanpa adanya perhatian yang khususpun kita bisa melihat
suatu fenomena. Fenomena itu adalah banyaknya iklan dengan gencar menampilkan model
perempuan sebagai ikon produk yang dipasarkan. Perempuan yang menjadi ikon itupun bukanlah
sembarang perempuan, tetapi perempuan yang dalam pandangan masyarakat pada umumnya
disebut “cewek kece.” Sebutan itu digunakan untuk menyebut perempuan-perempuan yang masuk
dalam kategori ideal, cantik dan feminim yang dicitrakan oleh para elit bisnis.
Perkembangan jaman telah menimbulkan berbagai pergeseran nilai terutama nilai-nilai

moral.Penonjolan bentuk fisik perempuan tidak hanya tampil di media tapi juga sudah keluar di
rana sosial. Kemiskinan dan kurangnya perhatian dari pemerintah dalam suatu negara telah
mendorong jutaan kaum perempuan terjebak dalam pekerjaan yang eksploitatif. Salah satunya
membuat sekian banyak perempuan menempuh perjalanan hidup meninggalkan keluarganya
menjadi pekerja migran yang rentan perlakuan tak manusiawi. Perempuan diperas fisik, harta dan
kemolekan tubuhnya demi keuntungan segelintir pemilik modal. Kondisi perempuan dalam sistem
kapitalisme saat ini boleh dibilang sangat miris, sistem ini telah melahirkan massal dan derita
kemiskinan yang melanda jutaan perempuan di seluruh dunia tak terkecuali terlebih lagi di
indonesia. Sistem ini memaksa kaum perempuan untuk mencari pekerjaan sebagai buruh migran,
buruh pabrik, buruh tani, pedagang kecil serta kerap terpaksa bekerja dalam kondisi yang mirip
perbudakan untuk bertahan hidup demi sesuap nasi.

Rumusan Masalah
Adapun masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah mengenai dampak dari
perekonomian global khususnya di Indonesia dan eksploitasi perempuan dalam ekonomian global
penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
a. Apa saja dampak dari eksploitasi perempuan dalam ekonomi global?
b. Bagaimana dampak eksploitasi perempuan dalam ekonomi global di Indonesia?
c. Bagaimana langkah yang ditempuh pemerintah untuk mengatasi eksploitasi perempuan dalam
ekonomi global?


TUJUAN
Tujuan makalah ini untuk kelengkapan berkas LK II HMI Cabang Yogyakarta. Tujuan Khusus dari
makalah ini untuk mengetahui bagaimana eksploitasi perempuan dalam ekonomi global.
PEMBAHASAN
Derita Perempuan Akibat Perdagangan Bebas
Kemiskinan dan eksploitasi tengah menjadi pekerjaan sentral di hampir seluruh penjuru
dunia. Problem kemiskinan menjadi penyebab munculnya sejumlah problem sosial kemasyarakatan.
Kemiskinan telah mendorong jutaan kaum perempuan terjebak dalam pekerjaan yang eksploitatif.
Salah satunya membuat sekian banyak perempuan menempuh perjalanan ribuan mil dan
meninggalkan keluarganya menjadi pekerja migran yang rentan perlakuan tak manusiawi.
Perempuan diperas fisik, harta dan kemolekan tubuhnya demi keuntungan segelintir pemilik modal.
Kondisi perempuan dalam sistem kapitalisme saat ini boleh dibilang sangat miris, sistem ini telah
melahirkan kesenjangan massal dan derita kemiskinan yang melanda jutaan perempuan di seluruh
dunia tak terkecuali di Indonesia. Sistem ini memaksa kaum perempuan untuk mencari pekerjaan
sebagai buruh migran, buruh pabrik, buruh tani, pedagang kecil serta kerap terpaksa bekerja dalam
kondisi yang mirip perbudakan untuk bertahan hidup demi sesuap nasi. Kaum perempuan digiring
untuk sejajar dengan kaum laki laki dalam hal mencari materi, alhasil peran perempuan sebagai ibu
dan pengatur rumah tangga pun sedikit demi sedikit mulai ditinggalkan yang berujung pada
rusaknya

generasi
yang
akan
memimpin
peradaban
ini.
Faktanya, buruh migran Indonesia tersebar di beberapa negara. Di Malaysia, Singapura,
Hongkong, dan negara-negara Timur Tengah. Di antara negara-negara tujuan migrasi, Hong Kong
telah memiliki undang-undang yang melindungi perempuan. Namun eksploitasi fisik di negara itu
tetap saja tak bisa dihindari. Mereka bekerja tanpa dibayar dan paspor mereka ditahan. Lagi-lagi
alasan rendahnya kualitas pendidikan, keterampilan dan kemampuan komunikasi, menjadi
penyebab
utama
penistaan
terhadap
pekerja
migran
perempuan.
Di dalam negeri, kasus-kasus eksploitasi tenaga kerja perempuan tidak kalah mengenaskan. Di
Majalaya, Ciparay, Kabupaten Bandung, beberapa pabrik menerapkan aturan perusahaan di bawah

standar kemanusiaan. Karyawan baru harus melalui masa percobaan selama 3 bulan sampai 1 tahun
dengan sistem non-sift. Mereka bekerja sekitar 8-9 jam/hari dengan bayaran sekitar Rp. 600rb–an,
padahal UMR daerah Bandung ketika itu berada pada kisaran 1.2 juta/bulan. Janji untuk direkrut
menjadi karyawan tetap tidak selalu dipenuhi. Faktanya ada pekerja yang melewati masa percobaan
hingga 7 tahun. Bahkan mereka mendapat potongan gaji sampai RP. 100.000/hari jika tidak masuk
kerja dengan alasan apapun. Eksploitasi fisik juga dialami pekerja perempuan di sebuah pabrik
tekstil di Rancaekek Kulon, Bandung Selatan. Mereka dipaksa mengerjakan pekerjaan laki-laki
seperti mengangkat barang di atas 50 kg. Bahkan seorang mantan pekerja di pabrik peralatan rumah
tangga, menamakan diri mereka ‘perempuan panggilan’ karena harus siap dipanggil jam berapa pun

ketika jumlah order meningkat. Perjanjian kerja yang harus mereka tanda tangani di awal kontrak
memaksa mereka bekerja, kapan pun ketika diperlukan perusahaan. Tidak hanya eksploitasi fisik,
penderitaan pekerja perempuan diperparah dengan eksploitasi seksual. Belum usai penanganan
perkosaan seorang tenaga kerja Indonesia di pengadilan sipil Penang terhadap tiga polisi Malaysia,
publik kembali terguncang. Telah terjadi lagi pemerkosaan dan kekerasan terhadap TKI asal Aceh.
Pelakunya adalah pasangan suami dan istri, majikan sang TKI. Realitas yang dihimpun Badan
Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) pada 2011 menunjukkan, terjadi 2.209
pelecehan/kekerasan seksual pada perempuan pekerja migran. Bahkan 535 orang yang kembali ke
tanah air dalam keadaan hamil.
Eksploitasi perempuan secara finansial.

Era globalisasi sesungguhnya sebuah wajah dari era informasi.Era yang menampakkan gejalanya
pada tahun 1960-an dan akan menegaskan bentuknya sekitar tahun 2000 ini (Membincangkan
Feminisme “Refleksi muslimah atas peran sosial kaum wanita”Hal.117)
Derita buruh perempuan belum berakhir. Eksploitasi fisik dan seksual, makin diperparah
oleh eksploitasi finansial. Ketidakberdayaan mereka dimanfaatkan pasar. Gaji yang mereka
dapatkan dihabiskan hanya untuk memenuhi selera konsumtif. Mereka suka berbelanja pakaian
yang sedang trend di mall atau membeli telepon seluler untuk komunikasi di antara mereka. Sebuah
penelitian menyatakan bahwa kaum buruh yang berlatar agraris membayangkan bahwa menjadi
orang kota adalah menjadi orang modern, dan menjadi orang modern mesti berperilaku bagaikan
kisah-kisah dalam sinetron. Rambut rebounding, make up, “melepas lelah” di pusat perbelanjaan,
seperangkat stereo set terpasang di rumah kontrakan, dan berbagai perilaku lainnya.
Perempuan Korban Perdagangan Bebas Kemiskinan telah mendorong perempuan mencari cara
untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya sehingga masuklah mereka ke bursa kerja.
Kentalnya liberalisme tampak pada kebolehan melakukan apa saja untuk memenuhi kebutuhan
perutnya asal tidak melanggar kebebasan orang lain. Begitu besarnya problem kemiskinan ini,
sehingga pada September tahun 2000 perwakilan 189 negara menandatangani deklarasi yang berisi
8 poin proyek bersama sasaran pembangunan - MDGs-Millenium Development Goals - yang
bermuara pada satu target, yakni eliminasi problem besar bernama “kemiskinan”. Resep mengatasi
kemiskinan yang ditawarkan tak jauh dari dua agenda. Pertama: Pemberdayaan Ekonomi
Perempuan (PEP) dengan mendorong secara massif dan terstruktur agar perempuan masuk ke dunia

kerja. Kedua: mewujudkan kesetaraan jender agar bisa dihilangkan semua penghambat baik kultur,
ajaran agama maupun nilai-nilai moral bagi kiprah ekonomi perempuan. Padahal dibelakang
program ini telah menanti program lain yang tak kalah kejamnya dalam mematikan perekonomian
bangsa ini. Serangkaian agenda ekonomi yang terus digulirkan memaksa Indonesia dan negaranegara berkembang lainnya untuk membuka pasar bagi negara maju. Pasar bebas dalam berbagai
bentuknya terus dibesarkan opininya dan masyarakat dipaksa untuk menerima semua akibat
buruknya.
Bahaya era globalisasi adalah ancaman perang nilai yang datang diam-diam karena
senjatanya adalah materi-materi hiburan yang hadir bersama perangkat tekhnologi
(Membincangkan Feminisme “Refleksi muslimah atas peran sosial kaum wanita”Hal.120).
Komunitas Ekonomi ASEAN tahun 2015 adalah salah satu contohnya. Hasil KTT APEC
bulan September lalu juga merekomendasikan hal senada. Begitu pula agenda organisasi
perdagangan dunia WTO (World Trade Organization) yang melangsungkan Konferensi Tingkat
Menteri di Bali pada tanggal 3 – 8 Desember 2013. Semuanya menekankan pada komitmen menuju
pasar bebas. Padahal jelas telah terjadi bagaimana kerugian yang akan diterima Indonesia manakala
pasar
bebas
ini
benar-benar
berjalan.
Program pemberdayaan perempuan hingga kini masih berjalan (Kemenkokesra, Kemeneg PP&PA),

namun secara riil kualitas hidup perempuan tidak menunjukkan perubahan. Hal tersebut bisa kita

lihat dari fakta kondisi para buruh perempuan baik dalam negeri maupun buruh migran. Perhatian
terhadap buruh, pelaku ekonomi, dan tenaga kerja perempuan hanya kamuflase untuk
mengamankan tujuan keberlangsungan eksploitasi ekonomi. Itulah sesungguhnya dibalik program
pemberdayaan perempuan berdasarkan konsep kapitalis, perempuan hanya dijadikan objek
eksploitasi saja, kapitalis tidak memikirkan akan kesejahteraan perempuan.
Perempuan dalam sudut pandang islam & kapitalisme
Perempuan Menjadi Mulia Hanya Dengan Islam Perbedaan pandangan antara Islam dan
Kapitalisme dalam hal ini memang sangat nyata. Diawali dengan perbedaan yang signifikan
terhadap peran dan fungsi perempuan di tengah masyarakat hingga persoalan-persoalan yang
menyangkut keluarga dan keberlangsungan generasi. Islam memberikan banyak aturan pada
perempuan bukan karena ingin menindas perempuan. Sebab aturan yang sangat banyak dan rinci itu
dibuat sesuai dengan fitrah manusia sebagai perempuan.Al-Qur’an sebagai rujukan perinsip
masyarakat islam,pada dasarnya mengakui bahwa kedudukan laki-laki dan perempuan adalah
sama,dimana yang satu tidak miliki keunggulan terhadap yang lain ( Analisis Gender Hal.129)
Islam memandang perempuan dengan tepat dan mendudukannya pada posisi yang mulia. Yakni
sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Ini adalah posisi yang sangat strategis. Sebab masa depan
generasi dan sebuah bangsa sangat ditentukan oleh posisi ini. Maka proses pendidikan pada anak
yang dilakukan oleh kaum perempuan menjadi kunci utama tingginya peradaban sebuah bangsa.

Adapun kewajiban mencari nafkah dibebankan pada kaum laki-laki. Bukan untuk menunjukkan
kekuatan laki-laki dan kelemahan perempuan. Tapi peran ini diberikan sesuai dengan kemampuan
fisik dan tanggung jawab yang diberikan Allah swt pada laki-laki. Dan ketika masing-masing pihak
saling membantu dalam kehidupan bermasyarakat dengan tetap fokus pada peran yang sudah
ditetapkan,
maka
ketentraman
dalam
sebuah
masyarakat
akan
terwujud.
Di lain pihak, Islam mengatur bagaimana Negara (Khilafah) memberikan jaminan terhadap
terpenuhinya semua kebutuhan pokok rakyatnya. Islam menyerahkan tugas ini bukan pada pundak
individu atau sebagian orang, apalagi perempuan. Islam memberikan solusi untuk mengentaskan
kemiskinan melalui distribusi kekayaan yang dibebankan pada negara untuk mengaturnya. Dengan
demikian, perempuan tak perlu bersusah payah menghidupi dirinya dengan menghabiskan waktu
sekian banyak di luar rumah. Maka nyatalah Islam memuliakan perempuan. Karena itu
memperjuangkan tegaknya sistem Islam dalam naungan Khilafah, yang akan mampu
menyelesaikan berbagai persoalan menjadi keharusan bagi siapa saja yang ingin mendapatkan

kemuliaan dunia dan akhirat.
Peran Perempuan dalam Perjuangan Penegakkan Khilafah Terwujudnya kembali kehidupan Islam
memang merupakan keniscayaan. Apalagi Allah SWT telah memberikan kabar gembira (bisyarah)
akan datangnya kembali kehidupan Islam itu dengan tegaknya Khilafah ‘ala Minhaj an-Nubuwwah
untuk kedua kalinya. Oleh karena itu, setiap Muslim, baik laki-laki maupun perempuan, seharusnya
siap berkontribusi maksimal untuk mewujudkan kabar gembira tadi dalam waktu secepatnya.
Apalagi mengemban dakwah yang ditujukan untuk penegakkan Khilafah sejatinya adalah
kewajiban bagi laki-laki dan perempuan. Perempuan diwajibkan melakukan aktivitas dakwah
sebagaimana yang dilakukan oleh laki-laki. Sebagai separuh masyarakat, kaum perempuan tentu
memiliki kesempatan besar untuk berperan menjadi agen perubahan, baik dalam posisinya sebagai
ibu pencetak generasi pemimpin, maupun dalam posisinya sebagai guru bagi sesama kaum
perempuan, yang siap mengajak kaumnya turut memproses perubahan dengan menjadi pejuang
penegak syariah dan Khilafah sebagaimana dirinya. Karena itu banyak hal yang dapat diperankan
oleh kaum perempuan dalam mewujudkan kemuliaan umat, dengan tetap melaksanakan kewajiban
utamanya sebagai ummun wa rabbah bait (ibu dan pengelola rumah tangga) :
a. Menjadikan dakwah sebagai poros kehidupannya. Artinya, dimanapun, kapanpun, seluruh
aktivitasnya harus didedikasikan untuk kepentingan dakwah yakni kepentingan mengembalikan

b.


c.
d.
e.
f.
g.
h.

kemuliaan umat. Aktivitas dakwah tidak boleh dijadikan sebagai aktivitas sampingan atau
sekedar rutinitas belaka, tetapi menjadi aktivitas yang dijalani dengan sungguh-sungguh dan
serius, serta diarahkan untuk membangkitkan umat dengan Islam.
Melakukan pembinaan terhadap kaum perempuan agar mampu menjalankan peran utama dan
strategisnya dengan baik, sebagai pencetak generasi berkualitas prima, yang siap berjuang
untuk Islam. Mengembalikan peran ibu sebagai pendidik pertama dan utama bagi anakanaknya. Memahamkan bahwa keluarga Muslim merupakan basis pertahanan terakhir umat
yang harus segera diselamatkan. Pasalnya, di dalam keluarga inilah tempat persemaian generasi
pemimpin bangsa. Generasi yang siap membawa umat ini kembali menuju kemuliaannya,
generasi pemimpin peradaban umat manusia di dunia. Pencerdasan terhadap kaum perempuan
ini dilakukan dengan dakwah pemikiran dengan cara membangkitkan dan membangun
pemikiran yang berlandaskan pada akidah. Selanjutnya pemikiran ini dijadikan sebagai
landasan dalam berbuat dan bertingkah laku. Kesadaran inilah yang akan mendorong manusia
untuk senantiasa menyesuaikan seluruh perbuatannya dengan aturan-aturan Allah SWT.
Membangun kesadaran politik umat (wa’yu siyasi), yaitu kesadaran umat tentang bagaimana
memelihara urusannya dengan syariah. Dengan itu akan muncul perempuan yang pandai
mendidik anak, melahirkan generasi islami, dan berjuang di tengah masyarakat.
Amar makruf nahi mungkar. Aktivitas ini merupakan kewajiban bagi laki-laki maupun
perempuan ( QS al-Imran [3]: 104; QS at-Taubah [9]: 71).
Menasihati dan mengoreksi penguasa. Jika penguasa menetapkan suatu aturan yang
melanggar syariah atau merampas hak rakyat, maka wajib untuk menasihati penguasa.
Membela, menjaga, dan mendukung upaya penegakkan syariah dan Khilafah serta para
pejuangnya.
Menjadikan diri dan keluarga sebagai teladan umat, baik dalam masalah akidah, ibadah,
muamalah, maupun perjuangan Islam.
Telah jelaslah bagi kita bahwa hanya Islam satu-satunya solusi atas berbagai macam
problematika yang ada saat ini, termasuk masalah eksploitasi perempuan. Hanya dengan Islam
yang akan membawa kita kepada kemuliaan, sebagai satu tubuh yang tidak akan tergoyahkan.
Hanya kepada Allah SWT semata kita memohon agar kita diberi kesanggupan untuk
menegakkan kembali kepemimpinan Islam yang mengikuti metode kenabian. Semoga Allah
SWT memberikan karunia kepada kita semua agar kita mampu memberlakukan kembali
hukum-hukum Islam dalam waktu dekat ini. Amiin. Wallahu a’lam bisshawab.

KESIMPULAN
Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, penulis dapat mengemukakan kesimpulan dari
masalah yang dibahas. Kemiskinan dan eksploitasi tengah menjadi pekerjaan sentral di hampir
seluruh penjuru dunia. Problem kemiskinan menjadi penyebab munculnya sejumlah problem sosial
kemasyarakatan. Kemiskinan telah mendorong jutaan kaum perempuan terjebak dalam pekerjaan
yang eksploitatif. Salah satunya membuat sekian banyak perempuan menempuh perjalanan ribuan
mil dan meninggalkan keluarganya menjadi pekerja migran yang rentan perlakuan tak manusiawi.
Perempuan diperas fisik, harta dan kemolekan tubuhnya demi keuntungan segelintir pemilik modal.
Kondisi perempuan dalam sistem kapitalisme saat ini boleh dibilang sangat miris, sistem ini telah
melahirkan kesenjangan massal dan derita kemiskinan yang melanda jutaan perempuan di seluruh
dunia tak terkecuali di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Muthahhari Murtadha, 2008, Wanita dan hijab.
Shihab M.Quraish, 2005, Perempun.
Sugihastuti Suharto,2000, Kritik Sastra Feminis.
Muthahhari Murtadha,2012 Filsafat Perempuan dalam islam
Ansori S.Dadang,Kokasih Engkos,Sarimaya Farida, 1997, Membincangkan Feminisme “Refleksi
muslimah atas peran sosial kaum wanita”.