MENELAAH KONTRIBUSI ORGANISASI MASYARAKA docx

MENELAAH KONTRIBUSI ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL
(OMS) DALAM DEMOKRASI DI INDONESIA
Studi kasus : Program Pengkaderan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
(PMII) Cabang Sleman
Andi Triswoyo, Universitas Gadjah Mada, anditrsw@gmail.com

1

PENDAHULUAN
A. Abstraksi
Student movement has big role to make such state last more dynamic. PMII (Indonesia
Moslem Student Movement) become one of few student movement organizations in
Indonesia, who urge, even make Indonesia keep democratic. As we know together, student
movement is belonged to civil society organization. Regarding on intimate relation between
civil society and democracy, this paper would like to overview, and draw how PMII as civil
society organization can contribute onto democracy. I would make some case study, with
cadre program (program pengkaderan) as the orientation bases for PMII to work.
Keywords : PMII, civil society organization, democracy, cadre program
B. Latar Belakang
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) merupakan organisasi pergerakan
mahasiswa yang berdiri pada 17 April 1960. Berdirinya PMII sendiri, merupakan inisiasi

dari berbagai tokoh pemuda Nahdlatul Ulama yang tergabung dalam KMNU, IMANU
ataupun IPNU. Mereka kemudian, berkumpul dan mendeklarasikan sebuah organisasi
mahasiswa Nahdliyin yang bergerak dalam isu-isu sosial dan politik. Akhirnya, bertempat
di Wonokromo, Surabaya, PMII secara resmi terbentuk.
PMII merupakan salah satu organisasi kemahasiswaan yang besar yang bertahan
sampai saat ini. Terdapat sekitar 200an cabang di seluruh wilayah Indonesia. Tak ayal,
dengan besarnya massa membuat PMII selalu diperhitungkan, baik dalam perebutan
kekuasaan di tingkat nasional maupun daerah. Kebesaran PMII juga dapat dilihat dengan
berbagai alumni yang mengisi berbagai posisi dan jabatan di republik ini. Dengan
berbagai karakteristik inilah, menjadi alasan mengapa PMII perlu diangkat sebagai
organisasi masyarakat sipil (OMS) di Indonesia.
Dalam rangka memperdalam kajian PMII sebagai OMS di Indonesia, penulis akan
membawa tulisan ini kedalam salah satu program utama dari PMII di salah satu
cabangnya. Penulis memilih Cabang Sleman dengan Program Pengkaderan sebagai
1 Saat ini masih menempuh studi di S1 Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Gadjah Mada

bahasan utamanya. Hal ini dikarenakan pengkaderan merupakan program yang hampir
pasti ditemukan di semua organisasi pergerakan. Menjadi menarik untuk dibahas, kaitan
antara program pengkaderan dengan peran PMII sebagai OMS yang berpengaruh
terhadap demokrasi di Indonesia.

Pengurus Cabang PMII Sleman merupakan salah satu cabang PMII di lingkup Daerah
Istimewa Yogyakarta. PC PMII Sleman memiliki dua kepengurusan tingkat komisariat
dan tiga kepengurusan tingkat rayon, antara lain (1) Pengurus Komisariat PMII
Universitas Gadjah Mada (bernama PMII Gadjah Mada); (2) Pengurus Komisariat PMII
Universitas Negeri Yogyakarta (bernama PMII Hasyim Asy’ari); (3) Pengurus Rayon
Sosiohumaniora PMII UGM; (4) Pengurus Rayon Agro PMII UGM; dan (5) Pengurus
Rayon Saintekmedika PMII UGM.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana PMII dapat dikategorikan sebagai OMS?
2. Bagaimana Implikasi Program Pengkaderan PMII Cabang Sleman terhadap
Demokrasi di Indonesia?
D. Landasan Konseptual/ Teori
1. Organisasi Masyarakat Sipil
OMS merupakan organisasi atau asosiasi yang ada di luar negara, bersifat bebas dan
independen (Diamond, 1999). Beberapa kategori organisasi, baik formal maupun
informal yang termasuk dalam OMS, antara lain
a. Bersifat ekonomis : asosiasi atau jaringan produktif dan komersial;
b. Bersifat kultural : institusi dan asosiasi relijius, etnis, komunal, dan asosiasiasosiasi lain yang mempertahankan hak-hak, nilai-nilai, dan keyakinan dan simbol
kolektif;
c. Bersifat informasional dan edukasional : organisasi-organisasi yang memiliki

bidang gerak pada produksi dan diseminasi (baik untuk tujuan perolehan laba atau
tidak) pengetahuan, ide, berita, dan informasi publik;
d. Berkaitan dengan kepentingan: kelompok-kelompok yang berupaya memajukan
atau mempertahankan kepentingan-kepentingan fungsional atau material bersama
untuk para anggotanya, seperti serikat buruh, kelompok professional, dll;
e. Berkaitan dengan pembangunan: organisasi-organisasi yang mengumpulkan
sumber daya dan bakat-bakat individual untuk memperbaiki infrastruktur,
kelembagaan dan kualitas kehidupan komunitas;
f. Berorientasi isu : gerakan untuk perlindungan lingkungan, reforma agrarian,
perlindungan konsumen, hak-hak perempuan, etnis minoritas, kelompok adat,
kaum difabel, dan korban-korban lain dari diskriminasi dan penyalah gunaan
kekuasaan;

g. Berorientasi kewargaan : kelompok-kelompok non-partisan yang berupaya
memperbaiki sistem politik dan membuatnya lebih demokratis, seperti kelompokkelompok yang bekerja untuk HAM, pendidikan dan mobilisasi pemilih,
pemantauan pemilu, pengungkapan praktek-praktek korupsi, dll; dan
h. Berhubungan dengan “ideological marketplace”, aliran informasi dan ide-ide yang
mencakup kelompok-kelompok yang mengevaluasi dan mengkritisi negara,
seperti media massa yang independen, dan area-area yang lebih luas dari aktivitas
kultural dan intelektual yang otonom, seperti universitas, kelompok pemikir (think

tanks), kelompok teater, dll.
Sedangkan, OMS dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lain dalam masyarakat
dari lima karakteristik berikut ini, antara lain (1) OMS berhubungan dengan negara dalam
berbagai cara, namun tidak berupaya untuk memenangkan kontrol atas dan posisi dalam
negara; (2) OMS memperjuangkan pluralisme dan diversitas; (3) OMS tidak berupaya
untuk mewakili serangkaian kepentingan yang utuh dari orang per orang atau suatu
komunitas; (4) OMS memiliki kepedulian yang berhubungan dengan tujuan-tujuan publik
daripada tujuan-tujuan privat; dan (5) OMS berbeda dengan fenomena demokrasi yang
telah maju yang oleh Putnam disebut sebagai komunitas yang beradab (civilized
community).
2. Demokrasi Substantif
Demokrasi substantif merupakan demokrasi yang dikemukakan oleh David Beetham.
Beetham menilai bahwa demokrasi bukan sekadar politik elektoral (prosedural),
melainkan demokrasi adalah segala perkara yang menyangkut kontrol terhadap urusanurusan publik (control over public affairs). Oleh karena itu, demokrasi adalah persoalan
kehidupan sehari-hari, yang perlu didukung dan diawasi oleh masyarakat sipil.
3. Teori Strukturasi
Teori strukturasi berusaha menghubungkan antara agen dan struktur dalam
masyarakat. Temuan Giddens ini didasari pada keterjebakan ilmuwan sosial pada
determinasi agen (Max Weber) ataupun struktur (Emile Durkheim) dalam membentuk
suatu tatanan sosial di masyarakat. Hal ini ditegaskan Giddens berikut ini.

Menurut teori strukturasi domain dasar kajian ilmu-ilmu sosial bukanlah pengalaman
masing-masing aktor ataupun keberadaan setiap bentuk totalitas kemasyarakatan,
melainkan praktik-praktik sosial yang terjadi di sepanjang ruang dan waktu. Aktivitasaktivitas sosial manusia, seperti halnya benda-benda alam yang berkembang biak sendiri,
saling terkait satu sama lain. Maksudnya, aktivitas-aktivitas sosial itu tidak dihadirkan

oleh para aktor sosial, melainkan terus-menerus diciptakan oleh mereka melalui saranasarana pengungkapan diri mereka sebagai aktor. Di dalam dan melalui aktivitas-aktivitas
mereka, para agen mereproduksi kondisi-kondisi yang memungkinkan keberadaan
aktivitas-aktivitas itu.(Giddens, 1984 : 3)

Gagasan Giddens tentang strukturasi diafirmasi oleh A. Malik Haramain yang
mengaitkannya dengan intelektualisme yang dimiliki kader PMII sebagaimana berikut.
Gagasan Giddens tentang teori strukturasi yang membelah dimensi struktur dan aktor
menjadi lebih dinamik dan emansipatorik nampaknya ke depan akan memberi warna
tersendiri dalam membangun demokrasi dari aspek statis dan aspek dinamis tersebut.
(Haramain : 2000: 126)

E. Metodologi
1. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Penggunaan
Metode kualitatif sendiri dimaksudkan untuk menggambarkan fakta-fakta yang ada

berdasarkan teknik-teknik tertentu, seperti observasi. Dalam penelitian ini, metode
kualitatif tentu saja ditujukan untuk mendapatkan gambaran umum mengenai program
pengkaderan yang ada di PMII Cabang Sleman, yakni melalui menelusuri publikasipublikasi yang ada.
2. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data dilakukan melalui obervasi terhadap dokumentasi
dan publikasi kegiatan-kegiatan pengkaderan. Adapun daftar pertanyaan hendak dijawab
melalui penelusuran dokumen, antara lain
a. Menurut anda, apakah hubungan antara organisasi pergerakan dengan demokrasi
di Indonesia?
b. Sejauh mana, PMII berperan dalam pembangunan demokrasi di Indonesia?
c. Bagaimana proses pengkaderan di PMII Cabang Sleman sendiri? Jelaskan.
F. Argumentasi Utama
Berbagai program pengkaderan yang dilakukan PMII Cabang Sleman, baik formal
maupun informal dimaksudkan untuk menumbuhkan generasi-generasi ulul albab, yang
ditandai dengan semangat mencintai tanah air, memperjuangkan kelompok yang
termarjinalkan dan memajukan demokrasi di Indonesia.

PEMBAHASAN
A. PMII Sebagai OMS di Indonesia
PMII merupakan salah satu organisasi pergerakan mahasiswa di Indonesia. Didalam

sebuah organisasi pergerakan, tentu saja tidak lepas dari sebuah gagasan ataupun tujuan
organisasi yang dicita-citakan dan diperjuangkan agar terrealisasi. Dalam hal ini, PMII
memiliki sebuah tujuan, yaitu “ Terbentuknya pribadi muslim yang bertakwa kepada Allah
SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap dan bertanggung jawab mengamalkan ilmunya, dan
komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia”. Berkenaan dengan cita-cita
itulah, PMII ingin mewarnai belantika dunia pergerakan di Indonesia.
OMS sendiri, merupakan kelompok organisasi yang tergolong dan berperan sebagai
masyarakat sipil di Indonesia. Larry Diamond telah menjelaskan bagaimana karakteristik
sebuah organisasi yang tergolong sebagai OMS. Riset yang dilakukannya terhadap
kecenderungan bagaimana kelompok masyarakat sipil mengorganisasikan dirinya menjadi
kelompok penyeimbang diantara Negara dan Pasar. Dalam kajian ini, pentingnya untuk
melihat organisasi pergerakan mahasiswa atau biasanya disebut organisasi mahasiswa ekstra
kampus

(OMEK) dalam kategorisasi Diamond merupakan peluang besar untuk

mengidentifikasi status mereka apakah OMS atau bukan dan kontribusi mereka dalam
demokrasi di Indonesia.
Mencermati karakteristik yang dipaparkan Diamond, saya berargumen bahwa PMII dapat
digolongkan sebagai OMS di Indonesia. Terdapat beberapa kategori yang dapat menjelaskan

mengapa PMII dapat dianggap sebagai OMS. Ranah kinerja PMII yang berusaha untuk
menyebarkan gagasan kebangsaan dan nilai-nilai pluralisme menjadi fondasi awal mengapa
dapat dikategorikan sebagai OMS.
Pertama, PMII berperan sebagai organisasi yang mendasarkan diri pada nilai-nilai
tertentu, sebagaimana termaktub dalam Nilai Dasar Pergerakannya. Nilai Dasar Pergerakan
PMII didasarkan pada Progresif, Kritis dan Transformatif. Masing-masing semboyan ini

memunculkan optimisme bagi PMII untuk membuat perubahan di masyarakat menjadi lebih
baik dan maju.
Kedua, PMII berperan sebagai organisasi yang memproduksi dan mereproduksi informasi
ataupun edukasi, baik terhadap anggota maupun masyarakat luas. Diakui atau tidak, PMII
selalu berusaha untuk terlibat dalam wacana kebangsaan. Mereka terus konsisten untuk terus
melakukan sinkronisasi antara ranah agama dengan negara, maupun ruang publik dan privat.
Ketiga, PMII berorientasi pada kewargaan. Hal ini tercermin dalam nilai-nilai kewargaan
yang dianut PMII, yaitu tawasuth (seimbang), tasamuh (toleran), dan tawazzun (antiekstremisme). Masing-masing nilai ini diejawantahkan dalam pedoman berorganisasi.
B. Program Pengkaderan di PMII Cabang Sleman
Dalam menggali mengenai program pengkaderan yang dihelat oleh PMII Cabang Sleman,
saya menyusun beberapa rancangan pertanyaan yang dapat dikonfirmasi melalui modul
pengkaderan PMII Cabang Sleman. Sesi wawancara batal untuk dilakukan, dikarenakan
pertimbangan waktu dan ketersediaan jawaban yang dihasilkan. Sehingga, peneliti lebih

memilih mencermati dokumen pengkaderan yang ada, daripada melakukan sesi wawancara.
Berikut draft pertanyaan wawancara yang hendak dijawab.
1. Apakah tantangan terbesar bagi organisasi pergerakan
2.
3.
4.
5.
6.

mahasiswa

dalam

meningkatkan taraf demokrasi di Indonesia?
Berdasarkan tujuan PMII, bagaimana PMII merealisasikan tujuannya?
Sejauh mana PMII dapat berperan dalam pembangunan demokrasi di Indonesia?
Apakah terdapat program utama yang diemban oleh PMII Cabang Sleman? Jelaskan!
Apakah PMII Cabang Sleman memiliki program kaderisasi? Kalo ada, jelaskan!
Seberapa penting memunculkan kader-kader PMII Cabang Sleman di tengah
tantangan sosio-politik di Indonesia sekarang ini?


Tantangan terbesar yang dimiliki oleh organisasi pergerakan mahasiswa Indonesia masa
kini, terdiri dari dua lingkup, yaitu lingkup internal dan eksternal. Pertama, lingkup internal
adalah urgensi organisasi pergerakan untuk mencetak kader-kader yang dapat bermanfaat
bagi kebaikan publik. Sedangkan, lingkup eksternal meliputi berbagai situasi yang ada, baik
intra maupun ekstra kampus. Dalam tataran intra kampus, mahasiswa tidak diberikan ruang
yang lebih luas untuk mengembangkan diri di lingkungan pergerakan dikarenakan semakin
dibatasinya waktu perkuliahan menjadi lima tahun. Adapun dalam tataran ekstra kampus,
mahasiswa dituntut untuk mengembangkan keahlian di disiplinnya, sehingga kurang leluasa
untuk bersinergi dalam menyusun gerakan massa yang besar.
Berdasarkan draf narasi alur kaderisasi PC PMII Sleman, terdapat beberapa alasan
mengenai perlunya melakukan pengkaderan, disamping fungsi PMII sebagai organisasi
pengkaderan, antara lain pewarisan nilai-nilai (argumentasi idealis), pemberdayaan anggota

(argumentasi strategis), memperbanyak anggota (argumentasi psikis), persaingan antar
kelompok (argumentasi pragmatis), dan juga mandat organisasi (argumentasi administratif).
Beberapa argumentasi tersebutlah yang membuat PMII sangat serius dalam menyusun
program pengkaderannya. Sehingga, program pengkaderanlah yang menjadi program utama,
karena berhubungan secara langsung dengan tujuan PMII.
B.1 Pilar Kaderisasi

Dalam membentuk seorang kader ulul albab, PMII memiliki tiga pilar kaderisasi, yaitu
pilar kemahasiswaan (semangat gerakan, ketrampilan dan daya intelektualitasnya sebagai
mahasiswa), pilar keislaman (keyakinan, pemahaman, pelaksanaan dan penghayatan atas
ajaran agama islam), dan pilar keindonesiaan (pengetahuan, wawasan, komitmen, dan
pembelaannya atas kelangsungan negara-bangsa Indonesia). Pilar pertama diarahkan untuk
mencetak kader yang cerdas, bergerak dan mengembangkan intelektualitasnya, sehingga
dapat berperan sebagai intelektual organik. Pilar kedua diarahkan untuk mencetak kaderkader relijius yang berorientasi keislaman. Dan pilar ketiga, diarahkan untuk membangun
kader-kader yang nasionalis dan tak segan untuk membantu terwujudnya negara-bangsa
Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur.
B.2 Alur Kaderisasi
Proses membangun sebuah kader yang berkualitas tentu saja membutuhkan berbagai
persiapan dalam merencanakannya. Setiap organisasi memiliki kualifikasi-kualifikasi tertentu
dalam mencetak kader-kadernya. Dalam hal ini, PMII memiliki tiga kualifikasi kader, antara
lain kader mu’taqid, kader mujahid, dan kader mujtahid. Masing-masing tipikal kader ini
memiliki beberapa karakter dan kompetensi.
Pertama, kader mu’taqid merupakan kader yang memiliki loyalitas sangat tinggi terhadap
organisasi. Kesetiaan ini diawali dengan amanah yang dibebankan, yaitu menjadi pengurus di
tingkat rayon. Kader mu’taqid sendiri merupakan kader yang telah mengikuti Masa
Penerimaan Anggota Baru (MAPABA). Adapun karakter dan kompetensi kader mu’taqid
sendiri sebagai berikut.
No
1

Karakter
Berpikir terbuka

Definisi
Dapat menerima sesuatu yang baru dari luar dirinya dan

2
3
4
5
6

Percaya diri
Tanggungjawab
Peduli
Loyalitas
Religius

berjiwa seorang pembelajar
Percaya dengan kemampuan diri sendiri
Menjalankan keputusan yang diambil dengan segala resiko
Keinginan untuk berbagi dan menolong
Setia terhadap organisasi dan persekawanan
Memahami dan mengaktualisasikan nilai-nilai ajaran Islam

7

Kritis

dalam kehidupan sehari-hari
Tidak mudah percaya sebelum diketahui secara pasti

8
9

Disiplin
Jujur

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Patuh terhadap nilai-nilai yang dipercayai
Menyatakan sesuatu dengan sesungguhnya dan apa adanya

Kompetensi
Mampu memahami diri sendiri
Mampu memahami nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan
Mampu memahami konstruksi jender
Mampu memahami peta kampus
Mampu memahami gerakan mahasiswa
Mampu memahami nilai-nilai ahlussunnah wal jamaah
Mampu memahami nilai dasar pergerakan dan gagasan PMII
Memahami gagasan-gagasan besar dunia
Menguasai manajemen organisasi
Mampu menulis
Mampu berbicara di publik
Mampu membaca dan mengkhatamkan Al-qur’an
Mampu membaca tulisan berbahasa inggris (reading)

Kedua, kader mujahid sendiri merupakan kader yang memiliki komitmen terhadap nilainilai pergerakan. Lebih lanjut, kader ini dipersiapkan untuk menjadi pengurus komisariat.
Kader ini merupakan kader yang telah melewati program pengkaderan formal Pelatihan
Kader Dasar (PKD) beserta program lainnya. Adapun karakter dan kompetensi kader
mujahid ini sebagai berikut.
No
1

Karakter
Definisi
Berpihak pada yang Membela dan mendukung kaum lemah atau yang dilemahkan

2

lemah
Kongruen

Berani memunculkan diri apa adanya, dengan segala

3
4
5

Mandiri
Kreatif
Optimis

konsekuensinya
Tidak bergantung pada orang lain
Kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru
Sikap dan perilaku yang tidak ragu-ragu, selalu percaya

6

Berintegritas

bahwa sesuatu yang diinginkan pasti akan tercapai
Konsisten dan teguh, tidak tergoyahkan dalam menjunjung

7

Toleran

tinggi nilai dan prinsip
Menghargai perbedaan dan tidak memaksakan kehendak

No
1
2
3
4

Kompetensi
Mampu menjadi pemimpin di komunitasnya
Mampu memahami analisis sosial
Mampu memahami paradigma gerakan
Mampu melakukan pemetaan isu strategis

5
6
7
8
9
10
11

Mampu memahami dan mengelola jaringan, kampus, alumni dan pesantren
Mampu memahami media, baik online maupun offline
Mampu memproduksi gagasan
Mampu bekerja dalam tim
Memahami basis epistemologi pemikiran
Mampu memimpin tahlil
Mampu berbicara dalam bahasa inggris (speaking)

Ketiga, kader mujtahid meruapakan kader yang diharapkan mampu menjadi pelopor,
pembaharu, dan kreator gerakan. Kader mujtahid sendiri dipersiapkan untuk menjadi
pengurus cabang, setelah mengikuti program pengkaderan Pelatihan Kader Lanjut (PKL)
maupun program lainnya. Adapun karakter dan kompetensi kader mujtahid sebagai berikut.
No
1
2
3

Karakter
Militan

Definisi
Bersemangat tinggi dan penuh pengabdian terhadap nilai dan

Bersikap adil
Kematangan personal

organisasi
Berpihak pada kebenaran dan tidak sewenang-wenang
Dewasa, mampu mengontrol diri dna tidak mudah
terprovokasi

No
1
2
3
4
5
6
7

Kompetensi
Mampu menjadi pemimpin organisasi
Mampu memahami strategi gerakan :
a. Pengorganisasian massa
b. Advokasi kebijakan
Mampu memahami PMII dalam berbagai perspektif
Mampu mengelola sumber daya
Mampu memfasilitasi pelatihan
Mampu memberikan ceramah keagamaan
Mampu menulis dalam bahasa inggris (writing)

B.3 Tahap Kaderisasi
Kaderisasi merupakan salah satu program utama dalam setiap organisasi pergerakan.
Selain PMII, organisasi pergerakan lainnya seperti Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia
(GMNI), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ataupun Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim
Indonesia (KAMMI) memiliki bentuk kaderisasi yang spesifik. Di PMII Cabang Sleman,
terdapat setidaknya beberapa poin penting dari setiap tahap kaderisasi.
Pertama, program kaderisasi awal dimaksudkan agar setiap kader dapat memahami diri
mereka masing-masing, sebelum mereka terlibat dalam urusan organisasi. Hal ini penting
bagi pembangunan sumber daya manusia Indonesia kedepan. Di titik inilah, program
kaderisasi menemui urgensinya. Setiap calon kader diperkenankan untuk maju atau mundur

dari urusan organisasi, tatkala mereka belum siap, tidak siap atau tidak menerima program
yag ditawarkan organisasi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa setiap kader yang terbentuk
dalam proses awal merupakan pemimpin-pemimpin yan telah siap memikul beban organisasi
dan telah selesai dengan dirinya sendiri.
Kedua, program kaderisasi lanjutan dimaksudkan sebagai kawah candradimuka bagi para
kader yang telah siap secara mental untuk terlibat dalam persoalan publik. Pentingnya untuk
menerjunkan mereka dalam persoalan publik berperan penting dalam mendekatkan mereka
terhadap kehidupan sebenarnya. Meskipun mahasiswa berada dalam ruang keilmuan yang
cenderung homogen, bukan merupakan lokus yang terpisah dari kehidupan bermasyarakat.
Bagaimanapun juga, mereka adalah calon pemimpin masyarakat di masa depan. Sehingga,
upaya untuk mendekatkan persoalan publik secara lebih dini, memberikan peluang mereka
untuk berlatih dan belajar menyelesaikan persoalan yang ada. Di titik inilah,
pengejawantahan PMII sebagai OMS menemui keabsahannya. Sedangkan, titik kulminasi
seorang kader adalah dia yang merupakan alumnus dan berperan dalam berbagai posisinya di
masyarakat.

ANALISIS
Penjelasan Diamond (1999 : 278) mengenai “masyarakat sipil melingkupi kehidupan
sosial terorganisasi yang terbuka, sukarela, lahir secara mandiri, setidaknya berswadaya
secara parsial, otonom dari negara, dan terikat pada tatanan legal atau seperangkat nilai-nilai
bersama“, memunculkan peluang bagi segenap OMS untuk berlomba-lomba dalam
memunculkan organisasi yang dimaksud, tak terkecuali PMII. Dari uraian karakteristik yang
dipaparkan Diamond, PMII setidaknya telah berusaha mengembangkan kapasitas dan
potensinya untuk menjadi masyarakat sipil yang demokratis, terutama dalam program
pengkaderannya.
Kader mu’taqid merupakan tahap dimana seorang calon kader dituntut untuk mengenali
siapa dirinya dan menjadi seorang kader yang bermanfaat. Dalam tahap ini, PMII menuntut
hadirnya sesosok manusia yang paham akan dirinya. Dalam terminologi PMII, hendaknya
calon kader tahu asal-usulnya dan berkesadaran historis-primordial. Berbagai karakter yang
tertanam memunculkan optimisme baru akan satu sosok manusia yang siap untuk berkarya.
Dalam istilah studi demokrasi, kader mu’taqid adalah seorang demokrat yang siap
mengembangkan demokrasi ke arah yang substantif. Ke-mu’taqid-an kader diukur dengan

seberapa mampu dia menempatkan dirinya ditengah-tengah lingkungan masyarakat dan
menjadi agen-agen pembaharu demokrasi di kehidupan sosialnya.
Kemudian, kader mujahid dapat dimaknai sebagai tahap, dimana seorang kader untuk
melakukan sebuah aksi nyata. Jenis kader ini dinilai dari peran apa yang ditampilkan dalam
ranah publik. Ke-mujahid-an kader tercermin dalam upayanya untuk memberikan manfaat
bagi masyarakat disekitarnya. Dalam hal ini, kader mujahid terlihat dalam upayanya untuk
membantu persoalan-persoalan kehidupan bermasyarakat, seperti kemiskinan, konflik
horizontal, maupun berbagai kebijakan pemerintah yang menindas masyarakat. Kader
mujahid adalah mesin-mesin penggerak bagi gerbong partisipasi publik terhadap proses
pengambilan keputusan. Dengan semakin banyaknya kader mujahid, masing-masing dapat
berperan dan mulai mengembangkan partisipasi politik dalam demokrasi di berbagai lini,
seperti pendidikan, sosial, politik, ekonomi maupun kebudayaan.
Terakhir, kader mujtahid adalah kader penggerak yang mampu menularkan semangat,
idealisme dan keberlanjutan gerakan di berbagai arah dan tipe massa. Dalam tataran praktis,
kader mujtahid merupakan kader yang siap pakai dan telah menjadi panutan di berbagai
komunitas

dan

organisasi

di

berbagai

lingkungan,

seperti

pemimpin

organisasi

kemahasiswaan. Seorang kader mujtahid memiliki tanggung jawab yang lebih besar untuk
memikirkan, menuangkan gagasan, dan menularkan gerakan mengenai apa yang harus
dilakukan, terutama untuk menyelesaikan persoalan-persoalan publik.
Dari uraian mengenai peran yang seyogyanya dimainkan oleh masing-masing kader,
PMII menunjukkan konsen yang optimal dalam mendukung keberlangsungan demokrasi di
Indonesia. PMII menilai tidak cukup untuk mendayagunakan kapasitas yang ada dalam
mengawal agenda demokrasi saat ini. PMII berperan dalam mempersiapkan generasi penerus,
sekaligus pembaharu bagi keberlangsungan demokrasi di masa yang akan datang, tentu saja
dengan pelbagai tantangan dan kompleksitasnya.
Dalam teori strukturasi Giddens, kader-kader PMII berperan dalam memperbaharui,
menyelaraskan, dan menyempurnakan struktur-struktur sosial dan politik yang menjadi
tumpuan, baik saat ini maupun masa mendatang. Mereka adalah agen-agen yang siap terjun
untuk memperbaiki struktur-struktur kehidupan sosial-politik dalam mewujudkan demokrasi
yang substantif. Tak perlu jauh-jauh, demokrasi substantif di Indonesia tercermin dalam
tercapainya cita-cita kemerdekaan Indonesia, yaitu masyarakat yang merdeka, berdaulat, adil
dan makmur.

PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai organisasi pergerakan mahasiswa yang berorientasi pengkaderan, PMII turut
mewarnai belantika keberadaan masyarakat sipil di Indonesia. Bertindak sebagai OMS, PMII
ikut berkontribusi terhadap dinamika demokratisasi di republik ini, terutama sejak
kelahirannya di tahun 1960, yang berkeinginan untuk membangun sebuah negara yang
terbuka akan kritik di tengah situasi politik yang cenderung repressif dan opressif. Dalam
kacamata sejarah, PMII terus-menerus membangun dan bangkit dalam melawan segala
bentuk penindasan atas nama demokrasi.
Pun demikian dengan masa reformasi yang Indonesia nikmati saat ini, PMII toh tetap
berperan sebagai organisasi pergerakan mahasiswa. Namun, gerak PMII cenderung dimaknai
sebagai sebuah transformasi bagi adaptasi tantangan-tantangan baru. Program pengkaderan
merupakan salah satu program yang tetap dikawal serius. Dalam hal ini, pengurus cabang
PMII Sleman berusaha mengkontekstualisasikan modul program pengkaderan, agar tetap
relevan dengan kebutuhan organisasi, saat ini. Terlebih saat organisasi pergerakan yang
tergolong ekstra kampus, tidak menancapkan jejak yang kentara di lingkungan kampus.
Nyatanya, PMII tetap berperan dalam demokrasi.

Pengurus Cabang PMII Sleman tetap terlibat dalam mempersiapkan aktor-aktor
pembaharu, melalui sistem pengkaderan yang terrencana. Diharapkan, aktor-aktor berbasis
sistem pengkaderan tersebut dapat bersinergi dalam membangun struktur-struktur sosial
politik yang emansipatoris, demi terbentuknya demokrasi yang terkonsolidasi secara baik
(well-consolidated democracy).
B. Daftar Pustaka
Diamond, Larry. (1999). Developing Democracy : Toward Consolidation. Baltimore: The
John Hopkins University Press. hal 278
Suharko. (2005). “ Masyarakat Sipil, Modal Sosial dan Tata Kelola Pemerintahan yang
Demokratis. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Vol. 8, No. 3 (Maret 2005). hal 278
Giddens, Antonio. (2010). TEORI STRUKTURASI : Dasar-dasar Pembentukan Struktur
Sosial Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hal 3
Haramain, A. Malik. (2000). PMII di Persimpangan Jalan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
hal 126
Tim Perumus. (2015). Draf Narasi Alur Kaderisasi Pengurus Cabang Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia Kabupaten Sleman. hal 1,2,4,5, dan 6.