2.1 Kajian Teori 2.1.1 Membaca 2.1.1.1 Hakikat Membaca - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Kemampuan Pemahaman Membaca Siswa Melalui Metode Global Berbantuan Media Gambar dan Alat Peraga pada Siswa Kelas I SD

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Bab II ini berisi kajian teori tentang membaca yang meliputi hakikat
membaca, jenis-jenis membaca, tujuan membaca, hakikat pemahaman membaca
anak SD dan faktor-faktor yang mempengaruhi pemahaman membaca. Selain itu,
terdapat juga kajian pustaka mengenai hakikat kemampuan, kemampuan
pemahaman membaca anak SD dan faktor-faktor yang mempengaruhi
kemampuan pemahaman membaca anak SD. Terdapat ulasan mengenai metode
global yang meliputi hakikat metode global, langkah-langkah metode global,
kelebihan dan kekurangan metode global dan sintak penerapan metode global.
Bab ini juga membahas mengenai media gambar dan alat peraga serta hubungan
peningkatan kemampuan pemahaman membaca dengan menggunakan metode
global berbantuan media gambar dan alat peraga. Penelitian yang relevan,
kerangka berpikir dan hipotesis tindakan akan tersusun secara sistematis dalam
bab II ini.
2.1

Kajian Teori
2.1.1 Membaca
2.1.1.1 Hakikat Membaca
Dalam kemampuan bahasa pokok atau keterampilan berbahasa ada 4

komponen yaitu membaca, menulis, berbicara dan mendengarkan.
Keempatnya sangat penting dan saling berhubungan. Menurut Nurhayati
Pandawa, Hairudin dan Mislinatul Sakdiyah dalam buku Pembelajaran
Membaca (2009), “Membaca adalah proses memetik serta memahami arti
atau makna yang terkandung dalam bahasa tulis.” Membaca dapat berarti
mengartikan tulisan atau mengambil arti dalam sebuah tulisan. Seperti
ungkapan Lawrence E. Hafner and Hayden B. Jolly (1972) “The reader
must be able to reconstruct the facts that lie behind symbols.” Seseorang
yang dapat membaca berarti mereka mampu mengartikan atau memaknai

8

9

tulisan. Arti yang dimaksud yaitu sebuah fakta yang teresimpan dalam atau
tersirat dalam simbol huruf dalam bacaan. Tidak hanya tulisan kita juga
dapat memaknai atau mengartikan gambar. Hal itu juga dapat dikatakan
sebagai kegiatan membaca. Inilah salah satu bukti dalam kemampuan
berbahasa yang tidak dapat dipisahkan. Untuk membaca kita membutuhkan
tulisan dan untuk dapat menulis kita harus banyak membaca atau

mendengar cerita dari sekitar kita dengan itu kita juga dapat melatih
menyampaikan ide atau maksud dari bacaan yang kita pahami di muka
umum dengan keterampilan berbicara kita dan dari apa yang kita ketahui
dari sekitar kita. Maka dari itu, keempat komponen ini sangatlah penting.
Membaca itu bukan hanya tulisan namun kita juga dapat membaca
gambar. Kita melihat dan mengerti sesuatu yang tertulis atau yang tercetak.
Lalu untuk dapat mengerti tulisan atau gambar tersebut kita harus
memaknainya. Didukung oleh Haryanto (2009) mengemukakan, “Reading
is a look and understand something written or printed.” Kemudian
Thorndike (1967:127) berpendapat bahwa, “Membaca merupakan proses
berpikir atau bernalar.” Membaca bukan hanya dapat mengucapkan huruf
menjadi kata dan menyuarakannya. Namun membaca juga memaknai
maksut dari tulisan. Maka membaca dapat juga diartikan proses berfikir
karena dengan memaknai tulisan kita harus mengerti apa maksut dari
penulis bukan hanya mampu menyuarakannya.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa membaca adalah
sesuatu yang dilakukan untuk dapat mengerti sesuatu (pesan) dari tulisan
atau gambar. Dalam membaca kita tidak harus selalu menyuarakan apa yang
dapat kita mengerti. Kita tidak selalu dapat mendengar apa yang diucapkan
atau yang disuarakan saat kita membaca misalnya membaca dalam hati.

Yang terpenting adalah kita mampu untuk memahami makna yang
terkandung dalam sebuah tulisan atau gambar. Selanjutnya proses membaca
merupakan salah satu dari empat komponen bahasa, yang tidak terpisahkan
satu sama lain. Ketika membaca kita membutuhkan tulisan (menulis), untuk

10

membaca kita menyuarakan tulisan (berbicara), dan secara tersirat ketika
kita membaca kita memahami maksud dari penulis (mendengarkan).
Dengan demikian bahwa keempat komponen itu saling berkaitan satu sama
lain dan keempatnnya sangatlah penting.
2.1.1.2 Jenis-Jenis Membaca
Terdapat beberapa jenis membaca. Menurut Tim Literatur Media
Sukses (2009), “Ada beberapa jenis membaca yaitu:
1. Membaca nyaring yaitu membaca dengan suara keras
2. Membaca dalam hati yaitu membaca tanpa mengeluarkan
suara
3. Membaca ekstensif yaitu membaca teks sebanyak-banyaknya
dalam waktu singkat
4. Membaca intensif yaitu membaca rincian-rincian penting

dalam suatu teks
5. Membaca regular atau biasa yaitu membaca teks dari baris
demi baris
6. Membaca sekilas atau scanning yaitu membaca sekilas
bagian-bagian penting terutama judul, daftar isi, dan kata
pengantar
7. Membaca cepat atau skimming yaitu membaca teks dengan
cara cepat.”
Menurut Meliyawati, M.Pd. (2016), “Jenis-jenis membaca intensif
terbagi menjadi 6 jenis yaitu membaca teliti, membaca pemahaman,
membaca kritis, membaca ide, membaca bahasa asing dam membaca
sastra.” Dari masing-masing jenis membaca tersebut mempunyai tujuan
yang berbeda. Meliyawati, M.Pd. (2016) menuliskan, “Tujuan dari keenam
jenis membaca tersebut adalah sebagai berikut:
1. Membaca teliti bertujuan untuk membaca detail untuk melihat
organisasi penulisan dan pendekatan penulis

11

2. Membaca pemahaman bertujuan untuk memahami standar atau

norma kesastraan, resensi kritis, drama tulis serta pola fiksi
3. Membaca kritis bertujuan untuk mendalami, mengevaluasi serta
menganalisis bukan hanya mencari kesalahan bacaan.
4. Membaca ide bertujuan untuk mencari memperoleh dan
memanfaatkan ide dalam bacaan.
5. Membaca bahasa asing bertujuan menambah kosakata dalam
bahasa asing dan mencapai kefasihan
6. Membaca sastra bertujuan untuk mengapresiasi karya sastra dan
pengkajian.”
Sementara itu Meliyawati, M.Pd. (2016) juga mengatakan, “Teknik
membaca intensif termasuk ke dalam membaca pemahaman yang
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu membaca intensif (membaca secara luas)
dan membaca ekstensif (studi telaah dan terperinci terhadap suatu bacaan).”
Membaca intensif terdiri atas membaca survei (membaca telaah dengan
melihat judul dan bagan skemanya), membaca sekilas atau skimming
(membaca membaca cepat untuk mencari arti dan informasi), dan membaca
dangkal (membaca untuk mendapat pemahaman yang tidak mendalam dari
sebuah bacaan).
Kemudian membaca intensif terdiri atas membaca telaah isi dan
membaca telaah bahasa. Membaca telaah isi yaitu membaca teliti (membaca

untuk mendapat pemutaran dan pembalikan yang menyeluruh), membaca
kritis (membaca secara mendalam untuk menganalisis dan mengaluasi),
membaca ide (membaca untuk mencari dan memanfaatkan ide dari bacaan).
Sedangkan membaca telaah bahasa yaitu membaca bahasa asing (membaca
untuk menambah kosakata dan melatih kefasihan) dan membaca sastra
(membaca untuk mengapresiasi dan mengkaji karya sastra).

12

2.1.1.3 Tujuan Membaca
“Menurut Haryanto (2009), mengemukakan beberapa
tujuan penting dalam membaca:
1. Membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau
fakta-fakta (reading for details or facts);
2. Membaca untuk memperoleh ide-ide utama (reading for
main ideas);
3. Membaca untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi
cerita (reading for sequence or organization);
4. Membaca untuk menyimpulkan (reading for inference);
5. Membaca untuk mengklasifikasikan (reading to classify);

6. Membaca menilai, membaca untuk evaluasi (reading to
evaluate);
7. Membaca untuk membandingkan atau mempertentangkan
(reading to compare or contrast).”
Kemudian selain itu menurut Margarita Tanau (2014) bahwa, “Tujuan
membaca ialah menangkap bahasa yang tertulis dengan tepat dan teratur.”
Secara sederhana Ngalim Purwanto berpendapat bahwa tujuan membaca
adalah mampu mengerti makna dari tulisan secara tepat sesuai dengan
maksut penulis.
Selanjutnya, Nurhayati Pandawa, Hairudin dan Mislinatul Sakdiyah
(2009) menyebutkan, “tujuan membaca umum adalah: (1) mendapat
informasi, (2) memperoleh pemahaman, dan (3) memperoleh kesenangan.”
Sebagian besar orang membaca untuk mendapatkan informasi mengenai apa
yang belum mereka ketahui, memahami sesuatu yang ingin mereka pelajari
dan untuk memperoleh kesenangan.
Setiap orang membaca mempunyai tujuan sama dengan cara yang
berbeda misalnya mereka ingin mengetahui intisari dari bacaan cara yang
mereka lakukan bisa dengan membaca dalam hati bisa dengan membaca

13


dengan suara pelan. Tujuan membaca akan sangat berpengruh pada proses
dan pemahaman membacanya. Khususnya pada proses awal membaca.
Tujuan membaca usia kelas I SD masih sederhana, yaitu anak kelas satu
belajar membaca untuk dapat mengerti perincian fakta dalam gambar atau
tulisan yang dibacanya. Dalam prosesnya anak kelas I SD membaca secara
tersurat. Mereka mampu mengerti apa yang sudah tertulis.
2.1.1.4 Hakikat Pemahaman Membaca
Membaca adalah proses memahami bacaan. Pemahaman terhadap
bacaan dilakukan dengan cara memahami dan memaknai bacaan tersebut.
Didukung oleh Hadi Susanto (2015) yang berpendapat bahwa, “membaca
pemahaman adalah suatu proses untuk mengenali atau mengidentifikasi teks,
kemudian mengerti kembali isi teks.” Dalam prosesnya membaca
mengandung beberapa aspek. William S. Gray dalam Lawrence E. Hafner
dan Hayden B Jolly (1972) mengembangkan struktur membaca dalam
tulisannya, “A mature reader engages in the following activities when he
reads: (1) He decodes printed words. (2) He comprehends meanings. (3) He
reacts to the meanings he has developed. (4) He uses some of the
meanings.” Seorang pembaca akan melakukan empat langkah saat ia
membaca yaitu dia akan mencoba untuk mengartikan tulisan yang dia baca,

kemudian memahami makna yang dia dapat dari bacaan tersebut, setelah itu
dia mencoba untuk mengembangkan arti tersebut, dan yang terakhir yaitu
mengambil dan menggunakan makna dari bacaan tersebut.
Didukung oleh Slamet (2003: 78) mengungkapkan bahwa, “Membaca
pemahaman merupakan suatu proses merekonstruksi pesan yang terdapat
dalam teks yang dibaca yang mana proses merekonstruksi pesan itu berlapis,
interaktif, dan terjadi proses-proses pembentukkan dan pengujian hipotesis.”
Jadi untuk dapat memahami bacaan seseorang harus benar-benar mengetahui
intisari atau makna sebenarnya dari penulis jadi dibutuhkan beberapa proses
dan tahapan untuk mengetahui itu semua.

14

Membaca bukan sekedar memahami lambang-lambang tertulis,
melainkan pula memahami, menerima, menolak, membandingkan dan
meyakini pendapat-pendapat yang ada dalam bacaan. Membaca pemahaman
inilah yang dibina dan dikembangkan secara bertahap pada sekolah
(Tompubolon: 1987). Studi yang dilakukan oleh Davies umumnya upaya
signifikan untuk menggambarkan pemisahan skill dalam pemahaman
membaca ada 5 yaitu :

“(1) recalling word meanings (vocabulary knowledge), (2)
drawing inferences from content, (3) following the structure of a
passage, (4) recognizing a writer’s purpose, attitude, tone, and
mood, (5) finding answers to questions answered explicitly or in
paraphrase.”
Dalam tingkatannya membaca pemahaman diidentifikasi oleh
Lawrence E. Hafner dan Hayden B Jolly (1972) ada 3 level, yaitu :
“1) Literal Comprehension : Understanding the ideas and
information explicitly stated in the passage.
2) Interpretative Comprehension : Understanding the ideas and
information not explicitly stated in the passage.
3) Critical Comprehension : Analyzing, evaluating, and
personally reacting to information presented in passage.”
Dari beberapa pengertian tersebut, pemahaman membaca adalah
sebuah proses dimana seseorang memahami dan memaknai sebuah tulisan.
Dalam prosesnya seseorang diharapkan untuk bisa mencari tahu kata kunci
dari sebuah bacaan, memahami makna bacaan tersebut, mengembangkan
makna yang telah mereka terka, dan memakai beberapa makna yang mereka
mengerti. Pembaca dalam memahami bacaan memerlukan kemampuan
untuk memahami kata yang ada dalam tulisan dan mengontrol keadaan


15

emosi mereka karena dapat mempengaruhi pemahaman mereka terhadap
suatu bacaan.
2.1.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemahaman Membaca
Proses pemahaman dalam membaca dipengaruhi oleh beberapa faktor
Nurhayati Pandawa, Hairudin dan Mislinatul Sakdiyah (2009) yaitu:
1. Faktor kognitif : berkaitan dengan pengetahuan, pengalaman,
tingkat kecerdasan atau kemampuan berpikir seseorang.
2. Faktor afektif : berkaitan dengan kondisi emosional, sikap, dan
situasi.
3. Faktor teks bacaan : berkaitan dengan tingkat kesukaran dan
keterbacaan suatu bacaan yang dipengaruhi oleh pilihan kata,
struktur, isi bacaan, dan penggunaan bahasanya.
4. Faktor penguasaan bahasa : berkaitan dengan tingkat kemampuan
berbahasa yang berkaitan dengan penguasaan perbendaharaan kata,
struktur, dan unsur-unsur kewacanaan.
Kemudian Iwuk P. dalam bukunya A Guide for Reading
Comprehension (2007:14) mengatakan bahwa ada dua faktor besar yaitu:
1. Faktor Internal
Faktor internal atau faktor dari diri kita sendiri diantaranya
adalah pengetahuan kebahasaan, keinginan membaca, dan minat
membaca. Pengetahuan kebahasaan yang sempit, keinginan
membaca yang kecil, dan minat membaca yang rendah akan
menjadi penghambat, demikian juga sebaliknya. Faktor internal
dapat dikendalikan oleh diri sendiri.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal datang dari luar diri kita. Faktor ini lebih
sulit untuk kita kendalikan. Seperti faktor internal, faktor eksternal
juga dapat menghambat dan mendorong kita dalam membaca.

16

Contoh dari faktor eksternal yaitu kondisi lingkungan, orang-orang
di sekitar, bacaan, dan lain sebagainya.
“Faktor-faktor

yang berada dalam diri pembaca

meliputi

kemampuan linguistik (kebahasan), minat (seberapa besar kepedulian
pembaca terhadap bacaan yang dihadapinya), motivasi (seberapa besar
kepedulian pembaca terhadap tugas membaca atau perasaan umum
mengenai

membaca

dan

sekolah),

dan

kumpulan

kemampuan

pemahaman membaca (seberapa baik pembaca dapat membaca)”
menurut Zuchdi (2000: 23-24). Faktor-faktor di luar pembaca dibedakan
menjadi dua kategori unsur-unsur bacaan dan lingkungan membaca.
Unsur-unsur pada bacaan atau ciri-ciri tekstual meliputi kebahasan teks
(kesulitan bahan bacaan), dan organisasi teks (jenis pertolongan yang
tersedia berupa bab dan sub bab, susunan tulisan, dsb). Kualitas
lingkungan membaca meliputi faktor-faktor: persiapan guru sebelum,
pada saat, atau suasana umum penyelesaian tugas (hambatan, dorongan,
dsb).

Kemudian Nurul Rifky Huba (2014) mengungkapkan bahwa,

“Pengukuran kegiatan membaca dapat mencakup dua segi yaitu
keterampilan dan kemauan.” Keterampilan membaca lebih berkaitan
dengan aspek kognitif, sedangkan faktor kemauan berkaitan dengan
aspek afektif.
Dapat kita pahami bahwa dari faktor yang telah dibahas
sebelumnya banyak sekali faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan
pemahaman membaca kita, baik dari dalam diri atau dari luar diri kita.
Dari dalam diri mencangkup kemampuan dan kelancaran kita dalam
membaca, minat, motivasi dan masih banyak lagi sedangkan dari luar diri
seperti lingkungan, teman dan keadaan sekitar kita.

17

2.1.2 Kemampuan Membaca
2.1.2.1 Hakikat Kemampuan
Kemampuan

berarti bahwa dapat atau bisa. “Kemampuan yaitu

mampu artinya kuasa (bisa, sanggup) melakukan sesuatu, sedangkan
kemampuan artinya kesanggupan, kecakapan, kekuatan.” Menurut Noam
Chomsky (1957), “Kemampuan adalah pengetahuan tentang bahasa yang
ada di dalam akal-budi seseorang.” Sehubungan dengan hal tersebut Eddy
Yunus berpendapat, “Kemampuan adalah kapasitas sekumpulan sumber
daya untuk secara integratif melakukan suatu tugas atau kemampuan.”
Dari pengertian diatas berarti bahwa kemampuan yaitu kesanggupan
atau kemampuan seseorang dalam melakukan sesuatu. Kemampuan tersebut
berasal dari akal budi manusia yang kemudian secara intregatif seseorang
dapat melakukan sesuatu hal.
2.1.2.2 Kemampuan Pemahaman Membaca Anak SD
Pemahaman membaca anak sampai dewasa berbeda tingkatannya.
Chall (1983) mengemukakan 6 tahap dalam perkembangan membaca,
“Tahap membaca tahap 0, yaitu tahap pre-reading (sejak lahir
sampai usia 6 tahun); tahap 1, yaitu tahap dekoding (usia 6-7 tahun
atau kelas 1-2 SD); tahap ke-2, yaitu tahap konfirmasi, kelancaran,
dan “ugluging from print” yaitu anak sudah belajar membaca
dengan fasih,menguasai hubungan dari huruf-ke-suara dan dapat
membaca sebagian besar kata dan kalimat sederhana yang
diberikan (usia 7-8 tahun atau kelas 2-3 SD); tahap ke-3, yaitu
membaca untuk mempelajari hal baru; tahap ke-4 adalah tahap
beragam sudut pandang (usia 14-18 tahun atau sekolah menengah);
tahap ke-5, yaitu konstruksi dan rekonstruksi (usia 18 tahun ke atas
tahun atau masa perguruan tinggi).”

18

Dari pernyataan diatas dapat dilihat bahwa anak usia SD berada
pada tahap 1 sampai dengan tahap 3. Tahap 1 berarti seorang anak dapat
atau mampu mengartikan atau meneterjemahkan suatu bacaan. Usia tersebut
termasuk juga usia anak kelas I SD. Kemudian tahap 2 seorang anak telah
mampu membaca lancar bahkan membaca cepat, konfirmasi atau
memberikan

umpan

balik

terhadap

suatu

bacaan

sertamampu

mengungkapkan makna dari suatu bacaan. Dan tahap 3 seorang siswa
membaca untuk mempelajari hal baru atau mencari informasi mengenai
sesuatu yang ingin mereka ketahui.
2.1.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Pemahaman
Membaca Anak SD
Banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca. Menurut
Lamb dan Arnold (1976), “Faktor – faktor tersebut adalah faktor fisiologis,
intelektual lingkungan, dan psikologis.”
Faktor psikologis yang dimaksud adalah faktor dari fisik siswa,
misalnya kecacatan otak, kelelahan, jenis kelamin, gangguan pada alat
bicara, alat pendengaran, dan alat penglihatan bisa memperlambat kemajuan
belajar membaca anak. Faktor intelektual yaitu kemampuan berfikir siswa
memahami dan merespon bacaan secara tepat. Lalu faktor lingkungan
merupakan latar belakang dan pengalaman siswa dirumah dan keadaan
sosial ekonomi keluarganya. Lingkungan dapat membentuk pribadi, sikap,
nilai,

dan

kemampuan

bahasa

anak

yang

pada

akhirnya

dapat

mempengaruhi kemampuan membaca anak. Kemudian yang terakhir adalah
faktor psikologis yaitu motivasi, minat dan kematangan sosial, emosi serta
penyesuaian diri.

19

2.1.3 Metode Global
2.1.3.1 Hakikat Metode Global
Dalam Membaca dan Menulis Permulaan (MMP) merupakan
menu utama saat anak masuk di awal tahun pembelajaran. “Metode
pembelajaran di kelas rendah akan diuraikan sebagai berikut :
1. Metode Eja : dimulai dengan memperkenalkan hurufhuruf secara alpabetis yang dihapalkan dan dilafalkan
sesuai dengan bunyinya menurut abjad.
2. Metode suku kata dan metode kata : diawali dengan
pengenalan suku kata, seperti ba, bi, bu, be, bu, ca, ci, cu,
ce, cu dan seterusnya, kemudian dirangkai menjadi kata
bermakna.
3. Metode Global : Metode Global artinya secara utuh dan
bulat. Dalam metode ini disajikan pertama kali kalimat
seutuhnya yang dituliskan dibawah gambar yang sesuai.
4. Metode Structural Analisis Sintesis (SAS) : diawali
dengan

dua

tahap,

yakni

menampilkan

dan

memperkenalkan sebuah kalimat utuh.
5. Metode Demonstrasi : suatu teknik mengajar dengan
memperagakan,

mempertunjukan,

atau

menayangkan

sesuatu.
6. Metode Diskusi : pembelajaran interaksi kelompok dengan
cara bertukar ide atau pikiran tentang suatu isu untuk
memecahkan suatu masalah, menjawab suatu pertanyaan,
menambah pengetahuan atau pemahaman, atau membuat
suatu keputusan.
7. Metode

Ceramah

:

mengajarkan

sesuatu

dengan

menuturkan, menerangkan dan menjelaskan secara lisan
kepada siswa.

20

8. Metode Penugasan : memberikan kesempatan kepada
siswa untuk melaksanakan tugas berdasarkan petunjuk
atau instruksi guru baik secara individu atau kelompok.
9. Metode Tanya Jawab : guru memberikan pertanyaan dan
siswa menjawab, jawaban yang diharapkan akan didapat
jika siswa telah mempunyai pengetahuan, ingatan, dan
penalaran tentang pertanyaan tersebut.
10. Metode Abjad dan Metode Bunyi : menggunakan katakata lepas.” (Subana dan Sunarti, 2000)
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode global. Metode
Global artinya secara utuh dan bulat. Dalam metode global yang disajikan
pertama kali pada murid adalah kalimat seutuhnya dengan bantuan gambar
atau alat peraga. Setelah berkali-kali membaca, murid dapat membaca
kalimat-kalimat itu secara global tanpa gambar. Menurut Titin Nur Hidayati
dalam JURNAL FALASIFA. Vol. 2 No. 1 Maret 2011, “Menggunakan
dasar psikologis Ilmu Jiwa Gestalt. Metode membaca global dirintis oleh
Dr. Ovide De Croly.” Caranya ialah guru mengajarkan membaca dan
menulis dengan menampilkan gambar atau alat peraga lain kemudian
menuliskan kalimat. Kalimat berasal dari jawaban siswa yang sebelumnya
menjawab pertanyaan dari guru. Selanjutnya, siswa menguraikan kalimat
menjadi kata, menguraikan kata menjadi suku kata, dan menguraikan suku
kata menjadi huruf.
Sebagai contoh, pertama yang dilakukan adalah guru menampilkan
sebuah gambar anak laki-laki yang sedang bermain bola. Kemudian guru
memberikan beberapa pertanyaan kepada siswa. Kemudian salah satu siswa
menyebutkan kalimat “Budi bermain bola.” Kemudian guru menuliskan
kalimat tersebut di papan tulis dan meminta siswa untuk menirukan
bagaimana cara membacanya setelah itu kalimat tersebut diuraikan menjadi
kata “Budi / bermain / bola.” Kemudian dari kata tersebut diurai menjadi
suku kata “Bu-di / ber-ma-in / bo-la.” Dan yang terakhir diurai dalam huruf

21

“B-u-d-i / b-e-r-m-a-i-n / b-o-l-a.” Setiap uraiannya guru juga memberikan
contoh bagaimana membacanya dan siswa menirukan sampai akhirnya
siswa dapat membaca tanpa bantuan gambar atau alat peraga.
Proses penguraian kalimat menjadi kata, kata menjadi suku kata, suku
kata menjadi huruf-huruf, tidak disertai dengan proses sintesis (perangkaian
kembali). Artinya, huruf-huruf yang telah terurai itu tidak dikembalikan lagi
pada satuan di atasnya, yakni suku kata. Demikian juga dengan suku-suku
kata, tidak dirangkaikan lagi menjadi kata; kata-kata menjadi kalimat.
2.1.3.2 Langkah-langkah Metode Global
Menurut Titin Nur Hidayati dalam JURNAL FALASIFA. Vol. 2 No.
1 Maret 2011, “Sintaks Metode Belajar Global adalah sebagai berikut:
1) Siswa dihadapkan pada cerita pendek dengan gambar.
Misalnya gambar sekelompok anak yang sedang bermain
sepak bola di lapangan.
2) Menguraikan cerita pendek tersebut menjadi kalimat-kalimat.
Misalnya salah satu kalimat: Budi bermain bola
3) Memisahkan kalimat-kalimat menjadi kata-kata : /Budi/ /
bermain/ /bola/
4) Memisahkan kata-kata menjadi suku kata: /Bu-di/ /ber-ma-in/
/bo-la/
5) Memisahkan suku kata menjadi huruf : b-u-d-i b-e-r-m-a-i-n bo-l-a.”
Secara rinci sintaks dari metode global tersebut telah dikembangkan
oleh penulis dalam aktifitas guru dan siswa yang dapat dilihat dari tabel di
bawah ini:

22

Tabel 2.1
Sintaks Metode Global

Fase

Sintaks Metode

Siswa

1

Aktifitas Guru

Global

Guru menyuguhkan cerita

Aktifitas Siswa
Siswa

dihadapkan pada pendek dengan gambar.

memperhatikan

cerita pendek

cerita guru dan

dengan gambar

memahaminya
dengan
memperhatikan
gambar yang ada.

Menguraikan

Guru memisahkan kalimat

cerita pendek

satu dengan kalimat yang

memperhatikan

tersebut menjadi

lain dalam cerita tersebut

kalimat tersebut

kalimat-kalimat.

dengan memberikan warna

dan

tulisan berbeda dan diberi

memahaminya

jarak yang cukup renggang.

sesuai gambar

Kemudian guru memberikan

yang ada.

contoh pengucapan kalimat

Kemudian siswa

yang telah di buat oleh

mengikuti ucapan

siswa.

guru.

Memisahkan

Guru membantu siswa

Siswa

kalimat-kalimat

memenggal kalimat menjadi

memperhatikan

menjadi kata-

kata-kata dengan

guru dan

kata.

mengambil salah satu

menirukan setiap

contoh kalimat dilakukan

ucapan guru dan

dengan hal yang sama yaitu

mencobanya

dengan memberikan warna

secara berulang-

berbeda setiap katanya.

ulang.

2

3

Kemudian guru memberi

Siswa

23

contoh pengucapannya. Hal
itu dilakukan dengan
membaca kata-perkata
dengan menunjukkan setiap
katanya.

4

Memisahkan

Guru membantu siswa

Siswa menirukan

kata-kata

memenggal kata menjadi

setiap ucapan

menjadi suku

suku kata. Kemudian guru

guru dan

kata.

memberi contoh

mencobanya

pengucapannya.

secara berulangulang.

5

Memisahkan

Guru membantu siswa

Siswa menirukan

suku kata

memenggal suku kata

setiap ucapan

menjadi huruf

menjadi huruf. Kemudian

guru dan

guru memberi contoh

mencobanya

pengucapannya.

secara berulangulang.

2.1.3.3 Kelebihan Metode Global
Metode Global yang akan diterapkan mempunyai beberapa kebihan.
Menurut Amin Rahmatina (2013) “Kelebihan metode global adalah:
1. Memenuhi tuntutan jiwa yang memilki sifat ingin tahu
terhadap sesuatu dan segala sesuatu yang ada di luar dirinya.
Sesuai

dengan

kodrat

manusia

yang

memiliki

rasa

keingintahuan tinggi.
2. Menyajikan

bahan

pelajaran

yang

sesuai

dengan

perkembangan dan pengalaman bahasa siswa yang selaras
dengan situasi lingkungannya.
3. Menuntun siswa untuk berfikir analitis dengan cara
membiasakannya ke arah pendekatan bahasa adalah sebuah

24

struktur, struktur terorganisasikan atas unsur-unsur secara
teratur, kehidupan merupakan struktur yang terdiri dari
bagian-bagian yang tersusun secara teratur.
4. Dengan langkah-langkah yang diatur sedemikian rupa, siswa
lebih mudah mengikuti prosedur pembelajaran dan cepat
menguasai

keterampilan

membaca

pada

kesempatan

berikutnya.
5. Berdasarkan landasan linguistik, metode ini menolong siswa
untuk menguasai bacaan dengan lancar.”
2.1.3.4 Kekurangan Metode Global
Disamping kelebihan yang telah di ketahui sebelumnya berikut ini
terdapat kekurangan metode global menurut Amin Rahmatina (2013)
“Kelemahan metode global yaitu:
1. Banyak sarana yang harus dipersiapkan untuk melaksankan
metode ini, yang terkadang sulit bagi sekolah-sekolah
tertentu.
2. Penggunaan metode global mempunyai kesan bahwa guru
harus kreatif, terampil dan sabar. Tuntutan semacam ini
dipandang sulit bagi kondisi guru dewasa ini.
3. Metode global hanya dapat dikembangkan pada masyarakat
pembelajar di kota-kota dan tidak dipedesaan yang terpencil.
4. Agak sukar menganjurkan kepada para guru untuk
menerapkan metode ini dalam proses belajar mengajar,
karena memerlukan waktu yang banyak dan kreativitas.”
2.1.3.5 Penerapan Metode Global
Penerapan metode global dengan penyuguhan kalimat utuh yang
kemudian di pecah menjadi kata setelah kata menjadi sub kata dan langkah
terakhir adalah huruf mempunyai langkah-langkah penerapan yang
dikembangkan penulis sebagai berikut:

25

a. Guru menyiapkan alat peraga atau gambar yang akan digunakan.
b. Guru mengkondisikan siswa untuk memperhatikan dan mengamati
gambar atau alat peraga yang diperlihatkan.
c. Guru memberikan pertanyaan-pertanyaan kecil dari setiap gambar dan
alat peraga yang digunakan.
d. Setiap siswa diarahkan untuk dapat memberikan pendapatnya. Setiap
pendapat siswa diarahkan untuk membuat kalimat sederhana sesuai
gambar atau alat peraga.
e. Guru menuliskan kalimat sederhana yang dilontarkan siswa sesuai pada
gambar atau alat peraga yang ditampilkan.
f. Guru mengajak siswa untuk mengucapkan kalimat tersebut berulangulang. Sambil memahami makna dari setiap kalimat yang dilontarkan.
g. Setelah siswa dapat membaca kalimat sederhananya, guru menguraikan
kalimat menjadi kata dan dengan perlakuan yang sama guru membantu
siswa untuk membaca kata-kata yang ada. Hal tersebut juga dilakukan
secara berulang-ulang.
h. Setelah siswa dapat membaca kalimat sederhananya, guru menguraikan
kata-kata menjadi sub kata dan dengan perlakuan yang sama guru
membantu siswa untuk membaca sub kata yang ada. Hal tersebut juga
dilakukan secara berulang-ulang.
i. Setelah siswa dapat membaca kalimat sederhananya, guru menguraikan
sub kata menjadi huruf dan dengan perlakuan yang sama guru membantu
siswa untuk membaca huruf yang ada. Hal tersebut juga dilakukan secara
berulang-ulang.
j. Setelah semua dilakukan secara berulang-ulang. Guru mencoba untuk
menngarahkan siswa untuk membaca kalimat tanpa melihat gambar atau
alat peraga yang ada. Dilakukan secara berulang-ulang.
k. Setelah selesai semua dilakukan maka langkah terakhir adalah
mengarahkan siswa untuk mencoba membaca secara individu.
l. Membuat kesimpulan dan klarifikasi.

26

2.1.4

Media Gambar
Media gambar adalah sebuah media berbentuk dua dimensi yang

terdapat berbagai macam jenisnya. Menurut Haryanto (2009), “Media
gambar adalah segala sesuatu yang diwujudkan secara visual ke dalam
bentuk dua dimensi sebagai curahan ataupun pikiran yang bermacammacam seperti lukisan, potret, slide, film, strip, opaque proyektor.”
Pendapatnya yang lain mengatakan “Media gambar merupakan
peniruan dari benda-benda dan pemandangan dalam hal bentuk, rupa serta
ukurannya relatif terhadap lingkungan.” Haryanto (2009).
Dari pengertian tersebut berarti bahwa media gambar yaitu benda
yang berbentuk 2 dimensi seperti lukisan, potret, slide, film, strip,opaque
proyektor yang merupakan tiruan dari benda nyata yang dapat
mempermudah seseorang untuk melihat benda secara nyata dengan lebih riil
dengan cara atau alat yang lebih sederhana.
Media gambar mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan.
Menurut Muhammad Anas (2014), “Kelebihan media gambar yaitu:
1. Media gambar/foto dapat mengatasi keterbatasan pengamatan
visual kita.
2. Gambar/foto dapat memperjelas suatu masalah, dalam bidang
apa saja dan tingkat usia berapa saja, sehingga dapat
mencegahatau membetulkan kesalah pahaman.
3. Gambar/foto berharga murah dan mudah didapat serta
digunakan, tanpa memerlukan peralatan khusus.”
Selain kelebihan yang telah dituliskan sebelumnya, terdapat
kelemahan media gambar menurut Muhammad Anas (2014), “Kelemahan
media gambar yaitu :
1. Gambar/foto hanya menekankan persepsi indera mata
2. Gambar/foto terlalu kompleks kurang efektif untuk
kegiatan pembelajaran
3. Ukurannya terbatas untuk kelompok besar.”

27

Ada berbagai macam cara penggunaan media gambar dalam
pembelajaran. Menurut Heribertus Joko Warwanto,dkk (2009),
“Penggunaan media gambar yaitu:
1. Divisualisasikan

yaitu

guru

menggunakan

media

untuk

memvisualisasikan tema atau gagasan yang dibahas dengan cara
diskusi, pengamatan, pendalaman, dan refleksi bersama.
2. Dinarasikan yaitu guru menggunakan media dengan bercerita
untuk menciptakan suasana yang menarik dan menjadi pusat
perhatian anak didik.”
Kemudian penulis merumuskan caara

penggunaan media gambar

sebagai berikut:
1. Media

gambar

digunakan

di

awal

pembelajaran

dengan

diperlihatkan kepada siswa.
2. Media

gambar digunakan untuk

memancing siswa untuk

memahami gambar dan melontarkan sebuah kalimat dari gambar
tersebut.
3. Media gambar digunakan untuk meninjau kembali kalimat dengan
memaknai kalimat sesuai atau tidak dengan media gambar yang
ada.

2.1.5

Alat Peraga
Alat peraga sebagai media yang digunakan untuk mempermudah

pembelajaran. Didukung oleh Suwardi, dkk (2014), “Alat peraga berfungsi
untuk menerangkan atau memperagakan suatu mata pelajaran dalam proses
belajar mengajar.” Kemudian menurut Panjiamboro (2013), menyatakan
bahwa, “Alat peraga pendidikan adalah alat-alat yang dapat dilihat dan
didengar untuk membuat cara berkomunikasi menjadi efektif.”
Dari pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa alat peraga
adalah media yang digunakan guru dalam proses pembelajaran untuk lebih
memudahkan dan menarik siswa dalam belajar. Alat peraga itu digunakan
agar pembelajaran lebih efektif.

28

Alat peraga mempunyai kelebihan dan kekurangan. Menurut Ivany
Agustinez (2014), “Kelebihan alat peraga yaitu :
1. Menumbuhkan minat belajar siswa karena pelajaran menjadi
lebih menarik
2. Memperjelas makna bahan pelajaran sehingga siswa lebih
mudah memahaminya
3. Metode mengajar akan lebih bervariasi sehingga siswa
tidakakan mudah bosan
4. Membuat lebih aktif melakukan kegiatan belajar seperti
mengamati, melakukan dan mendemontrasikan dll.”
Selain itu menurut Ivany Agustinez (2014), “Kelemahan alat peraga
yaitu:
1. Mengajar dengan alat peraga lebih banyak menuntut guru
2. Banyak waktu yang diperlukan untuk persiapan
3. Perlu kesediaan berkorban secara materi.”

Menurut Nana Sudjana dalam buku Penilaian Proses Hasil
Belajar Mengajar, (2005), “Ada enam langkah guru mengajar dengan
mempergunakan alat peraga yaitu:
1. Menetapkan tujuan mengajar dengan menggunakan alat
peraga yaitu guru merumuskan tujuan yang akan dicapai.
2. Persiapan guru yaitu guru memilih dan menetapkan alat
peraga mana yang akan dipergunakan sekiranya tepat untuk
mencapai tujuan.
3. Persiapan kelas yaitu peserta didik dimotivasi agar dapat
menilai, menganalisis, menghayati pelajaran dengan alat
peraganya.
4. Langkah penyajian pelajaran dan peragaan yaitu penyajian
pelajaran dengan menggunakan peragaan dengan pencapaian

29

tujuan mengajar dengan baik, sedangkanalat peraganya
sekedar alat pembantu.
5. Langkah kegiatan belajar siswa belajar sehubungan dengan
penggunaan alat peraga.
6. Langkah evaluasi permukaan pelajaran dan peragaan. Pada
akhirnya kegiatan belajar haruslah dievaluasi permukaan
sampai seberapa jauh tujuan itu tercapai, yang sekaligus dapat
dinilai sejauh mana pengaruh alat peraga sebagai alat
pembantu menunjang keberhasilan proses belajar.”
Alat

peraga

yang

digunakan

penulis

berupa

boneka

yang

menunjukkan bahan sesuai dengan materi yang akan disampaikan pada
rencana pembelajaran yaitu bagian tubuh. Kemudian penulis menyusun
langkah cara

penggunaan alat peraga sama dengan penggunaan media

gambar, yaitu:
1) Alat peraga digunakan di awal pembelajaran dengan diperlihatkan
kepada siswa.
2) Alat peraga digunakan untuk memancing siswa untuk memahami
alat peraga dan melontarkan sebuah kalimat dari alat peraga
tersebut.
3) Alat peraga digunakan untuk meninjau kembali kalimat dengan
memaknai kalimat sesuai atau tidak dengan alat peraga yang ada.

2.1.6

Hubungan Peningkatan Kemampuan pemahaman membaca
dengan Menggunakan Metode Global Berbantuan Media
Gambar dan Alat Peraga

Peningkatan kemampuan pemahaman membaca sangat penting
dilakukan agar anak dapat menguasai atau anak mampu untuk membaca.
Metode global digunakan karena metode global bersifat utuh, seperti
pemikiran anak yang masih utuh dan bulat. Kemudian bantuan media
gambar dan alat peraga akan sangat membantu siswa. Apalagi anak usia

30

kelas rendah. Mereka akan mudah belajar menggunakan gambar dan alat
peraga dan memaknai kalimat. Hal itu karena anak pada usia rendah masih
membutuhkan benda riil untuk belajar. Mereka masih belajar menggunakan
benda yang nyata dan akan merasa susah jika harus belajar dengan cara
membayangkan. Dengan demikian harapan penulis disusunnya penelitian
ini akan sangat bermanfaat bagi siswa atau bagi proses pembelajaran demi
mencapainya peningkatan kemampuan pemahaman membaca siswa
menggunakan metode global berbantuan media gambar dan alat peraga ini.

2.2 Hasil Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan Dyah Wahyuning dengan judul Penerapan
Metode Membaca Global untuk meningkatkan kemampuan membaca siswa kelas
I SDN 01 Semboro Kabupaten Jember tahun 2015 berjalan dengan baik, siswa
terlihat lebih tertarik dalam mengikuti pelajaran. Awalnya para siswa terlihat
gaduh namun setelah diperlihatkan gambar mereka terlihat tenang. Penerapan
Metode Membaca Global dapat meningkatkan kemampuan pemahaman membaca
dalam pembelajarannya. Hal tersebut dapat ditunjukkan pada analisis hasil tes
siswa yang mengalami peningkatan. Pada siklus 1 siswa yang tuntas ada 20 siswa,
ketuntasan membaca siswa adalah 67%. Pada siklus 2 siswa yang tuntas
mengalami peningkatan dari 20 menjadi 27 siswa, ketuntasan membaca siswa
adalah 90%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemahaman
membaca selama pembelajaran dengan penerapan Metode Membaca Global
meningkat dan dikatakan tuntas.
Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Amin Rahmatina di Sekolah Dasar
Negeri 037 Karya Indah Kecamatan Tapung Kabupaten Kampar tahun 2013
berjudul Penerapan Metode Global Untuk Meningkatkan Keterampilan Membaca
Permulaan Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas I Sekolah Dasar
Negeri 037 Karya Indah Kecamatan Tapung Kabupaten Kampar, berdasarkan data
hasil keterampilan membaca permulaan siswa secara klasikal dapat disimpulkan

31

bahwa metode global dapat meningkatkan keterampilan membaca permulaan. Hal
ini dapat dilihat dari mean yang diperoleh siswa pada pra tindakan, siklus 1 dan
siklus 2. Ketuntasan klasikal yang diperoleh pada pra tindakan yaitu 68,75%
tergolong rendah. Selanjutnya, siklus 1 meningkat menjadi 71,88% berada pada
kategori sedang. Pada siklus 2 meningkat, mencapai 93,75%. Hal ini berarti
bahwa metode global membantu dalam pemahaman membaca siswa.
2.3 Kerangka Pikir
Membaca bukan hanya soal menyuarakan simbol tapi membaca juga
mengamati, memahami dan memikirkan. Selain itu, harus diimbangi juga dengan
ketepatan maknanya. Membaca yang ideal adalah membaca dengan waktu pendek
dengan pemahaman makna sesuai maksud penulis. Pada dasarnya anak kelas I
sekolah dasar (SD) belajar menggunakan benda nyata. Mereka belajar dengan
melihat dan menyentuh benda-benda yang nyata dan ada di sekitar mereka. Dalam
pembelajaran yang abstrak atau siswa diharapkan untuk dapat belajar
membayangkan sesuatu dalam proses pembelajaran itu akan sulit dilakukan dan
sulit pula untuk dicapai tujuan pembelajaran yang telah di rumuskan pada
awalnya. Mereka juga masih belajar dengan bermain dan belum bisa untuk
mengembangan sesuatu yang dipelajarinya. Faktanya dalam pembelajaran
membaca selama ini yang disuguhkan hanya tulisan tanpa adanya gambar atau
alat peraga yang digunakan. Karena itulah ketika membaca anak merasa kurang
tertarik yang berujung pada anak kesulitan membaca. Sangatlah diperlukan media
dalam pembelajaran agar pembelajaran terasa menyenangkan apalagi untuk anak
usia kelas I SD. Disamping untuk menarik perhatian mereka untuk belajar
membaca hal itu digunakan juga untuk dapat membantu mereka memaknai apa
yang mereka baca.
Penguasaan membaca siswa dalam kelas biasanya dapat dilihat dalam
proses pembelajaran yang dilakukan dalam kesehariannya di kelas. Pada saat
proses belajar mengajar yang dilakukan dalam sehari-hari di kelas I SDN
Tegalrejo menunjukkan bahwa kemampuan pemahaman membaca masih rendah.

32

Dari 27 siswa yang ada di kelas I masih lebih dari 50% siswanya belum lancar
saat mengeja huruf demi huruf yang diajarkan atau digunakan dalam proses
belajar mengajar.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di SDN Tegalrejo,
beberapa temuan yang menunjukkan permasalahan yaitu:
a. Kurangnya media atau peraga pembelajan yang digunakan untuk
menarik minat belajar di kelas.
b. Kapasitas siswa yang melebihi sehingga sulit dalam kontroling di
kelas.
c. Kurangnya pengawasan belajar dirumah.
d. Dampak dari game online dan internet yang mengurangi minat
membaca dirumah.
Berdasarkan

hasil

observasi

permasalahan

diatas,

solusi

dalam

pembelajaran adalah dengan menggunakan metode global berbantuan media
gambar dan alat peraga untuk meningkatkan kemampuan pemahaman membaca
siswa. Melalui penggunaan metode global berbantuan media gambar dan alat
peraga ini, akan membantu siswa untuk lebih mudah dalam belajar membaca dan
meningkatkan kemampuan pemahaman membaca siswa.
Berdasarkan argumen diatas dapat digambarkan alur pikir penelitian
tindakan kelas sebagai solusi dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:

33

Bagan 2.1
Kerangka Berpikir

Kondisi awal :
a. Kurangnya media atau peraga pembelajaran yang digunakan untuk menarik minat
belajar di kelas.
b. Kapasitas siswa yang melebihi sehingga sulit dalam pengawasan di kelas.
c. Kurangnya pengawasan belajar dirumah.
d. Dampak dari game online dan internet yang mengurangi minat membaca dirumah.

Tindakan :
Pembelajaran melalui metode global berbantuan
media gambar dan alat peraga

Kondisi akhir :
a.
b.
c.
d.

Kemampuan membaca siswa meningkat.
Siswa lebih tertarik belajar daripada bermain game online.
Siswa tertarik untuk mengikuti pembelajaran dikelas
Siswa mampu membaca dengan lancar

34

2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah dipaparkan
penulis, hipotesis tindakan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Proses penggunaan metode global berbantuan media gambar dan alat peraga
pada siswa kelas I SDN Tegalrejo Kecamatan Tegalrejo Kabupaten Magelang
akan dapat meningkatkan kemampuan membaca.
b. Kemampuan pemahaman membaca siswa akan meningkat dengan penggunaan
metode global berbantuan media gambar dan alat peraga pada siswa kelas I
SDN Tegalrejo Kecamatan Tegalrejo Kabupaten Magelang.

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA REGULER DENGAN ADANYA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD INKLUSI GUGUS 4 SUMBERSARI MALANG

64 523 26

PENGEMBANGAN TARI SEMUT BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SD MUHAMMADIYAH 8 DAU MALANG

57 502 20

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24