Kualitas Fungsi Seksual Guru Perempuan Sekolah Dasar di Bandar Lampung

  

Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013

  Semirata 2013 FMIPA Unila

  

Kualitas Fungsi Seksual Guru Perempuan Sekolah Dasar di

Bandar Lampung

Sutyarso dan M. Kanedi

  

Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Lampung

Abstrak. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kualitas fungsi seksual para guru

perempuan yang mengajar di sekolah dasar negeri (SDN) di Kota Bandar Lampung dan

hubungannya dengan factor-faktor demografi yang mungkin bisa berkontribusi. Ada 84 guru

(responden) yang ambil bagian dalam penelitian ini. Mereka berasal dari 12 SDN di tiga

kecamatan: Kecamatan Rajabasa (6 SDN), Kedaton (5 SDN), dan Sukarame (1 SDN).

Kepada setiap responden diminta mengisi dua jenis borang: borang demografi dan borang

fungsi seksual. Borang demografi meminta informasi tentang umur, etnik, pendidikan,

pekerajaan, penghasilan, status tempat tinggal, status pernikahan, jumlah anak, jenis alat

kontrasepsi, jenis obat-obatan yang pernah dikonsumsi, dan frekuensi aktivitas seksual

masing-masing responden. Borang fungsi seksual menghimpun persepsi reponden terhadap

kualitas fungsi seksual diri mereka sendiri menggunakan Female Sexual Function Index

(FSFI) yang terdiri dari enam domain dan 19 item. Keenam domain tersebut adalah: (1)

desire (hasrat); (2) arousal (keterangsangan); (3) lubrication (kelumasan); (4) orgasm

(orgasme); (5) satisfaction (kepuasan); dan (6) vaginal pain (kenyerian vagina). Hubungan

skor FSFI dianalisis menggunakan statistik Kurskal-Wallis Test. Hasil yang diperoleh adalah

sebagai berikut. Tidak ada responden yang memiliki skor fungsi seksual (FSFI) ≥ 26,55.

Faktor demografi yang secara signifikan mempengaruhi rendahnya kualitas fungsi seksual

para guru perempuan yang menjadi responden penelitian ini adalah jumlah anak (p=0,017)

dan frekuensi aktivitas seksual (p=0,000).

  Kata Kunci: FSFI, disfungsi seksual perempuan, guru SD

  PENDAHULUAN

  Pada kebanyakan bangsa di dunia laki- lakilah yang mendominasi semua urusan sosial, politik, dan ekonomi keluarga, termasuk urusan ―kehidupan ranjang‖. Tidak mengherankan jika sudut pandang dan kepentingan laki-laki pulalah yang menjadi orientasi berbagai kajian tentang kesehatan hubungan seksual suami-istri. Sebaliknya, kaum perempuan lebih dipandang sebagai objek ketimbang subjek dalam hubungan seksual. Akibatnya, kaum perempuan pada banyak kebudayaan merasa tabu untuk memperbincangkan, apalagi mengeluhkan, masalah kehidupan seksualnya.

  Belakangan kecenderungan tersebut sudah bergeser, sehingga kajian tentang kesehatan perilaku seksual perempuan menurut ―kacamata‖ kaum perempuan akhir-akhir ini makin banyak dilakukan. Akan tetapi, karena kajian di bidang ini masih baru, maka banyak hal terkait fungsi seksual kaum perempuan yang belum terungkap.

  Pengukuran kualitas perilaku seksual dapat didasarkan pada Indeks Fungsi Seksual Perempuan (Female Sexual

  Function Index , FSFI) yang dikembangkan.

  Female Sexual Function Index (FSFI) adalah keseluruhan nilai atau skor diskriminan dari item-item yang dihimpun ke dalam 6 domain berikut: (1) desire (hasrat); (2) arousal (keterangsangan); (3)

  lubrication (kelumasan); (4) orgasm

  (orgasme); (5) satisfaction (kepuasan); dan (6) pain (kenyerian). Setiap domain terdiri atas beberapa item yang bisa didiskrimanasikan menurut persepsi

  

Sutyarso dan M. Kanedi, Kualitas Fungsi Seksual Guru Perempuan Sekolah Dasar di

Bandar Lampung

  Sebagai langkah awal untuk mengungkap kemungkinan adanya hubungan gangguan fungsi seksual dengan kinerja professional para guru perempuan telah dilakukan survey faktor-faktor demografi, biologi, dan psikoseksual yang mungkin berkontribusi pada funsi seksual para guru perempuan yang mengajar di sekolah dasar negeri (SDN) di Kota Bandar Lampung.

  Terkait dengan faktor-faktor demografik yang diduga berkontribusi terhadap gangguan fungsi seksual pada perempuan diketahui bahwa umur, ras, pendidikan, penghasilan, dan keberadaan anak tidaklah signifikan berkontribusi pada gangguan fungsi seksual. Namun demikian, status perkawinan, penggunaan kontrasepsi, penggunaan anti-depresi, dan frekuensi aktivitas seksual berkontribusi secara signifikan.

METODE PENELITIAN PELAKSANAAN SURVEI

  Berdasarkan paparan di atas dapat dinyatakan bahwa kualitas fungsi seksual seseorang, termasuk pada kaum perempuan, dapat menjadi komponen penentu perilaku sosialnya di masyarakat. Dewasa ini kiprah kaum perempuan, terutama di negara- negara demokratis seperti Indonesia, sangatlah luas sehingga nyaris tidak ada bidang profesi yang belum atau tabu digeluti kaum perempuan. Salah satu bidang profesi di Indonesia yang banyak digeluti oleh kaum perempuan adalah guru.

  6 SDN 3 Kampung Baru

  Lampung pada bulan Juli hingga September 2012. Dua belas sekolah dasar negeri (SDN) di tiga kecamatan: Rajabasa, Kedaton, dan Sukarame telah dipilih sebagai sekolah sasaran. Responden penelitian adalah guru-guru perempuan

  84 Penelitian ini dilaksanakan di Bandar

  6 Total Reponden

  6 Sukarame SDN 1 Way Halim

  7 SDN 1 Sukamenanti

  8 SDN 1 Labuhan Ratu

  6 SDN 1 Surabaya

  8 Kedaton SDN 1 Kampung Baru

  Sebagai pribadi, guru adalah sosok panutan anak didiknya. Karena itu guru harus mampu menjaga kestabilan emosinya ketika berhadapan dengan keragaman tingkah polah anak didiknya. Kegagalan guru dalam menjaga kestabilan emosi dapat menimbulkan ketakutan pada anak didik. Rasa takut dapat menyebabkan turunnya minat belajar dan hilangnya konsentrasi anak didik.

  6 SDN 1 Gedung Meneng

  400| Semirata 2013 FMIPA Unila (laporan diri) wanita bersangkutan. Keseluruhan nilai atau skor diskriminan setiap item tadi dinamakan Female Sexual Function Index (FSFI). FSFI itulah yang biasa digunakan untuk mengidentifikasi jenis disfungsi seksual perempuan.

  7 SDN 1 Rajabasa Raya

  9 SDN 3 Rajabasa

  9 SDN 2 Rajabasa

  SDN 1 Rajabasa

  Tabel 1. Jumlah responden menurut asal sekolah Kecamatan Nama SD Jumlah Rajabasa

  Kenyataan diatas memperlihatkan bahwa kajian, konseling, dan terapi kesehatan seksual kaum perempuan sejauh ini lebih berorientasi ke dalam dengan manfaat- sosial yang relatif terbatas, yaitu terbatas pada diri dan keluarga perempuan bersangkutan. Padahal, penelitian di Amerika mengungkapkan bahwa pertengkaran yang dipicu oleh ―ketidakpuasan seksual‖ di rumah tangga dapat memicu timbulnya gangguan kejiwaan (psikopatologi) dan kecelakaan lalu lintas di jalan raya.

  6 SDN 2 Rajabasa Raya

  

Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013

1. Desire (hasrat); 2.

  25

  52

  h. Kontrasepsi Tidak pakai

  11.9

  10

  22.6 > 5

  19

  4

  29.8

  3

  10

  21.4

  18

  2

  9.5

  8

  1

  4.8

  4

  61.2 Pil

  12

  11.9 Suntik

  8.7 1-2 kali sebulan

  2.5

  2

  3.8 > 5 kali seminggu

  3

  52.5 3-4 kali seminggu

  42

  32.5 1-2 kali seminggu

  26

  7

  Semirata 2013 FMIPA Unila berstatus PNS dengan rentang umur maksimum 59 tahun. Pilihan pada guru dengan rentang umur maksimum 59 tahun didasarkan atas pertimbangan bahwa batas usia pensiun guru yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS) adalah 60 tahun. Nama sekolah dan jumlah responden di setiap sekolah disajikan pada Tabel 1.

  2.4 j. Aktivitas Seksual < 1 kali sebulan

  2

  97.6 Obat tidur

  82

  7.1 i. Obat-obat (Drug) Tidak pernah

  6

  4.8 Tubektomi

  4

  14.3 IUD

  g. Jumlah Anak

  f. Status Pernikahan Tak Menikah Nikah 84 100

  4.8

  11

  3

  50 b.Etnik Sunda

  42

  23.8 51-60

  20

  13.1 41-50

  11

  3.1 31-40

  Tabel 2. Data demografi responden Parameter Jumlah N % a.Umur (tahun) < 30

  4

  Stastik deskriptif data demografi yang meliputi faktor biologi, psikoseksual dan kontekstual/sosial responden disajikan pada Tabel 2.

  Data demografi dan fungsi seksual responden disajikan secara dekriptif, sementara hubungan antara data demografi dengan skor rerata total setiap domain FSFI para responden dianalisis menggunakan statistic non-parametrik metode Kurskal- Wallis.

  Keenam domain itu terdiri dari 19 item, masing-masing memiliki rentag skor 0 -5.

  Arousal (keterangsangan); 3. Lubrication (lubrikasi); 4. Orgasm (orgasme/klimaks); 5. Satisfaction (kepuasan); 6. Pain (kenyerian);

  kawan. Variabel disfungsi seksual terdiri dari 6 domain berikut:

  Function Index ) dari Rosen dan kawan-

  Macam dan jenis gangguan fungsi seksual persepsi responden diungkap menggunakan FSFI (Female Sexual

  Etnis (rumpun kebudayaan); 2. Pendidikan tertinggi; 3. Penghasilan keluarga per bulan; 4. Status perkawinan; 5. Keberadaan anak; 6. Kontrasepsi; 7. Penggunaan anti depresi; 8. Frekuensi aktivitas seksual;

  Data demografi yang dihimpun adalah faktor biologi, psikoseksual dan kontekstual/sosial yang meliputi: 1.

  3.6 Palembang

  13

  15.5 Lampung

  61.9 d.Penghasilan < Rp 2 juta

  8.3 Numpang

  7

  86.9 Sewa

  73

  86.9 e.Status Tempat Tinggal Hak milik

  73

  13.1 > Rp 2 juta

  11

  52

  40

  11.9 S1

  10

  26.2 Diploma

  22

  19.1 c.Pendidikan SLTA

  16

  14.3 Lain-lain

  12

  47.5 Jawa

ANALISIS DATA

HASIL DAN PEMBAHASAN DATA DEMOGRAFI

  

Sutyarso dan M. Kanedi, Kualitas Fungsi Seksual Guru Perempuan Sekolah Dasar di

Bandar Lampung

  3.88

  14

  0.97 Satisfy

  3.47

  1.18 Rerata

  3.41

  13

  1

  12

  1.32

  1.19

  3.04

  11

  1.02 Orgasm

  3.35

  1.09 Rerata

  3.7

  10

  3.54

  15

  2.97

  18

  diatas didapat jumlah skor rerata seluruh domain sebesar: 2,5+2,78+3,35+3,47+3,61+3,91=19,62. Jumlah itu jauh berada di bawah skor fungsi seksual perempuan yang masuk kategori normal (≥26,55). Bila total skor rerata

  0.93 Berdasarkan angka-angka pada Tabel 4

  3.91

  1.02 Rerata

  3.83

  19

  1.16

  4.01

  1.19

  3.74

  3.88

  17

  1.12 Pain

  3.61

  1.11 Rerata

  3.66

  16

  1.08

  1.22

  9

  402| Semirata 2013 FMIPA Unila Berdasarkan data pada Tabel 2 terlihat bahwa dari aspek demografi mayoritas guru yang menjadi reponden penelitian ini berumur 50-60 tahun (50%); sebagian besar dari etnis Lampung (47,5%); lebih dari separuhnya berpendidikan Sarjana S-1 (61,9%); berpenghasilan diatas 2 juta rupiah per bulan (86,9%) dan tinggal di rumah milik sendiri (86,9%).

  45.2 20-26,5

  2.54

  2

  0.86

  2.46

  1

  0.0 Tabel 4. Skor setiap item dan domain FSFI para responden Domain Item Skor Std Dev Desire

  41.7 ≥ 26,55

  35

  38

  2.5

  13.1 10-19,9

  11

  N % <10

  Tabel 3. Jumlah reponden berdasarkan total skor rerata domain FSFI Jumlah Skor Rerata Domain FSFI

  Gambaran umum (deskripsi) fungsi seksual para guru perempuan yang menjadi responden penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.

  Selanjutnya dari 78 responden yang mengisi kolom aktivitas seksual, 42 orang (52,5%) diantaranya mengaku melakukan aktivitas seksual 1-2 kali per minggu. Hanya 7 orang (8,7%) yang mengaku melakukan aktivitas seksual kurang dari sekali dalam sebulan, dan hanya 2 orang (2,5%) mengaku melakukan aktivitas seksual hampir setiap hari dalam seminggu. Temuan ini sebenarnya di bawah normal, sebab untuk waninta menikah frekuensi hubungan seks umumnya 2-3 kali perminggu.

  Mayoritas responden mengaku tidak menggunakan alat kotrasepsi apa pun (61,2%) dan hampir seluruhnya (97,6%) mengaku tidak pernah menggunakan obat- obatan psikotropik apa pun. Sisanya, (2,4%) pernah menggunakan obat tidur.

  Seluruh reponden sudah menikah (100%). Dari 84 orang responden hanya empat orang (4,8%) yang tidak punya anak (tampaknya karena belum terlalu lama menikah), selebihnya memiliki anak dengan jumlah bervariasi, bagian terbesar (29,8%) mengaku memiliki tiga orang anak.

  0.74 Rerata

  0.75 Arousal

  1.2

  2.96

  3.82

  8

  1.17

  2.96

  7

  0.81 Lubrication

  2.78

  1.05 Rerata

  6

  3

  0.89

  2.8

  5

  0.79

  2.66

  4

  0.95

  2.68

DATA FUNGSI SEKSUAL

  

Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013

Lampung

  18.3

  domain FSFI mencapai 26,55 maka rerata

  Palembang

  18.5 skor setiap domain adalah 26,55/6 = 4,425. Lain-lain

  17.8 Berdasarkan jumlah skor rata-rata

  domain FSFI (Female Sexual Function Pendidikan Responden

  SLTA

  20.52 Index = Indeks Fungsi Seksual Perempuan) ns Diploma 19.59 0.714

  pada Tabel 3 di atas, tidak satu pun

  Sarjana

  19.75

  responden yang memiliki jumlah skor rata-

  Penghasilan Responden

  rata lebih dari 26,50. Dengan demikian

  < 2 juta rupiah 17.84 ns

  dapat ditegaskan bahwa tidak satu pun

  0.181 ≥ 2 juta rupiah

  20.27

  responden yang memiliki fungsi seksual

  Status Tempat Tinggal

  yang tergolong normal. Kualitas fungsi

  Milik sendiri

  20.2

  seksual seorang perempuan dikatakan ns

  Sewa 18.1 0.209

  normal (sehat) apabila skor rerata total

  Numpang orag tua

  21.7 FSFI s etiap domain ≥26,5. Jumlah Anak Responden

  Rincian skor fungsi seksual masing-

  22.65

  masing item setiap domain seluruh

  1

  20.89 responden dapat dilihat pada Tabel 4.

  2

  19.78 0.017**

  Berdasarkan data tersebut dapat

  3

  20.41

  ditegaskan bahwa para guru yang menjadi

  4

  21.13

  responden penelitian ini semuanya

  ≥ 5

  16.24

  mengalami disfungsi seksual. Data skor

  Jenia Alat Kontrasepsi

  fungsi seksual seperti ditampilkan Table 3

  Tidak ada

  20.2

  dan 4 secara umum dapat dinyatakan bawa

  Pil

  21.28 ns

  para guru perempuan mengalami gangguan

  Suntik 18.46 0.542

  hasrat (desire) dan keterangsangan (arousal)

  IUD

  20.75

  seksual. Fenomena ini pada dasarnya

  Tubektomi

  19.35 bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Aktivitas Seksual

  Kecenderungan serupa juga dialami oleh

  < 1x sebulan

  13.8

  banyak

  1-2 x sebulan

  18.2

  perempuan di dunia, termasuk di negara maju seperti Amerika Serikat (AS). 1-2 x seminggu

  21.3 0.000** 3-4 x seminggu

  25.1

  23.5 ≥ 5x seminggu HUBUNGAN FSFI DENGAN FAKTOR DEMOGRAFI

  Keterangan:**sangat signifikan Tabel 5. Kurskal-Wallis Test hubungan

  Berdasarkan P-value Kruskal-Wallis

  demografi dengan jumlah skor

  pada Tabel 5, dapat dinyatakan bahwa umur

  FSFI

  tidak terlalu terkait dengan skor FSFI

  Skor (P-

  (P=0,204). Hasil ini sedikit berbeda dengan

  Faktor Demografi FSFI value)

  temuan survei di Amerika Serikat yang

  Umur Responden

  menyatakan bahwa kelompok paling tinggi

  (tahun)

  aktivitas seksual berdasarkan umur adalah

  < 30

  20.41

  31-45 tahun (87%), 18-30 tahun (85%), dan

  31-40 20.01 ns 46-55 ahun (74%), dan 55-70 tahun (45%).

  0.204 41-50

  19.29 Hasil uji Kruskal-Wallis terhadap 51-60

  18.37

  hubungan antara etnik responden dengan

  Etnik Responden

  skor FSFI, tidak memperlihatkan adanya

  Sunda

  16.4 ns

  keterikatan antara keduanya. Apa pun etnis

  0.705 Jawa

18.7 Semirata 2013 FMIPA Unila

  

Sutyarso dan M. Kanedi, Kualitas Fungsi Seksual Guru Perempuan Sekolah Dasar di

Bandar Lampung

  404| Semirata 2013 FMIPA Unila seorang guru, skor total FSFI (P=0.705) mereka cenderung sama.

  Seperti halnya etnis, tingkat pendidikan responden ternyata tidak memiliki keterikatan yang signifikan dengan skor FSFI. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kualitas fungsi seksual para guru perempuan tidak berkaitan dengan tingkat pendidikan mereka. Hasil ini berbeda dengan temuan di negara lain yang secara jelas memperlihatkan adanya kaitan aktivitas dan fungsi seksual dengan tingkat pendidikan. Wanita yang berpendidikan tinggi umumnya cenderung mengalami aktivitas seksual pada usia lebih lanjut ketimbang yang tidak melanjutkan studi.

  Data penelitian ini juga tidak memperlihatkan adanya keterkaitan antara skor FSFI para guru dengan besarnya penghasilan mereka. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perbedaan tingkat penghasilan seorang guru tidak serta-merta membuat fungsi seks mereka berbeda. Nilai P-value hubungan fungsi seksual para guru dengan status tempat tinggal mereka juga tidak signifikan. Hasil ini berbeda dengan hasil kajian di negara lain dimana ketenangan pikiran yang terkait penghasilan dan privasi yang terkait dengan status tempat tinggal umumnya berpengaruh pada fungsi seks. Temuan survey ini tidaklah menyimpang dari yang lazimnya yang berlaku ketenangan berpikir dan privasi manjadi penentu kepuasan seksual pada perempuan.

  Jenis alat/metode kontrasepsi yang digunakan para guru juga tidak terlihat berpengaruh terhadap kualitas fungsi seksual mereka. Tidak terlihatnya efek alat kontrasepsi pada para responden mungkin ada kaitannya dengan fakta pada Tabel 2 bahwa mayoritas responden tidak memakai alat kontrasepsi apapun dengan alasan sudah menopause. Memang, separuh dari keseluruhan responden sudah berusia diaras 50 tahun.

  Berbeda dengan factor demografi lainnya, jumlah anak dan frekuensi akivitas seksual nyata bertemali dengan jumlah skor rerata FSFI (P=0.017). Untuk faktor jumlah anak, meski angkanya relatif bervariasi tetapi nyata terlihat bahwa guru yang tidak punya anak adalah kelompok yang paling tinggi skor FSFI-nya sementara guru-guru yang memiliki anak lebih dari 5 cenderung mangalami gangguan fungsi seksual yang cukup serius.

  Frekuensi aktivitas seksual para guru tampaknya merupakan factor yang sangat erat terkait dengan kualitas fungsi seksual mereka (P=0,000). Dalam kasus ini juga berlaku hubungan logis bahwa semakin tinggi frekuensi aktivitas seksual seorang guru akan semakin tinggi pula skor fungsi seksualnya.

  KESIMPULAN

  Berdasarkan data-data yang diperoleh dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa mayoritas guru perempuan yang mengajar di beberapa SDN di Kota Bandar Lampung mengalami gangguan fungsi seksual. Jumlah anak yang dimiliki dan frekuensi aktivitas seksual adalah factor demografi-biologis yang paling erat terkait dengan gangguan fungsi seksual para guru tersebut.

UCAPAN TERIMA KASIH

  Ucapan terima kasih perlu kami sampaikan kepada Pimpinan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung atas kesempatan dan kepercayaan untuk menggunakan Dana PNBP Fakultas Kedokteran Unila tahun 2012 sehingga penelitian ini dapat terlaksana. Ucapan terimakasih juga tidak lupa kami sampaikan kepada Didi Arsandi (kini alumnus Jurusan Bologi FMIPA Unila) atas jerih payahnya turut membantu pengumpulan data penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

  • –22
  • –208, 2000 Basson R, Berman J, Burnett (2000).

  Chedraui P, Perez-Lopez FR, Miguel G, & Avila C. (2009). Assessment of sexuality among middle-aged women using the

  Fahs B & Swank E. 2012. Social Identities as Predictors of Women‘s Sexual Satisfaction and Sexual Activity. (impact factor: 3.53). 04/2012; 40(5):903-914.

  Planning Perspectives 33(5):251-258 & 289.

  Socioeconomic Disadvantage and Adolescent Women's Sexual and Reproductive Behavior: The Case of Five Developed Countries. Family

  Singh S, Darroch JE, & Frost JJ. (2001).

  Addis IB, Van Den Eeden DK, Wassel-Fyr CL, Vittinghoff JS, & Thom DH. (2006). Sexual Activity and Function in Middle-Aged and Older Women. Obstet Gynecol 2006;107:755- 6.

  Desire Top List of Women's Sex Concerns. Date 27 July 2010 Time: 04:19 AM ET

  Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. Live Science Staff. [2010]. Orgasm and

  Gynecology , 14th ed., pp. 313 –349.

  Baram DA (2007). Sexuality, sexual dysfunction, and sexual assault. In JS Berek, ed., Berek and Novak's

  CLIMACTERIC 2009;12:213

  Female Sexual Function Index.

  Varcarolis E.M. (1990). Foundations of Psychiatric Mental Health Nursing. New York: W.B. Saunders Company, p. 787.

  

Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013

  Penerbit Indonesian Heritage Foundation, Jakarta.

  Megawangi R, Latifah M & Dina WF.(2005). Pendidikan Holistik .

  FKIP UNS 5 Maret 2009.

  Ilmiah Pengukuhan Responden Besar

  Soeharto, (2009). Konseling Perkawinan, Hubungan Suami-Isteri, dan Kesehatan Seksual, serta Implikasinya. Orasi

  Report of the International Consensus Development Conference on female sexual dysfunction: defi nition and classifi cation. The Journal of Urology 163:889 –893

  , 26:191

  Marital Therapy

  The Female Sex ual Function Index (FSFI): A Multidimens ional Self-Report Instrument for the Assessment of Female Sexual Function. Journal of Sex &

  Rosen R, Brown C, Heiman J, Leiblum S, Ferguson D & D‘agostino R. (2000).

  Journal Vol. 12, No. 1. www. GCPj.com

  Bruno M, Feller M & Sietsema W. (2005) Female sexual dysfunction: From taboo to treatment? Good Clinical Practice

ISBN 0-7216-1976-2.

  Semirata 2013 FMIPA Unila

  406| Semirata 2013 FMIPA Unila