EVALUASI KEBIJAKAN PENYEDIAAN RUANG TERB (2)
Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB
EVALUASI KEBIJAKAN PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK
KOTA BANDUNG
Anil Fansyori (1), Denny Zukaidi (2)
(1)Perencanaan
(2)Kelompok
Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB.
Keahlian Perencanaan dan Perancangan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB.
Abstrak
Dalam rangka menindaklanjuti kewajiban penyediaan RTH publik, Pemerintah Daerah
Kota Bandung mengeluarkan beberapa kebijakan publik skala lokal sebagai landasan
operasional pelaksanaan penyediaan RTH publik di Kota Bandung. Sepuluh tahun sejak
disahkannya kebijakan tersebut, Kota Bandung hanya memiliki 6,42% RTH publik.
Fenomena tersebut secara jelas menggambarkan tidak efektifnya pelaksanaan penyediaan
RTH publik di Kota Bandung, persoalan dapat disebabkan oleh lemahnya
operasionalisasi dalam tahap pelaksanaan atau tidak memadainya kualitas kebijakan
penyediaan RTH publik sebagai acuan pelaksanaan yang mana sampai saat ini belum
pernah dilakukan evaluasi untuk menilai kualitas kebijakan penyediaan RTH publik di
Kota Bandung tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian campuran melalui
pendekatan kelembagaan (legal-formal) dan pendekatan pragmatisme. Metode
pengumpulan data dilakukan dengan metode pengumpulan data sekunder. Dalam proses
analisis evaluasi, penelitian ini mengandalkan metode analisis kebijakan semu yang
menggunakan kriteria dan indikator good public policy sebagai barometer evaluasi
kualitas kebijakan. Hasil perumusan menghasilkan 4 kriteria, 11 sub kriteria dan 24
indikator penilaian. Empat kriteria good public policy tersebut, yaitu: (a) lengkap; (b)
operasional; (c) terpadu; (c) akuntabel. Proses analisis dilakukan melalui empat tahap
pengukuran: (1) pengukuran indikator; (2) pengukuran sub kriteria; (3) pengukuran
kriteria; (4) pengukuran kualitas kebijakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kebijakan publik penyediaan RTH Kota Bandung termasuk pada tingkat good public
policy karena dapat memenuhi kriteria lengkap, operasional, integrasi dan akuntabel.
Kata kunci: ruang terbuka hijau, kebijakan publik, evaluasi kebijakan
Pengantar
Kewajiban penyediaan RTH publik
merupakan tanggung jawab pemerintah
daerah sebagai salah satu bentuk pelayanan
atau penyediaan fasilitas publik bagi
masyarakat. Kewajiban penyediaan RTH
kota terutama RTH publik merupakan
suatu tugas yang tidak mudah bagi
pemerintah daerah, selalu dijumpai
tantangan
dan
hambatan
dalam
pelaksanaannya. Menurut Ernawi (2012)
bahwa ada 4 (empat) aspek yang menjadi
tantangan
dan
hambatan
dalam
pelaksanaan Kota Hijau atau lebih spesifik
dalam penyediaan RTH publik, yaitu: 1)
aspek pengaturan, kebijakan masih umum,
sehingga perlu ditindaklanjuti dengan
aturan yang lebih lengkap, detail dan
operasioal
untuk
mempermudah
implementasi; 2) aspek pembinaan,
kelembagaan belum optimal sehingga
masih membutuhkan pembinaan; 3) aspek
pelaksanaan, Rencana Tata Ruang belum
sepenuhnya digunakan sebagai acuan
pembangunan serta rendahnya keterlibatan
stakeholders dalam penyelenggaraan RTH;
1
Jurnal PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA l SAPPK ITB
Evaluasi Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik Kota Bandung
4) aspek pengawasan, kurang optimalnya
pengawasan dari pemerintah.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat
disimpulkan bahwa 2 (dua) faktor utama
efektif tidaknya penyediaan RTH publik
yaitu baik buruknya kualitas kebijakan
yang menjadi acuan dalam penyediaan
RTH publik dan baik buruknya
pelaksanaan penyediaan RTH publik itu
sendiri. Kedua faktor tersebut merupakan
satu kesatuan yang saling terkait dan saling
mempengaruhi. Penyediaan RTH publik
tidak akan tercapai jika salah satu faktor
lemah atau tidak optimal. Jika pencapaian
penyediaan RTH publik tidak berjalan
sesuai dengan target yang telah ditetapkan
maka langkah pertama adalah menilai
kualitas kebijakan yang dijadikan acuan
pelaksanaannya. Berkenaan dengan hal
tersebut, maka perlu dilakukan peninjauan
kembali atau evaluasi terhadap kebijakankebijakan penyediaan ruang terbuka hijau
publik.
Kebijakan penyediaan ruang terbuka hijau
publik merupakan bagian dari kebijakan
publik, yang artinya kebijakan yang
mengatur kepentingan umum/publik bukan
kepentingan golongan atau kelompok
tertentu. Kebijakan publik juga dapat
diartikan sebagai setiap langkah atau
tindakan yang dikeluarkan oleh pemerintah
baik pusat, maupun daerah sebagai reaksi
terhadap permasalahan publik. Beranjak
dari pernyataan tersebut, maka kriteria dan
indikator good public policy dijadikan
dasar dalam pelaksanaan evaluasi
kebijakan
Metode
Penelitian ini menggunakan metode
penelitian campuran (mixed method
research) dengan pendekatan legal-formal
dan pragmatisme. Metode analisis yang
digunakan adalah metode analisis evaluasi
semu. Analisis evaluasi kebijakan ini
bertujuan untuk menilai apakah kebijakan
penyediaan RTH di Kota Bandung
memenuhi kriteria sebagai kebijakan
publik yang baik (lengkap, operasional,
integrasi dan akuntabel). Metode analisis
evaluasi semu membutuhkan kriteria dan
indikator sebagai alat evaluasi. Kriteria dan
indikator dirumuskan berdasarkan telaah
teori kebijakan publik, teori ruang terbuka
hijau dan teori kriteria good public policy.
Proses analisis dalam penelitian ini
menggunakan
4
(empat)
langkah
pengukuran, yaitu:
1) Tahap I: Pengukuran Indikator
Pengukuran
indikator
dilakukan
menggunakan analisis isi dengan
pengukuran skala biner, “tercapai atau
tidak”. Secara keseluruhan ada 24
indikator yang harus diukur. Hasil
pengukuran indikator ini selanjutnya
digunakan sebagai dasar pengukuran
sub kriteria.
2) Tahap II: Pengukuran Sub Kriteria
Pengukuran
pada
tahap
ini
menggunakan
skala
pembobotan
(kuantitatif)
berdasarkan
hasil
pengukuran
indikator.
Tercapai
tidaknya satu sub kriteria dilihat
berdasarkan jumlah indikator tercapai
dari jumlah keseluruhan indikator
dalam sub kriteria tersebut. Jika 2/3
indikator dalam satu sub kriteria
tercapai maka sub kriteria tersebut
dikatakan “tercapai”.
3) Tahap III: Pengukuran Kriteria
Pengukuran tercapai tidaknya suatu
kriteria dilihat dari jumlah sub kriteria
yang tercapai dalam satu kriteria. Sama
halnya seperti pada tahap II, skala
pengukuran
menggunakan
skala
pembobotan yaitu jika 2/3 dari jumlah
sub kriteria dalam satu kriteria tercapai,
maka kriteria tersebut dikatakan
tercapai.
4) Tahap IV: Pengukuran Kualitas
Kebijakan
Pengukuran
kualitas
kebijakan
merupakan tahap terakhir dalam analisis
2
Jurnal PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA l SAPPK ITB
Evaluasi Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik Kota Bandung
evaluasi kebijakan penyediaan RTH
publik. Keluaran pada tahap ini adalah
kesimpulan akhir yang menggambarkan
tingkat (level) kualitas kebijakan
penyediaan RTH publik Kota Bandung.
Pengukuran tingkat kualitas kebijakan
menggunakan skala interval yang terdiri
dari 4 (empat) tingkatan, yaitu:
a. Kebijakan publik yang baik (good
public policy), jika 4 (empat) kriteria
tercapai;
b. Kebijakan publik cukup baik, jika 3
(tiga) kriteria tercapai;
c. Kebijakan publik kurang baik, jika 2
(dua) kriteria tercapai; dan
d. Kebijakan publik buruk (poor public
policy), jika 1 (satu) atau tidak ada
kriteria yang tercapai
Alur analisis secara singkat dijelaskan pada
gambar di bawah ini
Gambar 1. Alur Analisis Evaluasi Kebijakan Penyediaan RTH Publik Kota Bandung
Perumusan Kriteria dan Indikator
Anderson
(2000:4)
mendefinisikan
kebijakan publik sebagai serangkaian
kegiatan yang mempunyai maksud atau
tujuan tertentu yang diikuti dan
dilaksanakan oleh seorang aktor atau
sekelompok aktor yang berhubungan
dengan suatu permasalahan atau suatu hal
yang diperhatikan. Peterson (2003)
mendefinisikannya sebagai government
action to address some problem.
Selanjutnya menurut Dye (1995: 2)
kebijakan adalah segala sesatu yang
dikerjakan pemerintah, mengapa mereka
melakukan, dan hasil yang membuat
sebuah kehidupan bersama tampil beda
(what govenrment do, why they do it, and
what difference it makes).
Evaluasi kebijakan merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari analisis
kebijakan. Evaluasi kebijakan bermanfaat
dalam
pemecahan
masalah-masalah
kebijakan melalui penilaian kinerja
kebijakan. Dalam penelitian ini, peneliti
membatasi lingkup materi pada satu
tahapan analisis kebijakan, yaitu pada
tahap evaluasi kebijakan. Evaluasi
kebijakan
berdasarkan
waktu
pelaksanaannya termasuk pada analisis
kebijakan retrospektif (ex-post). Analisis
retrospektif (ex-post) adalah analisis
kebijakan yang dijelaskan sebagai
penciptaan dan transformasi informasi
sesudah aksi kebijakan diimplementasikan.
Analisis evaluasi pada penelitian ini lebih
cenderung kepada pendekatan analisis
3
Jurnal PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA l SAPPK ITB
Evaluasi Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik Kota Bandung
kebijakan retrospektif, dikarena kebijakan
terkait penyediaan RTH telah disahkan dan
diimplementasikan.
Kriteria dan indikator merupakan alat ukur
dalam analisis evaluasi kebijakan semu.
kriteria yang digunakan dalam penelitian
ini adalah kriteria good public policy.
Kriteria good public policy menurut Jones
(1977) antara lain:
1. Goals atau sasaran-sasaran yang
merupakan tujuan akhir yang ingin
dicapai
2. Plans/ proposals atau rencana-rencana
atau proposal yang merupakan
spesifikasi alat untuk mencapai tujuan
tersebut.
3. Programs atau program- program yang
merupakan alat formal untuk mencapai
tujuan.
4. Decisions atau keputusan-keputusan
yang merupakan spesifikasi tindakantindakan yang diambil untuk mencapai
tujuan,
mengembangkan
rencana,
melaksanakan
dan
mengevaluasi
program.
5. Effect atau dampak sebagai hasil terukur
dari pelaksanaan program, baik yang
diharapkan atau yang tidak diharapkan
baik dampak utama ataupun dampak
sampingan.
Sedangkan menurut Nugroho (2009),
kriteria good public policy antara lain:
1) Cerdas adalah kebijakan publik yang
langung mengena terhadap inti dari
permasalahan di masyarakat.
2) Bijaksana, artinya kebijakan tersebut
harus bersifat adil dan tidak memihak.
3) Memberi harapan, artinya kebijakan
publik harus dapat memberikan manfaat
bagi masyarakat untuk menjadi lebih
baik.
Selanjutnya kriteria dari teori dan pakar
kebijakan publik dirumuskan kembali
melalui proses identifikasi, klasifikasi dan
generalisasi
sehingga
menghasilkan
kriteria dan indikator yang tepat untuk
mengevaluasi
kualitas
kebijakan
penyediaan RTH publik Kota Bandung.
Gambar 2. Alur Perumusan Kriterian dan Indikator Evaluasi Kebijakan
4
Jurnal PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA l SAPPK ITB
Evaluasi Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik Kota Bandung
Hasil perumusan kriteria dan indikator
evaluasi menghasilkan 4 (empat) kriteria,
11 (sebelas) sub-kriteria dan 24 indikator.
Empat kriteria evaluasi tersebut adalah
lengkap, operasional terpadu dan sebelas
sub kriteria tersebut antara lain:
Tabel 1. Analisis Tahap II Pengukuran Sub
Kriteria
Kriteria
Lengkap
Operasional
Terpadu
Akuntabel
Sub Kriteria
Jumlah
Indikator
Hierarkis
3
Tujuan
2
Kelembagaan
2
Terukur
4
Detail
3
Selaras
2
Bijaksana
1
Adil
1
Evaluatif
2
Tansparan
2
Responsif
2
Analisis
Sebagaimana telah dijelaskan sebeumnya
bahwa analisis evaluasi kebijakan publik
penyediaan RTH Kota Bandung dilakukan
dalam 4 (empat) tahap pengukuran, yaitu,
pengukuran indikator, pengukuran sub
kriteria,
pengukuran
kriteria
dan
pengukuran kualitas kebijakan. Pada tahap
pertama akan dilakukan pengukuran dari
24 (dua puluh empat) indikator penilaian.
Pengukuran tahap pertama menggunakan
teknik analisis isi yang menelaah isi yang
terkandung di dalam setiap kebijakan baik
tertulis maupun tersirat berdasarkan
variabel dan tolok ukur setiap indikator
pengukuran.
A. Analisis Tahap I: Pengukuran
Indikator
Berdasarkan hasil analisis tahap I
pengukuran indikator, diperoleh hasil
sebanyak 23 (dua puluh tiga) indikator
tercapai dan 1 (satu) indikator tidak
tercapai. Hasil analisis pengukuran
indikator di atas selanjutnya digunakan
sebagai landasan analisis tahap II
pengukuran sub kriteria. Lebih jelasnya
dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 3. Hasil Pengukuran Indikator Evaluasi Kebijakan Penyediaan RTH Publik Kota
Bandung
5
Jurnal PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA l SAPPK ITB
Evaluasi Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik Kota Bandung
B. Analisis Tahap II: Pengukuran Sub
Kriteria
Tahapan analisis selanjutnya adalah
pengukuran ketercapaian setiap sub
kriteria. Jumlah yang akan diukur
sebanyak 11 sub kriteria. Sub kriteria
dinyatakan tercapai jika 2/3 dari jumlah
indikator dalam satu sub kriteria
tercapai.
Tabel 2. Analisis Tahap II Pengukuran Sub
Kriteria
Jumlah
Indikator
Indikator
Tercapai
Hasil
Pengukuran
Hierarkis
3
2
Tercapai
Tujuan
2
2
Tercapai
Kelembagaan
2
2
Tercapai
Terukur
4
4
Tercapai
Detail
3
3
Tercapai
Selaras
2
2
Tercapai
Bijaksana
1
1
Tercapai
Adil
1
1
Tercapai
Evaluatif
2
2
Tercapai
Tansparan
2
2
Tercapai
Responsif
2
2
Tercapai
Sub Kriteria
Berdasarkan tabel perhitungan sub
kriteria di atas, diketahui bahwa 11
(sebelas) dari 11 (sebelas) sub kriteria
tercapai, artinya kebijakan penyediaan
RTH publik Kota Bandung telah
mencapai keseluruhan sub kriteria good
public policy. Hasil perhitungan ini
selanjutnya dijadikan dasar perhitungan
tahap III perhitungan kriteria kebijakan
penyediaan RTH publik Kota Bandung
C. Analisis Tahap III: Pengukuran
Kriteria
Tahapan analisis selanjutnya adalah
pengukuran ketercapaian tiap kriteria.
Jumlah yang akan diukur sebanyak 4
kriteria. Kriteria dinyatakan tercapai
jika 2/3 dari jumlah sub kriteria dalam
satu kriteria tercapai. Hasil pengukuran
kriteria dapat dilihat pada tabel berikut
ini.
Tabel 3. Analisis Tahap III Pengukuran
Kriteria
Kriteria
Jumlah
Sub
Kriteria
Sub
Kriteria
Tercapai
Hasil
Pengukuran
Lengkap
3
2
Tercapai
Operasional
2
2
Tercapai
Terpadu
3
3
Tercapai
Akuntabel
3
3
Tercapai
Berdasarkan
analisis
tahap
III
pengukuran kriteria di atas, dapat
disimpulkan
bahwa
kebijakan
penyediaan RTH Kota Bandung telah
lengkap, operasional, terpadu dan
akuntabel.
D. Analisis Tahap IV: Pengukuran
Kualitas Kebijakan
Analisis pengukuran kualitas kebijakan
merupakan analisis evaluasi kebijakan
tahap akhir, dimana hasil analisis ini
akan menunjukkan tingkatan kualitas
kebijakan ruang terbuka hijau Kota
Bandung. Pengukuran ini menggunakan
skala interval yang terdiri dari 4 (empat)
tingkatan
berdasarkan
banyaknya
jumlah kriteria yang tercapai.
Hasil analisis pengukuran kriteria
menyatakan bahwa keseluruhan kriteria
good
public
policy
(lengkap,
operasional, terpadu, akuntabel) telah
tercapai. Dengan demikian maka posisi
kualitas kebijakan penyediaan RTH
publik Kota Bandung berada pada level
“Good Public Policy”.
Gambar 4. Tingkatan Kualitas Kebijakan
Penyediaan RTH Publik Kota Bandung
6
Jurnal PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA l SAPPK ITB
Evaluasi Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik Kota Bandung
Temuan Analisis
Kesimpulan
Temuan penelitian merupakan generalisasi
dari temuan-temuan analisis evaluasi
kebijakan penyediaan RTH publik
sebelumnya, diantaranya:
1) Perda Kota Bandung No. 7 Tahun 2011
tentang Pengelolaan RTH lebih fokus
pada perlindungan dan penjaminan
terhadap kinerja pengelolaan RTH yang
sudah ada, bukan pada usaha
penyediaan atau penambahan RTH
baru.
2) Perbedaan priode atau tahapan waktu
pencapaian RTH 20% Kota Bandung
disebabkan adanya perbedaan tahun
terbit dan jangka waktu berlakunya
kebijakan tersebut. Walaupun demikian,
tujuan akhir dari setiap kebijakan adalah
penyediaan RTH publik sebesar 20%
pada tahun 2031.
3) Jika melihat laju pertumbuhan RTH
publik per tahunnya hanya berkisar
antara 0-0,1% maka diasumsikan bahwa
indikator kinerja penyediaan RTH
publik hanya sebatas sebagai laporan
tahunan tanpa ditindaklanjuti secara
maksimal untuk menyesuaikan dengan
target yang seharusnya.
4) Pendistribusian tugas dan wewenang
tiap tahap penyediaan RTH publik
(perencanaan,
pembebasan
lahan,
perancangan teknis, pembangunan dan
pengelolaan) telah diatur dengan jelas
dalam kebijakan penyediaan RTH Kota
Bandung saat ini. Akan tetapi, dengan
dikeluarkannya Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 18 Tahun
2016 Tentang Perangkat Daerah
berpotensi terjadinya ketidaksesuaian
antara kebijakan dan kewenangan di
lapangan karena telah terjadi perubahan
SOTK dalam struktur kelembagaan di
Pemerintah Kota Bandung terutama
terhadap SKPD yang membidangi
aspek lingkungan dan penataan ruang.
Sintesa analisis evaluasi dan temuantemuan penelitian merupakan landasan
utama dalam perumusan kesimpulan
penelitian. Berikut beberapa kesimpulan
hasil generalisasi dari keseluruhan isi
penelitian ini, diantaranya:
1) Secara umum, kebijakan publik
penyediaan RTH Kota Bandung
termasuk pada tingkat good public
policy. Disebut sebagai suatu kebijakan
yang baik karena kebijakan penyediaan
RTH publik Kota Bandung telah
memenuhi kriteria operasional, lengkap,
terpadu dan akuntabel.
2) Kebijakan penyediaan RTH publik Kota
Bandung adalah kebijakan yang
lengkap artinya secara keseluruhan
kebijakan tersebut sudah berhierarki,
mulai dari peraturan daerah yang
bersifat umum hingga dokumen
perencanaan yang bersifat teknis,
memiliki tujuan dan sasaran yang jelas
baik secara implisit maupun eksplisit
serta telah mengakomodir keterlibatan
setiap pemangku kepentingan baik
dalam lingkup pemerintah daerah
maupun cakupan masyarakat luas.
3) Kebijakan penyediaan RTH publik Kota
Bandung adalah kebijakan yang
operasional artinya kebijakan tersebut
sudah dapat dijadikan acuan dalam
tahap pelaksanaan pembangunan karena
telah memiliki target-target pencapaian
detail dan dinyatakan dalam istilah
terukur
(luasan
RTH,
waktu
pencapaian, distribusi lokasi RTH dan
pembiayaan).
4) Kebijakan penyediaan RTH publik Kota
Bandung adalah kebijakan yang terpadu
artinya kebijakan tersebut merupakan
kebijakan yang terpadu, terorganisir,
dan tidak tumpang tindih antar tiap
kebijakannya.
Kebijakan
tersebut
bersifat adil, tidak memihak, dan fokus
kepada tujuan penyediaan fasilitas
publik (RTH publik).
7
Jurnal PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA l SAPPK ITB
Evaluasi Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik Kota Bandung
5) Kebijakan penyediaan RTH publik Kota
Bandung adalah kebijakan yang
akuntabel artinya kebijakan tersebut
bersifat evaluatif, terbuka, transparan
dan dapat mengakomodir perubahan,
tantangan dan peluang yang dihadapi
dalam proses penyediaan RTH di Kota
Bandung.
6) Hasil analisis evaluasi kebijakan
menyatakan
bahwa
kebijakan
penyediaan RTH publik Kota Bandung
adalah kebijakan publik yang baik
(good public policy), dengan demikian
dapat ditarik kesimpulan bahwa belum
terpenuhinya target pencapaian 20%
RTH Kota Bandung disebabkan karena
lemahnya
kinerja
pelaksanaan
pembangunan RTH Kota Bandung.
Rekomendasi
Berdasarkan temuan hasil analisis
sebelumnya,
berikut
beberapa
rekomendasi atau saran yang dipandang
dapat
memberikan
manfaat
bagi
penyempurnaan kebijakan penyediaan
ruang terbuka hijau publik Kota Bandung,
diantaranya:
1) Ketentuan dan arahan yang terkandung
dalam Peraturan Daerah Kota Bandung
No. 7 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
RTH hanya terfokus pada satu tahap
penyediaan RTH, yaitu pengelolaan
RTH publik. Sedangkan tahapan
penyediaan RTH publik mencakup
proses
perencanaan,
perancangan
teknis, penyediaan lahan, pembangunan
dan pengelolaan RTH. Berdasarkan hal
tersebut, maka direkomendasikan untuk
dilakukan peninjauan kembali terhadap
Perda No. 7 Tahun 2011 dengan tujuan
agar
kebijakan
tersebut
dapat
menjelaskan pelaksanaan penyediaan
RTH Kota Bandung dengan lebih
komprehensif.
2) Memperkuat
kerjasama
dengan
pemangku
kepentingan
di
luar
perangkat pemerintah daerah, seperti
pihak swasta institusi pendidikan,
ahli/pakar,
lembaga/perusahaan,
komunitas
masyarakat
dan/atau
masyarakat perseorangan.
3) Peran aktif dan komitmen Walikota
Bandung sebagai penanggung jawab
penyediaan RTH publik sangat
dibutuhkan
dalam
kapasitasnya
memberikan motivasi, pengawasan,
evaluasi serta reward dan punishment
kepada perangkat daerah di bawahnya
untuk lebih meningkatkan kinerja dan
efektifitas dalam pengimplementasian
kebijakan penyediaan RTH publik di
Kota Bandung.
4) Adanya perubahan dan rencana
peninjauan kembali beberapa kebijakan
yang terkait dengan penyediaan RTH
publik (PP Nomor 18 Tahun 2016
Tentang Perangkat Daerah) dan revisi
Perda No. 18 Tahun 2011 tentang
RTRW Kota Bandung 2011-2031) perlu
ditanggapi dan ditindaklanjuti oleh
kebijakan di bawahnya, jika terjadi
perubahan yang mendasar atau
perubahan
yang
sifatnya dapat
mengugurkan kebijakan di bawahnya.
5) Pemerintah Kota Bandung agar
secapatnya
merumuskan
dan
menerbitkan peraturan walikota sebagai
peraturan yang berfungsi menjelaskan
pelaksanaan penyediaan RTH publik di
Kota Bandung dengan minimal
mengatur tentang:
• Tata cara teknis pelaksanaan setiap
tahap penyediaan RTH publik, yang
sebelumnya telah disusun dalam
dokumen
perencanaan
teknis
(Masterplan RTH Kota Bandung
2012, P2KP Kota bandung 2012 dan
sebagainya)
• Inovasi, strategi, program dan teknis
pelaksanaan yang telah diterapkan
dan terbukti berhasil, selama tidak
bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
• Petunjuk pelaksanaan (juklak) dan
petunjuk teknis (juknis) tata cara
kerjasama penyediaan RTH publik
8
Jurnal PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA l SAPPK ITB
Evaluasi Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik Kota Bandung
antara pemerintah Kota Bandung
dengan pemangku kepentingan
lainnya
(masyarakat,
swasta,
lembaga
swadaya,
kelompok
komunitas, lembaga pendidikan dan
lain sebagainya) terutama dalam
aspek penyediaan lahan dan
pembiayaan pembangunan RTH
publik.
Daftar Pustaka
Abidin, Said Zainal, 2004. Kebijakan
Publik. Yayasan Pancur Siwah.
Jakarta
Anderson, James E., 2000, Public Policy
Making, Houghton Mifflin. Boston
Creswell, J.W., 2009. Research Design,
Qualitative, Quantitative, and Mixed
Approach. Third Edition. Sage
Publication, California.
Dunn, William .N. 2003. Pengantar
Analisis
Kebijakan
Publik.
Penerjemah Samodra Wibawa.
Gajah Mada University Press.
Yogjakarta
Dye, Thomas R., 1995. Undesstanding
Public Policy. Prentice Hall. New
Jersey
Jones, Charles O. 1977. An introduction to
the study of public policy-2nd ed.
Brooks/Cole Pub. Co. English
Nazir, Moh. 2006. Metode Penelitian.
Ghalia Indonesia. Bogor
Nugroho, Riant, 2009. Public Policy. PT.
Alex Media Komputindo. Jakarta
Patton, Carl,V. Dan David S. Savicky,
1993.
Basic method of Policy
Analysis Method and Planning.
Prentice Hall. New Jersey
Ernawi I.S, 2012. Gerakan Kota Hijau.
Buletin Tata Rung. BKPRN. Jakarta
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor
5/PRT/M/2008
tentang
Pedoman
Penyediaan
dan
Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau
di Kawasan Perkotaan
Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor :
18 Tahun 2011 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota Bandung
Tahun 2011-2031
Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor :
10 Tahun 2015 tentang Rencana
Detail Tata Ruang dan Peraturan
Zonasi Kota Bandung Tahun 2015 –
2035
Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor :
07 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Ruang Terbuka Hijau
Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor :
25 Tahun 2009 tentang Hutan Kota
Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor :
09 Tahun 2015 tentang Perubahan
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah Tahun Anggaran 2015
Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor :
08 Tahun 2008 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang
Daerah (RPJPD) Tahun 2005 – 2025
Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor :
03 Tahun 2014 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) Tahun 2013-2018
Peraturan Walikota Bandung Nomor : 428
Tahun 2010 tentang Rician Tugas
Pokok, Fungsi, Uraian Tugas dan
Tata Kerja Dinas Pemakaman dan
Pertamanan Kota Bandung
Masterplan RTH Kota Bandung Tahun
2012
9
Jurnal PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA l SAPPK ITB
EVALUASI KEBIJAKAN PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK
KOTA BANDUNG
Anil Fansyori (1), Denny Zukaidi (2)
(1)Perencanaan
(2)Kelompok
Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB.
Keahlian Perencanaan dan Perancangan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB.
Abstrak
Dalam rangka menindaklanjuti kewajiban penyediaan RTH publik, Pemerintah Daerah
Kota Bandung mengeluarkan beberapa kebijakan publik skala lokal sebagai landasan
operasional pelaksanaan penyediaan RTH publik di Kota Bandung. Sepuluh tahun sejak
disahkannya kebijakan tersebut, Kota Bandung hanya memiliki 6,42% RTH publik.
Fenomena tersebut secara jelas menggambarkan tidak efektifnya pelaksanaan penyediaan
RTH publik di Kota Bandung, persoalan dapat disebabkan oleh lemahnya
operasionalisasi dalam tahap pelaksanaan atau tidak memadainya kualitas kebijakan
penyediaan RTH publik sebagai acuan pelaksanaan yang mana sampai saat ini belum
pernah dilakukan evaluasi untuk menilai kualitas kebijakan penyediaan RTH publik di
Kota Bandung tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian campuran melalui
pendekatan kelembagaan (legal-formal) dan pendekatan pragmatisme. Metode
pengumpulan data dilakukan dengan metode pengumpulan data sekunder. Dalam proses
analisis evaluasi, penelitian ini mengandalkan metode analisis kebijakan semu yang
menggunakan kriteria dan indikator good public policy sebagai barometer evaluasi
kualitas kebijakan. Hasil perumusan menghasilkan 4 kriteria, 11 sub kriteria dan 24
indikator penilaian. Empat kriteria good public policy tersebut, yaitu: (a) lengkap; (b)
operasional; (c) terpadu; (c) akuntabel. Proses analisis dilakukan melalui empat tahap
pengukuran: (1) pengukuran indikator; (2) pengukuran sub kriteria; (3) pengukuran
kriteria; (4) pengukuran kualitas kebijakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kebijakan publik penyediaan RTH Kota Bandung termasuk pada tingkat good public
policy karena dapat memenuhi kriteria lengkap, operasional, integrasi dan akuntabel.
Kata kunci: ruang terbuka hijau, kebijakan publik, evaluasi kebijakan
Pengantar
Kewajiban penyediaan RTH publik
merupakan tanggung jawab pemerintah
daerah sebagai salah satu bentuk pelayanan
atau penyediaan fasilitas publik bagi
masyarakat. Kewajiban penyediaan RTH
kota terutama RTH publik merupakan
suatu tugas yang tidak mudah bagi
pemerintah daerah, selalu dijumpai
tantangan
dan
hambatan
dalam
pelaksanaannya. Menurut Ernawi (2012)
bahwa ada 4 (empat) aspek yang menjadi
tantangan
dan
hambatan
dalam
pelaksanaan Kota Hijau atau lebih spesifik
dalam penyediaan RTH publik, yaitu: 1)
aspek pengaturan, kebijakan masih umum,
sehingga perlu ditindaklanjuti dengan
aturan yang lebih lengkap, detail dan
operasioal
untuk
mempermudah
implementasi; 2) aspek pembinaan,
kelembagaan belum optimal sehingga
masih membutuhkan pembinaan; 3) aspek
pelaksanaan, Rencana Tata Ruang belum
sepenuhnya digunakan sebagai acuan
pembangunan serta rendahnya keterlibatan
stakeholders dalam penyelenggaraan RTH;
1
Jurnal PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA l SAPPK ITB
Evaluasi Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik Kota Bandung
4) aspek pengawasan, kurang optimalnya
pengawasan dari pemerintah.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat
disimpulkan bahwa 2 (dua) faktor utama
efektif tidaknya penyediaan RTH publik
yaitu baik buruknya kualitas kebijakan
yang menjadi acuan dalam penyediaan
RTH publik dan baik buruknya
pelaksanaan penyediaan RTH publik itu
sendiri. Kedua faktor tersebut merupakan
satu kesatuan yang saling terkait dan saling
mempengaruhi. Penyediaan RTH publik
tidak akan tercapai jika salah satu faktor
lemah atau tidak optimal. Jika pencapaian
penyediaan RTH publik tidak berjalan
sesuai dengan target yang telah ditetapkan
maka langkah pertama adalah menilai
kualitas kebijakan yang dijadikan acuan
pelaksanaannya. Berkenaan dengan hal
tersebut, maka perlu dilakukan peninjauan
kembali atau evaluasi terhadap kebijakankebijakan penyediaan ruang terbuka hijau
publik.
Kebijakan penyediaan ruang terbuka hijau
publik merupakan bagian dari kebijakan
publik, yang artinya kebijakan yang
mengatur kepentingan umum/publik bukan
kepentingan golongan atau kelompok
tertentu. Kebijakan publik juga dapat
diartikan sebagai setiap langkah atau
tindakan yang dikeluarkan oleh pemerintah
baik pusat, maupun daerah sebagai reaksi
terhadap permasalahan publik. Beranjak
dari pernyataan tersebut, maka kriteria dan
indikator good public policy dijadikan
dasar dalam pelaksanaan evaluasi
kebijakan
Metode
Penelitian ini menggunakan metode
penelitian campuran (mixed method
research) dengan pendekatan legal-formal
dan pragmatisme. Metode analisis yang
digunakan adalah metode analisis evaluasi
semu. Analisis evaluasi kebijakan ini
bertujuan untuk menilai apakah kebijakan
penyediaan RTH di Kota Bandung
memenuhi kriteria sebagai kebijakan
publik yang baik (lengkap, operasional,
integrasi dan akuntabel). Metode analisis
evaluasi semu membutuhkan kriteria dan
indikator sebagai alat evaluasi. Kriteria dan
indikator dirumuskan berdasarkan telaah
teori kebijakan publik, teori ruang terbuka
hijau dan teori kriteria good public policy.
Proses analisis dalam penelitian ini
menggunakan
4
(empat)
langkah
pengukuran, yaitu:
1) Tahap I: Pengukuran Indikator
Pengukuran
indikator
dilakukan
menggunakan analisis isi dengan
pengukuran skala biner, “tercapai atau
tidak”. Secara keseluruhan ada 24
indikator yang harus diukur. Hasil
pengukuran indikator ini selanjutnya
digunakan sebagai dasar pengukuran
sub kriteria.
2) Tahap II: Pengukuran Sub Kriteria
Pengukuran
pada
tahap
ini
menggunakan
skala
pembobotan
(kuantitatif)
berdasarkan
hasil
pengukuran
indikator.
Tercapai
tidaknya satu sub kriteria dilihat
berdasarkan jumlah indikator tercapai
dari jumlah keseluruhan indikator
dalam sub kriteria tersebut. Jika 2/3
indikator dalam satu sub kriteria
tercapai maka sub kriteria tersebut
dikatakan “tercapai”.
3) Tahap III: Pengukuran Kriteria
Pengukuran tercapai tidaknya suatu
kriteria dilihat dari jumlah sub kriteria
yang tercapai dalam satu kriteria. Sama
halnya seperti pada tahap II, skala
pengukuran
menggunakan
skala
pembobotan yaitu jika 2/3 dari jumlah
sub kriteria dalam satu kriteria tercapai,
maka kriteria tersebut dikatakan
tercapai.
4) Tahap IV: Pengukuran Kualitas
Kebijakan
Pengukuran
kualitas
kebijakan
merupakan tahap terakhir dalam analisis
2
Jurnal PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA l SAPPK ITB
Evaluasi Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik Kota Bandung
evaluasi kebijakan penyediaan RTH
publik. Keluaran pada tahap ini adalah
kesimpulan akhir yang menggambarkan
tingkat (level) kualitas kebijakan
penyediaan RTH publik Kota Bandung.
Pengukuran tingkat kualitas kebijakan
menggunakan skala interval yang terdiri
dari 4 (empat) tingkatan, yaitu:
a. Kebijakan publik yang baik (good
public policy), jika 4 (empat) kriteria
tercapai;
b. Kebijakan publik cukup baik, jika 3
(tiga) kriteria tercapai;
c. Kebijakan publik kurang baik, jika 2
(dua) kriteria tercapai; dan
d. Kebijakan publik buruk (poor public
policy), jika 1 (satu) atau tidak ada
kriteria yang tercapai
Alur analisis secara singkat dijelaskan pada
gambar di bawah ini
Gambar 1. Alur Analisis Evaluasi Kebijakan Penyediaan RTH Publik Kota Bandung
Perumusan Kriteria dan Indikator
Anderson
(2000:4)
mendefinisikan
kebijakan publik sebagai serangkaian
kegiatan yang mempunyai maksud atau
tujuan tertentu yang diikuti dan
dilaksanakan oleh seorang aktor atau
sekelompok aktor yang berhubungan
dengan suatu permasalahan atau suatu hal
yang diperhatikan. Peterson (2003)
mendefinisikannya sebagai government
action to address some problem.
Selanjutnya menurut Dye (1995: 2)
kebijakan adalah segala sesatu yang
dikerjakan pemerintah, mengapa mereka
melakukan, dan hasil yang membuat
sebuah kehidupan bersama tampil beda
(what govenrment do, why they do it, and
what difference it makes).
Evaluasi kebijakan merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari analisis
kebijakan. Evaluasi kebijakan bermanfaat
dalam
pemecahan
masalah-masalah
kebijakan melalui penilaian kinerja
kebijakan. Dalam penelitian ini, peneliti
membatasi lingkup materi pada satu
tahapan analisis kebijakan, yaitu pada
tahap evaluasi kebijakan. Evaluasi
kebijakan
berdasarkan
waktu
pelaksanaannya termasuk pada analisis
kebijakan retrospektif (ex-post). Analisis
retrospektif (ex-post) adalah analisis
kebijakan yang dijelaskan sebagai
penciptaan dan transformasi informasi
sesudah aksi kebijakan diimplementasikan.
Analisis evaluasi pada penelitian ini lebih
cenderung kepada pendekatan analisis
3
Jurnal PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA l SAPPK ITB
Evaluasi Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik Kota Bandung
kebijakan retrospektif, dikarena kebijakan
terkait penyediaan RTH telah disahkan dan
diimplementasikan.
Kriteria dan indikator merupakan alat ukur
dalam analisis evaluasi kebijakan semu.
kriteria yang digunakan dalam penelitian
ini adalah kriteria good public policy.
Kriteria good public policy menurut Jones
(1977) antara lain:
1. Goals atau sasaran-sasaran yang
merupakan tujuan akhir yang ingin
dicapai
2. Plans/ proposals atau rencana-rencana
atau proposal yang merupakan
spesifikasi alat untuk mencapai tujuan
tersebut.
3. Programs atau program- program yang
merupakan alat formal untuk mencapai
tujuan.
4. Decisions atau keputusan-keputusan
yang merupakan spesifikasi tindakantindakan yang diambil untuk mencapai
tujuan,
mengembangkan
rencana,
melaksanakan
dan
mengevaluasi
program.
5. Effect atau dampak sebagai hasil terukur
dari pelaksanaan program, baik yang
diharapkan atau yang tidak diharapkan
baik dampak utama ataupun dampak
sampingan.
Sedangkan menurut Nugroho (2009),
kriteria good public policy antara lain:
1) Cerdas adalah kebijakan publik yang
langung mengena terhadap inti dari
permasalahan di masyarakat.
2) Bijaksana, artinya kebijakan tersebut
harus bersifat adil dan tidak memihak.
3) Memberi harapan, artinya kebijakan
publik harus dapat memberikan manfaat
bagi masyarakat untuk menjadi lebih
baik.
Selanjutnya kriteria dari teori dan pakar
kebijakan publik dirumuskan kembali
melalui proses identifikasi, klasifikasi dan
generalisasi
sehingga
menghasilkan
kriteria dan indikator yang tepat untuk
mengevaluasi
kualitas
kebijakan
penyediaan RTH publik Kota Bandung.
Gambar 2. Alur Perumusan Kriterian dan Indikator Evaluasi Kebijakan
4
Jurnal PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA l SAPPK ITB
Evaluasi Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik Kota Bandung
Hasil perumusan kriteria dan indikator
evaluasi menghasilkan 4 (empat) kriteria,
11 (sebelas) sub-kriteria dan 24 indikator.
Empat kriteria evaluasi tersebut adalah
lengkap, operasional terpadu dan sebelas
sub kriteria tersebut antara lain:
Tabel 1. Analisis Tahap II Pengukuran Sub
Kriteria
Kriteria
Lengkap
Operasional
Terpadu
Akuntabel
Sub Kriteria
Jumlah
Indikator
Hierarkis
3
Tujuan
2
Kelembagaan
2
Terukur
4
Detail
3
Selaras
2
Bijaksana
1
Adil
1
Evaluatif
2
Tansparan
2
Responsif
2
Analisis
Sebagaimana telah dijelaskan sebeumnya
bahwa analisis evaluasi kebijakan publik
penyediaan RTH Kota Bandung dilakukan
dalam 4 (empat) tahap pengukuran, yaitu,
pengukuran indikator, pengukuran sub
kriteria,
pengukuran
kriteria
dan
pengukuran kualitas kebijakan. Pada tahap
pertama akan dilakukan pengukuran dari
24 (dua puluh empat) indikator penilaian.
Pengukuran tahap pertama menggunakan
teknik analisis isi yang menelaah isi yang
terkandung di dalam setiap kebijakan baik
tertulis maupun tersirat berdasarkan
variabel dan tolok ukur setiap indikator
pengukuran.
A. Analisis Tahap I: Pengukuran
Indikator
Berdasarkan hasil analisis tahap I
pengukuran indikator, diperoleh hasil
sebanyak 23 (dua puluh tiga) indikator
tercapai dan 1 (satu) indikator tidak
tercapai. Hasil analisis pengukuran
indikator di atas selanjutnya digunakan
sebagai landasan analisis tahap II
pengukuran sub kriteria. Lebih jelasnya
dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 3. Hasil Pengukuran Indikator Evaluasi Kebijakan Penyediaan RTH Publik Kota
Bandung
5
Jurnal PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA l SAPPK ITB
Evaluasi Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik Kota Bandung
B. Analisis Tahap II: Pengukuran Sub
Kriteria
Tahapan analisis selanjutnya adalah
pengukuran ketercapaian setiap sub
kriteria. Jumlah yang akan diukur
sebanyak 11 sub kriteria. Sub kriteria
dinyatakan tercapai jika 2/3 dari jumlah
indikator dalam satu sub kriteria
tercapai.
Tabel 2. Analisis Tahap II Pengukuran Sub
Kriteria
Jumlah
Indikator
Indikator
Tercapai
Hasil
Pengukuran
Hierarkis
3
2
Tercapai
Tujuan
2
2
Tercapai
Kelembagaan
2
2
Tercapai
Terukur
4
4
Tercapai
Detail
3
3
Tercapai
Selaras
2
2
Tercapai
Bijaksana
1
1
Tercapai
Adil
1
1
Tercapai
Evaluatif
2
2
Tercapai
Tansparan
2
2
Tercapai
Responsif
2
2
Tercapai
Sub Kriteria
Berdasarkan tabel perhitungan sub
kriteria di atas, diketahui bahwa 11
(sebelas) dari 11 (sebelas) sub kriteria
tercapai, artinya kebijakan penyediaan
RTH publik Kota Bandung telah
mencapai keseluruhan sub kriteria good
public policy. Hasil perhitungan ini
selanjutnya dijadikan dasar perhitungan
tahap III perhitungan kriteria kebijakan
penyediaan RTH publik Kota Bandung
C. Analisis Tahap III: Pengukuran
Kriteria
Tahapan analisis selanjutnya adalah
pengukuran ketercapaian tiap kriteria.
Jumlah yang akan diukur sebanyak 4
kriteria. Kriteria dinyatakan tercapai
jika 2/3 dari jumlah sub kriteria dalam
satu kriteria tercapai. Hasil pengukuran
kriteria dapat dilihat pada tabel berikut
ini.
Tabel 3. Analisis Tahap III Pengukuran
Kriteria
Kriteria
Jumlah
Sub
Kriteria
Sub
Kriteria
Tercapai
Hasil
Pengukuran
Lengkap
3
2
Tercapai
Operasional
2
2
Tercapai
Terpadu
3
3
Tercapai
Akuntabel
3
3
Tercapai
Berdasarkan
analisis
tahap
III
pengukuran kriteria di atas, dapat
disimpulkan
bahwa
kebijakan
penyediaan RTH Kota Bandung telah
lengkap, operasional, terpadu dan
akuntabel.
D. Analisis Tahap IV: Pengukuran
Kualitas Kebijakan
Analisis pengukuran kualitas kebijakan
merupakan analisis evaluasi kebijakan
tahap akhir, dimana hasil analisis ini
akan menunjukkan tingkatan kualitas
kebijakan ruang terbuka hijau Kota
Bandung. Pengukuran ini menggunakan
skala interval yang terdiri dari 4 (empat)
tingkatan
berdasarkan
banyaknya
jumlah kriteria yang tercapai.
Hasil analisis pengukuran kriteria
menyatakan bahwa keseluruhan kriteria
good
public
policy
(lengkap,
operasional, terpadu, akuntabel) telah
tercapai. Dengan demikian maka posisi
kualitas kebijakan penyediaan RTH
publik Kota Bandung berada pada level
“Good Public Policy”.
Gambar 4. Tingkatan Kualitas Kebijakan
Penyediaan RTH Publik Kota Bandung
6
Jurnal PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA l SAPPK ITB
Evaluasi Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik Kota Bandung
Temuan Analisis
Kesimpulan
Temuan penelitian merupakan generalisasi
dari temuan-temuan analisis evaluasi
kebijakan penyediaan RTH publik
sebelumnya, diantaranya:
1) Perda Kota Bandung No. 7 Tahun 2011
tentang Pengelolaan RTH lebih fokus
pada perlindungan dan penjaminan
terhadap kinerja pengelolaan RTH yang
sudah ada, bukan pada usaha
penyediaan atau penambahan RTH
baru.
2) Perbedaan priode atau tahapan waktu
pencapaian RTH 20% Kota Bandung
disebabkan adanya perbedaan tahun
terbit dan jangka waktu berlakunya
kebijakan tersebut. Walaupun demikian,
tujuan akhir dari setiap kebijakan adalah
penyediaan RTH publik sebesar 20%
pada tahun 2031.
3) Jika melihat laju pertumbuhan RTH
publik per tahunnya hanya berkisar
antara 0-0,1% maka diasumsikan bahwa
indikator kinerja penyediaan RTH
publik hanya sebatas sebagai laporan
tahunan tanpa ditindaklanjuti secara
maksimal untuk menyesuaikan dengan
target yang seharusnya.
4) Pendistribusian tugas dan wewenang
tiap tahap penyediaan RTH publik
(perencanaan,
pembebasan
lahan,
perancangan teknis, pembangunan dan
pengelolaan) telah diatur dengan jelas
dalam kebijakan penyediaan RTH Kota
Bandung saat ini. Akan tetapi, dengan
dikeluarkannya Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 18 Tahun
2016 Tentang Perangkat Daerah
berpotensi terjadinya ketidaksesuaian
antara kebijakan dan kewenangan di
lapangan karena telah terjadi perubahan
SOTK dalam struktur kelembagaan di
Pemerintah Kota Bandung terutama
terhadap SKPD yang membidangi
aspek lingkungan dan penataan ruang.
Sintesa analisis evaluasi dan temuantemuan penelitian merupakan landasan
utama dalam perumusan kesimpulan
penelitian. Berikut beberapa kesimpulan
hasil generalisasi dari keseluruhan isi
penelitian ini, diantaranya:
1) Secara umum, kebijakan publik
penyediaan RTH Kota Bandung
termasuk pada tingkat good public
policy. Disebut sebagai suatu kebijakan
yang baik karena kebijakan penyediaan
RTH publik Kota Bandung telah
memenuhi kriteria operasional, lengkap,
terpadu dan akuntabel.
2) Kebijakan penyediaan RTH publik Kota
Bandung adalah kebijakan yang
lengkap artinya secara keseluruhan
kebijakan tersebut sudah berhierarki,
mulai dari peraturan daerah yang
bersifat umum hingga dokumen
perencanaan yang bersifat teknis,
memiliki tujuan dan sasaran yang jelas
baik secara implisit maupun eksplisit
serta telah mengakomodir keterlibatan
setiap pemangku kepentingan baik
dalam lingkup pemerintah daerah
maupun cakupan masyarakat luas.
3) Kebijakan penyediaan RTH publik Kota
Bandung adalah kebijakan yang
operasional artinya kebijakan tersebut
sudah dapat dijadikan acuan dalam
tahap pelaksanaan pembangunan karena
telah memiliki target-target pencapaian
detail dan dinyatakan dalam istilah
terukur
(luasan
RTH,
waktu
pencapaian, distribusi lokasi RTH dan
pembiayaan).
4) Kebijakan penyediaan RTH publik Kota
Bandung adalah kebijakan yang terpadu
artinya kebijakan tersebut merupakan
kebijakan yang terpadu, terorganisir,
dan tidak tumpang tindih antar tiap
kebijakannya.
Kebijakan
tersebut
bersifat adil, tidak memihak, dan fokus
kepada tujuan penyediaan fasilitas
publik (RTH publik).
7
Jurnal PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA l SAPPK ITB
Evaluasi Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik Kota Bandung
5) Kebijakan penyediaan RTH publik Kota
Bandung adalah kebijakan yang
akuntabel artinya kebijakan tersebut
bersifat evaluatif, terbuka, transparan
dan dapat mengakomodir perubahan,
tantangan dan peluang yang dihadapi
dalam proses penyediaan RTH di Kota
Bandung.
6) Hasil analisis evaluasi kebijakan
menyatakan
bahwa
kebijakan
penyediaan RTH publik Kota Bandung
adalah kebijakan publik yang baik
(good public policy), dengan demikian
dapat ditarik kesimpulan bahwa belum
terpenuhinya target pencapaian 20%
RTH Kota Bandung disebabkan karena
lemahnya
kinerja
pelaksanaan
pembangunan RTH Kota Bandung.
Rekomendasi
Berdasarkan temuan hasil analisis
sebelumnya,
berikut
beberapa
rekomendasi atau saran yang dipandang
dapat
memberikan
manfaat
bagi
penyempurnaan kebijakan penyediaan
ruang terbuka hijau publik Kota Bandung,
diantaranya:
1) Ketentuan dan arahan yang terkandung
dalam Peraturan Daerah Kota Bandung
No. 7 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
RTH hanya terfokus pada satu tahap
penyediaan RTH, yaitu pengelolaan
RTH publik. Sedangkan tahapan
penyediaan RTH publik mencakup
proses
perencanaan,
perancangan
teknis, penyediaan lahan, pembangunan
dan pengelolaan RTH. Berdasarkan hal
tersebut, maka direkomendasikan untuk
dilakukan peninjauan kembali terhadap
Perda No. 7 Tahun 2011 dengan tujuan
agar
kebijakan
tersebut
dapat
menjelaskan pelaksanaan penyediaan
RTH Kota Bandung dengan lebih
komprehensif.
2) Memperkuat
kerjasama
dengan
pemangku
kepentingan
di
luar
perangkat pemerintah daerah, seperti
pihak swasta institusi pendidikan,
ahli/pakar,
lembaga/perusahaan,
komunitas
masyarakat
dan/atau
masyarakat perseorangan.
3) Peran aktif dan komitmen Walikota
Bandung sebagai penanggung jawab
penyediaan RTH publik sangat
dibutuhkan
dalam
kapasitasnya
memberikan motivasi, pengawasan,
evaluasi serta reward dan punishment
kepada perangkat daerah di bawahnya
untuk lebih meningkatkan kinerja dan
efektifitas dalam pengimplementasian
kebijakan penyediaan RTH publik di
Kota Bandung.
4) Adanya perubahan dan rencana
peninjauan kembali beberapa kebijakan
yang terkait dengan penyediaan RTH
publik (PP Nomor 18 Tahun 2016
Tentang Perangkat Daerah) dan revisi
Perda No. 18 Tahun 2011 tentang
RTRW Kota Bandung 2011-2031) perlu
ditanggapi dan ditindaklanjuti oleh
kebijakan di bawahnya, jika terjadi
perubahan yang mendasar atau
perubahan
yang
sifatnya dapat
mengugurkan kebijakan di bawahnya.
5) Pemerintah Kota Bandung agar
secapatnya
merumuskan
dan
menerbitkan peraturan walikota sebagai
peraturan yang berfungsi menjelaskan
pelaksanaan penyediaan RTH publik di
Kota Bandung dengan minimal
mengatur tentang:
• Tata cara teknis pelaksanaan setiap
tahap penyediaan RTH publik, yang
sebelumnya telah disusun dalam
dokumen
perencanaan
teknis
(Masterplan RTH Kota Bandung
2012, P2KP Kota bandung 2012 dan
sebagainya)
• Inovasi, strategi, program dan teknis
pelaksanaan yang telah diterapkan
dan terbukti berhasil, selama tidak
bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
• Petunjuk pelaksanaan (juklak) dan
petunjuk teknis (juknis) tata cara
kerjasama penyediaan RTH publik
8
Jurnal PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA l SAPPK ITB
Evaluasi Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik Kota Bandung
antara pemerintah Kota Bandung
dengan pemangku kepentingan
lainnya
(masyarakat,
swasta,
lembaga
swadaya,
kelompok
komunitas, lembaga pendidikan dan
lain sebagainya) terutama dalam
aspek penyediaan lahan dan
pembiayaan pembangunan RTH
publik.
Daftar Pustaka
Abidin, Said Zainal, 2004. Kebijakan
Publik. Yayasan Pancur Siwah.
Jakarta
Anderson, James E., 2000, Public Policy
Making, Houghton Mifflin. Boston
Creswell, J.W., 2009. Research Design,
Qualitative, Quantitative, and Mixed
Approach. Third Edition. Sage
Publication, California.
Dunn, William .N. 2003. Pengantar
Analisis
Kebijakan
Publik.
Penerjemah Samodra Wibawa.
Gajah Mada University Press.
Yogjakarta
Dye, Thomas R., 1995. Undesstanding
Public Policy. Prentice Hall. New
Jersey
Jones, Charles O. 1977. An introduction to
the study of public policy-2nd ed.
Brooks/Cole Pub. Co. English
Nazir, Moh. 2006. Metode Penelitian.
Ghalia Indonesia. Bogor
Nugroho, Riant, 2009. Public Policy. PT.
Alex Media Komputindo. Jakarta
Patton, Carl,V. Dan David S. Savicky,
1993.
Basic method of Policy
Analysis Method and Planning.
Prentice Hall. New Jersey
Ernawi I.S, 2012. Gerakan Kota Hijau.
Buletin Tata Rung. BKPRN. Jakarta
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor
5/PRT/M/2008
tentang
Pedoman
Penyediaan
dan
Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau
di Kawasan Perkotaan
Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor :
18 Tahun 2011 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota Bandung
Tahun 2011-2031
Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor :
10 Tahun 2015 tentang Rencana
Detail Tata Ruang dan Peraturan
Zonasi Kota Bandung Tahun 2015 –
2035
Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor :
07 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Ruang Terbuka Hijau
Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor :
25 Tahun 2009 tentang Hutan Kota
Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor :
09 Tahun 2015 tentang Perubahan
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah Tahun Anggaran 2015
Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor :
08 Tahun 2008 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang
Daerah (RPJPD) Tahun 2005 – 2025
Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor :
03 Tahun 2014 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) Tahun 2013-2018
Peraturan Walikota Bandung Nomor : 428
Tahun 2010 tentang Rician Tugas
Pokok, Fungsi, Uraian Tugas dan
Tata Kerja Dinas Pemakaman dan
Pertamanan Kota Bandung
Masterplan RTH Kota Bandung Tahun
2012
9
Jurnal PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA l SAPPK ITB