Chapter II Uji Komposisi Bahan Baku Terasi dengan Menggunakan Alat Pencetak Terasi

TINJAUAN PUSTAKA
Terasi
Udang diklasifikasikan ke dalam filum Arthopoda, kelas Crustacea, dan
bangsa Decapoda. Setiap udang kemudian dibagi kembali atas suku, marga, dan
jenis yang berbeda-beda. Udang juga dibedakan menurut tempat hidupnya yaitu
udang laut dan udang darat (Purwaningsih, 2000).
Dari sekian banyak jenis udang yang terdapat di perairan Indonesia, jenis
udang laut yang dikategorikan memiliki nilai ekonomis penting antara lain
Penaeus monodon (udang windu), Penaeus merguiensis (udang putih), dan
Metapenaeus monoceros (udang dogol). Udang air tawar yang memiliki nilai
ekonomis penting antara lain Macrobranchium rosenbergii (udang galah),
Panalirus spp (udang kipas), dan lobster (udang karang) (Purwaningsih, 2000).
Terasi merupakan produk ikan setengah basah yang dibuat dari udang atau
ikan-ikan kecil yang dicampur dengan garam, kemudian diragikan. Terasi
digunakan sebagai bahan penyedap masakan seperti pada masakan sayuran,
sambal, rujak, dan sebagainya. Sebagai bahan makanan setengah basah yang
berkadar garam tinggi, terasi dapat disimpan berbulan-bulan (Esti, 2000).

Fermentasi
Fermentasi sudah dikenal sejak zaman dahulu, dengan kecenderungan
terhadap keberlanjutan lingkungan hidup, dan pengembangan sumber daya yang

dapat diperbaharui, menyebabkan peningkatan upaya dan ketertarikan dalam
upaya mengambil kembali produk-produk fermentasi, seperti asam organik, aditif

4

5

makanan, dan bahan kimia. Fermentasi mulai menjadi ilmu pada tahun 1857
ketika Louis Pasteur menemukan bahwa fermentasi merupakan sebuah hasil dari
sebuah aksi mikroorganisme yang spesifik (Riadi, 2007).
Menurut Saono, et al. (1982), setiap negara di Asia Tenggara memiliki
jenis fermentasi pasta ikan yang berbeda-beda, namun secara umum hampir sama
dengan produk terasi di Indonesia. Adapun nama-nama produk fermentasi pasta
ikan di beberapa negara Asia Tenggara dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1: Nama-nama Produk Pasta Ikan di Beberapa Negara Asia Tenggara.
Produk
Bagoong
Belachan
Kapi
Mam-Tom

Ngapi
Padec
Prahoc
Terasi

Negara
Filipina
Malaysia
Thailand
Vietnam
Myanmar
Laos
Kamboja
Indonesia

(Saono, et al., 1982).
Proses pembuatan terasi dilakukan secara fermentasi. Selama fermentasi
protein dihidrolisis menjadi turunan-turunannya, seperti pepton, peptida, dan
asam-asam amino. Fermentasi juga menghasilkan amonia yang menyebabkan
terasi berbau merangsang. Di dalam masakan, terasi digunakan sebagai penyedap

dan menimbulkan cita rasa (flavouring agent) (Kemenristek, 2002).
Menurut Hadiwiyoto (1993), selama fermentasi mikroba mampu
mengadakan transformasi senyawa-senyawa kimia, sehingga dihasilkan senyawa
yang turunanya bersifat volatile. Transformasi ini dapat berupa hidroksilasi,
oksidasi, pemecahan rantai karbon atau reduksi. Senyawa volatile adalam
senyawa organik kompleks yang mudah menguap pada suhu kamar. Mikroba

6

mempunyai peranan yang besar dalam pembentukan volatile terasi. Hal inilah
yang menjadikan terasi memiliki bau yang khas selama proses fermentasi.
Produk ikan dapat diawetkan dengan pengolahan secara fermentasi.
Bermacam-macam petis ikan dibuat di negara-negara Asia. Pada dasarnya, ikan
kecil-kecil atau udang dibersihkan, dicuci, dicampur dengan garam (1 kg garam
untuk 10 kg ikan) dan dikemas rapat-rapat dalam wadah. Selama penyimpanan
jaringan daging ikan dihidrolisa oleh enzim yang ada pada bahan pangan dan yang
dihasilkan oleh mikroorganisme. Mikroorganisme-mikroorganisme yang telah
berkembang selama fermentasi ikan tidak diketahui sepenuhnya dan perlu
dipelajari lebih lanjut. Walaupun demikian diperkirakan jenis-jenis bakteri asam
laktat


seperti

Leuconostoc

mesenteroids,

Pediococcus

cerevisiae

dan

Lactobacillus plantarum berkembang. Beberapa jenis khamir juga diperkirakan
ikut berkembang dalam fermentasi (Buckle, dkk., 2009).
Selama pengolahan produk pangan terfermentasi dengan bahan baku hasil
laut selalu didominasi proses hidrolisis dengan adanya garam konsentrasi tinggi.
Walaupun awalnya enzim hidrolitik yang esensial berasal dari jaringan ikan,
terutama dari jaringan pencernaan, namun enzim yang dikeluarkan oleh
mikroorganisme selama fermentasi juga sangat penting dalam proses hidrolisis

makromolekul yang terkandung dalam ikan. Dengan demikian, selain enzim,
mikroorganisme juga sangat berperan dalam hidrolisis dan pembentukan
komponen flavor produk. Dengan penambahan garam akan terjadi penurunan
jumlah bakteri aerob dan berkembangnya bakteri anaerob pada awal fermentasi
dimana belum terjadi penetrasi garam ke dalam daging ikan. Selanjutnya,
mikroorganisme halofilik akan berkembang pada proses fermentasi yang lebih

7

lama. Mikroorganisme halofilik mengambil peran dominan dalam pembentukan
flavor produk akhir (Antara, 2009).

Bahan Baku Pembuatan Terasi Udang Rebon
Udang Rebon
Udang rebon (Acetes) merupakan jenis udang yang berukuran kecil dan
hidup di perairan Asia Tenggara. Menurut Grave (2015), udang rebon pertama
kali ditemukan oleh H. Milne-Edwards tahun 1830 dan diklasifikasikan dalam
genus Acetes. Sampai sekarang, udang rebon terdapat 14 jenis spesies, dimana
spesies Acetes indicus merupakan spesies udang rebon terbanyak di Indonesia.
Terasi yang merupakan produk fermentasi spontan dengan bahan dasar

udang atau udang rebon secara umum memiliki komposisi 30-50% air, 20-45%
protein, 10-25% mineral, dan lemak dalam persentase yang kecil (Suprapti, 2002).
Berikut merupakan kandungan unsur gizi terasi berbasis 100 g pada Tabel 2.
Tabel 2 : Kandungan Unsur Gizi Terasi per Berat Bahan 100 Gram.
Zat Gizi
Komposisi
Energi (kal)
155
Protein (gram)
22,3
Lemak (gram)
2,9
Hidrat arang (gram)
9,9
Serat (gram)
2,7
Abu (gram)
31,1
Kalsium (mg)
38,2

Fosfor (mg)
72,6
Besi (mg)
78,5
Karoten (mg)
0
Vitamin A (SI)
0
Vitamin B (mg)
0,24
Vitamin C (mg)
0
Air (gram)
33,8
b.d.d. (%)
100
(Suprapti, 2002).

8


Garam
Secara fisik, garam adalah benda padatan berwarna putih berbentuk kristal
yang merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar natrium klorida
(>80%) serta senyawa lainnya seperti magnesium klorida, magnesium sulfat,
kalsium klorida, dan lain-lain. Garam mempunyai sifat / karakteristik higroskopis
yang berarti mudah menyerap air, bulk density (tingkat kepadatan) sebesar 0,8 0,9 dan titik lebur pada tingkat suhu 801°C (Burhanuddin, 2001).
Banyak yang menduga bahwa garam pada mulanya ditambahkan ke dalam
beberapa makanan untuk meningkatkan cita rasa. Lama kemudian diketahui
bahwa penambahan garam dalam beberapa kasus juga bertujuan untuk mengubah
produk asli menjadi produk yang berbeda dan lebih atraktif. Studi terbaru
menunjukkan, penambahan garam akan berefek langsung pada mikroorganisme
pembusukan (Saono, et al., 1982).
Ikan
Daging ikan mengandung senyawa-senyawa yang sangat potensial bagi
tubuh manusia. Bagian yang dapat dimakan hanya sekitar 70 % dari seluruh organ
tubuh yang terdapat pada ikan, sedangkan 30 % lagi seperti kepala, ekor, sirip dan
isi perut umumnya dibuang. Daging ikan memiliki serat halus tidak seperti
kebanyakan hewan mamalia darat (Irawan, 1995).
Komoditas perikanan dikenal sebagai bahan pangan yang tergolong mudah
dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

yang mudah busuk karena kandungan protein dan air yang cukup tinggi pada
tubuhnya. Ikan hanya dapat bertahan 5-8 jam di udara terbuka sebelum mulai

9

mengeluarkan bau busuk dan makin cepat membusuk bila tidak segera mendapat
penanganan khusus sebagai tindakan pencegahan (Irawan, 1995).
Trash fish dianggap sebagai bahan sisa tangkapan (hasil ikutan dalam
penangkapan ikan atau udang), sehingga nilai ekonomisnya rendah. Namun bila
kemudian dapat diolah menjadi produk yang dapat dinaikkan nilai ekonominya
dengan diolah menjadi produk terasi. Peluang pasarnya cerah karena terasi tidak
hanya digunakan di Indonesia namun juga di negara-negara lain di kawasan Asia
(Suprapti, 2002).
Kelebihan produk perikanan dibanding dengan produk hewani lainnya
sebagai berikut:
1.

Kandungan protein yang cukup tinggi (20%) dalam tubuh ikan tersusun oleh
asam - asam amino yang berpola mendekati pola kebutuhan asam amino
dalam tubuh manusia.


2.

Daging ikan mudah dicerna oleh tubuh karena mengandung sedikit tenunan
pengikat (tendon).

3.

Daging ikan mengandung asam – asam lemak tak jenuh dengan kadar
kolesterol sangat rendah yang dibutuhkan oleh tubuh manusia.

4.

Selain itu, daging ikan mengandung sejumlah mineral seperti K, Cl, P, S,
Mg, Ca, Fe, Ma, Zn, F, Ar, Cu, dan Y, serta vitamin A dan D dalam jumlah
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Disamping itu, ternyata ikan juga memiliki beberapa kekurangan, yaitu:
1.


Kandungan air yang tinggi (80%), pH tubuh ikan yang mendekati netral,
dan daging ikan yang sangat mudah dicerna oleh enzim autolisis

10

menyebabkan daging sangat lunak, sehingga menjadi media yang baik
untuk pertumbuhan bakteri pembusuk.
2.

Kandungan asam lemak tak jenuh mengakibatkan daging ikan mudah
mengalami proses oksidasi sehingga menyebabkan bau tengik.

(Adwyah, 2008).
Proses Pengolahan Terasi
Cara pembuatan terasi secara umum sebagai berikut :
1. Pertama-tama, udang rebon dicuci dengan air bersih agar semua kotoran
terbuang. Selanjutnya udang rebon dimasukkan kedalam karung selama
semalam agar bahan baku tersebut menjadi setengah busuk.
2. Keesokan harinya udang rebon tersebut dicuci kembali dan langsung dijemur
dibawah sinar matahari sampai setengah kering (kurang lebih selama 1-2
hari). Selama penjemuran, udang rebon harus sering dibalik-balik agar
keringnya merata dan kotoran yang mungkin masih melekat dapat
dibersihkan.
3. Setelah agak kering, daging udang rebon ditumbuk sampai halus dan
dibiarkan lagi selama semalam agar protein yang terkandung didalamnya
benar-benar terurai.
4. Selanjutnya kedalam daging udang rebon ditambahkan garam secukupnya
untuk membunuh bakteri pembusuk. Jumlah garam yang ditambahkan
tergantung selera, maksimal 30% dari berat total udang rebon, agar terasi
yang diproduksi tidak terlalu asin.
5. Langkah selanjutnya adalah menggumpalkan dan membungkus bahan terasi
tersebut dengan daun pisang kering. Biarkan bahan terasi tersebut selama satu

11

malam agar bakteri pembusuk benar-benar mati. Setelah sat malam,
gumpalan bahan terasi tersebut dihancurkan kembali dan dijemur dibawah
sinar matahari selama 3-4 hari.
6. Terasi yang telah kering kemudian ditumbuk kembali sampai benar-benar
halus dan dibungkus kembali dengan tikar atau daun pisang kering.
Selanjutnya terasi tersebut dibiarkan kembali selama 1-4 minggu, agar proses
fermentasi dapat berlangsung secara sempurna. Proses fermentasi dapat
dianggap selesai apabila telah tercium aroma terasi yang khas.
7. Daya tahan terasi diolah dengan cara seperti diatas dapat mencapai 12 bulan.
(Afrianto dan Liviawaty, 1989).
Mutu Hasil Terasi
Perkembangan teknologi pengolahan pangan telah memungkinkan
produksi makanan terbungkus (kemasan) dalam jumlah yang besar dengan daya
tahan yang relatif lama. Berkembangnya pembuatan makanan terolah dalam
kemasan siap pakai secara besar-besaran telah menimbulkan berbagai masalah.
Terjadinya kesalahan dalam proses pengolahan suatu produk terbungkus secara
besar-besaran dapat menimbulkan bahaya atau kerugian pada masyarakat luas
(Winarno, 1993).
Berdasarkan bahan baku yang digunakan, terasi dapat dibagi menjadi
empat kelas, yaitu terasi kelas I terbuat dari udang rebon, kelas II terbuat dari
rebon laut, kelas III terbuat dari campuran udang rebon dan ikan laut, dan kelas IV
terbuat dari kepala udang dan ikan (Afrianto dan Liviawaty, 1989).

12

Ada dua macam terasi diperdagangkan di pasar, yaitu terasi udang dan
terasi ikan. Jenis terasi udang umumnya mempunyai warna cokelat kemerahan
pada produk yang dihasilkan, sedangkan pada terasi ikan hasilnya berwarna
kehitaman. Terasi udang umumnya memiliki harga yang lebih tinggi
dibandingkan terasi ikan (Suprapti, 2002).
Kadang-kadang pengusaha terasi yang ingin mengeruk banyak keuntungan
dengan sengaja menambahkan tepung tapioka dan zat pewarna kedalam adonan
terasi. Tindakan demikian sangat merugikan konsumen, karena selain mutu terasi
menjadi rendah, kadang-kadang zat pewarna yang digunakan mengandung logam
Cu atau Mg yang berbahaya bagi kesehatan (Afrianto dan Liviawaty, 1989).
Persyaratan mutu terasi berdasarkan SNI 01-2716.1-2009 dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3 : Persyaratan Mutu Terasi Menurut SNI Nomor 01-2716.1-2009
Jenis Uji
I. Organoleptik
II. Cemaran Mikroba *
- Escherichia coli
- Salmonella
- Staphylococcus aureus
- Vibrio cholerae
III. Kimia
- Kadar Air
- Kadar Abu Tak Larut dalam Asam
- Kadar Garam
- Kadar Protein
- Kadar Karbohidrat

Satuan
Angka (1-9)

Persyaratan
Minimal 7

APM/g
Per 25 g
Koloni / g
Per 25 g

Minimal < 3
Negatif
1 x 103
Negatif

% Fraksi Massa
% Fraksi Massa
% Fraksi Massa
% Fraksi Massa
% Fraksi Massa

30-50
Maksimal 1,5
Maksimal 10
Maksimal 15
Maksimal 2

(BSN, 2009).

Teknik Pengolahan Terasi
Pada umumnya, teknik pengolahan terasi di setiap daerah hampir sama
yaitu bahan baku berupa udang dipotong kecil-kecil, dijemur, kemudian
ditambahkan garam dan difermentasi. Menurut Junianto (2012), kondisi geografis

13

sangat berkaitan dengan mutu terasi yang dihasilkan karena dipengaruhi oleh suhu
dan kelembaban.
Komposisi bahan baku terasi merupakan hal utama dalam pembuatan
terasi, terutama jika terasi dicetak menggunakan alat/mesin. Adapun komposisi
bahan baku terasi harus sesuai untuk memperoleh hasil cetakan terasi yang baik
dan memperoleh efisiensi yang maksimum. Diharapkan hasil yang diperoleh
dapat lebih optimal, dengan mengetahui komposisi bahan baku terasi yang sesuai
untuk alat pencetak terasi.
Alat Pencetak Terasi di Pasaran
Pada umumnya, alat pencetak terasi yang ada di pasaran sekarang
merupakan alat jenis extruder. Menurut Frame (1994), extruder juga sering
digunakan pada pengolahan bahan makanan karena extruder mampu menghasilkan
energi mekanis yang digunakan untuk proses pemasakan bahan. Extruder

mendorong bahan/adonan dengan cara memompanya melalui sebuah lubang
dengan bentuk tertentu (die).
Prinsip Kerja Alat Pencetak Terasi
Alat pencetak terasi ini bekerja dengan prinsip mengempa atau mengepres
adonan terasi dengan menggunakan screw press . Setelah alat dipastikan dalam
keadaan siap pakai, bahan baku berupa adonan terasi kemudian dimasukkan ke
dalam silinder melalui saluran masukan (hopper). Dalam silinder, terdapat screw
press yang akan mengalirkan dan mengempa adonan terasi ke lubang cetakan
yang telah dipasang. Adonan terasi yang telah keluar dari lubang cetakan
kemudian disusun di tempat penampungan untuk dijemur.

14

Persentase Bahan yang Tertinggal di Alat
Persentase bahan yang tertinggal di alat adalah banyaknya bahan yang
tidak dapat keluar dari alat secara otomatis setelah saluran pengeluaran bahan
dibuka setelah proses pengolahan selesai dilakukan. Bahan yang tidak dapat
keluar

dari

mesin

pengolahan

membutuhkan

tenaga

operator

untuk

mengeluarkannya secara manual. Hal ini menyebabkan efisiensi pengolahan dan
biaya produksi meningkat untuk upah operator (Nugraha, dkk., 2012).
Kadar Abu Tak Larut
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macan bahan dan cara
pengabuanya. Kadar abu ada hubunganya dengan mineral suatu bahan. Mineral
yang terdapat dalam suatu bahan terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua
macam garam yaitu garam organik dangaram anorganik. Yang termasuk dalam
garam organik misalnya garam-garam asam malat, oksalat, asetat, pektat.
Sedngkan garam anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat,
klorida, sulfat, nitrat. Selain kedua garam tersebut, kadang-kadang mineral
berbentuk sebagai senyawaan komplek yang bersifat organis. Apabila akan
ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk aslinya sangatlah sulit, oleh karena
itu biasanya dilakukan dengan menentukan sisa-sisa pembakaran garam mineral
tersebut,yang dikenal dengan pengabuan (Sudarmadji, dkk., 2003).
Kadar abu suatu bahan ditetapkan pula secara gravimetri. Dimana analisis
gravimetrik pada abu terbagi menjadi dua, yaitu analisis langsung dengan
menggunkan tanur dan analisis secara tidak langsung atau analisis basah.
Penentuan

kadar

abu

merupakan

cara pendugaan

kandungan

mineral

15

bahan pangan secara kasar. Bobot abu yang diperoleh sebagai perbedaan bobot
cawan berisi abu dan cawan kosong. Apabila suatu sampel di dalam cawan abu
porselen dipanaskan pada suhu tinggi sekitar 650°C akan menjadi abu
berwarna putih. Ternyata di dalam abu tersebut dijumpai garam-garam atau
oksida-oksida dari K, P, Na, Mg, Ca, Fe, Mn, dan Cu, disamping itu terdapat
dalam kadar yang sangat kecil seperti Al, Ba, Sr, Pb, Li, Ag, Ti, As, dan lain-lain.
Besarnya kadar abu dalam daging ikan umumnya berkisar antara 1 hingga 1,5 %
(Yunizal, dkk.,1998).
Kadar Protein
Protein merupakan sumber asam amino yang terdiri dari unsur C, H, O,
dan N. Protein berfungsi sebagai zat pembangun jaringan-jaringan baru, pengatur
proses metabolisme tubuh dan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi
tubuh tidak terpenuhi oleh lemak dan karbohidrat (Winarno, 2007).
Prinsip analisis Kjeldahl adalah sebagai berikut: bahan organik di didihkan
dengan asam sulfat pekat sehingga unsur-unsur dapat terurai. Atom karbon
menjadi CO2 dan nitrogen menjadi amonium sulfat. Larutan tersebut kemudian
dibuat alkalis dengan menambahkan NaOH berlebihan sehingga ion amonium
bebas menjadi amonia bebas. Amonia yang dipisahkan dengan cara distilasi
kemudian dijerat dengan larutan asam borat. Garam borat yang terbentuk dititrasi
dengan HCl (Sudarmadji, dkk., 2003).
Kadar Bakteri E. coli
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang
pendek yang memiliki panjang sekitar 2 μm, diameter 0,7 μm, lebar 0,4-0,7μm

16

dan bersifat anaerob fakultatif. E. coli membentuk koloni yang bundar, cembung,
dan halus dengan tepi yang nyata. E. coli menjadi patogen jika jumlah bakteri ini
dalam saluran pencernaan meningkat atau berada di luar usus. E. coli
menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan beberapa kasus diare. E. coli
berasosiasi dengan enteropatogenik menghasilkan enterotoksin pada sel epitel
(Jawetz, et al., 1995).
Penyakit yang disebabkan oleh E. coli yaitu :
1.

Infeksi saluran kemih
E. coli merupakan penyebab infeksi saluran kemih pada kira-kira 90 %
wanita muda. Gejala dan tanda-tandanya antara lain sering kencing,
disuria, hematuria, dan piuria. Nyeri pinggang berhubungan dengan infeksi
saluran kemih bagian atas.

2.

Diare
E. coli yang menyebabkan diare banyak ditemukan di seluruh dunia. E.
coli diklasifikasikan oleh ciri khas sifat-sifat virulensinya, dan setiap
kelompok menimbulkan penyakit melalui mekanisme yang berbeda

(Jawetz, et al., 1995).
Kadar Air
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang
dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat
penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur,
dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan
kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi

17

mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak,
sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno, 2007)
Mikroba mempunyai kebutuhan aw minimal yang berbeda-beda untuk
pertumbuhannya. Dibawah aw minimal tersebut mikroba tidak dapat tumbuh atau
berkembang biak. Oleh karena itu salah satu cara untuk mengawetkan pangan
adalah dengan menurunkan aw bahan tersebut. Beberapa cara pengawetan pangan
yang menggunakan prinsip penurunan aw bahan misalnya pengeringan dan
penambahan bahan pengikat air seperti gula, garam, pati serta gliserol.
Konsentrasi garam dan gula yang tinggi juga dapat mengikat air dan menurunkan
Aw sehingga menghambat pertumbuhan mikroba (Winarno, 2007).
Organoleptik
Secara umum, jumlah responden bergantung pada keanekaragaman
produk, penilaian reproduktivitas, dan juga terdapat perbedaan dasar pada
parameternya. Sekadar informasi, uji deskriptif biasanya memiliki empat
responden atau lebih dan sering berjumlah antara delapan sampai sepuluh
responden atau lebih. Uji diskriminatif sangat jarang menggunakan kurang dari 20
sampai 25 responden (biasanya berjumlah diatas 40 responden) terkecuali jika
produk

yang

diuji

hanya

memiliki

perbedaan

yang

sedikit

(Pilgrim and Peryam, 1996).
Pengujian organoleptik terasi akan dilakukan dengan metode uji hedonik
atau uji kesukaan. Sesuai dengan pernyataan Rahayu (2001), dalam uji ini panelis
diminta

mengungkapkan

tanggapan

pribadinya

tentang

kesukaan

dan

ketidaksukaan, sekaligus tingkatannya. Tingkat kesukaan itu disebut dengan skala
hedonik, misalnya sangat suka, suka, agak suka, agak tidak suka, dan tidak suka.

18

Menurut Riwan (2005), indra yang digunakan dalam menilai sifat indrawi
suatu produk dalam uji organoleptik adalah :
1. Penglihatan yang berhubungan dengan warna kilap, viskositas, ukuran dan
bentuk, volume kerapatan dan berat jenis, panjang lebar dan diameter serta
bentuk bahan.
2. Indra peraba yang berkaitan dengan struktur, tekstur dan konsistensi.
Struktur merupakan sifat dari komponen penyusun, tekstur merupakan
sensasi tekanan yang dapat diamati dengan mulut atau perabaan dengan
jari, dan konsistensi merupakan tebal, tipis dan halus.
3. Indra pembau, pembauan juga dapat digunakan sebagai suatu indikator
terjadinya kerusakan pada produk, misalnya ada bau busuk yang
menandakan produk tersebut telah mengalami kerusakan.
4. Indra pengecap, dalam hal kepekaan rasa , maka rasa manis dapat dengan
mudah dirasakan pada ujung lidah, rasa asin pada ujung dan pinggir lidah,
rasa asam pada pinggir lidah dan rasa pahit pada bagian belakang lidah.
Uji organoleptik memiliki relevansi yang tinggi dengan mutu produk
karena berhubungan langsung dengan selera konsumen. Selain itu, metode ini
cukup mudah dan cepat untuk dilakukan, hasil pengukuran dan pengamatannya
juga cepat diperoleh. Dengan demikian, uji organoleptik dapat membantu analisis
usaha untuk meningkatkan produksiatau pemasarannya. Uji organoleptik juga
memiliki kelemahan dan keterbatasan akibat beberapa sifat indrawi tidak dapat
dideskripsikan.

Manusia

merupakan

panelis

yang

kadang-kadang

dapat

dipengaruhi oleh kondisi fisik dan mental, sehingga panelis dapat menjadi jenuh
dan menurun kepekaannya (Soekarto, 2008).

19

Menurut Watts, et al. (1989) ilmu pengetahuan tentang sensoris
merupakan gabungan metode dan teknik dari ilmu psikologi, statistika, ilmu
pengetahuan terapan, seperti ilmu pangan dan ilmu kimia kosmetik, biofisika dan
teknik, ergonomis, sosiologi, dan beberapa ilmu matematika. Untuk melakukan
uji sensoris dengan baik memerlukan pengertian tentang bagaimana kebiasaan
manusia dan komunikasi yang baik.