Perkembangan Modern dalam Hukum Islam Ma

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Meninggalnya Nabi Muhammad merupakan hal yang tidak diinginkan di kota
Madinah maupun di Mekah dan tentu saja mengejutkan para sahabat. Menurut Asaf
A.A. Fyzee, menjelaskan bahwa periode ini merupakan priode penting dalam
pembentukan hukum. Periode tersebut dikenal dengan periode masa empat sahabat/
khulafa’ur rasyiddin1 Kekuasaan Islam mulai bertambah luas. Islam mulai
berkembang keberbagai belahan dunia. Persoalan-persoalan yang timbul di
masyarakat pun mulai beragam.
Khulafa’ur Rasyiddin merupakan para pemimpin ummat Islam setelah Nabi
Muhammad SAW wafat, yaitu pada masa pemerintahan Abu Bakar, Umar bin
Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, dimana sistem pemerintahan
yang diterapkan adalah pemerintahan yang Islami karena berundang-undangkan
dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Perkembangan masyarakat yang semakin pesat
diimbangi pula dengan agama Islam yang bersifat fleksibel. Keadaan pada masa
empat sahabat tidak jauh berbeda dengan pada masa Rasulullah. Para khulafa’ur
rasyiddin dipilih melalui musyawarah.
Seiring perkembangan zaman, banyak hal-hal yang baru di temui pada masa

khulafa’ur rasyiddin yang tidak ada pada masa sebelumnya. Perkembangan modern
ialah pertumbuhan yang mutakhir ke arah yang sesuai dengan pertumbuhan zaman,
sehingga mampu menjawab tantangan situasi dan kondisi zaman. Perkembangan
tersebut dapat berupa perkembangan dalam ilmu pengetahuan dan iptek, hukum,
1

Dedi Supriyadi, Sejarah Hukum Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), h. 67-68

2

sosial, dan sebagainya. Pada masa khulafa’ur rasyiddin, juga banyak mengalami
perkembangan modern. Khususnya pada bahasan ini ialah perkembangan di bidang
hukum.
Maka, pada kesempatan ini, penulis akan membahas mengenai keadaan
pemerintahan masa khulafa’ur rasyiddin dan perkembangan hukum Islam di masa
tersebut.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan rumusan masalah
sebagai berikut:

1. Bagaimana keadaan pada masa empat sahabat ?
2. Bagaimana perkembangan modern hukum Islam pada masa empat sahabat ?
C. Tujuan
1. Mengetahui keadaan pada masa empat sahabat
2. Mengetahui perkembangan modern hukum Islam pada masa empat sahabat

3

BAB II
PEMBAHASAN
A. Keadaan Pada Masa Empat Sahabat
Setelah Nabi Muhammad wafat, timbul dua pandangan yang berbeda tentang
otoritas kepemimpinan umat Islam dan hal ini berhubungan langsung dengan
otoritas penetapan hukum. Terdapat dua kelompok yang berpendapat tentang hal
tersebut.
1. Kelompok pertama memandang bahwa otoritas untuk menetapkan hukum-hukum
Tuhan dan menjelaskan makna Al-Qur’an setelah Nabi wafat ialah ahlul bait.
Hanya merekalah yang menurut nash dari Nabi yang yang haus dirujuk dalam
menyelesaikan masalah-masalah dan menetapkan hukum Allah.
2. Kelompok kedua berpendapat bahwa Nabi tidak menentukan dan tidak pula

menunjuk penggantinya sebelum meninggal untuk menafsirkan dan menetapkan
perintah-perintah Allah.Al-Qur’an dan sunnah ialah sumber hukum yang menarik
hukum-hukum berkenaan dengan masalah-masalah yang timbul di masyarakat.2
Nabi

Muhammad

tidak

meninggalkan

wasiat

tentang

siapa

yang

menggantikan beliau sebagai pemimpi politik umat Islam. Nabi nampaknya

menyerahkan

persoalan

tersebut

kepada

kaum

muslimin.

Sebelum

Nabi

dimakamkan, sejumlah tokoh muhajirin dan anshor berkumpul di Bani Sa’idah
memusyawarahkan siapa yang akan dipilih menjadi pemimpin. Akhirnya Abu Bakar
terpilih. Abu Bakar hanya menjabat selama dua tahun (632-634 M) yang mana
waktu singkat tersebut ia habiskan untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri

terutama tantangan yang ditimbulkan oleh suku-suku Arab yang tidak mau lagi
2

Dedi Supriyadi, Op.Cit., h. 68-69

4

tunduk kepada pemerintahan Madinah. Kekuasaan yang dijalankan oleh Abu Bakar
masih sebagaimana pada masa Rasulullah, bersifat sentral, kekuasaan baik legislatif,
eksekutif, dan yudikatif berada di tangan khalifah. 3 Selain menjalankan roda
pemerintahan, khalifah juga menjalankan hukum.
Ketika Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah
dengan para pemuka sahabat, dan kemudian mengangkat Umar sebagai
penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan
dan perpercahan di kalangan umat Islam. Kebijakan Abu Bakar tesebut ternyata
diterima oleh masyarakat. Pada zaman Umar bin Khattab, gelombang ekspansi
pertama terjadi. Kekuasaan Islam meliputi Semenanjung Arabia, Palestina, Suria,
Irak, Persia, dan Mesir.4 Karena perluasan daerah yang begitu cepat, Umar segera
mengatur administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah
berkembang terutama di Persia. Beberapa departemen yang dipandang perlu

didirikan, mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah.
Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga
eksekutif. Jawatan kepolisian dibentuk, begitu pula dengan jawatan pekerjaan
umum. Umar juga mendirikan bait al-mal, menempa mata uang, dan menciptakan
tahun hijriah.5
Umar memerintah selama 10 tahun dari 634-644 M, dan masa jabatannya
berakhir dengan kematiannya karena dibunuh oleh Abu Lu’lu’ah. Kedudukan
khalifah selanjutnya diganti oleh Utsman bin Affan. Masa pemerintahannya
3

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), h. 35-36
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya Jilid I,Cet ke- 5, (Jakarta: UI Press,
2013), h. 52
5
Badri Yatim, Op.Cit., h. 37-38
4

5

berlangsung selama 12 tahun dari tahun 644-656 M. Ia membangun bendungan

untuk menjaga arus banjir besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota,
membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan, masjid-masjid, dan memperluas masjid
Nabi di Madinah. Daerah-daerah seperti Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan
bagan yang tersisa dari Persia, Transoxania, Tabaristan dapat dikuasai. Namun, pada
paruh terakhir masa kekhalifahannya, muncul perasaan tidak puas dan kecewa
dikalangan umat Islam terhadapnya. Kepemimpinan Utsman sangat berbeda dengan
kepemimpinan Umar. Hal tersebut dimungkinkan karena usianya yang lanjut dan
sifatnya yang lemah lembut. Salah satu faktor yang menyebabkan rakyat kecewa
ialah kebijakannya yang mengangkat keluarganya dalam kedudukan tinggi. Setelah
banyak anggota keluarganya yang duduk dalam jabatan penting, Utsman seolah
laksana boneka di hadapan kerabatnya. Ia tidak dapat berbuat banyak dan terlalu
lemah kepada keluarganya. Ia juga tidak tegas terhadap bawahan. Harta kekayaan
negara oleh kerabatnya dibagi-bagi tanpa kontrol oleh Utsman sendiri.6 Utsman
akhirnya wafat dibunuh oleh pemberontak yang terdiri dari orang yang kecewa
terhadapnya.
Sebagai pengganti Utsman, Ali diangkat sebagai khalifah. Tidak ada masa
sedikitpun dalam pemerintahannya dapat dikatakan stabil. Ali banyak memecat para
gubernur yang diangkat oleh Utsman, menarik kembali tanah yang dihadiahkan
Utsman kepada pnduduk dengan menyerahkan hasil pendapatannya kepada negara,
dan memakai kembali distribusi pajak tahunan antara orang Islam sebagaimana yang

diterapkan oleh Umar. Pada masanya, terjadi perang Jamal, selain itu, ia mendapat
6

Badri Yatim, Op.Cit., h. 39

6

tantangan dari pihak pendukung Utsman, terutama Mu’awiyah, dan terjadilah
perang siffin yang diakhiri dengan tahkim. Namun bukannya menyelesaikan
masalah, tetapi menimbulkan perpecahan golongan. Akhirnya Ali terbunuh oleh
salah seorang golongan Khawarij.7

B. Perkembangan Modern dalam Hukum Islam Masa Empat Sahabat
1. Masa Abu Bakar (11-13 H/ 632-633 M)
Pada masa pemerintahan Abu Bakar, ia berhasil mencatat sejumlah
kesuksesan, diantaranya kepemimpinan Islam yang mencapai Mesopotamia,
melenyapkan nabi palsu, dan gagasan untuk melakukan kodifikasi Al-Qur’an
yang menunjukkan hasil awal yakni mengumpulkan naskah-naskah yang
sebelumnya masih berserakan yang telah ditulis pada bahan-bahan
darurat seperti pelepah kurma dan tulang-tulang unta dan

sebagainya..8 Abu Bakar dalam literatur Barat dikenal sebagai penggagas dan
pelopor berbagai kemenangan dalam menyiarkan agama Islam ke seantero
penjuru kawasan di sekitar dunia Arab.
Abu Bakar merupakan ahli hukum yang tinggi mutunya. Pada masanya,
tidak tampak ada suatu perubahan dalam lapangan pengadilan, karena
kesibukannya memerangi sebagian kaum muslimin yang murtad sepeninggal
Rasulllah dan pembangkangan menunaikan zakat dan urusan politik dan
pemerintahan lainnya, disamping itu, belum meluasnya wilayah Islam. Pada
masalah peradilan, Abu Bakar mengikuti jejak Rasulullah, yakni ia sendirilah
7
8

Badri Yatim, Op.Cit., h. 40
Abu Su’ud, Islamologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 56

7

yang memutuskan hukum diantara umat Islam di Madinah. Sedangkan para
gubernurnya memutuskan hukum di daerah masing-masing di luar Madinah.9
Secara operasional, tiap-tiap khalifah berbeda dalam menggali hukum.

Khalifah Abu Bakar, apabila tidak mendapatkan hukum dalam Al-Qur’an dan
sunnah maka ia mengumpulkan para sahabat dan merembukkan hal tersebut.
Apabila para sahabat memperoleh kesepakatan menetapkan suatu pendapat,
maka Abu Bakar menetapkan hukum sesuai dengan pendapat yang disepakati.10

2. Masa Umar bin Khattab (13-23 H/ 634- 644 M)
Pada Masa Umar bin Khattab, Islam mulai menyebar. Masalah hukum
juga semakin bertambah dan semakin luas pula peranan para gubernur. Oleh
karena itu, Umar bin Khattab memisahkan peradilan (yudikatif) dari
pemerintahan (eksekutif), dan mengangkat beberapa orang sebagai hakim selain
gubernur.11 Pada masa Umar, telah mengalami pengkhususan dalam bidang
hukum. Namun apabila khalifah berpartisipasi dalam hukum, maka hal tersebut
berdasarkan pengetahuan khalifah tentang hukum bukan berdasarkan jabatan
politiknya, sebagaimana dalam kutipan buku Wael B. Hallaq berikut:
“…..If a caliph actively participated in legal life – as Umar did – it was
by virtue of his recognized personal knowledge of the law, not by virtue of his
political office”. 12
9

Alaiddin Koto, Sejarah Peradilan Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), h. 59

Dedi Supriyadi, Op.Cit,., h. 70-71
11
Alaiddin Koto, Op.Cit, h. 63
12
Wael B. Hallaq, The Origins and Evolution of Islamic Law, (New York: Cambridge
University Press, 2005), h. 165.
10

8

Pada masa pemerintahannya, ia mengubah nama kepala negara yang
semula bergelar khilafah ar-Rasul menjadi amir al-mu’minin. Wilayah
kekuasaan Islam pada masanya meliputi Jazirah Arab, Syiria, Palestina, Irak,
Mesir, dan sebagian wilayah Persi. 13
Untuk menghadapi masalah baru yang belum pernah ada pada masa
Rasulullah dan Abu Bakar, Umar berijtihad untuk menetapkan hukum tentang
masalah-masalah yang baru. Pada ketetapan seriring seakan-akan bertentangan
dengan sunnah atau ketetapan Abu Bakar. Namun apabila diteliti dengan
mendalam, ternyata Umar memiliki jangkauan yang menyeluruh, mencakup
keseluruhan ajaran Islam. Misalnya mengenai ghanimah. Surah Al-Anfal
mengajarkan bahwa harta rampasan perang, termasuk tanah, harus dibagikan
dengan cara tertentu, sebagan untuk tentara yang berperang. Namun, demi
kepentingan umum dan negara, Umar tidak melaksanakan sebagaimana yang
diterangkan dalam Al-Qur’an dan sunnah Nabi, bahkan Umar membagikannya
kepada para petani kecil setempat sekalipun belum muslim. Tindakan tersebut
menimbulkan protes keras sebagian sahabat yang dipimpin oleh Bilal dan
menimbulkan ketegangan di Madinah. Akhirnya Umar menatap dengan
kebijaksanaannya setelah musyawarah dan mendapat dukungan sementara para
pembesar

sahabat

setelah

mengemukakan

interpretasinyasendiri

yang

meyakinkan tentang keseluruhan semangat ajaran Al-Qur’an dan kebijaksanaan
Nabi.14 Selain itu, Umar juga menggunakan ijtihad pada masalah memperbarui
organisasi negara dan mengembangkan ilmu.
13
14

Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 23-24
Musyrifah Sunanto, Op.Cit., h. 24-26.

9

Perjalanan hidup Umar merupakan gambaran praktis dan teladan dalam
menerapkan hukum Islam. Ketegasan Umar melaksanakan hukum Allah dimulai
dari dirinya sendiri, baru kemudian kepada individu masyarakat baik dari hal
besar maupun hal kecil.15 Ketegasan Umar dalam menerapkan hukum Allah
dibarengi dengan kekonsistenannya yang luar biasa untuk tetap tunduk kepada
hukum Allah.
Umar bin Khattab juga melakukan hal yang sama dalam menetapkan
hukum seperti halnya Abu Bakar. Bila tidak ada dalam Al-Qur’an dan sunnah, ia
melihat apakah Abu Bakar pernah memutuskan permasalahan serupa atau tidak,
bila tidak ditemukan, maka ia mengundang para tokoh masyarakat. Apabila
mencapai keputusan, maka ia memutuskan perkara dengan hasil keputusan
tersebut. Meskipun ijtihad yang dilakukan sama, namun terdapat perbedaan
mendasar pada masa Abu Bakar dan Umar bin Khattab, yakni dimasa Abu
Bakar jumlah ulama’ yang dikumpulkan untuk merembuk masih sedikit,
sehingga ijma’ masih dapat dijalankan dengan mudah. Berbeda pada masa Umar
bin Khattab, mengadakan ijma’ mulai sulit, karena para sahabat terpencar di
daerah-daerah baru yang jatuh kekekuasaan negara Islam. Tegasnya, para
sahabat yang memegang kewenangan berijtihad pada priode ini menetapkan
hukum berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah. Setelah menyelidiki dengan
sungguh-sungguh, barulah berijtihad.16

15

Muhammad Quthb, Perlukah Menulis Ulang Sejarah Islam ?, Chairul Halim dan Nabhani
Idris, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), h. 143.
16
Dedi Supriyadi, Op.Cit., h. 72.

10

Umar tidak hanya dikenal pandai menciptakan peraturan-peraturan baru,
ia juga memperbaiki dan mengkaji ulang terhadap kebijaksanaan yang telah ada,
jika hal tersebut diperlukan demi tercapainya kemaslahatan umat Islam. 17
Contoh ijtihad Umar adalah menurut Surat Al-Ma’idah ayat 38 orang yang
mencuri, diancam dengan hukuman potong tangan. Dimasa pemerintahan Umar
terjadi kelaparan dalam masyarakat disemenanjung Arabia, dalam keadaan itu
ancaman terhadap pencuri tersebut tidak dilaksanakan oleh khalifah Umar
berdasarkan pertimbangan keadaan darurat dan kemaslahatan jiwa masyarakat.

3. Masa Utsman bin Affan (23-35 H/ 644-656 M)
Karya besar dari Utsman adalah keberhasilannya melakukan kodifikasi
Al-Qur’an yang telah dirintis sejak kepemimpinan Abu Bakar yang diteruskan
oleh khalifah Umar. Adanya kodifikasi Al-Qur’an tersebut maka semua naskah
atau mushaf Al-Qur’an terdahulu dimusnahkan, hal tersebut agar tidak
membingungkan umat Islam dalam mengkaji Al-Qur’an.18
Utsman bin Affan merupakan orang pertama yang mengkhususkan kantor
untuk peradilan. Utsman selalu bermusyawarah dengan Ali dan lainnya sebelum
mengeluarkan

hukum.19

Sebelum

memiliki

lembaga

peradilan

untuk

mengundangkan suatu kebijakan atau peraturan untuk menjaga atau mengawasi
pelaksanaannya

sehingga

tradisi

hukum

(yurisprudensi)

yang

harus

dipertahankan.20 Pada masanya, hal baru seperti KKN telah terjadi, seperti posisi
kekuasaan banyak diangkat dari keluarga besarnya, dan sebgainya.
17

Syamsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2014), h. 103.
Abu Su’ud, Op.Cit., h. 61.
19
Alaiddin Koto, Op.Cit., h. 68.
20
Muhammad Quthb, Op.Cit., h. 145.
18

11

4. Masa Ali bin Abi Thalibn (35-40 H/ 656- 661 M)
Semasa pemerintahanya Ali tidak dapat berbuat banyak untuk
mengembangkan hukum Islam karena keadaan Negara tidak stabil. Tumbuh
bibit-bibit perpecahan yang serius dalam tubuh umat Islam, yang bermuara pada
perang saudara yang kemudian menimbulkan kelompok-kelompok.
Sebelum terjadi perpecahan besar baik kelompok syi’ah, mu’tazilah,
maupun khawarij. Salah satu kebijakan Ali ialah tentang kepentingan bersama
setelah perang jamal. Ia membagi semua harta yang diperolehnya ke baitul mal
dan secara merata membagikannya kepada para pendukungnya. Pandangan
politik Ali yang jelas, relevan, dan devensif dengan cepat berubahmenyebabkan
ia yakin bahwa petunjuk-petunjuk yang diletakkan oleh Al-Qur’an, oleh
kehidupan nabi, dan tiga khalifah sebelumnya cukup bila ditafsirkan kembali
untuk

memenuhi

kebutuhan-kebutuhan

dizamannya.21

Ali

meletakkan

tuntunannya terhadap otoritas keagamaan dalam rangka memecahkan masalahmasalah politiknya.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:

21

MA.A. Shaban, Sejarah Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 1993), h. 104.

12

1. Kondisi pemerintahan pada masa Abu Bakar banyak memerangi nabi palsu,
pembangkangan membayar pajak, dsb. Pada Masa Umar mulai banyaknya
penaklukan ke berbagai daerah. Pada Masa Utsman masih banyak dilakukan
ekspansi-ekspansi

ke

daerah-daerah

lain,

namun

pada

pertengahan

kepemimpinannya, mulai timbuk kekecewaan masyarakat kepada pemerintah.
Pada masa Ali, tidak ada masa sedikitpun dalam pemerintahannya dapat
dikatakan stabil, banyak terjadi peperangan.
2. Pada masa Abu Bakar dan Umar menetapkan masalah-masalah baru dengan
berijtihad jika tidak terdapat dalam AL-Qur’an dan Sunnah, begitu pula dengan
masa Umar. Namun pada masa umar, mulai dipisahkan antara kekuasaan
yudikatif dan eksekutif. Pada masa Utsman, mulai dibangun peradilan-peradilan,
dan terjadi KKN untuk pertama kalinya. Pada masa Ali merupakan permulaan
timbulnya madzhab-madzhab.
B. Saran
Dengan memahami lebih jauh mengenai perkembangan modern hukum
Islam, diharapkan dapat mengetahui lebih jauh perkembangan-perkembangan setiap
generasinya mengenai hukum Islam, dan dapat diambil pelajaran mengenai hal-hal
yang dapat diadopsi untuk memperkaya wawasan hukum di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Amin, Syamsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2014).
Hallaq, Wael B., The Origins and Evolution of Islamic Law, (New York: Cambridge
University Press, 2005).
Koto, Alaiddin, Sejarah Peradilan Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012).

13

MA.A. Shaban, Sejarah Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 1993).
Quthb, Muhammad, Perlukah Menulis Ulang Sejarah Islam ?, Chairul Halim dan
Nabhani Idris, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995).
Su’ud, Abu, Islamologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003).
Sunanto, Musyrifah, Sejarah Islam Klasik, Kencana, Jakarta, 2007.
Supriyadi, Dedi, Sejarah Hukum Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2007).
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001).