Kualitas Fungsi Seksual Guru Perempuan Sekolah Dasar di Bandar Lampung
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013
Semirata 2013 FMIPA Unila
Kualitas Fungsi Seksual Guru Perempuan Sekolah Dasar di
Bandar Lampung
Sutyarso dan M. Kanedi
Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Lampung
Abstrak. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kualitas fungsi seksual para guru
perempuan yang mengajar di sekolah dasar negeri (SDN) di Kota Bandar Lampung dan
hubungannya dengan factor-faktor demografi yang mungkin bisa berkontribusi. Ada 84 guru
(responden) yang ambil bagian dalam penelitian ini. Mereka berasal dari 12 SDN di tiga
kecamatan: Kecamatan Rajabasa (6 SDN), Kedaton (5 SDN), dan Sukarame (1 SDN).
Kepada setiap responden diminta mengisi dua jenis borang: borang demografi dan borang
fungsi seksual. Borang demografi meminta informasi tentang umur, etnik, pendidikan,
pekerajaan, penghasilan, status tempat tinggal, status pernikahan, jumlah anak, jenis alat
kontrasepsi, jenis obat-obatan yang pernah dikonsumsi, dan frekuensi aktivitas seksual
masing-masing responden. Borang fungsi seksual menghimpun persepsi reponden terhadap
kualitas fungsi seksual diri mereka sendiri menggunakan Female Sexual Function Index
(FSFI) yang terdiri dari enam domain dan 19 item. Keenam domain tersebut adalah: (1)
desire (hasrat); (2) arousal (keterangsangan); (3) lubrication (kelumasan); (4) orgasm
(orgasme); (5) satisfaction (kepuasan); dan (6) vaginal pain (kenyerian vagina). Hubungan
skor FSFI dianalisis menggunakan statistik Kurskal-Wallis Test. Hasil yang diperoleh adalah
sebagai berikut. Tidak ada responden yang memiliki skor fungsi seksual (FSFI) ≥ 26,55.
Faktor demografi yang secara signifikan mempengaruhi rendahnya kualitas fungsi seksual
para guru perempuan yang menjadi responden penelitian ini adalah jumlah anak (p=0,017)
dan frekuensi aktivitas seksual (p=0,000).Kata Kunci: FSFI, disfungsi seksual perempuan, guru SD
PENDAHULUAN
Pada kebanyakan bangsa di dunia laki- lakilah yang mendominasi semua urusan sosial, politik, dan ekonomi keluarga, termasuk urusan ―kehidupan ranjang‖. Tidak mengherankan jika sudut pandang dan kepentingan laki-laki pulalah yang menjadi orientasi berbagai kajian tentang kesehatan hubungan seksual suami-istri. Sebaliknya, kaum perempuan lebih dipandang sebagai objek ketimbang subjek dalam hubungan seksual. Akibatnya, kaum perempuan pada banyak kebudayaan merasa tabu untuk memperbincangkan, apalagi mengeluhkan, masalah kehidupan seksualnya.
Belakangan kecenderungan tersebut sudah bergeser, sehingga kajian tentang kesehatan perilaku seksual perempuan menurut ―kacamata‖ kaum perempuan akhir-akhir ini makin banyak dilakukan. Akan tetapi, karena kajian di bidang ini masih baru, maka banyak hal terkait fungsi seksual kaum perempuan yang belum terungkap.
Pengukuran kualitas perilaku seksual dapat didasarkan pada Indeks Fungsi Seksual Perempuan (Female Sexual
Function Index , FSFI) yang dikembangkan.
Female Sexual Function Index (FSFI) adalah keseluruhan nilai atau skor diskriminan dari item-item yang dihimpun ke dalam 6 domain berikut: (1) desire (hasrat); (2) arousal (keterangsangan); (3)
lubrication (kelumasan); (4) orgasm
(orgasme); (5) satisfaction (kepuasan); dan (6) pain (kenyerian). Setiap domain terdiri atas beberapa item yang bisa didiskrimanasikan menurut persepsi
Sutyarso dan M. Kanedi, Kualitas Fungsi Seksual Guru Perempuan Sekolah Dasar di
Bandar Lampung
Sebagai langkah awal untuk mengungkap kemungkinan adanya hubungan gangguan fungsi seksual dengan kinerja professional para guru perempuan telah dilakukan survey faktor-faktor demografi, biologi, dan psikoseksual yang mungkin berkontribusi pada funsi seksual para guru perempuan yang mengajar di sekolah dasar negeri (SDN) di Kota Bandar Lampung.
Terkait dengan faktor-faktor demografik yang diduga berkontribusi terhadap gangguan fungsi seksual pada perempuan diketahui bahwa umur, ras, pendidikan, penghasilan, dan keberadaan anak tidaklah signifikan berkontribusi pada gangguan fungsi seksual. Namun demikian, status perkawinan, penggunaan kontrasepsi, penggunaan anti-depresi, dan frekuensi aktivitas seksual berkontribusi secara signifikan.
METODE PENELITIAN PELAKSANAAN SURVEI
Berdasarkan paparan di atas dapat dinyatakan bahwa kualitas fungsi seksual seseorang, termasuk pada kaum perempuan, dapat menjadi komponen penentu perilaku sosialnya di masyarakat. Dewasa ini kiprah kaum perempuan, terutama di negara- negara demokratis seperti Indonesia, sangatlah luas sehingga nyaris tidak ada bidang profesi yang belum atau tabu digeluti kaum perempuan. Salah satu bidang profesi di Indonesia yang banyak digeluti oleh kaum perempuan adalah guru.
6 SDN 3 Kampung Baru
Lampung pada bulan Juli hingga September 2012. Dua belas sekolah dasar negeri (SDN) di tiga kecamatan: Rajabasa, Kedaton, dan Sukarame telah dipilih sebagai sekolah sasaran. Responden penelitian adalah guru-guru perempuan
84 Penelitian ini dilaksanakan di Bandar
6 Total Reponden
6 Sukarame SDN 1 Way Halim
7 SDN 1 Sukamenanti
8 SDN 1 Labuhan Ratu
6 SDN 1 Surabaya
8 Kedaton SDN 1 Kampung Baru
Sebagai pribadi, guru adalah sosok panutan anak didiknya. Karena itu guru harus mampu menjaga kestabilan emosinya ketika berhadapan dengan keragaman tingkah polah anak didiknya. Kegagalan guru dalam menjaga kestabilan emosi dapat menimbulkan ketakutan pada anak didik. Rasa takut dapat menyebabkan turunnya minat belajar dan hilangnya konsentrasi anak didik.
6 SDN 1 Gedung Meneng
400| Semirata 2013 FMIPA Unila (laporan diri) wanita bersangkutan. Keseluruhan nilai atau skor diskriminan setiap item tadi dinamakan Female Sexual Function Index (FSFI). FSFI itulah yang biasa digunakan untuk mengidentifikasi jenis disfungsi seksual perempuan.
7 SDN 1 Rajabasa Raya
9 SDN 3 Rajabasa
9 SDN 2 Rajabasa
SDN 1 Rajabasa
Tabel 1. Jumlah responden menurut asal sekolah Kecamatan Nama SD Jumlah Rajabasa
Kenyataan diatas memperlihatkan bahwa kajian, konseling, dan terapi kesehatan seksual kaum perempuan sejauh ini lebih berorientasi ke dalam dengan manfaat- sosial yang relatif terbatas, yaitu terbatas pada diri dan keluarga perempuan bersangkutan. Padahal, penelitian di Amerika mengungkapkan bahwa pertengkaran yang dipicu oleh ―ketidakpuasan seksual‖ di rumah tangga dapat memicu timbulnya gangguan kejiwaan (psikopatologi) dan kecelakaan lalu lintas di jalan raya.
6 SDN 2 Rajabasa Raya
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013
1. Desire (hasrat); 2.
25
52
h. Kontrasepsi Tidak pakai
11.9
10
22.6 > 5
19
4
29.8
3
10
21.4
18
2
9.5
8
1
4.8
4
61.2 Pil
12
11.9 Suntik
8.7 1-2 kali sebulan
2.5
2
3.8 > 5 kali seminggu
3
52.5 3-4 kali seminggu
42
32.5 1-2 kali seminggu
26
7
Semirata 2013 FMIPA Unila berstatus PNS dengan rentang umur maksimum 59 tahun. Pilihan pada guru dengan rentang umur maksimum 59 tahun didasarkan atas pertimbangan bahwa batas usia pensiun guru yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS) adalah 60 tahun. Nama sekolah dan jumlah responden di setiap sekolah disajikan pada Tabel 1.
2.4 j. Aktivitas Seksual < 1 kali sebulan
2
97.6 Obat tidur
82
7.1 i. Obat-obat (Drug) Tidak pernah
6
4.8 Tubektomi
4
14.3 IUD
g. Jumlah Anak
f. Status Pernikahan Tak Menikah Nikah 84 100
4.8
11
3
50 b.Etnik Sunda
42
23.8 51-60
20
13.1 41-50
11
3.1 31-40
Tabel 2. Data demografi responden Parameter Jumlah N % a.Umur (tahun) < 30
4
Stastik deskriptif data demografi yang meliputi faktor biologi, psikoseksual dan kontekstual/sosial responden disajikan pada Tabel 2.
Data demografi dan fungsi seksual responden disajikan secara dekriptif, sementara hubungan antara data demografi dengan skor rerata total setiap domain FSFI para responden dianalisis menggunakan statistic non-parametrik metode Kurskal- Wallis.
Keenam domain itu terdiri dari 19 item, masing-masing memiliki rentag skor 0 -5.
Arousal (keterangsangan); 3. Lubrication (lubrikasi); 4. Orgasm (orgasme/klimaks); 5. Satisfaction (kepuasan); 6. Pain (kenyerian);
kawan. Variabel disfungsi seksual terdiri dari 6 domain berikut:
Function Index ) dari Rosen dan kawan-
Macam dan jenis gangguan fungsi seksual persepsi responden diungkap menggunakan FSFI (Female Sexual
Etnis (rumpun kebudayaan); 2. Pendidikan tertinggi; 3. Penghasilan keluarga per bulan; 4. Status perkawinan; 5. Keberadaan anak; 6. Kontrasepsi; 7. Penggunaan anti depresi; 8. Frekuensi aktivitas seksual;
Data demografi yang dihimpun adalah faktor biologi, psikoseksual dan kontekstual/sosial yang meliputi: 1.
3.6 Palembang
13
15.5 Lampung
61.9 d.Penghasilan < Rp 2 juta
8.3 Numpang
7
86.9 Sewa
73
86.9 e.Status Tempat Tinggal Hak milik
73
13.1 > Rp 2 juta
11
52
40
11.9 S1
10
26.2 Diploma
22
19.1 c.Pendidikan SLTA
16
14.3 Lain-lain
12
47.5 Jawa
ANALISIS DATA
HASIL DAN PEMBAHASAN DATA DEMOGRAFI
Sutyarso dan M. Kanedi, Kualitas Fungsi Seksual Guru Perempuan Sekolah Dasar di
Bandar Lampung
3.88
14
0.97 Satisfy
3.47
1.18 Rerata
3.41
13
1
12
1.32
1.19
3.04
11
1.02 Orgasm
3.35
1.09 Rerata
3.7
10
3.54
15
2.97
18
diatas didapat jumlah skor rerata seluruh domain sebesar: 2,5+2,78+3,35+3,47+3,61+3,91=19,62. Jumlah itu jauh berada di bawah skor fungsi seksual perempuan yang masuk kategori normal (≥26,55). Bila total skor rerata
0.93 Berdasarkan angka-angka pada Tabel 4
3.91
1.02 Rerata
3.83
19
1.16
4.01
1.19
3.74
3.88
17
1.12 Pain
3.61
1.11 Rerata
3.66
16
1.08
1.22
9
402| Semirata 2013 FMIPA Unila Berdasarkan data pada Tabel 2 terlihat bahwa dari aspek demografi mayoritas guru yang menjadi reponden penelitian ini berumur 50-60 tahun (50%); sebagian besar dari etnis Lampung (47,5%); lebih dari separuhnya berpendidikan Sarjana S-1 (61,9%); berpenghasilan diatas 2 juta rupiah per bulan (86,9%) dan tinggal di rumah milik sendiri (86,9%).
45.2 20-26,5
2.54
2
0.86
2.46
1
0.0 Tabel 4. Skor setiap item dan domain FSFI para responden Domain Item Skor Std Dev Desire
41.7 ≥ 26,55
35
38
2.5
13.1 10-19,9
11
N % <10
Tabel 3. Jumlah reponden berdasarkan total skor rerata domain FSFI Jumlah Skor Rerata Domain FSFI
Gambaran umum (deskripsi) fungsi seksual para guru perempuan yang menjadi responden penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.
Selanjutnya dari 78 responden yang mengisi kolom aktivitas seksual, 42 orang (52,5%) diantaranya mengaku melakukan aktivitas seksual 1-2 kali per minggu. Hanya 7 orang (8,7%) yang mengaku melakukan aktivitas seksual kurang dari sekali dalam sebulan, dan hanya 2 orang (2,5%) mengaku melakukan aktivitas seksual hampir setiap hari dalam seminggu. Temuan ini sebenarnya di bawah normal, sebab untuk waninta menikah frekuensi hubungan seks umumnya 2-3 kali perminggu.
Mayoritas responden mengaku tidak menggunakan alat kotrasepsi apa pun (61,2%) dan hampir seluruhnya (97,6%) mengaku tidak pernah menggunakan obat- obatan psikotropik apa pun. Sisanya, (2,4%) pernah menggunakan obat tidur.
Seluruh reponden sudah menikah (100%). Dari 84 orang responden hanya empat orang (4,8%) yang tidak punya anak (tampaknya karena belum terlalu lama menikah), selebihnya memiliki anak dengan jumlah bervariasi, bagian terbesar (29,8%) mengaku memiliki tiga orang anak.
0.74 Rerata
0.75 Arousal
1.2
2.96
3.82
8
1.17
2.96
7
0.81 Lubrication
2.78
1.05 Rerata
6
3
0.89
2.8
5
0.79
2.66
4
0.95
2.68
DATA FUNGSI SEKSUAL
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013
Lampung18.3
domain FSFI mencapai 26,55 maka rerata
Palembang
18.5 skor setiap domain adalah 26,55/6 = 4,425. Lain-lain
17.8 Berdasarkan jumlah skor rata-rata
domain FSFI (Female Sexual Function Pendidikan Responden
SLTA
20.52 Index = Indeks Fungsi Seksual Perempuan) ns Diploma 19.59 0.714
pada Tabel 3 di atas, tidak satu pun
Sarjana
19.75
responden yang memiliki jumlah skor rata-
Penghasilan Responden
rata lebih dari 26,50. Dengan demikian
< 2 juta rupiah 17.84 ns
dapat ditegaskan bahwa tidak satu pun
0.181 ≥ 2 juta rupiah
20.27
responden yang memiliki fungsi seksual
Status Tempat Tinggal
yang tergolong normal. Kualitas fungsi
Milik sendiri
20.2
seksual seorang perempuan dikatakan ns
Sewa 18.1 0.209
normal (sehat) apabila skor rerata total
Numpang orag tua
21.7 FSFI s etiap domain ≥26,5. Jumlah Anak Responden
Rincian skor fungsi seksual masing-
22.65
masing item setiap domain seluruh
1
20.89 responden dapat dilihat pada Tabel 4.
2
19.78 0.017**
Berdasarkan data tersebut dapat
3
20.41
ditegaskan bahwa para guru yang menjadi
4
21.13
responden penelitian ini semuanya
≥ 5
16.24
mengalami disfungsi seksual. Data skor
Jenia Alat Kontrasepsi
fungsi seksual seperti ditampilkan Table 3
Tidak ada
20.2
dan 4 secara umum dapat dinyatakan bawa
Pil
21.28 ns
para guru perempuan mengalami gangguan
Suntik 18.46 0.542
hasrat (desire) dan keterangsangan (arousal)
IUD
20.75
seksual. Fenomena ini pada dasarnya
Tubektomi
19.35 bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Aktivitas Seksual
Kecenderungan serupa juga dialami oleh
< 1x sebulan
13.8
banyak
1-2 x sebulan
18.2
perempuan di dunia, termasuk di negara maju seperti Amerika Serikat (AS). 1-2 x seminggu
21.3 0.000** 3-4 x seminggu
25.1
23.5 ≥ 5x seminggu HUBUNGAN FSFI DENGAN FAKTOR DEMOGRAFI
Keterangan:**sangat signifikan Tabel 5. Kurskal-Wallis Test hubungan
Berdasarkan P-value Kruskal-Wallis
demografi dengan jumlah skor
pada Tabel 5, dapat dinyatakan bahwa umur
FSFI
tidak terlalu terkait dengan skor FSFI
Skor (P-
(P=0,204). Hasil ini sedikit berbeda dengan
Faktor Demografi FSFI value)
temuan survei di Amerika Serikat yang
Umur Responden
menyatakan bahwa kelompok paling tinggi
(tahun)
aktivitas seksual berdasarkan umur adalah
< 30
20.41
31-45 tahun (87%), 18-30 tahun (85%), dan
31-40 20.01 ns 46-55 ahun (74%), dan 55-70 tahun (45%).
0.204 41-50
19.29 Hasil uji Kruskal-Wallis terhadap 51-60
18.37
hubungan antara etnik responden dengan
Etnik Responden
skor FSFI, tidak memperlihatkan adanya
Sunda
16.4 ns
keterikatan antara keduanya. Apa pun etnis
0.705 Jawa
18.7 Semirata 2013 FMIPA Unila
Sutyarso dan M. Kanedi, Kualitas Fungsi Seksual Guru Perempuan Sekolah Dasar di
Bandar Lampung
404| Semirata 2013 FMIPA Unila seorang guru, skor total FSFI (P=0.705) mereka cenderung sama.
Seperti halnya etnis, tingkat pendidikan responden ternyata tidak memiliki keterikatan yang signifikan dengan skor FSFI. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kualitas fungsi seksual para guru perempuan tidak berkaitan dengan tingkat pendidikan mereka. Hasil ini berbeda dengan temuan di negara lain yang secara jelas memperlihatkan adanya kaitan aktivitas dan fungsi seksual dengan tingkat pendidikan. Wanita yang berpendidikan tinggi umumnya cenderung mengalami aktivitas seksual pada usia lebih lanjut ketimbang yang tidak melanjutkan studi.
Data penelitian ini juga tidak memperlihatkan adanya keterkaitan antara skor FSFI para guru dengan besarnya penghasilan mereka. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perbedaan tingkat penghasilan seorang guru tidak serta-merta membuat fungsi seks mereka berbeda. Nilai P-value hubungan fungsi seksual para guru dengan status tempat tinggal mereka juga tidak signifikan. Hasil ini berbeda dengan hasil kajian di negara lain dimana ketenangan pikiran yang terkait penghasilan dan privasi yang terkait dengan status tempat tinggal umumnya berpengaruh pada fungsi seks. Temuan survey ini tidaklah menyimpang dari yang lazimnya yang berlaku ketenangan berpikir dan privasi manjadi penentu kepuasan seksual pada perempuan.
Jenis alat/metode kontrasepsi yang digunakan para guru juga tidak terlihat berpengaruh terhadap kualitas fungsi seksual mereka. Tidak terlihatnya efek alat kontrasepsi pada para responden mungkin ada kaitannya dengan fakta pada Tabel 2 bahwa mayoritas responden tidak memakai alat kontrasepsi apapun dengan alasan sudah menopause. Memang, separuh dari keseluruhan responden sudah berusia diaras 50 tahun.
Berbeda dengan factor demografi lainnya, jumlah anak dan frekuensi akivitas seksual nyata bertemali dengan jumlah skor rerata FSFI (P=0.017). Untuk faktor jumlah anak, meski angkanya relatif bervariasi tetapi nyata terlihat bahwa guru yang tidak punya anak adalah kelompok yang paling tinggi skor FSFI-nya sementara guru-guru yang memiliki anak lebih dari 5 cenderung mangalami gangguan fungsi seksual yang cukup serius.
Frekuensi aktivitas seksual para guru tampaknya merupakan factor yang sangat erat terkait dengan kualitas fungsi seksual mereka (P=0,000). Dalam kasus ini juga berlaku hubungan logis bahwa semakin tinggi frekuensi aktivitas seksual seorang guru akan semakin tinggi pula skor fungsi seksualnya.
KESIMPULAN
Berdasarkan data-data yang diperoleh dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa mayoritas guru perempuan yang mengajar di beberapa SDN di Kota Bandar Lampung mengalami gangguan fungsi seksual. Jumlah anak yang dimiliki dan frekuensi aktivitas seksual adalah factor demografi-biologis yang paling erat terkait dengan gangguan fungsi seksual para guru tersebut.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih perlu kami sampaikan kepada Pimpinan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung atas kesempatan dan kepercayaan untuk menggunakan Dana PNBP Fakultas Kedokteran Unila tahun 2012 sehingga penelitian ini dapat terlaksana. Ucapan terimakasih juga tidak lupa kami sampaikan kepada Didi Arsandi (kini alumnus Jurusan Bologi FMIPA Unila) atas jerih payahnya turut membantu pengumpulan data penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
- –22
- –208, 2000 Basson R, Berman J, Burnett (2000).
Chedraui P, Perez-Lopez FR, Miguel G, & Avila C. (2009). Assessment of sexuality among middle-aged women using the
Fahs B & Swank E. 2012. Social Identities as Predictors of Women‘s Sexual Satisfaction and Sexual Activity. (impact factor: 3.53). 04/2012; 40(5):903-914.
Planning Perspectives 33(5):251-258 & 289.
Socioeconomic Disadvantage and Adolescent Women's Sexual and Reproductive Behavior: The Case of Five Developed Countries. Family
Singh S, Darroch JE, & Frost JJ. (2001).
Addis IB, Van Den Eeden DK, Wassel-Fyr CL, Vittinghoff JS, & Thom DH. (2006). Sexual Activity and Function in Middle-Aged and Older Women. Obstet Gynecol 2006;107:755- 6.
Desire Top List of Women's Sex Concerns. Date 27 July 2010 Time: 04:19 AM ET
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. Live Science Staff. [2010]. Orgasm and
Gynecology , 14th ed., pp. 313 –349.
Baram DA (2007). Sexuality, sexual dysfunction, and sexual assault. In JS Berek, ed., Berek and Novak's
CLIMACTERIC 2009;12:213
Female Sexual Function Index.
Varcarolis E.M. (1990). Foundations of Psychiatric Mental Health Nursing. New York: W.B. Saunders Company, p. 787.
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013
Penerbit Indonesian Heritage Foundation, Jakarta.
Megawangi R, Latifah M & Dina WF.(2005). Pendidikan Holistik .
FKIP UNS 5 Maret 2009.
Ilmiah Pengukuhan Responden Besar
Soeharto, (2009). Konseling Perkawinan, Hubungan Suami-Isteri, dan Kesehatan Seksual, serta Implikasinya. Orasi
Report of the International Consensus Development Conference on female sexual dysfunction: defi nition and classifi cation. The Journal of Urology 163:889 –893
, 26:191
Marital Therapy
The Female Sex ual Function Index (FSFI): A Multidimens ional Self-Report Instrument for the Assessment of Female Sexual Function. Journal of Sex &
Rosen R, Brown C, Heiman J, Leiblum S, Ferguson D & D‘agostino R. (2000).
Journal Vol. 12, No. 1. www. GCPj.com
Bruno M, Feller M & Sietsema W. (2005) Female sexual dysfunction: From taboo to treatment? Good Clinical Practice
ISBN 0-7216-1976-2.
Semirata 2013 FMIPA Unila
406| Semirata 2013 FMIPA Unila