Hubungan Lama Menopause dengan Kejadian Disfungsi Seksual pada Wanita Menopause di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Panjang Bandar Lampung

(1)

ABSTRACT

THE ASSOCIATION BETWEEN DURATION OF MENOPAUSE WITH THE INCIDENCE OF SEXUAL DYSFUNCTION AMONG

MENOPAUSAL WOMEN IN POSYANDU LANSIA OF PUSKESMAS PANJANG BANDAR LAMPUNG

By

DIAH ANDINI

Menopause defined as the time when there is no menstrual periods for the last 12 months due to inactivity follicular cycles, when ovaries stop producing estrogen, it cause the changing of urogenital organ which encourage sexual function decline, causing the incidence of sexual dysfunction. This study aimed to determine the association between duration of menopause with the incidence of sexual dysfunction in menopausal women.

This analytical cross sectional study with proportional random sampling method using 110 menopausal women in posyandu lansia of puskesmas Panjang Bandar Lampung as a sampel. Data was analyzed using Chi-square test and Spearman correlation.

The result shows that the incidence of sexual dysfunction in menopausal women is 70,9%. There is significant association between duration of menopause with the incidence of sexual dysfunction (p<0,05). The incidence mostly happen to the group with duration of menopause more than 10 years with positive correlation which the longer menopause increases the incidence of sexual dysfunction.

From this study, it can be concluded that there is an association between duration of menopause with the incidence of sexual dysfunction in menopausal women. Key words : duration of menopause, menopausal women, sexual dysfunction


(2)

ABSTRAK

HUBUNGAN LAMA MENOPAUSE DENGAN KEJADIAN DISFUNGSI SEKSUAL PADA WANITA MENOPAUSE DI POSYANDU LANSIA WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANJANG BANDAR LAMPUNG

Oleh

DIAH ANDINI

Menopause merupakan berhentinya periode menstruasi selama 12 bulan akibat tidak aktifnya folikel sel telur. Berhentinya produksi estrogen mengakibatkan perubahan pada organ genitalia yang mendorong menurunnya fungsi seksual sehingga menimbulkan kejadian disfungsi seksual. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan lama menopause dengan kejadian disfungsi seksual pada wanita menopause.

Penelitian ini bersifat analitik dengan metode cross sectional. Sampel berjumlah 110 orang wanita menopause di posyandu lansia wilayah kerja puskesmas Panjang Bandar Lampung yang dipilih dengan metode proportional random sampling. Data dianalisis dengan uji statistik Chi-square dan korelasi Spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka kejadian disfungsi seksual pada wanita menopause sebesar 70,9% dan terdapat hubungan yang signifikan (p<0,05) antara lama menopause dengan kejadian disfungsi seksual pada wanita menopause. Angka kejadian disfungsi seksual paling tinggi terjadi pada kelompok dengan lama menopause >10 tahun dengan korelasi positif searah yaitu semakin lama menopause maka kejadian disfungsi seksual meningkat.

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara lama menopause dengan kejadian disfungsi seksual pada wanita menopause dengan semakin lama menopause maka kejadian disfungsi seksual meningkat.


(3)

HUBUNGAN LAMA MENOPAUSE DENGAN KEJADIAN DISFUNGSI SEKSUAL PADA WANITA MENOPAUSE DI POSYANDU LANSIA WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANJANG BANDAR LAMPUNG

Oleh

DIAH ANDINI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Muba, Sumatera Selatan pada tanggal 12 November 1993, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, dari Bapak Sudiono dan Ibu Suciati.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan di TK Kartini, Muba pada tahun 1999, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 1 Sumber Harum, Muba pada tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMPN 3 Palembang pada tahun 2008, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMA Plus Negeri 17 Palembang pada tahun 2011.

Tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung (Unila) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten laboratorium Patologi Klinik tahun 2013–2014 dan aktif pada organisasi DPM FK Unila sebagai ketua komisi A tahun 2013-2014. Penulis juga pernah aktif pada organisasi FSI FK Unila sebagai anggota bidang dana dan usaha tahun 2011-2013.


(8)

Persembahan untuk

AyahandadanIbunda,

Tersayang...


(9)

SANWACANA

Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi ini berjudul “Hubungan Lama Menopause dengan Kejadian Disfungsi Seksual pada Wanita Menopause di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Panjang Bandar Lampungadalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung;

2. Dr. Sutyarso, M.Biomed., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung sekaligus Pembimbing Utama atas waktu dan kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

3. dr. Tri Umiana Soleha, M.Kes., selaku Pembimbing Kedua atas waktu dan kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;


(10)

4. Dr. Dyah Wulan SRW, SKM., M.Kes selaku Penguji Utama pada ujian skripsi atas masukan, ilmu, dan saran-saran yang telah diberikan;

5. dr. Reni Zuraida., selaku Pembimbing Akademik atas waktu dan bimbingannya;

6. Bapak Sudiono, ayah yang selalu meletakkan harapan, mendoakan, mendukung, dan memberikan yang terbaik kepada saya;

7. Ibu Suciati, bunda yang selalu perhatian, menyebutkan saya di setiap doanya, membimbing serta mendukung setiap langkah saya;

8. Kakak saya (Edo Sudibyo) dan adik saya (Ega Liguna) yang selalu mendoakan, memberikan semangat, perhatian, serta keceriaan;

9. Keluarga terdekat sayadan seluruh keluarga besar dari ayah maupun bunda atas perhatian, dukungan dan doa yang telah diberikan;

10. Seluruh Staf Dosen FK Unila atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis untuk menambah wawasan yang menjadi landasan untuk mencapai cita-cita;

11. Seluruh Staf TU, Administrasi,dan Akademik FK Unila serta pegawai; 12. Ibu-ibu di posyandu lansia wilayah kerja puskesmas Panjang yang telah

bersedia menjadi responden dalam penelitian ini;

13. Ibu Loren selaku koordinator posyandu lansia puskesmas Panjang yang telah banyak membantu dalam penelitian ini;

14. Rio Yus Ramadhani atas persahabatan, semangat, doa, motivasi dan kebersamaan di saat bahagia maupun sedih;


(11)

15. Marizka Putri Aftria atas persahabatan mulai dari awal perkuliahan hingga sekarang, serta menjadi partner penelitian yang setia di kala susah maupun senang;

16. Sahabat Jubel (Rike Lestari dan Maylinna Hapsari) atas semangat dan motivasi serta perjuangan bersama di tempat yang berbeda;

17. Keluarga BG (Adlia Ulfa, Anugerah, Claudia, Fadel, Fauziah Lubis, Indriasari, Maharani, Marco, Marizka, Meti Destriana, Radita Dewi, Sayyidatun Nisa, Tarrini Inastyarikusuma, Tiffany Alamanda, Sutria Syati, Widya Pebryanti) atas kekeluargaan, keceriaan, canda tawa dan bantuannya selama penelitian;

18. Annisa Yulida Syani atas semangat, hiburan, dan bantuannya selama penelitian;

19. Kak Ricky Pebriansyah atas saran dan bantuannya dalam memulai penelitian ini;

20. Teman-teman kelompok tutorial 9 (Marizka, Desta Eko, Resty Ramdhani, Danar Fahmi, Pratiwi Aminah, Stevan, Miranda Rades, Sugma, Indah Prambono) atas canda tawa, semangat, motivasi, bantuan dan kebersamaannya;

21. Tim Patologi Klinik (dr. Agustyas Tjiptaningrum, dr. Putu Rystia, mbak Novi, Gusti Indra, Gusti Ayu, Gita Dewita, Bela Riski, Sakinah, Nurul, Novita, Ario) atas kerja sama, motivasi dan kekompakannya;

22. Teman-teman angkatan 2011 yang tidak bisa disebutkan satu per satu; 23. Kakak-kakak dan adik-adik tingkat saya (2002–2014) yang sudah


(12)

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Akan tetapi, semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kita semua. Aamiiin.

Bandar Lampung, 31 Desember 2014 Penulis


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

2.1Kerangka Teori... 7

2.2Kerangka Konsep ... 10

2.3Hipotesis ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.4Menopause ... 12

2.1.1 Definisi Menopause ... 12

2.1.2 Batasan Usia Menopause ... 14

2.1.3 Fase Klimakterium ... 14

2.1.4 Fisiologi Menopause ... 16

2.1.5 Perubahan Fisik pada Menopause ... 19

2.5Siklus Respon Seksual Normal ... 21

2.6Disfungsi Seksual ... 22

2.3.1 Definisi Disfungsi Seksual ... 22

2.3.2 Kategori Disfungsi Seksual ... 22

2.7Pengukuran FSFI ... 24

2.8Perubahan Fungsi Seksual pada Menopause... 25

III. METODE PENELITIAN 3.1Desain Penelitian ... 27


(14)

3.2.1 Waktu Penelitian ... 27

3.2.2 Tempat Penelitian... 27

3.3Populasi dan Sampel Penelitian ... 28

3.3.1 Populasi Penelitian ... 28

3.3.2 Sampel Penelitian ... 28

3.4Identifikasi Variabel ... 30

3.4.1 Variabel Independen ... 30

3.4.2 Variabel Dependen ... 30

3.5Definisi Operasional... 30

3.6Alat dan Cara Penelitian... 32

3.6.1 Alat Penelitian ... 32

3.6.2 Cara Pengambilan Data ... 32

3.7Alur Penelitian ... 33

3.8Pengolahan dan Analisis Data ... 34

3.8.1 Pengolahan Data ... 34

3.8.2 Analisis Statistika ... 34

3.9Etika Penelitian ... 36

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 37

4.1.1 Analisis Univariat 4.1.1.1 Distribusi responden berdasarkan usia ... 38

4.1.1.2 Distribusi responden berdasarkan latar belakang pendidikan 39 4.1.1.3 Distribusi responden berdasarkan usia lama menopause .. 39

4.1.1.4 Distribusi responden berdasarkan kejadian disfungsi seksual 40 4.1.2 Analisis Bivariat... 41

4.2 Pembahasan ... 43

V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 46

5.2 Saran ... 47 DAFTAR PUSTAKA


(15)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Definisi Operasional Variabel ... 31

2. Skor Penilaian FSFI ... 31

3. Distribusi Responden berdasarkan Latar Belakang Pendidikan ... 39

4. Distribusi Responden berdasarkan Lama Menopause ... 40

5. Karakteristik Responden berdasarkan Kejadian Disfungsi Seksual ... 40

6. Hubungan Lama Menopause dengan Kejadian Disfungsi Seksual ... 41


(16)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka teori kejadian disfungsi seksual pada wanita menopause... 10

2. Kerangka konsep hubungan lama menopause dengan kejadian disfungsi seksual menurut skoring FSFI ... 10

3. Perubahan hormon pada fase klimakterium ... 12

4. Hubungan kadar hormon estrogen dengan usia ... 15

5. Alur penelitian ... 33


(17)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Surat Keterangan Lolos Kaji Etik ... 51

2. Surat Izin Penelitian ... 52

3. Informed Consent ... 53

4. Kuesioner FSFI ... 54

5. Uji Statistik Univariat ... 62

6. Uji Statistik Bivariat ... 66


(18)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menoupase didefinisikan oleh WHO sebagai penghentian menstruasi secara permanen akibat hilangnya aktivitas folikular ovarium. Setelah 12 bulan amenorea berturut-turut, periode menstruasi terakhir secara retrospektif ditetapkan sebagai saat menopause (Kuncara, 2008).

Menurut Manuaba (2009), fase menopause pada wanita merupakan waktu terhentinya menstruasi dengan perubahan dan keluhan psikologis dan fisik makin menonjol yang berlangsung sekitar 3-4 tahun pada usia antara 56-60 tahun. Wanita mengalami perubahan-perubahan hormon utama yang berasosiasi dengan menopause, satu diantaranya adalah penurunan nyata dalam estrogen. Untuk fungsi seksual, dampak besar pengurangan estrogen adalah keringnya vagina yang membuat aktivitas seksual tidak nyaman. Banyak wanita juga melaporkan berkurangnya dorongan seksual yang mengiringi menopause (McKhann, 2010).

Angka harapan hidup di Indonesia pada tahun 2004 sebesar 68,55 tahun, lalu semakin meningkat pada tahun 2009 menjadi 69,93 tahun, hingga


(19)

2 mencapai angka 70,61 tahun pada tahun 2012. Peningkatan angka harapan hidup menunjukkan adanya peningkatan kehidupan dan kesejahteraan bangsa Indonesia serta menunjukkan adanya peningkatan pasangan usia lanjut, sehingga kesejahteraan dan kesehatannya menjadi penting. Adanya peningkatan usia harapan hidup meningkatkan jumlah wanita menopause di Indonesia dengan berbagai masalah kesehatan yang dihadapinya. Pada tahun 2000 jumlah wanita dengan usia diatas 50 tahun yang diperkirakan telah menopause mencapai 7,6% dari total penduduk (Baziad, 2003).

Disfungsi seksual merupakan penurunan libido atau hasrat seksual pada seseorang atau lawan jenisnya, baik pria maupun wanita. Gangguan ini dapat terjadi karena berbagai hal, baik secara medis maupun psikologis, serta memberikan efek yang kurang baik terhadap keharmonisan hubungan suami istri (Manan, 2013). Wanita dapat kesulitan dengan aktivitas seksual, penurunan hasrat, ketidakmampuan mencapai orgasme, atau rasa nyeri dalam bersenggama. Insiden disfungsi seksual wanita post-menopause mencapai 80%, dari 833 wanita menopause usia 45-60 tahun ditemukan 38% wanita mengalami disfungsi seksual (Ambler, 2012). Dari 370 wanita usia 40-65 tahun didapatkan 67% mengalami disfungsi seksual dan wanita pascamenopause memiliki risiko 2,1 kali lebih besar untuk mengalami disfungsi seksual daripada wanita premenopause (Cabral, 2014). Menurut Sari (2009), persentasi kejadian disfungsi seksual setelah menopause adalah 30,53%.


(20)

3 Fungsi seksual merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam kehidupan perkawinan. Berfungsi secara optimal atau tidaknya hubungan seksual dalam perkawinan dapat mempengaruhi fungsi-fungsi lain yang kemudian dapat mempengaruhi pula kualitas hidup pasangan suami-istri (Elvira, 2006). Kebutuhan seksual merupakan kebutuhan manusia dalam hidupnya, begitu juga pada lanjut usia. Walaupun pada lanjut usia sudah memasuki masa menopause, namun kebutuhan seksual masih ada. Kehidupan seksual merupakan bagian dari kehidupan manusia, sehingga kualitas kehidupan seksual ikut menentukan kualitas hidup seseorang.

Female Sexual Function Index (FSFI) merupakan alat ukur yang valid dan akurat terhadap disfungsi seksual wanita. FSFI telah dirangkai sebagai instrumen penilaian uji klinik terhadap disfungsi seksual wanita yang terdiri dari 19 pertanyaan dan terbagi dalam enam domain fungsi seksual yaitu minat, birahi, orgasme, lubrikasi, kepuasan, dan rasa nyeri (Rosen, 2000).

Menurut Northrup (2006), wanita pada masa menopause akan mengalami penurunan gairah seksual. Faktor usia berhubungan dengan penurunan aktivitas dan fungsi seksual pada wanita usia lanjut, pada fase postmenopause terjadi penurunan hasrat dalam melakukan aktivitas seksual dan frekuensi aktivitas seksual (Hastuti, 2008). Sementara Jaafarpour (2013) menemukan bahwa prevalensi kejadian disfungsi seksual memiliki korelasi yang positif dengan usia seorang wanita, dengan


(21)

4 angka kejadian disfungsi seksual yang signifikan pada usia lebih dari 40 tahun dan frekuensi hubungan seksual kurang dari tiga kali seminggu.

Setelah melewati masa menopause, wanita akan terus hidup tanpa estrogen dari ovarium. Meskipun estrogen dapat diperoleh dari konversi estron yang diperoleh dari konversi perifer androstenedion, kadar estrogen hasil konversi tidak dapat mencapai kadar estrogen sebelum menopause, ditambah lagi produksi androstenedion dan kontribusi adrenal akan menurun seiring dengan penuaan (Fritz, 2010). Menopause akan terus berlangsung seiring dengan waktu, sehingga lama menopause akan dipengaruhi oleh penurunan kadar estrogen yang terus berlangsung.

Hastuti (2008) menemukan bahwa kejadian disfungsi seksual pada wanita usia lanjut sebesar 45,20% dan 61,48% wanita tidak lagi melakukan aktivitas seksual dengan hanya 11,35% wanita yang masih aktif melakukan aktivitas seksual satu kali atau lebih dalam seminggu. Menurut Jaafarpour (2013), 75,7% wanita usia 40-50 tahun mengalami disfungsi seksual dan terdapat perbandingan yang signifikan antara frekuensi seksual wanita dengan disfungsi seksual dan tanpa disfungsi seksual yaitu 30,2% wanita disfungsi seksual dan 69,7% wanita tanpa disfungsi seksual memiliki frekuensi hubungan seksual kurang dari 3 kali per minggu. Menurut Wahdi (2003), wanita yang mengalami menopause lebih lama mempunyai kadar estradiol serum lebih rendah.


(22)

5 Berdasarkan fenomena tersebut, terlihat bahwa prevalensi kejadian disfungsi seksual pada wanita menopause meningkat sehingga menurunkan aktivitas seksual dalam hidupnya. Berbagai studi pada wanita menopause maupun usia lanjut telah dilakukan untuk mengidentifikasi kejadian disfungsi seksual wanita, namun belum ada penelitian yang menghubungkan lama waktu seorang wanita telah menopause dengan kejadian disfungsi seksual, padahal fungsi seksual merupakan hal penting dalam kehidupan seksual wanita yang telah melewati masa menopause. Dengan demikian, perlu dilakukan penelitian antara hubungan lama menopause dengan kejadian disfungsi seksual pada wanita menopause.

Puskesmas Panjang terletak di kecamatan Panjang kota Bandar Lampung. Wilayah kerja terdiri dari 8 kelurahan dengan 8 posyandu lansia (lanjut usia). Posyandu lansia ini terdiri dari pra-lansia (45-59 tahun) dan lansia (>60 tahun). Pelayanan posyandu lansia dilakukan setiap bulan dan diikuti secara aktif oleh peserta dengan berbagai kegiatan, termasuk pemeriksaan kesehatan dan penyuluhan kesehatan. Berdasarkan hasil survei pra-penelitian yang dilakukan oleh peneliti, peserta posyandu lansia mencapai 165 orang dengan sebagian besar peserta posyandu lansia merupakan wanita usia lebih dari 45 tahun yang masih bersuami dengan berbagai keluhan kesehatan yang salah satunya adalah keluhan menopause. Wanita menopause di posyandu lansia ini juga belum menggunakan terapi hormon pengganti estrogen seperti yang dilakukan oleh wanita menopause pada wilayah kerja puskesmas lain. Oleh karena itulah, wilayah kerja


(23)

6 puskesmas Panjang dipilih sebagai objek penelitian hubungan lama menopause dengan kejadian disfungsi seksual pada wanita menopause.

1.2 Perumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan sebuah masalah yaitu bagaimana hubungan antara lama menopause dengan kejadian disfungsi seksual pada wanita menopause di posyandu lansia wilayah kerja puskesmas Panjang kota Bandar Lampung?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan lama menopause dengan kejadian disfungsi seksual pada wanita menopuase di posyandu lansia wilayah kerja puskesmas Panjang kota Bandar Lampung.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui karakteristik lama menopause pada wanita yang telah mengalami menopause di posyandu lansia wilayah kerja puskesmas Panjang kota Bandar Lampung.

b. Mengetahui angka kejadian disfungsi seksual pada wanita menopause di posyandu lansia wilayah kerja puskesmas Panjang kota Bandar Lampung.


(24)

7 1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Bagi peneliti, untuk meningkatkan kemampuan peneliti tentang kejadian disfungsi seksual pada wanita menopause.

2. Bagi institusi pendidikan, untuk menambah pengetahuan dan menambah bahan kepustakaan dalam lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

3. Bagi masyarakat, untuk menambah pengetahuan khususnya wanita menopause dan pihak terkait untuk meningkatkan kesehatan dalam bidang seksual pada masa menopause.

4. Bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang penting bagi ilmu pengetahuan mengenai kejadian disfungsi seksual pada wanita menopause dan berguna sebagai referensi penelitian selanjutnya.

1.5 Kerangka Teori

Menopause adalah suatu fase dari kehidupan wanita yang ditandai dengan berakhirnya menstruasi dan berhentinya fungsi reproduksi. Produksi testosteron turun sekitar 25% pascamenopause, produksi estrogen oleh ovarium tidak berlanjut setelah menopause. Namun, kadar estrogen tetap


(25)

8 bermakna terutama karena konversi ekstraglandular dari testosteron menjadi estrogen (Prawirohardjo, 2008).

Gejala-gejala dari menopause disebabkan oleh perubahan kadar estrogen dan progesteron. Berkurangnya kadar estrogen secara bertahap menyebabkan perubahan fisik pada fungsi reproduksi seorang wanita. Gejala pada vagina muncul akibat dari perubahan yang terjadi pada lapisan dinding vagina. Vagina menjadi kering dan kurang elastis. Selain itu muncul rasa gatal pada vagina dan rasa sakit saat berhubungan seksual akibat dari penurunan lubrikasi pada vagina (Wijayanti, 2009). Gejala-gejala ini merupakan Gejala-gejala klinis disfungsi seksual yang terbagi menjadi gangguan gairah, gangguan perangsangan, gangguan lubrikasi, gangguan orgasme dan nyeri seksual (Elvira, 2006).

Dari hasil penelitian pada wanita usia lanjut dengan usia >50 tahun didapatkan angka kejadian disfungsi seksual sebesar 45,20% (Hastuti, 2008), sedangkan pada penelitian oleh Jaafarpour (2013) ditemukan angka kejadian disfungsi seksual sebesar 75,7% pada wanita usia 40-50 tahun. Pada tahun 2014, ditemukan bahwa 45,5% wanita menopause pada usia 40-65 tahun memiliki angka kejadian disfungsi seksual sebesar 67% (Cabral, 2014).


(26)

9 Menurut Pangkahila (2006) disfungsi seksual yang dialami wanita dapat disebabkan oleh :

1. Faktor fisik

Gangguan organik atau fisik dapat terjadi pada organ, bagian-bagian badan tertentu atau fisik secara umum. Bagian tubuh yang sedang terganggu dapat menyebabkan disfungsi seksual dalam berbagai tingkat (Tobing, 2006). Faktor fisik yang sering mengganggu seks pada usia tua sebagian karena penyakit-penyakit kronis yang tidak jelas gejalanya. Levitra (2003) mengungkapkan bahwa gangguan fisik yang dapat menimbulkan disfungsi seksual :

i. Penyakit sistemik seperti diabetes melitus. ii. Gangguan neurologis seperti penyakit stroke.

iii. Gangguan hormonal, menurunnya hormon estrogen seperti yang terjadi saat menopause.

iv. Obat-obatan dan kontrasepsi hormonal, serta alkohol. 2. Faktor psikologi

Faktor psikologi adalah semua faktor kejiwaan yang terganggu dalam diri penderita, termasuk gangguan jiwa seperti depresi dan kecemasan yang menyebabkan disfungsi seksual (Tobing, 2006). Masalah psikologis meliputi perasaan bersalah, trauma hubungan seksual, kurangnya pengetahuan tentang seks, dan keluarga tidak harmonis (Pangkahila, 2006).


(27)

10

Gambar 1. Kerangka teori kejadian disfungsi seksual pada wanita menopause.

1.6 Kerangka Konsep

VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN Gambar 2. Kerangka konsep hubungan lama menopause dengan kejadian

disfungsi seksual menurut skoring FSFI.

LAMA MENOPAUSE DISFUNGSI SEKSUAL GANGGUAN HORMONAL : MENOPAUSE

FAKTOR PSIKOLOGIS FAKTOR FISIK

GANGGUAN NEUROLOGIS PENYAKIT SISTEMIK

OBAT-OBATAN DAN KONTRASEPSI

↓ PRODUKSI HORMON ESTROGEN VAGINA

KERING

LUBRIKASI ↓ ELASTISITAS

NYERI SEKSUAL


(28)

11 1.7 Hipotesis

Terdapat hubungan antara lama menopause dengan kejadian disfungsi seksual pada wanita menopause di posyandu lansia wilayah kerja puskesmas Panjang Bandar Lampung dengan arah korelasi positif.


(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Menopause

2.1.1 Definisi Menopause

Menoupase didefinisikan oleh WHO sebagai penghentian menstruasi secara permanen akibat hilangnya aktivitas folikular ovarium. Setelah 12 bulan amenorea berturut-turut, periode menstruasi terakhir secara retrospektif ditetapkan sebagai saat menopause (Kuncara, 2007).

Menopause adalah berhentinya secara fisiologis siklus menstruasi yang berkaitan dengan tingkat lanjut usia perempuan. Seorang wanita yang mengalami menopause alamiah sama sekali tidak dapat mengetahui apakah saat menstruasi tertentu benar-benar merupakan menstruasinya yang terakhir sampai satu tahun berlalu (Wijayanti, 2009).

Menopause adalah suatu fase dari kehidupan wanita yang ditandai dengan berakhirnya menstruasi dan berhentinya fungsi reproduksi,


(30)

13

namun seorang wanita dikatakan telah mengalami menopause setelah dia tidak mengalami menstruasi minimal selama 12 bulan. Semakin sedikit folikel berkembang, semakin kurang pembentukan hormon di ovarium, yaitu hormon progesteron dan estrogen. Haid akan menjadi tidak teratur hingga akhirnya endometrium akan kehilangan rangsangan hormon estrogen. Lambat laun haid pun berhenti yang disebut proses menopause (Kasdu, 2002).

Menurut Prawirohardjo (2008), menopause merupakan suatu akhir proses biologis dari siklus menstruasi yang terjadi karena penurunan hormon estrogen yang dihasilkan ovarium. Menopause mulai pada umur yang berbeda umumnya adalah sekitar umur 50 tahun.

Menopause adalah haid terakhir, atau saat terjadinya haid terakhir. Diagnosis menopause dibuat setelah terdapat amenorea sekurang-kurangnya satu tahun. Berhentinya haid dapat didahului oleh siklus haid yang lebih panjang, dengan perdarahan yang berkurang (Sastrawinata, 2004).

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa menopause merupakan berhentinya menstruasi yang permanen, sekurang-kurangnya satu tahun.


(31)

14

2.1.2 Batasan Usia Menopause

Ratna (2014) menemukan bahwa usia wanita menopause terbanyak adalah umur 45-54 tahun (73,1%) dengan usia rata-rata yaitu 50 tahun. Menurut Prawirohardjo (2008), menopause mulai pada umur 50-51 tahun dengan usia menopause yang relatif sama antara di Indonesia maupun negara-negara Barat dan Asia yaitu sekitar 50 tahun. Perempuan biasanya mengalami menopause pada usia 40-58 tahun, dengan usia rata-rata menjadi 51 tahun (Kasdu, 2002). Sehingga dapat disimpulkan bahwa usia rata-rata menopause adalah 50 tahun.

2.1.3 Fase Klimakterium

Menurut Sastrawinata (2004), klimakterium merupakan masa peralihan antara masa reproduksi dan masa senium. Bagian klimakterium sebelum menopause disebut pramenopause dan bagian sesudah menopause disebut pascamenopause. Klimakterium bukan suatu keadaan patologik, melainkan suatu masa peralihan yang normal. Fase Klimakterium terbagi dalam beberapa fase: i. Pramenopause

Yaitu masa 4-5 tahun sebelum menopause, sekitar usia 40 tahun dengan dimulainya siklus haid yang tidak teratur, memanjang, sedikit, atau banyak, yang kadang-kadang disertai dengan rasa


(32)

15

nyeri. Pada wanita tertentu telah muncul keluhan vasomotorik atau keluhan sindroma prahaid. Dari hasil analisis hormonal dapat ditemukan kadar FSH dan estrogen yang tinggi atau normal. Kadar FSH yang tinggi dapat mengakibatkan terjadinya stimulasi ovarium yang berlebihan sehingga kadang-kadang dijumpai kadar estrogen yang sangat tinggi. Keluhan yang muncul pada fase pramenopause ini ternyata dapat terjadi baik pada keadaan sistem hormon yang normal maupun tinggi. ii. Menopause

Setelah memasuki usia menopause selalu ditemukan kadar FSH yang tinggi (>35 mIU/ml). Pada awal menopause kadang-kadang kadar estrogen rendah. Pada wanita gemuk, kadar estrogen biasanya tinggi. Bila seorang wanita tidak haid selama 12 bulan dan dijumpai kadar FSH >35 mIU/ml dan kadar estradiol <30 pg/ml, maka wanita tersebut dapat dikatakan telah mengalami menopause.

iii. Pascamenopause

Yaitu masa 3-5 tahun setelah menopause. Pasca menopause adalah masa setelah menopause sampai senium yang dimulai setelah 12 bulan amenorea. Kadar FSH dan LH sangat tinggi (>35 mIU/ml) dan kadar estrodiol yang rendah mengakibatkan endometrium menjadi atropi sehingga haid tidak mungkin terjadi lagi. Namun, pada wanita yang gemuk masih dapat ditemukan kadar estradiol yang tinggi. Hampir semua wanita


(33)

16

pasca menopause umumnya telah mengalami berbagai macam keluhan yang diakibatkan oleh rendahnya kadar estrogen. iv. Senium

Yaitu masa sesudah pascamenopause, ketika telah tercapai keseimbangan baru dalam kehidupan wanita, sehingga tidak ada lagi gangguan vegetatif maupun psikis.

Gambar 1. Perubahan hormon pada fase klimakterium (Sastrawinata, 2004).

2.1.4 Fisiologi Menopause

Pada usia 40-50 tahun, siklus seksual biasanya menjadi tidak teratur, dan ovulasi sering tidak terjadi. Sesudah beberapa bulan sampai beberapa tahun, siklus terhenti sama sekali. Periode ketika siklus terhenti dan hormon-hormon kelamin wanita menghilang dengan cepat sampai hampir tidak ada disebut sebagai menopause.

Penyebab menopause adalah “matinya” (burning out) ovarium. Sepanjang kehidupan seksual seorang wanita, kira-kira 400 folikel


(34)

17

primordial tumbuh menjadi folikel matang dan berovulasi, dan beratus-ratus dari ribuan ovum berdegenerasi. Pada usia sekitar 45 tahun, hanya tinggal beberapa folikel-folikel primordial yang akan dirangsang oleh FSH dan LH, dan produksi estrogen dari ovarium berkurang sewaktu jumlah folikel primordial mencapai nol. Ketika produksi estrogen turun di bawah nilai kritis, estrogen tidak lagi menghambat produksi gonadotropin FSH dan LH. Sebaliknya, gonadotropin FSH dan LH (terutama FSH) diproduksi sesudah menopause dalam jumlah besar dan kontinu, tetapi ketika folikel primordial yang tersisa menjadi atretik, produksi estrogen oleh ovarium turun secara nyata menjadi nol (Guyton, 2011).

Bertolak belakang dengan keyakinan umum, kadar estrogen perempuan sering relatif stabil atau bahkan meningkat di masa pramenopause. Kadar itu tidak berkurang selama kurang dari satu tahun sebelum periode menstruasi terakhir. Sebelum menopause, estrogen utama yang dihasilkan tubuh seorang wanita adalah estradiol. Namun selama masa pramenopause, tubuh wanita mulai menghasilkan lebih banyak estrogen dari jenis yang berbeda, yang dinamakan estron, yang dihasilkan di dalam indung telur maupun dalam lemak tubuh. Kadar testosteron biasanya tidak turun secara nyata selama pramenopause. Kenyataannya, indung telur pascamenopause dari kebanyakan wanita mengeluarkan testosteron


(35)

18

lebih banyak daripada indung telur pramenopause. (Wijayanti, 2009).

Menurut Fritz (2010), kadar estradiol serum pada wanita pasca menopause sekitar 10-20pg/mL dan sebagian besar merupakan hasil konversi estron, yang diperoleh dari konversi perifer androstenedion. Kadar estrogen pada wanita menopause sangat bergantung dari konversi androstenedion dan testosteron menjadi estrogen. Sebuah penelitian di Australia menemukan bahwa kadar testosteron dalam sirkulasi tidak berubah sejak 5 tahun sebelum menopause hingga 7 tahun setelah menopause. Androstenedion adalah androgen utama yang dikeluarkan oleh folikel yang sedang berkembang. Dengan terhentinya perkembangan folikuler pada wanita pascamenopause, kadar androstenedion turun 50%. Setelah menopause, hanya 20% androstenedion yang disekresi oleh ovarium. Dehidroepiandrosteron (DHEA) dan dehidroepiandrosteron sulfat (DHEAS) terutama dihasilkan oleh kelenjar adrenal (<25% oleh ovarium). Dengan penuaan, produksi DHEA turun 60% dan DHEAS turun 80%. Berat badan memiliki korelasi yang positif dengan kadar estron dan estradiol di sirkulasi dengan adanya konversi androstenedion menjadi estrogen, namun dengan penuaan, kontribusi adrenal sebagai prekursor produksi estrogen menjadi tidak adekuat. Hubungan kadar hormon estrogen dengan usia digambarkan pada grafik dibawah ini :


(36)

19

Gambar 2. Hubungan kadar hormon estrogen dengan usia (Fritz, 2010).

2.1.5 Perubahan Fisik pada Menopause

Beberapa keluhan fisik yang merupakan tanda dan gejala dari menopause yaitu:

i. Ketidakteraturan Siklus Haid

Setiap wanita akan mulai mengalami siklus haid yang tidak teratur, dapat menjadi lebih panjang atau lebih pendek sampai akhirnya berhenti. Terdapat perdarahan yang datangnya tidak teratur dalam rentang beberapa bulan kemudian berhenti sama sekali.

UNIT FOLIKEL KADAR HORMON ESTROGEN


(37)

20

ii. Gejolak Rasa Panas (hot flushes)

Terdapat sekitar 40% wanita mengeluh bahwa siklus haidnya tidak teratur. Keadaan ini meningkat sampai 60% pada waktu 1-2 tahun menjelang haid berhenti total atau menopause. Rasa panas ini sering disertai dengan warna kemerahan pada kulit dan berkeringat.

iii. Kekeringan Vagina

Kekeringan vagina terjadi karena leher rahim sedikit sekali mensekresikan lendir. Penyebabnya adalah kekurangan estrogen yang menyebabkan liang vagina menjadi lebih tipis, lebih kering dan kurang elastis. Alat kelamin mulai mengerut, liang senggama kering sehingga menimbulkan nyeri pada saat senggama, menahan kencing terutama pada saat batuk, bersin, tertawa dan orgasme.

iv. Menurunnya gairah seks

Wanita mengalami penurunan dalam kadar testosteron mereka selama pra menopause ini dapat mengakibatkan hilangnya hasrat seksual. Tapi bagi sebagian wanita masalah libido terkait dengan kurangnya hormon estrogen atau menipisnya jaringan vagina. (Baziad, 2003 ; Kasdu, 2002 ; Northrup, 2006 ; Wijayanti, 2009)


(38)

21

2.2 Siklus Respon Seksual Normal

Siklus respon seksual yang normal, merupakan suatu rangkaian proses yang dialami oleh setiap orang, baik perempuan maupun laki-laki pada saat melakukan hubungan seksual dengan pasangannya. Hal ini terjadi secara alamiah dan terdiri atas 4 tahap atau fase, yaitu :

i. Fase gairah atau minat, yaitu timbulnya keinginan atau minat atau gairah untuk melakukan atau ikut serta dalam aktivitas seksual. Keinginan atau gairah tersebut dapat timbul dari dalam diri atau hasil rangsangan dari luar atau orang lain. Yang berasal dari diri sendiri adalah karena peran hormon (androgen dan estrogen), adanya motivasi serta harapan.

ii. Fase terangsang (arousal), yaitu terdapatnya perasaan khas berupa ingin atau berhasrat melakukan hubungan seksual atau bersenggama, yang ditengarai oleh timbulnya cairan pada vagina (disebut sebagai lubrikasi).

iii. Fase orgasme, yaitu tercapainya puncak dari siklus respon seksual setelah perangsangan yang memadai. Yang terjadi adalah adanya perubahan kesadaran selama beberapa detik hingga menit, disertai menegangnya otot-otot tubuh, antara lain vagina, otot-otot dasar panggul, dan hampir semua otot tubuh. Orgasme dapat terjadi pada orgasme klitoris dan orgasme otot-otot dasar panggul karena penekanan pada G-spot.


(39)

22

iv. Fase resolusi, yaitu kembalinya secara alamiah semua organ dan bagian tubuh yang tadi berperan dalam siklus respon seksual kepada keadaan semula. (Elvira, 2006)

2.3 Disfungsi Seksual

2.3.1 Definisi Disfungsi Seksual

Menurut Manan (2013), disfungsi seksual merupakan penurunan libido atau hasrat seksual pada seseorang atau lawan jenisnya, baik pria maupun wanita. Gangguan ini dapat terjadi karena berbagai hal, baik secara medis maupun psikologis, serta memberikan efek yang kurang baik terhadap keharmonisan hubungan suami istri. Sedangkan menurut Elvira (2006), disfungsi seksual secara luas merupakan ketidakmampuan untuk menikmati secara penuh hubungan seks dan secara khusus merupakan gangguan yang terjadi pada salah satu atau lebih dari keseluruhan siklus respon seksual yang normal.

2.3.2 Kategori Disfungsi Seksual

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV (DSM-IV) menjabarkan tentang disfungsi seksual sebagai gangguan hasrat seksual dan atau di dalam siklus tanggapan seksual yang


(40)

23

menyebabkan tekanan berat dan kesulitan hubungan antar manusia. Disfungsi seksual ini dapat terjadi pada satu atau lebih dari empat fase siklus tanggapan yaitu hasrat atau libido, bangkitan, orgasme atau pelepasan, dan pengembalian. Meskipun hampir sepertiga dari pasien yang mengalami disfungsi seksual terjadi tanpa pengaruh dari penggunaan obat, beberapa petunjuk mengarahkan bahwa antidepresan dapat mencetuskan atau membangkitkan disfungsi seksual. Gangguan organik atau fisik dapat terjadi pada organ, bagian-bagian badan tertentu atau fisik secara umum. Bagian tubuh yang sedang terganggu dapat menyebabkan terjadinya disfungsi seksual dalam berbagai tingkat (Tobing, 2006).

Disfungsi seksual wanita secara tradisional terbagi menjadi gangguan minat/keinginan seksual atau libido, gangguan birahi, nyeri atau rasa tidak nyaman dan hambatan untuk mencapai puncak atau orgasme. Pada DSM IV dari American Phychiatric Association, dan ICD-10 dari WHO, disfungsi seksual wanita ini dibagi menjadi empat kategori yaitu :

i. Gangguan minat/ keinginan seksual (desire disorders)

Yaitu berkurang atau hilangnya pikiran, khayalan tentang seks dan minat untuk melakukan hubungan seks, atau takut dan menghindari hubungan seks.


(41)

24

ii. Gangguan birahi/perangsangan (arousal disorder)

Yaitu ketidakmampuan mencapai atau mempertahankan keterangsangan dan kenikmatan seksual secara subjektif, yang ditandai dengan berkurangnya cairan atau lendir pada vagina (lubrikasi).

iii. Gangguan orgasme (orgasmic disorder)

Yaitu sulit atau tidak dapat mencapai orgasme, walaupun telah ada rangsang seksual yang cukup dan telah mencapai fase arousal.

iv. Gangguan nyeri seksual (sexual pain disorder)

Gangguan nyeri seksual termasuk dispareunia, yaitu merasakan nyeri saat melakukan senggama dan dapat terjadi saat masuknya penis ke dalam vagina (penetrasi) atau selama berlangsungnya hubungan seks, dan vaginismus yaitu terjadinya kontraksi atau kejang otot-otot vagina sepertiga bawah sebelum atau selama senggama sehingga penis sulit masuk ke dalam vagina. (Elvira, 2006).

2.4 Pengukuran FSFI

Female Sexual Function Index (FSFI) merupakan alat ukur yang valid dan akurat terhadap fungsi seksual wanita. Kuesioner ini terdiri dari 19 pertanyaan yang terbagi dalam enam subskor, termasuk hasrat seksual, rangsangan seksual, lubrikasi, orgasme, kepuasan, dan rasa nyeri.


(42)

25

FSFI digunakan untuk mengukur fungsi seksual termasuk hasrat seksual dan respon seksual dalam empat minggu terakhir. Aktivitas seksual termasuk cumbuan, pemanasan, masturbasi, dan rangsangan pada vagina (vaginal intercourse). Hubungan seksual didefinisikan sebagai penetrasi (masuknya penis ke dalam vagina). Rangsangan seksual termasuk keadaan seperti pemanasan dengan pasangan, rangsangan oleh diri sendiri (masturbasi) atau fantasi (bayangan) seksual.

Skor domain individu dan skor keseluruhan dapat diperoleh dari tabel yang sudah ditetapkan pada FSFI. Untuk skor domain individual diperoleh dari penambahan skor masing-masing pertanyaan, sedangkan untuk skor keseluruhan diperoleh dari penjumlahan pada skor masing-masing domain. Skor yang tinggi pada tiap domain menunjukkan level fungsi seksual yang lebih baik. Wanita dengan skor FSFI ≤26,5 dinyatakan mengalami disfungsi seksual (Rosen, 2010).

2.5 Perubahan Fungsi Seksual pada Menopause

Akibat kekurangan hormon estrogen, aliran darah ke vagina berkurang dan sel-sel epitel vagina menjadi tipis dan mudah menjadi cedera. Penelitian membuktikan bahwa kadar estrogen yang cukup merupakan faktor terpenting untuk mempertahankan kesehatan dan mencegah vagina dari kekeringan sehingga tidak menimbulkan nyeri saat senggama (Baziad, 2003).


(43)

26

Gejala pada vagina dikarenakan vagina yang menjadi atropi sehingga lebih tipis, lebih kering, dan kurang elastis berkaitan dengan turunnya kadar hormon estrogen. Gejalanya adalah kering dan gatal pada vagina atau iritasi dan atau nyeri saat bersenggama. Nyeri senggama akan semakin buruk jika hubungan seks jarang dilakukan. Wanita yang mengeluh aktivitas seksualnya menurun, penyebabnya kemungkinan oleh pasangan itu sendiri karena libido dipengaruhi banyak faktor seperti ,perasaan, lingkungan dan hormonal. Selain itu, penurunan kadar estrogen menyebabkan kekeringan pada vagina sehingga berhubungan seksual menjadi tidak nyaman dan sakit. Beberapa wanita mengalami perubahan gairah seksual akibat rasa rendah diri karena perubahan pada tubuhnya. (Baziad, 2003).


(44)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian analitik dengan pendekatan cross-sectional.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

3.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober tahun 2014.

3.2.2 Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di posyandu lansia wilayah kerja puskesmas Panjang Bandar Lampung.


(45)

28

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah semua wanita bersuami yang telah mengalami menopause dalam batasan usia 45-60 tahun di posyandu lansia wilayah kerja puskesmas Panjang Bandar Lampung yang berjumlah 134 orang dan terbagi kedalam 6 posyandu, yang masing-masing berjumlah:

Posyandu Panjang Selatan : 33 orang Posyandu Way Lunik : 14 orang Posyandu Pidada : 29 orang Posyandu Ketapang : 19 orang Posyandu Karang Maritim : 23 orang Posyandu Srengsem : 16 orang

3.3.2 Sampel Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan secara proportional random sampling, yaitu pengambilan sampel secara acak dengan berdasarkan proporsi subjek terhadap jumlah populasi di setiap posyandu. Dasar pemilihan teknik sampling ini adalah jumlah populasi >100 orang dan keberadaannya tersebar pada beberapa kelompok posyandu.


(46)

29

Besar sampel dihitung dengan dengan rumus Slovin : n =

n =

n = 100 responden, ditambah 10% menjadi 110 responden

Keterangan :

N = jumlah populasi d = tingkat signifikansi

Kriteria inklusi :

a. Wanita bersuami dalam batasan usia 45-60 tahun

b. Tidak mengalami menstruasi dalam satu tahun (menopause) c. Kondisi fisik sehat

d. Bersedia menjadi subjek penelitian

Kriteria eksklusi :

a. Menderita diabetes melitus b. Menggunakan terapi hormon

Besar sampel dalam setiap posyandu ditentukan berdasarkan rumus proporsi, yaitu :


(47)

30

Posyandu Panjang Selatan =

= 27 responden Posyandu Way Lunik =

= 11 responden Posyandu Pidada =

= 24 responden Posyandu Ketapang =

= 16 responden Posyandu Karang Maritim =

= 19 responden Posyandu Srengsem =

= 13 responden

3.4 Identifikasi Variabel

3.4.1 Variabel Independen

Variabel independen adalah lama menopause yang dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu <5 tahun, 5-10 tahun, dan >10 tahun.

3.4.2 Variabel Dependen

Variabel dependen adalah disfungsi seksual yang dikategorikan menjadi dua kelompok, yaitu tidak disfungsi seksual bila skor FSFI >26,5 dan disfungsi seksual bila skor FSFI ≤26,5.

3.5 Definisi Operasional Variabel

Untuk memudahkan pelaksanan penelitian ini dan agar penelitian tidak terlalu luas maka dibuat definisi operasional sebagai berikut :


(48)

31

Tabel 1. Definisi Operasional Variabel

No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Skala 1 Lama

menopause

Waktu dari sejak dimulainya

menopause (tidak adanya menstruasi selama 1 tahun) hingga penelitian dilakukan. Lama menopause diambil dengan satuan tahun, dimana jika ≥6 bulan dianggap satu tahun.

Wawancara 1. <5 tahun 2. 5-10 tahun 3. >10 tahun

Ordinal

2 Disfungsi seksual

Wanita menopause yang mengalami keluhan seksual sesuai dengan kuesioner disfungsi seksual. Kuesioner FSFI 1. Tidak disfungsi, bila skor >26,5 2. Disfungsi, bila skor ≤26,5 Ordinal

Tabel 2. Skor Penilaian FSFI

No Domain Pertanyaan Rentang

Skor Faktor

Skor min

Skor

maks Skor 1 Hasrat seksual 1,2 1-5 0,6 1,2 6

2 Rangsangan seksual

3,4,5,6 0-5 0,3 0 6 3

Lubrikasi vagina 7,8,9,10 0-5 0,3 0 6 4 Orgasme 11,12,13 0-5 0,4 0 6 5 Kepuasan 14,15,16 0-5 0,4 0 6 6 Kesakitan 17,18,19 0-5 0,4 0 6


(49)

32

3.6 Alat dan Cara Penelitian

3.6.1 Alat Penelitian

Pada penelitian ini digunakan alat – alat sebagai berikut :

i. Kuesioner FSFI ii. Alat tulis

iii. Lembar persetujuan

3.6.2 Cara pengambilan data

Dalam penelitian ini, seluruh data diambil secara langsung dari responden (data primer), yang meliputi :

i. Penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian ii. Pengisian informed consent

iii. Wawancara lama menopause, yaitu lama waktu yang dihitung dalam tahun dimulai dari tahun terakhir responden mendapat menstruasi yang terakhir dan tetap tidak mendapat menstruasi sampai tahun penelitian


(50)

33

3.7 Alur Penelitian

Gambar 5. Alur Penelitian.

Mendapatkan izin penelitian di posyandu lansia wilayah kerja puskesmas Panjang, Bandar Lampung dari kepala puskesmas Panjang, Bandar Lampung

Membuat surat izin penelitian dari Fakultas Kedokteran Unila untuk melakukan penelitian di puskesmas Panjang, Bandar Lampung

Menyebarkan kertas informed concent dan kuesioner FSFI kepada calon responden di posyandu lansia wilayah kerja puskesmas Panjang, Bandar Lampung

Setelah pasien bersedia menjadi responden dalam penelitian, pengisian kuesioner dilakukan setelah diberikan penjelasan oleh peneliti

Didapatkan jawaban responden berdasarkan kuesioner

Pengolahan data

Analisis data


(51)

34

3.8 Pengolahan dan Analisis Data

3.8.1. Pengolahan data

Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan diubah kedalam bentuk tabel - tabel, kemudian data diolah menggunakan program statistik. Kemudian, proses pengolahan data menggunakan program komputer, terdiri dari beberapa langkah : i. Coding, untuk mengkonversikan (menerjemahkan) data yang

dikumpulkan selama penelitian kedalam simbol yang cocok untuk keperluan analisis.

ii. Data entry, memasukkan data kedalam komputer.

iii. Verifikasi, memasukkan data pemeriksaan secara visual terhadap data yang telah dimasukkan kedalam komputer. iv. Output komputer, hasil yang telah dianalisis oleh komputer

kemudian dicetak.

3.8.2. Analisis Statistika

Analisis statistika untuk mengolah data yang diperoleh akan menggunakan program statistik dimana akan dilakukan 2 macam analisa data, yaitu analisa univariat dan analisa bivariat.


(52)

35

Analisa ini digunakan untuk menentukan nilai rata-rata dan standar deviasi variabel independen, serta distribusi frekuensi dan persentase variabel dependen.

ii. Analisa Bivariat

Analisa bivariat adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen dengan menggunakan uji statististik:

a. Uji Chi-square

Uji chi-square merupakan uji hipotesis komparatif variabel kategorik tidak berpasangan. Syarat uji Chi-square adalah jumlah sel yang mempunyai nilai expected kurang dari 5, maksimal 20% dari jumlah sel yang ada.

b. Uji Fisher

Uji fisher merupakan uji hipotesis komparatif variabel kategorik yang tidak memenuhi syarat uji Chi-square (uji alternatif). Uji ini digunakan pada variabel kategorik 2x2. Penelitian ini menggunakan uji hipotesis komparatif variabel kategorik tidak berpasangan jenis tabel 3x2. Bila tidak memenuhi syarat uji chi-square maka akan dilakukan penggabungan sel menjadi 2x2, kemudian kembali diuji dengan uji chi-square. Bila sudah dilakukan penggabungan sel dan syarat uji chi-square masih tidak terpenuhi maka uji hipotesis alternatif yang digunakan adalah uji Fisher.


(53)

36

Uji Spearman dilakukan untuk mengetahui arah hubungan dan kuatnya hubungan antara lama menopause dengan kejadian disfungsi seksual.

3.9 Etika Penelitian

Penelitian ini telah disetujui oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan surat keterangan lolos kaji etik nomor 2280/UN26/8/DT/2014 terlampir.


(54)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan penelitian mengenai hubungan lama menopause dengan kejadian disfungsi seksual pada wanita menopause di posyandu lansia wilayah kerja puskesmas Panjang Bandar Lampung yang dilakukan pada bulan Oktober 2014 maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa :

1. Terdapat hubungan antara lama menopause dengan kejadian disfungsi seksual pada wanita menopause di posyandu lansia wilayah kerja puskesmas Panjang Bandar Lampung, semakin lama menopause maka kejadian disfungsi seksual semakin meningkat.

2. Responden dengan lama menopause kurang dari 5 tahun sebanyak 38 orang (34,5%), 5-10 tahun sebanyak 20 orang (18,2%), dan lebih dari 10 tahun sebanyak 52 orang (47,3%).

3. Angka kejadian disfungsi seksual pada wanita menopause di posyandu lansia wilayah kerja puskesmas Panjang kota Bandar

Lampung sebesar 70,9%.


(55)

48 5.2 Saran

1. Bagi peneliti untuk memberikan edukasi kepada wanita menopause mengenai disfungsi seksual wanita.

2. Bagi masyarakat untuk memperhatikan pengaruh menopause terhadap kejadian disfungsi seksual.

3. Bagi peneliti lain agar dapat melakukan penelitian tentang kejadian disfungsi seksual pada wanita menopause yang dihubungkan dengan kadar estrogen pada tubuh wanita tersebut.


(56)

DAFTAR PUSTAKA

Ambler DR, Bieber EJ, Diamond MP. 2012. Sexual Function in Elderly Women: A Review of Current Literature. Reviews in Obstetrics & Gynecology, 5 : 16-27.

Baziad A. 2003. Menopause dan Andropause. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Cabral PUL, Canario ACG, Spyrides MHC, Uchoa SADC, Junior JE, Giraldo PC, Goncalves AK. 2014. Physical Activity and Sexual Function in Middle-Aged Woman. Rev Assoc Med Bras, 60 : 47-52.

Dahlan MS. 2012. Langkah – Langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Sagung Seto.

Dahlan MS. 2013. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika.

Daud MW, Bajuri Y. 2014. Sexual Dysfunction among Postmenopausal Women. Clin Ter, 165 : 83-89.

Elvira D. 2006. Disfungsi Seksual pada Perempuan. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Fritz MA, Speroff L. 2010. Clinical Gynecologic Endrocinology and Infertility. Lippincott Williams & Wilkins.

Goldstein I, Alexander JL. 2005. Practical aspects in the management of vaginal atrophy and sexual dsyfunction in perimenopausal and postmenopausal women. J Sex Med. 2 : 154-165.

Hastuti L, Hakimi M, Dasuki D. 2008. Hubungan antara Kecemasan dengan Aktivitas dan Fungsi Seksual pada Wanita Usia Lanjut di Kabupaten Purworejo. Berita Kedokteran Masyarakat, 24 : 176-190.

Jaafarpour M, Khanf A, Khajavikhan J, Suhrabi Z. 2013. Female Sexual Dysfunction: Prevalence and Risk Factors. Journal of Clinical and Diagnostic Research, 7 : 2877-2880.


(57)

49

Kasdu D. 2002. Kiat Sehat dan Bahagia di Usia Menopause. Jakarta : Puspa Swara.

Kuncara HY. 2008. Aplikasi Klinis Patofisiologi: Pemeriksaan & Manajemen Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Manan E. 2013. Bebas dari Ancaman Disfungsi Seksual Khusus Wanita. Jakarta : Buku Biru.

Manuaba IAC, Manuaba IBGF, Manuaba IBG. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. McKhann G, Marylin. 2010. Keep Your Brain Young. Yogyakarta : Media

Pressindo.

Miller HB, Hunt JS. 2003. Female Sexual Dysfunction: A Review of the Disorder and Evidence for Available Treatment Alternatives. Journal of Pharmacy Practice, 16 : 201-208.

Napes MM, Sidi H, Ahmad S, et al. 2013. Prevalence and Associated Factors of Sexual Dysfunction in Malaysian Menopausal Women. Sains Malaysian, 42 : 1011-1017.

Northrup C. 2006. Bijak di Saat Menopause. Bandung : Penerbit Q-Press. Notoatmodjo S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Prawirohardjo S. 2008. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo.

Phillips NA. 2000. Female Sexual Dysfunction: Evaluation and Treatment. American Academy of Family Physicians.

Ratna A, Tendean HMM, Suparman E. 2013. Hubungan Menarche terhadap Menopause di Kecamatan Lalabata Kabupaten Soppeng Sulawesi Selatan. Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado.

Rosen R, Brown C, Heiman J, Leiblum S, Meston C, Shabsigh R, Ferguson D, Agostino R. 2000. The Female Sexual Function Index (FSFI) : A Multidimensional Self-Report Instrument for the Assessment of Female Sexual Function. Journal of Sex & Marital Therapy, 26 : 191-208.

Sari, AR. 2009. Pengaruh Menopause terhadap Terjadinya Disfungsi Seksual Wanita di Kelurahan Pajang, Surakarta. Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.


(58)

50 Sastrawinata S. 2004. Ilmu Kesehatan Reproduksi : Obstetri Patologi. Jakarta :

EGC.

Tobing L. 2006. Seks Tuntunan bagi Pria. Jakarta : EMK.

Wahdi. 2003. Kadar Estradiol Serum pada Wanita Menopause Dengan Dan Tanpa Syndroma Vasomotor. [Thesis]. Universitas Diponegoro.

Wijayanti D. 2009. Fakta Penting Seputar Kesehatan Reproduksi Wanita. Jogjakarta : Bookmarks.


(1)

36

Uji Spearman dilakukan untuk mengetahui arah hubungan dan kuatnya hubungan antara lama menopause dengan kejadian disfungsi seksual.

3.9 Etika Penelitian

Penelitian ini telah disetujui oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan surat keterangan lolos kaji etik nomor 2280/UN26/8/DT/2014 terlampir.


(2)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan penelitian mengenai hubungan lama menopause dengan kejadian disfungsi seksual pada wanita menopause di posyandu lansia wilayah kerja puskesmas Panjang Bandar Lampung yang dilakukan pada bulan Oktober 2014 maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa :

1. Terdapat hubungan antara lama menopause dengan kejadian disfungsi seksual pada wanita menopause di posyandu lansia wilayah kerja puskesmas Panjang Bandar Lampung, semakin lama menopause maka kejadian disfungsi seksual semakin meningkat.

2. Responden dengan lama menopause kurang dari 5 tahun sebanyak 38 orang (34,5%), 5-10 tahun sebanyak 20 orang (18,2%), dan lebih dari 10 tahun sebanyak 52 orang (47,3%).

3. Angka kejadian disfungsi seksual pada wanita menopause di posyandu lansia wilayah kerja puskesmas Panjang kota Bandar

Lampung sebesar 70,9%.


(3)

48

5.2 Saran

1. Bagi peneliti untuk memberikan edukasi kepada wanita menopause mengenai disfungsi seksual wanita.

2. Bagi masyarakat untuk memperhatikan pengaruh menopause terhadap kejadian disfungsi seksual.

3. Bagi peneliti lain agar dapat melakukan penelitian tentang kejadian disfungsi seksual pada wanita menopause yang dihubungkan dengan kadar estrogen pada tubuh wanita tersebut.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ambler DR, Bieber EJ, Diamond MP. 2012. Sexual Function in Elderly Women: A Review of Current Literature. Reviews in Obstetrics & Gynecology, 5 : 16-27.

Baziad A. 2003. Menopause dan Andropause. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Cabral PUL, Canario ACG, Spyrides MHC, Uchoa SADC, Junior JE, Giraldo PC, Goncalves AK. 2014. Physical Activity and Sexual Function in Middle-Aged Woman. Rev Assoc Med Bras, 60 : 47-52.

Dahlan MS. 2012. Langkah – Langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Sagung Seto.

Dahlan MS. 2013. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika.

Daud MW, Bajuri Y. 2014. Sexual Dysfunction among Postmenopausal Women. Clin Ter, 165 : 83-89.

Elvira D. 2006. Disfungsi Seksual pada Perempuan. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Fritz MA, Speroff L. 2010. Clinical Gynecologic Endrocinology and Infertility. Lippincott Williams & Wilkins.

Goldstein I, Alexander JL. 2005. Practical aspects in the management of vaginal atrophy and sexual dsyfunction in perimenopausal and postmenopausal women. J Sex Med. 2 : 154-165.

Hastuti L, Hakimi M, Dasuki D. 2008. Hubungan antara Kecemasan dengan Aktivitas dan Fungsi Seksual pada Wanita Usia Lanjut di Kabupaten Purworejo. Berita Kedokteran Masyarakat, 24 : 176-190.

Jaafarpour M, Khanf A, Khajavikhan J, Suhrabi Z. 2013. Female Sexual Dysfunction: Prevalence and Risk Factors. Journal of Clinical and Diagnostic Research, 7 : 2877-2880.


(5)

49

Kasdu D. 2002. Kiat Sehat dan Bahagia di Usia Menopause. Jakarta : Puspa Swara.

Kuncara HY. 2008. Aplikasi Klinis Patofisiologi: Pemeriksaan & Manajemen Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Manan E. 2013. Bebas dari Ancaman Disfungsi Seksual Khusus Wanita. Jakarta : Buku Biru.

Manuaba IAC, Manuaba IBGF, Manuaba IBG. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. McKhann G, Marylin. 2010. Keep Your Brain Young. Yogyakarta : Media

Pressindo.

Miller HB, Hunt JS. 2003. Female Sexual Dysfunction: A Review of the Disorder and Evidence for Available Treatment Alternatives. Journal of Pharmacy Practice, 16 : 201-208.

Napes MM, Sidi H, Ahmad S, et al. 2013. Prevalence and Associated Factors of Sexual Dysfunction in Malaysian Menopausal Women. Sains Malaysian, 42 : 1011-1017.

Northrup C. 2006. Bijak di Saat Menopause. Bandung : Penerbit Q-Press. Notoatmodjo S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Prawirohardjo S. 2008. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo.

Phillips NA. 2000. Female Sexual Dysfunction: Evaluation and Treatment. American Academy of Family Physicians.

Ratna A, Tendean HMM, Suparman E. 2013. Hubungan Menarche terhadap Menopause di Kecamatan Lalabata Kabupaten Soppeng Sulawesi Selatan. Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado.

Rosen R, Brown C, Heiman J, Leiblum S, Meston C, Shabsigh R, Ferguson D, Agostino R. 2000. The Female Sexual Function Index (FSFI) : A Multidimensional Self-Report Instrument for the Assessment of Female Sexual Function. Journal of Sex & Marital Therapy, 26 : 191-208.

Sari, AR. 2009. Pengaruh Menopause terhadap Terjadinya Disfungsi Seksual Wanita di Kelurahan Pajang, Surakarta. Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.


(6)

50 Sastrawinata S. 2004. Ilmu Kesehatan Reproduksi : Obstetri Patologi. Jakarta :

EGC.

Tobing L. 2006. Seks Tuntunan bagi Pria. Jakarta : EMK.

Wahdi. 2003. Kadar Estradiol Serum pada Wanita Menopause Dengan Dan Tanpa Syndroma Vasomotor. [Thesis]. Universitas Diponegoro.

Wijayanti D. 2009. Fakta Penting Seputar Kesehatan Reproduksi Wanita. Jogjakarta : Bookmarks.